Anda di halaman 1dari 12

PENGUATAN WILAYAH PERBATASAN ANTARA INDONESIA-

MALAYSIA DALAM KONFLIK PULAU SEBATIK GUNA MEWUJUDKAN


KETAHANAN NASIONAL

Bunga Adelia Tegar Peristiwa


Politeknik Negeri Malang
bungaadelia2003@gmail.com

Jeffan Ibnu Sina


Politeknik Negeri Malang
@gmail.com

Maulana Fakhri Devandra


Politeknik Negeri Malang
@gmail.com

Mochammad Syukron
Politeknik Negeri Malang
@gmail.com

Shera Angelista Salsha Bella


Politeknik Negeri Malang
sheraangelista042@gmail.com
ABSTRAK
Artikel ini meneliti tentang ancaman keamanan nasional di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia
khususnya di pulau Sebatik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi literatur atau studi
kepustakaan. Metode ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data, informasi, atau referensi yang
terdiri dari penelitian terdahulu yang dikompilasi untuk menjawab tujuan penelitian dan ditarik
kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan ada tiga ancaman ketahanan nasional yang harus dihadapi
oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Ketiga ancaman itu ialah ancaman bidang pertahanan dan
keamanan atau ancaman militer, ancaman ekonomi, dan ancaman ideologi. Ancaman terhadap bidang
pertahanan dan keamanan mencakup tingginya penyelundupan narkotika terutama melalui jalur-jalur
tikus, hal ini terjadi karena minimnya pengawasan yang disebabkan kurangnya jumlah personil
keamanan (TNI dan Polri) yang bertugas di wilayah perbatasan. Ancaman terhadap ekonomi terjadi
karena pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada wilayah perbatasan di Pulau Sebatik, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat masih bergantung ke Malaysia. Ancaman
berikutnya ialah ancaman ideologi berkaitan dengan ideologi, potensi lunturnya kebanggaan dan
nasionalisme terhadap Indonesia di daerah perbatasan sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena
tingginya desakan kebutuhan ekonomi yang mendorong para pekerja dari Indonesia untuk
berbondong-bondong pindah ke Malaysia, karena secara ekonomi Malaysia lebih menggiurkan
dibandingkan Indonesia sehingga banyak orang Indonesia yang berpindah warga negara menjadi
warga Malaysia.
Kata Kunci: Ancaman, Keamanan Nasional, Perbatasan, Indonesia, Malaysia

ABSTRACT
This article examines threats to national security in the Indonesia-Malaysia border region,
particularly on the island of Sebatik. The research methodology employed in this study is literature
review or desk research. This method involves the collection of data, information, or references
consisting of previous research compiled to address the research objectives and draw conclusions.
The research findings reveal three threats to national resilience that must be addressed by the
Indonesian government and its citizens. These threats are in the fields of defense and security or
military threats, economic threats, and ideological threats. Threats to defense and security encompass
the high prevalence of narcotics smuggling, particularly through clandestine routes. This occurs due
to the limited supervision caused by the insufficient number of security personnel (TNI and Polri)
assigned to the border regions. Economic threats arise from the government's incomplete support for
the Sebatik Island border area, resulting in the local population's continued dependence on Malaysia
for their daily livelihoods. Furthermore, there is an ideological threat related to the potential erosion
of pride and nationalism towards Indonesia in the border region. This is primarily driven by economic
necessities that compel Indonesian workers to flock to Malaysia, where economic opportunities are
more enticing than in Indonesia. As a result, many Indonesians switch their citizenship to become
Malaysian citizens.
Keywords: Threats, National Security, Borders, Indonesia, Malaysia.

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki posisi yang strategis secara geografis dan secara potensial
mampu menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain yaitu dalam perspektif
perbatasan, posisi Indonesia memiliki banyak tantangan. Luas wilayah Indonesia
berimplikasi langsung pada kerentanan perbatasan Indonesia. Berbicara tentang batas
wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain, hal tersebut merupakan
permasalahan yang sangat kompleks. Tidak jarang hampir di setiap negara sering
terjadi konflik antar negara. Wilayah perbatasan negara Indonesia dengan wilayah-
wilayah seperti Singapura, Timor Leste, Filipina, Australia Papua Nugini, Kepulauan
Andaman dan Nikobar dipisahkan dengan lautan dan ada juga yang dipisahkan oleh
daratan. Hal ini memberikan dampak yang positif dan negatif bagi Indonesia.
Dampak positifnya ialah Indonesia mampu dengan mudah melakukan kerjasama di
segala bidang dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia. Namun
dampak negatif nya yaitu dengan banyaknya wilayah perbatasan berarti bahwa
Indonesia harus mampu menjaga dan melindungi perbatasannya dari hal-hal yang
tidak diharapkan. Wilayah perbatasan cenderung mudah memicu terjadinya konflik
atau bahkan sengketa wilayah antar negara.
Di Indonesia sendiri soal perbatasan antar wilayah batas negara dengan negara
tetangga lainnya hingga sekarang masih belum terselesaikan dengan tuntas. Pesoalan
perbatasan di Indonesia dengan negara-negara sekitarnya sering kali terjadi
kesalahpahaman, dan hal tersebut sering menjadi sesuatu yang banyak dilanggar oleh
negara-negara tetangga, seperti batas wilayah perbatasan antara Indonesia-Malaysia,
Indonesia-Singapura, Indonesia-Filipina, Indonesia-Timor Leste, dan Indonesia-
Australia. Pelanggaran perbatasan batas suatu negara sering terjadi dilakukan oleh
tingkah laku politik berkepentingan oleh salah satu negara perbatasan yang
melibatkan warga masyarakat di perbatasan, militer dan perubahan peta perbatasan
yang sepihak oleh negara yang menginginkan suatu perluasan wilayah yang banyak
memiliki kandungan sumber alam.
Konflik dan sengketa yang sering terjadi ialah antara Indonesia dan Malaysia.
Konflik antara Indonesia dan Malaysia ini bukan hal yang baru. Hal ini sudah terjadi
sejak tahun 1963. Hal ini pula yang menyebabkan Indonesia pada waktu itu
memutuskan untuk keluar dari keanggotaan PBB. Sejak saat itu, konflik antara
Indonesia dan Malaysia terus berlanjut mulai dengan klaim Malaysia atas budaya
Indonesia, seperti halnya klaim atas lagu rasa sayange dan klaim atas budaya Reog
Ponorogo hingga klaim Malaysia atas Kepulauan Indonesia, yang menimbulkan
kerugian besar bagi pihak Indonesia, yaitu lepasnya kepemilikan Indonesia atas pulau
Sipadan dan Ligitan.
Secara umum, ada dua masalah utama perbatasan Indonesia-Malaysia, yaitu
masalah garis batas wilayah negara dan masalah kawasan perbatasan. Garis batas
merujuk pada persoalan legal formal tentang titik-titik batas di lapangan yang
menjadi pemisah kedaulatan kedua negara berdasarkan hukum internasional.
Beberapa titik, terutama perbatasan laut masih belum disepakati. Masalah kedua,
wilayah perbatasan merujuk pada problematika masyarakat di wilayah perbatasan
yang didominasi oleh minimnya infrastruktur dan rendahnya tingkat ekonomi warga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siregar (2019)[1], banyak ancaman
yang muncul mulai dari ancaman ekonomi sampai ancaman ideologi di Pulau Sebatik
sebagai kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Selain karena Pulau
Sebatik dekat dengan Malaysia terutama kota Tawau, dari kebijakan ekonomi
Indonesia sendiri ternyata belum bisa memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Pulau
Sebarik sehingga mereka memutuskan untuk membeli kebutuhan pokok di negara
tetangga. Hal ini tentunya mengancam ketahanan nasional pada bidang ekonomi.
Oleh karena itu, artikel ini akan membahas mengenai ancaman-ancaman yang
berpotensi berdampak terhadap ketahanan nasional dan juga apa saja kebijakan-
kebijakan pemerintah yang dapat beroentasi dalam penguatan wiayah.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi literatur atau studi kepustakaan.
Metode ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data, informasi, atau referensi
yang terdiri dari penelitian terdahulu yang dikompilasi untuk menjawab tujuan
penelitian dan ditarik kesimpulan. Informasi yang dikumpulkan yaitu mengenai
ancaman-ancaman ketahanan nasional dan juga kebijakan untuk menangani ancaman
tersebut dan juga untuk penguatan wilayah.
PEMBAHASAN
Pulau Sebatik adalah salah satu pulau kecil dari puluhan ribu pulau yang
dimiliki oleh negara Indonesia. Secara umum pulau ini tidak ada bedanya dengan
pulau-pulau kecil lain di Indonesia yang berada di lepas pantai, namun pulau Sebatik
sejatinya adalah sebuah pulau yang unik dan istimewa. Secara administratif pulau ini
dimiliki oleh dua negara yang berbeda, yang dibelah oleh sebuah garis lurus yang
merupakan perbatasan antarnegara. Pulau Sebatik bagian selatan dikuasai oleh negara
Indonesia sedangkan bagian utara dikuasai oleh negara Malaysia (Basundoro, 2013)
[2].
Secara Geografis, Pulau Sebatik luasnya ialah 433,84 km 2. Bagian utara
Sebatik termasuk ke dalam wilayah milik Malaysia yang luasnya adalah 187,23 km²,
dan bagian Selatan pulau ini adalah milik Indonesia dengan luas sekitar 246,61 km².
Pulau Sebatik memiliki lima kecamatan, yaitu: Sebatik Timur, Sebatik Barat, Sebatik
(Induk), Sebatik Tengah, dan Sebatik Utara. Luas kecamatan di pulau Sebatik hanya
1,73 persen dari luas Kabupaten Nunukan seluruhnya, yakni 14.247,50 km 2. Pos
perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Pulau Sebatik memiliki keunikan tersendiri,
dimana terdapat beberapa rumah yang badan rumahnya terletak di dua wilayah
negara. Bagian depan masuk ke wilayah Indonesia, sedangkan bagian belakang
masuk ke wilayah Malaysia, di mana hal ini merupakan kondisi aktual yang sudah
lama terjadi. Kondisi tersebut selama ini diselesaikan secara musyawarah dan
kekeluargaan selama tidak mengganggu kondisi keamanan masing-masing negara
(Siregar, 2019)[3].
Melihat kondisi letak geografis di Pulau Sebatik yang secara langsung
berbatasan dengan Malaysia, diperlukan penanganan secara serius akan sejumlah
potensi ancaman keamanan dan ketahanan yang mungkin dapat terjadi. Marwasta
(2016)[4] menjelaskan bahwa wilayah perbatasan memiliki nilai-nilai strategis
diantaranya: daerah perbatasan sangat berpengaruh dalam mempertahankan
kedaulatan negara, daerah perbatasan adalah faktor pendorong untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitarnya, daerah perbatasan memiliki
keterkaitan dengan wilayah yang berbatasan dengan wilayah tersebut yang satu sama
lain saling mempengaruhi baik antar wilayah maupun antar negara, daerah perbatasan
memiliki pengaruh terhadap kondisi dan situasi pertahanan dan keamanan wilayah,
baik dalam skala regional maupun skala nasional.
Menurut Marwasta, dkk (2014)[5] beberapa isu dan permasalahan yang
berkaitan dengan pengelolaan kawasan perbatasan mencakup aspek- aspek sebagai
berikut: belum adanya kebijakan yang berpihak pada kawasan perbatasan dan daerah
terisolasi, strategi nasional pengembangan kawasan perbatasan belum efektif, masih
terdapat pandangan mengenai kawasan perbatasan yang hanya dianggap sebagai
halaman belakang (backyard) yang artinya belum menjadi prioritas utama negara
dalam pengembangannya, adanya kesenjangan sosial juga kesenjangan dalam
kesejahteraan dengan penduduk yang menempati wilayah negara tetangga, rendahnya
akses ke wilayah perbatasan karena terbatasnya sarana dan prasarana wilayah,
rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, banyaknya aktivitas illegal
seperti halnya penyelundupan dan pelintas batas tradisional, belum adanya
kesepakatan batas-batas teritorial dengan negara tetangga seperti halnya Batas Laut
Teritorial (BLT), Batas Landas Kontinen (BLK) dan Batas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE), tidak terkendalinya eksploitasi sumber daya alam dan hal ini terus
berkelanjutan, dan kerja sama hukum antarnegara belum terjadi secara optimal
khususnya dalam masalah penanggulangan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di
perbatasan.
ANCAMAN KETAHANAN NASIONAL PADA BERBAGAI ASPEK
Berdasarkan data yang kami peroleh terdapat tiga ancaman keamanan di
perbatasan Indonesia-Malaysia yang sangat krusial untuk segera diselesaikan. Ketiga
ancaman itu ialah ancaman bidang pertahanan dan keamanan, ancaman ekonomi, dan
ancaman ideologi. Berbagai permasalahan sebagai berikut: Ancaman pada bidang
pertahanan dan keamanan berkaitan dengan beberapa persoalan yang harus
diselesaikan, antara lain (1) masih minimnya anggaran untuk pengamanan
perbatasan; (2) masih kurangnya jumlah personil (Polri) yang bertugas di wilayah
perbatasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sat Intelkam Polres Nunukan
(2018), jumlah keseluruhan personil kepolisian di Pulau Sebatik adalah 55 orang. Jika
dilihat dari ketersediaan personil yang ditempatkan di wilayah perbatasan dapat
dikatakan sangat kurang mengingat besar wilayah yang harus dijaga dan potensi
masalah yang muncul sangat besar. Selain di wilayah darat, pengamanan perbatasan
juga dilakukan di wilayah laut, dalam hal ini dipegang oleh kepolisian perairan dan
udara dimana jumlah personilnya juga sangat terbatas (Siregar, 2019)[6].
Selain itu, masih banyak pelintas batas ilegal. Hal ini disebabkan karena
masih banyak titik-titik yang memiliki jalur “tikus”. Terkait dengan tindak kejahatan
yang muncul di wilayah perbatasan. Para penyelundup biasanya memanfaatkan jalur
“tikus” untuk memasukkan narkoba ke Indonesia. Sulitnya mengatasi penyelundupan
narkoba ini dikarenakan penyelundup dari Malaysia biasanya memilih tempat yang
berada di wilayah Malaysia, di mana tidak dapat dilakukan penangkapan karena
bukan wilayah dari Kepolisian Republik Indonesia sehingga kepolisian tidak bisa
bertindak.
Pada bidang ekonomi, masalah yang muncul adalah pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (sembako, sabun, dll) masih mengandalkan barang dari Malaysia, karena
jarak dan biaya yang dikeluarkan masyarakat cenderung lebih murah jika
dibandingkan dengan membeli barang-barang kebutuhan pokok dari Nunukan. Selain
itu, masalah lain yang muncul ialah hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaaan.
Terdapat tiga permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan Tenaga Kerja
Indonesia di Tawau. Pertama, banyaknya pekerja Indonesia yang memiliki masalah
keimigrasian, khususnya bagi pekerja yang mengalami penahanan passport oleh
majikannya. Kedua, tidak dibolehkannya cuti/pulang sebelum kontrak selesai
(biasanya 2-3 tahun). Jika terasa benar-benar urgent, maka TKI terpaksa
meninggalkan pekerjaannya tanpa sepengetahuan majikan. Akibatnya, TKI tersebut
pulang tanpa membawa passport yang dapat menimbulkan masalah di keimigrasian.
Ketiga, jenis pekerjaan yang diberikan ketika sampai di tempat kerja di Malaysia
tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan ketika di Indonesia.
Pada bidang ideologi, potensi lunturnya kebanggaan terhadap Indonesia oleh
karena masih banyak masalah pemenuhan kebutuhan hidup yang belum terselesaikan.
Persoalan di hampir seluruh wilayah perbatasan selama ini tidak jauh dari persoalan
ekonomi yang belum terselesaikan. Jika tidak segera diatasi, maka lambat laun dapat
mengikis nasionalisme dan rasa bangga terhadap Indonesia bagi masyarakat yang
tinggal di wilayah perbatasan. Desakan kebutuhan ekonomi mendorong para pekerja
dari Indonesia untuk berbondong-bondong ke Malaysia, karena secara ekonomi
bekerja di perkebunan sawit di Malaysia lebih menggiurkan dibandingkan bekerja di
perkebunan sawit di Indonesia. Penghasilan pekerja Indonesia di Malaysia (Tawau)
dihitung dari banyaknya (tonase) buah kelapa sawit yang diambil setiap harinya.
Rata-rata pekerja yang bekerja di perkebunan kelapa sawit di Tawau dapat
mengantongi uang 350.000-400.000/hari. Hal ini yang mendorong banyak orang
Indonesia berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG DAPAT BEROENTASI
DALAM PENGUATAN WIAYAH
Pulau Sebatik merupakan salah satu pulau kecil terluar yang terletak di Provinsi
Kalimantan Utara dan berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Pulau Sebatik
memiliki letak strategis yang berada di perbatasan Indonesia dan Malaysia sehingga
potensi sumber daya alam yang melimpah menjadikan Pulau Sebatik sebagai wilayah
strategis lintas negara. Namun, dibalik beragam potensi yang dimilikinya, Pulau
Sebatik memiliki berbagai persoalan, terutama dalam pengelolaan pembangunan dan
peningkatan ketahanan dan pengamanan sosial di wilayah tersebut.Pengamanan
kawasan pulau terluar sebagai upaya penguatan wilayah terdampak telah menjadi
problem pemerintah sejak terjadinya sengketa pulau Sipadan dan Ligitan antara
Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1998. Untuk itu pemerintah Indonesia
berupaya memperkuat kedaulatan dengan menyusun kebijakan serta peraturan
tentang perlindungan-perlindungan pulau terluar sebagai salah satu upaya penguatan
wilayah terluar yang secara letak geofrafis masih menjadi milik Indonesia. Peran
pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan, strategi, dan program terhadap
penguatan wilayah sebagai upaya mengatasi ancaman-ancaman yang dapat
mengancam ketahanan nasional khususnya di wilayah perbatasan.(1)[7]
Menurut Julshah[8], terdapat beberapa Kebijakan Pengamanan Wilayah Perbatasan
sebagai upaya menopang ancaman di wilayah tersebut yang meliputi: menjaga
kedaulatan dan keutuhan wilayah perbatasan terkait, mencegah pelanggaran wilayah
perbatasan, mencegah penyelundupan dan pencurian sumber daya alam, dan
melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan. Dalam menjaga
kedaulatan dan keutuhan wilayah perbatasan, dapat di implementasikan melalui
patroli keamanan, survei dan pemetaan topografis serta melaksanakan pembinaan
teritorial di sepanjang wilayah perbatasan darat, patroli keamanan di wilayah laut
yurisdiksi nasional, pemetaan perbatasan laut dan melaksanakan pemberdayaan
wilayah pertahanan laut; dan patroli keamanan udara di seluruh wilayah udara
nasional, menyelenggarakan pengamatan udara dan pemotretan udara, serta
pembangunan dan peningkatan kemampuan intelijen secara terintegrasi dengan
lembaga pemerintahan terkait di wilayah perbatasan dalam rangka menjaga
kedaulatan dan keutuhan wilayah perbatasan. Kebijakan mencegah pelanggaran
wilayah perbatasan dilaksanakan melalui patroli keamanan darat, patroli keamanan
laut, patroli pengintaian udara di sepanjang garis batas dan pintu masuk kewilayah
kedaulatan serta yurisdiksi nasional, kerja sama dengan negara tetangga dalam
operasi pengamanan perbatasan dan bidang intelijen, kerja sama dan berkoordinasi
dengan kementerian/lembaga dan masyarakat dalam rangka membantu mengatur arus
keluar masuk manusia dan barang serta upaya diplomasi di Kawasan, dan melakukan
kontrol terhadap ruang udara, radar sipil, sistem penginderaan, peringatan dini. Kerja
sama dan koordinasi bersama kementerian/lembaga melalui penempatan personel
TNI di pos lintas batas dan pos pemeriksaan lintas batas merupakan pelaksanaan dari
kebijakan mencegah penyelundupan dan pencurian sumber daya alam. Kemudian
penerapan pengembangan sistem informasi intelijen dengan kementerian/lembaga
dan patroli keamanan darat, keamanan laut di wilayah yurisdiksi nasional dan
pengintaian udara. Sedangkan kebijakan melaksanakan pemberdayaan wilayah
pertahanan di perbatasan, dilaksanakan dengan operasi bhakti dan karya bhakti
melalui kerja sama kementerian dan lembaga terkait dalam rangka membantu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, pelaksanaan
pembinaan teritorial di wilayah perbatasan, dan pelaksanaan pembinaan potensi
maritim di wilayah pesisir dan perbatasan laut, dan juga pelaksanaan pembinaan
potensi kedirgantaraan di wilayah perbatasan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis yang dilakukan maka dapat
disarikan beberapa persoalan yang muncul di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia
di Pulau Sebatik. Yang pertama, tingginya penyelundupan narkotika terutama melalui
jalur-jalur tikus, hal ini terjadi karena minimnya pengawasan yang disebabkan
kurangnya jumlah personil keamanan (TNI dan Polri) yang bertugas di wilayah
perbatasan. Kedua, kebijakan ekonomi belum sepenuhnya berpihak pada wilayah
perbatasan di Pulau Sebatik, dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
masyarakat masih bergantung ke Malaysia. Dalam hal ini, pemerintah perlu
mengambil kebijakan khusus untuk masyarakat di wilayah perbatasan, misalnya;
subsidi harga bahan
makanan pokok, sehingga masyarakat memilih untuk membeli produk dalam negeri
dibandingkan ke luar negeri (Malaysia). Disamping itu, kebutuhan tersebut juga
membuat masyarakat yang tinggal di perbatasan Pulau Sebatik merasa diperhatikan
oleh negara, karena kebutuhan pokoknya pun diperoleh dari negara. Ketiga, berkaitan
dengan ideologi, potensi lunturnya kebanggaan terhadap Indonesia di daerah
perbatasan sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena masih banyak masalah
pemenuhan kebutuhan hidup yang belum terselesaikan. Persoalan di hampir seluruh
wilayah perbatasan selama ini tidak jauh dari persoalan ekonomi yang belum
terselesaikan. Jika tidak segera dicarikan solusi, lambat laun dapat mengikis
nasionalisme dan rasa bangga terhadap Indonesia bagi masyarakat yang tinggal di
wilayah perbatasan. Desakan
kebutuhan ekonomi mendorong para pekerja dari Indonesia untuk berbondong-
bondong pindah ke Malaysia, karena secara ekonomi Malaysia lebih menggiurkan
dibandingkan Indonesia.
Dari kesimpulan di atas, maka diperlukan perencanaan yang matang dan terintegrasi
dalam mengatasi segala permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan yang dalam
praksisnya melibatkan seluruh stakeholder intansi Pemerintahan Indonesia maupun
pihak negara tetangga dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utamanya dalam
upaya menguatkan keamanan di wilayah perbatasan. Selain itu, dalam zaman di mana
teknologi informasi semakin berkembang pesat, kita perlu menciptakan cara untuk
melindungi perbatasan dengan menggunakan teknologi yang terhubung dengan nilai-
nilai dan budaya yang ada di masyarakat. Cara melindungi perbatasan ini tidak hanya
menggunakan hard power dan soft power, melainkan juga memanfaatkan kecerdasan,
yaitu dengan bekerja sama antara pihak pemerintah, akademisi, sektor swasta,
masyarakat, dan media dalam mencapai tujuan keamanan dan kesejahteraan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4] Marwasta, D. (2016). Pendampingan Pengelolaan Wilayah Perbatasan di
Indonesia: Lesson Learned dari KKN-PPM UGM di Kawasan Perbatasan.
Indonesian Journal of Community Engagement, 1(2), 204–216.
[5]
[6]
[7]
[8]

[1].Muhammad Fakhry Ghafur.2016.KETAHANAN SOSIAL DI


PERBATASAN:STUDI KASUS PULAU SEBATIK..Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
Jurnal Transnasional, Vol. 4, No. 1, Juli 2012
Faisyal Rani, SIP, MA. Strategi Pemerintah Indonesia Dalam Meningkatkan
Keamanan Wilayah Perbatasan Menurut Perspektif Sosial Pembangunan

Anda mungkin juga menyukai