Anda di halaman 1dari 7

Kesehatan Mental di mata generasi milenial saat ini

Disusun oleh:Jovanka Aurellie Prasetyo/16/XE

Kesehatan mental menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan mental
sangat diperhatikan pada masa sekarang ini khususnya generasi milenial. Dilansir dari
siloamhospital.com kesehatan mental adalah kondisi kesehatan yang berkaitan dengan pikiran,
psikis, dan perilaku manusia yang memiliki kondisi mental yang baik serta sehat. Berbeda
dengan gangguan mental, gangguan mental adalah kondisi dimana manusia memiliki kondisi
mental yang tidak sehat dan merasa kesulitan untuk menghadapi dan mengendalikan emosinya
sehingga dapat merujuk ke hal-hal negatif seperti terganggunya aktivitas sehari-hari serta dapat
memicu pikiran untuk menyakiti diri sendiri. Gangguan mental sendiri sangat bermacam-macam.
Dilansir dari alodokter.com contoh gangguan mental yang umum terjadi adalah gangguan
depresi, gangguan ini adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya selalu
merasakan kesedihan. Kesedihan yang dialami penderita depresi dapat berlangsung lama seperti
berhari-hari, atau berminggu-minggu. Yang ke-2 terdapat gangguan kecemasan (Anxiety
Disorder), gangguan kecemasan ini menyebabkan penderitanya merasakan cemas yang
berlebihan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Penderita yang mengalami gangguan
kecemasan biasanya juga sering mengalami serangan panik (panic attack) yang sulit untuk
dikendalikan dan berlangsung dalam waktu yang lama. Yang ke-3 terdapat gangguan bipolar,
gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami perubahan suasana hati. Penderita bipolar
akan merasakan sedih atau putus asa dalam waktu tertentu dan penderita dapat merasakan senang
pada waktu lainnya. Yang ke-4 terdapat gangguan tidur, gangguan ini menyebabkan pola tidur
yang tidak teratur yang menyebabkan kesehatan dan aktivitas penderita terganggu. Gangguan
tidur ini memiliki beberapa jenis antara lain adalah gangguan sulit tidur (insomnia), gangguan
mimpi buruk (parasomnia), dan gangguan mudah tertidur (narkolepsi). Menurut indonesiabaik.id
data survei dari Global Health data exchange mengatakan bahwa terdapat 27,3 juta orang di
Indonesia mengalami masalah kejiwaan atau gangguan mental pada Tahun 2017. Pada Tahun
2018 terdapat 9,8 persen yang mengidap gangguan mental yang ditandai dengan depresi dan
kecemasan. Menurut sehatnegeriku.kemkes.go.id terdapat 6,1 persen masyarakat Indonesia
berusia 15 tahun keatas yang memiliki gangguan kesehatan mental. Hal tersebut juga disebabkan
akibat terjadinya pandemi covid-19 yang menyebabkan banyak masyarakat mengalami gangguan
kesehatan mental yang berat.

Dari informasi-informasi terkait tentang kesehatan mental generasi milenial di Indonesia dapat
dibilang cukup memprihatinkan. Dikarenakan banyaknya masalah kesehatan mental pada remaja
Indonesia, hal ini memicu banyaknya kasus-kasus menyakiti diri sendiri (self harm).
Sinarharapan.co mengatakan bahwa self harm atau menyakiti diri sendiri menjadi fenomena
yang terjadi di kalangan remaja. Menteri Bintang berkata, terdapat salah satu sekolah yang
mengalami 49 korban self harm. Hal ini diketahui karena adanya inspeksi dadakan di sekolah.
Inspeksi tersebut ditemukan 40 anak yang memiliki luka sayatan di tangannya. Dari kejadian
tersebut membuktikan bahwa kesehatan mental remaja sekarang sangat buruk hingga merujuk
pada kegiatan negatif yaitu menyakiti diri sendiri atau self harm. Parahnya lagi kasus-kasus
tersebut terus bertambah hingga sekarang dan bahkan hingga kasus-kasus bunuh diri. Belum
lama ini terdapat kasus bunuh diri mahasiswi Unnes di Mall Paragon Semarang. Dilansir dari
sport.suaramerdeka.com penyebab bunuh diri yang dilakukan mahasiswa Unnes adalah
mengalami banyak tekanan seperti pada surat yang korban tinggalkan sebelum melakukan bunuh
diri. Korban mengakhiri hidupnya dengan loncat dari lantai 4 gedung parkir Mall Paragon. Dari
kasus bunuh diri ini membuktikan bahwa kesehatan mental generasi milenial tidak stabil dan
mereka yang menderita gangguan kesehatan mental ataupun tekanan-tekanan lainnya rentan
memiliki pikiran-pikiran menyakiti diri sendiri hingga mengakhiri hidup.

Dari pertanyaan-pertanyaan mengenai kesehatan mental di mata generasi milenial, saya


mendapatkan total 4 orang yang bersedia saya wawancarai mengenai masalah tersebut.
Wawancara pertama saya mewawancarai salah satu teman saya yaitu Sarah yang berumur 15
Tahun dan menempuh pendidikannya di SMA Karangturi Semarang. Menurut Sarah kesehatan
mental generasi milenial cukup buruk karena terdapat beberapa kasus bunuh diri yang terjadi
beberapa bulan belakangan ini yang disebabkan karena gangguan kesehatan mental. Sarah
mengatakan bahwa banyak remaja sekarang yang mengalami gangguan kesehatan mental yang
dipicu dari masalah kecil maupun masalah yang besar sekalipun. Sarah mengatakan bahwa
orang-orang yang memiliki gangguan kesehatan mental tetapi mereka tidak berani atau takut
untuk pergi ke psikiater maupun psikolog tidak dapat dikatakan benar atau salah, dikarenakan
jika seseorang mengalami tekanan dan kesulitan dalam hidupnya mereka tidak dapat
memaksakan diri atau pun dipaksa untuk pergi dan melakukan terapi ke psikolog maupun ke
psikiater. Sarah juga mengatakan bahwa ingin atau tidaknya seseorang untuk melakukan terapi
dengan psikiater atau psikolog adalah hak mereka masing-masing dan pilihan mereka. Beberapa
orang yang mengidap gangguan kesehatan mental akan merasakan trauma yang disebabkan
karena kejadian-kejadian tertentu yang mungkin terjadi di masa lampau penderita yang akhirnya
membuat penderita mengalami trauma dan menyebabkan penderita tidak memiliki kepercayaan
pada orang lain hingga mengalami ketakutan untuk pergi ke psikolog atau psikiater. Saran sarah
kita harus mencoba menerima orang-orang yang memiliki gangguan mental, karena meskipun
mereka memiliki gangguan kesehatan mental mereka juga tetap manusia yang membutuhkan
perhatian. Menurut Sarah, Sarah merasa bahwa self diagnose adalah sesuatu yang tidak dapat
disalahkan, karena menurut Sarah orang-orang yang merasakan kondisinya tertekan, emosinya
tidak stabil dan berubah-ubah merekalah yang merasakan hal tersebut. Dikarenakan mereka
merasakan hal-hal tersebut menyebabkan seseorang melakukan diagnosa sendiri atau self
diagnose dan tindakan tersebut menurut Sarah adalah tindakan antisipasi agar orang-orang dapat
sadar bahwa dirinya memiliki gangguan kesehatan mental dan memutuskan untuk melakukan
pengecekan ke psikolog. Pendapat Sarah mengenai maraknya kasus bunuh diri yang terjadi
sekarang, Sarah merasakan kasihan pada orang-orang yang akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya sendiri. Sarah merasa tindakan bunuh diri yang orang-orang lakukan dipicu
karena masalah-masalah yang berat yang akhirnya orang-orang tersebut menyerah dan
mengakhiri hidupnya. Sarah ingin kasus-kasus bunuh diri ini lebih difokuskan dan dievaluasi
lebih lagi terlebih pada zaman sekarang teknologi sudah berkembang pesat dan canggih otomatis
pendidikan di dunia akan semakin lebih berat. Jika hal tersebut tidak dievaluasi lebih lanjut akan
berdampak lebih banyak pada generasi-generasi selanjutnya dan kemungkinan akan menjadi
faktor meningkatnya kasus bunuh diri remaja. Sarah juga turut prihatin karena belum lama ini
sudah ada 3 kasus bunuh diri di kota Semarang itu pun masih di wilayah kota Semarang dan
belum termasuk kota-kota lainnya. Sarah merasa bahwa tindakan self harm adalah hal yang tidak
baik. Tindakan self harm adalah tindakan yang kacau karena melukai tubuh yang diberikan
secara baik dan dirusak begitu saja dengan tindakan self harm kata Sarah. Lebih baik
mengalihkan perhatian dengan kegiatan lain seperti memukul bantal, dan lain lain dibandingkan
melukai diri sendiri dan sebisa mungkin menghindari tindakan self harm kata Sarah. Sarah juga
memberikan saran agar orang-orang perlahan menerima dirinya sendiri agar terhindar dari
pikiran-pikiran untuk menyakiti diri sendiri. Pada pertanyaan wawancara yang saya buat,
terdapat pertanyaan tentang anak muda yang melakukan self harm dan mereka mengumbar
kegiatan tersebut di sosial media. Terkait masalah tersebut Sarah mengatakan bahwa orang yang
menyebarkan kegiatan self harm di sosial media mereka adalah orang-orang yang membutuhkan
perhatian lebih dan bantuan dari orang lain, tetapi ketika orang tersebut menyebarkan kegiatan
tersebut secara berlebihan menurut Sarah adalah hal yang tidak baik dan kurang disetujui
dikarenakan mereka yang melakukan tindakan self harm dan menyebarkan tindakan-tindakan
tersebut ke sosial medianya hanya untuk mencari perhatian ke orang lain dan ingin orang lain
merasakan iba. Pada pertanyaan terakhir yaitu pertanyaan mengenai kondisi mental Sarah, Sarah
sendiri merasakan bahwa mental Sarah tidak stabil semenjak SD kelas 5,6 dan selanjutnya ke
jenjang SMP khususnya saat masa covid-19 atau pandemi. Saat masa pandemi Sarah mengakui
bahwa ia memiliki banyak masalah yang menimpanya dan sempat berkunjung dan melakukan
pengecekan ke psikolog. Sarah juga mengakui bahwa kondisi mentalnya mulai membaik saat ia
berada di kelas 9 dan kemudian di kelas 10 ini menurut Sarah ia sudah dapat menerima
keadaannya terutama dari segi pertemanan. Masalah akhir-akhir ini Sarah alami dan menurutnya
besar adalah masalah keluarga dan sekolah. Ia mengatakan bahwa karena kelas 10 ini
kurikulumnya adalah kurikulum merdeka yang tugasnya lebih banyak proyek contohnya adalah
P5, Sarah merasakan kurikulum merdeka ini jauh lebih berat dibandingkan kurikulum K13.
Dikarenakan adanya perubahan kurikulum di sekolah Sarah merasakan kesulitan dan akhirnya
berpotensi stress. Terlebih lagi jika teman satu tim tidak ada yang membantu ataupun memilih
untuk pasif. Sarah juga mengatakan bahwa 2-3 minggu belakangan ini ia terus menerus mengedit
video proyek dan tugas yang membuat Sarah kesulitan dan mengalami tekanan yang berdampak
pada kesehatan mental Sarah dan mengganggu jam tidur Sarah. Cara Sarah dalam mengatasi
gangguan mental yang ia alami adalah dengan cara self healing yaitu berpergian dengan keluarga
maupun teman dan bermain game di rumahnya karena menurut Sarah ia sangat suka dan nyaman
berada di kamarnya dan bermain game. Menurut Sarah tindakan tersebut dapat membuat diri
Sarah lebih senang dan dapat menaikan mood sehingga mengurangi stress yang alami Sarah.
Berikut itulah jawaban Sarah mengenai kondisi kesehatan mental di mata generasi milenial.

Wawancara ke-2 adalah Ms. May. Ms. May adalah lulusan Unnes dan bekerja sebagai guru
bimbel bahasa inggris. Beliau berusia 24 Tahun. Beliau mengatakan bahwa kondisi mental
generasi milenial memasuki fase menghadapi keuangan dimana mereka sudah matang untuk usia
kerja. Hal tersebut menyebabkan banyak generasi milenial yang sering mengalami stress.
Pengangguran juga masih banyak terjadi di Indonesia Kata Ms. May. Menjadi pengangguran
dapat memicu stress yang berlebihan terlebih lagi tolak ukur sukses pada generasi milenial
sekarang mulai terlihat karena di Indonesia pada usia 27-30 tahun sudah harus financially stable
(stabil yang stabil). Ms. May mengatakan bahwa hal tersebutlah yang membuat generasi milenial
mengalami masalah kesehatan mental yang serius. Pendapat Ms. May terkait tentang anak muda
yang tidak berani untuk pergi ke psikolog atau psikiater, Ms. May tidak setuju dengan anak-anak
muda yang tidak berani untuk pergi ke psikolog atau psikiater. Menurutnya hal tersebut dapat
memicu self diagnose dikarenakan mereka tidak mau pergi untuk melakukan pengecekan di
psikolog atau psikiater. Ms. May juga mengatakan bahwa unggahan-unggahan di sosial media
tentang gejala kesehatan mental dapat membuat anak muda melakukan self diagnose. Dengan
begitu mereka akan berpikir berobat ke psikolog atau psikiater hanya untuk orang gila saja,
Padahal kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan lainnya. Selain itu, biaya yang
mahal membuat banyak orang enggan berobat ke psikolog atau psikiater. Terkait masalah
tersebut Ms. May memberikan solusi yaitu dengan memberikan sosialisasi untuk semua generasi
akan kesehatan mental. Memperkenalkan konsultasi psikolog yang dapat di akses melalui BPJS
di puskesmas atau rumah sakit terdekat yang diselenggarakan oleh pemerintah. Yang terakhir
adalah melakukan kampanye kesehatan mental pada pusat kota maupun kota terpencil. Itulah
beberapa solusi dari Ms. May untuk mengatasi masalah anak-anak muda yang mungkin takut
untuk konsultasi ke psikolog atau psikiater karena alasan tertentu. Ms. May mengatakan bahwa
tindakan self diagnose adalah tindakan yang tidak tepat karena orang yang melakukan self
diagnose adalah orang-orang yang tidak belajar dalam bidangnya. Mereka yang melakukan self
diagnose tidak tau detail setiap diagnosa yang mereka lakukan sendiri. Jadi, menurut Ms. May
self diagnose hanya akan membahayakan orang itu sendiri. Ms. May juga turut berduka cita atas
kasus-kasus bunuh diri yang terjadi. Menurut Ms. May dengan adanya kasus bunuh diri di
berbagai tempat, seharusnya membuat pihak kampus atau sekolah sadar akan pentingnya
kesehatan mental. Kasus bunuh diri dipicu oleh berbagai masalah. Namun, dengan kesehatan
mental yang lemah orang bisa saya tidak kuat menghadapi masalah tersebut kata Ms. May. Maka
dari itu sosialisasi kesehatan mental di segala jenjang pendidikan menurut Ms. May sangat
penting pada zaman sekarang. Tidak hanya sosialisasi, tunjangan kesehatan soal soal kesehatan
mental juga harus diperhatikan dan ditindaklanjuti pemerintah. Self harm adalah salah satu gejala
dari salah satu gangguan kesehatan mental kata Ms. May. Mungkin mereka melakukan self harm
untuk mendapatkan kepuasan tersendiri saat menyakiti diri sendiri. Di sisi lain, berkaitan dengan
orang yang mengunggah aktivitas self harm di sosial media, hal tersebut dapat dapat menjadi
pemicu orang lain untuk melakukan hal yang sama pada temannya. Sangat disayangkan sekali
ketika hal tersebut terjadi kata Ms. May. Namun, menurut Ms. May kita tidak boleh gampang
menghakimi orang. Jika ada orang yang melakukan self harm, kita dapat menahannya atau
mengajak mereka berbicara atau sekedar menghiburnya saja. Ms. May juga memiliki
pengalaman tentang kondisi kesehatan mentalnya. Ms. May mengatakan bahwa ia tidak pernah
pergi ke psikolog, Jadi ia tidak tau jika memiliki gangguan kesehatan mental atau tidak. Ms. May
bercerita bahwa ia merasakan overthinking dan rasa cemas yang berlebihan yang dialami Ms.
May selama 3 tahun terakhir semenjak covid. Overthinking dan rasa cemas (anxiety)
menyebabkan Ms. May tidak bisa tidur semalaman. Terkadang rasa cemas yang Ms. May
rasakan menjadi mental breakdown yang ia alami jika terlalu sibuk dengan pekerjaan atau
perkuliahan. Perasaan burn out atau kelelahan mental sering Ms. May alami karena banyak hal
yang harus dikerjakan dalam satu waktu atau waktu yang singkat. Ms. May juga bercerita
overthinking dan rasa cemas (anxiety) yang Ms. May alami memuncak pada tahun 2021. Namun,
Ms. May mengatasi permasalahan itu dengan meditasi menggunakan frekuensi musik yang
terdapat di Youtube. Ia juga sering menulis apa yang ia pikirkan di buku jurnal pribadinya
tentang apapun yang ingin Ms. May tulis. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, Ms. May jadi dapat
melihat sesuatu dalam skala yang besar, kalau sesuatu itu akan baik-baik saja. Ms. May juga
bersyukur karena sekarang ia sudah jarang merasa overthinking. Namun, Ms. May mengakui
beberapa hari dalam seminggu terkadang rasa cemas akan muncul. Ketika rasa cemas itu muncul,
Ms. May mencoba untuk mendengarkan lagu Rnb yang menurut Ms. May menyenangkan hati
dan pikiran. Salah satu album lagu yang digemari dan membuat Ms. May merasa lebih baik
adalah Chilombo dan Jhene Aiko. Itulah Hasil wawancara dari Ms. May.
Pada wawancara ke-3, saya mewawancarai Ms. Eli. Ms. Eli adalah guru bahasa inggris, Beliau
berusia 53 Tahun. Sedikit berbeda pada wawancara yang ke-3 narasumbernya adalah generasi X.
Beliau mengatakan bahwa generasi milenial saat ini adalah generasi yang rentan mengalami
stress. Rata-rata mereka tidak tahan dengan kesulitan. Misalnya waktu mereka mengalami
kesulitan pelajaran di sekolah atau kesulitan keuangan dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena
mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang instan atau mudah dari mereka kecil. Kondisi ini
berbeda dengan kondisi orangtua mereka dahulu yang sudah terbiasa mengalami kesusahan
karena belum banyaknya fasilitas yang tersedia untuk mereka pada waktu itu. Ms. Eli berkata
bahwa tidak benar ketika seseorang atau generasi muda yang merasa memiliki gangguan mental,
tetapi tidak berani untuk menemui dan melakukan konsultasi ke psikolog untuk berobat ataupun
mendapatkan terapi. Menurut beliau seseorang dengan masalah kejiwaan harus segera ditangani
oleh ahlinya, jika tidak mereka akan mengalami depresi dan berakibat fatal. Solusi dari Ms. Eli
adalah sekolah atau media sosial dapat memberi pengarahan atau sosialisasi bahwa menemui
psikolog untuk berkonsultasi adalah hal yang wajar dan bukan sesuatu aib. Ms. Eli juga
berpendapat bahwa self diagnose adalah hal yang rawan karena seseorang bisa saja salah
melakukan self diagnose. Menurutnya hal tersebut sebaiknya dilakukan oleh psikolog. Jika
seseorang salah dalam melakukan self diagnose, orang tersebut bisa menjadi lebih cemas dan
stress daripada sebelumnya. Ms. Eli merasa kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan generasi
milenial sangatlah memprihatinkan. Mereka melakukan itu karena mereka merasa tidak ada jalan
keluar untuk masalah yang mereka hadapi. Mereka tidak mau menemui psikolog untuk
mendapatkan nasehat atau pencerahan dari masalah yang mereka hadapi, sehingga mereka
merasa putus asa dan mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Bunuh diri bukan penyelesaian
suatu masalah kata Ms. Eli. Hal tersebut bahkan mengakibatkan masalah baru seperti keluarga
mereka mengalami trauma, malu, dan kesedihan yang luar biasa. Tanggapan Ms. Eli terkait self
harm, Ms Eli merasa bahwa self harm adalah hal yang salah. Hal ini dikarenakan pelakunya
mengalami masalah kejiwaan. Jika terjadi cukup parah, pelaku self harm dapat terancam jiwanya.
Ms. Eli juga memberikan tanggapannya mengenai anak muda yang gemar memamerkan self
harm ke media sosialnya. Katanya orang tersebut mencari pengikut atau perhatian dari orang
lain. Orang yang melakukan tindakan tersebut ingin mendapatkan teman yang sefrekuensi.
Dengan itu mereka akan merasa lebih nyaman. Hal itu juga dilakukan karena mereka dalam
tekanan jiwa yang berat. Menurut Ms. Eli dengan mereka memamerkan kegiatan tersebut di
sosial media, mereka mendapatkan sedikit kepuasan dan kelegaan, Padahal hal tersebutlah yang
memicu dan menarik orang lain untuk melakukan hal yang sama. Untuk sekarang Ms Eli dalam
keadaan yang sehat secara mental. Jika Ms. Eli mengalami stress, beliau akan menemui psikolog
dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Menurut beliau tindakan tersebut akan menurunkan
tingkat kecemasan dalam hidupnya. Berikut itulah hasil wawancara dari Ms. Eli sekaligus hasil
wawancara terakhir.

Dari hasil wawancara yang sudah saya lakukan dengan 3 narasumber saya akan menyimpulkan
pendapat mereka. Yang pertama adalah pendapat Sarah. Sarah mengatakan bahwa self diagnose
sendiri adalah hal yang tidak benar maupun tidak salah. Menurut saya terkait pendapat Sarah,
saya sendiri merasa self diagnose adalah sesuatu yang keliru. Self diagnose akan memberikan
diagnosa yang tidak akurat pada penderitanya dan ketika penderita percaya dengan diagnosa
sendirinya maka akan menjerumuskan mereka ke dalam sesuatu yang negatif. Dari cerita Sarah
juga, Sarah bercerita bahwa karena ia adalah seorang editor video, jam tidurnya terganggu karena
di kejar deadline tugas maupun proyek sekolah. Menurut saya kondisi Sarah ini sangat rawan,
karena jika dibiarkan dapat menjadi gangguan kesehatan mental yaitu insomnia atau sulit tidur.
Sarah dapat mengatasi hal tersebut terjadi dengan lebih peka dan peduli pada kesehatan
mentalnya yaitu dengan cara membagi waktu agar jam tidurnya lebih teratur. Selebihnya
tindakan Sarah untuk mengatasi tekanan-tekanan sudah baik dan Sarah cukup kuat menghadapi
kesulitannya sebagai pelajar selama ini. Kesimpulan dari hasil wawancara ke-2 dengan Ms. May
adalah Ms. May dapat dibilang menderita gangguan kesehatan mental yang cukup serius jika
tidak ditangani. Ms. May sering overthinking dan merasakan cemas. Ms. May juga bisa
menangani masalahnya perlahan-lahan secara baik. Saat wawancara Ms. May sempat berkata
bahwa seharusnya ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah terkait masalah kesehatan mental di
Indonesia. Saya sangat setuju dengan pendapat Ms. May ini karena di Indonesia banyak sekali
orang yang menderita gangguan kesehatan mental dan tidak semua mendapat fasilitas konseling
yang layak. Jadi, ketika ada usulan agar biaya psikolog ditanggung BPJS dan layanan-layanan
psikologi lebih terbuka luas menurut saya sangat baik dan perlu direalisasikan di Indonesia.
Kesimpulan dari wawancara ke-3 dengan Ms. Eli, dikarenakan Ms. Eli berada di generasi yang
berbeda dengan Sarah maupun Ms. May yakni Ms. Eli adalah generasi X dimana pendapat yang
diberikan beliau adalah pandangan orang tua dan tidak dapat disamakan dengan generasi Z.
Namun, secara keseluruhan pendapat Ms. Eli tidak jauh berbeda dengan 2 narasumber lainnya.
Pesan yang Ms. Eli sampaikan adalah semoga generasi milenial sekarang ini lebih peduli dengan
kesehatan mental mereka dan selalu mencari pertolongan yang tepat ketika merasa kondisi
mental sedang tidak baik-baik saja. Berikut itulah kesimpulan dari jawaban narasumber yang
saya wawancara. Sebagian besar dari jawaban mereka turut prihatin atas kondisi kesehatan
mental yang dialami oleh generasi milenial saat ini. Mereka pun memberi saran agar layanan
kesehatan mental di Indonesia lebih ditingkatkan. Semoga kedepannya generasi milenial dapat
lebih menjaga dan peduli dengan kesehatan mental agar kehidupan generasi milenial tetap
berjalan dengan baik dan tidak menghambat.

Daftar pustaka:

Chaeruddin, Banjar. 2023. Memprihatinkan, Kasus Self Harm Dilakukan Massal Oleh Remaja di
Karangasem.Jakarta.https://www.sinarharapan.co/kesra/3858121883/memprihatinkan-kasus-self-
harm-dilakukan-massal-oleh-remaja-di-karangasem.

Oktari, Rosi, dkk. 2021. Perhatikan Kesehatan Mental Remaja Saat Pandemi COVID-19.
Jakarta.https://indonesiabaik.id/infografis/perhatikan-kesehatan-mental-remaja-saat-pandemi-cov
id-19.
Pittara. 2022. Gangguan Mental - Gejala, penyebab, dan mengobati.
Jakarta.https://www.alodokter.com/kesehatan-mental.

Rokom. 2021. Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia.


Jakarta.https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-beber
kan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/.

Tim Medis Siloam Hospitals. 2023. Kesehatan Mental (Mental Health): Pengertian & Cara
Menjaganya.Jakarta.https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-mental-he
alth.

Purniawan, Arif. 2023. Kronologi Mahasiswi Unnes Ditemukan Tewas Bunuh Diri di Mall
Paragon Semarang. Semarang.
https://sport.suaramerdeka.com/news/97610472636/kronologi-mahasiswi-unnes-ditemukan-tewa
s-bunuh-diri-di-mall-paragon-semarang.

Anda mungkin juga menyukai