Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH Laporan Keuangan Pemda

AKUNTANSI

D3 AKUNTANSI SEMESTER 5

DISUSUN OLEH:

OLIVIA SONDAKH 21041001


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena oleh kasih dan
karunia-Nyalah kami dapat merampungkan makalah ini hingga selesai. Makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui pelanggaran etika profesi akuntansi yang terjadi pada PT. Bank Lippo, Tbk.

Makalah ini kami sajikan berdasarkan pengamatan serta pengetahuan dari berbagai sumber.
Makalah ini juga kami susun dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah ETIKA BISNIS DAN ETIKA
PROFESI. Kami menyusun makalah ini dengan penuh berbagai rintangan, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih yag pertama kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pertolongan-Nya kepada
kami selama kami merampungkan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada dosen mata kuliah
ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Tentunya makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu kami penyusun memohon saran
dan kritik. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dapat bermanfaat bagi
kita semua. Terima kasih.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………......... i

KATA PENGANTAR ………………………………………………….…………....... ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...... iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………......... 1

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................. 2

2.1 Pengertian Etika Profesi Akuntansi ..…………………………………….. 2

2.2 Prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi …………………...……………....... 2

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS ………………………….………............ 3

3.1 Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton …………….......… 4

3.2 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo …………………………………......... 4

3.3 Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo ……………..…………………….......... 5

3.4 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank Lippo ……………………..…..... 6

BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………………. 7


BAB I

PENDAHULUAN

Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien
dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan
disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan
seorang akuntan publik berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai beberapa aspek dan
tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan klien berarti akan melanggar standar
pemeriksaan, etika profesi dan komitmen akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila
tidak memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan oleh
klien.

Kurangnya kesadaran etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi korporat membuat
kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan
keuangan seperti investor dan kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak
independen.

Krisis moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Kimia Farma dan Bank
Lippo, dengan melibatkan kantor-kantor akuntan publik yang selama ini diyakini memiliki kualitas audit
tinggi. Kasus Kimia Farma dan Bank Lippo juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam laporan
keuangan.

Pelanggaran-pelanggaran seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan
publik untuk menuntut mereka bekerja secara lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri
dan profesinya sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan.Hal ini semakin
mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan dan masyarakat semakin menyangsikan
komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya.Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat
diatasi apabila setiap akuntan mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara
memadai dalam pekerjaan profesionalnya.

Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan dari klien dan para
pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan
oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan
kepentingan para pemakai laporan keuangan.Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan
yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya.Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Etika Profesi Akuntansi


Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan
pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Etika (Yunani Kuno:
“ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu.Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.

2.2 Prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi


1.Tanggung Jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota
juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri

2.Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten3.Integritas

3.Integritas.

Mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi.Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat
yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan
tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan informasi atas Laporan
Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28
November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan
Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP
Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian.

Penyajian laporan tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan
per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30
September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun,
Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal
Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%.

Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002, tanggal yang sama yang
disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan
yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan
Keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan
auditor independen yang berisi opini Akuntan Publik.

Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30
September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30
September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun,
Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum
(CAR) sebesar 4,23%.

Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam
jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada tanggal 6 Januari
2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank Lippo.

Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan
Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk
catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per
30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273
triliun, Rasio Kecukupan Modal sebesar Rp. 4,23%.
3.1 Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James Riady,
anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust Banking Company
di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di
tahun 1976.

Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20
juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar
Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan
sebagainya.

Pada tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama WorthenBank.James
Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James
Riady dengan pasutri Clinton merapat. Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada James Riady
kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada
ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi aktif
dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo
Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill Clinton. Bentuk sokongan James Riady dan Ted
Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan
dana kampanye Clinton – Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-
pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore
mencapai US$ 7,5 juta.

Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat
terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup
dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti
melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga
Riady /Lippo Grup dihukum membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.

3.2 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo


Dari kronologi kasus yang telah di uraikan di bab sebelumnya atas kasus laporan keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 september 2002 yang disampaikan ke publik per 28 november 2002, Bank Lippo telah
melakukan pelanggaran pasal 93 Undang-undang Pasar Modal. Yang dimana dalam pasal 93 Undang–
undang Pasar Modal menyebutkan bahwa setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat
pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga
mempengaruhi harga efek di Bursa

Dari fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang
menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian di
masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek diBursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami
fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut.

Terlihat bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak
semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara
keseluruhan. setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus tersebut ditemukan fakta
sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diiklankan di media massa
pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan
tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Akan tetapi, Hasil pemeriksaan
Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang
diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun
angka-angkanya sama seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan
bahwa pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam
laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Pihak yang bersangkutan mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar
atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan
atau keterangan tersebut.

Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun sesungguhnya
bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik tanggal 28 November
2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan
sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.

Hal ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang
diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30
September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih
sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.

3.3 Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo


Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan penjelasan
dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30
September 2002 yang disampaikannya.

Pertama, dalam pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo
Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi
yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77%
dan NPL 9,03%.

Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen PT.
Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam Laporan Keuangan per 30
September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002 dalam rangka
memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar serta telah disajikan sesuai dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).

Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 yakni
Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya kepada
Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang disampaikan
kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst &
Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi yang
dipublikasikan.
Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo
sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh
tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan
kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3
triliun. Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak
manajemen dengan pihak auditornya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup
berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan
keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak
manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih
dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).

Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka
tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi laporan
keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan
informasi publik (misleading information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.

3.4 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank Lippo

Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo
menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari sampai
keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal
17 Maret 2003 mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk
berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank
Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang hati-
hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam
Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.

Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih
dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas
laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya
Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp.
3,5 juta.
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kode etik profesi
akuntansi yang telah dilanggar, yaitu :

• Dengan memanipulasi laporan keuangan, secara langsung telah melanggar etika tanggung jawab
profesi dan perilaku professional

• Selain itu, melanggar etika kepentingan publik karena telah mengesampingkan kepentingan public

• Kompetensi dan kehati-hatian profesional telah di langgar, karena tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30
september 2002 yang di sampaikan ke public tanggal 28 november 2002

• Pelanggaran integritas telah dilakukan, ini ditunjukkan dari sikap ketidakjujuran dan tidak berterus
terang dengan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.

5.2 Solusi

Beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh manajemen Bank Lippo sehingga tidak terjadi praktek
manajemen laba yang akan menjatuhkan citra perusahaan dan tentu saja secara makro tidak merugikan
perekonomian indonesia khususnya di bidang perbankan

Kejelasan kontrak tujuan penilaian,Banyak opini yang menyayangkan permasalahannya terletak pada
hasil penilaian kembali AYDA oleh penilai independen, terutama mereka yang memiliki latar belakang
sebagai penilai. Menurut mereka, seharusnya ada kejelasan kontrak mengenai tujuan dari perusahaan
menggunakan jasa penilaian darinya. Sehingga tidak terjadi hal seperti ini yang berakibat buruk bagi
perusahaan dan citra profesi jasa penilai. Seharusnya manajemen memberikan kejelasan tujuan dari
penilaian kepada penilai independen, sehingga konteks dan hasilnya nanti jelas.

Terkait dengan itu, Ahmadi Hadibroto menyarankan sebaiknya di masa yang akan datang manajemen
diwajibkan untuk menyatakan secara spesifik dan konkrit tujuan dari penilaian, jangan hanya bersifat
himbauan. Hal ini dapandang penting mengingat begitu signifikannya pengaruh tujuan penilaian
terhadap hasil penilaiannya nanti.

Pengawasan yang lebih ketat oleh dewan komisaris,Adanya laporan yang audited dan unaudit
menunjukkan pengawasan yang lemah dari dewan komisaris yang tugas pokok dan fungsinya adalah
dalam hal laporan keuangan. Adanya perbedaan pernyataan yang terjadi antara laporan keuangan
publikasian dengan yang dikirim ke BEJ merupakan kelalaian dewan komisaris. Hal itu tidak akan terjadi
andai saja dewan komisaris yang proses pemilihannya juga sudah kontradiktif dengan aturan tidak
melakukan kelalaian.

Anda mungkin juga menyukai