Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FIKIH III & PEMBELAJARANNYA

KHITBAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih III & Pembelajarannya
yang diampu oleh Rd. M. Ilham Saeful Millah, M.Pd

Disusun Oleh :

Ayu Nurtoriqoh

Galih Dewi Utami

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RIYADHUL JANNAH

SUBANG

2022/1443 H
KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmannirrahim….

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Dan tak lupa juga
shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan besar kita
yakni Nabi Muhammad Shallalahu’alaihi Wa Sallam. Beserta para keluarga, para
sahabat dan semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di hari ahir. Amiin…..
Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya hususnya kepada bapak Rd.
Ilham Saeful Millah, M.Pd selaku dosen pengampu pada mata kuliah Fikih III dan
Pembelajarannya. Semoga makalah yang kelompok kami buat ini dapat mudah
dipahami dan dimengerti. Kami selaku penulis makalah meminta maaf apabila ada
salah penulisan dalam makalah ini, serta apabila ada kalimat dan kata yang kurang
berkenan untuk dibaca. Kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan dari
semua pihak demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Subang, 27 Februari 2022

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... I

DAFTAR ISI ................................................................................................... II

BAB I ............................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 1

BAB II ............................................................................................................. 2

PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

A. Definisi Khitbah ................................................................................... 2


B. Karakteristik Khitbah ........................................................................... 3
C. Hikmah Khitbah ................................................................................... 4
D. Hukum Khitbah .................................................................................... 5
E. Tata Cara Khitbah ................................................................................ 6

BAB III ............................................................................................................ 10

PENUTUP ................................................................................................. 10

A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam UU Perkawinan sama sekali tidak membicarakan khitbah. Hal ini
mungkin disebabkan khitbah itu tidak mempunyai hubungan yang mengikat
dengan perkawinan. KHI mengatur khitbah itu dalam pasal 1, 11, 12, dan 13
pasal yang mengatur khitbah ini keseluruhannya berasal dari fikih madzhab,
terutama madzhab Syafi’ie. Namun hal-hal yang dibicarakan dalam kitab-kitab
fikih tentang khitbah seperti hukum perkawinan yang di lakukan setelah
berlangsungnya khitbah yang tidak menurut ketentuan, tidak diatur dalam KHI.
Dalam makalah ini dijelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
pinangan atau dalam bahasa Arab adalah khitbah. Selain itu, permasalahan
khitbah ini - sering - dianggap sepele oleh masyarakat Indonesia tanpa mengacu
kepada hukum-hukum Islam yang ada. Oleh karena itu, dalam makalah ini
diulas beberapa hal yang berhubungan dengan khitbah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Khitbah ?
2. Bagaimana Karakteristik Khitbah ?
3. Bagaimana Hikmah Khitbah ?
4. Apa Hukum Khitbah ?
5. Bagaimana Tata Cara Khitbah ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Khitbah
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Khitbah
3. Untuk Mengetahui Hikmah Khitbah
4. Untuk Mengetahui Hukum Khitbah
5. Untuk Mengetahui Tata Cara Khitbah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Khitbah
Khitbah berasal dari kata khataba yang memiliki tiga makna yakni jelas,
singkat dan padat. Maksud dari makna jelas, ketika seorang mengkhitbah maka
harus jelas maksud dan tujuannya bahwa ia akan menikahi seorang perempuan,
sedangkan arti dari singkat dan padat, jika telah melangsungkan peminangan
maka alangkah baiknya menyegerakan waktu akad, agar supaya tidak ada
kekhawatiran akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan1 . Maka definisi
khitbah adalah permintaan atau permohonan seseorang kepada wanita untuk
menikahinya. Tidak ada peredaan antara definisi secara bahasa ataupun istilah.1
Ada beragam terjemahan pada konotasi khitbah dalam bahasa Indonesia,
antara lain bermakna melamar atau meminang. Namun secara konteks, khitbah
tidak selalu sama dengan pertunangan. Perbedaannya terletak pada langkahnya.
Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita.
Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu
diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-
nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu. Apabila khitbah itu
diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah
yaitu wanita yang sudah dilamar, sudah dipinang, atau bisa disebut dengan
wanita yang sudah dipertunangkan. Namun apabila khitbah itu tidak diterima,
misalnya ditolak dengan halus, atau tidak dijawab sampai waktunya, sehingga
statusnya menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai wanita yang
sudah dikhitbah. Dan pertunangan belum terjadi.

1
‘Halaman 1 Dari 35 Muka | Daftar Isi’
<https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/12403/1570606323477_Me
lamar & Melihat Calon Pasangan.pdf?sequence=1> [accessed 27 February 2022]. Hal. 11

2
Pinangan dalam pandangan syariat Islam tidaklah sama dengan suatu
transaksi antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau
dengan walinya, melainkan tidak lebih dari pada permohonan untuk bisa
menikah. Dengan diterimanya suatu pinangan baik oleh wanita yang
bersangkutan maupun oleh seorang walinya, tidaklah berarti telah terjadi akad
nikah di antara kedua belah pihak. Akan tetapi itu hanya berarti bahwa laki-laki
tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita tersebut pada
masa yang akan datang.2
B. Karakteristik Khitbah
Di antara hal yang disepakati mayoritas ulama fikih, syariat, dan
perundang-undangan bahwa tujuan pokok khitbah adalah berjanji akan
menikah, belum ada akad nikah. Khitbah tidak mempunyai hak dan pengaruh
seperti nikah. Dalam akad nikah, memiliki ungkapan khusus (ijab kabul) dan
seperangkat persyaratan tertentu. Sedangkan khitbah tidaklah demikian.
Karakteristik khitbah hanya semata berjanji akan menikah. Masing-masing
calon pasangan hendaknya mengembalikan perjanjian ini didasarkan pada
pilihannya sendiri karena mereka menggunakan haknya sendiri secara murni,
tidak ada hak intervensi orang lain. Bahkan andaikan mereka telah sepakat,
kadar mahar dan bahkan mahar itu telah diserahkan sekaligus, atau wanita
terpinang, atau telah menerima berbagai hadiah dari peminang, atau telah
menerima hadiah yang berharga. Semua itu tidak menggeser status janji semata
(khitbah) dan dilakukan karena tuntutan maslahat. Maslahat akan terjadi dalam
akad nikah ketika kedua belah pihak diberikan kebebasan yang sempurna untuk
menentukan pilihannya, karena akad nikah adalah akad menentukan kehidupan
mereka. Di antara maslahat, yaitu jika dalam akad nikah di dasarkan pada
kelapangan dan kerelaan hati kedua belah pihak, tidak ada tekanan dan paksaan
dari manapun.

2
‘Halaman 1 Dari 35 Muka | Daftar Isi’. Hal. 11-13

3
Jika seorang peminang diwajibkan atas sesuatu sebab pinangannya itu,
berarti ia harus melaksanaka akad nikah sebelum memenuhi segala sebab yang
menjadikan kerelaan. Demikian yang diterangkan kitab-kitab fikih secara ijma
tanpa ada perselisihan. Kesepakatan tersebut tidak terpengaruh terhadap apa
yang diriwayatkan oleh Imam Malik, bahwa perjanjian itu harus dipenuhi
dengan putusan pengadilan menurut sebagian pendapat. Tetapi, dalam
perjanjian akad nikah (khitbah) tidak harus dipenuhi, karena penetapan janji ini
menuntun keberlangsungan akad nikah bagi orang yang tidak ada kerelaan.
Hakim pun tidak berhak memutuskan pemaksaan pada akad yang kritis ini.
(Muhammad Abi Zahrah, dalam Al-Ahwal Asy-Syakhisyah:31-32). 3
C. Hikmah Khitbah
Setiap manusia tertentu memiliki harapan hidup bersama orang yang
diinginkan dan membangun rumah tangga dengan penuh cinta, kenyamanan
dan kasih sayang. Islam juga sangat memperhatikan hal ini. Oleh karenanya,
sebelum melangkah kejenjang itu, disunahkan untuk melakukan khitbah. Tentu
dalam mengaturnya kesunahan ini disesuaikan dengan batasa-batasan syariat.
Berikut hikmah khitbah :
1. Dapat menjadi jalan bagi kedua belah pihak yang akan menikah untuk
mengenal satu sama lain.
2. Dengan saling mengenal, masing-masing dapat mempelajari dan
memahami karakter dan tabiat calon pasangan hidupnya, mengenali apa
yang disukai dan tidak disukai oleh masing-masing keduanya, sehingga
dapat menyesuaikan diri satu sama lain.

3
‘Selamat Tinggal Pacaran, Selamat Datang Di Pelaminan - Google Books’
<https://www.google.co.id/books/edition/Selamat_Tinggal_Pacaran_Selamat_Datang_d/zitIDwAAQB
AJ?hl=id&gbpv=1&dq=karakteristik+khitbah&pg=PA44&printsec=frontcover> [accessed 27 February
2022]. Hal. 44-46

4
3. Dapat menjadi jalan seseorang untuk dapat meyakinkan dirinya dalam
melangkah menuju pernikahan, yaitu ikatan yang akan dijalani hingga akhir
hayatnya. 4
D. Hukum Khitbah
Memang terdapat dalam Al-Quran dan banyak hadist nabi yang
membicarakan Hal peminangan,namun tidak ditemukan secara jelas perintah
khitbahan atau larangan tenang khitbahan, sebagaimana perintah untuk
mengadakan perkawinan engan kalimat yang jelas, baik dalm Al- Quran
maupun Hadist nabi. Oleh karena itu dalam menetapkan hukumnya tidak
terdapat pendapat ulama yang mewajibkan,dalam arti hukumnya
mubah.Namun Ibnu Rusyd dalam bidayat al-mujahid yang menukilkan
pendapat Daud Al-Zhahiriy yang mengatakan hukumnya adalah wajib. Ulama
ini berdasarkan pendapat kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi
dalam peminangan itu. (ibnu rasyid II,2)
Berkenanan dengan landasan hukum dari peminangan,telah diatur dalam
kompilasi hukum islam (KHI) khususnya terdapat dalam pasal 11,12 dan 13
yang menjelaskan bahwa peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang
yang berkehendak mencaripasangan jodoh, tapi dapat diwakilkan atau
dilakukan perantara oleh orang yang dapt dipercaya.
Agama islam membenarkan bahwa sebelum terjadi perkawinan telah
diadakan peminangan dimana calon suami boleh melihat calon istri dalam batas
batas kesopanan islam yaitu melihat muka dan telapak tanganya, dengan
disaksikan oleh sebagian keluarga dari pihak laki laki atau perempuan dengan
tujuan untuk saling kenal mengenal dengan jalan sama-sama melihat.

4
‘SYARAH FATHAL QARIB DISKURSUS MUNAKAHAH (FIKIH MUNAKAHAH) ULASAN LENGKAP FA... -
Google Books’
<https://www.google.co.id/books/edition/SYARAH_FATHAL_QARIB_DISKURSUS_MUNAKAHAH/_bwy
EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=hikmah+khitbah&pg=PA29&printsec=frontcover> [accessed 27
February 2022].Hal. 29

5
Sebagian ulama berpendapat bahwa peminangan boleh melihat wanita yang
akan dinikahi itu pada bagian bagian yangdapat menarik perhatian kepada
pernikahan yang datang untuk mengekal adanya satu perkawinan kelak tanpa
menimbulkan adanya keragu raguan atau merasa tertipu setelabterjadi akad
nikah.
Dalam hal ini Ai-Quran menegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 235

‫ستَذْ ُك ُر ْونَ ُه َّن َو ٰل ِك ْن ََّل‬ ‫س ۤا ِء ا َ ْو ا َ ْك َن ْنت ُ ْم فِ ْْٓي اَ ْنفُ ِس ُك ْم ۗ َع ِل َم ه‬


َ ‫ّٰللاُ اَ َّن ُك ْم‬ ْ ‫ضت ُ ْم بِ ٖه ِم ْن ِخ‬
َ ِ‫طبَ ِة الن‬ ْ ‫َو ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِف ْي َما َع َّر‬
‫ع ْقدَةَ النِكَاحِ َحتهى يَ ْبلُ َغ ْال ِك ٰتبُ ا َ َجلَهٗ َۗوا ْعلَ ُم ْْٓوا ا َ َّن ه‬
َ‫ّٰللا‬ ُ ‫َِل ا َ ْن ت َقُ ْولُ ْوا قَ ْو اَل َّم ْع ُر ْوفاا ەۗ َو ََل ت َ ْع ِز ُم ْوا‬
ْٓ َّ ‫ت ُ َوا ِعد ُْوه َُّن ِس ًّرا ا‬
‫ّٰللاَ َغفُ ْور َح ِليْم‬ ‫ࣖ يَ ْعلَ ُم َما فِ ْْٓي ا َ ْنفُ ِس ُك ْم فَاحْ ذَ ُر ْوهُ َۚوا ْع َل ُم ْْٓوا ا َ َّن ه‬

“Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan


sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu
membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan
akad nikah, sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui
apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun”(Qs.Al-Baqarah;235)5
E. Tata Cara Khitbah
Tata cara lamaran tidak dijelaskan secara tegas di dalam fiqih munakahat
karena pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam
masyarakat. Selama tata cara tersebut tidak bertentangan dengan batasan-
batasan yang diberikan oleh Islam, maka tata cara tersebut diperbolehkan.
Setelah penulis melihat beberapa referensi fiqih munakahat yang ada, maka tata
cara peminangan yang sesuai dalam batasan Islam adalah sebagai berikut:

1. Kebebasan memilih pasangan

5
A Pengertian Khitbah, ‘BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KHITBAH’
<http://digilib.uinsby.ac.id/11297/5/bab 2.pdf> [accessed 27 February 2022].

6
Kebebasan memilih pasangan dalam pandangan Islam, baik perawan
maupun janda, mempunyai kebebasan mutlak dalam memilih calon suami
dan menolak pinangan seorang lelaki. Tidak ada hak bagi orang tua atau
wali untuk memaksakan kehendak. Sebab dalam mengarungi kehidupan
berumahtangga, tidak akan mungkin tegak dengan sempurna dan meraih
bahagia tanpa adanya gairah, cinta kasih dan ketentraman, sebagaimana
yang dimaksud dalam Q. S. Ar-Rum ayat 21:

ٍ ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ْٓه ا َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن ا َ ْنفُ ِس ُك ْم ا َ ْْز َوا اجا ِلت َ ْس ُكنُ ْْٓوا اِلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َودَّة ا َّو َرحْ َمةا ۗا َِّن فِ ْي ٰذلِكَ َ َٰل ٰي‬
‫ت‬
َ‫ِلقَ ْو ٍم يَّتَفَ َّك ُر ْون‬

Artinya: ‚Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan


untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir‛6
2. Calon Tidak Dalam Proses Dilamar Orang Lain
Sebelum melakukan khitbah, hal yang sangat harus diperhatikan oleh
pihak laki-laki yaitu mencari tahu mengenai status perempuan yang akan
dikhitbah. Apakah perempuan tersebut masih dalam proses dikhitbah
dengan laki-laki lain atau tidak. Jangan sampai kamu sudah melakukan
proses khitbah, tapi ternyata perempuan tersebut masih ada di dalam proses
khitbah dengan laki-laki lain.
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang
di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga

6
Dedek Jannatu Rahmi Lubis, ‘HUKUM TUKAR CINCIN PADA SAAT LAMARAN (KHITBAH) DI
KELURAHAN SELAWAN KECAMATAN KISARAN TIMUR’, 2018, 87
<http://repository.uinsu.ac.id/5448/1/SKRIPSI DEDEK JANNATU RAHMI.pdf>. Hal. 21-22

7
pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya.” (HR Muttafaq
Alaihi). 7
3. Melihat Pinangan
Disunnahkan untuk melihat sesuatu yang bukan aurat bagi kedua
pasangan, kesunnahan itu memiliki beberapa syarat:
a. Bagi orang yang sudah ber’azam untuk menikah. Adapun orang yang
belum ber’azam untuk menikah, maka tidak disunnahkan bahkan
diharamkannya karena tidak ada hajat untuk itu.
b. Waktu disunnahkan itu adalah sebelum khitbah tidak disunnahkan
sesudahnya.
c. Bagian yang dilihat dari wanita yang akan dinikahi adalah selain aurat
yaitu wajah agar ia dapat melihat kecantikannya dan telapak tangan luar
dan dalam agar ia dapat melihat kesuburan wanita tersebut.
Sebelum melakukan akad pernikahan, melihat wanita yang akan
dinikahi, dianjurkan bahwa disunnahkan agama. Melihat calon istri untuk
mengetahui penampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia dan sekaligus
menghindari penyesalan setelah menikah.
Adapun dasar hukum melihat pinangan yang bersumber dari hadits
yaitu telah bercerita kepada kami Ibnu Abi Zaidah dia berkata: “ telah
menceritakan kepadaku ‘Ashim bin Sulaiman dia yang mempunyai paman
dari Bakar ibni Abdillah al-Muzani dari Mughirah bin Syu’bah,
bahwasanya ia pernah meminang seorang wanita, lalu Nabi SAW bersabda,
‚Lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu lenih emnjamin untuk
melangsungkan hubungan kamu berdua” (HR. Khamsah kecuali Abu
Dawud).

7
Blog Gramedia, ‘Pengertian Khitbah: Dasar Hukum, Syarat Dan Tata Caranya’
<https://www.gramedia.com/literasi/khitbah/>.

8
Hikmah disyari’atkannya melihat wanita yang dipinang adalah agar
mendapatkan ketenangan jiwa untuk melangsungkan pernikahan
dengannya. Ini biasanya menyebabkan keberlangsungan rumah tangga.
Berbeda jika ia sama sekali belum melihatnya hingga melakukan akad
pernikahan dengannya.
Sebab, dia bisa saja terkejut dengan sesuatu yang tidak cocok dengan
keinginannya, sehingga jiwanya membencinya. Haram ber-khalwat dengan
wanita yang telah dipinang, karena statusnya haram, bagi peminangnya
sebelum dilakukan akad pernikahan. Shari’at hanya membolehkan untuk
melihat saja (saat meminang), sedangkan yang lainnya tetap haram.
Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang perkawinan Islam di
Indonesia menerangkan dalam pasal 13 ayat (1), bahwa pinangan belum
menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan
peminangan. Dalam pasal tersebut diterangkan bahwa pasangan tunangan
tersebut diberi hak kebebasan dalam memutuskan hubungan
peminangannya, sehingga sangat jelas bahwa hubungan saat menjadi
tunangan adalah tetap orang asing sampai pada saat akad nikah
berlangsung.8

8
Lubis. Hal.21-23

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Khitbah merupakan pintu gerbang menuju pernikahan. Khitbah menurut
bahasa, adat dan syara bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakan mukaddimah
(pendahuluan) bagi perkawinan dan pengantar kesana. Khitbah merupakan
proses meminta persetujuan pihak wanita untuk menjadi istri kepada pihak
lelaki atau permohonan laki-laki terhadap wanita untuk dijadikan bakal/calon
istri.
Karakteristik khitbah hanya semata berjanji akan menikah. Masing-
masiang calon pasangan hendaknya mengembalikan perjanjian ini didasarkan
pada pilihannya sendiri karena mereka menggunakan haknya sendiri secara
murni.
Hikmah khitbah yaitu dengan melalui khitbah, calon mempelai dapat saling
mengenal karakteristik satu sama lain.
Khitbah dalam hukum Islam bukan merupakan hal yang wajib dilalui,
setidaknya merupakan suatu tahap yang lazim pada setiap yang akan
melangsungkan perkawinan. Hukum meminang di atas pinangan orang lain
menurut pendapat Imam Malik itu tidak boleh dilakukan, dan apabila ada
seorang laki-laki yang ingin meminang wanita tersebut, maka tidak boleh
dilakukan sebelum peminang pertama memutuskan akan pinangannya
Ada beberapa tata cara khitbah, yang pertama yaitu adanya kebebasan
memilih pasangan dalam pandangan Islam, yang kedua melihat yang akan
dipinang, karena tata cara yang kedua ini disunnahkan untuk melihat sesuatu
yang bukan aurat bagi kedua pasangan, yang ke tiga yaitu calon tidak dalam
proses dilamar orang lain, yang terakhir perempuan berhak menerima atau
menolak khitbah.
B. Saran
Tentunya penyusun sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di
atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penyusun akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
tersebut dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gramedia, Blog, ‘Pengertian Khitbah: Dasar Hukum, Syarat Dan Tata Caranya’
<https://www.gramedia.com/literasi/khitbah/>
‘Halaman 1 Dari 35 Muka | Daftar Isi’
<https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/12403/15
70606323477_Melamar & Melihat Calon Pasangan.pdf?sequence=1> [accessed
27 February 2022]
Khitbah, A Pengertian, ‘BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KHITBAH’
<http://digilib.uinsby.ac.id/11297/5/bab 2.pdf> [accessed 27 February 2022]
Lubis, Dedek Jannatu Rahmi, ‘HUKUM TUKAR CINCIN PADA SAAT
LAMARAN (KHITBAH) DI KELURAHAN SELAWAN KECAMATAN
KISARAN TIMUR’, 2018, 87 <http://repository.uinsu.ac.id/5448/1/SKRIPSI
DEDEK JANNATU RAHMI.pdf>
‘Selamat Tinggal Pacaran, Selamat Datang Di Pelaminan - Google Books’
<https://www.google.co.id/books/edition/Selamat_Tinggal_Pacaran_Selamat_D
atang_d/zitIDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=karakteristik+khitbah&pg=PA44
&printsec=frontcover> [accessed 27 February 2022]
‘SYARAH FATHAL QARIB DISKURSUS MUNAKAHAH (FIKIH
MUNAKAHAH) ULASAN LENGKAP FA... - Google Books’
<https://www.google.co.id/books/edition/SYARAH_FATHAL_QARIB_DISKU
RSUS_MUNAKAHAH/_bwyEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=hikmah+khitba
h&pg=PA29&printsec=frontcover> [accessed 27 February 2022]

11

Anda mungkin juga menyukai