Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Disusun Oleh:
1. Andra Pratama (140100134)
2. Setia Ningrum Wibisana (140100120)
3. Bahrina Hadani Lubis (140100025)

Supervisor:
dr. Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada Tanggal :


Nilai :

Medan, 2 Januari 2019


Penguji

dr. Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ST Segment Elevation Myocardial Infarction”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen


pembimbing, dr.Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan,2 Januari 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fungsi Jantung....................................................................3
2.2 STEMI......................................................................................................7
2.2.1 Definisi.............................................................................................7
2.2.2 Faktor resiko.....................................................................................7
2.2.3 Patofisiologi...................................................................................12
2.2.4 Gambaran klinis.............................................................................18
2.2.5 Diagnosa.........................................................................................18
2.2.6 Tatalaksana.....................................................................................20
BAB III. STATUS ORANG SAKIT...................................................................23
BAB IV. FOLLOW UP........................................................................................32
BAB V. DISKUSI KASUS...................................................................................36
BAB VI. KESIMPULAN.....................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sirkulasi sistemik dan pulmoner..........................................................3

Gambar 2.2 Sistem Impuls listrik jantung................................................................4

Gambar 2.3 Fase awal disfungsi endotel................................................................14

Gambar 2.4 Pembentukan Fatty streak..................................................................15

Gambar 2.5 Pembentukan lesi aterosklerotik semakin kompleks..........................16

Gambar 2.6 Ruptur Plak.........................................................................................17

Gambar 3.1 Hasil EKG..........................................................................................26

Gambar 3.2 Hasil Foto Thoraks.............................................................................27

Gambar 3.3 Hasil Angiografi Koroner...................................................................28

Gambar 3.4 Hasil Echocardiography.....................................................................29

5
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 lokasi infark berdasarkan sadapan EKG................................................19

Guidline dosis Anti Platelet...................................................................................21

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit akan mengalami infark karena
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung (Guyton, 2007).
Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST (ST
elevationmyocardialinfarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA
tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (Alwi, 2014). Sepertiga dari pasien
STEMI mengalami kematian dalam waktu 24 jam setelah timbulnya iskemik.
Tingkat kejadian ini diikuti oleh faktor risiko yang mempengaruhi prognosis
pasien STEMI (Dewi etal., 2016).
Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infarkmiokard akut merupakan
penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Torry,
2012). Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung
Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi
InfarkMiokard (Depkes, 2013).
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal
pada 2 sandapanprekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat
akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal>30 menit dan banyak
keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo, 2010).

7
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit ST Elevasi MiokardInfark
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
ST elevasi miokardinfarkserta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat,
dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang penyakit ST
Elevasi MiokardInfark.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai ST
Elevasi MiokardInfark

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fungsi Jantung


Jantung manusia besarnya hanya segenggam tangan kirinya. Jantung
berdenyut rata – rata 80x/menit, 100.000x/hari, 40 juta kali dalam setahun.
Jantung memompa darah, dan melalui arteri didistribusikan ke seluruh tubuh
untuk kemudian kembali ke jantung, sirkulasi semacam ini sering disebut sirkulasi
tertutup. Darah terus berputar mengalir di dalam sistem sirkulasi tanpa henti.
Apabila jantung berhenti berdenyut 8-10 menit saja, otak manusia akanmati.
Secara umum sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia dibagi menjadi dua,
yaitu : Sirkulasi Sistemik- aliran darah dari jantung kiri ke seluruh tubuh dan
kembali ke jantung kanan; Sirkulasi Pulmoner- aliran darah dari jantung kanan ke
paru – paru lalu kembali ke jantung kiri.

Gambar 2.1. Sirkulasi Sistemik dan Pulmoner

9
Jantung terpisah menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan jantung
bagian kiri :
Jantung bagian kanan- meliputi atrium kanan yang menampung darah rendah
kandungan oksigen dan tinggi CO2 dari seluruh tubuh melalui vena cava superior
dan inferior. Melewati katup tricuspid darah dialirkan ke ventrikel kanan pada
fase diastole, dan selanjutnya dipompa oleh ventrikel kanan melalui arteri
pulmonalis dialirkan ke paru – paru pada fasesistol.
Jantung kiri- meliputi atrium kiri yang menampung darah kaya oksigen dari
paru – paru meliputi vena pulmonalis. Melewati katup bicuspid (mitral) darah
dialirkan ke ventrikel kiri pada fase diastole dan selanjutnya dipompa oleh
ventrikel kiri ke aorta pada fase sistol dan di distribusikan keseluruh tubuh melalui
system pembuluh darah (termasuk arteri, arteriole, dan kapiler).

Penggerak pompa jantung adalah stimulasi oleh aliran listrik jantung. Pompa
jantung yang baik memerlukan system stimulasi elektrik jantung yang baik pula.
Duet kerja yang baik ini akan menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh karena
itu, kelainan yang menyebabkan permasalahan pada kedua hal tersebut perlu di
temu kenali denganbaik.

10
Gambar 2.2. Sistem Impuls Listrik Jantung

Mekanisme sistol dan diastole adalah suatu proses yang diarahkan oleh
impuls system saraf – saraf yang berjalan berurutan. Seluruh rangkaian kejadian
yang menyebabkan kontraksi dan relaksasi bergantian, dapat diringkas dalam tiga
tahap
- Saraf vagus merangsang simpul sinoatrial (SAN), pusat pacu jantung. Simpul
sinoatrial (SAN) terletak di dinding bagian atas atrium kanan, didekat pangkal
vena kava, terdiri dari sel – sel khusus. Dalam keadaan biasa, impuls yang
dikeluarkan oleh SAN berirama kurang lebih 70 kali setiap menit. Impuls
yang tersebar di seluruh otot atrium, menyebabkan kontraksi simultan kedua
atrium kanan dan kiri, dan mendorong darah memasuki ventrikel (melalui
katup tricuspid dan bicuspid/mitral).
- Kontraksi atrium mengirimkan impuls – impuls yang pada gilirannya
merangsang simpul atrioventrikuler (AVN). Simpul atrioventrikuler adalah
massa otot jantung yang termodifikasi, terletak di bagian bawah/tengah
atrium kanan jantung. “Bundle of His” adalah seikat serat otot jantung yang
termodifikasi, berfungsi meneruskan impuls dari AVN keventrikel.
- Potensi rangsangan dari impuls yang dikirimkan ke serat Purkinje mencapai
cabang kanan dan kiri dari serat Purkinje. Hal ini menyebabkan ventrikel
berkontraksi, mendorong darah keluar dari jantung menuju arteri (arteri
pulmonalis membawa darah ke paru – paru, dan aorta membawa darah ke
seluruhtubuh).
Kejadian ini dimungkinkan, karena otot jantung mempunyai empat
kemampuan, yaitu automaticity, conductivity, excitability, dan
contractility.Sistem pembuluh darah. Arteri (pembuluh nadi) merupakan
pembuluh yang membawa darah keluar dari jantung, dindingnya tebal, terdiri atas
tiga lapis, yaitu tunikaadventitia (lapisan paling luar) yangtersusun dari jaringan
penyambung; tunikamedia (lapisan tengah) yang tersusun atas otot polos dan
jaringan elastis; tunika intima (lapisan paling dalam) yang tersusun atas

11
selendothelial.
Arteri membentuk cabang – cabang lebih kecil yang disebut arteriole,
berdiameter 10-100 mikrometer, yang diinervasi dan dikelilingi oleh sel otot
polos. Arteriole ini membentuk cabang – cabang lebih kecil lagi yang ujung –
ujungnya berhubungan langsung dengan sel – sel tubuh, disebut kapiler. Kapiler
berdiameter sekitar 5-8 mikrometer, tidak diinervasi dan tidak memiliki otot
polos. Satu arteriole dapat melayani ratusan kapiler. Kapiler berfungsi
menghantarkan oksigen dan nutrient ke sel – sel, dan mengambil produk sisa yang
tidak dibutuhkan lagi untuk dikirim ke venule dan selanjutnya dialirkan melalui
vena kembali kejantung.
Vena (pembuluh balik) merupakan pembuluh yang membawa darah kembali
ke jantung. Vena merupakan pembuluh berdinding tipis, kurang elastis, lumennya
lebih besar daripada arteri. Pembuluh ini mempunyai beberapa katup untuk
mencegah agar darah tidak berbalik arah. Vena bercabang – cabang membentuk
venule, yang kemudian membentuk cabang – cabang lebih kecil, disebut kapiler.
Vena yang berhubungan langsung dengan jantung dikenal dengan vena cava.
Vena mengandung darah kaya CO2, kecuali vena pulmonalis yang mengandung
banyak oksigen.
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen
dan nutrisi untuk miokardium melalui cabang – cabang intramiokardial yang kecil
– kecil. Karena itu, bila ada penyempitan yang bermakna pada arteri koroner,
kerja jantung pasti akan terganggu. Keadaan ini yang disebut penyakit jantung
koroner (PJK), penyebab sebagian besar kematian kardiovaskular pada manusia di
berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. CO2 dan sisa produk metabolism sel
miokardium akan dialirkan melalui vena koronaria menuju sinus koronarius yang
bermuara di atrium kanan.
Darah dalam sistem kardiovaskular berperan sebagai media untuk transport,
yang mengangkut berbagai elemen keperluan sel – sel tubuh. Pada orang dewasa,
jumlah volume darah yang mengalir di dalam sistem sirkulasi berkisar 5-6 liter.
Dari keseluruhan volume darah ini, 55% terdiri dari plasma, yaitu cairan yang
mengandung elektrolit, protein, gula dan molekul lain, dan 40 – 45% adalahsel

12
padat, terutama terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),
dan platelet (trombosit) (Lily, 2012).

2.2 ST ElevationMyocardialInfarction (STEMI)


2.2.1 Definisi

Infarkmiokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah


koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskuler, dimanainjuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).

2.2.2 Faktor Resiko

Terdapat dua faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri


koroner yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable). Faktor risiko modifiable dapat
dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor
risiko yang nonmodifiable merupakan konsekuensi genetik yang tidak dapat
dikontrol (Smeltzer, 2002). Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang
dapat diubah (modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia,
kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah laku.

2.2.2.1 Non-Modifiable
1) Usia
Resikoaterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit
yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat
diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik.Seluruh jenis
penyakit jantung koroner termasuk STEMI yang terjadi pada usia lanjut
mempunyai risiko tinggi kematian dan adverseevents.

2) Jenis Kelamin

13
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan
kejadiannyalebih awal dari pada wanita.Morbiditas penyakit ini pada laki-laki
lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir
10 tahun lebih dini pada wanita.Studi lain menyebutkan wanita mengalami
kejadian infarkmiokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-
laki.Perbedaanonsetinfarkmiokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor
resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek
perlindungan esterogen.

3) Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras
AfricanAmerican.Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-
laki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan lebih sering
ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Insidensi kematian dini akibat
penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi lokal dan juga angka yang rendah pada ras Afro-
Karibia.

4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga
langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang dari 70 tahun
merupakan faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat
keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga
dekat.Faktorfamilial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam
diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.

2.2.2.2 Modifiable

14
1) Hipertensi
Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah,
setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonya berkurang
sekitar 16 %.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi,
maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia.Secara sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah
mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi
vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.

2) Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari
kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran
darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar
pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih
cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel.Diabetesmellitus berhubungan
dengan perubahan fisik - pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya
dapat berupa disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada
akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronaryarterydiseases (CAD).

3) Dislipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National CholesterolEducation
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The CoronaryPrimaryPreventionTrial (CPPT) memperlihatkan

15
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat
infarkmiokard.
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat
dimodifikasiuntuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya
PJK.Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 %
merupakanlipoprotein densitas rendah (lowdensityliproprotein/LDL) dan 20 %
merupakanlipoprotein densitas tinggi (highdensityliproprotein/HDL). Kadar
kolesterol HDL lahyang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat
hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak
berhubungan dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor
lipid darah: total kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar
trigliserid> 150 mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl.

4) Overweight dan Obesitas


Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung
koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang
berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight

2 2
didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m .
Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah obesitas dengan kelebihan lemak
berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan
tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.
Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu mempunyai
berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan
stroke/cerebrovascularaccident (CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan
diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut dapat ditempuh
dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.

5) Riwayat Merokok

16
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%.
Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki
peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal
dengan bukan perokok. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.Penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokardinfark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3
kali.Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % padaperempuan
disebabkan kebiasaan merokok.Pemeriksaan yang dilakukan pada usia dewasa
muda dibawah usia 34 tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis pada
lapisan pembuluh darah (tunika intima) sebesar 50 %.Berdasarkan literatur yang
ada hal tersebut banyak disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan
kokain.

6) Faktor Psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis.Stres merangsang sistem
kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan pada akhirnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh
darah koronaria.Beberapailmuwanmempercayai bahwa stress menghasilkan suatu
percepatan dari prosesatherosklerosis pada arteri koroner.
Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner (kepribadian tipeA)
antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk
dipandang,keinginan untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan,
dan lain-lain.Baikansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK.

7) Aktivitas Fisik
Olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah sistolik, menurunkan
kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah,
meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner dan

17
meningkatkan percaya diri. Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga
perempuan tidak dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada
kemiringan gradual (3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan
dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %.
Olah raga secara teratur sangat bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko
seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin sertamenurunkan berat
badan dan kadar LDL-kolesterol.Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan
pada sistem kardiovaskuler,yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran
darah dari organ yang kurangaktif ke organ yang aktif.

8) Gaya Hidup
Resiko terkena infarkmiokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infarkmiokard. Namun tidak semua literatur
mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih
dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.
Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui
bahwa konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas
penyakit kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua,
tetapi konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas
penyakit kardiovaskuler.Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas kardivaskuler karena aritmia, hipertensi sistemik, dan kardiomiopati
dilatasi.

2.2.3 Patofisiologi Aterosklerosis


SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama
dari proses atero trombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease
(PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang
sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait.

18
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis
merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi
beberapa bahan seperti lipid-filledmacrophages (foamcells), massive extracellular
lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.
Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses
inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada
lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan fibrouscups
dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil
(Muchid dan Chusun, 2006).
Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena
faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-
sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh
darah (Kleinschimdt, 2006).

1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel


Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai
akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4
tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis
(Kumar, 2009; Rosen, 2009; Antman, 2008).
Faktor-faktor risiko yang sudah dipaparkan tadi dapat menyebabkan
kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel.Endotel
berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu
nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai EndotheliumDerivedRelaxingFactor
(EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2,
prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari
pada faktor relaksasi (Muchid dan Chusun, 2006).

Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut (Kumar


dan Cannon, 2009):

19
a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang
berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler
b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif
antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti
VascularCellAdhesion Molecules-1 [VCAM-1]) (Rosen dan Gelfand, 2009)
c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif
lokal.

Gambar 2.3 Fase awal disfungsiendotel(Rosen dan Gelfand, 2009)

2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi


Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju
ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika
sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diferensiasi menjadi
makrofag(Scirica dan Morrow, 1999). Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi
yang juga berpenetrasi ke dinding arteri kemudian berubah menjadi sel foam dan
selanjutnya membentuk fattystreaks.Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan
zat-zat kemoatraktan dan sitokin misalnya monocytechemoattractant protein-
1(MCP-1), tumor necrosisfactor α (TNF α) , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive
protein (CRP) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak
makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang menyintesis komponen
matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah
bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu menyintesis kolagen,
membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus

20
inti lipid dari aliran pembuluh darah (Mallat dan Tedgui, 2001).Makrofag juga
menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks
ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak (Muchid dan Chusun,
2006).

Gambar 2.4 Pembentukan fatty streaks(Rosen dan Gelfand, 2009)

3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur

Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos


dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan
kecenderungan untuk mengalami ruptur(Muchid dan Chusun, 2006). LDL yang
termodifikasi meningkatkan respon inflamasi oleh makrofag.Respon inflamasi ini
memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju
tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya.
Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang
mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima,
yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul
fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah
terhadap zat-zat trombogenik pada plak.

Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini


menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses
antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas

21
plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang
terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses
penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika
bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen
pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur(Lutgens et al., 2003).

Gambar 2.5 Pembentukan lesi aterosklerotik semakinkompleks (Rosen dan


Gelfand, 2009)

4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA


Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis
lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak
aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari
50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap
stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti
lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan
predisposisi untuk terjadinya ruptur(Rosen dan Gelfand, 2009).
Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet
dependentvasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2,
dan thrombindependentvasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara
zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah (Muchid dan Chusun, 2006).

22
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial
akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit
yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus
(Kleinschimdt, 2006; Antman, 2008). Trombosit berperan dalam proses
hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan
sistem koagulasi plasma.Sistem koagulasi plasma merupakan jalur
hemostasissekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem
hemostasis primer yang dimediasi trombosit (Rosen dan Gelfand, 2009)
Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk (Muchid dan Chusun,
2006): a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya
menyebabkan oklusi sebagian. b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya
fibrin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada
arteri.Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan
terjadinya oklusi total.
Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan
pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa
selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya
ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.

Gambar 2.6 Ruptur plak (Rosen dan Gelfand, 2009)

23
Infarkmiokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal
atau sistemik memicu trombogenesis.

2.2.4 Gambaran Klinis


Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri
dada yang dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri
dada tipikal (angina). Pada pemeriksaan fisik didapati pasien gelisah dan tidak
bisa istirahat. Seringkaliektremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri
substernal> 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda
fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan splitparadoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmurmidsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara (Alwi, 2006).

2.2.5 Diagnosa
a. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina
tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini
dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti
diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidenti kasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan
diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3),

24
ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidenti kasi komplikasi iskemia.

c. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan
sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan,
sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua
pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding
inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua
pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat
mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di
ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali.

Tabel 2.1 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

d. Pemeriksaan Marka Jantung


Kreatininkinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infarkmiokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab

25
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab
kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertro ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis.
Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T
adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli
paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insusiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal.
Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesisitas yang lebih tinggi dari
troponin T.

e. Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid.

f. Pemeriksaan Foto Polos Dada


Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus
dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.

2.2.6 Tatalaksana
Terapi awal untuk STEMI adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin.
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri

26
4. Aspirin diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
5. Penghambat reseptor ADP (adenosinediphosphate) seperti ticagrelor dan
clopidorel
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbiddinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti
7. Morfin sulfat intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.

Berikut ini adalah guideline dosis antiplatelet dan antikoagulan menurut


EuropeanSociety of Cardiology (2017):
Pasien dengan strategi PCI
Dosis antiplatelet
Aspirin loadingdose 150-300 mg PO atau 75-250 mgi.v, dengan
maintenancedose 75-100 mg/hari
Clopidogrel loadingdose 150-300 mg PO atau 75-250 mgi.v, dengan
maintenancedose 75-100 mg/hari
Prasugrel loadingdose 60 mg PO, dengan maintenancedose 10 mg/hari.
Riwayat stroke adalah kontraindikasi prasugrel
Ticagrelor loadingdose 180 mg PO, dengan maintenancedose 2 x 90 mg/
hari
Abciximab bolus 0,25 mg/kg i.v dan 0,125 μg/kg/menit infus (maksimal 10
μg/min) dalam 12 jam
Eptifibatide doublebolus 180 μg/kg i.v (dalam 10 menit), dilanjutkan
dengan infus 2 μg/kg/min sampai batas maksimal 18 jam

27
Tirofiban 25 μg/kg selama 3 menit i.v, dan maintenance infus 0,15
μg/kg/menit sampai batas maksimal 18 jam
Dosis Antikoagulan
UFH 70-100 IU/kg i.vbolus
Enoxaparin 0,5 mg/kg i.vbolus
Bivalirudin 0,75 mg/kg i.vbolus, diikuti infus 1,75 mg/kg/jam selama 4 jam
setelah prosedur PCI
Pasien tanpa strategi PCI
Dosis antiplatelet
Aspirin Loadingdose 150-300 mg PO, dan maintenancedose 75-100
mg/hari
Clopidogrel Loadingdose 300 mg PI, dan maintenancedose 75 mg/hari
Dosis antikoagulan
UFH 60 IU/kg i.vbolus (maksimal 4000 IU), diikuti infus 12 IU/kg
(maksimal 1000 IU/jam)
Enoxaparin <75 tahun: 30 mgi.vbolus, diikuti1 mg/kg s.csetiap 12 jam
>75 tahun: 0,75 mg/kg s.csetiap 12 jam

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

28
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
2018

No. RM : 00.76.50.09 Tanggal : 12/12/2018 Hari : Rabu


Nama Pasien: Umur: Jenis Kelamin:
Herman Nasution 62 tahun Laki-laki
Pekerjaan: Alamat: Agama:
Wiraswasta Jl. Gunungmartimbang II Islam
Lk IV
lalangKecRambutan

ANAMNESIS

√ Autoanamnesis √ Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Pingsan

Anamnesis :

Hal ini dialami pasien pada jam 12.30.Pingsan dialami pasien secara tibatiba
ketika sedang mengambil wudhu. Kemudian pasien bangun kembali dan
melanjutkan sholat. Nyeri dada saat ini tidak ada. Riwayat nyeri dada dijumpai.
Nyeri dada dirasakan seperti sensasi menekan dengan durasi >30 menit. Nyeri
dada dirasakan menjalar ke dagu, tangan kiri, pundak,dan punggung. Nyeri
dirasakan saat beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Riwayat sesak
nafas saat melakukan aktivitas (DOE) dijumpai. Riwayat sesak nafas saat tidur
(PND) tidak dijumpai. Riwayat sesak nafas saat berbaring atau berkurang saat
duduk (OP) tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak tidak dijumpai. Riwayat
keringat dingin dan mual pada saat nyeri dada dijumpai namun tidak disertai

29
muntah. Riwayat pingsan dialami pasien 1 tahun yang lalu, dan di diagnose
dengan stroke. Riwayat hipertensi dijumpai lebih dari 5 tahun, dengan tekanan
darah tertinggi 230 mmHg. Riwayat asam urat tidak dijumpai. Riwayat sakit gula
tidak dijumpai. Riwayat kolesterol tinggi tidak dijumpai.Riwayat merokok
dijumpai sejak masa remaja, dengan konsumsi rokok ± 2 bungkus/hari. Riwayat
konsumsi alkohol tidak dijumpai. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak
dijumpai.

Faktor Resiko PJK : Laki-laki>45 tahun, hipertensi, merokok


Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, stroke
Riwayat Penggunaan Obat : Amlodipine 5 mg

Status Presens :
Kesadaran : CM Ikterus :-
TD :110/80 mmHg Ortopnu :-
RR : 18x/i Edema :-
HR : 88x/i, regular Dispnu :+
Suhu : 36,4ºC Pucat :-
Sianosis :-

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : TVJ R+2 cmH2O

30
Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: vesikuler
ST: ronki tambahan (-)

Batas Jantung :Atas : ICS II LMCS


Kiri : 2 cm lateral LMCS ICS V
Kanan : ICS IV LPSD
Bawah : Diafragma

Jantung : S1 (N) S2 (N) S3 (-)S4 (-) reguler


Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : Tidak teraba membesar


Asites (-)

Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)

Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)

Akral : Hangat

31
Pemeriksaan Penunjang:

Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (12 Desember 2018)

Interpretasi Rekaman EKG


Irama : sinus ritme
Rate : 45x/i
Gelombang P : (+) normal durasi 0,08s
Interval PR : normal durasi 0,16
QRS Kompleks : (+) normal durasi 0,08s
Segmen ST : elevasi II, III, AVF
Gelombang T : (+) normal
Kesimpulan:STEMI inferior + left axis deviation

32
Foto Toraks

Gambar 3.2 Foto Toraks

Interpretasi Foto toraks


CTR 54%. Segmen aorta dilatasi. Segmen pulmonal normal. Pinggang jantung
normal. Apeks jantung downward. Sudut costophrenicus lancip. Kongesti (-).
Infiltrat (-).

Kesimpulan : Kardiomegali

33
Angiografi Koroner

Keterangan:
RCA : Stenosis 70% setentang SA branch,
Stenosis 99% setela RV branch, trombus (+) di proksimal RCA
LM : Normal
LAD : Stenosis 80% - 90%di mid hingga distal
LCX : Stenosis 99% di distal

Kesan : CAD 3 Vessel Disease + thrombus di RCA

34
Echocardiography

Gambar 3.4 Angiografi koroner

Kesimpulan:

- Fungsi sistolik LV menurun


- Fungsi diastolik LV sulit dinilai
- Dimensi ruang jantung : normal
- Katup-katup TR mild, MR mild
- Kontraktilitas RV menurun, TAPSE 13mm

Hasil Laboratorium

HEMATOLOGI Hasil Rujukan


Darah Rutin
Hemoglobin 9,6 g/dl (P : 13-18; W : 12-16)
Leukosit 13670/mm3 (4000 – 11000)
Trombosit 260000/mm3 (150000 – 450000)
Hematokrit 29% (P : 42 – 56; W : 36 – 47)
Eritrosit 3.32 juta/mm3 (P : 4,50 – 5,60; W : 4,10 – 5,10)

35
ELEKTROLIT
Elektrolit Lengkap
Natrium 138 mEq/L (135 – 155)
Kalium 3,3 mEq/L (3,6 – 5,5)
Chlorida 102 mEq/L (96 – 106)
GINJAL
Blood Urea Nitrogen 63 mg/dL (8 – 26)
Ureum 135 mg/dL (18 – 55)
Kreatinin 2,58 mg/dL (0,7 – 1,3)
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protombin 15,5 14,00
INR 1.07 0,8-1,30
APTT 30,7 27-39
KIMIA KLINIK
Troponin I 22.50 <0.1
ENZIM JANTUNG
CK-MB 79 U/L <=23

Diagnosa kerja : STEMI Inferior onset 15 jam


1. Fungsional : Killip I TIMI risk 5/14
2. Anatomi : Arteri koroner
3. Etiologi : Aterosklerosis

Diferensial Diagnosis:
1. Perikarditis
2. Diseksi Aorta

Pengobatan:
1. Bed Rest ‘
2. IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i

36
3. O2 2 – 4 L/menit
4. Drip Dopamin 5 mcg / KgBB
5. Aspilet 1 x 80 mg
6. Clopidogrel 1 x 75 mg
7. ISDN 3 x 10 mg
8. Simvastatin 1 x 40 mg
9. Laxadin 1 x C I
10.Clobazam 1 x 10 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan:


EKG serial
Ekhocardiography

BAB IV
FOLLOW UP PASIEN (29/12/2018)

S Nyeri dada (-), sesak nafas (-)


O Sens : CM HR : 80 x/i
TD : 100/60 mmHg RR : 20 x/i

Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik (-/-)


Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax :Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)

37
PulmoSP: vesikulerST: ronkhi basah (-/-)
Abdomen : Soepel, normoperistaltis
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
A  STEMI inferior onset 15 jam Killip I Timi Risk 5/14
P  Bed Rest
 O2 2-4 L/menit
 Aspilet 1 x 80 mg
 Candesartan drops 3 x 1
 Betaphyl tab 2 x 1
 NKR 2 x 2,5 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Simvastatin 1 x 40 mg
 Laxadin syr 1 x CI
 Omeprazole 2 x 1

FOLLOW UP PASIEN (30/12/2018)

S Nyeri dada (-), sesak nafas (-)


O Sens : CM HR : 80 x/i
TD : 100/80 mmHg RR : 24 x/i

Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik (-/-)


Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST : (-/-)
Abdomen : Soepel, normoperistaltis
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
A  STEMI inferior onset 15 jam Killip I Timi Risk 5/14
P  Bed Rest

38
 O2 2-4 L/menit
 Aspilet 1 x 80 mg
 Candesartan drops 3 x 1
 Betaphyl tab 2 x 1
 NKR 2 x 2,5 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Simvastatin 1 x 40 mg
 Laxadin syr 1 x CI
 Omeprazole 2 x 1

FOLLOW UP PASIEN (31/12/2018)

S Nyeri dada (-), sesak nafas (-)


O Sens : CM HR : 80 x/i
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/i

Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik (-/-)


Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST : (-/-)
Abdomen : Soepel, normoperistaltis
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
A  STEMI inferior onset 15 jam Killip I Timi Risk 5/14
P  Bed Rest
 O2 2-4 L/menit
 Aspilet 1 x 80 mg
 Candesartan drops 3 x 1
 Betaphyl tab 2 x 1

39
 NKR 2 x 2,5 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Simvastatin 1 x 40 mg
 Laxadin syr 1 x CI
 Omeprazole 2 x 1

FOLLOW UP PASIEN (02/01/2019)

S Nyeri dada (-), sesak nafas (-)


O Sens : CM HR : 78 x/i
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/i

Kepala : Mata anemis (-/-) ikterik (-/-)


Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : Cor S1 S2 (+) Reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo SP: vesikuler ST : (-/-)
Abdomen : Soepel, normoperistaltis
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
A  STEMI inferior onset 15 jam Killip I Timi Risk 5/14
P  Bed Rest
 O2 2-4 L/menit
 Aspilet 1 x 80 mg
 Candesartan drops 3 x 1
 Betaphyl tab 2 x 1
 NKR 2 x 2,5 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Simvastatin 1 x 40 mg
 Laxadin syr 1 x CI

40
 Omeprazole 2 x 1

BAB V
DISKUSI KASUS

TEORI DISKUSI
Definisi dan Faktor Risiko
Infark miokard akut dengan elevasi ST Pada pasien ini ditemukan faktor risiko
(STEMI) terjadi jika aliran darah berupa jenis kelamin laki-laki, usia >45
koroner menurun secara mendadak tahun, hipertensi, dan merokok.
akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya.
Terdapat dua faktor resiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner:
1. Non-modifiable: usia, jenis kelamin,
ras, riwayat keluarga
2. Modifiable: hipertensi, diabetes
mellitus,merokok,dislipidemia,
obesitas, faktor psikososial, aktivitas
fisik, gaya hidup
Diagnosis
Anamnesis: Anamnesis:
 Nyeri dada yang bertahan lebih dari Pasien mengalami pingsan secara tiba –
20 menit tiba.
 Penyebaran nyeri ke leher, rahang Pasien merasakan nyeri dada dengan
ataupun lengan kiri. durasi >30 menit dan menjalar ke dagu,
 Riwayat penyakit jantung koroner lengan kiri, pundak, dan punggung.
sebelumnya. Keringat dingin dijumpai, mual

41
 Gejala sistemik berupa berkeringat, dijumpaitetapi muntah tidak dijumpai.
mual, muntah, jantung berdebar Riwayat hipertensi dijumpai.
bahkan pingsan.

Pemeriksaan Fisik:
Tidak ada pemeriksaan fisik yang khas Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah
pada STEMI namun dapat dijumpai normal, dan heart rate normal.
cemas, gelisah, pucat, berkeringat,
ekstremitas dingin, takikardia,
hipotensi, dan dapat terdengar suara
jantung S3 atau S4.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


Definitif SKA adalah dengan gejala dan EKG (12/12/2018):
tanda: Irama : sinus ritme
1. Angina tipikal. Rate : 45x/i
2. EKG dengan gambaran elevasi yang GelombangP : (+) normal durasi 0,08s
diagnostik untuk STEMI, depresi ST Interval PR : normal durasi 0,16
atau inversi T yang diagnostik sebagai QRS Kompleks : (+) normal durasi
keadaan iskemia miokard, atau LBBB 0,08s
baru/persangkaan baru. SegmenST : elevasi II, III, AVF
3. Peningkatan marka jantung, yaitu GelombangT : (+) normal
CK-MB dan Troponin I. Kesimpulan:STEMI inferior + left
- axis deviation

Terdapat peningkatan marka jantung:


CK-MB: 79 U/L
Troponin I: 22,5 ng/ml
Penatalaksanaan  Bed Rest
Terapi awal untuk STEMI adalah  O2 2-4 L/menit
Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin  Aspilet 1 x 80 mg

42
(disingkat MONA), yang tidak harus  Candesartan drops 3 x 1
diberikan semua atau bersamaan.  Betaphyl tab 2 x 1
 NKR 2 x 2,5 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Simvastatin 1 x 40 mg
 Laxadin syr 1 x CI
 Omeprazole 2 x 1

BAB VI
KESIMPULAN

43
Laporan kasus pasien atas nama Herman Nasution, laki-laki, usia 62 tahun,
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini
didiagnosis dengan STEMI Inferior onset 15 jam killip I TIMI risk 5/14.
Selama dirawat inap pasien diterapi awal dengan:
1. Bed rest
2. IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i
3. O2 2-4 L/menit
4. Drip Dopamin 5mcg / KgBB
5. Aspilet 1 x 80 mg
6. Clopidogrel 1 x 75 mg
7. ISDN 3 x 10 mg
8. Simvastatin 1 x 40 mg
9. Laxadin 1 x CI
10. Clobazam 1 x 10 mg

DAFTAR PUSTAKA

44
Antman EM, Braunwald E. ST-ElevationMyocardialInfarction: Pathology,
Pathophysiology, andClinicalFeatures. Dalam: Braunwald E. ed.
Braunwald’sHeartDisease. 8th ed. Philadelphia: SaundersElsevier. 2008.
Pp: 1207-31
Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta
ESC Guidelinesforthemanagement ofacutemyocardialinfarction in
patientspresentingwith ST-segmentelevation. EuropeanHeartJournal (2018)
39, 119–177
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, &Kasper. 2008. HarrisonPrinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta : EGC
Kleinschmidt KC. EpidemiologyandPatophysiology of AcuteCoronarySyndrome.
AdvStudMed. 2006;6(6B):S477-S482
Lilly, Leonard S.Pathophysiology of heartdisease: a collaborativeproject of
medicalstudentsandfaculty. Lippincott Williams &Wilkins, 2012.
Mallat, Z. &Tedgui, A. 2000. Apoptosis in thevasculature:
mechanismsandfunctionalimportance. Br. J. Pharmacol. 130: 947-962.
Muchid A, Umar F dan Chusun., 2006, Pharmaceutical Care Untuk
PenyakitHipertensi. Departemen Kesehatan, Jakarta.
Muttaqin, A., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
SistemKardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.
Patrick T O’Gara,etall. 2013. ACC/AHA GuidelinesfortheManagement
ofPatientsWith ST-ElevationMyocardialInfarction. American :
ACC/AHAPracticeGuidlines
Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of AcuteCoronarySyndromes. Dalam:
Gelfand Eli V., CannonCristopher P. Management of
AcuteCoronarySyndromes. WestSussex: WileyBlackwell. 2009. Pp: 1-11
Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin
DuniaKedokteran.147:6-9.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
DalamJilidII edisi V. Jakarta: InternaPublishing

45
Zafari AM. 2013. MyocardialInfarction. Medscape. United States

46

Anda mungkin juga menyukai