Maqashid Syari'ah Perspektif Al-Syatibi
Maqashid Syari'ah Perspektif Al-Syatibi
Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Maqashid Syari’ah
Oleh:
Sabrina Putri Hidayat (07040322139)
Syafina Nurul Izza (07020322083)
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Iffah, M. Ag
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami
yang berjudul “Konsep Maqashid Syari’ah Menurut al-Syatibi”. Tidak lupa
sholawat serta salam kami curahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. yang mana
syafaat Rasulullah lah kelak yang akan kita harapkan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami menerima adanya kritik dan saran
dari pihak manapun demi perbaikan makalah ini. Harapan kami semoga makalah
ini bermanfaat dan memenuhi harapan dari berbagai pihak.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pertama sekaligus peletak dasar ilmu Maqashid Syariah. Bukan berarti bahwa
sebelumnya tidak ada ilmu Maqashid Syariah. Akan tetapi lebih tepatnya lagi Imam
al-Syatibi disebut sebagai orang yang pertama yang menyusun Maqashid Syariah
makna yang dijadikan tujuan dan hendak direalisasikan oleh pembuat Syari’ah
(Allah SWT) dibalik pembuatan Syari’at dan hukum, yang diteliti oleh para ulama’
tujuan Allah (qashdu al-Syari’) dan tujuan mukallaf (qashdu almukallaf). Tujuan
Allah (qashdu al- Syari’) terbagi menjadi empat bagian: Pertama; qashdu al- Syar’i
fi wadl’i al-syari’ah (tujuan Allah dalam menetapkan hukum). Kedua; qashdu al-
adalah untuk difahami). Ketiga; qashdu al- Syar’i fi wadl’i alsyariah li al-taklif bi
tahta ahkami al-syari’ah (tujuan Allah ketika memasukkan mukallaf pada hukum
1
Agung Kurniawan dan Hamsah Hudafi, “Konsep Maqashid Syariah Imam Asy-Syatibi dalam Kitab
al-Muwafaqat”, al-Mabsut, Vol. 15 No. 1, (2021), 30.
1
2
mukallaf) Syatibi hanya membahas beberapa masalah saja. Pada tulisan ini
Dengan harapan agar bisa mengetahui karakteristik dan keunikan teori tersebut.
pertama sekaligus peletak dasar ilmu Maqashid Syariah. Bukan berarti bahwa
sebelumnya tidak ada ilmu Maqashid Syariah. Akan tetapi lebih tepatnya lagi Imam
al-Syatibi disebut sebagai orang yang pertama yang menyusun Maqashid Syariah
B. Rumusan Masalah
kali ini ditemukan dua rumusan masalah yang akan dikaji, yakni sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
al-Syatibi.
2
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
Imam al-Syatibi mempunyai nama lengkap Abu Ishak Ibrahim bin Musa
diketahui dengan pasti, karena pada umumnya orang hanya menyebutkan saat dia
wafat yaitu pada 790 H/1388 M. Beliau merupakan seorang hafidz Qur’an,
mujtahid, ahli ushuliyah, tafsir, fiqh, hadits, dan Bahasa.3 Dinisbahkan dari
Gharnathah atau Granada. Granada pada saat itu menjadi pusat keilmuan.
tumbuh besar di Gharnathah atau Granada. Granada pada saat itu menjadi pusat
keilmuan.
Arab. Guru pertamanya dalam pelajaran Bahasa Arab dan Nahwu adalah Abu
Abdullah Muhammad Al-Biri yang terkenal sebagai master Nahwu (Syaikh al-
seorang mufti dan khatib yaitu Abu Sa’id bin Lubb. Syatibi juga mempelajari ilmu
rasional atau ulum al- aqliyyah. Ia mempelajarinya dari dua ilmuwan besar Abu Ali
3
Nabila Zatadini dan Syamsuri, “Konsep Maqashid Syariah Menurut al-Syatibi dan Kontribusinya
dalam Kebijakan Fiskal”, Jurnal Masharif al-Syariah, Vol. 4 No. 1 (2019), 3.
3
4
Mansur al-Zawawi dan Abu Abdulllah al-Sharif al-Tilmisani. Adapun murid yang
belajar dari Syatibi hanya diketahui tiga orang dari keseluruhan. Dua bersaudara
Imam ternama yaitu Abu Yahya bin ‘Asim dan Abu Bakar bin ‘Asim, serta
Syatibi. Keseluruhan buku ini sudah tidak ada lagi atau sulit ditemukan. Yang ada
dan dapat dilacak sekarang dan banyak dibaca dan dikaji adalah 3 kitab seperti pada
urutan diatas yaitu Kitab al-Muwafaqat, Kitab al- I’tisam dan al-Ifadat wa al-
Inshadat. Perlu diketahui bahwa kitab yang paling monumental sekaligus paling
Qur’an dan berbagai tujuan dari penjelasan al-Qur’an. Dapat kita tangkap bahwa
tujuan dari pensyariatan Islam itu adalah untuk memberi rahmat lil alamiin. Konsep
al-Syatibi yang paling mashur ialah Maqashid al-Syariah yang secara literal berarti
4
Ibid., 4.
5
Milhan, “Maqashid Syari’ah Menurut Imam Syatibi dan Dasar Teori Pembentukannya”, al-Usrah,
Vol. 06 No. 01 (2021), 86.
5
Maqashid Al-Syariah menjadi suatu konsep baku dalam ilmu ushul fiqh yang
berorientasi kepada tujuan hukum (syariah). Secara etimologi maqashid berasal dari
kata qa-sa-da yang berarti menghadap pada sesuatu. Sedangkan secara terminologi
adalah sasaran-sasaran yang dituju dan rahasia-rahasia yang diinginkan oleh syari’
dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu: pertama yang berkaitan dengan tujuan
syariah (Qashdu Syar'i). Kedua yang berkaitan dengan tujuan para Mukallaf
(Qashdu Mukallaf). Jadi, dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu:
hamba di dunia dan akhirat. Syatibi menjelaskan lebih lanjut bahwa beban-
diri makhluk. Maqashid ini hanya ada tiga yaitu dlaruriyat, hajiyat,
akhirat. Jika hal ini tidak ada maka akan terjadi kerusakan di dunia dan
tersebut hilang. Maqashid al-dlaruriyat ini ada lima yaitu: menjaga Agama,
bahasa Arab. Orang Arab lebih bisa memahami mashlahat ketimbang orang
non Arab.
Terdapat dua masalah pokok yaitu: Pertama, taklif yang di luar kemampuan
manusia. Dalam hal ini Syatibi mengatakan: “Setiap taklif yang di luar batas
kemampuan manusia, maka secara syar’i taklif itu tidak sah meskipun akal
marah, karena marah adalah tabiat manusia yang tidak mungkin dapat
dihindari. Akan tetapi maksudnya adalah agar sedapat mungkin menahan diri
di balik itu ada manfaat tersendiri bagi mukallaf. Dalam masalah agama
kemashlahatan manusia itu sendiri yaitu sebagai wasilah amar ma’ruf nahi
al- munkar. Demikian pula dengan hukum potong tangan bagi pencuri, tidak
kebahagian dunia dan akhirat bagi orang yang menjalankannya. Dan yang
kedua seseorang dituntut untuk masuk pada aturan dan mentaatinya bukan
seorang hamba yang ikhtiyâran di samping juga sebagai hamba Allah yang
idṭirâran. Untuk itu, setiap perbuatan yang mengikuti hawa nafsu, maka ia
8
batal dan tidak ada manfaatnya. Karena setiap amal harus ada tendensi dan
a. Masalah pertama membahas beberapa hal seperti urgensi niat, tujuan ibadah
menentukan perbuatannya itu benar atau batal termasuk ibadah atau riya',
fardu atau nâfilah, menjadikan orang tersebut beriman atau kufur seperti
sujud kepada Allah atau pada selain Allah. Selanjutnya suatu perbuatan
dengan hukum taklif, jika suatu perbuatan tidak ada tujuannya maka ia tidak
ada hubungannya dengan taklif seperti orang tidur, orang lalai, dan orang
gila.
b. Masalah kedua dan ketiga adalah tujuan mukallaf dalam beramal harus
dalam perbuatannya dituntut sesuai dengan syariah. Begitu juga tujuan Syari’
hamba. Maka dari itu, manusia dituntut untuk menjalankan ketiganya karena
adalah sebagai khalifah dalam jiwa, keluarga, dan hartanya dan segala apa
Dzat yang digantikan; dengan menjalankan hukum dan tujuan sesuai dengan
kehendak-Nya.
dengan Syar'i, serta hukum dari segala kondisi sebagai berikut: Pertama,
mukallaf sesuai dengan Syar'i baik dari segi tujuan maupun perbuatan,
dalam hal tujuan. Karenanya dalam hal ini ia berdosa menurut Allah karena
karenanya masuk kategori riya', nifaq, dan mensiasati hukum Allah. Kondisi
yang kelima bertentangan dengan Syar'i baik dalam suatu perbuatan maupun
lima hanya saja ia tidak mengetahui pertentangan tersebut. Dalam hal ini ada
dua pandangan, yaitu (1) Melihat pada kesesuaian niat dan tujuan, karena
disengaja dan tidak diketahui; (2) Melihat pertentangan antara Syar'i dengan
2) Membahayakan orang lain, hal ini terbagai menjadi dua: (a) Orang
Hal ini terbagi menjadi dua; (i) Bahaya tersebut bersifat umum seperti
(1) Orang tersebut akan mendatangkan bahaya kepada orang lain, yaitu
orang yang membela diri dengan menyakiti orang lain atau orang yang
Tidak menimbulkan bahaya yang hal ini terbagi menjadi tiga bagian: (a)
sumur di belakang pintu rumah sehingga orang yang masuk pasti akan
e. Masalah berikutnya adalah inti dari tema ini yaitu hukum dan hubungan hilah
dengan tujuan Syar'i. Hal ini dikarenakan tujuan dari syariat bukanlah
seluruh amalan syar'iyyah itu sendiri, akan tetapi ada tujuan lain yaitu
Moh. Toriquddin, “Teori Maqashid Syari’ah Perspektif Al-Syatibi”, de Jure: Jurnal Syariah dan
6
Imam Al-Syatibi bernama lengkap Abu Ishak Ibrahim bin Musa bin
terlalu banyak. Sampai sekarang tanggal kelahiran al-Syatibi juga belum diketahui
dengan pasti, karena pada umumnya orang hanya menyebutkan saat dia wafat yaitu
pada 790 H/1388 M. Beliau merupakan seorang hafidz Qur’an, mujtahid, ahli
ushuliyah, tafsir, fiqh, hadits, dan Bahasa. Syatibi mempunyai karya yang sangat
dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu: pertama yang berkaitan dengan tujuan
syariah (Qashdu Syar'i). Kedua yang berkaitan dengan tujuan para Mukallaf
(Qashdu Mukallaf). Namun pada maqashid syari’ah dibagi lagi menjadi empat
aspek yaitu Qashdu al-Syari’ fi wadl’i al-Syariah, Qashdu al- Syar’i fi wadl’i al-
12
DAFTAR PUSTAKA
Hudafi, A. K. (2021). Konsep Maqashid Syariah Imam Asy-Syatibi dalam Kitab al-
Muwafaqat. al-Mabsut, 15(1).
Milhan. (2021). Maqashid Syari'ah Menurut Imam Syatibi dan Dasar Teori
Pembentukannya. al-Usrah, 6(1).
Syamsuri, N. Z. (2019). Konsep Maqashid Syariah Menurut al-Syatibi dan
Kontribusinya dalam Kebijakan Fiskal. Jurnal Masharif al-Syariah, 4(1).
Toriquddin, M. (2014). Teori Maqashid Syari'ah Perspektif al-Syatibi. de Jure:
Jurnal Syariah dan Hukum, 6(1).
13