Anda di halaman 1dari 84

Nama Fitriyani

NIM 11211330000004

No Kelainan Etiologi
1 Psoriasiform : Psoriasis Faktor genetik --> beberapa tipe human leukocyte
antigen (HLA) , faktor lingkungan
2 Spongiotic : Dermatitis 1. Dermatitis Kontak Alergik
kontak Etiologi: akibat dari pajanan terhadap suatu alergen
yang berasal dari lingkungan, memengaruhi sensitisasi
secara kontak. Agen penyebab (umumnya poison ivy
dan tanaman lain) akan menempel pada kulit.

2. Dermatitis Kontak Iritan


Etiologi: akibat efek toksik langsung dari pajanan
terhadap iritan; zat kimiawi, fisis, atau mekanik.
Contoh iritan kimiawi; deterjen, pelarut, dan
asam/alkali.

3 Vesiculobullous
3

· Subcorneal autoimun (reaksi hipersensitivitas tipe II)


vesiculobullous disorders
(Pemphigus foliaceus)

· Intraepidermal Autoimun
vesiculobullous disorders
(Pemphigus vulgaris)

· Subepidermal TEN dan SJS: drugs, EBA: autoimun, mild-adult age


vesiculobullous disorders
(Toxic epidermal necrolysis,
Stevens–Johnson syndrome,
Epidermolysis bullosa
acquisita)
Granulomatous
· Granuloma annulare Penyebab granuloma annulare tidak diketahui, namun
dilaporkan terjadi setelah trauma, keganasan, infeksi
virus (termasuk human immunodeficiency virus [HIV],
virus Epstein-Barr, dan herpes zoster), gigitan
serangga, dan tes kulit tuberkulosis.
· Tuberculosis cutis Mycobacterium tuberculosis

4
Vasculopathic
· Urticaria, angioedema Urtikaria : reaksi hipersensitivitas tipe I
penyebab :Obat antineoplastik, sulfonamid, hidantoin,
beberapa antibiotik dan banyak obat lain
· Insect bite Gigitan ataupun sengatan serangga

5
Alterations in collagen and
elastin : , ,
. Scar Trauma fisik maupun termal

. Hypertropic scar trauma fisik maupun termal

. Keloid genetik

6
Bacterial infections
· Impetigo Staphylococcus aureus / Streptococcus pyogenes, yang
secara khas diperoleh akibat kontak langsung dengan
individu yang sakit.

· Tuberculosis cutis Mycobacterium tuberculosis (91,5%) dan mikobakteria


atipikal (8,5%).

8 Viral infections
8
· Verruca vulgaris Infeksi virus papiloma manusia (human
papillomavirus/HPV)

· Condyloma Human Papillomavirus tipe 6 dan 11


accuminatum
· Herpes simplex Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1), sedangkan
tempat lainnya disebabkan oleh HSV-2 (herpes
genital).

· Herpes zoster Virus varisela-zoster (WZ)


Manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus
varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris
radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion
saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan
kulit dengan segmen yang sama.
· Varicella Virus varisela-zoster (WZ)
· Molluscum contagiosum Poxvirus Infection

Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang mampu


menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa
gatal

Parasit infections : Scabies

9
Benign tumors and cysts of
the epidermis : Seborrheic timbul secara spontan lebih karena genetik
keratosis

10

akibat pajanan kronik terhadap sinar matahari dan


Premalignant tumors of the
11 berhubungan dengan hiperkeratosis, maka lesi ini
epidermis : Actinic keratoses
disebut keratosis aktinik (terkait matahari)

Malignant tumors of the


epidermis

· Squamous cell
carcinoma terpajan matahari terutama pada individu yang lebih tua.
kanker yang timbul lambat dan jarang bermetastasis,
yang lazim ditemukan. Kelainan tersebut
cenderung terjadi pada tempat tempat yang terpajan
sinar matahari dan pada individu dengan kulit yang
kurang berpigmen

· Basal cell carcinoma

12
Melanocytic neoplasms

1. Nevus Melanositik
Istilah nevus digunakan pada setiap lesi kongenital
pada kulit. Nevus
melanositik, merujuk pada setiap neoplasma jinak dari
melanosit,
· Nevus yang bersifat kongenital atau didapat.
2. Nevus displastik
mungkin bersifat sporadik atau familial. Yang bersifat
familial secara klinis penting karena dianggap
prekursor potensial
untuk melanoma malignum.
· Malignant melanoma

Seperti dengan keganasan kulit lainnya, sinar matahari


memainkan peranan penting dalam perkembangan
melanoma.
Angka kejadian tertinggi terjadi pada kulit yang
terpajan sinar
matahari dan pada lokasi geografik seperti Austraha
yang
memiliki pajanan sinar matahari tinggi dan banyaknya
populasi
13 dengan jenis kulit yang kurang mengandungi pigmen
Patogenesis
Kelompok sel T (CD4+ TH I7,TH I dan CD8+ T) menumpuk di dalam epidermis. Kelompok sel ini
mensekresikan sitokin
yang menginduksi hiperproliferasi keratinosit, yang menyebabkan lesi yang khas.
1. Dermatitis kontak alergi
Induksi
allergen kontak hapten akan berkaitan dengan molekul protein kulit ( carier protein ), gabungan ini
bersifat imuologik. Sel Langerhans dan/atau makrofag akan membawa komplek hapten dan protein
epidermal ke sel limfosit pada kelenjar limfe regional. Sel limfosit T kemudian akan membentuk subsets
yaitu sel T efektor TDH dan T Proliferasi
Eksitasi:
Sel T efektor ini bila menerima informasi antigenik akan mengeluarkan limkofin.
Linkofin (faktor sitotoksik, faktor migrasi inhibisi, faktor mutagenik, faktor kemotaktik,
factor angiogenik dll) merupakan perantara terjadinya kerusakan pada sel kulit sehingga
terjadi kelainan klinis dermatitis kontak alergika.

2. Dermatitis kontak iritasi


Dermatitis kontak iritan dimulai dengan kerusakan keratinosit, yang
kemudian
melepaskan sinyal bahaya yang mendorong perekrutan sel inflamasi. perubahan sel epidermis, dan
pelepasan mediator proinflamasi seperti IL-1α, IL-1β, TNF-α, IL-6, dan IL-8 dari keratinosit sebagai
respons terhadap rangsangan kimia adalah faktor patogen utama untuk dermatitis kontak iritan
Antigen pemphigus adalah desmoglein, glikoprotein transmembran desmosom (struktur adhesi sel ke
sel). Antigen PF adalah desmoglein 1. Antibodi tersebut mengganggu fungsi adhesi antar sel dari
desmosom dan juga mengaktifkan protease intraseluler.

Reaksi hipersensitivitas (dimediasi oleh antibodi tipe II). Autoantibodi IgG (antibodi patogenik pada
kulit dan membran mukosa) akan berikatan dengan protein desmosom intrerselular (desmoglein tipe 1
dan 3) --> merusak fungsi adhesi (perekat) interseluler desmosom dan mengaktifkan protease
interseluler --> Distribusi protein desmoglobin dalam epidermis menentukan lokasi lesi

TEN dan SJS: Dimediasi oleh sitokin dari limfosit T sitotoksik spesifik obat. Pola imunologi dari lesi awal
menunjukkan reaksi sitotoksik yang diperantarai sel terhadap keratinosit → menyebabkan apoptosis
masif. Sel sitotoksik, termasuk sel T natural killer (NKT) dan limfosit T CD8+ spesifik obat pada lesi awal;
monosit dan makrofag dan granulosit juga direkrut. CD94/NKG2C diidentifikasi sebagai molekul efektor
pembunuh. EBA: Autoantibodi yang terikat pada anchoring fibrils → aktivasi komplemen dan sel
radang
Granuloma terbentuk ketika sistem kekebalan merespons agen penyebab (misalnya infeksi dan benda
asing). Pertama, antigen (yaitu zat asing yang menstimulasi respon imun) dari patogen penyebab
diambil oleh sel penyaji antigen, seperti makrofag. Sel penyaji antigen ini kemudian dapat menyajikan
antigen asing pada kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) kelas II ke sel T pembantu CD4+. Hal ini
menginduksi sekresi sitokin, yang menghasilkan konversi sel T pembantu CD4+ menjadi subtipe TH1.

Granuloma dapat terbentuk ketika sel TH1 menumpuk dan mengeluarkan sitokin dan kemokin. Secara
khusus, sekresi interleukin 2 (IL-2) selanjutnya menginduksi proliferasi sel T, dan sekresi interferon
gamma (INɣ) mengaktifkan makrofag. Faktor nekrosis tumor alfa (TNFɑ) kemudian dapat dilepaskan
oleh makrofag dan sel T yang meningkatkan daya tarik dan stimulasi makrofag, sehingga menghasilkan
akumulasi sel inflamasi yang stabil dan dinamis.

Biasanya, selama proses ini, makrofag akan mengembangkan sitoplasma besar dan mulai menyerupai
sel epitel, yang sekarang disebut sel epiteloid. Sel-sel ini sering kali dikelilingi oleh limfosit dan, kadang-
kadang, sel plasma. Beberapa makrofag kemudian dapat menyatu membentuk sel berinti banyak yang
disebut sel raksasa. Granuloma terbentuk ketika sel-sel raksasa ini berkumpul rapat.
Cara infeksi ada 6 macam :
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya skrofuloderma.
2. lnokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya tuberkulosis kutis
orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus
vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya lupus
vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi lokalnya telah menurun,
contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

antigen memicu degranulasi


sel mast dengan cara berikatan dengan antibodi imunoglobulin E
(IgE) yang terpapar pada permukaan sel mast.
Aktivasi sel TH2 dan produksi antibodi IgE. Sel TH2 akan mensekresikan beberapa
sitokin, termasuk IL-4, 1L-5 dan 1L-13, yang bertanggung jawab untuk hampir semua reaksi
hipersensitivitas segera. 1L-4 merangsang reaksi sel B yang spesifik terhadap alergen, memicu
perubahan kelas rantai berat imunoglobulin ke IgE, IL-5 mengaktifkan eosinofil dan didatangkan
ketempat reaksi, sedangkan IL-13
bekerja pada sel epitel dan merangsang sekresi mukus,
- igE akan berikatan dengan reseptor
Fc igE yanga da pada sel mast. sel mast akan mengalami degranulasi sehingga terjadi sekresi histamin.
Beberapa jenis serangga, pada bagian tubuhnya, terkandung zat yang dapat menginduksi
hipersensitivitas pada tubuh manusia.
1. Kontak langsung, misalnya oleh kupu-kupu, pada fase larva yaitu ulat bulu menyebabkan catepil/ar
dennatitis atau erusisme. Gambaran klinis berupa dermatitis disertai rasa panas dan gatal. Toksin
mampu merusak sel tubuh dan menyebabkan tubuh mengeluarkan histamin, serotonin dan heparin,
sehingga menimbulkan rasa gatal dan dermatitis. Kontak dengan kupu-kupu dewasa biasanya dengan
bulu di bagian ventral abdomen, kelainan di kulit disebut sebagai leptodopterisme mirip giant urticaria.
2. Sengatan, misalnya oleh lebah (terutama lebah pekerja dan betina) serta kalajengking, saat
menyengat mengeluarkan toksin yang mengandung enzim anafilaktogenik, hemolitik, antigenik,
sitolitik, dan neurotoksik, sehingga dapat menyebabkan edema, nekrosis, atau urtikaria dan terberat
adalah syok (renjatan).
3. Gigitan, misalnya oleh kelabang, laba-laba, semut api, dan nyamuk. Kelabang mengeluarkan toksin
melalui kukunya menyebabkan rasa nyeri dan nekrotik di kulit, sedangkan laba-laba mengeluarkan
racun melalui mulutnya, namun hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia, gigitannya
menyebabkan keracunan yang disebut dengan araknidisme.

Fibrosis, scarring, atau bekas luka terjadi dengan 4 fase, fase inflamasi yang menyatukan luka pertama
kali dengan pembekuan darah, fase migratory dengan terbentuknya keropeng, fase proliferatif dengan
pesatnya pertumbuhan sel epitel di bawah keropeng, dan fase maturasi setelah sel epitel kembali
normal dan keropeng akan terkelupas.

Terjadi ketika kulit mengalami trauma fisik maupun termal (terkena benda yang panas) dan khususnya
terkena pada bagian Dermis kulit dan akumulasi kolagen yang berlebih

hilang jaringan kulit > jaringan granulasi > early scar formation > TGF-beta > Stimulasi pembentukkan
ECM > Produksi kolagen berlebih
Cara infeksi ada 6 macam:

1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberculosis,
misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit Tb, misalnya Tb kutis
orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya Tb kutis miliaris.
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserah penyakit Tbc, misalnya lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada keruskaan kulit dan resistensi lokalnya telah menurun,
contohnya Tb kutis verukosa.
Beberapa tipe HPV berhubungan dengan preneoplasia dan keganasan invasif di regio anogenital .
Berlawanan dengan karsinoma yang berhubungan dengan HPV, sebagian besar kutil disebabkan oleh
subtipe HPV golongan risiko rendah yang tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan
transformasi.
Seperti virus jenis risiko tinggi, virus jenis risiko rendah ini mengekspresikan onkoprotein E6 dan E7,
yang menyebabkan gangguan pada pertumbuhan sel epidermis dan peningkatan survival.Alasan
mengapa virus golongan risiko rendah menyebabkan kutil dan bukan menjadi karsinoma masih belum
dapat dijelaskan; akan tetapi diperkirakan terdapat sedikit perbedaan pada variasi struktural protein E6
dan E7 yang mernpengaruhi interaksi dengan protein yang dihasilkan oleh tuan rumah, di samping
perbedaan kemampuan setiap galur virus untuk menghindari reaksi imun. Secara normal imun dapat
membatasi pertumbuhan tumor ini, dan imunodefisiensi seringkali berhubungan dengan peningkatan
jumlah dan ukuran dari veruka.

Infeksi HPV terutama ditularkan melalui kontak seksual kulit ke kulit termasuk seks oral dan tidak
mengharuskan seks penetrasi. Sel epitel yang terinfeksi HPV dilepaskan selama hubungan kontak
seksual tersimpan ke dalam jaringan yang mengalami trauma. Siklus hidup
virus dimulai setelah infeksi sel basal terjadi.

Human papilomavirus menginfeksi epitel basal melalui mikroabrasi dan gangguan jaringan kulit
/mukosa kelamin atau mulut mukosa. Cairan yang dihasilkan dari vagina atau anal persetubuhan
memberikan kesempatan bagi partikel virus untuk menyusup ke sel. Virus menghindari kekebalan
inang sampai virus itu menyerang berhasil mencapai keratinosit basal.
HSV akan ditularkan apabila virus menyentuh permukaan mukosa atau kulit yang pecah pada pejamu
yang rentan. Penularan demikian memerlukan sentuhan langsung dengan orang yang terinfeksi, karena
virusnya langsung inaktif, terutama apabila dikeringkan.
inokulasi herpes simplex virus 1 atau 2 di permukaan mukosa bibir aau genital-> virus masuk epidermis,
penetrasi di nervus sensoris dan otonom -> saat infeksi primer, HSV tidak dikendalikan sistem imun ->
infeksi primerselesai -> HSV menyebar ke saraf-saraf dan menyebabkan infeksi laten di ganglia lokal ->
terdapat pemicu seperti trauma fisik, psikis, dan bisa juga akibat makanan/minuman yang merangsang
-> reaktivasi infeksi laten

terinfeksi varicella-zoster-> partikel virus tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis,
kranialis, atau otonom tahunan -> respons seluler dan titer antibodi spesifik virus varicela-zoster
menurun -> virus varisela-zoster laten tereaktivasi -> ruam kulit yang terlokalisata dalam satu
dermatom
WZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran napas atas dan orofaring. Virus bermultiplikasi di
tempat masuk (port d'entry), menyebar melalui pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia
primer. Tubuh mencoba mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik,
dan imunitas spesifik terhadap WZ. Apabila pertahanan tubuh tersebut gaga! mengeliminasi virus
terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya
erupsi varisela, terutama di bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih ringan.
Pemahaman baru menyatakan bahwa erupsi kulit sudah dapat terjadi setelah viremi primer. Setelah
erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di ganglion
dorsalis posterior. Pada suatu saat, bila terjadi reaktivasi WZ, dapat terjadi manifestasi herpes zoster,
sesuai dermatom yang terkena.
Lesi moluskum kontagiosum memiliki ciri-ciri klasik di bawah mikroskop. Lekukan epidermis berbentuk
cangkir ke dalam dermis biasanya terlihat. Tonjolan rete yang berkembang biak turun ke bawah dan
melingkari dermis. Epidermis biasanya menebal dan terlihat adanya badan Henderson-Paterson di
dalam epidermis. Badan-badan inilah yang membungkus partikel virus.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah kopulasi (perkawinan) yang te~adi di atas kulit, tungau
jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh
tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum komeum
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telumya 2 hingga 50. Bentuk betina yang
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari
dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapatjuga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari. Aktivitas sca di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respons
imunitas selular dan humeral serta mampu meningkatkan lgE baik di serum maupun di kulit.
mutasi yang bersifat aktivasi (activating mutation) pada reseptor 3 faktor pertumbuhan
fibroblas (fibroblast growth faktor (FGF) receptor 3), yang memiliki aktivitas tirosin kinase
yang merangsang jalur pengisyaratan Ras dan P13K/AKT

lesi ini berhubungan dengan mutasi TP53 yang disebabkan oleh kerusakan DNA akibat
pengaruh sinar UV

pajanan sinar ultra violet, yang menyebabkan kerusakan DNA. Mutasi TP53 yang disebabkan oleh
kerusakan DNA akibat pajanan sinar ultraviolet lazim ditemukan, seperti halnya mutasi yang bersifat
aktivasi pada HRAS dan mutasi yang bersifat kehilangan fungsi pada reseptor Notch, yang mengirimkan
isyarat yang mengatur diferensiasi yang wajar pada epitel skuamosa normal. induksi mutasi, sinar
ultraviolet (khususnya UVB) mungkin memiliki efek imunosupresif yang bersifat sementara pada kulit
dengan cara menyebabkan gangguan penyajian antigen oleh sel Langerhans. Efek ini mungkin
berperan dalam proses tumorigenesis melalui penurunan kekuatan imunosurvelilance
Karsinoma sel basal berhubungan dengan kelainan pengaturan jalur Hedgehog. Cacat yang diwariskan
pada gen PTCH, suatu penekan tumor/tumor suppressor yang mengatur pengiriman isyarat pada jalur
Hedgehog. menyebabkan karsinoma sel basal yang bersifat familial pada sindrom Gorlin. Jalur
Hedgehog merupakan jalur pengaturan yang penting dalam perkembangan embrionik, dan seringkali
ditemukan anomali perkembangan ringan pada orang yang mengalami kelainan terkait.

.
Patofisiologi

1. Faktor genetik (HLA), faktor lingkungan lalu terjadi inflamasi di dermis


menyebabkan migrasi sel T (CD4, TH17, TH1,CD8) ke epidermis lalu
mensekresi sitokin pro infalamsi (TNF alfa, IL-8) sehingga terjadi peningkatan
vesikel berisi neutrofil menyebabkan terbentuk pustul
2. vasodilatasi pem. darah di dermis akan menyebabkan
terbentuknya plak eritema 3. Migrasi sel T ke
epidermis akan menstimulasi prolifersi keratinosit menyebabkan keratinosit
berlebihan akan menyebabkan penebalan epidermis sehingga terbentuk
papule dan plak 4. keratonosit yang berlebihan
menyebabkan pergantian stratum corneum dengan cepat --> terbentuk silver
scale
1. dermatitis kontak alergi
Alergen menyebabkan fase sensitization dimana haptens (allergen yang
belum diproses) menempel di epidermis lalu berikatan dengan epidermal
protein pembawa untuk membentuk kompleks hapten-protein, protein
hapten kompleks ("antigen") dan mengekspresikannya di Antigen-Presenting
Cell(APC). Antigen-Presenting Cell(APC) tersebut kemudian bermigrasi melalui
limfatik ke kelenjar getah bening regional dan mengaktifkan naïve T sel, Sel T
naif ini kemudian disiapkan dan berdiferensiasi ke dalam sel T memori
(efektor).
Jika terjadi paparan berulang akan menyebabkan fase elicitation akan memicu
hipersensitivitas tipe 4 . sel T di darah yang tersensitisasi akan ke bagian kulit
dimana antigen berada lalu terjadi peningkatan sel mast, eosinophil, CD4, CD8
dan sitokin inflamasi CD8 dan sel T menyebabkan apoptosis dari keratinosis
akan terbentuknya spongiosis lalu papule lalu vesicle

Terjadi peningkatan sel mast peningkatan sel mast, eosinophil, CD4, CD8 dan
sitokin infalamsi akan menyebabkan sel mast mengeluarkan leukotrines akan
menyebakan dilatasi lokal dari microvaskular menyebab eritema
Terjadi peningkatan sel mast peningkatan sel mast, eosinophil, CD4, CD8 dan
sitokin inflamasi akanmenstimulasi nociceptor lokal akan terjadi burning dan
pruritus
2. dermatitis kontak iritasi

irritan agent akan kerusakan


pada keratinosit menimbulkan pelepasan mediator pro inflamasi, peningkatan
neutrofil inflamasi pada perivascular dan vascular dilatasi menyebabkan
eritema
pelepasan mediator pro inflamasi, peningkatan neutrofil akan terbentuk
spongiosis

pelepasan mediator pro inflamasi, peningkatan neutrophil akan menstimulasi


local nociceptor sehingga menyebabkan burning dan pruritus
Aktivasi autoantibodi → menyerang molekul adhesi (desmoglein 1) → memicu
apoptosis → mengaktifkan protease → pemecahan protein penyusun
desmosom→ desmosom lisis → keratinosit lepas → Keratinosit ini tidak lagi
dibentuk oleh sel-sel di sekitarnya dan akibatnya menjadi bulat (akantosit) →
reaksi inflamasi → pembentukan lepuh (blister)
krusta terbentuk akibat lepuh yang pecah

Protein desmoglein yang dikenali oleh autoantibodi memiliki peran struktural


dalam adhesi dermoepidermal. Autoantibodi IgG terhadap komponen
hemidesmosom menyebabkan cedera jaringan dengan merekrut neutrofil dan
eosinofil. Pemfigus vulgaris, akantolisis secara selektif melibatkan lapisan sel
tepat di atas lapisan sel basal, sehingga menimbulkan blister akantolitik
suprabasal.

TEN dan SJS: Sel T sitotoksik dapat berupa dengan mudah terdeteksi pada lesi
SJS/ Sepuluh lesi, menunjukkan bahwa sel-sel ini adalah patogen. Pada SJS
awal, Sel T CD8+ terakumulasi di sepanjang dermal-epidermal persimpangan,
menyebabkan dermatitis interface dengan apoptosis keratinosit. Mekanisme
yang dimediasi oleh kekebalan pada hipersensitivitas obat. Aktivasi sel T yang
kanonik atau menyimpang yang dipicu oleh culpirit drug mengakibatkan
kematian sel keratinosit yang dimediasi sel T pada reaksi obat yang parah
seperti Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik. EBA: aktivasi
komplemen dan sel radang oleh autoantibodi yang terikat pada anchoring
fibrils. Autoantibodi IgG yang mengikat kolagen tipe VII yang mengakibatkan
penurunan anchoring fibrils, tetapi jalur yang mengarah ke penurunan ini tidak
diketahui. Autoantibodi spesifik terhadap kolagen tipe VII ini, juga
mengganggu terbentuknya triple helix pada kolagen.
reaksi Th1 yang melibatkan makrofag yang merangsang gamma IFN untuk
melepaskan matriks metalloproteinase. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan
degradasi jaringan ikat. Beberapa penelitian memberikan dukungan terhadap
teori ini. Misalnya, sel T pembantu telah ditemukan dalam sampel lesi
granuloma annulare. Penelitian lain menunjukkan bahwa sejumlah besar sel T
pada lesi ini adalah CD3+ dan memiliki reseptor interferon-gamma. Ditemukan
juga bahwa makrofag yang ditemukan pada lesi berdiferensiasi menjadi sel
efektor yang mengekspresikan matriks metalloproteinase dan tumor necrosis
factor-alfa.

Etiologi dan patogenesis penyakit ini belum diketahui. Beberapa orang


percaya bahwa granuloma annulare disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
tipe tertunda, lebih khusus lagi reaksi Th1 yang melibatkan makrofag yang
merangsang gamma IFN untuk melepaskan matriks metalloproteinase. Hal ini
pada akhirnya mengakibatkan degradasi jaringan ikat. Beberapa penelitian
memberikan dukungan terhadap teori ini. Misalnya, sel T pembantu telah
ditemukan dalam sampel lesi granuloma annulare. Penelitian lain
menunjukkan bahwa sejumlah besar sel T pada lesi ini adalah CD3+ dan
memiliki reseptor interferon-gamma. Ditemukan juga bahwa makrofag yang
ditemukan pada lesi berdiferensiasi menjadi sel efektor yang mengekspresikan
matriks metalloproteinase dan tumor necrosis factor-alfa.

Gangguan kemotaksis neutrofil telah ditemukan pada pasien dengan


granuloma annulare. Para penulis penelitian ini mendalilkan bahwa makrofag
mengambil alih tempat peradangan karena gangguan respon neutrofil, yang
menyebabkan peradangan granulomatosa yang terlihat pada granuloma
annulare dibandingkan dengan peradangan tipe neutrofil supuratif.
Terdapat benjolan di daerah nodul limf dekat kulit

histamin akan menyebabkan :


-vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan
terjadi akan terjadi akumulasi cairan yang menyebabkan edema

- histamin akan berikan efek gatal


Urticaria oedem dan anafilaksis dapat menyertai gigitan ataupun sengatan
serangga

Pada beberapa kasus, penyembuhan luka yang terlalu dalam dapat


menyebabkan luka yang menonjol, menimbulkan bekas luka atau scar

Fibroblas berdiferensiasi menjadi miofibroblas dan mengekspresikan α-SMA


yang memungkinkan luka berkontraksi. Gambaran patologis yang terjadi
adalah terakumulasinya collagen-III yang sejajar dengan permukaan
epidermis dan adanya nodul yang mengandung myofibroblast yang
mengekspresikan α-SMA dan filamen kolagen ekstraseluler.

jaringan yang timbul/menonjol ke atas > mengganggu reepitelisasi > tampak


berbeda dan mencolok
1. Impetigo sering diawali oleh makula tunggal berukuran kecil, biasanya
ditemukan pada ekstremitas atau di wajah dekat hidung atau mulut
2. Tumbuh cepat menjadi lesi yang lebih luas dengan keropeng (krusta)
berwama seperti madu akibat serum yang mengering (mudah terjadi pada
penderita yang mengalami kolonisasi bakteri S. aureus atau S.pyogenes
(biasanya di daerah hidung atau anus)

Terdapat benjolan di daerah nodul limf dekat kulit


kontak langsung dengan permukaan yang tercemar HPV tipe 1,2, atau 4 akan
menyebabkan infeksi HPV tipe 1,2,4 lalu akan terjadi penetrasi virus ke sel
basal epitel kulit lalu virion akan masuk ke dalam nukleus sel host, lalu akan
terjadi replikasi sel basal yang mengandung salinan DNA virua lalu akan terjadi
proliferasi terus menerus dan sel anakan akan mulai bermigrasi ke permukaan
lalu akan terjadi perbanyakan sel di stratum spinosum sehingga akan terjadi
penebalan stratum spinosum, akan terjadi kelebihan sintesis keratin, terjadi
pemanjangan papil memanjang melampaui batas permukaan kulit sehingga
terjadi papilomatosis sehingga akan terjaid kemerahan

Menginfeksi jaringan epitel kulit dan mukosa pada saluran anogenital, tangan,
atau kaki. Umumnya tidak bergejala.
1. virus memasuki epidermis -> kematian sel/ disrupsi koneksi sel epidermis
(acantholysis)-> ruam vesikular
2. virus penetrasi ke saraf -> kematian saraf sensoris -> neuropathic pain,
vesicular eruption
3. infeksi primer -> merangsang sistem imun -> malaise dan demam

1. reaktivasi VZV laten di DRG -> inflamasi DRG dan menyebabkan nekrosis
pada neuron -> nyeri neuropatik prodormal
2. VZV menyebar ke neuron di DRG -> kematian sel saraf -> nyeri neuropatik
(rasa terbakar dan perih sekali)
VZV menyebar di neuron DRG -> disrupsi koneksi epidermis/kemayian sel ->
ruam vesikular/blister
3. Sensitisasi nosiseptor perifer dan sentral -> modulasi sinyal nyeri yang tidak
biasa -> post-herpetic neuralgia -> nyeri, paralysis, gatal, dan sensitif setelah
sembuh

bila reaktivasi laten VZV di trigeminal ganglion menghasilkan herpes zoster


opthalmicus -> inflamasi dan kerusakan mekanik di korena -> keratitis
VZV masuk ke inang melalui saluran pernapasan dan konjungtiva. Ini
bereplikasi di tempat masuknya di nasofaring dan kelenjar getah bening
regional. Viremia primer terjadi 4 hingga 6 hari setelah infeksi dan
menyebarkan virus ke organ lain, seperti hati, limpa, dan ganglia sensorik.
reaksi peradangan -> gatal -> moluska mulai pecah -> lesi

Tungau kudis bersembunyi di lapisan atas kulit, tempat betina dewasa


bertelur. Telur menetas dalam 3–4 hari dan berkembang menjadi tungau
dewasa dalam 1–2 minggu. Setelah 4-6 minggu, pasien mengalami reaksi
alergi terhadap keberadaan protein tungau dan kotoran di liang kudis,
menyebabkan rasa gatal dan ruam yang hebat.
Keratosis seboroik terjadi akibat ekspansi klonal keratinosit epidermis yang
jinak. Patogenesis pasti dari kondisi kulit ini juga belum diketahui saat ini,
namun ada kemungkinan korelasi dengan fibroblast growth factor receptor 3
(FGFR3) dan atau onkogen PIK3CA. Mengaktifkan mutasi pada reseptor tirosin
kinase yang dikenal sebagai fibroblast growth factor receptor-3 (FGFR3)

Patofisiologi keratosis aktinik (KA) adalah terjadinya displasia keratinosit


epidermal akibat paparan radiasi ultraviolet (UV) kronis. Paparan UVB dengan
panjang gelombang 290−320 nanometer (nm) dapat menyebabkan mutasi
pembentukan dimer thymidine pada DNA dan RNA keratinosit. Gangguan
pada jalur p53 dapat menyebabkan proliferasi keratinosit displastik yang
mengarah ke pembentukan KA dan karsinoma sel skuamosa (KSS).

Tumor invasif, yang


didefinisikan sebagai penerobosan sel tumor melalui membran basal
(Gambar 23-16, B), menunjukkan berbagai derajat diferensiassi,
berkisar dari sel-sel yang tersusun dalam lobus yang teratur yang
menunjukkan keratinisasi luas sampai neoplasma yang terdiri dari
selsel yang sangat anaplastik dengan fokus neksrosis dan hanya
keratinisasi sel tunggal yang abortif (diskeratosis).
Karsinoma sel basal dapat timbul dari epidermis atau
epitel folikel, dan tidak ditemukan pada permukaan mukosa. Dua
pola pertumbuhan yang lazim ditemukan adalah pertumbuhan
multifokal yang berasal dari epidermis (pola superfisial), atau lesi
nodular merupakan pertumbuhan kearah bawah ke dalam dermis
sebagai genjel-genjel atau pulau-pulau dari sel basofiiik yang
bervariasi dengan inti hiperkromatik, tertanam dalam matriks
stroma fibrotik atau musinosa

1. Nevus Melanositik
Lesi dini tersusun dari sel
berbentuk bulat sampai oval yang tumbuh dalam "sarang"
sepanjang sambungan dermo epidermal. Inti retatif bulat
seragam, dan memiliki anak inti yang tidak nyata, disertai
aktivitas mitosis yang jarang atau tidak ada. Lesi dini tersebut
dikenal sebagai nevus antara (junctional nevi). Akhirnya,
sebagian besar nevus antara berkembang ke dalam dermis yang
dibawahnya dalam bentuk sarang-sarang sel nevus atau genjelgenjel disebut
nevus majemuk (compound nevi), dan pada lesi
yang lebih lama, sarang-sarang sel nevus di epidermal dapat
hilang seluruhnya, membentuk nevus intradermal
2. Nevus Displastik
nevus displastik sebagian besar merupakan
nevus majemuk yang menunjukan perangai pertumbuhan, baik
arsitektur maupun sitologik, yang abnormal. Sarang sel nevus di
dalam epidermis dapat membesar dan menunjukkan peleburan
(fusion) atau pengelompokan (coolescence) yang abnormal dengan
sarang-sarang didekatnya (terhubung dengan struktur menyerupai
jembatan/bridging). Sebagai bagian dari proses ini, sel-sel nevus
tunggal mulai menggantikan lapisan sel basal normal sepanjang
sambungan dermo epidermal, yang membentuk kelainan yang
disebut lesi hiperplasia lentigenus
sel ganas tumbuh dalam sarang-sarang yang
terbentuk tidak sempurna atau sebagai sel tunggal pada semua
tingkat dari lapisan epidermis (penyebaran pagetoid) dan dalam
bentuk nodul ekspansif di daerah dermis; Perangai ini masingmasing
membentuk fase pertumbuhan radial dan vertikal (Gambar
23-22, B dan C). Sebagai catatan, melanoma jenis yang menyebar
dipermukaan (superficial spreading melanoma) sering berhubungan
dengan infiltrasi limfosit nyata (Gambar 23-22, B), suatu perangai
yang mungkin menggambarkan reaksi tuan rumah terhadap antigen
spesifik tumor. Sifat dan luas pertumbuhan vertikal menentukan
perilaku biologis dari melanoma.
Sign and symptom terkait dengan patogenesis dan patofisiologi
1. pustule 2. plak eritema 3. papule 4. silver scale
1. dermatitis kontak alergi

- Erytema
- Vesicle
- Burning
- pruritus

2. dermatitis kontak iritasi

- eritema
- burning
- pruritus
lepuh dan luka yang menyakitkan dan gatal di kulit paling sering di
wajah, kulit kepala, dan batang tubuh.

Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang letaknya superfisial dan
berdinding tipis --> mudah pecah --> meninggalkan area erosi yang
dalam dan kadang ditutupi krusta serum. Lesi terasa nyeri
(terutama saat ruptur) dan sering terjadi infeksi sekunder

TEN dan SJS: makula eritematosa, atipikal, lepuh pada kulit, mata
terasa terbakar, nyeri saat menelan, dan buang air kecil meningkat.
EBA: kulit mengalami erosi, lepuh (yang di dalamnya tidak
meradang), bekas luka di atas permukaan yang rentan terhadap
trauma
Benjolan kecil di kulit Anda yang muncul tepat sebelum timbul
ruam.
Ruam melingkar pada kulit Anda yang mungkin dimulai sebagai
lingkaran kecil yang kemudian menyatu.
Ruam mungkin tampak merah, merah muda, ungu atau warnanya
sama dengan kulit Anda yang tidak terkena.
Inokulasi tuberkulosis primer (chancre) : papul, pustul, atau ulkus
indolen, dinding bergaung, sekitarnya livid, limfangitis, limfadenitis
Skrofuloderma : limfadenitis, limfadenitis leher dan ketiak, abses
dingin => fistel => ulkus livid => krusta=> sikatrik
Tuberkulosis kutis verukosa : predileksi sering mendapat trauma spt
tungkai bawah dan kaki, lutut. berbentuk bulan sabit perjalanan
secara serpiginosa, oaoul lentikular diatas kulit eritematosa, sikatrik
Tuberkulosis kutis gumosa : hematogen dari paru, guma,(infiltrat
subkutan, sirkumskrip)
Tuberkulosis kutis orifisialis : sekitar orifisium (mulut, bibir,
berkontak scr langsung dengan sputum. anus yang berkontak feses
mengandung tuberkulosis. saluran kemih akibat kontak urin
mengandung tuberkulosis), ulkus bergaung dan livid
Tuberkulosis kutis verukosa : infeksi eksogen scr langsyng mengenai
muka atau tulang rawan hidung

Rasa gatal yang hebat hampir selalu


merupakan keluhan subyektif urtikaria, dapat juga
timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara
klinis tampak lesi urtika (eritema dan edema
setempat yang berbatas tegas) dengan berbagai
bentuk dan ukuran. Kadang-kadang bagian tengah
lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika dengan
bentuk papular, patut dicurigai adanya gigita
Gejala-gejala inflamasi pada area kulit di sekitar gigitan/sengatan
serangga

Luka yang sudah sembuh tampak berbeda dibandingkan dengan


bagian kulit di sekitarnya

Luka yang sudah tertutup dan sembuh terlihat menonjol akibat


adanya akumulasi berlebihan kolagen di atas kulit

Tampak jaringan yang timbul setelah penyembuhan luka _


Impetigo non-bulosa
Ini adalah tipe yang paling umum. Ini melewati tahapan berikut:
- Dimulai dengan satu atau lebih luka, yang seringkali terasa gatal
- Lukanya cepat pecah, dan kulit bisa menjadi merah atau perih di
tempat luka sudah pecah
- Kelenjar di dekat luka mungkin terasa bengkak
- Kerak, biasanya berwarna madu, terbentuk
- Kulit sembuh tanpa bekas luka, kecuali jika digaruk hingga
membuat luka mendalam pada kulit

Impetigo bulosa
-Lepuh menjadi lemas dan transparan lalu pecah.
-Luka berkerak terbentuk di tempat lepuh pecah.
-Kulit cenderung sembuh tanpa jaringan parut.

Awalnya berupa gejala prodormal (sensasi abnormal atau nyeri otot


lokal), nyeri tulang, pegal, parestesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar --> timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula kemerahan
--> selama 3-5 hari menjadi papul, vesikel jernih berkelompok --> isi
vesikel menjadi keruh --> pecah --> krusta (berlangsung selama 7-10
hari) --> erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu.
- Kemerahan
- Peonjolan permukaan kulit ke arah luar

Kondiloma akuminata biasanya tidak menunjukkan gejala, meskipun


terkadang menyebabkan perdarahan, pruritus, dan nyeri.
Virus herpes simpleks menyebabkan infeksi yang dapat sembuh
sendiri. Gejala klinisnya berupa: vesikel (cold sores, fever blisters)
yang dapat pecah dan sembuh tanpa bekas luka, tetapi sering
meninggalkan virus dalam fase laten di ganglion saraf. Reaktivasi
virus bisa terjadi. (Robbins)
lnfeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.
1. lnfeksi primer (tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah,
terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus, Infeksi primer berlangsung lebih
lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional)
2. Fase laten (Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala
klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis)
3. lnfeksi rekurens (lnfeksi ini berarti VHS pada -ganglion dorsalis
yang dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi
aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis)

Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal


berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal,
parestesia sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan
sampai berat. Nyeri dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark
jantung, nyeri duodenum, kolesistitis, kolik ginjal atau empedu,
apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri
kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal dapat berlangsung
beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari). Setelah awitan gejala
prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri
terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari --> isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari).
Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar
kasus herpes zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan
tanpa gejala sisa.
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari berupa;
demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala,
timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas mirip
tetesan embun (tear drops) di atas dasar yang eritematosa. Vesikel
akan berubah menjadi keruh menyerupai pustul dan kemudian
menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi
vesikel-vesikel baru sehingga pada satu saat tampak gambaran
polimorfi. Penyebaran terutama di daerah badan kemudian
menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian
atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering
pada orang dewasa berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis,
arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura). lnfeksi
yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari
menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada
neonatus.
Lesi keras, berwarna putih sampai daging, berbentuk kubah, papula
mutiara, memiliki umbilikasi sentral yang dapat mengeluarkan
bahan seperti keju. Mollusca biasanya berdiameter satu milimeter
hingga satu sentimeter.

1. Pruritus noktuma, artinya gatal pada malam hari yang


disebabkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas
2. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat
predileksi yang berwama putih atau keabu-abuan, berbentuk garis
lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel.
3. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang
diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.
Selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).
plak berbentuk bulat, menyerupai koin, eksofitik, disertai
penampilan seperti "menempel/ stuck-on"

Lesi biasanya berdiameter kurang dari 1 cm, berwarna


kecoklatan atau merah, dan perabaan kasar (seperti kertas pasir)

Karsinoma sel skuamosa in situ terlihat sebagai plak yang berbatas


tegas, merah dan bersisik; banyak yang timbul dari keratosis aktinik
sebelumnya. Pada stadium lebih lanjut, lesi invasif bersifat nodular,
dengan skuama bervariasi dan mungkin diikuti ulserasi
papula seperti mutiara, sering disertai pembuluh darah
subepidermal yang mengalamai dilatasi (telangiektasia) yang
mencolok

1. Nevus Melanositik
Nevus melanositik umumnya berwarna coklat muda sampai
coklat, secara seragam berpigmen, papula berukuran kecil
(diameter 5 mm atau kurang) dengan pinggir yang jelas dan
melingkar

2. Nevus Displastik
Nevus displastik berukuran lebih besar daripada sebagian besar
nevus yang didapat (diameter seringkali lebih dari 5 mm) dan
mungkin berjumlah ratusan
1. Nevus yang membesar dengan cepat
2. Rasa gatal atau nyeri pada suatu lesi
3. Pembentukan lesi pigmentasi baru selama masa usia dewasa
4. Tepi lesi yang berpigmen tidak teratur
5. Aneka ragam warna pada lesi yang berpigmen
Prinsip-prinsip ini diekspresikan dengan sebutan ABC untuk
melanoma: asimetrik, border (tepi), color (warna), diameter, dan
evolusi (perubahan dari nevus yang ada)
Perubahan makroskopik (deskripsi dan gambar)

menunjukkan sisik (skuama) putih seperti perak pada


permukaan plak eritematosa
Gambaran eritema dan skuama pada dermatitis kontak
akibat nikel yang didapat dari kalung wanita ini.
makroskopik dari lepuh (blister) yang khas, dengan
erosi lebih ringan daripada pemfigus vulgaris.

Erosi pada kaki yang timbul dari penggabungan


sekelompok “unroofed“ blisters

Pada TEN: Pembentukan seperti melepuh yang luas.


SJS: lesi tidak hanya melibatkan kulit tetapi juga bibir
dan mukosa mulut, konjungtiva, uretra, dan area
genital dan perianal. EBA: lepuh parah, erosi, jaringan
parut, dan milia pada area kulitnya yang rentan
terhadap trauma
Gambaran , ruam melingkar seperti cincin terletak
dibagian kulit umumnya pada pergelangan tangan,
tungkai, pergelangan kaki, dan kaki.
primary inoculation tuberculosis (2-4 w)
papul brown-red dapat
berkembang menjadi nodul indurasi,
plaque, atau ulcer (kanan)

Tuberkulosis verrucosa cutis : awalnya papul kecil lalu


berkembang hyperkeratotik, menyerupai kutil,
pembesaran perifer beberapa sentimeter,
mengeluarkan eksudat purulen, lesi soliter (atas)

Scrofuloderma : eritema atau kulit berwarna, suhu kulit


tidak meningkat, dapat mengering menjadi sinus atau
berubah menjadi ulserasi dengan granulasi kemerahan
dibawahnya (bawah)

Wheals are superficial swellings


with pale centres surrounded initially by a
red flare that flatten and become as
singular before fading
Ruam-ruam kemerahan tampak pada kulit di area
sekitar gigitan/sengatan serangga

Luka dapat menjadi timbul ketika terlalu dalam


Kolagen yang berlebihan membuat luka tampak
menonjol

Jaringan parut yang menonjol ke luar/atas


Infeksi bakteri superfisial menghasilkan lesi khas berupa
eritema menyerupai kudis disertai keropeng (krusta)
dengan serum yang kering.

Tuberculosis verrucosa cutis (TVC): plak verukosa


dengan ekspansi sentrifugal di lengan kiri.
Veruka vulgaris suatu jenis lesi kutil yang paling lazim,
dapat tumbuh di mana saja tetapi paling sering pada
permukaan tangan, khususnya pada daerah permukaan
dorsal dan periungual, yang tampak sebagai papula
berwarna abu-abu keputihan sampai kecoklatan, datar
sampai cembung, berukuran 0,1-1 cm dengan
permukaan kasar, menyerupai jalan berbatu (pebbie-
like).

Kondilomata akuminata biasanya terdapat pada sulkus


koronarius atau permukaan dalam prepusium,
berukuran dari lesi kecil yang tidak bertangkai sampai
proliferasi papiler yang
besar dengan diameter beberapa sentimeter. Pada
perempuan, biasanya terdapat pada vulva. -
Vegetasi eritematosa di genitalia eksterna, bertangkai,
permukaannya berbintil-bintil
Lesi awal infeksi HPV ialah vesikel-vesikei eritematosa
yang nyeri pada mukosa atau kulit genitalia bawah atau
lokasi ekstragenital berdekatan. Daerah anorektal
merupakan lokasi infeksi primer yang sering pada laki-
laki yang melakukan seks dengan laki-laki.

-Vesikel dan bula berkelompok di atas kulit eritematosa,


unilateral, tersusun dermatoma
Lesi kasar, berwarna coklat, menyerupai
lilin yang seialu tampak "menempel" pada kulit (inset).

Sebagian besar lesi berwarna merah dan kasar


(menyerupai kertas pasir), karena pembentukan sisik
yang berlebihan, seperti
terlihat pada lesi daerah pipi, hidung dan dagu
terutama pada penderita wanita

Lesi hiperkeratosis nodular


yang terjadi pada telinga, yang berhubungan dengan
metastasis ke kelenjar
getah bening postaurikular yang menonjol (panah).
Suatu prototip dari papula
yang menyerupai mutiara,
dengan permukaan halus,
yang berhubungan
dengan pembuluh
darah yang mengalami
telangiektasis.

1. Nevus Displastik

Nevus melanositik reiatif berukuran kecil, simetris, dan


berpigmen secara seragam

2. Nevus Displastik

Banyak nevus yang iregular, pada daerah punggung


seorang penderita dengan sindrom nevus displastik.
Lesi biasanya berukuran lebih dari diameter 5 mm dan
memiliki tepi yang tidak rata serta pigmentasi yang
bervariasi (inset).
Pada evaluasi klinis, lesi cenderung lebih besar daripada
nevus, disertai tampilan permukaan (kontur) yang tidak
rata, dan
pigmentasi. Area makular menunjukkan pertumbuhan
(radial) superfisial dini, sedangkan area yang menonjol
seringkali menunjukkan invasi dermis
(pertumbuhan vertikal).
Perubahan mikroskopik (deskripsi dan gambar) Referensi
1. Kumar V, Abbas AK, Aster JC.
Robbins Basic Pathology 9th ed.
Philadelphia: Elseiver; 2013
2. Underwood JCE (editor). General
and Systematic Pathology. 7th ed.
Edinburgh: Churchill-Livingstone; 2019

hiperplasia epidermis yang mencolok, perluasan kearah


bawah dari rete ridge secara seragam (hiperplasia
psoriasiform), dan sisik parakeratotik yang menonjol, yang
sebagian (secara fokal) disebuk oleh neutrofil.
1. Kumar V, Abbas AK, Aster JC.
Terdapat akumulasi cairan (spongiosis) anatr sel epidermal yang
Robbins Basic Pathology 9th ed.
dpaat berkembang menjadi vesikel kecil, bila hubungan antar sel
Philadelphia: Elseiver; 2013
2. Underwood JCE (editor). General
and Systematic Pathology. 7th ed.
Edinburgh: Churchill-Livingstone; 2019
3. Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016.
mikroskopik khas lepuh subkorneum 1. Kumar V, Abbas AK, Aster JC.
Imunofluorosensi direk Robbins Basic Pathology 9th ed.
Endapan imunoglobulin terbatas pada lapisan superfisial Philadelphia: Elseiver; 2013
epidermis.

2. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk


AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
Orringer JS. eds. Fitzpatrick's
Dermatology, 9e. McGraw Hill; 2019.

Suprabasal intraepidermal blisters yang membulat, dengan 1. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
keratinosit terdisosiasi (akantolitik) yang banyak. Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018

TEN: Lesi ini ditandai dengan poor cell, lepuh subepidermal Weedon’s skin pathology essentials,
dengan nekrosis pada epidermis di atasnya dan perdarahan. 2nd ed, 2017. Kang S, Kang S.
SJS: Keratinosit nekrotik tunggal yang menonjol di semua Fitzpatrick's dermatology. 9th ed,
tingkat epidermis. EBA: Terdapat bulla subepidermal dengan 2019. Dermatopathology, 2009
fibrin dan hanya sedikit inflamasi sel inflamasi di dalam
lumen. Atap lepuh biasanya utuh, dan mungkin ada
beberapa fragmen kulit yang menempel pada epidermis.
Pada lesi noninflamasi
Schmieder SJ, Harper CD, Schmieder
GJ. Granuloma Annulare. [Updated
2023 Jun 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
NBK459377/

Abbas O, Kurban M. Generalized


granuloma annulare after varicella
infection: Wolf isotopic response? J
Am Acad Dermatol. 2014
Sep;71(3):e80-2. doi:
10.1016/j.jaad.2014.02.032. PMID:
25128135.

Weedon’s Skin Pathology (James W


Patterson, Gregory A Hosler)
Wheater’s Pathology, A Text, Atlas
and Review of Histopathology, 6th ed,
2020
Ilmu Penyakit Kulit FK UI 7th ed
Andrew Disease of Skin 12th ed
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p.55-56

Granuloma histiocytic (G) dengan infiltrasi


limfositik berat di sekelilingnya terdapat
pada semua lapisan di seluruh dermis,
namun terutama pada saraf kecil (gmbr B).
Saraf dermal kecil (DN) ditampilkan dikelilingi
oleh kumpulan limfosit.

urtikaria seringkali bersifat perubahan ringan. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Biasanya terdapat sebukan sel mononuklear dalam jumlah Robbins Basic Pathology. 10th
sedikit, Saunders; 2018. p. 111-113
di daerah perivenula superfisial, jarang terdapat neutrofil Grattan C. The urticarias:
dan Pathophysiology and management.
kadang-kadang eosinofil. Edema dermis superfisial Clinical Medicine. 2012;12(2):164–7.
menyebabkan doi:10.7861/clinmedicine.12-2-164
berkas-berkas kolagen terpisah dengan jarak lebih lebar.
Patterson, J.W. Weedon's Skin
Pathology. 5th ed. Elsevier; 2021.
Ilmu Penyakit Kulit FK UI 7th ed. p. 321

Setelah luka tertutup dan sembuh, beberapa fungsi Tortora GJ, Derrickson B. Principles of
kulit akan berubah tidak kembali normal sedia kala Anatomy & Physiology. Danvers, MA:
Wiley; 2014.

Akumulasi kolagen pada bagian scar di Dermis Kumar V, Abbas Ak, Aster J. Robbins Basic Pathology 9th edition

Kumar V, Abbas Ak, Aster J. Robbins


Basic Pathology 9th edition.
Philadelphia:Elsevier.Inc. 2013. p.69
.

Deposit jaringan ikat di dermi


Akumulasi neutrofi dibawah stratum korneum yang - Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
seringkali membentuk pustul dibawah lapisan tanduk Robbins Basic Pathology. 10th
(subkorneum). Kelainan ini disertai oleh perubahan Saunders; 2018. p. 894
epidermal reaktif yang nonspesifik dan inflamasi dermis - Impetigo: Signs and symptoms
superfisial Bakteri jenis kokus di epidermis superfisial dapat [Internet]. [cited 2023 Sept 10].
ditunjukkan dengan pewarnaan Gram. Available from:
https://www.aad.org/public/diseases/
a-z/impetigo-symptoms

- Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016. p. 78-79.
- Brito AC, Oliveira CM, Unger DA-A,
Bittencourt M de. Cutaneous
tuberculosis: Epidemiological, clinical,
Diagnostic and therapeutic update.
Anais Brasileiros de Dermatologia.
2022;97(2):129–44.
doi:10.1016/j.abd.2021.07.004

TVC: epidermis dengan hiperplasia fokal dan dermis


menunjukkan peradangan granulomatosa yang melibatkan
struktur dan pembuluh darah folikel,
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 894

Secara mikroskopik, kutil yang lazim mengandungi proliferasi


epidermal jenis papiler yang sering tersusun radial
menyerupai ujung mahkota (atas). Inti sel terlihat pucat,
granula keratohialin yang menonjol, dan perubahan sitopatik
terlihat pada pembesaran lebih kuat (bawah).
- Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018.
- Geraldine 0, Sarah B.Wheather
Pathology 16th edition
- SETYOWATIE, Lita; ATIF, Mazaya.
COMBINATION THERAPY FOR COUPLE
WITH CONDYLOMA ACUMINATA.
Journal of Dermatology, Venereology
and Aesthetic, [S.l.], v. 2, n. 2, p. 61-
72, nov. 2021. Available at:
<https://jdva.ub.ac.id/index.php/jdva/
article/view/20>.
Histopatologis
Kondiloma akuminatum termasuk akantosis hiperkeratosis
dan
vakuolisasi sitoplasma (koilositosis tengah).
Epidermis menunjukkan hiperplasia papillomatous. Banyak
sel epidermis menunjukkan vaku olasi sitoplasma, suatu
gambaran yang menunjukkan etiologi virus. Tidak ada
displasia epidermal dan lesi ini bukan merupakan
premaligna.
- Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 711.
- Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016. p.478
- Wheater’s Pathology, A Text, Atlas
and Review of Histopathology,
6th ed, 2020. p. 55

Kelainan histologis mencakup adanya vesikel-vesikel


intraepitelial disertai debris sel nekrotik, neutrofil dan sel-sel
yang mengandungi inklusi virus intranukleus yang khas.
Inklusi Cowdry tipe A yang klasik tampak sebagai struktur
intranukleus homogen berwarna ungu muda, dikelilingi halo
jernih.

Sel-sel yang terinfeksi biasanya bergabung membentuk


sinsisium multinukleus. Inklusi dapat dipulas dengan antibodi
terhadap HSV, sehingga dapat dibuat diagnosis infeksi HSV
yang spesifik dan cepat pada sediaan histologis atau apusan.
Tes imunohistokimia telah banyak mengantikan deteksi
infeksi HSV melalui pemeriksaan sitologik yang kurang
sensitif dan cenderung memberikan basil positif-palsu.
- Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016. p.121
- Weedon’s skin pathology essentials,
2nd ed, 2017

Perubahan viropati yang luas terlihat di antara sel-sel epitel


yang mengalami degenerasi pada bagian infundibular suatu
folikel.
Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016. p.121,
514.

Sel raksasa multinukleasi (Multinucleated giant cells) dengan


perubahan karakteristik nucleus
Wheater’s Pathology, A Text, Atlas
and Review of Histopathology,
6th ed, 2020. p. 492

Ada lobulus proliferasi epitel dengan arsitektur endofit


terbalik.
Badan inklusi virus (V) mudah terlihat, baik di dalam
proliferasi epidermis, di mana
warnanya kemerahan, dan di sumbat keratin di atasnya (K),
di mana mereka tampak lebih gelap bernoda. Steker keratin
mengekstrusi melalui lubang pusat (P) di puncaknya
berbentuk kubah bintil yang dikelilingi oleh epidermis
normal.

Menaldi SLSW, et all. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin ed 7. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta; 2016. p.137
Weedon’s skin pathology essentials,
2nd ed, 2017
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 862

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan lesi yang terdiri dari


proliferasi keratinosit
basaloid yang teratur dan seragam, yang cendrung
membentuk mikrokista
keratin (kista tanduk).

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.


Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 862

Atipia lapisan sel basal (displasia) disertai penonjolan epitel,


berhubungan dengan hiperkeratosis keras, parakeratosis,
dan elastosis solar pada dermis (tanda bintang)

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.


Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 863-5

Tumor menginvasi kolagen yang menyebuk dermis sebagai


tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dari sel skuamosa
atipik, yang dalam kasus ini menunjukkan akantolisis.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 863-5

B, Tumor tersusun dari sarang-sarang dari sel basaloid yang


menyebuk ke dalam stroma fibrotik.C,Sel tumor
mempunyai sangat sedikit sitoplasma. dan inti kecil
hiperkrornatjk yang tersusun menyerupai pagar (palisade) di
bagian luar sarang. Celah/park di antara sel
tumor dan stroma merupakan ciri sangat khas dari arcefak
pada saat pemotongan.

1. Nevus Displastik

Nevus ini menunjukkan melanosit yang membulat,


kehilangan pigmen dan menjadi lebih kecil serta lebih
terpisah ketika mereka meluas ke dalam dermis semua tanda
proses penuaan sel yang sesuai dengan sifat jinak dari
proliferasi.

2. Nevus Displastik
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.
Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 866-7

Nevus displastik jenis majemuk (compound) memiliki


perangai yang terdiri dari komponen dermis tengah disertai
suatu "bahu" asimetris dari melanosit antara yang eksklusif
(hiperplasia lentiginosa).Yang tersebut pertama sesuai
dengan zona tengah yang menonjol dan berpigmen lebih
banyak (lihat A, inset): sedangkan yang tersebut kedua
sesuai dengan batas tepi yang rata dan berpigmen lebih
sedikit
Fase pertumbuhan radial. dengan penyebaran sarang-sarang
dan sel individual yang tersebar di dalam epidermis

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL.


Robbins Basic Pathology. 10th
Saunders; 2018. p. 867-8

Anda mungkin juga menyukai