TBC Lansia
TBC Lansia
TINJAUAN TEORI
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-
kehilangan, antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran
orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada
fungsi mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai keadilan.
2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex
adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan
asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis)
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid
(INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA).
Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan
siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus
menjadi isu berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat
telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah
menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan
ketika merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan
pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens
anti tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa
adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru
three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi
awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,
bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3
minggu terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan
preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai
contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH
selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan
piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap
bulan (Brunner & Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against
Tubercolosis and Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan
Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat bulan
(4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan
untuk:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis
eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus
Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat
bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas
dan nyeri dada. Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat
walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang berat dan mengalami demam. Klien
mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan
dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien
yang tampak terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39° C, RR : 27 x/menit, N : 107
x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm,
konjungtiva klien terlihat pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL.
Klien bertanya kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak
kunjung menghilang dan apa yang menyebabkan klien seperti itu.
A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
memecahkan masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan
dengan didasari atas prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia
yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses
keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu: pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
1. Riwayat kesehatan keperawatan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah
kontak dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai
riwayat status gizi yang kurang baik.
Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan
pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
Kelelahan umum dan kelemahan.
Nafas pendek karena bekerja.
Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
Mimpi buruk.
Tanda :
Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
2. Integritas Ego
Gejala :
Adanya faktor stres lama.
Masalah keuangan, rumah.
Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
Populasi budaya.
Tanda :
Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.
Tanda :
Turgor kulit buruk.
Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Pernafasan
Gejala :
Batuk produktif atau tidak produktif.
Nafas pendek.
Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.
Tanda :
Peningkatan frekuensi nafas.
Pengembangan pernafasan tak simetris.
Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral
atau unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan
pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat
setelah batuk pendek (krekels-posttusic).
Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).
Tanda:
Berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku distraksi dan gelisah.
6. Keamanan
Gejala:
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial
Gejala:
Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh
terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga
dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
A. Data Biografi
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg
Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah
Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
Orang yang mudah dihubungi : Ibu R
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
08567891204
Diagnosa medis : TB Paru
B. Riwayat Keluarga
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun
Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes
Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi
F. Sistem Pendukung
Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga
klien. Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk
memeriksa kondisi Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien
hanya berjarak 5 km. Rumah klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak
sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga terdapat klinik Sejahtera di dekat
rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih kurang memperhatikan
kondisi klien dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Namun keluarga
tetap membantu mengawasi kesehatan klien.
G. Diskripsi Kekhususan
Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama
islam, klien melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau
terkadang muhasabah diri untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk
membantu menenangkan dirinya akibat dari respon stres yang ditimbulkan karena
penyakit yang klien derita.
H. Status Kesehatan
Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-
gangguan kurang lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita
penyakit lain, klien merasa dirinya sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit
gangguan pada pernafasannya, klien merasakan batuk yang tak kunjung reda dan
pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya.
Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta
sesak nafas dan nyeri dada.
Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan
sangat mengganggu aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-
keluhan tersebut.
Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada,
nyeri tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak
nafas.
Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien
mengatakan sulit tidur.
Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan
klien atau setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.
Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk
dan juga obat untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan
expectorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang
diminum 3xsehari.
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak
menentu.
Penyakit yang diderita : TB Paru
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Melakukan eliminasi
Pergerakan
Makan
Psikologis
Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena
umurnya sudah tua.
Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan
mau bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien
alami.
Emosi cukup baik (stabil).
Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka
berkumpul dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah
anaknya dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah
anaknya tersebut klien merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh
keluarganya. Apabila ada masalah klien melakukannya dengan cara pemecahan
masalah yang sebelumnya dibicarakan dengan keluarga klien.
L. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien
meningkat.
Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat
perkijuan yang ada pada paru-paru klien
EKG :-
USG :-
CT-Scan :-
Analisa Data
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi
(+).
2. Ds : Gangguan atau Kerusakan
Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 Kerusakan membran
minggu mengalami batuk disertai dahak dan pertukaran gas. alveolar-
darah, sesak napas dan nyeri dada. kapiler.
Do :
Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur
tubuh klien yang tampak terangkat kedua
bahunya.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi
(+).
Dt :
Nilai AGD
Tanda-tanda sianosis
Do :
TD : 110/60 mmHg
Klien terlihat lemah.
Klien tampak lemas.
Nilai Hb
Bising usus
Pemeriksaan Serum Albumin
IMT
LLA
4. Ds : Resiko tinggi Penurunan
Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien terjadinya infeksi imunitas,
selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan dan penyebaran kurang
kegiatan yang berat. infeksi. pengetahuan
Klien mengatakan mengalami demam. untuk
menghindari
Do : pemajanan
patogen.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Tanda-tanda infeksi
Pemeriksaan rontgen dada
Ada tidaknya perkijuan pada paru
5. Ds : Kurang Tidak akurat
pengetahuan dan tidak
Klien bertanya kepada perawat mengapa mengenai lengkap
keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kondisi, aturan informasi
kunjung menghilang. tindakan dan yang ada.
Klien mengatakan apa yag menyebabkan pencegahan
klien seperti itu. serta
Do : - pengobatan.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental
atau sekret darah.
2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi
sputum meningkat.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta
pengobatan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang
ada.
Diposkan oleh Ulya Nuraini Pecinta Sayyiduna Muhammad saw di 03.54
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: ulyanuraini_askep gerontik
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2001).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu
paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu adanya kapitas dengan diameter tidak lebih
dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi
keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society
memberikan klasifikasi baru:
Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
pernah, tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum ,
malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
Anemia bila penyakit berjalan menahun
Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga
akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam
dan diafragma menonjol ke atas.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru
atau pleura).
Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih
kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai
tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi
masuk ke dalam rumah.
Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak
di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan
lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan
pikiran.
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih
aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau
melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan
dari permulaan pengobatan).
Aktivitas sterilisasi
1. Tiasetazon
2. Viomisin
3. Kapreomisin
4.
Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat,
penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih
sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
1.
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
3. Roentgen paru sebagai evaluasi.
4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid
jangka lama)
5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
Intervensi :
Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori. Rasional : Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis,
ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga
otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat
Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah
obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional:
Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran
mukosa.
Kolaborasi pemberian obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai
indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang
kental, edema bronchial.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria
hasil:
Intervensi:
Intervensi :
Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu
intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi
dan cairan.
Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). Rasional:
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional:
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat
merangsang muntah.
Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Evaluasi
Diagnosa Keperawatan 1 : bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
Daftar Pustaka
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI Media Aescullapius.
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi
6.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC,
Jakarta ,1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.
Diposkan oleh Hanif sakala di 21.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest