Anda di halaman 1dari 29

LEMBAR KERJA RESUME

PENDALAMAN MATERI PPG DALAM JABATAN


TAHUN 2022

Nama : JAJA
NUPTK : 1649742650200002
Modul : Perangkat Pembelajaran
KB : KB. 4 Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dosen : Dr. Atikah Syamsi, M.Pd.I.

A. Pemetaan Konsep/Mind Map (Silahkan dibuatkan pemetaan konsep dari materi


yang terdapat dalam KB dari modul yang dikaji)
B. Lakukan Analisis mengikuti alur I-CARE berikut:
Komponen Deskripsi
Jelaskan secara Seperti apa Rasionalitas Kurikulum Merdeka?
keseluruhan
gambaran materi Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dan
yang sudah saudara strategis dalam penyelenggaraan pendidikan karena kurikulum
pelajari. menjadi jembatan dan peta jalan yang jelas dan terukur proses
pendidikan. Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan
kurikulum merdeka akan dijelaskan secara singkat terkait
dengan konsep pendidikan yang memerdekakan yang dijadikan
dasar pijakan dalam desain, pengembangan, inovasi dan
implementasi kurikulum merdeka. Kata „Pendidikan‟ dan
„Pengajaran‟ itu seringkali dipakai secara bersama-sama
meskipun penggunaan seperti itu seringkali kurang tepat. Ki
Hajar Dewantara memberikan batasan yang berbeda antara
„Pendidikan‟ dengan „Pengajaran‟ (Febriyanti, N., 2021).
„Pengajaran‟ (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari
pendidikan, bahwa pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan
dengan cara memberi ilmu atau sesuatu yang berfaedah buat
hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Adapun pendidikan
(opvoeding) diartikan sebagai „tuntunan dalam hidup
tumbuhnya anak-anak‟. Maksud pendidikan yaitu menuntun
segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota
masyarakat.
Pendidikan itu hanya suatu „tuntunan‟ di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak kita. „kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu‟ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam
hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena
kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan- kekuatan itu, agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya
itu. Meskipun Pendidikan itu hanya „tuntunan‟ saja di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak, tetapi perlu juga Pendidikan itu
berhubungan dengan kodrat keadaan dan keadaannya setiap
anak. Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut
perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi
pekertinya. Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak
mendapat tuntunan Pendidikan, tentu akan mudah menjadi
orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih
memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan
mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan
tetapi dengan adanya tuntutan itu ia dapat terlepas dari segala
macam pengaruh jahat. Tidak sedikit anak-anak yang baik
dasarnya, tetapi karena pengaruh- pengaruh keadaan yang
buruk, kemudian menjadi orang-orang jahat.

Setiap anak memiliki dasar jiwa sebagai potensi bawaan. Yang


dimaksud dengan istilah „dasar-jiwa‟ (Ainia, D. K., 2020) yaitu
keadaan jiwa yang asli menurut kodratnya sendiri dan belum
dipengaruhi oleh keadaan di luar diri atau keadaan jiwa yang
dibawa oleh anak ketika lahir di dunia. Mengenai dasar jiwa
yang dimiliki anak- anak itu, terdapat tiga aliran yang
berhubungan dengan soal daya pendidikan. Pertama, aliran
yaitu anak yang lahir di dunia itu diumpamakan seperti sehelai
kertas yang belum ditulis, sehingga kaum pendidik boleh
mengisi kertas yang kosong itu menurut kehendaknya. Kedua,
aliran negatif, yang berpendapat, bahwa anak itu lahir sebagai
sehelai kertas yang sudah ditulisi sepenuhnya, sehingga
pendidikan dari siapapun tidak mungkin dapat mengubah
karakter anak. Pendidikan hanya dapat mengawasi dan
mengamati supaya pengaruh-pengaruh yang jahat tidak
mendekati diri anak. Ketiga, aliran convergentie-theorie yang
mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan
sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-
tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan itu
berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang
suram dan yang berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi
pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat
hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal,
bahkan makin suram.
Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu dibagi menjadi
dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible,
(Zidniyati, Z., 2019) yakni bagian yang berhubungan dengan
kecerdasan dan angan-angan atau pikiran (intelek) serta dapat
berubah menurut pengaruh pendidikan atau keadaan misalnya
kelemahan pikiran, kebodohan, kurang baiknya pemandangan,
kurang cepatnya berpikir dan sebagainya. Kedua, dinamakan
bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan
dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak
dapat berubah lagi selama hidup.

Kecerdasan intelligible (hidup angan-angan) hanya dapat


menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik. Menguasai diri
(zelfbeheersching) secara tetap dan kuat, akan dapat
melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang
tidak baik itu. Kecerdasan budi yang dimiliki orang sungguh
baik, sehingga dapat mewujudkan kepribadian
(persoonlikjkheid) dan karakter (jiwa yang berasas hukum
kebatinan), selalu dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-
tabiatnya yang asli dan biologis. Oleh karena itu, menguasai diri
(zelfbeheersching) (merupakan tujuan pendidikan dan maksud
keadaban. „Beschaving is zelfbeheersching‟ (adab itu berarti
dapat menguasai diri), demikian menurut pengajaran adat atau
etika.
Pendidikan yang memerdekakan mengandung makna sebagai
usaha, proses cara, perbuatan, pengajaran di sekolah yang
dilakukan guru yang menuntun siswa agar mereka dapat maju
dan berkembang sesuai dengan kodrat masing-masing anak.
Guru mencari tahu kodrat dan karakteristik peserta didik dan
menggunakannya untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Kodrat tiap siswa
mencakup potensi minat dan bakat, karakteristik, kebutuhan
belajar, tahap perkembangan, capaian pembelajaran. Dengan
demikian pendidikan yang memerdekakan menjadikan peserta
didik sebagai sentral dalam merancang, melaksanakan dan
menilai pembelajaran. Melalui pendidikan yang memerdekakan
satuan pendidikan (sekolah/madrasah), para guru dan
kurikulum yang dijadikan acuan dalam pembelajaran
memberikan ruang belajar yang memerdekakan, secara
keterbukaan dalam berpikir, orientasi belajar yang terukur, pola
belajar dan pembelajaran kontekstual berdasarkan potensi
kodrati, karakteristik, minat dan bakat peserta didik, serta
sumber belajar yang beragam dalam rangka tumbuh kembang
potensi diri peserta didik. Dengan demikian kurikulum
merdeka menjadi pijakan dasar untuk terwujudnya pendidikan
yang memerdekakan siswa.
Ada dua alasan mengapa Kurikulum Merdeka dijadikan pilihan
dalam dalam rangka pemulihan pembelajaran dan peningkatan
mutu proses dan hasil pembelajaran pada satuan pendidikan
(sekolah/madrasah), yaitu: pertama, menegaskan bahwa
sekolah/madrasah memiliki kewenangan dan tanggung jawab
mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan dan konteksnya.
Kedua, agar proses perubahan kurikulum nasional terjadi
secara lancar dan bertahap. Terkait dengan kurikulum,
sebenarnya tugas pemerintah adalah menetapkan kerangkanya
bukan menetapkan kurikulum yang sudah operasional dan siap
digunakan begitu saja oleh sekolah/madrasah.
Dalam praktiknya, ekosistem pendidikan kita sudah cukup lama
di mana kepala sekolah/madrasah dan guru dipandang sebagai
pelaksana kebijakan pusat dalam pelaksanaan kurikulum.
Selain itu dalam hal kegiatan pembelajaran pun demikian
dimana guru kurang terlihat aktif melakukan kreasi dan inovasi
model pembelajaran kecuali mengikuti apa yang digariskan
dalam pedoman dan panduan yang diterbitkan dari pemerintah
pusat. Adanya mindset kepatuhan pada aturan yang berlebihan
terkait dengan pelaksanaan tugas keprofesian mengakibatkan
adanya regulasi kurikulum yang diterbitkan dari pusat kerap
dianggap sebagai resep atau instruksi seperti format dokumen,
format rancangan pembelajaran pun banyak yang merasa
perlu diseragamkan dari pusat sampai ke satuan Pendidikan di
seluruh Indonesia.
Kondisi di sebagian guru yang masih belum menunjukkan
pelaksanaan tugas berdasarkan norma keprofesian merupakan
masalah kapasitas guru. Selain itu adanya suasana belum
kreatif dan inovatif sebagian juga karena regulasi yang
ditetapkan pemerintah memang kadang terlalu kaku,
rinci, dan menyeragamkan. Kondisi ini yang sedang diubah,
yang salah satunya melalui kebijakan kurikulum merdeka
sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum operasional
sekolah/madrasah dan pelaksanaan pembelajaran. Intinya
melalui kurikulum merdeka sekolah/madrasah diberi
tanggungjawab dan kewenangan serta otonomi untuk mengkaji,
mengembangkan dan merefleksikan kerangka kurikulum
nasional untuk diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan serta dinamika masyarakat. Untuk itu
sekolah/madrasah harus menyusun sendiri kurikulum
operasional dengan mendasarkan pada prinsip kontekstual,
relevansi, adaptabilitas, sesuai dengan kebutuhan murid dan
kondisi sekolah/madrasah.
Selain menegaskan peran sekolah/madrasah dalam
penyusunan kurikulum,
Perubahan kerangka kurikulum nasional tentu menuntut
adaptasi yang besar. Hal ini perlu dikelola agar menghasilkan
dampak positif yang diharapkan dalam perbaikan
kualitas pembelajaran. Beberapa tahapan perubahan dalam
inovasi kurikulum sampai pada lahirnya kurikulum merdeka
sebagai berikut: pertama, pada tahun 2019-2020 dilakukan
evaluasi Kurikulum 2013; kedua pada tahun 2020-2021
dilakukan penyusunan kurikulum merdeka; ketiga pada tahun
2021-2022 dilakukan uji coba terbatas dan perbaikan kurikulum
prototipe melalui Program Sekolah Penggerak (SP) dan
Program SMK PK; keempat pada 2022-2024 ditetapkan
menjadi kurikulum merdeka sebagai perbaikan lebih lanjut
melalui penerapan di sekolah penggerak, SMK PK, dan
sekolah/madrasah lain yang berminat dalam menerapkan
kurikulum merdeka. Dengan demikian, perubahan kurikulum
nasional baru akan terjadi pada 2024 setelah dilakukan uji coba
dan penilaian terhadap kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka
tersebut telah melewati perbaikan selama 3 tahun di berbagai
jenjang dan beragam satuan pendidikan (sekolah/madrasah).
Dengan demikian pada tahun 2024 akan ada cukup banyak
sekolah/madrasah yang sudah mempelajari kurikulum merdeka
dan bisa menjadi mitra belajar bagi berbagai sekolah/madrasah
lain. Pendekatan bertahap dalam inovasi kurikulum memberi
waktu bagi guru, kepala sekolah/madrasah , dan para pihak
seperti dinas pendidikan kantor kementerian agama untuk
memperoleh pembelajaran lebih lanjut. Proses belajar dan
pembelajaran para aktor kunci tersebut menjadi sangat penting
sebagai fondasi transformasi pendidikan. Inovasi kurikulum
dimaksudkan untuk mengatasi krisis belajar dan peningkatan
mutu pendidikan. Kurikulum Merdeka menjadikan
sekolah/madrasah sebagai tempat belajar yang aman, inklusif,
inspiratif, menantang dan menyenangkan serta produktif.
Perubahan yang sistemik takkan terjadi dalam sekejap.
Harapannya, tahapan perubahan kurikulum ini akan memberi
waktu yang memadai untuk menyiapkan pondasinya yang
kokoh ketika akan diterapkan sebagai kurikulum pendidikan
nasional.

b. Konsep Dasar Kurikulum Merdeka


Dalam dunia pendidikan, kurikulum memiliki peran penting dan
strategis karena sebagai acuan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran yang efektif pada satuan pendidikan
(sekolah/madrasah). Dalam Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 kurikulum sebagai seperangkat rencana serta
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran.
Kurikulum juga dijadikan sebagai pedoman dasar dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran baik melalui kegiatan
intra kurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler sebagai satu
kesatuan program pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Kurikulum pendidikan di Indonesia dalam perjalanannya telah
mengalami perubahan dan inovasi disebabkan dalam berbagai
faktor yang melatarinya. Tentunya perubahan dan inovasi
kurikulum tersebut memiliki maksud dan tujuan utama yaitu
peningkatan kualitas lulusan program pendidikan yang unggul,
berdaya saing tinggi, menunjukkan kapasitas dan ketangguhan
diri dalam memasuki perkembangan kehidupan yang dinamis
dan perubahan yang disruptif di masa depan. Perubahan dan
inovasi kurikulum juga disesuaikan dengan kebutuhan,
tantangan dan perkembangan zaman untuk meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia.
Perubahan dan inovasi kurikulum tidak bisa dilepaskan dengan
kompetensi dan kapasitas pelaksana kurikulum di satuan
pendidikan yaitu guru. Karena itu program yang sangat penting
yang harus dilakukan sebagai bagian dari perubahan dan
inovasi kurikulum adalah peningkatan mutu kompetensi dan
kapasitas guru yaitu kesiapan menerima perubahan dan inovasi
kurikulum, pola pikir guru yang berkembang (growth mindset)
dan kapasitas menerapkannya sesuai dengan filosofi, visi, misi,
tujuan, strategi adanya perubahan dan inovasi kurikulum.
Memasuki situasi pandemic Covid 19 yang berdampak pada
pembelajaran dilakukan langkah perubahan dan inovasi
kurikulum dari kurikulum normal sebagaimana yang dinamakan
Kurikulum 13 menjadi Kurikulum Darurat (Sanjaya, J. B., &
Rastini, R., 2020) dan Kurikulum Prototipe sebagai suatu
langkah dalam rangka pemulihan pembelajaran akibat Covid 19
sekaligus sebagai wahana untuk perubahan dan inovasi
kurikulum. Kurikulum Prototipe diujicobakan penerapannya di
sekolah yang menjadi sasaran dan target Program Sekolah
Penggerak dengan didukung oleh Guru Penggerak. Dengan
demikian situasi pandemic Covid 19 ada tiga jenis kurikulum
yang berlaku di satuan pendidikan yaitu Kurikulum 13,
Kurikulum Darurat dan Kurikulum Prototipe
Adanya pandemi Covid 19 yang datang secara tiba-tiba dan
membuat perubahan secara disruptif dalam berbagai sektor
kehidupan manusia termasuk perubahan disruptif dalam sektor
pendidikan. Adanya perubahan disruptif yang diakibatkan oleh
kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 yang diperparah
oleh hadirnya bencana kemanusia dan kesehatan yaitu
datengnya pandemi Covid 19 yang membuat pola dan kegiatan
pembelajaran berubah secara drastis dan mengalami
ketertinggalan belajar (learning loss). Perubahan drastis akibat
pandemi Covid 19 dan kemajuan era digital tidak diikuti dengan
kesiapan para pelaku pendidikan (guru dan kepala
sekolah/madrasah), orang tua dan pemangku kepentingan
lainnya. Sebelum Covid 19 ada dan menjadi pandemi nasional
bahkan internasional, berbagai masalah yang ada dalam sektor
pendidikan memang tidaklah sedikit antara lain masalah
kesenjangan dan pemerataan pendidikan, masalah kualitas
pembelajaran, masih rendahnya hasil tes internasional seperti
hasil PISA siswa Indonesia, masalah kualitas guru,
ketersediaan fasilitas pendidikan seperti jaringan internet,
ketersediaan perangkat komputer, sarana-prasarana praktikum,
dan masalah pendidikan lainnya. Belum optimalnya
pelaksanaan Kurikulum 13 di sekolah/madrasah baik karena
kompetensi guru maupun arah orientasi dan muatan dalam
Kurikulum 13 serta perkembangan dan kemajuan teknologi juga
menjadi tambahan masalah yang dihadapi dunia pendidikan.
Berbagai masalah pendidikan tersebut telah banyak bukti
tertulis yang didapat dari berbagai media dan hasil penelitian
berbagai pihak.
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan
(BSKAP) membuat suatu langkah kebijakan perubahan dan
inovasi kurikulum dengan merancang kurikulum baru dengan
maksud kurikulum tersebut dapat mengatasi permasalahan
pembelajaran dan dapat meningkatkan mutu lulusan pendidikan
di era baru yaitu era revolusi industri 4.0. era masyarakat 5.0
dan era pandemi Covid 19. Kondisi tersebut yang
melatarbelakangi perlunya kurikulum baru yang dapat
memberikan jawaban dan solusi terhadap permasalahan
pembelajaran. Kurikulum baru ini sebelumnya telah
diujicobakan di sekolah penggerak. Kurikulum baru tersebut
bernama Kurikulum Prototipe yang selanjutnya berubah nama
menjadi Kurikulum Merdeka di tahun 2022. Kurikulum Merdeka
yang dicanangkan sampai tahun 2024 menjadi cikal bakal
hadirnya kurikulum pendidikan nasional yang akan diberlakukan
dan menjadi acuan untuk seluruh satuan pendidikan.
Perubahan dan inovasi kurikulum tersebut dengan harapan
dapat mengatasi masalah dan dapat membangun daya saing
dan ketangguhan sumber daya manusia serta peningkatan
mutu pendidikan di Indonesia. Kurikulum Merdeka ini sejak
2022 -2024 sifatnya pilihan atau tidak wajib dalam
penerapannya di sekolah/madrasah. Artinya bagi
sekolah/madrasah biasa yang bukan sekolah penggerak bila
ingin dan siap menerapkan Kurikulum Merdeka dibolehkan
menjalankannya tanpa paksaan. Bila belum siap, maka
sekolah/madrasah dapat menerapkan Kurikulum 2013 dan
Kurikulum Darurat. Pemerintah akan mendukung apapun
keputusan sekolah/madrasah dalam menerapkan kurikulum
sebagai pijakan dalam pembelajaran.
1) Pengertian Kurikulum Merdeka
Banyak pihak diantaranya para guru yang merupakan aktor
terdepan dalam implementasi kurikulum termasuk kurikulum
merdeka menunjukkan rasa ingin tahunya yang tinggi,
penasaran dan bertanya-tanya terkait dengan apa itu Kurikulum
Merdeka? apa saja manfaat Kurikulum Merdeka? apa
karakteristik dan prinsip Kurikulum Merdeka? bagaimana
struktur Kurikulum Merdeka? seperti apa rancangan
pembelajaran dan perangkat ajar dalam Kurikulum Merdeka?
dan bagaimana pola pembelajaran dan penilaian dalam
Kurikulum Merdeka? Berbagai pertanyaan di atas akan
dijelaskan dalam uraian berikut ini.
Kurikulum Merdeka sebagai sebuah nama kurikulum sekolah
disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi saat menyampaikan kebijakan pendidikan Episode
ke 15 Kebijakan dan Program Merdeka Belajar. Kurikulum
Merdeka sebelumnya bernama kurikulum prototipe yang
merupakan satu model kurikulum yang digunakan dalam
program sekolah penggerak Untuk memahami kurikulum
prototipe terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian kata
prototipe yang berasal kata prototype sebagai kata pinjaman
dan serapan dari kata bahasa Inggris, yaitu prototype. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Online), prototipe
mengandung arti sebagai suatu model pertama yang dijadikan
contoh.
Secara sederhana prototipe bermakna contoh yang posisikan
sebagai model pertama atau suatu kasus uji dari kegiatan
inovasi.
Dalam design thinking (desain berpikir) sebagai kerangka dan
paradigma berpikir sistemik, prototipe merupakan salah satu
tahapan kerja inovasi dan pemecahan masalah. Design thinking
adalah proses memecahkan masalah secara kreatif. Menurut
Binus University, design thinking adalah pendekatan berbasis
solusi untuk menyelesaikan masalah, juga proses menentang
asumsi yang berfokus pada kebutuhan pengguna atau dalam
hal ini manusia. Design thinking adalah proses berulang di
mana kita berusaha memahami pengguna, menantang asumsi,
dan mendefinisikan kembali masalah dalam upaya
mengidentifikasi strategi dan solusi alternatif yang mungkin
tidak langsung terlihat dengan tingkat awal pemahaman kita.
Pada saat yang sama, design thinking menyediakan
pendekatan berbasis solusi untuk menyelesaikan masalah. Ini
adalah cara berpikir dan bekerja serta kumpulan metode
langsung. Design thinking berputar di sekitar minat yang
mendalam dalam mengembangkan pemahaman dari orang-
orang yang menjadi tujuan perancangan produk atau layanan.
Hal ini membantu kita mengamati dan mengembangkan empati
dengan target pengguna. Design thinking membantu kita dalam
proses bertanya: mempertanyakan masalah, mempertanyakan
asumsi, dan mempertanyakan keterkaitannya. Design thinking
sangat berguna dalam mengatasi masalah-masalah yang
tidak jelas atau tidak dikenal, dengan
melakukan reframing masalah dengan cara-cara yang berpusat
pada manusia, menciptakan banyak ide dalam brainstorming,
dan mengadopsi pendekatan langsung dalam pembuatan
prototype dan testing. Design thinking juga melibatkan
eksperimen yang sedang berjalan, membuat sketsa, membuat
prototype, testing, dan mencoba berbagai konsep dan ide.
Dengan kata lain dalam design thinking sebagai paradigma
perubahan dan inovasi kurikulum memuat tahapan
empathisme, define, Ideate, prototype, dan test.
Prototipe menjadi satu tahapan dalam design thinking yang
tersedia untuk adanya pengujian konsep dan desain secara
empirik dari sebuah inovasi termasuk inovasi kurikulum yang
diajukan sehingga dapat diterima oleh stakeholders pendidikan,
para pelaku pendidikan, untuk pengujian dapat atau tidak
dapat diterapkan serta untuk melihat ketepatan dan kendala
yang dihadapi saat pelaksanaan serta hasil yang diperolehnya.
Kurikulum hasil inovasi setelah melewati tahap prototipe
dinamakan Kurikulum Prototipe yang merupakan kurikulum
model hasil uji coba pada sekolah penggerak yang
dimaksudkan untuk dapat mengatasi masalah pendidikan yang
ada selama ini terutama dalam ranah proses dan hasil
pembelajaran dimana kurikulum menjadi instrumen yang sangat
strategis keberadaannya. Kurikulum prototipe ini meneruskan
proses peningkatan kualitas pembelajaran yang telah diinisiasi
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum prototipe ini
menguatkan praktik kurikulum berbasis konteks satuan
pendidikan yang sudah diatur dalam kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Kurikulum prototipe ini dimaksudkan untuk
penguatan literasi dan numerasi dalam pembelajaran yang
efektif dan menyeluruh di semua mata pelajaran. Kurikulum
Prototipe ditawarkan juga sebagai opsi tambahan untuk
rehabilitasi proses pembelajaran yang mengalami perubahan
secara disruptif akibat covid 19 dan juga sebagai langkah
perbaikan dan pembenahan pendidikan. Kurikulum prototipe
mendorong pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa,
dan memberikan ruang tambahan untuk pengembangan
perilaku dan keterampilan dasar.
Kebijakan Kurikulum Nasional yang saat ini dinamakan
Kurikulum Merdeka yang sebelumnya Bernama Kurikulum
Prototipe merupakan hasil inovasi kurikulum yang akan ditinjau
kembali pada tahun 2024 berdasarkan hasil penilaian
pelaksanaan dan penerapan Kurikulum Merdeka di satuan
pendidikan yang dilakukan selama masa pemulihan
pembelajaran terutama dalam situasi pandemi Covid 19
untuk selanjutnya akan ditetapkan sebagai kurikulum baru yang
dijadikan pedoman dan acuan dalam pembelajaran di di semua
jenis satuan pendidikan dan semua jenjang pendidikan mulai
pendidikan anak usia dini sampai pendidikan menengah di
Indonesia. Kurikulum merdeka guru lebih bisa mengerti,
beradaptasi, dan fleksibel, karena sesuai kemampuan
muridnya. Kurikulum merdeka ini juga memberikan kesempatan
bagi guru berkreasi dan berinovasi.
Berdasarkan alur pikir design thinking di atas, maka Kurikulum
Merdeka yang akan diberlakukan mulai tahun ajaran 2022 ini
merupakan model kurikulum yang bahan dasar dalam
penetapan kebijakan kurikulum baru pendidikan nasional
sebagai hasil dari perubahan dan inovasi kurikulum yang akan
diberlakukan secara nasional untuk semua jenis dan jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah.
Perubahan dan inovasi kurikulum dengan skema tersebut agar
penerapannya dapat berjalan dengan lebih baik, semakin efektif
dan efisien serta menunjukkan peningkatan mutu proses dan
hasil pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisi serta
tantangan yang dihadapi dunia pendidikan.

2) Mengapa Perlu Ada Kurikulum Merdeka


Kepala BSKAP, Anindito Aditomo mengatakan bahwa kita
mengalami krisis belajar (learning crisis) cukup lama. Studi-
studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa
banyak siswa kita yang tidak mampu memahami bacaan
sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar.
Studi-studi tersebut juga menunjukkan bahwa ada
kesenjangan besar antar wilayah dan antar kelompok sosial-
ekonomi dalam hal kualitas belajar. Saat dan setelah pandemic
Covid 19, krisis belajar ini menjadi semakin parah. Untuk
mengatasi krisis belajar kita perlu perubahan yang sistemik.
Kualitas guru dan kepala sekolah tentu menjadi faktor kunci
kualitas pembelajaran. Selain itu kualitas pembelajaran juga
dipengaruhi oleh kurikulum yang digunakan.
Kurikulum sebagai pedoman dasar pembelajaran di dalamnya
memuat struktur dan bahan kajian yang dapat menentukan
materi yang akan diajarkan di kelas. Muatan kurikulum juga
dapat mempengaruhi kecepatan pembelajaran dan
penggunaan pendekatan, model, strategi, metode, teknik dan
penilaian yang digunakan guru dalam pembelajaran. Betul
bahwa guru yang hebat (the great teacher) akan bisa
menerapkan pembelajaran yang baik, apapun model
kurikulumnya, tetapi model kurikulum yang baik dan visioner
bisa mendorong sebagian besar guru untuk berfokus pada
upaya tumbuh kembang karakter, pengembangan kemampuan
berpikir tingkat tinggi, penguatan kompetensi dan pencapaian
kapasitas dan daya tangguh murid dalam pembelajaran.
Kurikulum pendidikan nasional sebagai kerangka acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan
1) Rencana Pelajaran 1947
2) Rencana Pelajaran 1952
3) Rencana Pelajaran 1964
4) Kurikulum 1968
5) Kurikulum 1975
6) Kurikulum 1984
7) Kurikulum 1994
8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
9) Kurikulum Periode 2006 KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
10) Kurikulum Periode 2013 (K13)

Kurikulum merdeka merupakan langkah inovasi yang


merupakan hasil evaluasi terhadap kurikulum 2013 yang masih
digunakan di satuan pendidikan. Kurikulum merdeka sebagai
hasil inovasi dimaksudkan menjadi model kurikulum yang baik
dan berorientasi masa depan serta visioner. Kurikulum jenis ini
memberikan ruang pada guru dalam membangun iklim dan
kultur pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa menjadi
mandiri, pembelajar sepanjang hayat, belajar sejalan dengan
minat, bakat, dan potensi peserta didik, mendapatkan
pembelajaran yang inspiratif, menantang, menyenangkan,
bermakna, fungsional dan produktif. Kurikulum yang baik tidak
memaksa guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan cara
“kejar tayang materi”, melainkan mendorong guru untuk lebih
memperhatikan kemajuan dan kualitas belajar muridnya. Selain
itu kurikulum yang baik memberikan kemerdekaan peserta didik
untuk belajar secara bertanggung jawab, relevan dengan
kebutuhan serta potensi diri mereka dalam pengembangan
karakter, kecakapan dan kompetensi yang diperlukan sejalan
dengan kontek zaman dan ruang dimana mereka tumbuh dan
berkembang.
Untuk itulah menjadi sangat diperlukan langkah inovasi
kurikulum melalui kurikulum prototipe sebagai model yang
selanjutnya dikenal dengan Kurikulum Merdeka sebagai bagian
penting dan strategis upaya memulihkan pembelajaran dari
krisis pembelajaran yang sudah berlangsung cukup lama yang
dialami bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan
demikian melalui Kurikulum Merdeka yang tepat dalam
menghadapi berbagai tantangan dan peluang sebagai akibat
dari adanya perubahan yang berjalan cepat dan disruptif karena
kemajuan teknologi dalam hal ini teknologi digital, perubahan
masyarakat, perubahan iklim dan termasuk perubahan akibat
pandemi Covid 19.

c. Manfaat dan Hal-hal Baru dalam Kurikulum Merdeka

Sebagai pedoman pembelajaran, ada beberapa manfaat yang


didapat dari pelaksanaan Kurikulum Merdeka sebagai berikut:
1) Guru tidak mengejar tujuan pembelajaran yang padat (tidak
mengejar targetkurikulum),

2) Guru menitikberatkan pada kebutuhan dan materi esensial


yang dibutuhkan untuk memperkuat perilaku, karakter dan
pengetahuan siswa, dan penerapan metode pembelajaran lebih
baik dan efektif.
3) Guru diberi kesempatan untuk menggali potensi siswa
secara ,maksimal melalui berbagai kesempatan belajar dan
lingkungan belajar yang lebih kondusif dan menyenangkan
bagi guru dan siswa.
4) Guru diberi kesempatan untuk merancang dan
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik,
kemampuan siswa, dan memberikan ruang tambahan untuk
pengembangan perilaku dan keterampilan dasar.
5) Guru mendapatkan efisiensi dalam pelaksanaan
pembelajaran karena tidak merasa terbebani.
Selanjutnya ada beberapa hal baru yang harus dipahami para
pihak dalam Kurikulum Merdeka yang dijadikan sebagai acuan
dalam pembelajaran di sekolah/madrasah mulai tahun ajaran
2022, yaitu :

Pertama, Kerangka Kurikulum dan Profil Pelajar Pancasila


(PPP) merupakan acuan untuk mengembangkan standar isi,
standar proses dan standar evaluasi. Secara umum, struktur
Kurikulum Merdeka mencakup adanya interaksi pembelajaran
lintas mata pelajaran dan lintas guru seperti dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis proyek. Selain itu, setiap
sekolah/madrasah diberikan kesempatan untuk
mengembangkan program kerja tambahan yang akan
meningkatkan kinerja siswa dan program tersebut sehingga
dapat menyesuaikan dengan visi, misi dan sumber
pelajar Indonesia sepanjang hayat yang memiliki kompetensi
global, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pancasila,
dengan enam ciri utama yakni : beriman, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kebhinekaan global,
gotong royong, mandiri, nalar dan kreatif. Profil ini menjadi
acuan bagi sekolah/madrasah dalam mengembangkan ketiga
standar kurikulum yakni, standar isi, standar proses, serta
standar penilaian.
Kedua, hal yang penting dalam Kurikulum 2013 adanya kata KI
dan KD sebagai

kerangka kualifikasi yang harus dicapai siswa setelah proses


pembelajaran. Dalam Kurikulum Merdeka yang disebut juga
Kurikulum dengan paradigma baru ditegaskan bahwa rangkaian
hasil belajar berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap
merupakan wujud dari capaian pembelajaran atau sebagai
outcomes based curriculum (capaian hasil kurikulum) sebagai
satu kesatuan yang utuh dan holistik. Oleh karena itu, setiap
mata pelajaran yang dievaluasi oleh guru harus menunjukkan
nilai dan kinerja tertentu. Capaian Pembelajaran adalah
rangkaian dari pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai
kesatuan yang utuh dalam proses pembelajaran bagi siswa.
Asesmen yang diberikan oleh guru wajib mencakup pada
Capaian Pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ketiga, pelaksanaan proses pembelajaran tematik yang selama
ini hanya dilakukan di tingkat SD/MI, dibiarkan berlangsung di
tingkat lain dalam kurikulum baru. Dengan demikian model
pembelajaran tematik dapat diterapkan pada jenjang selain
SD/MI. Oleh karena itu, pada jenjang SD/MI, kelas IV, V, dan VI
sebaiknya tidak saja menggunakan pendekatan pembelajaran
tematik. Dengan kata lain di SD/MI dapat menyelenggarakan
pembelajaran berbasis tematik dan atau berbasis mata
pelajaran.
Keempat, dari segi jumlah jam, kurikulum pawai baru tidak
merinci jumlah jam per minggu seperti yang diterapkan dalam
Kurikulum 2013, tetapi jumlah jam per tahun diatur dalam
Kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, setiap sekolah/madrasah
harus nyaman dalam mengelola pelaksanaan kegiatan
pembelajaran. Setiap mata pelajaran boleh diajarkan pada
semester biasa atau dapat diajarkan pada semester
sebelumnya, misalnya kelas IPA di kelas VIII hanya diajarkan
pada semester tersendiri. Hal tersebut tidak menjadi masalah
kecuali jika diselesaikan selama tahun
ajaran dan dapat disetujui. Jumlah jam pelajaran ditetapkan per
tahun ajaran. Jika pada kurikulum 2013 jumlah jam pelajaran
ditetapkan per minggu namun dalam Kurikulum Merdeka akan
ditetapkan per tahun. Hal ini akan memudahkan guru dalam
mengatur pelaksanaan pembelajarannya.
Kelima, Sekola/Madrasah diberi kebebasan untuk menerapkan
model pembelajaran kolaboratif antar topik dan membawanya
dalam lintas topik, dengan menerapkan penilaian berbasis
proyek atau penilaian portofolio. Pembelajaran berbasis proyek
sangat bermanfaat bagi siswa dan juga bagi guru. Hal ini
disebabkan oleh pembelajaran berbasis proyek bertujuan dan
bermuara pada penguatan Profil Pelajar Pancasila. Selain itu
model pembelajaran tersebut memberi kesempatan bagi pelajar
mengambil pengalaman (experiential learning), dan
mengintegrasikan kompetensi esensial yang dipelajari dari
berbagai mata pelajaran.
Keenam, untuk mata pelajaran teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang pada Kurikulum 13 tidak ada, akan
kembali ada dengan nama baru yaitu informatika yang akan
dimulai pada tingkat SMP/MTs. Bagi sekolah yang tidak
memiliki guru informatika, tidak perlu khawatir untuk
menerapkan mata pelajaran informatika karena mata pelajaran
ini selain diajarkan oleh guru yang berlatar belakang pendidikan
yang relevan, boleh diajarkan oleh guru dengan latar belakang
bukan bidang informasi. Untuk mendukung itu telah
dikembangkan buku teks informasi yang akan memudahkan
guru dan siswa untuk menggunakan dan memahaminya.
Ketujuh, mata pelajaran IPA dan IPS digabung menjadi Ilmu
Pengetahuan

Alam Sosial (IPAS). Pada tataran pendidikan dasar kelas IV, V,


dan VI selama ini mata pelajaran kelompok IPA dan IPS
terpisah namun pada Kurikulum Merdeka diajarkan secara
bersamaan dalam satu mata pelajaran. Selanjutnya program
peminatan seperti IPA dan IPS serta Bahasa, keagamaan di
SMA/MA tidak diberlakukan dari tingkat kelas X. Pada kelas X
siswa mempersiapkan diri untuk menentukan pilihan mata
pelajaran di kelas XI dan XII serta diwajibkan mengikuti
pelajaran di kelompok mata pelajaran wajib, keterampilan
vokasi, minat dan bakat yang diminatinya dalam Kurikulum
Merdeka sesuai jenjangnya.
2. Menganalisis Prinsip-Prinsip Utama Yang Dijadikan
Dasar Dalam Penerapan Kurikulum Merdeka, Karakteristik
Dalam Pembelajaran, Kriteria Sekolah/Madrasah Yang Boleh
Menerapkan Kurikulum Merdeka, Dan Struktur Serta Dimensi
Kurikulum Merdeka

a. Prinsip Dasar Kurikulum Merdeka

Sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Badan Standar,


Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud-
Ristek, Anindito Aditomo bahwa kurikulum prototipe yang
kemudian berubah nama menjadi Kurikulum Merdeka adalah
bentuk langkah keseriusan pemerintah dalam mewujudkan
beberapa prinsip mendasar yang menjadi benang merah desain
kurikulum nasional sejak dua puluh tahun silam. Paling tidak
ada 3 (tiga) prinsip dasar dalam Kurikulum Merdeka yaitu:
1) Kurikulum Merdeka Bukan Berbasis Konten, Tetapi
Berbasis Kompetensi.

Prinsip dasar ini merupakan penegasan dan kelanjutan dari


prinsip yang ada pada kurikulum sebelumnya (terutama sejak
Kurikulum 2004- Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013 sudah
berbasis kompetensi). Artinya, Kurikulum Merdeka didesain dan
dikembangkan berdasarkan penguatan kompetensi yang ingin
ditumbuhkembangkan dan dicapai siswa. Yang penting bukan
keluasan materi atau seberapa banyak materi yang diajarkan
oleh guru, melainkan pada materi esensial, relevan, bermakna,
dan pada apa yang bisa dilakukan siswa dengan materi
tersebut. Dengan demikian dalam Kurikulum Merdeka
menguatkan pada adanya pemahaman dan penguasaan atas
materi yang dilanjutkan dengan kemampuan menerapkan,
mengevaluasi, mengkreasi dan bahkan merumuskan
pengetahuan itu sendiri sebagai karya dan kreativitas siswa.
Dalam Kurikulum Merdeka, prinsip ini diterjemahkan secara
lebih serius dengan berfokus pada materi yang esensial dan
relevan. Harapannya dalam Kurikulum Merdeka guru tidak
terbebani hanya "kejar tayang" menyelesaikan materi, tapi
punya waktu memandu belajar peserta didik secara merdeka
dengan menerapkan pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran yang interaktif, kolaboratif, inspiratif, kreatif,
inovatif dan bermakna sehingga terbangun kompetensi unggul
pada peserta didik.
2) Kurikulum Merdeka Berorientasi pada Pencapaian
Kompetensi secara

Holistik.

Bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang harus dapat


menumbuhkembangkan potensi siswa secara utuh (holistik)
dan terpadu bukan hanya kemampuan akademik intelektualnya
saja, tetapi juga kecakapan dan karakternya. Sebagaimana
dikemukakan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar
Dewantara bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk
menumbuh- kembangkan budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek) dan tubuh-raga anak. Artinya
pendidikan merupakan upaya memberi tuntunan atas
perkembangan potensi akal, rasa, dan raga (kekuatan kodrati
anak) secara optimal dan padu agar mereka baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Ketiga potensi dan kompetensi merupakan satu kesatuan yang
utuh untuk melahirkan anak yang memiliki kesempurnaan
hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan yang selaras dengan
dunianya sebagai jembatan menuju kehidupan akhirat.
Tujuan pendidikan sebagaimana dalam pandangan Ki Hajar
Dewantara

diarahkan untuk membentuk manusia merdeka segala-galanya;


merdeka pikirannya, merdeka batinnya, dan merdeka pula
tenaganya, supaya dapat bermanfaat bagi bangsa dan tanah
air (h. 12). Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa
kemerdekaan itu memiliki tiga macam, yaitu berdiri sendiri
(zelfstanding), tidak tergantung pada orang lain (onafhankelijk),
dan dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, selfbeschikking) (h.
4). Dengan demikian proses pendidikan harus mengarah pada
proses yang memerdekakan dan memberdayakan dalam
pembentukan manusia-manusia merdeka berkarakter yang
diikuti dengan penuh tanggung jawab dalam segala hal dan
kecakapan hidup.
Untuk mewujudkan proses dan tujuan pendidikan tersebut,
kurikulum sekolah/madrasah harus memberikan ruang untuk
mengembangkan secara holistik dan terpadu potensi kodrati
peserta didik yaitu kecerdasan pikiran, rasa, spiritual, budi
pekerti dan kecapan. Kurikulum Merdeka memberi
penekanan dan aktualisasi ketiga potensi kodrati peserta didik
untuk tumbuh dan berkembang secara proporsional dan
maksimal diantaranya dengan memberikan porsi waktu khusus
bagi pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dan
pembelajaran berbasis proyek sebagai bentuk pembelajaran
lintas mata pelajaran dan memandu siswa untuk berkolaborasi,
menciptakan karya atau menyelesaikan problem yang relevan
bagi kehidupan mereka. Contoh sederhananya adalah
kolaborasi membuat karya budaya Islam, yang diawali dari
merancang pentas budaya, meneliti masalah sampah di
lingkungan sekitar, pementasan, pembuatan laporan dan
evaluasi serta refleksi.
3) Kurikulum Merdeka Memberi Ruang bagi
Kontekstualisasi Belajar

(contextual teaching learning) di Satuan Pendidikan.

Prinsip kontekstualisasi dalam kurikulum artinya adanya


penyesuaian kurikulum dengan visi-misi sekolah/madrasah dan
juga kebutuhan belajar para siswanya. Ini hanya bisa terjadi jika
struktur dan materi wajib dalam kurikulum memberi ruang untuk
adanya kreasi dan inovasi secara merdeka kepada guru dalam
mengajar yang didasarkan pada rasionalitas dan akuntabilitas
serta relevansi materi dengan kehidupan saat ini dan ke depan.
Hal ini menjadi ruang yang harus difasilitasi secara lebih serius
dalam Kurikulum Merdeka seperti jam pelajaran tidak lagi diikat
per minggu, melainkan per tahun. Ketentuan ini memungkinkan
sekolah/madrasah dan guru untuk merancang kurikulum secara
lebih fleksibel, terarah, tepat dan akuntabel. Selain itu, capaian
belajar juga tidak lagi menjadi "tagihan atau ditagih" setiap
tahun, melainkan tagihan setiap fase (2-3 tahun). Hal ini
memungkinkan adanya variasi kecepatan dan sekuens materi
dan pembelajaran antar sekolah/madrasah juga pada pada diri
peserta didik yang diharapkan dapat mendorong guru untuk
mengajar sesuai dengan karakteristik dan tingkat kemampuan
siswa. Pola pembelajaran berdiferensiasi menjadi salah satu
alternatif yang patut diperhatikan dan diterapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran di satuan Pendidikan.
Dengan demikian Kurikulum Merdeka berupaya memperkuat
prinsip-

prinsip dasar yang sudah ada dan menjadi bagian dari


prinsip-prinsip
kurikulum sebelumnya, terutama pada pengembangan
kompetensi utuh dan karakter siswa, serta fleksibilitas yang
dapat mendorong kreativitas dan inovasi di tingkat satuan
pendidikan baik oleh kepala sekolah/madrasah, guru dan
peserta didik. Berfokus pada materi esensial, kontekstual,
fleksibel, berfokus pada penguatan kompetensi utuh dan
karakteristik siswa, mendorong guru punya ruang dan waktu
yang cukup untuk menerapkan kurikulum tersebut secara
efektif, produktif dan memerdekakan serta memberdayakan
siswa. Misalnya dalam Kurikulum Merdeka memberi penekanan
pada penerapan model dan pendekatan pembelajaran
diantaranya melalui penerapan problem based learning
(pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah) , project
based learning (pembelajaran berdasarkan karya), deep
learning (pembelajaran berdasarkan pemahaman mendalam),
meaningfull learning (pembelajaran berorientasi pada makna
dan pemanfaatan pengetahuan), dan bentuk pembelajaran aktif
lainnya dapat mengkontekstualisasikan materi ajar dengan
realitas sosial dan lingkungan sekitar serta perkembangan
teknologi. Dengan pola dan pendekatan pembelajaran seperti
itu, akan menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
seperti bernalar kritis dan tumbuhnya kreativitas siswa.
Saat ini kita hidup dalam era keterbukaan informasi dan
pengetahuan

yang sangat mudah diperoleh melalui berbagai sumber


digital. Perolehan materi ajar saat ini tidak lagi dimonopoli
hanya berasal guru dan sumber materi di sekolah/madrasah.
Peran guru dalam era digital ini bukan lagi hanya menjadi
penyampai informasi satu-satunya (transfer of knowledge),
melainkan sebagai fasilitator, mitra diskusi, inovator
pembelajaran dan inspirator siswa untuk terus termotivasi
spirit belajarnya dan menjadikan mereka sebagai pembelajar
sepanjang hayat. Begitu juga peran sekolah/madrasah adalah
untuk membantu dan memfasilitasi siswa mencari pengetahuan
secara mandiri, mendalami, melakukan uji coba, mengevaluasi
dan menciptakan pengetahuan dan unjuk karya. Guru dan
sekolah/madrasah harus mampu menciptakan ruang,
ekosistem dan lingkungan belajar terbuka,
sumber belajar digital serta memberikan ruang eksplorasi dan
elaborasi potensi belajar peserta didik secara maksimal seiring
dengan yang mereka perlukan untuk masa depannya serta
memberikan ruang kesempatan untuk mengasah nalar kritis
dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, karakter unggul dan
kecakapan mereka untuk dapat merespon dan menjawab
tantangan dan peluang yang dihadapi peserta didik sesuai
dengan konteks zamannya.
b. Karakteristik Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka memiliki sejumlah karakteristik utama yang


mendukung pemulihan pembelajaran dan respon masa depan,
yaitu: a. berfokus pada pengembangan soft skill dan perilaku
(menghormati etika, kolaborasi, keragaman, kebebasan,
berpikir kritis, kreativitas) akan menerima komponen khusus
pembelajaran berbasis proyek; b. berfokus pada materi
esensial yang diperlukan agar siswa memiliki waktu yang cukup
untuk mempelajari keterampilan dasar seperti membaca,
menulis dan literasi dasar abad 21; c. adanya fleksibilitas
bagi guru untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan
karakteristik dan kemampuan siswa (mengajar pada tingkat
yang tepat) dan melakukan penyesuaian terhadap lingkungan.
Dengan demikian Kurikulum Merdeka berfokus pada hal yang
penting

seperti berfokus pada materi yang dibutuhkan untuk setiap


mata pelajaran, menyediakan tempat bagi pengembangan
profesional, dengan keterampilan mendalam seperti membaca
dan menulis dan berhitung. Selain itu karakteristik utama
Kurikulum Merdeka berfokus pada rancangan kurikulum
operasional sekolah/madrasah dan rencana persiapan
pembelajarannya bersifat dinamis dan substantif. Kurikulum
Merdeka menetapkan tujuan pembelajaran di setiap tingkatan
(2-3 tahun) yang dapat dilakukan secara bertahap dan
tergantung pada kapasitas dan tujuan sekolah/madrasah.
Dalam Kurikulum Merdeka ini, proses pembelajarannya lebih
mudah dan fleksibel. Hal tersebut merupakan harapan baru
bagi setiap guru dalam pelaksanaan tugas keprofesiannya.
Kurikulum Merdeka juga menjadi model bagi satuan pendidikan
untuk melakukan pemulihan pembelajaran selama masa
proyek untuk pengembangan soft skills dan karakter, 2) fokus
pada materi esensial untuk mendalami kompetensi dasar
seperti literasi dan numerasi, 3) fleksibilitas bagi guru untuk
melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian
dengan konteks global, nasional dan muatan lokal.
1) Kurikulum Merdeka Berfokus pada Pengembangan
Kemampuan Non-

Teknis (soft skill) selain Teknis

Keterampilan non-teknis adalah pengembangan kemampuan


terkait dengan kemampuan untuk mensosialisasikan siswa.
Dalam kurikulum merdeka, itu tidak hanya diajarkan pada
keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang telah ditekuni
murid, tetapi juga lintas minat murid di sekolah/madrasah.
Dalam pembelajaran guru diminta untuk menyediakan sejumlah
tugas atau proyek kepada siswa yang bisa lintas mata
pelajaran, bahkan lintas peminatan murid atau siswa. Sebagai
contoh dalam Kurikulum Merdeka, siswa SD/MI paling tidak
dapat melakukan dua pembelajaran model proyek dalam satu
tahun pelajaran. Sementara siswa SMP/MTs, SMA/MA dan
SMK/MAK paling tidak dapat melakukan tiga pembelajaran
model proyek. Namun demikian, sekolah/madrasah masih
diberi ruang kebebasan untuk mengembangkan program kerja
terkait dengan penerapan pembelajaran model proyek.
2) Kurikulum Merdeka Berfokus pada Materi Esensial

Dengan pembelajaran berfokus pada materi penting atau


esensial, maka ada waktu yang cukup dan leluasa untuk
terwujudnya pembelajaran mendalam (deep learning) dalam
rangka penguatan kompetensi dan literasi dasar sehingga
siswa tidak tertinggal terkait dengan kemampuan dan literasi
dasar. Selain itu, dalam Kurikulum Merdeka tidak adanya
jurusan dalam ilmu sosial (IPS), Alam (IPA), dan bahasa di
tingkat pendidikan menengah, tetapi siswa diberi kesempatan
untuk menentukan berdasarkan pilihan, minat dan bakat yang
relevan. Siswa juga bebas memilih mata pelajaran sesuai
dengan yang ada dalam pikiran dan potensi mereka. Hal ini
didasarkan pada orientasi Kurikulum Merdeka yang
memprioritaskan pada pengembangan karakter dan
kompetensi esensial siswa secara holistik dan utuh. Berbeda
dengan kurikulum 2013 yang didalamnya ada istilah KI dan KD
sebagai gambaran kompetensi yang dikesankan secara parsial,
sedangkan dalam Kurikulum Merdeka gambaran prestasi dan
hasil belajar digunakan istilah Capaian Pembelajaran (CP)
sebagai satu bangunan kompetensi yang menjadi satu
kesatuan terkait, holistik, dan utuh antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sebagai hasil belajar sehingga dapat
membangun kompetensi yang utuh.
3) Kurikulum Merdeka Memberikan Fleksibilitas Bagi Guru

Guru, dalam pembelajaran diberikan ruang fleksibilitas


sehingga ketika melaksanakan tugas keprofesiannya dapat
mengajarkan materi ajar berangkat dari masalah sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Fleksibilitas bagi guru,
dimaksudkan untuk adanya pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa dan melakukan
penyesuaian pada konteks dan konten lokal. Selain itu,
rancangan kurikulum untuk sekolah/madrasah juga dapat diatur
dengan cara yang lebih fleksibel. Dalam Kurikulum Merdeka,
tujuan pembelajaran ditetapkan per fase, yaitu dua hingga tiga
tahun untuk memberikan fleksibilitas bagi guru dan
sekolah. Dalam implementasinya bagi satuan pendidikan
(sekolah/madrasah) yang akan menerapkan Kurikulum
Merdeka dengan memperhatikan tahapan dan langkah kerja
operasional sebagai berikut :
● Langkah 1 kompleksitas sederhana, yaitu penerapan
Kurikulum

Merdeka pada satuan pendidikan dilakukan dengan mengikuti


contoh yang diberikan sebagai role model;
● Langkah 2 kompleksitas dasar, yaitu penerapan
Kurikulum Merdeka pada satuan pendidikan dilakukan dengan
menyesuaikan contoh yang diberikan;
● Tahap 3 kompleksitas sedang, yaitu penerapan
Kurikulum Merdeka pada satuan pendidikan dilakukan
dengan keterlibatan sekolah/madrasah dan anggota
masyarakat tergantung pada situasi sekolah;
● Tahap 4 sangat kompleks, yaitu penerapan Kurikulum
Merdeka pada satuan pendidikan dilakukan dengan melibatkan
warga sekolah/madrasah tergantung situasi sekolah/madrasah.

3. Mengembangkan Modul Ajar Sebagai Pedoman


Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Melalui
Analisis Dimensi Dan Elemen Profil Pelajar Pancasila
a. Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka memiliki 3 (tiga) fitur utama. Pertama,


perkembangan perilaku dalam pembelajaran di mana dalam
kerangka Kurikulum Merdeka, ada proporsi aktivitas
pembelajaran yaitu 20-30% jam sekolah/madrasah yang
digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek
dalam rangka penguatan Profil Pelajar Pancasila. Kedua,
memberikan kesempatan untuk belajar melalui pengalaman
(learning by experience), dan mengintegrasikan keterampilan
yang diperlukan untuk dipelajari oleh siswa dari berbagai
disiplin ilmu. Ketiga, struktur pembelajaran yang fleksibel
dimana capaian pembelajaran ditetapkan berdasarkan fase-
fase pencapaian pembelajaran.
Dalam dokumen Kurikulum Merdeka sebagai contoh, ada 7
(tujuh) tema

utama dalam proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila, yang


mana para guru dapat mengembangkan ketujuh topik tersebut
dan dapat merumuskan tujuan pembelajaran yang lebih spesifik
ke dalam modul ajar sebagai acuan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Ketujuh topik tersebut yaitu:
● Membangun jiwa dan raga;

● Rekayasa dan teknologi untuk membangun NKRI;

● Bhineka Tunggal Ika;

● Gaya hidup yang berkelanjutan;

● Seni lingkungan;

● Kewirausahaan; dan

● Suara Demokrasi
b. Kriteria Sekolah/Madrasah yang Boleh Menerapkan
Kurikulum Merdeka

Agar pelaksanaan Kurikulum Merdeka berjalan baik dan sesuai


dengan maksud dan tujuan, beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan dalam implementasi Kurikulum Merdeka sebagai
berikut :
● Warga sekolah/madrasah menunjukkan minat tinggi
dan kesiapan

menerapkan kurikulum merdeka untuk memperbaiki


pembelajaran.

● Kepala sekolah/madrasah yang ingin menerapkan


Kurikulum Merdeka akan diminta terlebih dahulu untuk
mempelajari materi yang dikembangkan dari pusat. Setelah
mempelajari materi tersebut sekolah/madrasah memutuskan
untuk melaksanakan dengan cara mereka akan diminta untuk
mengisi formulir pendaftaran dan survei singkat.
● Adanya proses pendaftaran dan pendataan pada
sekolah/madrasah

bukan sebagai arena seleksi satuan penyelenggara


pembelajaran yang akan menerapkan Kurikulum Merdeka.
● Kesiapan dan kesediaan kepala sekolah/madrasah
dan guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka untuk
memahami dan mengadaptasi kurikulum tersebut di konteks
masing-masing. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka dapat
diterapkan di semua sekolah/madrasah bukan hanya di
sekolah/madrasah yang punya fasilitas bagus atau yang berada
di kota saja.
● Perlunya ada pemetaan potensi diri
sekolah/madrasah dalam menyiapkan skema tingkat
penerapan Kurikulum Merdeka berdasarkan hasil survei yang
diisi sekolah/madrasah ketika satuan pendidikan tersebut
mendaftarkan diri sebagai pelaksana Kurikulum Merdeka.
● Sekolah/madrasah yang sudah terbiasa mengadaptasi
materi dan kerangka Kurikulum Merdeka akan disarankan
untuk mengadopsi Kurikulum Merdeka secara penuh.
Sekolah/madrasah seperti ini sebenarnya sudah menerapkan
substansi dari pembelajaran yang ingin
didorong melalui Kurikulum Merdeka. Sekarang mereka diberi
penguatan dan rekognisi formal.
● Sekolah/madrasah yang belum terbiasa akan
disarankan mencoba menerapkan Kurikulum Merdeka secara
parsial. Di tahun pertama, mereka masih menggunakan
Kurikulum 2013, namun sambil mempelajari dan menerapkan
beberapa komponen dari Kurikulum Merdeka. Misalnya,
menggunakan buku teks baru untuk mata pelajaran tertentu,
menggunakan asesmen diagnostik untuk literasi dan numerasi,
atau menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk tema-
tema tertentu.
● Tidak ada seleksi dalam proses pendaftaran
untuk menerapkan

Kurikulum Merdeka. Perlunya melakukan survey atau


pemetaan untuk mendapatkan informasi tingkat kesiapan
sekolah/madrasah dan menyiapkan bantuan yang diperlukan
sesuai kebutuhan dalam implementasi Kurikulum Merdeka.
● Untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,
sekolah/madrasah menyusun

kurikulum operasional menjadi tugas dan kewenangan


sekolah/madrasah secara mandiri. Dengan demikian kurikulum
antar sekolah/madrasah bisa berbeda sesuai dengan
karakteristik murid dan kondisi sekolah/madrasah asalkan tetap
mengacu pada kerangka yang sama sebagaimana
dalam kerangka umum kurikulum merdeka.
Penyusunan kurikulum operasional sekolah/madrasah
merupakan bagian dari otonomi keilmuan dan keprofesionalan
guru. Sebagai profesional, guru memiliki tugas dan
kewenangan untuk bekerja secara otonom, mandiri, dan
akuntabel berlandaskan norma profesi dan keilmuan yang
relevan termasuk dalam penyusunan kurikulum.

c. Struktur Kurikulum Merdeka

Struktur Kurikulum Merdeka merupakan pengorganisasian


atas capaian pembelajaran, muatan pembelajaran, dan
beban belajar. Pemerintah mengatur
muatan pembelajaran wajib beserta beban belajarnya. Satuan
pendidikan dan/atau pemerintah daerah dapat menambahkan
muatan tambahan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan
pendidikan dan/atau daerah. Pembelajaran dalam Kurikulum
Merdeka dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan utama, yaitu:
pembelajaran reguler atau rutin yang merupakan kegiatan
intrakurikuler; dan pembelajaran berbasis proyek yang
diorientasikan untuk penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Pelaksanaan pembelajaran reguler untuk setiap mata pelajaran
mengarah pada CP (Capaian Pembelajaran) dan Profil Pelajar
Pancasila.
Pembelajaran berbasis proyek dalam proyek penguatan Profil
Pelajar Pancasila

diselenggarakan untuk menguatkan upaya pencapaian profil


tersebut. Pembelajaran berbasis proyek untuk menguatkan
pencapaian Profil Pelajar Pancasila diatur sebagai berikut: 1)
dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan; 2)
tidak diarahkan untuk mencapai target CP tertentu, sehingga
tidak terikat pada konten mata pelajaran; 3) merupakan
kegiatan pembelajaran yang lebih fleksibel, tidak terpaku pada
jadwal belajar seperti kegiatan reguler, serta lebih banyak
melibatkan lingkungan dan masyarakat sekitar dibandingkan
pembelajaran reguler; dan 4) peserta didik berperan besar
dalam menentukan strategi dan aktivitas proyeknya, sementara
guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator.
Satuan pendidikan dan/atau pemerintah daerah yang
menambahkan muatan

tambahan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan


pendidikan dan/atau daerah, secara fleksibel dapat mengelola
kurikulum muatan lokal. Pembelajaran muatan lokal dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) pilihan sebagai berikut:
1) Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam mata
pelajaran lain. Satuan pendidikan dan/atau pemerintah
daerah dapat menentukan capaian pembelajaran untuk muatan
lokal, kemudian memetakannya ke dalam mata pelajaran lain.
Sebagai contoh, tentang batik diintegrasikan dalam mata
pelajaran Seni Rupa, sejarah lokal suatu daerah diintegrasikan
ke dalam mata pelajaran IPS, dan sebagainya.
2) Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema projek
penguatan Profil Pelajar

Pancasila. Satuan pendidikan dan/atau pemerintah


daerah dapat mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema
proyek penguatan Profil Pelajar
Pancasila. Sebagai contoh, proyek dengan tema wirausaha
dilakukan dengan mengeksplorasi potensi kerajinan lokal,
proyek dengan tema perubahan iklim dikaitkan dengan isu-isu
lingkungan di wilayah tersebut, dan sebagainya.
3) Mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal yang
berdiri sendiri
sebagai bagian dari program intrakurikuler. Satuan pendidikan
dan/atau pemerintah daerah dapat mengembangkan mata
pelajaran khusus muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai
bagian dari program intrakurikuler. Sebagai contoh, mata
pelajaran bahasa dan budaya daerah, kemaritiman,
kepariwisataan, dan sebagainya sesuai dengan potensi
masing-masing daerah. Dalam hal satuan pendidikan membuka
mata pelajaran khusus muatan lokal, beban belajarnya
maksimum 72 (tujuh puluh dua) jam pelajaran per tahun ajaran
atau 2 (dua) jam pelajaran per minggu.
Berikut ini karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada
jenjang satuan pendidikan seperti PAUD, SD/MI dan SMP/MTs
(sederajat), SMA/MA, SMK/MAK (sederajat) dan SLB.
1) Untuk Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada jenjang


PAUD menekankan pada :
a) Aktivitas bermain sebagai proses pembelajaran utama.

b) Memperkuat pra-literasi dan pembentukan karakter


melalui kegiatan belajar-bermain berbasis buku bacaan anak.
c) Memberi penekanan pada kemampuan tingkat dasar
untuk meningkatkan kesiapan masuk SD/MI.
d) Untuk memperkuat Profil Pelajar Pancasila, pembelajaran
berbasis proyek

diberikan melalui festival dan festival lokal.

2) Untuk Jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah


(SD/MI)

Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada jenjang


SD/MI memperkuat keterampilan dasar dan pemahaman umum
yaitu:
a) Untuk memahami lingkungan sekitar, mata pelajaran
IPA dan IPS

digabungkan menjadi IPAS.


b) Integrasi pemikiran komputasional dalam bahasa
Indonesia, matematika dan sains.
c) Bahasa Inggris sebagai Pilihan:

d) Pembajaran berbasis proyek diberikan setidaknya 2 kali


per tahun ajaran untuk meningkatkan Profil Pelajar Pancasila.
3) Untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP.MTs)

Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada jenjang


SMP/MTs memperkuat keterampilan dasar dan pemahaman
umum yaitu:
a) Menyesuaikan kemajuan teknologi digital, informatika
yang akan menjadi

topik wajib.
b) Panduan untuk Guru Informatika telah dikembangkan
untuk membantu guru pemula dan guru yang tidak memiliki
latar belakang pendidikan informasi
c) Pembelajaran berbasis proyek diberikan setidaknya
diadakan setidaknya 3

kali dalam satu tahun ajaran dalam rangka penguatan


Profil Pelajar

Pancasila.

4) Untuk Jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA.MA)

Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada jenjang


SMA/MA memperkuat keterampilan dan pemahaman lanjut
yaitu:
a) Arah pelaksanaannya lebih fleksibel menyesuaikan
dengan kebutuhan siswa, karena pilihannya adalah materi
esensial pada pelajaran (bukan program khusus/jurusan).
b) Di kelas 10, siswa mempersiapkan diri untuk kelas 11.
Mata pelajaran yang dipelajari hampir sama dengan pelajaran
di sekolah menengah pertama..
c) Siswa kelas 11 dan 12 akan mengambil mata pelajaran
dari kelompok wajib belajar, dan memilih mata pelajaran dari
kelompok Matematika-IPA, IPS, Bahasa, dan kejuruan sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, dan cita- citanya.
d) Untuk memperkuat profil Pancasila, pembelajaran
berbasis proyek

dilakukan minimal 3 kali setahun dan penekanan pada adanya


tugas siswa menulis esai ilmiah sebagai syarat kelulusan.

5) Untuk Jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK/MAK)

a) Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada


jenjang SMK/MAK

memperkuat keterampilan dan pemahaman lanjut yaitu:

b) Dunia kerja dapat memberikan kontribusi bagi


perkembangan kurikulum dan pembelajaran.
c) Struktur kurikulumnya sederhana dalam dua kelompok:
umum dan

kejuruan-vokasional. Persentase kelompok kejuruan-


vokasional telah meningkat dari 60% menjadi 70%.
d) Menerapkan pembelajaran berbasis proyek dengan
menggabungkan isu-

isu yang relevan.

e) Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata


pelajaran wajib minimal 6 bulan (satu semester).
f) Siswa dapat memilih mata pelajaran di luar program
pengetahuan mereka.

g) Menyisihkan waktu untuk pembelajaran berbasis project


dalam rangka penguatan Profil Pelajar Pancasila dan budaya
kerja siswa dengan meningkatkan soft skill
6) Untuk Jenjang Sekolah Luar Biasa (SLB)

Karakteristik dan struktur Kurikulum Merdeka pada jenjang


SLB memperkuat keterampilan dan pemahaman yaitu:
a) Hasil pendidikan khusus adalah untuk mereka yang
memiliki hambatan mental dan fisik
b) Penerapan prinsip peningkatan kurikulum pada siswa
berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa (SLB) memiliki hasil
belajar yang sama dengan sekolah reguler.
c) Sama halnya dengan siswa di sekolah formal, siswa di
sekolah luar biasa (SLB) menerapkan pembelajaran berbasis
proyek untuk memperkuat Profil Pelajar Pancasila dengan
menerapkan tema yang sama dengan sekolah reguler
berdasarkan karakteristik dan kebutuhan khusus siswa di
sekolah luar biasa.
c. Pengembangan Perangkat Ajar Kurikulum Merdeka

Pada Kurikulum Merdeka perangkat ajar yang digunakan tidak


lagi menggunakan istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) melainkan menggunakan Modul Ajar. Secara umum
modul ajar merupakan satu kesatuan bahan pembelajaran yang
dapat dipelajari oleh peserta didik secara mandiri dengan
komponen dan petunjuk yang jelas yang dikemas secara
sistematis, menarik, dan menantang sehingga peserta didik
dapat mengikuti secara runtut tanpa campur tangan
pengajar. Modul ajar bukan hanya sekedar berisi kumpulan
materi dan soal sebagaimana pada umumnya selama ini, akan
tetapi sebagai buku pedoman peserta didik dalam belajar, yang
berisi tentang keseluruhan rangkuman materi yang harus
dikuasai oleh peserta didik dan latihan soal yang harus
dikerjakan peserta didik.
Modul ajar dalam Kurikulum Merdeka pada hakikatnya memuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan
Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), berbagai materi
pembelajaran, lembar aktivitas peserta didik, dan asesmen
untuk mengecek apakah tujuan pembelajaran dicapai peserta
didik. Dalam penyusun modul ajar, terdapat beberapa istilah
baru yang tidak ada sebelumnya di kurikulum 2013, diantaranya
seperti: Capaian pembelajaran; Profil Pelajar Pancasila;
pemahaman bermakna; pertanyaan pemantik; bahan bacaan
guru dan peserta didik; serta glosarium. Dalam ebook Panduan
Pembelajaran dan Asesmen Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah yang diterbitkan oleh Pusat Asesmen dan
Pembelajaran, Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi pada tahun 2021 ditegaskan perlunya satuan
pendidikan mengembangkan modul ajar selain mempelajari
modul ajar yang sudah diterbitkan oleh Pusat Asesmen dan
Pembelajaran. Guru dengan dukungan kepala
sekolah/madrasah pada satuan pendidikan membuat perangkat
ajar dalam bentuk modul ajar untuk digunakan dalam
pembelajaran.
Modul ajar adalah sejumlah alat atau sarana, media, metode,
petunjuk dan

pedoman pembelajaran yang dirancang secara sistematis dan


menarik sebagai perangkat ajar yang di dalamnya memuat alur
tujuan pembelajaran yang dikembangkan dari capaian
pembelajaran. Dengan demikian satuan pendidikan
dapat menyusun, membuat, memilih, dan memodifikasi modul
ajar tersebut sesuai dengan karakteristik daerah, satuan
pendidik, dan peserta didik. Komponen modul ajar pada
Kurikulum Merdeka meliputi tiga komponen pokok yaitu
informasi umum, komponen inti, dan lampiran. Berkut
penjelasan ketiga komponen tersebut :
1) Komponen informasi umum, mencakup :

a) Identitas sekolah/madrasah, meliputi data sekolah, nama


penyusun dalam hal ini adalah guru, nama institusi. Disusul
oleh tahun disusunnya modul ajar, kemudian jenjang sekolah
(SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA atau SMK/MAK. Selanjutnya kelas
dan alokasi waktu ini. Hal-hal tersebut merupakan data yang
ada pada identitas sekolah/madrasah.
b) Kompetensi awal, berisi tentang pengetahuan atau
keterampilan yang perlu

dimiliki siswa sebelum mempelajari topik tertentu. Kompetensi


awal merupakan ukuran kemampuan awal yang dimiliki
peserta didik sebagai dasar menentukan seberapa dalam
modul ajar dirancang. Kompetensi awal juga merupakan dasar
untuk menentukan kompetensi yang ada ditetapkan di modul
ajar.
c) Profil Pelajar Pancasila, merupakan tujuan akhir dari
suatu kegiatan

pembelajaran yang berkaitan erat dengan pembentukan


karakter peserta didik. Dengan demikian Profil Pelajar
Pancasila hendaknya dapat tercermin dalam konten atau
metode pembelajaran. Di dalam pembelajaran Profil Pelajar
Pancasila tidak perlu dicantumkan seluruhnya, akan tetapi
dapat memilih Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan
kegiatan pembelajaran dalam modul ajar tersebut.
d) Sarana dan prasarana, merupakan fasilitas dan bahan yang
dibutuhkan untuk

menunjang kegiatan pembelajaran. Bagian sarana merujuk


pada alat dan bahan yang digunakan, sementara prasarana di
dalamnya termasuk materi dan sumber belajar lainnya yang
relevan.
e) Target peserta didik, terdapat beberapa hal yang
diperhatikan. Yang pertama adalah peserta didik reguler atau
dengan tipikal umum, tidak ada kesulitan dalam mencerna dan
memahami materi pelajaran. Yang kedua adalah peserta didik
dengan kesulitan belajar, memiliki gaya belajar yang terbatas
hanya satu
gaya. Misalnya dengan audio memiliki kesulitan dengan bahasa
dan pemahaman materi ajar, kurang percaya diri, kesulitan
konsentrasi, dan sebagainya. Yang ketiga peserta didik dengan
pencapaian tinggi, yaitu mencerna dan memahami dengan
cepat mampu mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) dan memiliki keterampilan memimpin.
f) Model pembelajaran yang digunakan, merupakan model
atau kerangka

pembelajaran yang memberikan gambaran sistematis


pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran
dapat berupa; (1) model pembelajaran tatap muka, (2)
pembelajaran jarak jauh (PJJ), atau (3) menggunakan blended
learning.

2) Komponen Inti

Komponen inti dalam modul ajar setidaknya memiliki 8


(delapan) unsur yaitu tujuan pembelajaran dan alur tujuan
pembelajaran, pemahaman bermakna, pertanyaan pemantik,
persiapan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, asesmen,
pengayaan dan remedial, dan refleksi pembelajaran. Berikut
penjelasan terkait dengan unsur-unsur dalam koponen inti
yaitu:
a) Tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dan

alur tujuan pembelajaran harus mencerminkan hal-hal penting


dari pembelajaran serta harus bisa diuji dengan berbagai
bentuk asesmen atau penilaian sebagai bentuk dari unjuk
pemahaman. Unsur tujuan pembelajaran dan alur tujuan
pembelajaran menentukan kegiatan belajar, sumber daya yang
digunakan, kesesuaian dengan keberagaman murid, dan
metode asesmen yang digunakan. Kemudian tujuan
pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran bisa dari berbagai
bentuk. Baik itu pengetahuan yang berupa fakta dan informasi,
pemahaman konseptual, pemikiran dan penawaran
keterampilan, dan kolaboratif dan strategi komunikasi.
b) Pemahaman bermakna, adalah informasi tentang manfaat
yang akan peserta

didik peroleh setelah mengikuti proses pembelajaran. Manfaat


tersebut nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Sebagai contoh, manusia berorganisasi untuk
memecahkan masalah dan mencapai suatu
tujuan. Kemudian yang kedua, makhluk hidup beradaptasi
dengan perubahan.
c) Pertanyaan pemantik. Pertanyaan pemantik dibuat oleh guru
untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir
kritis dalam diri peserta didik. Dalam hal ini pertanyaan
pemantik dapat memandu siswa untuk memperoleh
pemahaman bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Misalnya pada pembelajaran menulis cerpen, guru dapat
mendorong pertanyaan pemantik “apa yang membuat sebuah
cerpen menarik untuk dibaca?” atau “jika kamu diminta untuk
membuat akhir cerita yang berbeda apa yang akan kamu
usulkan?”
d) Persiapan pembelajaran. Urutan kegiatan pembelajaran
inti dalam bentuk

langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dituangkan


secara konkret. Disertakan opsi pembelajaran alternatif dan
langkah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan.
e) Kegiatan pembelajaran. Langkah kegiatan pembelajaran
ditulis secara berurutan sesuai dengan durasi waktu yang
direncanakan. Kegiatan pembelajaran ini meliputi tiga tahap,
yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Dalam kegiatan
pembelajaran mengharuskan penerapan pendekatan dan
metode pembelajaran aktif antara lain proyek based learning,
problem based learning, deep learning, difference learning dan
lainnya untuk pencapaian kompetensi Profil Pelajar Pancasila
sebagai cerminan kecakapan abad 21.
f) Asesmen. Asesmen digunakan untuk mengukur
ketercapaian pembelajaran di

akhir kegiatan. Kriteria pencapaian harus ditentukan dengan


jelas sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Terdapat 3 (tiga) jenis asesmen, sebelum pembelajaran
(diagnostik), asesmen selama proses pembelajaran (formatif),
dan asesmen pada akhir proses pembelajaran (sumatif).
Minimal 3 jenis asesmen ini yang nantinya akan dituliskan di
komponen inti pada modul ajar. Bentuk asesmen yang bisa
dilakukan adalah; (1) sikap meliputi profil pelajar Pancasila
dapat berupa observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya,
dan anekdotal (2) performa yang bisa meliputi presentasi,
drama, pameran hasil karya, jurnal, penilaian portofolio,
penilaian produk dan lain
sebagainya, dan (3) bentuknya tertulis yang meliputi tes
objektif, berupa esai, pilihan ganda, isian singkat, dan benar
atau salah.
g) Pengayaan dan remedial, merupakan kegiatan
pembelajaran yang diberikan pada peserta didik dengan
capaian tinggi agar mereka dapat mengembangkan lebih lanjut
potensinya secara optimal. Remedial diberikan kepada peserta
didik yang membutuhkan bimbingan untuk memahami materi
atau pembelajaran mengulang. Saat merancang kegiatan
pengayaan perlu diperhatikan mengenai diferensiasi.
Contohnya lembar belajar atau kegiatan yang berbeda dengan
kelas.
h) Refleksi, merupakan suatu hal yang perlu guru dan peserta
didik lakukan.

Karena dengan refleksi, guru dan peserta didik dapat mengukur


sejauh mana kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
memiliki nilai bermakna.
3) Lampiran

Pada komponen lampiran, terdapat setidaknya 4 (empat) unsur


dalam modul ajar pada Kurikulum Merdeka ini. Keempat unsur
tersebut adalah sebagai berikut.
a) Lembar kerja peserta didik. Lembar kerja peserta didik
dibuat guru yang

ditujukkan kepada peserta didik untuk membantu aktivitas


belajar agar terarah dan terbimbing dan dapat diperbanyak
sesuai dengan kebutuhan termasuk diberikan kepada peserta
didik lainnya. Salah satunya bisa juga diberikan kepada peserta
didik yang non reguler.
b) Bahan bacaan guru dan peserta didik. Bahan bacaan guru
dan peserta didik

digunakan sebagai pemantik sebelum kegiatan pembelajaran


dimulai atau bisa juga untuk memperdalam pemahaman materi
pada saat atau akhir kegiatan pembelajaran. Bahan bacaan
dapat berupak artikel, infografis, hasil penelitian, poster, video
pembelajaran, dan sumber belajar digital lainnya yang relevan
c) Glosarium, merupakan kumpulan istilah-istilah dalam
suatu bidang yang ditulis secara alfabetik dan dilengkapi
dengan definisi dan artinya dari setiap istilah yang ada di
glosarium. Dalam hal ini glosarium diperlukan untuk kata atau
istilah yang memerlukan penjelasan lebih mendalam.
d) Daftar pustaka, merupakan sumber-sumber referensi yang
digunakan dalam penyusunan modul ajar. Referensi yang
dimaksud adalah semua sumber belajar, baik buku siswa,
buku referensi, majalah, koran, jurnal, situs internet, lingkungan
sekitar, narasumber, dan sumber bacaan lainnya yang
digunakan dan relevan.
Jelaskan relevansi Terdapat relevansi yang kuat antara bahan ajar pada KB 4
materi dari KB yang dengan konteks pembelajaran bahwa kurikulum merdeka saat
saudara pelajari
ini sudah di jadikan isu yang disambut positif oleh warga
dalam konteks sekolah. Dengan adanya materi ini saya menjadi lebih siap
pembelajaran untuk menyosialisasikan kurikulum merdeka kepada teman
materi yang sejawat saya di sekolah
saudara ampuh
saat ini?
Jelaskan rencana Saya berencana untuk mensosialisasikan kurikulum merdeka
penerapan (aplikasi) ini kepada teman sejawat baik secara formal maupun nonformal
dari konsep/
pengetahuan yang
saudara pelajari dari
KB dalam mata
pelajaran yang
saudara ampu.

Tantangan:
Jelaskan pula Faktor-faktor teknis dan insedental terkadang menjadi kendala
tantangan yang serius pada saat pengembangan bahan ajar, sumber
dan solusinya belajar, media dam instrumen penilaian. Faktor-faktor tersebut
dalam terutama berkenaan dengan intake dan kesiapan siswa
menerapkan terutama dalam hal menyiapkan perangkat-perangkat
konsep/ pendukung untuk mengakses sumber belajar seperti
pengetahuan kepemilikan android, kepemilikan kuota, dll. Sehingga
yang sudara memaksimalkan pengembangan dan sumber belajar pada
pelajari dari peserta didik yang pada umumnya berasal dari masyarakat pra
KB dalam sejahtera sangat sulit dilaksanakan.
pembelajaran Solusi :
di kelas. Masalah-masalah sebagaimana tersebnut di atas dimungkinkan
dapat teratasi dengan pendekatan lintas sektor.

Anda mungkin juga menyukai