MAKALAH KEL 3 ASKEP GANGGUAN PELIHATAN PADA LANSIA (1) (AutoRecovered)
MAKALAH KEL 3 ASKEP GANGGUAN PELIHATAN PADA LANSIA (1) (AutoRecovered)
Diajukan Sebagai :
Tugas Mata Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampu : Lutiyah M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 3
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTA SUKABUMI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat allah S.W.T karena atas berkat rahmat serta
kehendak-Nya lah kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Dalam menyelesaikan makalah ini,
banyak kesulitan yang kita hadapi. Namun berkat bimbingan dari dosen Keperawatan Gerontik yaitu ibu
Lutiyah M.Kep. Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, karena nya kami mengangkat tema
“Askep Gangguan Pelihatan Padan Lansia” Pada makalah ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik.
Kami menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuan nya belum seberapa dan masih perlu banyak
belajar dalam penulisan makalah, makalah ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berguna di masa yang akan datang. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi para pembaca ke depannya.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih atas segala dukungan, arahan, bimbingan, dan bantuan
dari pihak-pihak terkait sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Katarak ........................................................................................3
2.2 Konsep Lansia..............................................................................................6
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ...............................................................16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................31
3.2 Saran........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya
sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami
peningkatan secara cepat setiap tahunnya, sehingga Indonesia diperkirakan akan mengalami “elderly population boom”
pada 2 dekade awal abad ke-21 sebagai dampak dari baby boom pada beberapa puluh tahun yang lalu. BPS
memproyeksikan pada tahun 2045 Indonesia akan memiliki sekitar 63,31 juta lansia atau hampir mencapai 20 persen
populasi. Bahkan, proyeksi PBB juga menyebutkan bahwa persentase lansia Indonesia akan mencapai 25 persen pada
tahun 2050 atau sekitar 74 juta lansia. Penuaan penduduk ini terlihat sebagai hasil dari berhasilnya program yang telah
dicanangkan seperti program peningkatan nutrisi, kesehatan, perumahan, KB, air minum bersih dan sanitasi yang
secara signifikan mencegah kematian pada anak.
Berdasarkan data proyeksi yang dikeluarkan BPS, diperkirakan pada tahun 2045 lansia Indonesia akan
meningkat sebesar 2,5 kali lipat dibandingkan lansia tahun 2018. Pada 2045 nanti berdasarkan prediksi ini dapat
dikatakan bahwa hampir seperlima penduduk Indonesia adalah lansia. Angka ini begitu besar jika disandingkan dengan
prediksi 2 jumlah balita yang hanya sekitar 22 juta jiwa atau 6,88 persen dari total populasi. (Amannullah, 2018)
Meningkatnya populasi dari penduduk lansia dapat membawa begitu banyak dampak dalam kehidupan. Hal
utama yang memiliki dampak besar pada meningkatnya lansia yaitu tingkat ketergantungan lansia. Ketergantungan
yang sering di rasakan lansia disebabkan oleh kemunduran fisik maupun psikis,untuk tingkat kemandirian lansia akan
terlihat saat melakukan aktivitas sehari-hari. Imobilitas fisik yang kurang juga mengakibatkan masalah yang
diakibatkan dari berbagai masalah seperti fisik, psikologis dan lingkungan yang dirasakan lansia.
Dampak dari imobilitas juga bisa mengakibatkan komplikasi hampir semua sistem organ tubuh. Sedangkan
kesehatan mental seorang lansia tampak jelas saat tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari(Malida, 2011).
Perubahan fisik yang terlihat jelas pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh,
diantaranya sistem pernapasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, sistem pengaturan tubuh, musculoskeletal,
gastrointestinal, urogenital, endokrin dan integument.
Keseluruhan perubahan fisik diatas, ada salah satu yang semakin sering terjadi pada populasi yang menua
adalah gangguan penglihatan (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2011).
Penurunan penglihatan pada lanjut usia umumnya adalah penglihatan yang menurun akibat kelainan atau
gangguan pada mata. Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi 3 oleh
masyarakat di dunia dan di Indonesia.
Seiring meningkatnya usia harapan hidup maka prevalensi gangguan penglihatan ini akan cenderung semakin
meningkat (Depkes, 2012). Ini di buktikan dengan pravelensi yang tinggi pada orang tua yang mengalami gangguan
penglihatan sekitar 15% untuk yang berusia 65 tahun dan untuk yang orang yang lebih tua mencapai 30% pada usia 75
tahun keatas. Timbulnya gangguan penglihatan di kemudian dapat mengubah kebiasaan hidup yang memiliki berbagai
konsekuensi. Misalnya, orang tua dengan gangguan penglihatan lebih membatasi intensitas bergabung dengan rekan-
rekan mereka, menyebabkan interaksi sosial berkurang(Renaud & Bédard, 2013).
Penurunan penglihatan merupakan keluhan yang besar bagi lanjut usia, sebab persepsi terhadap lingkungan
berhubungan dengan rasa aman. Ketidakmampuan dalam menanggapi isyarat fungsi penglihatan inilah yang
menyebabkan kesalahan dalam menangkap respon sensorik yang akan mengakibatkan kesulitan dalam memahami
lingkungan geografis, bahaya, dan rangsang bergerak(Källstrand,2016).
Berkaitan juga status fungsional seseorang untuk menilai kapasitas kemampuan yang masih dirasakan oleh
individu itu sendiri sebagai contohnya melakukan kegiatan tertentu seperti membaca, berpakaian, atau berjalan, dapat
memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat dan beranggapan bahwa dirinya masih memiliki peran di kehidupan
sosialnya(Renaud & Bédard, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa beban kehilangan penglihatan memiliki banyak konsekuensi dari fungsional untuk
sosial dan psikologis yang bisa menyebabkan depresi. Gejala depresi mempengaruhi sekitar sepertiga dari orang tua
dengan gangguan penglihatan yang berdampak pada kualitas hidup orang tua atau lanjut usia (Renaud & Bédard,
2013).
Beberapa penelitian menemukan keterkaitan antara penurunan kualitas hidup dengan penyakit penyebab
kebutaan dan gangguan penglihatan. Katarak, Glaucoma,AMD, Kelainan refraksi, dan etinopati diabetikum telah
banyak diteliti berkaitan dengan kualitas hidup para penderitanya. Dengan menggunakan instrumen yang sesuai
misalnya, pada pasien glaukoma akan tampak gangguan kualitas hidup terkait penglihatannya dalam hal tajam
penglihatan dekat, lapang pandangan, dan sensitivitas kontras.
Aspek kualitas hidup pada pasien dengan AMD yang terganggu adalah general vision, dan kesulitan dalam
melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat dan jauh.(Asroruddin, 2013) Masalah yang muncul inilah
yang menarik bidang keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang dikhususkan untuk perawatan pada
lansia. Ilmu keperawatan ini dinamakan gerontik, dari zaman dahulu sampai sekarang Peran dari seorang perawat
dalam keperawatan gerontik pun masih kurang diketahui.
Hal tersebut terjadi karena seorang perawat yang akan melakukan intervensi dengan sasaran lansia masih kurang
diketahui karena peminat ilmu gerontik belum sebanyak bidang keperawatan yang lain. Penurunan minat pada
keperawatan gerontik inilah yang menarik minat peneliti untuk bagaimana jika perawat mata yang ada di klinik Eyes
Center bisa berkolaborasi dengan perawat gerontik untuk mengatasi gangguan penglihatan pada lansia yang bertujuan
mengurangi angka kesakitan lansia karena proses penyakit.
Berpatokan pada hasil penelitian menggunakan VFQ25 (Visual Function Quesioner-25) yang memiliki beberapa
domain meliputi : Kesehatan Umum, Kesehatan Mata, Nyeri Mata, Aktivitas Dekat, Aktivitas Jauh, Fungsi Sosial,
Kesehatan Mental, Kesulitan Peran, Ketergantungan, Penglihatan Warna, dan Penglihatan Perifer. Cukup besarnya
masalah tersebut dibuktikan dengan Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun
2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau
246 juta orang mengalami low vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan
berusia 50 tahun atau lebih(WHO, 2012).
Diharapkan kedepannya program ini bisa membantu pemerintah dalam sistem pemerataan pengobatan pada
penderita gangguan penglihatan dengan operasi katarak gratis bagi lansia. Hasil studi pendahuluan menemukan
beberapa lansia mengalami gangguan fungsi penglihatan akibat faktor usia,akan tetapi sebagian lain mengalami
gangguan fungsi penglihatan dikarenakan penyakit pada mata yaitu katarak dan mata kering . Kurangnya kesadaran
lansia dalam pengetahuan tentang penyakit mata yang diderita menyebabkan keparahan pada penyakitnya dan
menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan dari jumlah populasi lansia yang ada di rumah pelayanan sosial lanjut
usia pucang gading sekitar 115 orang yang terdiri dari 30 lansia yang masih sehat dan 85 lansia yang tidak bisa
melakukan aktifitas sendiri (total care).
Penurunan penglihatan pada lanjut usia umumnya adalah penglihatan yang menurun akibat kelainan
atau gangguan pada mata. Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat di dunia dan di Indonesia. Seiring meningkatnya usia harapan hidup maka
prevalensi gangguan penglihatan ini akan cenderung semakin meningkat (Depkes, 2012).
Menurut Data Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) saat ini terdapat 285.389 juta orang menderita
gangguan penglihatan, 39.365 juta diantaranya mengalami kebutaan. Sembilan puluh persen penderitanya
berada di negara berkembang. Menurut data Riskesdas Depkes RI (2013) prevalensi nasional masalah
penglihatan pada lanjut usia (65-75 tahun) tahun 2013 yaitu 1.204.711 orang yang mengalami penurunan
penglihatan.
Proses penuaan merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah, proses tersebut akan
memberi dampak pada kemunduran fisik dan psikologis (Kozier, 2004). Perubahan- perubahan fisik tersebut
meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, sistem pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastrointestinal,
urogenital, endokrin dan integument (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2011, p.151).
Seiring dengan pertambahan usia, banyak lanjut usia mempunyai masalah dengan fungsi fisiologis
tubuhnya. Salah satunya perubahan sensoris yang ditandai dengan masalah penglihatan yaitu penurunan
penglihatan yang terjadi seiring proses penuaan. Masalah penglihatan merupakan faktor yang turut berperan
dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar. Perubahan ini akan
memberikan dampak terhadap kemandirian lanjut usia dalam melakukan aktivitasnya (Stanley, 2006).
Gangguan penglihatan masih menjadi sebuah masalah di dunia. Angka kejadian gangguan penglihatan di
dunia cukup tinggi yakni mencakup 4,25 % dari penduduk dunia atau sekitar 285 juta orang yang mana 86%
diantaranya mengalami gangguan penglihatan lemah dan 14% sisanya mengalami kebutaan. Gangguan penglihatan itu
disebabkan berbagai macam penyakit seperti gangguan refraktif yang tidak terkoreksi (42%), katarak (33%), glaukoma
(2%), trakoma (1%), diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%).
Indonesia memiliki angka kebutaan tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Hasil survey kesehatan indera
penglihatan tahun 1993 –1996 menunjukkan angka kebutaan 1,5 % dengan penyebab utama katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit –penyakit lain yang berhubungan dengan lanjut usia
(0,38%) (Kemenkes, 2005).Dari data tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia katarak sebagai penyebab utama
kebutaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengambil
studi kasus “Askep Gangguan Pelihatan Padan Lansia “
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
1. Lanjut Usia
Manusia lanjut usia adalah orang yang usianya mengalami perubahan biologi, fisik, kejiwaan, dan
social. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap aspek kehidupannya termasuk kesehatannya. Oleh
karena itu kesehatan lanjut usia perlu mendapatkan perhatian khusus dan tetap terpelihara serta
ditingkatkan agar selama kemampuannya dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (Depkes
RI, 2006).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994).
b f. Sindroma Diogenes
e Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan
b penampilan perilaku sangat
e mengganggu.Rumah atau kamar kotor dan
r bau karena lansia bermain-main dengan
a feses dan urin nya, sering menumpuk
p barang dengan tidak teratur.
a
2. Gangguan Penglihatan
g Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan
o penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan
l
pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan (Quigley dan
o
Broman,2006).
n
g
a
n
1. Organ luar
a. Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.
b. Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola
mata.
B. ANATOMI MATA c. Kelopak mata berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.
2. Organ dalam
a. Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya
dari sumber cahaya.
b. Pupil dan Iris.
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam.
Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan
akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil
dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai
diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada
mata.
c. Lensa mata
Mata adalah organ
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada
sensorik yang
retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga
mentrasmisikan
cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek
rangsang melalui jaras
yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis.
pada otak ke lobus
Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari
oksipital dimana rasa
dekat), lensa mata akan menebal.
penglihatan ini
d. Retina
diterima. Sesuai
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya,
dengan proses penuaan
khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina,
yang terjadi tentunya
cahaya diteruskan ke saraf optik.
banyak perubahan yang
e. Saraf optik
terjadi.
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk
Bagian – bagian mata :
menuju ke otak.
h. Perlambatan proses informasi dari sistem saraf pusat
2. Perubahan Fisiologis
a. Penurunan penglihatan jarak dekat
C. PERUBAHAN PADA b. Penurunan koordinasi gerak bola mata
SISTEM c. Distorsi bayangan
PENGLIHATAN d. Pandangan biru- merah
LANSIA e. Compromised night vision
Perubahan sistem indera f. Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu
pada penuaan meliputi: g. Kesulitan mengenali benda yang bergerak
1. Perubahan morfologis
a. Penurunan D. MACAM – MACAM GANGGUAN PENGLIHATAN PADA LANSIA
jaringan lemak Pada lansia, gangguan penglihatan yang sering menyerang antara lain :
sekitar mata 1. Hyperopia (rabun dekat)
b. Penurunan Adalah kondisi penglihatan yang umum dimana kita dapat melihat
elastisitas dan benda – benda yang jauh dengan jelas namun benda – benda di
tonus jaringan dekatnya mungkin buram. Rabun dekat lebih sering terjadi pada orang
c. Penurunan yang berusia di atas 40 tahun.
kekuatan otot mata 2. Presbiopi (mata tua)
d. Penurunan Disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan
ketajaman kornea baik, akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke titik
e. Degenerasi pada kuning dengan tepat, sehingga mata tidak bisa melihat yang jauh
sklera, pupil, dan maupun dekat. Presbiopi berhubungan erat dengan usia, prevalensinya
iris berhubungan langsung dengan orang – orang di atas usia 40 tahun.
f. Peningkatan 3. Degenerasi macula (AMD)
frekuensi proses Adalah suatu keadaan dimana macula mengalami kemunduran
terjadinya penyakit sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan
g. Peninglkatan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral.
densitas dan 4. Glaukoma
rigiditas lensa terjadi penumpukan cairan di bagian depan mata. Cairan tersebut
meningkatkan tekanan intra okuler yang merusak saraf optic. Paling
rentan terjadi pada orang – orang di atas 40 tahun.
5. Katarak adalah 10-20 mmHg. Jika hasil pemeriksaan tekanan bola mata lebih
Katarak merupakan dari 20, maka kita patut curiga terhadap adanya glaukoma. Apabila hasil
keadaan dimana menunjukkan angka lebih dari 25, maka dipastikan orang tersebut
terjadi kekeruhan terkena glaukoma.
pada serabut atau 2. Etiologi
bahanlensa didalam Faktor yang beresiko menyebabkan terjadinya glaucoma adalah:
kapsul lensa. a. Umur
Umumnya terjadi Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
akibat proses Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma.
penuaan yang terjadi Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
pada semua orang b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma
yang berusia lebih Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita
dari 65 tahun. glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena
(Muttaqin, 2009). glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian
hubungan orang tua dan anak-anak.
E. KONSEP TEORI c. Tekanan bola mata
GLAUKOMA Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena
1. Pengertian glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata
Glaukoma adalah yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. .
suatu penyakit
dimana tekanan di 3. Klasifikasi
dalam bola mata Ada beberapa tipe glaukoma dan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
meningkat, sehingga a. Glaukoma Primer Dewasa, meliputi:
terjadi kerusakan 1) Glaukoma Sudut Terbuka / Kronis
pada saraf optikus 2) Glaukoma Sudut Tertutup
dan menyebabkan b. Glaukoma Sekunder
penurunan fungsi c. Glaukoma Kongenital
penglihatan. d. Glaukoma Absolut
(Anonim,2009).
Normalnya, 4. Tanda dan gejala
tekanan intraokular a. Sakit kepala tumpul di pagi hari
b. Rasa sakit yang kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari; bola mata
ringan pada mata menahan tekanan tersebut.
c. Kehilangan
penglihatan perifer 5. Pemeriksaan diagnostik
(penglihatan a. Tonometri
menyempit) b. Pemeriksaan slit lamp
d. Melihat lingkaran c. Gonioskopi
cahaya disekitar d. Oftalmoskopi
cahaya e. Perimetrik
e. Penurunan f. Fotografi fundus
ketajaman
penglihatan 6. Penatalaksanaan
(khususnya pada a. Pemberian obat – obatan (tetes mata Beta blocker, Pilocarpine,
malam hari) yang epinephrine, dipivephrine dan carbacol, acetazolamide)
tidak dapat b. Terapi laser (Laser iridotomy, Laser trabeculoplasty, Laser
dikoreksi dengan cilioablation)
kacamata. c. Pembedahan (Trabeculectomy, Viscocanalostomy)
f.Inflamasi mata
unilateral A. KONSEP TEORI KATARAK
g. Kornea berkabut Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya
h. Pupil berdilatasi
jernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani
sedang yang tidak
cataracta yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak
bereaksi terhadap
cahaya seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan
i. Peningkatan matanya (Ilyas, 2013). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
tekanan
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul
intraokuler,
pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan
diketahui dengan
cara membuat trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
tekanan yang panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari
lembut pada yang lama, atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Budiono,
2019). BAB II
Berdasarkan TINJAUAN PUSTAKA
beberapa pengertian
disimpulkan, katarak
adalah kekeruhan
terjadi kerusakan
penglihatan.
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat
memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut: Penyakit
sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes melitus, dislpidemia.
Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C. Riwayat keluarga dengan katarak, Penyakit
infeksi atau cedera mata terdahulu, Pembedahan mata, Pemakaian obat-obatan tertentu
(kortikosteroid) dalam jangka panjang , Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran,
dan sinar ultraviolet. Efek dari merokok dan alkohol (Gin Djing, 2006 dan Ilyas, 2006)
1. Penatalaksanaan katarak
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk
menjadi katarak (Budiono, 2019). Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk
pembedahan. Menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam
nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya
Terapi farmakologi hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti
mampu memperlambat atau menghilangkan katarak. Beberapa agen yang diduga dapat
namun belum ada bukti yang signifikan mengenai hal tersebut. Operasi katarak terdiri
dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik.
Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi
umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera
anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata). Insisi harus dijahit. Likuifikasi
lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil
dari kornea atau sklera anterior (phacoemulsifikasi) (Eva & Whitcher, 2013).
1. Pengertian
kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman (PPNI, 2016). Kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak
tenang, perasaan takut, khawatir dan gelisah (Hawari, 2013). Kecemasan adalah
keadaan emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak
(Stuart, 2013).
2. Penyebab kecemasan
yaitu:
a. Faktor biologis/fisiologis.
ansietas. Selain itu riwayat keluarga mengalami ansietas memiliki efek sebagai faktor
predisposisi ansietas.
b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan benda/ orang
Selain tiga hal di atas, individu yang menderita penyakit kronik seperti diabetes
melitus, kanker, penyakit jantung dan penyakit lainnya dapat menyebabkan terjadinya
ansietas. Penyakit kronik dapat menimbulkan kekhawatiran akan masa depan, selain itu
biaya pengobatan dan perawatan yang dilakukan juga akan menambah beban pikiran.
(SDKI) antara lain krisis situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, krisis maturasional,
penyalahgunaan zat, terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dll) dan kurang
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang
bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan oleh individu tersebut.
Menurut Hawari (2013) keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mudah terkejut.
d. Gejala somatik: rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak
4. Sumber kecemasan
yang meliputi:
tempat tinggal.
5. Reaksi kecemasan
perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Hawari, 2013). Intensitas perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan. Beberapa respon pada orang
dan diare.
terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam
dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar,
gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
6. Tingkat kecemasan
tiap tingkatan. Manifestasi cemas dapat meliputi aspek fisik, emosi, kognitif, dan
tingkah laku. Respon terhadap ancaman dapat berkisar dari kecemasan ringan,
a. Cemas ringan
menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan
b. Cemas sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting
dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini
menggenggam berkurang. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan
bicara cepat dan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun
tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah
c. Cemas berat
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang
hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari
proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali,
Individu yang mengalami panik juga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. Tingkat
kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
a. Potensial stresor
perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
b. Maturitas
akibat stres karena individu yang dewasa mempunyai daya adaptasi yang lebih besar
terhadap cemas.
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan
d. Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, operasi akan mudah
f. Sosial budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang
g. Umur
Seseorang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan
h. Lingkungan
cemas.
i. Jenis kelamin
Cemas lebih sering dialami pada wanita daripada pria dikarenakan wanita
mempunyai kepribadian yang labil dan immature, juga adanya peran hormon yang
mempengaruhi kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas, dan curiga.
Ketakutan dan ansietas yang dirasakan pasien pre operasi ditandai dengan adanya
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur dan sering berkemih. Kecemasan yang
dialami oleh pasien pre-operasi adalah bahwa mereka takut jika operasinya tidak akan
berhasil dan apakah setelah operasi mereka bisa kembali normal atau tidak (Srinayanti et
al., 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ariyanto, 2019) menunjukkan hasil nilai
tingkat kecemasan yang paling banyak yaitu tingkat kecemasan sedang 44 orang (45,8%)
orang (63,5%). Penelitian yang dilakukan (Syarifah, 2019) juga menunjukkan tingkat
kecemasan yang dialami pasien pre operasi katarak sebanyak 51 orang (42,5%) pasien
mengalami kecemasan ringan, 33 orang (27,5%) tidak ada kecemasan, 32 orang (26,5%)
9. Penatalaksanaan Ansietas
suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, mencakup fisik (somatik), psikologik
a. Psikoterapi
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
b. Terapi psikofarmaka
saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering
dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam, bromazepam,
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala penyerta atau
somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal
relaksasi (rileks).
e. Distraksi
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap ansietas
yang bisa menghambat stimulus ansietas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
ansietas yang ditransmisikan ke otak, salah satu contoh penatalaksanaan distraksi yaitu
membaca doa.
1. Pengertian
Relaksasi adalah bagian dari pengembangan “self care theory” yang dikemukakan
oleh Orem, dimana perawat dapat membantu kebutuhan self care pasien yang berperan
mengatasi keluhan yang dirasakan (Green & Setyawati, 2014). Relaksasi adalah suatu
prosedur untuk membantu individu berhadapan pada situasi penuh stres. Relaksasi
melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal
sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang
Relaksasi Benson adalah suatu teknik untuk mencapai respon relaksasi. Tehnik
pikiran yang mengganggu. Prinsip dari pencapaian respon relaksasi ini dimulai dari
pemilihan kata atau kalimat pendek atau doa yang berakar pada sistem keyakinan, seperti
"tenang" atau "Tuhan adalah segalanya." Selanjutnya terapis dapat memberikan terapi di
tempat yang tenang dan dalam posisi yang nyaman dan berakhir pada pengenduran otot-
otot tubuh beserta pengaturan pernafasan dan pengucapan kata atau kalimat yang sudah
benson adalah suatu teknik pernafasan yang di gabungkan dengan pengucapan kata- kata
sesuai dengan keyakinan seseorang, yang dimulai dari melakukan tarik nafas panjang
bimbingan mentor. Formula kata atau kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang
dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan akan menimbulkan respon relaksasi
yang lebih kuat. Komponen relaksasi yang sangat sederhana adalah ruang yang tenang,
respon posisi yang nyaman, sikap mau menerima dan fokus perhatian (Agustiya et al.,
2020).
dari respon fight-or-flight. Hampir 40 tahun yang lalu, Benson dan timnya telah merintis
penerapan pikiran atau tubuh teknik untuk berbagai masalah kesehatan. Banyak studi
juga mempengaruhi faktor seperti detak jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen dan
Teknik respon relaksasi terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperi marah,
cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan gangguan tidur serta
Menurut Benson & Proctor (2013) lingkungan yang tenang merupakan hal yang
sadar, memusatkan diri selama 10-20 menit pada ungkapan yang dipilih, dan bersifat
a. Suasana tenang
b. Perangkat mental
Memindahkan pikiran-pikiran yang berada diluar diri, harus ada suatu rangsangan
yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau frase yang singkat yang
diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan. Kata atau frase yang singkat merupakan
fokus dalam melakukan relaksasi Benson. Fokus terhadap kata atau frase akan
dilakukan satu atau dua kali sehari selama 10-20 menit. Waktu yang baik untuk
melakukannya adalah sebelum makan atau beberapa jam setelah makan, karena selama
c. Sikap positif
Sikap positif merupakan elemen penting dalam relaksasi Benson. Sikap positif
dapat dijaga dengan mengabaikan pikiran-pikiran yang mengacu dengan tetap berfokus
pada pengulangan frase atau kata. Tidak perlu cemas seberapa baik melakukan karena
d. Posisi Nyaman
Posisi tubuh yang nyaman penting agar tidak menyebabkan ketegangan otot.
Menurut Masyulitika (2018) langkah atau cara yang dapat membantu seseorang
c. Pilih satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan keyakinan. Sebaiknya
pilih kata atau ungkapan yang memiliki arti khusus seperti nama Tuhan, tenang,
dan sebagainya.
e. Bernafas lambat dan wajar sambil merelaksasikan otot mulai dari kaki, betis, paha,
perut dan pinggang. Kemudian disusul melemaskan kepala, leher, dan pundak
lengan dan tangan, kemudian kendurkan dan biarkan terkulai diatas lutut dengan
tangan terbuka.
f. Perhatian nafas dan mulailah menggunakan kata fokus yang berkata pada
perut, lalu keluarkan nafas melalui mulut secara perlahan sambil mengucapkan
ungkapan yang telah dipilih. (1 siklus adalah satu kali proses mulai dari tarik nafas,
katarak
hemodinamik tubuh seperti tekanan darah, nadi dan laju pernafasan yang dapat
membingungkan team medis untuk melanjutkan tindakan operasi. Bila kecemasan pada
pasien operasi tidak diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan pasien
(Srinayanti et al., 2017). Perlu adanya upaya untuk menjaga kondisi psikologis pasien
yang akan menjalani tindakan operasi, agar tidak menghambat atau mengganggu proses
operasi dan pengobatan pasien. Relaksasi benson adalah suatu tehnik untuk mencapai
respon relaksasi. Tehnik relaksasi Benson merupakan upaya untuk memusatkan perhatian
pada suatu fokus dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan
berbagai pikiran yang mengganggu (Green & Setyawati, 2014). Relaksasi benson
memadukan antara relaksasi pernafasan dan faktor keyakinan yang dianut oleh seseorang
(Agustiya et al., 2020). Teknik respon relaksasi terbukti memodulasi stres terkait kondisi
seperi marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia
serta meningkatkan perasaan menjadi lebih tenang (Benson & Proctor, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan Sitompul (2020) tentang relaksasi benson terhadap
kecemasan pre operasi dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan literatur
review didapatkan setelah diberikan terapi relaksasi benson dengan durasi 10 menit,
pasien mengalami penurunan hingga turun satu angka sampai dua angka dan mengalami
tekniknya sederhana, tidak membutuhkan alat dan bahan, tidak memerlukan kemampuan
khusus untuk menerapkannya dan dapat dilakukan oleh semua pasien yang mengalami
kecemasan.
Menurut Potter (2011) proses asuhan keperawatan terdiri dari lima tahapan yang
meliputi:
1. Pengkajian
informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien/ keluarga, atau ditemukan dalam
rekam medik.
a. Identitas
pendidikan, alamat.
Keluhan yang dilaporkan atau ditemukan seperti terus bertanya terkait Tindakan
operasi, tampak gelisah, gemetar, berkeringat, berdebar dan sering buang air kecil.
Riwayat terkait masalah yang dihadapi saat ini selama menjalani rawat inap.
Apakah klien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau tidak. apakah klien
pulang dengan keadaan sehat atau masih sakit. apakah klien memiliki riwayat
Apakah keluarga ada memiliki riwayat penyakit yang sama seperti yang diderita klien
Obat apa yang sering dikonsumsi klien, apakah klien memiliki alergi atau tidak
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang dilakukan
2) Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan sebelum di rumah sakit dan saat menjalani
rawat inap.
3) Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat seperti makan dan minum, mandi, toileting, berpakaian dan
berpindah. (0: Mandiri, 1: Alat bantu, 2: Dibantu orang lain, 3: Dibantu orang lain
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
6) Pola kognitif-perseptual
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran
diri.
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
Adanya faktor stres lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah, pola
Menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
ibadah
h. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan akan difokuskan pada mata. Hasil pemeriksaan fisik yang perlu
Inspeksi: Kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran pada kepala. Ukuran
kepala normal sesuai dengan umur. Wajah biasanya tidak simetris kiri dan kanan,
2) Mata
Inspeksi: Pupil sama, bulat, reaktif terhadap cahaya dan akomodasi, Konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik. mata tampak simetris kiri dan kanan, terdapat adanya
3) Telinga
Inspeksi: Simetris telinga kiri dan kanan, terlihat bersih tanpa serumen. Telinga
ada.
4) Hidung
Inspeksi: Simetris hidung kiri dan kanan, tidak terlihat Hidung tampak simetris, tidak
Palpasi: Tidak adanya nyeri saat diraba pada hidung, pembengkakan tidak ada.
5) Mulut
Inspeksi: Membran mukosa berwarna merah jambu, lembab, dan utuh. Uvula digaris
tengah, Tidak ada lesi. Mulut tampak kotor terdapat mulut berbau Palpasi: Tidak ada
6) Leher
Palpasi: Tidak teraba nodul pada leher, tidak terjadi pembengkakan, apakah terjadi
7) Paru-paru
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak adanya lesi, ada atau tidaknya retraksi
Inspeksi: Iktus kordis terlihat atau tidak, lesi di area jantung atau tidak,
Palpasi: Pada area ICS II, ICS V kiri, dan Area midclavicula untuk menentukan batas
Perkusi: Redup
Auskultasi: Normalnya bunyi jantung 1 lebih tinggi dari pada bunyi jantung II, tidak
adanya bunyi tambahan seperti mur-mur.S2 (dub) terdengar pada ICS II ketika katup
aorta dan pulmonal menutup pada saat awal sistolik, terdengar suatu split yang
mengakibatkan dua suara katup, ini diakibatkan penutupan aorta dan pulmonal
berbeda pada waktu respirasi. S1( lub) terdengar pada ICS V ketika katup mitral dan
katup trikuspidalis tetutup pada saat awal sistolik. Terdengar bagus pada apex
bersamaan.
9) Abdomen
Perkusi: Tympani
10) Ekstremitas
Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada ektremitas atas dan bawah, tidak ada
luka
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami katarak dan akan
penyakit katarak.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, fisik dan kimia
Diagnosis keperawatan yang menjadi prioritas yang dikupas tuntas dalam karya ilmiah ini
adalah ansietas (kecemasan) yang dapat disajikan pada tabel berikut ini (PPNI, 2016):
Tabel 1
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Ansietas)
Ansietas
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan Tindakan untuk menghadapi ancaman
Penyebab:
1. Krisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisis maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan
7. Disfungsi system keluarga
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9. Factor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalah gunaan zat
11. Terpapar bahaya lingkungan
12. Kurang terpapar informasi
Perencanaan merupakan langkah selanjutnya setelah ditegakkannya diagnosis keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi keperawatan. Penyusunan intervensi keperawatan berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Perencanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnosis keperawatan ansietas dapat
Tabel 2
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau
menyelesaikan suatu tindakan yang sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya (PPNI, 2016).
Implementasi utama yang diangkat dalam laporan ini adalah pemberian teknik relaksasi
(relaksasi benson) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi ansietas lansia sebelum menjalani
tindakan pembedahan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan. Evaluasi asuhan keperawatan didasarkan pada Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), dimana dalam standar ini menjelaskan definisi dan kriteria hasil keperawatan
yang dituju sesuai dengan diagnosis keperawatan yang diangkat (PPNI, 2016).
B
A
B
I
V
P
E
N
U
T
U
P
3.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh.
Batasan Lansia
Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus
kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai
akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap
penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental
dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya
sehari-hari lagi (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional.Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf
dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih
rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan
dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini,
terdapat berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya
sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.
3.2 Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
Lansia dan kesimpulan yang telah disusun seperti diatas, maka mahasiswa
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam pemberian asuhan keperawatan dapat digunakan
pendekatan proses keperawatan gerontik serta perlu adanya
partisipasi keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat
pasien yang tahu perkembangan dan kesehatan pasien.
2. Dalam memberikan tindakan keperawatan tidak harus sesuai
dengan apa yang ada pada teori, akan tetapi harus sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta menyesuaikan
dengan kebijakan dari rumah sakit
Dalam memberikan asuhan keperawatan setiap pengkajian, diagnosa, perencanaan,