Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan


1. Pengertian Proses Penuaan
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice
Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno
dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56
tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.
Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku
Keperawatan Gerontik edisi 2)
Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebut merupakan
bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi
merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan.
Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al,
1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai
proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999):
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel
dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh
faktor luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak
dapat berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan


Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO 2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna
pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O2 yang kemudian dibawa
keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa
dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan
melembabkan udara.
Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah:
a) Hidung (Nasal)
Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah
kan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri
dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang
rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis.
Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara
pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh
mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan
oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan.
Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang (koana), kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga
faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan laringofaring.
c) Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus.
Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan
menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat,
pada laring terdapat selaput pita suara.
d) Trachea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot
polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga
vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea
juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu
getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar mukosa.
Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan.
Otot polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan
menyempit sehingga timbul sesak nafas.
e) Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu
terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang
rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir.
Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus kiri lebih kecil,
horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih besar, vertikal dan
lebih pendek.
f) Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama
dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah
memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih di luar paru-paru.
Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya
sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru.
Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus
merupakan jaringan paru-paru.
g) Paru-paru
Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan
kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar
trachea, bronchus dan esophagus. Di sebelah depan, belakang dan lateral paru-
paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan diafragma
dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk
pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah
(segitiga) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis
pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan
mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong
udara (alveolus), alveolus ini mempunyai dinding yang tipis sekali dan pada
dindingnya terdapat kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi
difusi oksigen dan CO2. Jumlah alveolus ini ± 700 juta banyaknya dengan diameter
100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang
adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m 2 yang dipergunakan
untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura.
Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral
yang langsung melengket pada dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan
memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali
sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian
dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian
yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura
servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan
membran supra renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan
permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada
sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain
erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata,
tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua
pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida
yang terjadi pada paru-paru. Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan mengeluarkan sisa pembakaran berupa
karbondioksida dari jaringan.
Pernafasan menyangkut dua proses :
1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru
dan pembuangan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O 2 dari paru-paru ke jaringan
dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan
hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan
oksigen dari darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah
dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh.
Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan
dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari
seluruh tubuh kedalam saluran nafas.
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan
Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:
1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan
mengalami osifikasi.
2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus
membesar secara progeseif terjadi emfisema senilis.
3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada
akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal
sehingga akan timbul keluhan sesak bernafas.
2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan
penumpukan udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian
oksigen.
3. Volume dan kapasitas paru menurun.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO 2 secara bertahap,
yang penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O 2 dalam darah dari alveoli (difusi)
dan transport O2 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga.
5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan
kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada
medulla oblongata dan pons.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai
hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau
organ.
A. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan
Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit, mengatakan bahwa perubahan anatomi yang terjadi pada sistem
respiratory akibat penuaan sebagai berikut:
a) Paru-paru kecil dan kendur.
b) Hilangnya recoil elastic.
c) Pembesaran alveoli.
d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu.
e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h) Kelenjar mucus kurang produktif.
i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

B. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan


Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional
pada thoraks dan paru-paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah.
Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastis dan lebih berserabut serta
berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan
menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi
permintaan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal
menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan
kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku
dan otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk
batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan kalsifikasi dari kartilago
kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi
pembuangan sekret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi pernapasan.
(Maryam, 2008 www.JrPatrickGaskinsBlogger.com).
Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi Manusia dan
Mekanisme Penyakit perubahan fisiologis pada sistem pernapasan sebagai berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme
kalsium dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kiposis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
h. Penurunan kapasitas difusi.
i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital.
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis
paru dan peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang
mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran
tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.
m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan
sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

C. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia


a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang
tenang kira-kira 500 ml.
d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m²),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan.
f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O 2 dalam arteri juga menurun
yang lama-kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-
kehilangan, antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran
orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada
fungsi mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai keadilan.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002
hal.584).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com).
Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberkulosis, yakni kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang
mengenai paru (Dr. Med. Ahmad Ramali, Dkk, 1992 :306
www.erfansyah.blogspot.com).
TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium
tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan
penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium
tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke kelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke (Muhammad
Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan dalam lemari es).
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6
mikron. Kuman ini lebih tahan terhadap asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.

2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex
adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB


(MOTT) atypical adalah:
1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala


Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b) Sesak napas dan nyeri dada.
c) Badan lemah, kurang enak badan.
d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:


1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada
malam hari).
4. Manifestasi Klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan
penderita yang merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan
penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama
sekali.
Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari.
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat
mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung
terus-menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas dari demam ini.
Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada
bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini
timbul setelah penyakit telah berkembang dalam jaringan paru setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermual. Sifat batuk ini dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi batuk darah
(hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang
sudah terjadi infiltrasi yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa
efusi pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang
sudah lanjut.
d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita
tuberkulosis. Bila dijumpai kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang
dirasakan berat pada waktu mengambil nafas (inspirasi), rasa nyeri ini juga berkaitan
dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri ini juga timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering
ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul.

Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-


gejala yang mengarah ke diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas.
Satu-satunya cara untuk memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk
mencari kuman tuberkulosis pada individu yang menderita batuk (DR. Dr.
Soeparman, 1994:715, www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com).
Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti
perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan
berat badan. (Brunner & Suddarth-2002 hal. 585).

5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

5.2 Komplikasi lanjut


1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan
asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis)
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid
(INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA).
Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan
siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus
menjadi isu berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat
telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah
menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan
ketika merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan
pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens
anti tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa
adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru
three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi
awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,
bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3
minggu terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan
preventif bagi mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai
contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH
selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan
piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap
bulan (Brunner & Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against
Tubercolosis and Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan
Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat bulan
(4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
 Penderita baru TBC Paru BTA Positif
 Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
 Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE
yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan
untuk:
 Penderita kambuh (relaps)
 Penderita gagal (failure)
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
 Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
 Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis
eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:


Nama obat dan Efek samping
1. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT
meningkat (gangguan hati).
2. INH
1. Nyeri syaraf
2. Hepatitis (radang hati)
3. Alergi, demam, ruam kulit
4. Pyrazinamid: muntah, mual, diare
5. Kulit merah dan gatal
6. Kadar asam urat meningkat
7. Gangguan fungsi hati
3. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan
pendengaran.
4. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.

6.2 Pembedahan pada TB paru


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah:
1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan
secara konservatif.

6.2.2 Indikasi relative pembedahan, yaitu:


1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.
2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)

6.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm)
terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa
lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB
dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex:
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
6.4 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah
setiap 2x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan
ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis:
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat:
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).

BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus
Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat
bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas
dan nyeri dada. Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat
walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang berat dan mengalami demam. Klien
mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan
dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien
yang tampak terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39° C, RR : 27 x/menit, N : 107
x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm,
konjungtiva klien terlihat pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL.
Klien bertanya kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak
kunjung menghilang dan apa yang menyebabkan klien seperti itu.
A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
memecahkan masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan
dengan didasari atas prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia
yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses
keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu: pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
1. Riwayat kesehatan keperawatan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah
kontak dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai
riwayat status gizi yang kurang baik.

3. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit
didaerah sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering
berkeringat pada malam hari.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
ditularkan melalui inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah
menderita penyakit TB paru.

Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan
pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
 Kelelahan umum dan kelemahan.
 Nafas pendek karena bekerja.
 Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
 Mimpi buruk.
Tanda :
 Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
 Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

2. Integritas Ego
Gejala :
 Adanya faktor stres lama.
 Masalah keuangan, rumah.
 Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
 Populasi budaya.

Tanda :
 Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
 Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.

3. Makanan dan cairan


Gejala :
 Anorexia.
 Tidak dapat mencerna makanan.
 Penurunan BB.

Tanda :
 Turgor kulit buruk.
 Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Pernafasan
Gejala :
 Batuk produktif atau tidak produktif.
 Nafas pendek.
 Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.

Tanda :
 Peningkatan frekuensi nafas.
 Pengembangan pernafasan tak simetris.
 Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral
atau unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan
pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat
setelah batuk pendek (krekels-posttusic).
 Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
 Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
 Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).

5. Nyeri dan kenyamanan


Gejala:
 Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda:
 Berhati-hati pada area yang sakit.
 Perilaku distraksi dan gelisah.

6. Keamanan
Gejala:
 Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda:
 Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial
Gejala:
 Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
 Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

8. Penyuluhan atau pembelajaran


Gejala:
 Riwayat keluarga TB.
 Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
 Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
 Tidak berpartisipasi dalam terapi.

 Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh
terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga
dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. Data Biografi
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg
Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah
Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
Orang yang mudah dihubungi : Ibu R
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
08567891204
Diagnosa medis : TB Paru

B. Riwayat Keluarga

C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun
Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes
Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi

D. Riwayat Lingkungan Hidup


Klien tinggal di rumah pribadi anaknya bersama anaknya, menantunya dan juga 3
orang cucunya. Jumlah kamar dalam rumah tersebut berjumlah 4 kamar, kondisi
kamar cukup baik, peralatan tertata rapi, kondisi tempat tidur cukup baik. Namun
pertukaran udara dan cahaya matahari dalam kamar Tn.A kurang. Tingkat
kenyamanan dan privacy klien cukup terjamin. Tetangga Tn.A yang terdekat dari
rumahnya ialah Ibu S
E. Riwayat Rekreasi
Klien memiliki hobi membaca koran dan membuat kaligrafi. Klien mengatakan
pernah menjadi anggota pengurus RT dan masjid di dekat rumahnya. Klien juga
mengatakan ia dan keluarganya sering melakukan perjalanan rekreasi ke daerah
pegunungan dan pantai. Klien mengatakan sangat senang ketika dirinya berekreasi
bersama keluarga karena denga begitu klien merasa masih diperhatikan dan
dihargai oleh keluarganya.

F. Sistem Pendukung
Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga
klien. Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk
memeriksa kondisi Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien
hanya berjarak 5 km. Rumah klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak
sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga terdapat klinik Sejahtera di dekat
rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih kurang memperhatikan
kondisi klien dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Namun keluarga
tetap membantu mengawasi kesehatan klien.

G. Diskripsi Kekhususan
Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama
islam, klien melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau
terkadang muhasabah diri untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk
membantu menenangkan dirinya akibat dari respon stres yang ditimbulkan karena
penyakit yang klien derita.

H. Status Kesehatan
Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-
gangguan kurang lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita
penyakit lain, klien merasa dirinya sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit
gangguan pada pernafasannya, klien merasakan batuk yang tak kunjung reda dan
pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya.
 Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta
sesak nafas dan nyeri dada.
 Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan
sangat mengganggu aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-
keluhan tersebut.
 Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada,
nyeri tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak
nafas.
 Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien
mengatakan sulit tidur.
 Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan
klien atau setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.
Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk
dan juga obat untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan
expectorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang
diminum 3xsehari.
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak
menentu.
Penyakit yang diderita : TB Paru

I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan Indeks Katz, disimpulkan skore)

Aktifitas 0 1 2 3 4

Mandi 

Berpakaian 

Melakukan eliminasi 

Pergerakan 

Kontrol terhadap eliminasi 

Makan 

Kemampuan perawatan diri:


Skor:
0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan
orang lain dan alat, 4 = tergantung/ tidak mampu.

Bathing (mandi/personal hygiene) : Mandiri


Bantuan hanya satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang tidak
mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

Dressing (berpakaian) : Mandiri


Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mengancing atau mengikat pakaian.

Toileting (melakukan eliminasi) : Mandiri


Masuk dan keluar dari kamar kecil, membersihkan genitalia sendiri.

Transfering (pergerakan) : Mandiri


Berpindah ked an dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Continence (kontrol terhadap eliminasi) : Mandiri
Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

Feeding (makan) : Mandiri


Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Psikologis
 Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena
umurnya sudah tua.
 Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan
mau bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien
alami.
 Emosi cukup baik (stabil).
 Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka
berkumpul dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
 Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah
anaknya dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah
anaknya tersebut klien merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh
keluarganya. Apabila ada masalah klien melakukannya dengan cara pemecahan
masalah yang sebelumnya dibicarakan dengan keluarga klien.

J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)


1. Keadaan umum : Kurang baik
 TB : 157 cm
 BB : 46 kg
2. Tingkat kesadaran : cukup baik (compos mentis)
3. Skala koma gaslow : baik (15)
4. Tanda-tanda vital
 TD : TD : 110/60 mmHg
 N : 107 x/menit
 RR : 27 x/menit
 S : 39° C
5. Sistem kardiovaskuler :
Inspeksi : keadaan umum terlihat baik.
Palpasi : tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.
Perkusi : tidak ada suara redup, pekak atau suara abnormal lain.
Auskultasi : tekanan darah klien mengalami penurunan (hipotensi), nadi klien
cepat.
6. Sistem pernafasan :
Inspeksi : dada kanan dan kiri terlihat simetris, pergerakan otot dada (+)
Palpasi : tidak ada perbesaran abnormal.
Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama dan seimbang
Auskultasi : frekuensi nafas cepat, irama nafas cepat, bunyi nafas tidak normal
saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
7. Sistem integument : warna kulit normal, turgor kulit baik, (lecet, bercak, bengkak)
pada kulit tidak ada.
8. Sistem perkemihan : tidak ada masalah dalam sistem perkemihan, klien
mengatakan biasa BAK di kamarb mandi dengan frekuensi 3-4 x/hari dan ngompol
(-).
9. Sistem muskuloskeletal : range of Motion : penuh, keseimbangan : stabil,
menggenggam (tangan kanan dan kiri) : lemah, kekuatan otot (kanan, kiri) : lemah,
dan tidak ada kelainan tulang.
10. Sistem endokrin : tidak ada masalah dalam sistem endokrin, klien
mengatakan tidak menderita kencing manis dan saat dilakukan palpasi tidak ada
pembesaran kelenjar.
11. Sistem immune : tidak ada masalah dalam sistem immune, klien
mengatakan klien di imunisasi lengkap.
12. Sistem gastrointestinal : peristaltik usus ada tapi kurang terdengar atau
kurang terdeteksi. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami
penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg.
13. Sistem reproduksi : tidak ada masalah dalam sistem reproduksi.
14. Sistem persyarafan : tidak masalah dalam sistem persyarafan. Klien mengatakan
status mental klien baik, emosi klien stabil dan respon klien terhadap pembicaraan
(+) dengan bicara yang normal dan jelas serta interpretasi klien terhadap lawan
bicara cukup baik. Keadaan mata klien normal dan kemampuan pendengaran klien
cukup baik.
K. Pemeriksaan Status Kognitif atau Afektif atau Sosial
1. Status kognitif atau afektif :
 Short potable mental status questionaire (SPMSQ) : didapatkan skore 10, fungsi
intelektual klien utuh.
 Mini mental state exam (MMSE) : didapatkan skore 25, aspek kognitif dari fungsi
mental klien dalam keadaan baik.
 Inventaris depresi beck : didapatkan skore 3, pada keragu-raguan, kesulitan kerja
dan keletihan. Jadi tidak ada tanda-tanda depresi pada klien.
2. Status sosial :
 Apgar keluarga : didapatkan skore 8, dimana fungsi sosial klie dalam keadaan
normal.

L. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien
meningkat.
Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat
perkijuan yang ada pada paru-paru klien
EKG :-
USG :-
CT-Scan :-
Analisa Data

No. Data Masalah Penyebab


1. Ds : Bersihan jalan Penumpukan
 Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 napas tidak sekret kental
minggu mengalami batuk disertai dahak dan efektif. atau sekret
darah, sesak napas dan nyeri dada. darah.
Do :

 TD : 110/60 mmHg
 Suhu 39° C
 RR : 27 x/menit
 N : 107 x/menit.
 Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi
(+).
2. Ds : Gangguan atau Kerusakan
 Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 Kerusakan membran
minggu mengalami batuk disertai dahak dan pertukaran gas. alveolar-
darah, sesak napas dan nyeri dada. kapiler.

Do :
 Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur
tubuh klien yang tampak terangkat kedua
bahunya.

 TD : 110/60 mmHg
 Suhu 39° C

 RR : 27 x/menit
 N : 107 x/menit.
 Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi
(+).
Dt :

 Nilai AGD
 Tanda-tanda sianosis

3. Ds : Nutrisi kurang Sering batuk


 Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga dari kebutuhan atau produksi
klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg tubuh. sputum
menjadi 47 kg. meningkat.
 Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3
minggu mengalami batuk disertai dahak dan
darah, sesak napas dan nyeri dada.

Do :
 TD : 110/60 mmHg
 Klien terlihat lemah.
 Klien tampak lemas.

 Klien terlihat agak kurus.


 Konjungtiva klien terlihat pucat,.
 Mukosa bibir telihat pucat.
 BB : 47 kg
 TB : 157 cm
Dt :

 Nilai Hb
 Bising usus
 Pemeriksaan Serum Albumin
 IMT
 LLA
4. Ds : Resiko tinggi Penurunan
 Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien terjadinya infeksi imunitas,
selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan dan penyebaran kurang
kegiatan yang berat. infeksi. pengetahuan
 Klien mengatakan mengalami demam. untuk
menghindari
Do : pemajanan
patogen.
 TD : 110/60 mmHg

 Suhu 39° C

 RR : 27 x/menit
 N : 107 x/menit.

 Leukosit : 11.000 mg/dL


Dt :

 Tanda-tanda infeksi
 Pemeriksaan rontgen dada
 Ada tidaknya perkijuan pada paru
5. Ds : Kurang Tidak akurat
pengetahuan dan tidak
 Klien bertanya kepada perawat mengapa mengenai lengkap
keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kondisi, aturan informasi
kunjung menghilang. tindakan dan yang ada.
 Klien mengatakan apa yag menyebabkan pencegahan
klien seperti itu. serta
Do : - pengobatan.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental
atau sekret darah.
2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi
sputum meningkat.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta
pengobatan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang
ada.
Diposkan oleh Ulya Nuraini Pecinta Sayyiduna Muhammad saw di 03.54
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: ulyanuraini_askep gerontik
 Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis
sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
 Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2001).
 Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).

Etiologi Tuberkulosis ( TBC )


Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam
( Price , 1997 ) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet,
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Klasifikasi Tuberkulosis ( TBC )
a. Pembagian secara patologis :

 Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).


 Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

 Tuberkulosis Paru BTA positif.


 Tuberkulosis Paru BTA negative

c. Pembagian secara aktifitas radiologis :

 Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.


 Tuberkulosis non aktif .
 Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )

 Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu
paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
 Moderateli advanced tuberculosis, yaitu adanya kapitas dengan diameter tidak lebih
dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
 For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi
keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society
memberikan klasifikasi baru:

 Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
pernah, tes tuberculin negatif.
 Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
 Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.

f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

 Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
 Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf.
 Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak
luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
 Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

Patofisiologi Tuberkulosis ( TBC )

Manifestasi Klinis Tuberkulosis ( TBC )


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

 Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum ,
malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999)
 Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Komplikasi Tuberkulosis ( TBC )


Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis ( TBC )


a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang
berbeda.
 Anemia bila penyakit berjalan menahun
 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.

b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga
akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam
dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru
atau pleura).

c. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas
paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
Pencegahan Tuberkulosis ( TBC )

 Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih
kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
 Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai
tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
 Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
 Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
 Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi
masuk ke dalam rumah.
 Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak
di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan
lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan
pikiran.

Penatalaksanaan Tuberkulosis ( TBC )


a. Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:

 Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih
aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau
melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan
dari permulaan pengobatan).

 Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat


(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah
pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan
dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya
resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya
diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini,
kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2
macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Medikamentosa
Jenis obat yang dipakai
- Obat Primer - Obat Sekunder
1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid
2. Rifampisin (R) 2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin
4. Streptomisin 4. Kanamisin
5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

1. Tiasetazon
2. Viomisin
3. Kapreomisin
4.

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :

 Tahap INTENSIF

Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat,
penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.

 Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih
sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Kegagalan Pengobatan Tuberkulosis ( TBC )


Sebab-sebab kegagalan pengobataan :
a. Obat : - Paduan obat tidak adekuat
- Dosis obat tidak cukup
- Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
- Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya
- Terjadi resistensi obat.
b. Drop out : - Kekurangan biaya pengobatan
- Merasa sudah sembuh
- Malas berobat
c. Penyakit : - Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat
- Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dll
- Ada gangguan imunologis
Penanggulangan Khusus Pasien Tuberkulosis ( TBC )
Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur
- menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberian.
- Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat
Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur
- Teruskan pengobatan lama ± 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan.
- Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat
- Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.
Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai rencana
tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara biakan )

1.
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
3. Roentgen paru sebagai evaluasi.
4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid
jangka lama)
5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi

Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.


Pengkajian Tuberkulosis ( TBC )
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di
daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
Diagnosa Keperawatan Tuberkulosis ( TBC )
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan
kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan
tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi
tentang infeksi kuman.
Perencanaan Keperawatan pada Tuberkulosis ( TBC )
1. Diagnosa Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan
criteria hasil:

 Mempertahankan jalan napas pasien.


 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
 Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
 Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi :

 Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan
penggunaan otot aksesori. Rasional : Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis,
ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga
otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat
 Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
 Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah
obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
 Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional:
Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
 Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran
mukosa.
 Kolaborasi pemberian obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai
indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang
kental, edema bronchial.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria
hasil:

 Melaporkan tidak terjadi dispnea.


 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
 Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi:

 Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,


keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional: Tuberkulosis paru dapat
rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari
bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
 Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan
warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. Rasional: Akumulasi secret dapat
menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
 Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional:
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat,
dengan kriteria hasil:

 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn


normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat.

Intervensi :

 Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
 Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu
intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
 Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi
dan cairan.
 Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). Rasional:
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
 Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional:
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat
merangsang muntah.
 Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

Evaluasi
Diagnosa Keperawatan 1 : bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:

 Mempertahankan jalan napas pasien.


 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
 Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
 Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Diagnosa Keperawatan 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:

 Melaporkan tidak terjadi dispnea.


 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
 Bebas dari gejala distress pernapasan.

Diagnosa Keperawatan 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:

 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn


normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat
badan yang tepat.

Daftar Pustaka
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI Media Aescullapius.
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi
6.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC,
Jakarta ,1999.
Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.
Diposkan oleh Hanif sakala di 21.12
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai