Anda di halaman 1dari 124

Kitab Fathul Majid Dan Terjemah

Lengkap [PDF]
Muqoddimah
Puji bagi Tuhan, Tuhan semesta alam, dan konsekuensinya
bagi orang benar, dan tidak ada agresi kecuali terhadap
penindas, seperti para inovator dan musyrik. Dan saya
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya,
dan yang terbaik dari semua ciptaannya. Ya Allah, berkatilah
Muhammad, keluarga Muhammad dan para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya dengan sedekah sampai hari
kiamat. Dia memberi banyak pengakuan.

Namun: Kitab tauhid yang ditulis oleh Imam Syekh Islam


“Muhammad Ibn Abd al-Wahhab” 1 Tuhan memberinya
pahala dan pahala, dan memaafkannya dan untuk siapa dia
menjawab panggilannya sampai hari perhitungan
dilakukan. . Itu menjadi ilmu bagi kaum monoteis, dan
argumen bagi ateis

Ciptaan mendapat banyak manfaat, dan tubuh besar. Untuk


imam ini – semoga Tuhan mengasihani dia – dalam prinsip
penciptanya Tuhan telah menjelaskan dadanya kepada
kebenaran yang diwahyukan, yang telah Tuhan kirimkan
utusan: dari ketulusan beribadah dalam segala bentuknya
kepada Tuhan, Penguasa alam semesta, dan menyangkal apa
yang dimiliki banyak orang musyrik padanya. Orang-orang
Najd menyerukan tauhid, yang merupakan dasar Islam dan
keyakinan, dan melarang mereka menyembah pohon, batu
dan kuburan, tiran dan berhala, dan dari percaya pada
penyihir, astrolog, dan peramal,
Jadi Tuhan membatalkan panggilannya setiap inovasi dan
khayalan yang dipanggil setiap iblis, dan Tuhan menetapkan
pengetahuan jihad dengannya, dan dengan itu dia
menyangkal penentang palsu dari orang-orang politeisme
dan keras kepala, dan mengutuk dengan Islam sebagian
besar orang di negara itu, hadir di antara mereka dan negara,
dan panggilan dan tulisannya menyebar di cakrawala,
sampai dia mengenalinya jasa siapa pun. Orang-orang yang
berselisih, kecuali mereka yang dirasuki setan dan yang
dibenci iblis untuknya, dan bersikeras keras kepala dan
tirani. Dan orang-orang di Jazirah Arab menjadi melalui
panggilannya, seperti Qatadah – semoga Tuhan mengasihani
dia – mengatakan tentang situasi pertama bangsa ini: “Ketika
Muslim berkata:“ Tidak ada Tuhan selain Tuhan ”mereka
menyangkal bahwa orang musyrik dan tumbuh melawan
mereka, dan iblis dan tentaranya kesal karenanya.

Semoga Tuhan menolak untuk menyebarkannya dan


mengungkapkannya, dan menyembuhkannya serta
mendukungnya atas mereka yang menentangnya.
Ada kemenangan di dalamnya, tetapi orang-orang di pulau
ini yang dilalui penumpang dalam beberapa malam
mengetahuinya, dan selamanya terjadi dalam sekelompok
orang, mereka tidak mengetahuinya atau mengakuinya.

BAB I KEWAJIBAN ORANG MUKALLAF DAN


HUKUM-HUKUM DALAM ILMU TAUHID
Menurut syara’ (hukum agama), setiap orang mukallaf, yaitu
setiap orang yang baligh (dewasa) dan berakal yang telah
sampai kepadanya ajakan Rasulullah saw., itu wajib percaya
secara mantap terhadap setiap (sifat) yang pasti dimiliki oleh
Allah, sifat mustahil yang ada pada Allah dan sifat jaiz pada
Allah, sifatsifat yang wajib, sifat-sifat yang mustahil serta
sifat-sifat yang jaiz bagi rasul.

PENGERTIAN SIFAT WAJIB, MUSTAHIL DAN JAIZ

Mengingat wajib, mustahil dan jaiz itu perlu pada batasan


(ta’rif/ definisi), karena menghukumi sesuatu atau
menetapkan hukum atas sesatu itu merupakan bagian dari
pemahaman sesuatu itu, maka kita tidak boleh menetapkan
pada sesuatu hukum wajib, mustahil atau jaiz sebelum
mengetahui makna dan pengertian sesuatu tersebut. Maka
dari itu saya perlu menjelaskan terlebih dahulu tentang tiga
hukum akal tersebut.

1. Pengertian Wajib (Pasti)


Wajib yang dimaksud dalam pembahasan tauhid Tauhid
yaitu wajib akli, ialah sesuatu yang ketiadaannya tidak
mungkin (tidak bisa diterimah akal), seperti menempatnya
benda, keberadaan Allah dan sifat-sifat-Nya. Sesunguhnya
tiap-tiap benda itu menetap dan dzat Allah pasti ada begitu
pula sifat-sifat-Nya.

1. Pengertian Mustahil
Mustahil yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang
keberadaannya tidak mungkin (keberadaannya tidak bisa di
terima akal), seperti tidak menempatnya suatu benda pada
suatu tempat, dan seperti adanya sekutu bagi Allah swt.
1. Pengertian Jaiz
Pengertian Jaiz adalah sesuatu yang mungkin terjadi dan
mungkin tidak terjadi, seperti pengutusan para rasul,
memberi pahala pada orang yang taat dan menganugrahi
anak kepada seorang

BAB II LIMA PULUH AQIDAH YANG WAJIB


DIYAKINI SETIAP MUKALLAF
1. Aqidah Yang Berhubungan Dengan Ketuhanan
Diantara perkara yang wajib atau pasti di miliki oleh Allah
yang harus kita ketahui adalah sifat wajib Allah sebanyak
dua puluh sifat. Sifat-sifat ini pasti ada pada Allah dan tidak
masuk akal ketiadaannya. Dan diantara hal-hal yang
mustahil bagi Allah, adalah sifat Muhal bagi Allah sebanyak
dua puluh, yaitu sifat-sifat yang tidak mungkin di miliki
Allah. Dua puluh sifat wajib bagi Allah dan dua puluh sifat
mustahil-Nya tersebut, disebut empat puluh Aqidah,
kemudian ditambah satu sifat jaiznya, sehingga menjadi
empat puluh satu, jadi Aqidah yang berhubungan dengan
ketuhanan itu ada empat puluh satu.

1. Aqidah Yang Berhubungan Dengan Kenabian


Para rasul itu wajib memiliki empat sifat wajib, yaitu sifat
yang pasti ada pada mereka dan tidak masuk akal
ketiadaannya. Mereka juga memiliki empat sifat mustahil,
yaitu lawan sifat wajib tersebut, kemudian ditambah satu
sifat jaiz yang dimiliki oleh mereka, sehingga jumlah sifat-
sifat para rasul sebanyak sembilan.
Sifat para rasul itu jika di gabungkan dengan empat puluh
satu sifat yang berhubungan dengan Allah, maka jumlahnya
menjadi lima puluh, yang kemudian di sebut lima puluh
Aqidah yang harus di yakini oleh setiap mukallaf.

1. Sifat wajib bagi Allah sebanyak 20


2. Sifat muhal bagi Allah sebanyak 20
3. Sifat wajib bagi rasul sebanyak 4
4. Sifat muhal bagi rasul sebanyak 4
5. Sifat Jaiz bagi Allah sebanyak 1
6. Sifat Jaiz bagi rasul sebanyak 1

Jumlah keseluruhan 50

Penjelasan tentang sifat-sifat diatas akan diterangkan pada


bab berikutnya, insyaallah ta’ala.

BAB III SIFAT WAJIB, MUHAL DAN JAIZ ALLAH


S.W.T
1. Sifat Wajib Allah Al-Wujud
2. Pengertian
Sifat wajib Allah yang pertama adalah Al-Wujud, sifat ini
diperdebatkan oleh para ulama’ tauhid, sebagian mereka
termasuk Imam Ar-Rozi, berpendapat, bahwa sifat al-wujud
itu adalah sifat yang ttidak tampak wujud secara nyata, jadi
ia adalah hal diantara ada dan tidak ada. Sebagian mereka
diantaranya Imam Abu Hasan Ali Al-Asy’ari, berpendapat
bahwa sifat Al Wujud adalah dzat yang wujud itu sediri,
dengan arti bahwasifat wujud itu tidak melebihi dzat yang
wujud (ada) dan dapat dibuktikan secara nyata seperti dzat.
Apabila hijab disingkap oleh Allah, maka kita akan dapat
melihat sifat wujud itu, seperti halnya sifat-sifat Al-Ma’ani.

Sifat Al-Wujud itu bersifat nominal (hanya nama saja), yang


hanya dapat diangan-angan dalam pikiran, melebihi angan-
angan pada dzat itu sendiri, sama sekali bukan hahekat dzat
yang wujud itu, yang sekiranya dapat di lihat, tetapi yang
dimaksud dengan kata-kata tersebut adalah, bahwa wujud
(keberadaan Allah) tidak dapat dilihat jelas oleh penglihatan
mata, tetapi wujud tersebut hanya dapat dilihat dalam hati.

Sifat Al-Wujud adalah sifat hakiki Allah dengan bukti,


bahwa para ulama’ tauhid telah menetapkan dalil-dalil untuk
sifat AlWujud. Apabila sifat al-wujud itu adalah dzat yang
wujud itu sendiri, maka mereka tidak perlu menetapkan
dalil.

1. Yang perlu Diyaqini Oleh Setiap Mukallaf Tentang


Sifat Al-Wujud
Apakah setiap orang mukallaf itu wajib meyakini bahwa
sifat Al-Wujud itu adalah dzat yang wujud jtu sendiri atau
lain dzat tersebut atau tidak wajib?
Jawabannya adalah, bahwa setiap orang Mukallaf tidak
wajib menyakini persoalan wujud seperti diatas, mereka
hanya diwajibkan mengetahui bahwa wujud (keberadaan)
Allah itu pasti, tidak dapat diterima akal ketiadaannya.

Wujud Allah itu tanpa ada asal-usulnya, tanpa sebab


perantaraan, tak ada sesuatu apapun yang mempengaruhi
keberadaan Allah, tetapi Dia ada dengan sendirinya, tidak
membutuhkan orang yang mengadakan-Nya, dan Dia tidak
juga menciptakan dirinya.

1. Golongan Atheis Yang Percaya Pada Teori Evolusi


Sesungguhnya keberadaan Allah swt itu telah dipercayai
oleh seluruh makhluk yang ada, tidak ada yang
mengingkarinya, kecuali orang-orang yang di tutup mata
hatinya oleh Allah, seperti golongan orang-orang Atheis.
Mereka itu sekelompok golongan yang mengingkari
keberadaan sang Pencipta (Allah swt), mereka berkata:
semua yang ada ini tidak lain terlahir dari rahim-rahim dan
bumi akan menelannya, tak ada yang membinasakan kita
kecuali masa (zaman). golongan ini Menyadarkan
kebinasaan pada zaman, karena itu mereka disebut solongan
Pahriyyah (golongan Atheis) yang mempercayai teori
evolusi dari menolak adanya AlJah Maha Pencipta.
Celakalah orang-orang Dahriyyah yang akan menerima siksa
yang amat pedih.
1. Dalil Aqli (Rasional) Sifat Al-Wujud.
Dalil Aqli (Rasio), bahwa Allah swt pasti memiliki sifat Al-
Wujud (Maha Ada) adalah kejadian alam dan keberadaannya
yangasalnya tidak ada. cara menguraikan dalil ini sebagai
berikut : Alam ini adalah baru dan setiap yangkbaru ada
yang membuatnya, jika demikian berarti alam ing pasti ada
yang menciptakan. Inilah dalil aqli sifat wujud bagi Allah
swt.

Adapun pengertian bahwa yang menciptakan alam ini adalah


hanya Allah, tiada sekutu bagi-Nya itu tidak dapat diambil
dari dalil Aqli ini, tetapi dari para rasul a.s. Perhatikanlah
masalah ini. Kejadian alam yang baru ini dijadikan dalil sifat
wujud (keberadaan) Allah itu hanya karena alam ini sebelum
wujud adalah sesuatu yag mungkin. Artinya keberadaan dan
ketiadaannya sama, jadi keberadaan alam sama dengan
ketiadaannya, kemudian ketika alam ini wujud (ada) dan
ketiadaannya hilang, maka kita mengerti, bahwa keberadaan
alam mengalahkan ketiadaaannya, padahal keberadaan alam
ini sama dengan ketiadaannya dan tidak dapat dibenarkan
jika wujud (keberadaan) alam ini mengalahkan ketiadaannya
dengan sendirinya, jika demikian maka jelaslah, bahwa
keberadaan alam ini mengalahkan ketiadaan itu ada yang
mengatur, ada yang merencanakan, yaitu sang Pencipta yang
tiada lain adalah Allah swt.
1. Dalil bahwa Alam Ini Baru
Apabila ada yang bertanya tentang dalil atau bukti bahwa
alam ini baru, maka jawabannya adalah, sesungguhnya alam
ini berupa benda dan sifat. Sifat-sifat benda disini seperti
gerak dan diam adalah baru, artinya ada sesudah tidak ada,
dengan dalil bahwa anda menyaksikannya sebagai hal yang
dapat berubahubah dari tidak ada menjadi ada. Benda itu
kadang-kadang bergerak dan kadang-kadang diam, jadi
gerak itu suatu perubahan sebab diam, dan diam itu suatu
perubahan sebab gerak. Dengan demikian dapat diketahui,
bahwa sifat-sifat itu adalah baru dan benda itu pasti menetapi
sifat, sebab benda alam kenyataannya tidak lepas dari gerak.
Alam diam, sedangkan setiap yang menetapi hal yang baru
berarti ia juga baru. Benda itu baru, artinya, ada setelah tidak
ada, seperti halnya sifat. Kesimpulannya adalah bahwa
benda-benda itu menetapisifat-sifat baru, dan setiap benda
yang menetapi hal yang baru, berarti ia juga baru. Benda-
benda dan sifat-sifat yang seluruhnya baru itu, menjadi dalil
atau bukti keberadaan Allah swt. Sebab setiap yang baru itu
pasti ada yang menciptakannya, yang tidak lain adalah Allah
swt. Jika demikian, maka keberadaan Allah itu pasti dan
mustahil Dia bersifat Al-Adam (tiada), lawan sifat Al-Wujud

1. Dalil Naqli Sifat Al-Wujud.


Allah berfirman :

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain


Aku, maka sembahlah aku”.
“Dia-lah yang menciptakgn langit dan bumi dalam enam
hari.”

“ Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi serta apa saja


yang ada di antara keduanya.”

2. Sifat Wajib Allah Al-Qidam


3. Pengertian
Sifat wajib Allah yang kedua adalah Al-Qidam (Maha
Dahulu), artinya keberadan Allah itu tidak ada permulaanya,
maksudnya keberadaan Allah itu tidak ada permulaan dan
tidak di dahului oleh tidak ada. Berbeda dengan keberadaan
makhlukmakhluk baru. Sesunguhnya keberadaan makhluk-
makhluk itu ada permulaannya, yaitu penciptaan Nutfah
(zigot) yang menjadi asal mereka, yang sebelumnya tidak
ada.

1. Dalil Aqli (Rasio) Sifat Al-Qidam


Dalil atau bukti bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Qidam
(Maha Dahulu), ialah apabila Allah tidak Qidam, berarti Dia
baru, karena setiap perkara yang tidak bersifat lama
(dahulu), pasti baru. Apabila Allah itu baru, maka Dia
memerlukan pencipta yang menciptakan-Nya dan pencipta
ini memerlukan pula pada pencipta yang lainnya dan begitu
seterusnya. Apabila terus berlaku demikian tanpa ada batas,
maka tejadi Tasalsul, yaitu sambung menyambungnya
sesuatu satu persatu tanpa ada batas kesudahannya, Apabila
ada batasnya, sebagaimana jika yang menciptakan Allah itu
di ciptakan oleh Allah, maka akan terjadi Daur, yaitu
berakhirnya sesuatu pada sesuatu yang lain yang mana
sesuatu yang lain ini berhenti pada sesuatu tersebut. Jadi
apabila Allah itu ada yang menciptakan-Nya, berarti Allah
mandek pada yang menciptakan itu. Padahal kita telah
menetapkan, bahwa Allah menciptakan yang
menciptakannya. Dengan demikian, maka yang menciptanya
itu mandeg pada Allah. Hal yang demikian ini maka terjadi
daur. Sedangkan daur dan Tasalsul itu sesuatu yang mustahil
dan tidak mungkin terjadi, setiap sesuatu yang menyebabkan
kemustahilan ya Allah adalah mustahil.

Kesimpulan:

Kesimpulannya adalah, apabila Allah itu tidak Qidam,


berarti baru, jika baru berarti perlu dzat yang mencipta-Nya.
Jika demikian pasti menimbulkan daur atau tasalsul, padahal
daur dan tasalsul itu mustahil bagi Allah. Dan se erkara yang
menimbulkan kemustahilan, yaitu barunya Alah adalah
mustahil. Dengan demikian pastilah, Allah itu memiliki sifat
Al-Qidam, apabila sifat qidam Allah itu telah pasti, maka
tahil Dia bersifat Al-Huduts (baru), yaitu lawan dari sifat Al
idam (Maha Dahulu).
1. Dalil Naqli Sifat Al-Qidam
Allah berfirman :

“Dia-lah yang awal dan yang akhir, yang lahir dan yang
batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

3. Sifat Wajib Allah Al-Baqo’


4. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ketiga adalah Al-Baqo’ , artinya
maha kekal, tidak ada batas akhir bagi keberadaan Allah.
Arti Allah Maha Kekal adalah keberadaan Allah itu tidak
ada batas akhirnya dan Allah itu tidak bakal tidak ada.

1. Dalil Aqli Sifat Al-Baqo’


Dalil atau bukti bahwa Allah swt, pasti mempunyai sifat Al-
Baqo’ ialah apabila Allah itu dapat musnah (tidak ada),
berarti Dia baru, sebab sesuatu perkara yang bisa lenyap atau
tidak ada itu mesti kehilangan sifat qidam, karena setiap
perkara yang dapat tidak ada keberadaannya itu adalah jaiz,
dan setiap orang yang keberadaannya jaiz itu berarti baru,
dan setiap yang baru berarti bersifat huduts, padahal telah
ditetapkan bahwa Allah itu telah memiliki sifat Al-Qidam,
dengan dalil rasional.

Kesimpulan:
Kesimpulannya adalah apabila Allah tidak pasti memiliki
sifat Al-Baqo’ , dalam arti Dia dapat sirna, berarti Dia tidak
qidam, padahalsifat al-qidam pasti dimiliki oleh Allah
dengan dalil yang telah di uraikan diatas. Dengan demikian
maka pastilah Allah memiliki sifat Al-Baqo’, dan mustahil
Dia bersifat Al-Fana’ (sirna) lawan Al-Baqo’.

1. Dalil Naqli Sifat Al-Baqo’


Allah berfirman :

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal
Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan.”

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah


segala penentuan dan hanya kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.”

4. Sifat Wajib Allah Al-Mukholafah Lil Hawadits


5. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-empat adalah Al-Mukholafah lil


Hawadits (berbeda dengan makhluk), artinya tidak ada
satupun makhluk yang menyamai Allah, baik dalam hal dzat,
sifat maupun perbuatan-Nya. Sesungguhnya dzat Allah itu
tidak berupa benda sebagaimana dzat makhluk, sifat-sifat
Allah tidak seperti sifat-sifat makhluk, yang baru dan
terbatas, dan perbuatan Allah tidak seperti perbuatan
makhluk yang terencanakan dengan cara tertentu, tidak ada
sesuatu yang menyamai Allah.

1. Dalil Aqli Sifat Al-Mukholafah Lil Hawadits

Dalil sifat Allah Al-Mukholafah Lil Hawadits, ialah apabila


Allah menyamai satu dari makhluk-makhluk dalam dzat,
sifat atau af’al, tentu Dia baru seperti makhluk itu sendiri,
sebab perkara yang dapat ada dari dua perkara yang sama,
maka ada pula pada yang lain, dan dapat pula menimbulkan
daur dan tasalsul. Padahal daur dan tasalsul pada-Nya
mustahil terjadi, sebab Allah telah pasti memiliki sifat Al-
Qidam. Apabila Allah pasti bersifat Al-Qidam, Dia pasti
tidak baru. Apabila Dia pasti tidak baru, maka pasti Dia
bersifat Al-mukholafah Lil Hawadits, yakni tidak sama
dengan makhluk. Apabila Dia telah pasti memiliki sifat Al-
Mukholafah Lil Hawadits, berarti mustahil dia besifat Al-
Mumatslah Lil Hawadits (sama dengan makhluk), lawan dari
sifat Al-Mukholafah Lil Hawawdits.

Keterangan :
Mukholafah Lil Hawadits artinya berbeda dengan makhluk
apapun. Ada tiga perbedaan pokok antara Allah dengan
makhlukNya, Yaitu:

1. Tentang Dzat
2. Tentang Sifat-sifat
3. Tentang Af’al (perbuatan)

Dzat, artinya rupa atau bentuk. Rupa atau bentuk Allah tidak
ada yang menyamai, tidak bisa kita bayangkan dan tidak bisa
kita pikirkan. Karena segala macam rupa atau bentuk yang
pernah kita bayangkan, kita pikirkan, kita khayalkan
semuanya tergolong makhluk.

Sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Karena sifat-sifat


Allah itu tanpa perantara. sedangkan sifat-sifat makhluk itu
pasti dengan perantara. Contoh : Allah itu Maha Ada
(bersifat Al-Wujud) dan keberadaan Allah itu tanpa
perantara apapun. Sedangkan makhluk itu pasti dengan
perantara. Perantara manusia atau binatang adalah bapak
ibunya, perantara tumbuh-timbuhan adalah biji-bijian yang
ditanam dengan sengaja atau tidak.

Af’al atau perbuatan Allah berbeda dengan perbuatan segala


macam makhluk. Makhluk apabila mengerjakan sesuatu
tentu dengan usaha, menggunakan peralatan, bahan dan
sarana penunjang lainnya. Sedangkan Allah bilamana
menghendaki sesuatu cukup dengan berfirman Kun artinya
jadilah, dan apa saja yang dikehendaki-Nya itupun telah ada
seketika itu juga.

Selain itu, perbuatan manusia terhadap sesuatu yang


dikerjakan atau diperbuat itu di sebabkan si manusia itu
membutuhkan pada yang diperbuatnya itu. Misalnya
manusia membuat kursi, karena dia membutuhkan kursi
untuk tempat duduknya. Hal ini berbeda dengan Allah.
Kalau Allah, menciptakan manusia atau binatang, bukan
Allah yang membutuhkan kepada mereka itu, tetapi
merekalah (ciptaan Allah) yang membutuhkan kepada-Nya
karena mereka selalu menantikan rizki dari Allah.

1. Dalil Naqli Sifat Al-Mukholafah Lil Hawadits


Allah berfirman :

“Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai atau sama dengan


Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

“Dan tidak ada seorang pun yang serupa dengan Dia.”


5. Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih
6. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-lima ialah Al-Qiyam Binafsih
(Maha Berdiri Sendiri), artinya dzat Allah itu tidak
memerlukan tempat, dan tidak butuh pada pencipta, karena
Allah-lah pencipta segala sesuatu.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih


Dalil sifat wajib Allah Al-Qiyam Binafsih (berdiri sendiri)
adalah apabila Allah memerlukan pada tempat, atau dzat
yang ditempati, seperti warna putih butuh pada dzat (benda)
yang ditempati, maka Allah berarti berupa sifat, seperti
warna putih yang butuh pada tempat itu dianggap sifat.
Padahal tidak benar Allah dianggap sifat, karena Allah bisa
memiliki sifat-sifat, sedangkan sifat itu tidak bisa di sifati
dengan sifat. Dengan demikian jelaslah bahwa Allah itu
bukan sifat.

Apabila Allah itu membutuhkan dzat yang menciptakanNya,


berarti Dia baru dan butuh pada pencipta. Jika demikian,
maka terjadilah daur dan tasalsul, yang keduanya mustahil
dan tidak bisa diterima oleh akal, sebab sudah bisa
dipastikan bahwa Allah Maha Dahulu, dengan demikian
pastilah Allah bersifat AlQiyam Binafsih, yaitu Maha
Berdiri Sendiri.
Apabila Allah telah dipastikan memiliki sifat Al-Qiyam
Binafsih (Maha Berdiri Sediri), maka mustahil Dia butuh
pada tempat dan pencipta yang menjadi lawan sifat Al-
Qiyam Binafsih.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih


Allah berfirman :

“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada


Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus
(makhlukNya). ”

“Hai, manusia, kamulah yang berkehandak kepada Allah :


dan Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) lagi Maha Terpuji.”

“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak


membutuhkan sesuatu pun) dari semesta alam.”

6. Sifat Wajib Allah Al-Wahdaniyyah


7. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-enam ialah Al-Wahdaniyyah
(Maha Esa) artinya sesungguhnya Allah itu satu (esa) dalam
dzat, sifat dan af’al.

Al-Wahdaniyyah Dalam Dzat

Makna Allah Esa dalam dzat ialah sesungguhnya tak ada


dzat yang dapat menyamai dzat Allah swt dan dzat Allah
tidak tersusun dari berbagai unsur/bagian, karena susunan
unsurunsur itu bagian dari sifat-sifat makhluk, dan Allah itu
bersih dari sifat seperti sifat-sifat makhluk.

Al-Wahdaniyyah Dalam Sifat

Makna Allah Esa dalam sifat adalah, sesungguhnya tidak ada


satu pun makhluk yang memiliki sifat seperti sifat Allah.
Jadi tidak ada seorang pun yang memiliki kemampuan
seperti kemampuan Allah, tidak ada seorang pun yang
memiliki kemauan seperti kemauan Allah swt dan
seterusnya.

Allah itu tidak memiliki dua sifat yang sama, baik dalam
nama maupun maknanya, seperti dua kemampuan, dua
kemauan dan dua ilmu. Dia hanya memiliki satu
kemampuan, satu kemauan dan satu ilmu.
Al-Wahdaniyyah Dalam Af’al

Makna Allah Esa dalam Af’al ialah, sesungguhnya semua


af’al, yakni semua perbuatan adalah hanya milik Allah swt.
Jadi tak seorang pun makhluk memiliki perbuatan (kemauan
berbuat), baik perbuatan yang bersifat ikhtiari (pilihan)
maupun perbuatan iditirori (harus diterima). Makhluk itu
hanya bisa berusaha dalam melakukan perbuatan yang
bersifat ikhtiari, dengan usaha itu kita bisa di beri pahala
oleh Allah swt karena anugerah-Nya, dan menyiksa kita
karena keadilan-Nya. Semua pebuatan adalah milik Allah
swt, mukjizat-mukjizat yang terjadi melalui tangan-tangan
rasul dan kesaktian-kesaktian (karomah) yang di miliki para
wali itu semuanya diciptakan oleh Allah swt. Apabila telah
pasti bahwa Allah itu esa, maka Allah bebas dari lima kam (
‫) الكم‬, yaitu:

 Kam Munfashil Fidz-Dzat


 Kam Muttashil Fidz-Dzat
 Kam Munfashil Fis-Sifat
 Kam Muttashil Fis-Sifat
 Kam Munfashil Fil-Af’al

1. Pengertian Al-Kam
 Kam Munfashil Fidz-Dzat

Makna Kam Munfashil Fidz-Dzat yang tidak mungkin


terjadi pada Allah ialah adanya dzat di alam ini yang
menyamai dzat Allah swt. Keberadaan dzat yang menyamai
dzat Allah swt itu disebut Kam Munfashil Fidz-Dzat, dan hal
itu tidak terjadi pada allah swt.

 Kam Muttashil Fidz-Dzat

Makna Kam Muttashil Fidz-Dzat yang tidak mungkin ada


pada Allah ialah adanya dzat Allah yang tersusun dari
beberapa unsur-unsur, sebagaimana dzat kita yang tersusun
dari daging, tulang, darah dan sebagainya. Kam Muttashil
Fidz-Dzat ini tidak mungkin terjadi pada Allah swt. Sebab,
hal yang demikian itu termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh
makhluk.

 Kam Muttashil Fis-Sifat

Makna Kam Muttashil Fis-Sifat yang di tiadakan dari Allah


ialah adanya dua sifat yang sama nama dan pengertiannya
pada Allah swt. Jadi sifat qudrat (kekuasaan) Allah itu tidak
mengenal hitungan, kehendaknya tidak mengenal hitungan
begitu pula ilmunya juga tidak mengenal hitungan, artinya
qudrat (kekuasaan) Allah mengadakan sesuatu yang kecil
adalah qudrat (kekuasaan)Nya yang mengadakan sesuatu
yang besar, kehendaknya pada sesuatu yang sedikit adalah
kehendaknya pada sesuatu yang banyak dan ilmu-Nya yang
digunakan mengetahui sesuatu yang banyak adalah ilmu-
Nya yang digunakan mengetahui sesuatu yang sedikit.
 Kam Munfashil Fis-Sifat

Makna Kam Munfashil Fis-Sifat yang di tiadakan dari Allah


ialah adanya seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti sifat-
sifat yang dimiliki oleh Allah swt. Kam Munfashil Fis-Sifat
ini tidak ada pada Allah swt.

 Kam Munfashil Fil-Af’al

Makna Kam Munfashil Fil-Af’al yang di tiadakan dari Allah


swt ialah adanya seseorang diantara makhluk yang memiliki
perbuatan seperti perbuatan Allah swt. Hal ini adalah
mustahil. Karena semua perbuatan adalah makhluk (ciptaan)
Allah swt.

Allah swt berfirman:

“Allah adalah pencipta segala sesuatu.”

“Allah telah menciptakan kamu semua dan apa yang kamu


semua kerjakan.”
Sebagian ulama’ tauhid berkata bahwa kam muttashil fil-
af’al itu tidak ada (tidak bisa di gambarkan), sebenarnya
tidak demikian, Kam Muttashil Fil-Af’al itu dapat
digambarkan, yaitu adanya sekutu yang membantu kepada
Allah dalam suatu pekerjaan. Hal seperti ini adalah mustahil.
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita.

Makna Kam

Kam artinya hitungan, jumlah, kadar banyak (lebih dari


satu). Yang di tiadakan atau di anggap mustahil adalah
sesuatu yang dihasilkan oleh kam, yaitu sekutu, bukan
meniadakan jumlah keseluruhan, sebab meniadakan
keseluruhan dapat menyangkut peniadaan Allah swt. Jadi
meniadakan kam munfashil fidz-dzat berarti meniadakan
(menganggap mustahil) adanya sekutu bagi Allah swt.
Sekutu yang menyamai Allah itu adalah hasil dari kam. Oleh
sebab itu Allah bebas dari kam-kam tersebut.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Wahdaniyyah


Dalil Aqli atau bukti bahwa Allah pasti memiliki sifat
AlWahdaniyyah (Maha Esa) adalah adanya alam raya ini.
Urutan dalilnya sebagai berikut : Apabila ada sekutu bagi
Allah dalam ketuhanan, maka sekutu tersebut menyebabkan
kebinasaan, sebagaimana firmannya :
“Apabila di langit dan bumi terdapat tuhan selain Allah,
niscaya keduanya rusak (langit dan bumi)”.

Arti kebinasaan langit dan bumi dalam ayat di atas adalah


keluarnya langit dan bumi dari keadaan dan bentuk yang
sudah wujud seperti sekarang ini. Tetapi kenyataannya
keduanya tidak rusak (wujud), ini menunjukkan ketiadaan
sekutu bagi Allah dalam ketuhanan, berarti ke-Esa-an Allah
swt adalah pasti.

Apabila Allah pasti memiliki sifat Al-Wahdaniyyah, maka


mustahil Dia memiliki sifat At-Taaddud (lebih dari satu)
lawan dari Al-Wahdaniyyah (Maha Esa).

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Wahdaniyyah


Allah S.W.T berfirman :

“Maha Suci Allah. Dia-lah Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan”

“Katakanlah, Dia -lah Allah Yang Maha Esa.”


“Dan tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
tuhan, melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
penyayang”

“Sekiranya di langit dan bumi ada tuhan-tuhan selain N


tentulah keduanya itu rusak binasa.”

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali


tidak ada tuhan lain beserta-Nya, kalau sekiranya ada tuhan
lain beserta-Nya, maka masing-masing tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagaian dari
tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.”

“Katakanlah: “jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya,


sebagai mana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu
mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai arasy.”. Maha
Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan
dengan ketinggian yang sebenar-benarnya.”.

7. Sifat Wajib Allah Al-Qudrah


8. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-tujuh adalah Al-Qudrah (Maha
Kuasa), yaitu suatu sifat Allah yang azali yang ada sebab
dzatNya, yang dengan sifat ini Dia ciptakan hal-hal yang
mungkin dan meniadakannya. Maksudnya, sebab sifat Al-
Qudrah ini segala hal yang mungkin berwujud, asalnya tidak
ada menjadi ada. Jadi apabila sifat Al-Qudrah ini
berhubungan dengan hal yang tidak ada, bisa menyebabkan
wujudnya hal yang tidak ada tersebut dan jika berhubungan
dengan hal wujud, maka sifat AlQudrah ini menjadi sebab
ketiadaan hal yang wujud tadi.

1. Ta’alluq Sifat Al-Qudrah dan Arti Ta’alluq


Ta’alluq (hubungan) sifat Al-Qudrah dengan hal yang wujud
dan hal yang tidak wujud itu disebut Ta’alluq Tanjizi Hadits
(hubungan dengan pelaksanaan pekerjaan), sifat Al-Qudrah
ini mempunyai Ta’alluq Shuluhi Qodim, yaitu kekuasaan
pada jaman azali untuk mewujudkan dan meniadakan, jadi
Al-Qudrah pada jaman azali itu wenang menjadikan Zaid
tinggi badannya atau pendek, sedangkan Ta’alluq Tanjizi itu
khusus berkaitan dengan kondisi yang dialami Zaid.

Perlu di ketahui, bahwa sifat Al-Qudrah itu hanya


berhubungan (Ta’alluq) dengan hal-hal yang mungkin, tidak
berhubungan dengan hal-hal yang wajib, seperti dzat Allah
dan sifat-sifat-Nya, dan juga tidak berhubungan dengan hal-
hal yang mustahil, seperti sekutu bagi Allah. Hal yang
demikian itu karena sifat Al-Qudrah itu berhubungan dengan
pekerjaan, mencipta dan meniadakan. Sedangkan dzat Allah
telah ada, begitu pula sifatsifat-Nya dan mewujudkan
sesuatu yang telah wujud itu mustahil, karena tahsilul hasil.
Jadi sifat Al-Qudrah itu tidak berhubungan dengan wujud
(keberadaan) Allah dan tidak berhubungan dengan tiada-
Nya, sebab peniadaan Allah itu sesuatu yang mustahil, pasti
menimbulkan kerusakan, sedangkan perkara yang mustahil
seperti adanya sekutu bagi Allah jelas tidak ada, jadi tidak
mungkin Allah tidak ada atau di tiadakan.

Apabila ada pertanyaan, apakah Allah kuasa menciptakan


sekutu, istri atau anak untuk diri-Nya? maka janganlah
sekalikali engkau menjawab mampu, karena hal itu mustahil
dan sifat Al-Qudrah Allah tidak berhubungan dengan
perkara yang mustahil. jangan pula engkau menjawab tidak
mampu, sebab dengan jawaban ini engkau memastikan Allah
itu lemah, sedang lemah atau Al-Ajzu itu mustahil bagi
Allah. Tetapi jawablah : Pertanyaan seperti itu adalah
mustahil, dan sifat Allah Al-Qudrah itu tidak berhubungan
dengan perkara yang mustahil, sifat al gudrah itu hanya
berhubungan dengan hal-hal yang mungkin, tidak
berhubungan dengan Perkara-perkar yang wajib, dan tidak
pula berhubungan dengan hal-hal yang mustahil.

1. Pengaruh Al-Qudrah Pada Hal Yang Mungkin


Perlu di ketahui, bahwa sifat Al-Qudrah itu tidak memiliki
pengaruh apa-apa pada sesuatu yang mungkin, pengaruh itu
sebenarnya asli dari Allah swt sedangkan al-gudrah hanyalah
menjadi sebab dalam memberi pengaruh. Syekh Ibnu Dzikro
berkata : Semua perbuatan itu milik dzat (Allah) yang
memiliki sifat-sifat sempurna. Barang siapa yang
berkeyakinan bahwasifat al-gudrah itu memiliki pengaruh
pada hal-hal yang mungkin dengan sendirinya atau dengan
dzat Allah, maka dia kafir Wal ‘Iyadzubillah.Oleh sebab itu
perlu di ketahui ucapan orang awam yang maknanya: Sifat
Al-Qudrat itu bisa berbuat dengan sendirinya, bukan sebagai
sebab mencipta. Ucapan seperti itu di hukumi haram
(pengucapannya dianggap dosa), jika tidak sengaja
menyandarkan perkara yang terjadi itu pada qudrat. Apabila
ada kesengajaan menyandarkan perkara yang terjadi itu pada
qudrat, maka orang yang megucapkan kalimat itu di hukumi
kafir.

Catatan:

Seseorang tidak boleh mengatakan sifat Al-Qudrat itu


merupakan lantaran atau alat untuk meciptakan sesuatu.
Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengatakan,
bahwa sifat Al-Qudrat itu kedudukanya seperti pena bagi
orang yang menulis. Allah swt itu tidak sama dengan sifat
makhluk.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Qudrat


Dalil Aqli bahwa Allah swt itu memiliki sifat Al-Qudrat,
ialah wujud alam ini. Susunan penyampaian dalilnya sebagai
berikut: Apabila Allah tidak memiliki sifat Al-Qudrat,
berarti Dia lemah, dan apabila Dia lemah, maka alam raya
dan isinya ini tidak ada, sedang ketiadaan alam dan isinya ini
mustahil, sebab berlawanan dengan kenyataan. Jadi hal-hal
yang menyebabkan kemustahilan, yaitu kelemahan Allah itu
jelas batil. Jika demikian maka pastilah Allah tidak lemah,
tapi kuasa. Apabila Allah telah pasti memiliki sifat Al-
Qudrat (kuasa), maka mustahil Dia besifat Al-Ajzu (lemah)
lawan sifat Al-Qudrat (Maha Kuasa).

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Qudrat .


Allah berfirman :

“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

“Dan tidak sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah, baik


di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

8. Sifat Wajib Allah Al-Irodah


9. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-delapan adalah Al-Irodah (Maha
Berkehendak), yaitu sifat Allah yang azali yang wujud
seperti sifat Al-Qudrat yang sekiranya kita dibukakan
hijabnya, tentu kita dapat melihatnya. Sifat Al-Irodah iri ada
sebab Dzat Allah dan berhubungan dengan segala hal yang
mungkin, ia tidak berhubungan dengan hal-hal yang wajib
maupun mustahil. Sifat Al-Irodah ialah sifat yang sebab sifat
ini Allah menentukan hal yang mungkin dengan sebagian
sesuatu yang mungkin pada hal yang mungkin tersebut.
Penjelasannya ialah, sesungguhnya semua makhluk sebelum
wujud itu boleh juga di wujudkan menurut suatu sifat selain
sifatnya sesudah wujud. Sifat putih itu boleh apabila di
wujudkan hitam, merah atau hijau. Tinggi itu boleh di
wujudkan pendek. Langit boleh juga di wujudkan di bawah,
dan bumi di wujudkan di atas.

Jadi ketentuan masing-masing hal tersebut dengan sifat yang


ada padanya adalah pengaruh Al-Irodah.

1. Hubungan Sifat Al-Irodah dengan Al-Qudrat


Dalam Teori
Perlu diketahui, bahwa irodah (kehendak) Allah swt menurut
teori pemikiran itu mendahului Qudrotnya, karena Qudrot
Allah dalam pemikiran kita itu berhubungan dengan sesuatu,
lalu irodah Allah menetapkan kepadanya sebagaimana sifa-
sifat yang mungkin untuk sesuatu tersebut, contoh : Zaid
sebelum berwujud boleh jadi dia putih, hitam, pendek, atau
tinggi, boleh menetap di timur atau barat, boleh dia di atas
atau di bawah. Jadi ketentuan zaid berwarna putih, tinggi,
berada di timur dan di barat itu di pengaruhi oleh sifat
irodah, sesudah itu sifat Al-Qudrat memberikan pengaruh
berdasarkan keadaan di atas. Tetapi hal ini menurut teori
pemikiran orang-orang kita. Adapun menurut sifat-sifat
Allah tidak seperti itu dan kita tidak boleh mengatakan
berdasarkan teori angan-angan kita tersebut, karena dalam
pemberian pengaruh di luar angan-angan (ucapan), kita tidak
boleh mengatakan, irodah Allah itu lebih dahulu
berhubungan dengan sesuatu yang mungkin, kemudian di
susul oleh Qudrot Allah, sebab yang demikian itu termasuk
sifat-sifat makhluk, sedangkan sifat-sifat Allah tidak sama
dengan sifat-sifat makhluk.

1. Hal-hal Mungkin Yanng Berhubungan Dengan


Sifat Al-Qudrat dan Al-Irodat
Perlu diketahui, sesungguhnya hal-hal yang mungkin ada
hubungannya dengan sifat qudrat dan irodat itu ada enam ,
yaitu:

 Wujud (keberadaan)
 Adam (Ketiadaan
 Sifat, seperti tinggi, pendek, dan sebagainya.
 Zaman
 Tempat
 Arah dan Ukuran.

Enam hal di atas di sebut Al-Mumkinat Al-Mutagobilat.


Sebagian ulama’ menyusun dalam nadlom :

“Perkara-perkara mungkin yang saling berlawanan ialah


wujud (ada) dan Adam (tiada), Sifat (seperti tinggi, pendek,
dll), Zaman (seperti siang dan malam), dan Tempat-tempat
atau Arah (seperti atas, bawah, samping, dil) dan Ukuran.
Hal ini diriwayatkan oleh orang yang terpercaya.”

1. Dua Ta’alluq Sifat Al-Irodah

Perlu diketahui, bahwa sifat Al-Irodah itu mempunyai dua


Ta’alluq yaitu :

 Ta’alluq Shuluhi Qodim


 Ta’alluq Tanjizi Qodim

Ta’alluq Shuluhi Qodim, yaitu sahnya sifat al-irodah


menentukan sesuatu yang mungkin pada zaman azali dengan
Semua yang mungkin di sandang sesuatu tersebut. Zaid yang
tinggi itu dapat saja tidak seperti keadaan yang dialami, jika
memandang kelayakan sifat Al-Irodah. Sifat Al-Irodah itu
layak saja menentukan Zaid menjadi raja atau menjadi orang
gembel, jika memandang Ta’alluq Shuluhi Qodim sifat al-
irodah ini.

Ta’alluq Tanjizi Qodim, yaitu sifat yang ditetukan Allah,


dengn sifat Al-Irodah-Nya pada sesuatu yang mungkin di
jaman azali dan tetap berlangsung dalam kenyataan tanpa
ada perubahan, seperti, Zaid ada atau tidak ada, putih atau
hitam. Artinya ketentuan irodah Allah terhadap sesuatu yang
mungkin pada jaman azali dengan salah satu dua perkara
saja, ada atau tidak ada, baik atau buruk.
1. Hukum menyandarkan Kekuasaan Menentukan
Sesuatu pada Sifat Al-Irodah
Perlu diketahui, bahwa menyandarkan kekuasaan (hak)
menentukan sesuatu pada sifat al-irodah itu adalah majas,
sebab pada hakekatnya yang menentukan sepenuhnya adalah
Allah swt. Sifat irodah itu hanya merupakan sebab saja.
Barang siapa yang berkeyakinan bahwa penentuan sesuatu
dengan Al-Irodah atau penentuan sesuatu dengan Al-Irodah
dan Dzat Allah, maka dia dihukumi kafir.

1. Antara Al-Irodah (kehendak) dan Perintah


Perlu diketahui, bahwa irodah itu tidak identik denga”
perintah. Berbeda dengan pendapat golongan Mu’tazilah,
Allah swt itu berkehendak baik dan jelek,tetapi tidak
memerintah kecuali pada yang baik.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Irodah


Dalil aqli sifat wajib Allah al-irodah ialah wujud atau
keberadaan alam raya ini. Cara mengemukakan dalil ini ialah
apabila Allah tidak memiliki kehendak (al-irodah), berarti
Dia di paksa, jika Dia dipaksa tentu Dia lemah, dan apabila
Dia lemah berarti Dia tidak kuasa, dan apabila Dia tidak
kuasa, maka semua makhluk di alam raya ini tidak ada.
Sedangkan jika alam raya ini tidak ada tentu tidak benar,
sebab berlawanan dengan kenyataan. Jadi apa saja yang
menyebabkan ketidak benaran, yaitu kelemahan Allah, maka
harus di tolak. Apabila Allah jelas tidak lemah, bararti Dia
tidak di paksa, dan Dia berarti memiliki kehendak (Al-
Irodah). Apabila sudah menjadi kenyataan, bahwa Allah itu
memiliki Al-Irodah, maka pasti mustahil Dia bersifat Al-
Karokah (terpaksa) lawan sifat Al-irodah.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Irodah


Allah berfirman :

“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila


kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya
Kun (jadilah), maka jadilah ia.”

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan


memilih-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.
Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan.”

“Katakanlah : “Wahai, Tuhan yang mempunyai kerajaan,


Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehandaki. Engkau mulyakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tangan Engaku-lah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.”
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia
menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan
anak-anak Perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan
memberikan anak-anak laki-laki kepada yang Dia kehendaki,
atau Dia menganugerahkan kedua jenis, laki-laki dan
perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

9. Sifat Wajib Allah Al-Ilmu


10. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-sembilan adalah Al-Ilmu (Maha
Mengetahui), yaitu suatu sifat Allah yang azali dan ada
secara nyata sebab Dzat-Nya, Allah Maha Mengetahui
semua perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil secara
sempurna dengan sejelasjelasnya. Kata sempurna disini
menunjukkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tanpa
di liputi dzan, keraguan dan waham (keraguan) sedikitpun.
Dzan syak dan waham ini adalah hal yang mustahil bagi
Allah swt sebab ketiganya ini menyebabkan pengetahuan
(Al-Ilmu) Allah tidak sempurna. Kalimat La Yahtamilu An-
Nagidl (tidak mengandung kata yang menjadi lawannya) ini
untuk menolak taklid (mengikuti pihak lain), artinya Allah
mengetahui sesuatu itu bukan atau tidak mengikuti selain-
Nya, sebab mengikuti pihak lain bagi Allah adalah hal yang
mustahil, karena taklid (mengikuti pihak lain) itu bisa berarti
memungkinkan menerima lawan Al-Ilmu dengan keraguan
yang dibuat oleh orang yang membuat keraguan, sehingga
sebab taklid ini segala sesuatu tidak mungkin dapat di
ketahui dengan jelas dan sempurna.

1. Ta’alluq Sifat Wajib Allah Al-Ilmu


Sifat Allah Al-Ilmu itu memiliki Ta’alluq Tanjizi Qodim
(hubungan dengan hal-hal yang telah diketahui yang telah
terlaksana sebelum makhluk wujud), yaitu di ketahuinya
segala hal yang wajib, jaiz dan mustahil oleh Allah swt.
Yang dimaksud hal yang wajib adalah sebagaimana Dzat
Allah dan sifat-sifatNya.

Pengertian Ta’alluq (hubungan) Al-Ilmu dengan dzat Allah


ialah, bahwa sesungguhnya dzat dan sifat Allah itu qodim,
pasti adanya, tidak pernah tidak ada dan tidak akan pernah
tidak ada. Sesungguhnya Dia mengetahui dzat-Nya, tidak di
tempat manapun dan tidak dilalui masa. Dia mengetahui,
sesungguhnya qudrat (kekuasaan)-Nya itu luas dan
menyeluruh tanpa batas.

Pengertian Ta’alluq sifat Al-Ilmu dengan hal-hal yang


mustahil ialah sesungguhnya Allah mengetahui hal-hal yang
mustahil seperti sekutu bagi-Nya yang tidak bakal ada untuk
selama-lamanya, sebab apabila sekutu itu ada, maka pastilah
timbul kehancuran yang luar biasa.
“Apabila ada di langit dan bumi tuhan selain Allah, maka
hancurlah langit dan bumi ini.”

Pengertian ta’aluq sifat Al-Ilmu dengan hal-hal yang jaiz,


ialah bahwa sesungguhnya Allah itu mengetahui segala
sesuatu yang ada dan segala sesuatu yang belum ada.

1. Ilmu Allah Meliputi Semua Perkara Kulliyat Dan


Juziyyat
Ketahuilah, Sesungguhnya sifat ilmu Allah itu meliputi
segala sesuatu. Dengan sifat Al-Ilmu segala sesuatu yang
Kulliyat dan Juziyyat diketahui oleh-Nya. Allah mengetahui
segala sesuatu yang ada di bumi berupa gunung, pohon dan
tumbuh-tumbuhan. Dia mengetahui jumlah semut, butiran
pasir, debu, pohon, daun dan sebagainya, Dia mengetahui
pula segala sesuatu yang ada dilangit. Barang siapa yang
menafikan ilmu Allah terhadap hal-hal yang juziyyat, maka
dia dihukumi kafir. Allah swt mengetahui segala sesuatu
sebelum sesuatu itu wujud, maupun sesudah wujud, gaib
maupun nyata, tak ada sesuatu yang samar bagi Allah swt.
Ilmu Allah itu tak boleh disebut Ilmu Kasbi (ilmu yang
didapat melalui belajar), tidak boleh disebut sebagai Ilmu
Badihi (didapat secara spontan), tidak boleh disebut Ilmu
Nadlori maupun Ilmu Dloruri, sebab ilmu tersebut pasti
didahului oleh kebodohan (ketidak tahuan), padahal Allah
swt bersih dari kebodohan.
1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Ilmu
Dalil Aqli sifat wajib Allah al-ilmu adalah keberadaan alam
raya dan susunannya. Cara mengemukakan dalil ini ialah,
apabila Allah tidak mengetahui, berarti Dia bodoh. Apabila
Allah bodoh (tidak mengetahui), maka Dia tidak memiliki
sifat al-qudrat (kuasa) dan sifat al-irodah (berkehendak).
Apabila Allah tidak memiliki sifat al-qudrat dan irodah,
tentu alam raya ini tidak ada, dan ketiadaan alam raya ini
tidak dapat dibenarkan akal, karena bertentangan dengan
kenyataan. Dengan demikian segala sesuatu yang
menyebabkan kebatilan, yaitu ketiadaan sifat al-qudrat dan
Al-Irodah itu tidak benar (batil), sebab Allah swt itu telah
dipastikan memiliki kedua sifat tersebut, dan dzat yang
Maha Berkehendak dan yang Maha Berkuasa itu harus atau
pasti Maha Mengetahui, Apabila Allah telah pasti memiliki
sifat al-ilmu, maka mustahil Dia memiliki sifat Aj-Jahlu
(bodoh), lawan sifat Al-Ilmu.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Ilmu


Allah berfirman :

“Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.”

“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya meliputi segala


sesuatu.”
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya dari pada urat lehernya.”

10. Sifat Wajib Allah Al-Hayat


11. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-sepuluh adalah Al-Hayat (Maha
Hidup), yaitu suatu sifat wajib Allah yang azali yang wujud
dan membenarkan Dzat yang memiliki sifat Al-Hayat ini
bisa mengerti, maksudnya bisa mengetahui hakekat segala
sesuatu, bisa mendengarkan dan melihat. Sifat Al-Hayat
(hidup) Allah itu tidak dengan ruh. Tetapi hidup Allah swt
itu karena Dzat-Nya, bukan karena sesuatu yang lain yang
menempat pada dzat tersebut, seperti ruh. Oleh karena itu
Dzat Allah tidak mengalami maut, berbeda dengan makhluk
yang mengalami sesuatu yang menempel padanya, yaitu ruh.
Oleh sebab itu makhluk dapat mengalami maut, hidup Allah
swt tidak berkaitan dengan sesuatu apapun. Sifat Al-Hayat
Allah itu menjadi sebab sifat-sifat Ma’ani, artinya dengan
adanya sifat Al-Hayat Allah, sifat-sifat Ma’ani selainnya
(Al-Hayat) menjadi ada dan dengan tiadanya sifat AlHayat,
sifat-sifat Ma’ani lainnya tidak ada.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Hayat


Dalil Aqli sifat wajib Allah Al-Hayat adalah wujud atau
keberadaan alam raya ini, cara mengemukakan dalil Aqli ini
ialah : Apabila Allah tidak hidup berarti mati, apabila sifat-
sifat Ma’ani itu tidak ada padanya, maka alam raya ini tidak
ada, tetapi anggapan alam raya ini tidak ada adalah batil,
karena bertentangan dengan kenyataan, jadi segala sesuatu
yang menyebabkan kebatilan, yaitu ketiadaan sifat-sifat
Ma’ani adalah batil, padahal telah dipastikan Allah memiliki
sifat-sifat Al-Ma’ani, Apabila Allah pasti memiliki sifat-sifat
Al-Ma’ani, maka pastilah dia bersifat Al-Hayat, karena Dzat
yang Maha Kuasa, Maha ber-Kehendak dan seterusnya, itu
pasti hidup. Apabila Allah pasti memiliki sifat Al-Hayat,
maka mustahil Dia memiliki sifat Al-Maut (mati) lawan sifat
Al-Hayat.

1. Dalil Naqli sifat wajib Allah Al-Hayat


Allah berfirman:

“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup kekal lagi


yang tidak mati.”

“Dia adalah Maha Hidup, tidak ada Tuhan selain Dia,


berdoalah kepada-Nya.”

“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada


Tuhan Yang Maha Hidup kekal lagi senantiasa mengurus.
(Makhluk-Nya).”
11. Sifat Wajib Allah As-Sam’u
12. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-sebelas adalah As-Sam’u (Maha
Mendengar), yaitu sifat yang azali yang ada sebab Dzat
Allah. Sifat ini berhubungan dengan semua makhluk, baik
berupa dzat atau suara. Allah mendengar dzat-Nya sebab
sifat As-Sam’u ini, Dia mendengar sifat-sifat-Nya sebab As-
Sam’u ini, Dia mendengar pendengaran-Nya sebab sifat As-
Sam’u dan lainlainnya. Jadi sebab sifat As-Sam’u ini semua
makhluk yang ada jelas bagi Allah dan dengan sifat As-
Sam’u ini Dia mendengar suara-suara dan dzat-Nya.

Apabila ada pertanyaan, hubungan sifat As-Sam’u dengan


Suara sudah jelas dan dapat dimengerti,tetapi hubungan sifat
ini dengan dzat-dzat, rasanya belum jelas. Pertanyaan ini
harus dijawab, bahwa sesungguhnya kita wajib beriman,
bahwa sifat Allah As-Sam’u iri berhubungan dengan semua
makhluk yang ada, baik dzat maupun suara, meskipun kita
tidak mengetahui cara proses Ta’alluq (hubungan itu).

Allah swt mendengar segala sesuatu tanpa perantara, seperti


cara mendengar makhluk. Sifat As-Sam’u Allah adalah hal
yang ada sebab Dzat-Nya yang tidak dapat terkena gangguan
apapun yang menyebabkan tidak dapat mendengar, sebab
daya dengar yang dapat terganggu itu adalah sifat makhluk.
1. Dalil Naqli Sifat Allah As-Sam’u
Dalil Naqli bahwa Allah swt pasti memiliki sifat as-sam’u
adalah firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi
Muhammad saw. Allah berfirman :

“Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita


yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya,
dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah
mendengar soal jawaban antara kamu berdua. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

“Janganlah kamu berdua khawatir, sesunggguhnya Aku


beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”

Rasulullah saw bersabda dalam haditsnya:

“Sesungguhnya kami semua tidak memohon kepada dzat


yang tuli dan tidak pula kepada yang ghaib. Tetapi, kami
semua memohon kepada Dzat Yang Maha Mendengar,
Maha Dekat dan Maha Mengabulkan.”
1. Dalil Aqli Siafat Wajib Allah As-Sam’u
Dalil Aqli bahwa Allah swt memiliki sifat wajib As-Ssam’u
ialah, apabila Allah tidak mendengar, berarti Allah tuli, dan
tuli itu adalah sifat negatif, padahal mustahil Allah memiliki
sifat yang negatif. Dengan demikian pastilah Allah Maha
Mendengar. Apabila Allah pasti memiliki sifat As-Sam’u,
maka pastilah mustahil Dia bersifat As-Shoman (tuli) lawan
sifat wajib As-Sam’u

12. Sifat Wajib Allah Al-Bashor.


13. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-dua belas adalah Al-Bashor (Maha
Melihat), yaitu sifat wajib Allah yang azali yang ada sebab
Dzat Allah, dan sebab sifat Al-Bashor-Nya segala sesuatu
yang ada, jelas bagi-Nya. Sifat Al-Bashor ini berhubungan
dengan semua makhluk yang ada baik berupa dzat atau
suara, kita wajib iman dan percaya pada hal itu, meskipun
kita tidak mengetahui cara atau proses hubungan itu. Allah
swt melihat Dzat-Nya dan melihat penglihatan-Nya dengan
sifat Al-Bashor-Nya, karena penglihatan (bashor) termasuk
hal yang ada, Dia melihat tanpa bola mata dan tanpa pelupuk
mata dan penglihatannya tidak dapat terganggu seperti
kebutaan, sebab kebutaan atau rabun itu sifat makhluk.
Penglihatan Allah itu tidak terganggu pendengaran-Nya dan
pendengaran-Nya tidak dapat terganggu kekuatan
penglihatan-Nya. Dia melihat sesuatu dan mendengarNya
pula secara bersamaan. Hal ini berbeda dengan makluk,
sebab penglihatan makhluk dapat terganggu oleh
pendengarannya dan pendengarannya dapat menyibukkan
penglihatannya.

1. Ta’alluq Sifat Allah Al-Bashor dan As-Sam’u


Perlu diketahui sebagaimana yang telah disebutkan diatas,
bahwa sifat As-Sam’u dan Al-Bashor masing-masing
berhubungan dengan segala sesuatu yang wujud (ada), tetapi
terungkapnya (terbukanya) sesuatu sebab sifat As-Sam’u itu
tidak sama dengan terungkapnya sebab sifat Al-Bashor,
terungkapnya sesuatu sebab sifat Al-Ilmu itu tidak sama
dengan terbukanya, sebab sifat As-Sam’u dan Al-Bashor,
hanya Allah sajalah yang mengetahui hakekat permasalahan.

Perlu diketahui bahwa Ta’alluq (hubungan) sifat As-Sam’u


dengan sifat Al-Bashor disebut Ta’alluq Shuluhi Qodim,
adapun hubungan sifat As-Sam’u dan Al-Bashor dengan dzat
dan sifatsifat Allah swt itu merupakan Ta’alluq Tanjizi
Qodim, dengan arti bahwa dzat Allah pada jaman azali
diketahui oleh-Nya dengan sifat As-Sam’u dan Al-Bashor.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Bashor


Dalil Naqli Allah itu pasti memiliki sifat Al-Bashor adalah
firman-Nya”

“Allah Maha Melihat segala yang kamu kerjakan.”


“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Bashor


Dalil Aqli bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Al-Bashor,
ialah apabila Allah swt tidak melihat, berarti Dia buta,
sedang buta adalah suatu kekurangan, padahal Allah
mustahil memiliki kekurangan Jjadi pastilah Allah memiliki
sifat Al-Bashor (Maha Melihat). Apabila Allah pasti
memiliki sifat Al-Bashor, maka mustahil Dia bersifat Al-
A’ma (buta), lawan dari Al-Bashor.

13. Sifat Wajib Allah Al-Kalam


14. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-tiga belas adalah Al-Kalam (Maha
Berbicara), yaitu suatu sifat yang azali yang ada pada Dzat
Allah dan berhubungan dengan hal-hal yang wajib, mustahil
dan jaiz, seperti sifat Al-Ilmu Hanya saja hubungan sifat Al-
Ilmu dengan ketiga sifat di atas, bersifat mengungkap/
membuka, dengan arti tiga hal-hal wajib, mustahil dan jaiz
itu terbuka jelas dan dapat diketahui oleh Allah swt dengan
sifat Al-Ilmu.

1. Ta’alluq (hubungan) Sifat Al-Kalam


Ta’alluq sifat Al-Kalam dengan tiga hal (hal wajib, jaiz, dan
mustahil) itu merupakan Ta’alluq Dilalah dengan makna,
bahwa apabila kita di bukakan hijab dan dapat mendengar
sifat AlKalam, yang dimiliki oleh dzat Allah, maka kita
dapat memahami hal-hal wajib, mustahil, dan jaiz dari sifat
Al-Kalam itu. Hal-hal wajib yang dimaksud disini seperti
Dzat Allah dan sifat-sifatNya.Pengertian Ta’alluq
(hubungan) sifat Allah AL-Kalam dengan Dzat-Nya ialah,
bahwaAllah menetapkan kesempurnaan pada Dzat-Nya dan
meniadakan kekurangan dari Dzat-Nya. Allah swt
berfirman :

“Allah maha mengetahui segala sesuatu.”

“Tidak satu makhluk pun yang menyamai Allah, Dia Maha


Mendengar dan Maha Melihat.”

Pengertian Ta’alluq (hubungan) sifat Allah Al-Kalam


dengan hal-hal yang mustahil, ialah bahwa Allah
memberitahukan tentang ketiadaannya tentang hal-hal yang
mustahil, seperti adanya istri, anak, atau sekutu bagi-Nya:

“Maha Suci Allah dari memiliki anak.”

“dan tidak ada bagi Allah seorang istri.”


“Tidak ada bagi Allah sekutu dalam kekuasaan-Nya.”

Pengertian Ta’alluq (hubungan) sifat Allah Al-Kalam


dengan hal-hal yang jaiz, ialah sesungguhnya Allah
memberitahukan, bahwa Dia Maha Kuasa menciptakan hal-
hal yang mungkin, dan Kuasa pula meniadakannya, Dia
berfirman:

“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Apabila kita dibukakan hijab atau tabir yang menutup antara


kita dan Dia, maka kita melihat dan mengetahui sifat Al-
Kalam yang menunjukkan tiga hal tersebut diatas.

1. Kalam Allah Tanpa Huruf Dan Tanpa Suara.


Sifat Kalam Allah swt yang ada pada Dzat-Nya itu tidak
berupa huruf dan tidak berupa suara, tidak mengenal posisi
akhir atau dahulu, tidak mengenal ‘irob, binak dan tidak
mengandung surat atau pun ayat, karena hal tersebut
termasuk sifat-sifat kalam yang baru. Kalam Allah swt itu
qodim. Yang dimaksud ALKalam, sifat yang ada pada Dzat
Allah ini bukanlah lafadz-lafadz mulia yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw., yaitu Al-Qur’an, sebab Al-
Qur’an itu hadits. Sifat Al-Kalam yang ada pada Allah swt
itu qodim, sedangkan Al-Qur’an ini mengandung susunan
dalam posisi akhir dan dahulu, mengandung beberapa surat
dan ayat, huruf dan suara, ‘irob dan beberapa binak, padahal
sifat Allah Al-Kalam itu bersih dari hal-hal tersebut. Lafadz-
lafadz mulia dalam Al-Qur’an itu tidak menunjukkan sifat
qodim yang ada pada dzat Allah, artinya sifat Allah Al-
Kalam yang qodim ada pada dzat Allah itu tidak dapat di
fahami dari ayat Al-Qur’an yang mulia. hanya saja lafadz-
lafadz mulia Al-Qur’an itu memiliki makna, dan sifat Allah
Al-Kalam Al-Qodim yang ada pada DzatNya itu
menunjukkan suatu makna juga. Makna (lafadz-lafadz) Al-
Qur’an itu sama dengan makna sifat Allah Al-Kalam
AlQodim. Hal ini harus diperhatikan dan harus hati-hati,
karena banyak orang yang keliru dalam masalah ini.

1. Hukum Orang yang Mengatakan Al-Qur’an Bukan


Kalam Allah
Perlu dimengerti, bahwa ungkapan kalam Allah itu
mempunyai dua arti, kadang ungkapannya ini di maksudkan
pada sifat qodim yang ada pada dzat Allah, ungkapan kalam
yang artinya demikian ini adalah qodim, bersih dari susunan
kalimat, posisi di depan atau di akhir, bersih dari huruf, suara
atau ciri-ciri lain umumnya kalam. Kadang ungkapan kalam
ini dimaksudkan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Ungkapan kalam Allah yang dimaksudkan
kepada Al-Qur’an itu adalah hakiki, bukan majazi. “Barang
siapa yang mengatakan bahwa surat-surat dalam al-gur’an
itu bukan kalam Allah, maka dia kafir,”
Kalam Allah dengan pengertian yang kedua (Al-Qur’an) itu,
di ciptakan oleh Allah swt di Lauhil Makhfudz dan dijadikan
olehNya, menunjukkan sesuatu yang dimaksud oleh kalam-
Nya yang qodim yang ada pada Dzat-Nya. Allah swt
mensifati Al-Qur’an ini dengan makhluk, sebagaimana
dalam firman-Nya :

“Sesungguhnya kami jadikan al-qur’an dengan bahasa


Arab.”

Imam Ahmad bin Hambal enggan mengatakan bahwa


AlQur’an itu makhluk, karena beliau khawatir pemahaman
orang yang bertanya akan melampaui batas sampai pada
kalam Allah yang qodim yang ada pada dzat Allah swt yang
menyebabkan mereka kafir. Oleh sebab itu beliau dengan
pendapatnya semata-mata untuk membendung kesalah-
fahaman mereka. Dari sikap yang ditampakkan oleh Imam
Ahmad Ibnu Hambal ini dapat di ambil kesimpulan, bahwa
siapapun tidak boleh mengatakan kepada orang yang
dangkal fikirannya dan tidak mengetahui masalah ini secara
rinci bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk. Agar
pemahaman mereka tentang kalam Allah yang qodim yang
ada sebab dzat Allah swt tidak melebar melampaui batas,
juga dapat menjurus pada bahaya kekafiran.
Jika ada pertanyaan, jika kalam Allah itu tidak berupa huruf
atau tidak berupa suara, maka bagaimana mungkin bisa
dimengerti, padahal Nabi Musa a.s dapat memahami ketika
beliau bermunajat di bukit Thour Shina, begitu pula nabi kita
Muhammad ketika diajak berbicara pada malam isro’ ?
Jawabannya adalah : Jika Allah swt hendak memahamkan
kepada salah seorang hamba-Nya tentang kalam-Nya, maka
Dia meletakkan makna kalam itu di dalam hati orang
tersebut. Kalam Allah swt yang qodim itu dapat didengar
dari semua penjuru.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Kalam

Dalil Naqli bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Kalam, ialah


firman Allah swt :

“Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung (tanpa


perantara).”

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Kalam


Dalil Aqli bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Kalam, ialah
apabila Allah swt tidak berbicara berarti Dia tuna wicara,
sedangkan tuna wicara itu sifat negatif, dan mustahil Allah
memiliki sifat negatif atau kekurangan. Jadi pastilah Allah
memiliki sifat kebalikan tuna wicara, yaitu Al-Kalam (Maha
Berbicara). Apabila telah pasti Allah memiliki sifat Al-
Kalam, maka mustahil Dia bersifat Al-Kharosh (tuna
wicara), lawan sifat Al-Kalam,

14. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Qodiran


15. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-empat belas adalah Kaunuhu
Qodiran (keberadaan Allah itu kuasa), yaitu sifat wajib Allah
yang ada sejak jaman azali yag berbeda dengan sifat Al-
Qudrat, tetapi sifat Kaunuhu Qodiran ini menetapi Al-
Qudrat. Sifat Kaunuhu Qodiran ini suatu persoalan yang
dapat di angan-angan, tidak dapat dinyatakan di luar angan-
angan dan fikiran. Sifat Kaunuhu Qodiran bukan merupakan
hal (keadaan), karena sebenarnya hal itu tidak ada, yaitu ada
perkara yang tengah-tengah antara ada dan tidak ada.

Perbedaan antara perkara yang hanya dapat dimengerti


dengan angan-angan dan hal adalah bahwa hal itu dapat
dinyatakan diluar pikiran, sedangkan perkara yang dapat di
angan-angan itu dapat dibuktikan dalam pikiran dan hati.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Qodiran


Dalil bahwa Allah swt itu memiliki sifat wajib Kaunuhu
Qodiran adalah sama dengan dalil sifat wajib Al-Qudrat,
apabila Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Qodiran, maka
mustahil dia bersifat Kaunuhu “Ajizam, yaitu lawan
Kaunuhu Qodiran.
15. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muridan
16. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-lima belas adalah Kaunuhu
Muridan (keberadaan-Nya Maha Berkehendak), yaitu sifat
Allah swt yang ada sejak jaman azali, yang berbeda dengan
sifat Al-Irodah, tetapi sifat ini menetapi sifat Al-Irodah, sifat
Kaunuhu Muridan ini merupakan persoalan yang dapat di
mengerti dalam pikiran, tidak dapat di nyatakan dalam
wujud kenyataan.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunhu Muridan


Dalil bahwa Allah swt itu pasti memiliki sifat Kaunuhu
Muridan (keberadaan-Nya Maha Berkehendak), ialah sama
dengan dalil sifat Al-Irodah. Apabila Allah telah pasti
memiliki sifat Kaunuhu Muridan, maka mustahil Dia bersifat
Kaunuhu Mukrohan (keberadaan-Nya di paksa), lawan sifat
Kaunuhu Muridan.

16. Sifat Wajib Allah Kaunuhu ‘Aliman


17. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-enam belas adalah Kaunuhu
‘Aliman (keberadaan-Nya Maha Mengetahui), yaitu sifat
Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat
Al-Ilmu, tapi menetapi sifat Al-Ilmu. Sifat Kaunuhu ‘Aliman
ini merupakan suatu sifat yang hanya dapat di buktikan pada
pikiran.
1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu ‘Aliman
Dalil bahwa Allah swt itu memiliki sifat Kaunuhu “Aliman
(keberadaan-Nya Maha Mengetahui), itu sama dengan dalil
sifat Al-Ilmu. Apabila Allah sudah pasti memiliki sifat
Kaunuhu ‘Aliman, maka mustahil Dia memiliki sifat
Kaunuhu Jahilan (keberadaan-Nya bodoh), lawan sifat
Kaunuhu “Aliman.

17. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Hayyan


18. Pengertian
Sifat Allah yang ke-tujuh belas adalah Kaunuhu Hayyan
(keberadaan-Nya Maha Hidup), yaitu suatu sifat Allah yang
ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat Al-Hayat,
tetapi menetapi sifat sifat Al-Hayat. Sifat Kaunhu Hayyan ini
dapat dibuktikan dalam hati saja.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Hayyan


Dalil bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Kaunuhu
Hayyan (keberadaan-Nya Maha Hidup), ialah sama dengan
dalil sifat AlHayat. Apabila telah dipastikan bahwa Allah
memiliki sifat wajib Kaunuhu Hayyan, maka mustahil bagi-
Nya memiliki sifat Kaunuhu Mayyitan (keberadaannya
mati), lawan sifat Kaunuhu Hayyan.

18. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Sami’an


19. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-delapan belas adalah Kaunuhu
Sami’an (keberadaan-Nya Maha Mendengar), yaitu suatu
sifat Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan
sifat AsSam’u, tetapi menetapi sifat as-sam’u. Sifat Kaunuhu
Sami’an ini hanya dapat dibuktikan dalam hati.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Sami’an


Dalil bahwa Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Sami’an itu
sama dengan dalil sifat Allah As-Sam’u. Apabila Allah telah
pasti memiliki sifat Kaunuhu Sami’an, maka mustahil Allah
memiliki sifat Kaunuhu ‘Ashom (keberadaan-Nya tuli),
lawan sifat Kaunuhu

19. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Bashiron


20. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-sembilan belas adalah Kaunhu
Bashiron (kebeeradaan-Nya Maha Melihat), yaitu sifat wajib
Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat
wajib Allah Al-Bashor, tapi menetapi sifat Al-Bashor. Sifat
ini hanya dapat di buktikan dalam hati.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Bashiron


Dalil bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Kaunuhu
Bashiron, sama dengan dalil sifat wajib Allah Al-Bashor.
Apabila , Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Bashiron,
maka mustahil Dia bersifat Kaunuhu A’ma (keberadaan-Nya
buta), lawan sifat Kaunuhu Bashiron.

20. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muthakalliman


21. Pengertian
Sifat wajib Allah yang ke-dua puluh adalah Kaunuhu
Muthakalliman (keberadaan-Nya Maha Berbicara), yaitu
sifat wajib Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda
dengan sifat AlKalam, tapi menetapi sifat Al-Kalam.
kepastian adanya sifat AlKalam pada dzat Allah itu
menyebabkan adanya sifat Kaunuhu Muthakalliman, sifat
Kaunuhu Muthakalliman ini tidak dinyatakan di alam nyata,
tapi dengan angan-angan saja.

1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muthakalliman


Dalil bahwa Allah sudah pasti memiliki sifat Kaunuhu
Muthakalliman sama dengan sifat Al-Kalam, kami tidak
perlu menyampaikan secara rinci. Apabila Allah sudah pasti
memiliki sifat Kaunuhu Muthakalliman, maka mustahil Dia
memiliki sifat Kaunuhu Ahras (keberadaan-Nya bisu), lawan
dari sifat Kaunuhu Muthakalliman.

Demikianlah penjelsan sifat-sifat yang wajib / pasti bagi


Allah swt yang berjumlah dua puluh, dan sifat-sifat yang
mustahil bagi-Nya yang juga berjumlah dua puluh, yang
seluruhnya berjumlah empat puluh sifat dengan dalil-dalil
yang qot’iy. Setiap dalil dari dalil sifat-sifat wajib itu
menafikan lawan sifat yang di tetapkan.

SIFAT JAIZ BAGI ALLAH S.W.T

1. Pengertian

Adapun sifat jaiz bagi Allah swt adalah:

“Membuat hal-hal yang mungkin atau tidak membuat


(meninggalkan)nya.”

Perkara yang mungkin adalah perkara yang bisa ada dan


dapat tidak ada, yakni Allah itu bisa saja membuat perkara
yang mungkin atau tidak membuatnya ada.

Membuat atau tidak itu adalah jaiz atau wewenang Allah


sebutkan kewajiban atau keharusan bagi-Nya, sebab apabila
ada sesuatu yang wajib dikerjakan oleh Allah, berarti Dia
membutuhkan kepada sesuatu itu agar Dia menjadi
sempurna. Padahal kebutuhan Allah pada sesuatu merupakan
suatu kekurangan, dan kekurangan (ketidak sempurnaan)
bagi Allah adalah mustahil. Oleh karena itu, tidak ada suatu
perkara yang wajib diciptakan atau di tiadakan oleh Allah.
Berbeda dengan golongan Mu’tazilah yang mengatakan :
Sesungguhnya Allah itu wajib (harus) berbuat baik dan
paling baik kepada hamba. Pendapat golongan Mu’tazilah
ini adalah suatu kebohongan pada Allah. Yang benar adalah,
Allah tidak wajib melakukan atau meninggalkan suatu
apapun.

Allah menjadikan iman pada diri zaid, dan memberinya ilmu


padanya itu semata-mata karena anugerah-Nya. Pahala yang
diberikan kepada orang yang taat adalah anugerah-Nya
kepada orang itu, dan siksaan yang ditimpakan kepada orang
yang durhaka adalah merupakan keadilan-Nya, karena
sesungguhnya ketaatan hamba itu tidak berguna bagi Allah,
dan kemaksiatan hamba itu membahayakan kepada-Nya,
sebab Allah sendiri maha pemberi manfaat dan bahaya.
Ketaatan dan kemaksiatan hanyalah tanda adanya pahala dan
siksaan untuk orang yang melakukannya. Barangsiapa yang
dikehendaki Allah bakal dekat kepada-Nya, maka Allah
memberi kepada orang tersebut kekuatan mengamalkan
ketaatan, dan barang siapa yang dikehendaki oleh-Nya bakal
jauh dari-Nya, maka Allah menjadikan orang tersebut
berlaku maksiat. Jadi semua perbuatan, baik ikhtiyari
maupun idltiori, baik ataupun jelek, itu Ciptaan Allah swt.

“Allah itu telah menciptakan kamu dan apa yang kamu


kerjakan.”
Oleh sebab itu, tak ada kewajiban bagi Allah menciptakan
atau meniadakan sesuatu, berbeda dengan pendapat
golongan Mu’tazilah.

Mengapa golongan Mu’tazilah ini tidak berfikir tentang


penyakit-penyakit yang menimpa anak-anak kecil. Bukankah
penyakit yang menimpa anak kecil itu tidak baik bagi
mereka. Andaikata Allah wajib berbuat baik, maka berarti
Dia menurunkan bahaya kepada anak-anak kecil. Karena
golongn Mu’tazilah itu berpendapat, bahwa Allah tidak akan
meninggalakan kewajiban, sebab meninggalkan kewajiban
merupakan kekurangan bagi Allah, dan kekurangan bagi-
Nya adalah mustahil.

1. Melihat Allah di Akherat adalah Masalah Jaiz


Diantara perkara yang jaiz yang mungkin terjadi yang wajib
dipercayai, adalah kemungkinan orang-orang mu’min di
akherat nanti akan melihat Allah swt. Setiap orang mukallaf
harus percaya bahwa melihat Allah swt di akherat itu suatu
perkara yang jaiz, mungkin dan bisa terjadi, tak ada yang
menghalangi, karena Allah telah mengaitkan melihat Dzat-
Nya dengan tetapnya sebuah gunung, sebagaimana
firmannya:
Selain itu Allah memastikan kemungkinan melihat-Nya,
Seperti dalam firman-Nya:

Jadi melihat Allah di akherat nanti adalah jaiz, tetapi


melihatNya itu tidak bisa di bayangkan caranya, seperti cara
kita melihat di dunia ini, dan tidak dibatasi arah tertentu,
Allah swt tidak dapat di bayangkan dan tidak dapat di batasi
arah. Inilah pendapat Ahlussunnah Waljama’ah. Tetapi
golongan Mu’tazilah berpendapat, bahwa ru’yat (melihat)
kepada Allah itu tidak mungkin.

1. Mengutus Rasul Adalah Jaiz Bagi Allah swt.


Termasuk perkara yang jaiz bagi Allah adalah mengutus
rasul (utusan), karena anugerah-Nya bukan kewajiban-Nya,
sebab Allah tidak memiliki kewajiban apapun.

1. Dalil Aqli Sifat Jaiz Allah swt.


Dalil Aqli bahwa membuat segala sesuatu yang mungkin
atau hdak itu jaiz bagi Allah swt ialah apabila Allah itu
wajib/harus membuat sesuatu yang mungkin, berarti sesuatu
yang jaiz itu berubah menjadi perkara yang wajib, dan
apabila Allah itu haram/ dilarang berbuat sesuatu yang
mungkin, berarti sesuatu yang jaiz (mungkin) ini berubah
menjadi mustahil. Sedangkan perubahan perkara jaiz
menjadi wajib atau mustahil itu adalah batil. Dengan
demikian sesuatu yang menyebabkan batil, yaitu wajib
membuat sesuatu yang jaiz atau haram membuatnya itu batil
pula. Maka tetaplah jaiz bagi Allah segala sesuatu yang
mungkin, inilah yang dimaksud.

1. Dalil Naqli Sifat Jaiz Allah swt


Dalil Naqli, bahwa Allah swt itu memiliki sifat jaiz, adalah
firman-Nya:

“Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu, Dia akan


memberi rahmat kepadamu, jika Dia menghendaki dan Dia
akan menyiksamu, jika Dia menghendaki. “

“Katakanlah : “Wahai, Tuhan yang mempunyai kerajaan,


Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki, Engkau mulyakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau
kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

“Maka, Allah mengampuni siapa saja yang di kehendaki-


Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan
melihat-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.
Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan.”

Dengan demikian, maka jelaslah sifat-sifat wajib, mustahil


dan jaiz bagi Allah swt dalam uraian di atas, dengan dalil
yang qot’i yang bisa di terima akal, maka perhatikanlah dan
jangan sampai di lupakan.

1. SIFAT WAJIB DAN SIFAT MUSTAHIL PARA


RASUL

Adapun sifat-sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz bagi


rasulrasul Allah itu ada sembilan :

1. Sifat Wajib Rasul Al-Shidqu


2. Pengertian
Sifat wajib atau sifat yang sudah pasti ada pada rasul yang
pertama adalah As-Shidqu, artinya benar dalam semua
ucapannya.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib As-Shidqu


Dalil sifat wajib para rasul yang pertama, yaitu As-Shidqu
ialah apabila para rasul itu berbohong dalam persoalan yang
harus di sampaikan kepada makhluk, berarti berita atau
pemberitahuan dari Allah dusta, padahal Allah swt., telah
membenarkan pengakuan mereka sebagai rasul/utusan
dengan memberikan mukjizat kepada mereka.

Mukjizat itu menduduki firman Allah dalam hadits gudsi:

“Benar hambaku dalam menyampaikan apa yang mereka


terima dariKu.”

Para rasul Allah apabila menghadapi kaumnya, dan


menjelaskan kepada mereka, bahwa dirinya adalah seorang
rasul/ utusan yang ditugaskan oleh Allah. Kemudian mereka
bertanya apa bukti bahwa engkau adalah utusan Allah?
Rasul itu lalu berkata kepada mereka, bergesernya gunung
ini dari tempatnya. Apabila mereka berkata kepada rasul
tersebut: buktikan kepada kami ucapanmu itu pada waktu
demikian…… Ketika waktu yang mereka minta itu tiba,
maka Allah memindah gunung itu dari tempat semula, untuk
membenarkan pengakuan rasul tersebut. Kepindahan gunung
itu dari Allah dan menduduki kedudukan firman-Nya dalam
hadist gudsi yang artinya : “Benar hamba-Ku dalam
menyampikan apa yang mereka tarimah dari-Ku.” Apabila
rasul itu berbohong, berarti firman Allah itu bohong juga.
Padahal Allah dusta adalah mustahil. Jadi sesuatu yang
menyebabkan kebatilan, yaitu kebohongan rasul adalah batil.
Apabila telah dipastikan kebenaran (as-Sidqu) para rasul,
maka mustahil mereka bersifat Al-Kadztibu (berbohong),
lawan sifat As-Sidqu.

Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s yang di ceritakan


Allah dalam firman-Nya :

Kalimat : Tetapi yang menghancurkan berhala yang paling


besar ini. Pemberitahuan Nabi Ibrahim ini bukan suatu
kebohongan, tetapi pemberitahuan semacam ini termasuk
Ta’miyah (mengucapkan kalimat yang mengandung dua
pengertian, kalimat Kabiruhum (5 mereka yang paling
besar), mengandung dua maksud, Yaitu orang paling besar
dan patung paling besar (namun yang dimaksud disini ialah
orang paling besar), dan termasuk Mizah (joke). Kalau
melihat dzahir ucapan, sepertinya Nabi Ibrahim bohong,
tetapi hakekatnya tidak, sebab dalam kata (‫ )فعله‬itu terdapat
dlomir tersimpan yang kembali kepada Nabi Ibrahim, Ha’ (‫)ه‬
pada kata ‫ فعله‬maf’ul bih (obyek) penderita, sedangkan kata
‫ وكبيرهم‬menjadi mubtada’ yang khabarnya berupa kata ‫هذا‬
dalam hal ini jika wagof mesti pada kata ‫فعله‬.

Mizah (joke) juga pernah di lakukan oleh Nabi Muhammad


saw yaitu ketika ada seorang perempuan tua renta bertanya
kepada beliau : Ya Rasullullah apakah saya masuk surga?
beliau bersabda: Orang yang tua renta tidak akan masuk
surga. Wanita itu lalu menangis, dan beliau bersabda:
Sesungguhnya engkau masuk surga sedangkan engkau
menjadi perawan (karena di surga tidak ada wanita tua).

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Rasul As-Sidqu


Dalil bahwa rasul Allah itu memiliki sifat As-Sidqu, adalah
firman Allah :

Dan tatkala orang mukmin melihat golongan-golongan yang


bersekutu itu, mereka berkata : Inilah yang di janjikan Allah
dan Rasul-Nya kepada kita.Dan benarlah Allah dan Rasul-
Nya.

“Mereka berkata : ‘Aduhai, celakalah kami! Siapakah yang


membangkitkan kami dari kubur kami? ‘ Inilah yang di
janjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan benarlah
rasul-rasul-Nya.

Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam


AlKitab ini. Sesunggunya dia adalah seorang yang sangat
membenarkan lagi seorang nabi.

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah


Ismail (yang tersebut) dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia
adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang
rasul dan nabi.
2. Sifat Wajib Rasul Al-Amanah
3. Pengertian
Sifat wajib yang dimiliki para rasul Allah yang nomor dua
adalah Al-Amanah, artinya para rasul itu terpelihara dari
perbuatan-perbuatan terlarang atau tidak baik lahir dan batin,
pada masa kecil maupun dewasa.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Rasul Al-Amanah


Dalil bahwa para rasul Allah pasti bersifat Al Amanah ialah:
Sesungguhnya para rasul itu apabila berhianat dengan
melakukan perbuatan-perbuatan yang haram dan perbuatan
yang tidak baik, berarti kita di perintahkan melakukan
perbuatan-perbuatan yang di lakukan para rasul itu, sebab
Allah swt memerintahkan kita semua agar mengikuti
mereka. Dia berfirman:

“ Hendaknya kamu semuanya mengikuti Nabi Muhammad,


agar kamu semuanya mendapat petunjuk”

tidak benar sama sekali kita di perintahkan melakukan


perbuatanperbuatan tidak baik dan perbuatan yang terlarang,
sebab Allah swt tidak memerintahkan berbuat dosa. Dia
berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kekejian dan
kemungkaran.”

Dengan demikian jelaslah, bahwa para rasul Allah swt itu


tidak berbuat apapun kecuali menjalankan ketaatan, mungkin
wajib atau sunnah. Jadi perbuatan para rasul itu berkisar
antara perbuatan wajib dan sunnah, mubah pun tidak.
Apabila para rasul melakukan perbuatan mubah itu hanya
untuk menerangkan kebolehan dan untuk keperluan
membuat peraturan (hukum) wajib atau sunnah. Apabila
para rasul itu pasti bersifat AlAmanah maka mustahil
mereka bersifat Al-Khianat dengan melakukan perbuatan
terlarang dan tidak terpuji.

1. Dalil Naqli Sifat Para Rasul Al-Amanakh


Dalil bahwa para rasul Allah itu memiliki sifat Al-Amanah
adalah firman Allah swt :

“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang terpercaya


yangg di utus kepadamu.”

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang


berkhianat”
3. Sifat Wajib Rasul At-Tabligh
4. Pengertian
Sifat wajib para rasul Allah yang nomer tiga adalah At-
Tabligh, artinya menyampaikan hukum-hukum yang di
perintahkan untuk di sampaikan pada makhluk. Perlu
diketahui bahwa wahyu Allah kepada para rasul itu ada tiga
bagian, yaitu:

 Wahyu Allah yang tidak boleh disampaikan kepada


makhluk, berarti wahyu itu khusus untuk para rasul
itu dan mereka tidak boleh menyampaikan kepada
para makhluk.
 Wahyu Allah yang bebas, terserah kepada para
rasul itu. Artinya mereka boleh menyampaikan
kepada para makhluk dan boleh juga tidak
menyampaikan kepada mereka.
 Wahyu Allah yang harus disampaikan kepada
makhluk, wahyu Allah seperti ini telah di
sampaikan kepada makhluk oleh para rasul, dan
mereka sama sekali tidak menyembunyikan
sedikitpun dari wahyu tersebut.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Para Rasul At-Tabligh


Dalil bahwa para rasul itu mempunyai sifat At-Tabligh, ialah
apabila para rasul Allah tidak menyampaikan, berarti mereka
menyembunyikan sebagian wahyu dari Allah. Apabila
mereka menyembunyikan sesuatu dari Allah, berarti kita di
perintahkan menyembunyikan ilmu, sebab Allah
memerintahkan kita mengikuti mereka, sebagaimana firman-
Nya
“Dan mengikutilah kamu semua kepada Muhammad agar
kamu semua mendapat petunjuk.”

Padahal tidak benar, Jika kita di perintahkan


menyembunyikan ilmu, sebab orang yang menyembunyikan
ilmu itu di laknat dan merupakan dosa, sebagaimana dalam
hadits :

“Barang siapa yang menyembunyikan ilmu, maka akan di


belenggu oleh Allah dengan belenggu yang terbuat dari api
neraka besok di hari kiamat.”

Selain itu Allah swt tidak pernah memerintahkan kepada


hamba-hamba-Nya melakukan perbuatan keji. Oleh sebab
itu, semua perkara yang menyebabkan timbulnya kebatilan,
yaitu keberadaan para rasul Allah menyimpan ilmu itu tidak
betul. Jadi para rasul itu pasti memiliki sifat At-Tabligh.
Apabila telah pasti bahwa mereka memiliki sifat At-Tabligh,
maka mustahil mereka memiliki sifat Al-Kitman
(menyembunyikan), lawan dari sifat At-Tabligh.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Para Rasul At-Tabligh


Dalil bahwa para rasul Allah memiliki sifat At-Tabligh
adalah firman Allah swt :
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak menyampaikan (apa
yang di perintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya”

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita


gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi
manusia membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul
itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

4. Sifat Wajib Rasul Al-Fathonah


5. Perngertian
Sifat wajib para rasul Allah yang nomor empat adalah Al-
Fathonah, artinya cerdas, cerdik dan fasih dalam berbicara.

1. Dalil Aqli Sifat Wajib Para Rasul Al-Fathonah


Dalil Aqli bahwa para rasul Allah itu pasti memiliki sifat Al-
Fathonah ialah, apabila para rasul Allah itu tidak cerdas,
maka mereka tidak mampu mengemukakan bukti atau hujjah
kepada lawan, padahal kemampuan para rasul
mengemukakan hujjah untuk mengalahkan para lawan-
lawannya, telah disebut dalam Al-Qur’an. Kemampuan
mengemukakan hujjah untuk mengalahkan lawan itu pasti
dari orang-orang yang cerdas, cerdik dan fasih. Apabila telah
dipastikan bahwa para rasul Allah itu bersifat Al-Fathonah,
maka mustahil Mereka bersifat Al-Baladah (dungu), lawan
sifat Al-Fathonah.

1. Dalil Naqli Sifat Wajib Para Rasul Al-Fathonah


Dalil bahwa para rasul Allah itu memiliki sifat Fathonah
adalah firman Allah swt :

“Dan itulah hujjah Kami, yang kami berikan kepada Ibrahim


untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang
kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

“Mereka berkata : ‘Hai, Nuh, sesungguhnya kamu telah


berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang
bantahanmu terhadap kami, maka datangkan kepada kami,
jika kami termasuk orang-orang yang benar”.

“Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


bijaksana, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

Itulah sifat-sifat yang wajib dan sifat-sifat yang mustahil


bagi para rasul Allah swt.
1. SIFAT JAIZ PARA RASUL
2. Pengertian

Adapun sifat jaiz para rasul Allah, adalah jelas sama seperti
sifat-sifat manusia pada umumnya, yang tidak mengurangi
derajat mereka yang tinggi. Sifat-sifat yang biasa terjadi
pada manusia umumnya itu, seperti menikah, makan,
minum, dan sakit. Rasulullah saw., bersabda:

Orang-orang diantara kamu semua yang paling besar


cobaannya adalah para nabi, kemudian para wali, kemudian
orang-orang yang derajatnya di bawahnya.

1. Dalil Aqli Bahwa Para Rasul Allah Memiliki Sifat


Jaiz

Dalil Aqli bahwa para rasul Allah itu memiliki sifatjaiz,


yaitu adanya sifat kemanusian pada diri mereka itu telah
nyata, telah berjadi dan telah di saksikan oleh orang-orang
yang hidup sejaman dengan para rasul tersebut dan berita
kejadian-kejadian itu sampai pada generasi-generasi
berikutnya secara mutawatir. Para rasul Allah itu selalu
bertambah meningkat derajatnya, dan sakit yang menimpa
mereka atau cobaan-cobaan yang mereka alami itu
menambah derajat mereka dan supaya umatnya sadar bahwa
dunia ini bukanlah tempat untuk memberikan balasan kepada
kekasih Allah. Sebab, apabila dunia ini tempat untuk
memberikan balasan baik, maka para rasul itu tentu tidak
terserang oleh halhal yang menyusahkan, seperti sakit dan
musibah. Jadi jelaslah sakit atau musibah yang di derita oleh
para rasul itu untuk menambah ketinggian derajat mereka.

1. Dalil Naqli Bahwa Para Rasul Itu Memiliki Sifat


Jaiz
Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Jaiz adalah firman
Allah :

“Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu,


melainkan mereka sesungguhnya memakan makanan dan
berjalan di pasarpasar.”

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul


sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-
istri dan keturunan.”

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia menyeruh Tuhannya :


(Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah di timpah penyakit
dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antar
semua penyayang. “
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika
dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad).
Barang siapa berbalik kebelakang, maka dia tidak dapat
mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun.”

1. MAKNA KALIMAT TAUHID


2. Makna La Ilaha Illallah

Yang di maksud kalimat Tauhid di sini adalah dua kalimat


Syahadad:

“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi,


bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Sifat-sifat wajib, mustahil maupun jaiz bagi Allah atau pun


para rasul yang diterangkan dengan dalil-dalilnya diatas itu
di sebut Lima Puluh Aqidah yang terhimpun dalam kalimat: ‫ل‬
‫ االه االهللا محمدرسول هللا‬Arti ‫ الاله االهللا‬adalah tiada dzat yang
tidak butuh kepada dzat yang lain dan di butuhkan semua
makhluk kecuali Allah. Jadi makna ‫ الاله االهللا‬ini mencakup
dua hal:
1. Allah tidak butuh kepada makhluk. Dzat yang tidak
butuh kepada yang lainnya itu mesti Wujud (ada),
Qidam (dahulu), Baqo’ (kekal), Qiyamuhu
Binafsih (berdiri sendiri), Mukholafah Lil
Khawadits (tidak menyamai makhluk), bersih dari
sifat-sifat tidak sempurna, sehingga Dia mesti
memiliki sifat As’Sam’u (maha mendengar), Al-
Bashor (melihat), AlKalam (berbicara), Kaunuhu
Sami’an (keberadaannya maha mendengar),
Kaunuhu Bashiron (keberadaannya maha melihat),
dan Kaunuhu Mutakalliman (keberadaannya maha
berbicara). Jumlah sifat Dzat Yang tidak butuh
pada selainnya ini sebelas, apabila tidak ada salah
satu saja, berarti Allah tidak lagi tidak butuh pada
selain-Nya, bahkan Dia butuh pada salah satu sifat
yang tidak ada tersebut agar Dia menjadi
sempurna, ringkasnya adalah Allah tidak butuh
kepada apapun selain-Nya.
2. Allah dibutuhkan semua makhluk, dan dzat yang di
butuhkan oleh makhluk itu mesti memiliki sifat
Wahdaniyyah (maha esa), Qudrat (maha kuasa),
Irodat (maha berkehendak), Ilmu (maha
mengetahui), Hayyat (maha hidup), Kaunuhu
Qodiran (keberadaannya maha kuasa), Kaunuhu
Muridan (keberadaannya maha berkehendak),
Kaunuhu ‘Alimah (keberadaannya maha
mengetahui), dan Kaunuhu Hayyan
(keberadaannya maha hidup), sembilan sifat ini di
gabungkan dengan sebelas sifat sebelumnya hingga
menjadi dua puluh.
Apabila Allah Dzat yang tidak butuh kepada makhluk, tetapi
dibutuhkan oleh makhluk, itu pasti memiliki sifat wajib
tersebut, maka dia mustahil memiliki sifat-sifat yang
berlawanan dengan dua puluh sifat diatas. Kalau sifat wajib
Allah ada dua puluh, maka sifat mustahil bagi Allah juga ada
dua puluh yaitu:

 ‫ العدم‬Tidak Ada
 ‫ الحدوث‬Baru
 ‫ الفناء‬Sirna
 ‫ المماثلةللحوادث‬Dengan Makhluk
 ‫ قيامه بغيره‬Berdiri Dengan Lainnya
 ‫ التعدد‬Lebih Dari
 ‫ العجز‬Lemah
 ‫ الكرهة‬Terpaksa
 ‫ الجهل‬Bodoh
 ‫ الموت‬mati
 ‫ االصم‬Tuna
 ‫ العمى‬Tuna
 ‫ البكم‬Tuna
 ‫ كونه عاجزا‬Keberadaan-Nya Lemah
 ‫ كونه مكره‬Keberadaan-Nya Terpaksa
 ‫ كونه جهال‬Keberadaan-Nya
 ‫ كونه ميتا‬Keberadaan-Nya Mati
 ‫ كونه اصم‬Keberadaan-Nya Tuli/ Tuna Rungu
 ‫ كونه اعمى‬Keberadaan-Nya Buta
 ‫ كونه ابكم‬Keberadaan-Nya Bisu

Dari makna ‫ الاله االهللا‬yang pertama, yaitu ketidak butuhan


Allah kepada makhluk dapat di mengerti bahwa Allah swt
bersih dari berbagai kepentingan. Sebab apabila Allah swt
memiliki kepentingan, berarti dia butuh pada sesuatu yang
dapat mewujudkan kepetingan.

Dari makna ‫ الاله االهللا‬yang pertama, yaitu ketidak butuhan


Allah kepada makhluk dapat di mengerti bahwa tidak ada
keharusan bagi Allah membuat sesuatu yang mungkin dan
tidak ada keharusan pula bagi-Nya tidak membuat sesuatu
yang mungkin. Sebab apabila ada keharusan bagi Allah
membuat atau tidak membuat sesuatu, berarti Dia butuh pula
sesuatu itu agar menjadi lebih sempurna.

Dari makna ‫ الاله االهللا‬yang ke-dua, yaitu semua makhluk


membutuhkan Allah, dapat dimengerti bahwa alam raya dan
seluruh isinya butuh kepada Allah. Sebab apabila alam dan
seluruh isinya ini qodim (dahulu), tentu alam dan seluruh
isinya ini tidak butuh kepada Allah swt.

Dari makna ‫ الاله االهللا‬yang ke-dua, yaitu samua makhluk


butuh kepada Allah, dapat di mengerti, bahwa semua
makhluk ini tidak dapat berpengaruh apa-apa. Sebab apabila
makhluk ini dapat memberikan pengaruh, tentu pengaruh itu
tidak butuh kepada Allah swt.

Uraian diatas adalah inti makna yang terkandung dalam


kalimat ‫الاله االهللا‬.
1. Makna Muhammad Rasulullah
Makna ‫ محمدرسول هللا‬adalah mengimani atau menetapkan
kerasulan Nabi Muhammad saw. Beliau adalah rasul Allah
swt. Penyandaran kata rasul yang berarti utusan kepada
lafadz Allah itu memberi pengertian bahwa Nabi
Muhammad saw., adalah orang yang benar (bersifat As-
Sidqu) terpercaya (bersifat AlAmanah), selalu
menyampaikan yang di perintahkan Allah kepada makhluk
(bersifat At-Tabligh), dan cerdas, cerdik dalam membela
kebenaran yang beliau sampaikan kepada lawan (bersifat Al-
Fathonah). Apabila ada satu saja dari sifat-sifat tersebut tidak
ada pada diri Muhammad, maka beliau bukanlah utusan
Allah swt. Karena itu Nabi Muhammad saw mesti memiliki
sifat tersebut, begitu pula para rasul yang lain. Mereka para
rasul Allah itu memiliki sifat-sifat wajib, seperti yang ada
pada Nabi Muhammad saw. Mereka juga tidak mungkin
memiliki sifat-sifat mustahil, seperti yang tidak mungkin
dimiliki oleh Nabi Muhammad saw dan mereka juga
memiliki sifat jaiz seperti yang ada pada diri Nabi
Muhammad saw.

Apabila para rasul Allah itu pasti memiliki sifat-sifat wajib


tersebut, maka mereka tidak mungkin memiliki sifat-sifat
mustahil yaitu: Bohong (Al-Kadzbu), Khiyanat (Al-
Khianat), Menyembunyikan (Al-Kitman), Dungu (Al-
Baladah).
Apabila kita telah mengetahui dan memahami semua uraian
dan penjelasan diatas, maka kita mengerti bahwa kalimat ( )
adalah kalimat yang paling mulia. Nabi Muhammad saw,
bersabda:

“Kalimat yang bali ing naa yang Aku ucapkan dan di


ucapkan oleh nabi-nabi sebelumku adalah (tiada tuhan
selain Allah).”

Oleh sebab itu, istiqomakanlah membaca kalimat ini dengan


menghayati kandungan maknanya, hingga mendarah daging
dalam tubuh kita.

1. PARA RASUL ALLAH YANG WAJIB DI


IMANI
2. Kewajiban Mengenal Para Rasul Allah

Perlu diketahui, bahwa setiap orang mukallaf (dewasa),


wajib mengetahui para rasul Allah sebanyak dua puluh lima
yang tersebut dalam al-gur’an. Kewajiban para mukallaf
mengetahw para rasul itu dalam arti apabila ditanya tentang
seorang dari para rasul tersebut maka dia menjawab, bahwa
beliau adalah utusan Allah. Apabila ada orang mukallaf yang
menafikan kerasulan salah seorang dari dua puluh lima rasul
tersebut, maka dia adalah kafir, menurut konsensus para
ulama’. Adapun apabila ada orang berkata : saya tidak
mengerti dia (salah satu seorang dari dua puluh lima nabi),
menjadi rasul Allah, maka menurut mayoritas ulama’, orang
ini kafir: Sedangkan menurut sebagian kecil ulama’ tidak
kafir.

1. Para Rasul Allah Yang Wajib Diketahui Secara


Terperinci

Sebagian ulama’ ada yang menjelaskan nama-nama rasul


Allah sebanyak dua puluh lima yang wajib kita imani atau
diketahui oleh setiap mukallaf secara terperinci dalam
nadlom yang artinya:

” Wajib bagi setiap mukallaf mengetahui nabi-nabi secara


terperinci yang mereka itu sudah di maklumi.

“ Dalam ayat tilka hujjatuna sebanyak delapan sesudah


sepuluh, dan tinggal tujuh, yaitu :

“ Idris, Hud, Syuaib, Dzul Kifli, Adam, dan dengan


Muhammad mereka di akhiri.
Mereka yang berjumlah dua puluh lima yang wajib di imani
oleh setiap mukallaf secara terperinci.

Keterangan :

Nama-nama rasul Allah swt yang disebutkan dalam ayat


tilka hujjatuna ( ‫ ) تلك حجتنا‬itu maksdunya ayat 83 sampai
dengan 86 surat al-an’am, sebanyak delapan belas,
lengkapnya ayat tersebut ialah :

“Dan itulah hujjah Kami, yang Kami berikan pada Ibrahim


untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang
kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah
menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada
keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan
kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan
kepada sebagian keturunannya, yaitu Daud, Sulaiman,
Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang yang berbuat baik, dan
Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-
orang yang saleh. Dan Ismail, Yunus, dan Luth, masing-
masing Kami lebihkan derajatnya diatas umat alam (di
jamannya).”
Sedangkan tujuh nabi yang lain di sebutkan dalam beberapa
surah. Agar lebih jelas, baiklah kita sebutkan ayat-ayat yang
memuat nama-nama nabi tersebut:

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga


Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segalanya (di masa
mereka masing-masing).

“Dan Kami telah mengutus kaum ‘Ad, saudara mereka


Hud…”

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud, saudara


mereka saleh.”

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Madyan, saudara


mereka, Syu’aib.”

“Dan (ingatlah kisah) Ismal, Idris, dan Dzul Kifli. Mereka


Semua termasuk orang-orang yang sabar.”
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
lakilaki diantara kamu, tetapi adalah Rasulullah dan penutup
nabinabi.”

Disebutkan dalam kitab Injil Barnanas, di kala Isa


memberikan pelajaran kepada murid-muridnya atau
kaumnya, diantaranya dalam pasal 97 ayat 18 dan 19,
sehingga pada waktu itu orang-orang banyak meneriakkan :

Ya, Allah! Utuslah Rasul-Mu itu kepada kami, ya,


Muhammad, marilah selekasnya untuk keselamatan dunia.

1. Jumlah Nabi Dan Rasul Selain Yang Disebutkan


Al-Qur’an

Nabi dan rasul Allah selain yang dua puluh lima itu wajib di
imani secara ijmal (global), dalam arti setiap mukallaf wajib
berkeyakinan, bahwa Allah itu memiliki nabi-nabi dan rasul-
rasul yang jumlah mereka hanya di ketahui oleh Allah swt.
Kita tidak mengetahui jumlah mereka secara pasti. Sebagian
ulama’ berpendapat bahwa mereka dapat di ketahui
jumlahnya, diantaranya ada yang mengatakan mereka
berjumlah 124.000 nabi, ada yang mengatakan mereka
berjumlah 224.000 nabi, dan diantara jumlah tersebut yang
menjadi rasul sebanyak 313 orang, ada yang mengatakan
314 orang, dan ada pula yang mengatkan 315 orang. Tetapi
yang lebih baik adalah tidak menetapkan jumlah rasul
diantara 124.000 atau 215.000 nabi tersebut, agar tidak
terjadi tindakan tidak memasukkan nabi yang mestinya
menjadi rasul dan memasukkan nabi yang tidak termasuk
rasul. Allah berfirman:

“Dan (kami telah) mengutus utusan-utusan yang sungguh


telah kami kisahkan kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang
tidak kami ceritakan kepadamu.” (An-Nisa’ : 164)

Dalam sebuah syair yang diakhiri dengan ba’ di sebutkan :

“Kita semua tidak mengetahui jumlah nabi-nabi Allah


dengan pasti, karena kita takut terjerumus pada sesuatu yang
jauh dari kebenaran.”

“Memang ada teks hadits yang menerangkan jumlah nabi


dan rasul Allah, tetapi riwayat hadits itu lemah.

 DERAJAT DAN TINGKATAN PARA RASUL


1. Nabi Muhammad saw., Makhluk Paling Sempurna

Perlu diketahui, bahwa setiap orang mukallaf (dewasa) wajib


mengimani, bahwa Nabi Muhammad saw., adalah makhluk
paling sempurna dan paling mulia secara mutlak, Beliau
paling mulia diantara para rasul Allah dan lebih mulia
diantara para malaikat. Rasul-rasul Allah yang mulia
sesudah Nabi Muhammad saw., adalah rasul-rasul Allah
yang termasuk Ulul “Azmi.

1. Rasul-rasul Allah Yang Termasuk Golongan Ulul


‘Azmi

Rasul-rasul Allah yang termasuk golongan ulul azmi ialah


nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Nuh. Derajat
keutamaan mereka sesuai urutan yang telah di uraikan dalam
nadlom sebagai berikut :

Urutan mereka para ulul ‘azmi sebagi berikut :

 Nabi Muhammad saw.


 Nabi Ibrahim a.s.
 Nabi Musa a.s.
 Nabi Isa a.s.
 Nabi Nuh a.s.

Makhluk-makhluk Allah yang mulia sesudah Ulul “Azmi


adalah para rasul selain mereka, lalu para nabi, kemudian
para malaikat. Selain itu orang mukallaf juga wajib
mengimani, bahwa para rasul itu di kuatkan oleh Allah
dengan mukjizat.
Keterangan:

Kejadian atau perkara yang terjadi secara luar biasa, diluar


jangkauan akal manusia pada umumnya itu dapat
dikelompokkan pada tiga kelompok, yaitu:

 Mukjizat, ialah suatu perkara luar biasa yang hanya


dimiliki para Nabi, untuk melemahkan orang-orang
yang mengingkarinya dan untuk membuktikan
kebenarannya.
 Karomah, ialah perkara luar biasa yang tampak di
tangan para wali sebagai tanda dia dimuliakan
Allah dan sebagai isyarat dia sebagai hamba
terdekat dan dicintai Allah.
 Sihir, ialah sesuatu yang secara sepintas tampak
luar biasa kejadiaannya. Sihir itu bersumber pada
kekuatan syetan, dan berada di tangan seorang
jahat yang tidak beriman kepada Allah, untuk
digunakan merusak dan menyesatkan orang.

Setiap orang mukallaf itu wajib beriman kepada para


malaikat Allah swt. Malaikat yang harus diimani oleh setiap
orang mukallaf itu terbagi menjadi dua, yaitu :

 Malaikat yang wajib diimani secara terperinci.


 Malaikat yang wajib diimani secara global
1. Malaikat Yang Wajib Di Imani Secara Terperinci

Malaikat yang wajib di imani secara terperinci itu ada empat


yaitu : Jibril, Mikail, Isroftl, dan Izroil. Empat malaikat ini
waib di imani secara mendetail, artinya setiap mukallaf harus
mengetahui betul masing-masng empat tersebut, bahwa
mereka adalah malaikat Allah. Apabila ada orang yang tidak
mempercayai satu dari mereka sebagai malaikat, maka orang
tersebut dihukumi kafir. Apabila ada orang mengatakan aku
tidak tahu, bahwa dia (salah satu dari empat malaikat
tersebut) malaikat atau tidak, maka menurut mayoritas
Ulama’ orang tersebut kafir, tetapi ada yang mengatakan
tidak kafir.

1. Malaikat Yang Wajib Di Imani Secara Global

Malaikat yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf


secara global adalah, malaikat-malaikat selain malaikat
tersebut artinya semua orang mukallaf wajib beriman, bahwa
Allah mempunyai makhluk yang namanya malaikat, yang
jumlahnya tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali Allah
dan mereka itu selalu taat kepadanya dan tidak pernah
durhaka kepadanya, menjalankan semua yang diperintahkan
Allah kepadanya.

Keterangan:
Empat malaikat yang telah disebut diatas adalah
pemimpinpemimpin malaikat.

Setiap orang mukallaf wajib meyakini dan mengetahui


sepuluh malaikat secara rinci, dengan mengetahui
namanamanya. Mereka itu adalah:

1. Dia ialah malaikat yang menjabat pimpinan para


malaikat. Dia mempunyai tugas menyampaikan
wahyu kepada para nabi. Dia juga di sebut
sebagai :
2. Ar-Ruh Al-Amin. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar di turunkan


oleh Tuhan semesta alam, dibawah turun oleh Ar-Ruh Al-
Amin ke dalam hatimu (Muhammad), agar kamu mejadi
salah seorang diantara orang-orang yang memberi
peringatan.”

1. Ruhul Qudus. Allah berfirman:

“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus menurunkan Al-Qur’an itu dari


Tuhanmu dengan benar.”
1. An-Numus. Seperti diungkapkan oleh Waragah bin
Naufal kepada Rasulullah s.a.w , pada hadits beliau
yang menerangkan permulaan turunnya wahyu:

“Telah benar-benar datang kepadamu An-Numus (jibril)


yang telah pernah diutus oleh Allah kepada Musa.”

2. Mikail, ialah malaikat yang bertugas mengatur


kesejahteraan makhluk, seperti mengatur hujan,
angin, membagi rezeki.
3. ‘Izrail, ialah malaikat yang bertugas mencabut
nyawa semua jenis makhluk, baik manusia, jin,
setan, iblis, dan malaikat
4. Israfil, ialah malaikat yang bertugas meniup
sangkakala maut pada hari Kiamat dan hari
Kebangkitan dari kubur.
5. Munkar, ialah malaikat yang bertugas menanyai
manusia dalam kubur.
6. Nakir, ialah malaikat yang bertugas menanyai
manusia dalam kubur.
7. Raqib, ialah malaikat yang bertugas mencatat amal
baik manusia.
8. ‘Atid, ialah malaikat yang bertugas mencatat amal
buruk manusia.
Allah berfirman:
“Tidak suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada
di dekatnya malaikat pengawas, yang selalu hadir (Raqib dan
‘Atid).”

9. Malik, ialah malaikat yang bertugas menjaga


neraka.
10. Ridwan, ialah malaikat yang bertugas menjaga
surga.

Diatas telah diuraikan bahwa makna adalah


menetapkan/mengakui kerasulan nabi Muhammad saw.
Setiap orang mukallaf wajib mengakui kerasulan nabi
Muhammad saw., sebagai konsekwensinya orang tersebut
wajib mengimani hal-hal yang di ajarkan beliau, antara lain:

1. Iman Kepada Kitab-kitab Samawi

Termasuk iman kepada nabi Muhammad saw., adalah


mengimani kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah dari
langit (Kutub Samawiyyah)

Keterangan:

Setiap orang mukallaf wajib menyakini, bahwa Allas swt


telah menurunkan kitab suci kepada nabi dan rasul-Nya. Di
antara kitab-kitab ini ada yang tersusun, yang kita ketahui
sampai sekarang dan diantaranya ada yang tidak kita ketahui.
Allah berfirman: “Manusia itu adalah umat yang satu, maka
Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira
dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”

1. Taurat
Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Taurat asli, yang berisikan Aqidah dan Syariat, sudah tidak
ada. Sedangkan yang beredar di kalangan Yahudi saat ini,
bukanlah Taurat orisinil, lantaran mereka sendiri telah
melakukan perubahan-perubahan isi atau ajarannya.

Para Ulama’ pun bersepakat, bahwa Taurat yang murni (asli)


sudah tidak ada lagi. Sebab, Taurat yang beredar sekarang,
lebih tepat-memang demikian nyatanya-dikatakan sebagai
karangan atau tulisan orang-orang Yahudi pada waktu dan
masa yang berbeda. Isi dari Taurat yang sekarang berbeda
jauh sekali dari inti ajaran Taurat yang murni, bahkan
banyak merendahkan perbuatan sejumlah nabi. Perhatikan
firman Allah tentang Kitab Taurat :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di


dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang
dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi
oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang
alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan
mereka saksi terhadapnya….” (Q.S. Al-Maaidah : 44)

Adapun tentang pengubahan Taurat yang asli oleh orang-


orang Yahudi, Allah swt berfirman :

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan


dari tempat-tempatnya……” (Q.S. An-Nisa’ : 46)

Firman-Nya pula:

“Apakah kamu (Muhammad) masih mengharapkan mereka


akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.”
(Q.S.Al-Baqarah : 75)

Begitulah, dulu ketika Nabi Musa a.s masih hidup, mereka


(bangsa Yahudi) beriman kepada Allah. bahkan, mereka
telah mengetahui dan percaya, bahwa Allah akan mengutus
nabi terakhir, yakni Muhammad saw., Mereka mengetahui
tandatandanya dari Kitab Taurat. Namun, sepeninggal Nabi
Musa a.s mereka banyak mengubah isi Taurat, sehingga
mereka pun banyak yang kembali kafir.

1. Zabur
Kitab Zabur, diturunkan Allah kepada Nabi Dawud a.s.
Berbeda dengan Taurat, isi Kitab Zabur bukanlah tentang
syariat atau hukum agama. Sebab, pada waktu itu Nabi
Dawud a.s hanya diperintahkan mengikuti syariat Nabi Musa
a.s. Sehingga isi Kitab Zabur ini hanya berisi tentang nasihat
dan peringatan.

Perhatikan firman Allah swt berikut ini:

“ dan kami berikan Zabur kepada Dawud.” (Q.S. Al-Isra’ :


55)

1. Injil
Kitab Injil, oleh Allah swt diturunkan kepada Nabi Isa a.s.
Kitab injil yang asli memuat keterangan-keterangan yang
benar dan nyata, yaitu perintah-perintah Allah swt, agar
manusia mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Juga menjelaskan, bahwa di akhir
zaman bakal lahir nabi terakhir. Muhammad saw.
Adapun Kitab Injil yang beredar sekarang, hanyalah hasil
pikiran alias karangan manusia, bukan wahyu Allah.
Misalnya kita kenal Injil Mateus, Injil Lukas, dan Injil
Johanes. Bahkan antara Injil tersebut banyak terdapat
perbedaan, maksudnya antara Injil yang satu dengan Injil
yang lain bertentangan. Menurut para ahli, isi dari kitab-
kitab Injil adalah biografi Nabi Isa a.s dan keyakinan yang
ada di dalam ajarannya merupakan pikiran Paulus, bukan
pendapat dan buah pikiran orang-orang Harawi
(pengikutpengikut Nabi Isa a.s). Ada juga yang di namakan
Injil Barnanas, yang oleh para ulama’ dianggap sesuai
dengan ajaran tauhid. Tetapi, justru Injil jenis ini tidak
dipergunakan oleh orang-orang Kristen (Nasrani).

Dengan demikian, yang wajib dipercayai oleh umat islam


hanyalah Injil yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Isa
a.s.

Perhatikan firman-firman Allah yang berhubungan dengan


Kitab Injil :

“…..dan Kami telah memberikan kepadanya k Kitab Ini


Tang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi)…” (Q.S. Al-Maidah : 46)
“Dan diantara orang-orang yang mengatakan:
‘Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani’, ada yang
telah Kami ambil perjanjian mereka, tetap mereka (sengaja)
melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi
peringatan dengannya, maka Kami timbulkan diantara
mereka permusuhan dan kebencian sampai hari Kiamat. Dan
kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang
selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah : 14)

“Hai, Ahli Kitb, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul


Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang
kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkanya.
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,
dan Kitab yang menerangkan.” : (Q.S. Al-Maidah : 15)

Adapun tentang shahifah (lembaran-lembaran suci), Allah


swt berfirman :

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri


(dengan beriman), dan dia ingin nama Tuhannya, lalu dia
shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan
duniawi. Sedangkan kehidupan akherat adalah lebih baik dan
lebih kekal. Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab
yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Q.S.
Al-A’aa : 14-19)
1. Al-Qur’an
Semulia-mulia Kitab Suci yang pernah diturunkan Allah
kepada Nabi-Nya adalah Al-Qur’an. Nabi yang mendapat
kehormatan untuk menerimanya juga semulia-mulia
makhluk dan sebaik-baik makhluk ialah Muhammad saw.,
Nabi terakhir.

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang agung, ilmiah dan


rasional. Ajarannya jelas serta cahaya yang terang, bagi
orangorang yan beriman, tentu Al-Qur’an bukanlah
kumpulan kata mutiara atau kumpulan puisi dari seorang
penyair yang piawai. Diibaratkan berkumpulnya seluruh
pakar bahasa dengan jin sekalipun, belum mampu membuat
satu ayat yang bisa menandingi susunan yan terkandung
didalam Kitab Suci AlQur’an. Tidak seorang pun dapat
mengubahnya, karena AlQur’an mendapat pemeliharaan dari
Sang Pencipta, Allah Yang Maha Sempurna, Yang Maha
Esa dalam Dzat, sifat dan perbuatanNya.

Begitulah Allah swt. memberikan wahyu kepada hamba dan


Rasul-Nya yang suci, bernama Muhammad saw., dengan
wujud paling sempurna, penuh perhatian dan pemeliharaan.

Perhatikan firman Allah berikut ini:


“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan
oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-
Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad), agar kamu
menjadi seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan, dengan bahasa arab yang jelas. Dan
sesungguhnya Al-Qur’an itu benarbenar (tersebut) dalam
kitab-kitab yang dahulu.” (Q.S Asy-Syu’araa : 192-196).

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan


sesungguhnya, Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-
Hijir : 9)

1. Shuhuf
Setiap orang mukallaf wajib meyakini, bahwa Allah swt. di
samping menurunkan kita-kitab suci di atas, juga
menurunkan Shuhuf atau lembaran-lembaran kepada nabi-
nabi yan dikehendaki-Nya. Disebutkan, bahwa jumlah
shahifah itu ada seratus, dan shahifah-shahifah ini diberikan
kepada tiga orang nabi, rinciannya adalah sebagai berikut:

 Enam puluh shahifah diberikan kepada Nabi Syits


a.s.
 Tiga puluh shahifah diberikan kepada Nabi Ibrahim
a.s.
 Sepuluh shahifah diberikan kepada Nabi Musa a.s.
Jadi, Nabi Musa sebelum diberi kitab Taurat, telah
diberi oleh Allah shahifah-shahifah.
Allah SWT. Berfirman:

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam


lebaran-lembaran Musa dan lembaran-lembaran Ibrahim
yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasannya
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

“Sesungguhnya beruntung orang yang membersihkan diri


(dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu
mengerjakan shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir),
memilih kehidupan dunia. Sedang kehidupan akherat adalah
lebih biak dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam lembaran-lembaran terdahulu, (yaitu)
lembaran-lembaran Nabi Ibrahim dan Musa.”

2. Iman Kepada Semua Nabi Dan Rasul Allah

Termasuk hal yang di anjurkan Nabi Muhammad saw.


adalah mengimani para nabi dan rasul Allah, kita semua
wajib unan kepada mereka semua tanpa kecuali. Barang
siapa yang beriman kepada sebagian mereka para rasul dan
menkafiri sebagian yang lain, maka dia adalah kafir.

Keterangan :
 Adam, Beliau ialah bapak manusia yang pertama
kali. Beliau diciptakan oleh Allah pada hari Jum’at,
diturunkan di bumi pada hari Jum’at dan wafat
pada hari Jum’at.
 Idris, Beliau adalah keturunan ke-7 dari Nabi
Adam a.s. Nama Nabi Idris yang sebenarnya
adalah Akhnuh. Dijuluki Idris, kerena beliau
banyak mempelajari shahifahshahifah yang
diturunkan kepada Nabi Adam. Nabi Syits dan
kepadanya sendiri.
 Nuh, Beliau adalah keturunan ke-10 dari Nabi
Adam atau keturunan ketiga dari Nabi Idris. Beliau
putra Lami’ bin Mutawasysyik bin Akhnuh (Idris).
Beliau diutus Allah sesudah beliau berusia 350
tahun. Beliau berdakwah selama 950 tahun. Usia
beliau hingga wafat adalah 1700 tahun.
 Hud, Beliau adalah putra Adullah bin Roban bin
Hulud bin Aus bin Irmi bin Syalih bin Alfasyadah
bin Sam bin Nuh bin Adam. Beliau diutus oleh
Allah kepada kai:m ‘Ad yang terkenal ahli dalam
bidang bangunan. Mereka dibinasakan oleh Allah
dengan angin yang sangat kencang dan dingin
selama tujuh-hari tujuh malam, karena mereka
menentang tidak mau mengikuti seruan Nabi Hud.
Sedangkan Nabi Hud bersama orang-orang yang
beriman kepada-Nya selamat, karena diperintah
oleh Allah mengungsi sebelum siksa diturunkan.
Usia Nabi Hud adalah 472 tahun. Beliau meninggal
di Hadramaut, Yaman dan dimakamkan di situ.
 Shaleh, Beliau adalah keturunan dari anak cucu
Sam bin Nuh. Beliau diutus oleh Allah kepada
kaum Tsamud, yaitu kaum yang menjadikan
gunung-gunung batu menjadi rumah-rumah tempat
tinggal mereka. Gunung-gunung itu mereka pahat,
sehingga manjadi kamar dan membentuk rumah.
Kisah panjang Nabi Shaleh ini dapat dilihat dalam
Akur an Surah Al-A’raf ayat 71-79 dan surah Hud
ayat 62-67
 Ibrahim, Beliau adalah putra Azar bin Sam bin

Nuh. Beliau bergelar Khalilullah (kekasih Allah)


dan menjadi bapak nabi-nabi sesudahnya. Beliau
dalam menjalankan dakwahnya, banyak mendapat
tantang dari Namrud, sehingga beliau pernah
dibakar olehnya. Tetapi Allah swt.
menyelamatkannya.
Allah berfirman:

“Hai, api, jadilah dingin dan selamatkan Ibrahim. Mereka


hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka Kami jadikan
mereka itu orang-orang yang paling merugi.”

 Beliau adalah anak saudara Nabi Ibrahim. Beliau


diutus oleh Allah kepada penduduk negeri Sadom.
Kaum Nabi Luth sebanyak 4.000.000 orang.
Mereka terkenal berperilaku homo dan lesbi.
Kemudian mereka diazad Allah dengan dihujani
batu-batu, sehingga mereka binasa. Kisah Nabi
Luth dan kaumnya disebutkan dalam Al-Qur’an
surah Hud ayat 77-83.
 Ismail, Beliau adalah putra Nabi Ibrahim dan Siti
Hajar. Beliau diutus oleh Allah kepada penduduk
negeri Yaman dan bangsa Amalik, agar mengajak
mereka mengesakan Allah, melakukan shalat dan
mengeluarkan zakat. Beliau mempunyai 12 anak,
dan mereka itu menjadi kepalakepala kaum. Beliau
wafat di Makkah dan dimakamkan di Hijir, dekat
Ka’bah, yang kemudian disebut dengan Hijir
Ismail.
 Ishaq, Beliau adalah putra Nabi Ibrahim dengan
Dewi Sarah. Ishaq itu bahasa, yang artinya tertawa,
Nama Ishaq ini telah ada sejak beliau masih berada
dalam kandungan, sebagaimana diterangkan dalam
Al-Qur’an:

“Maka tertawalah sarah, ketika Kami kabarkan dia akan


mengandung Ishaq dan Ishaq anak beranak pula Ya’qub.”

Nabi Ishaq ini mempunyai dua anak kembar, yang satu


bernama Ya’qub dan yang satu lagi bernama “Isy, yang
keduanya menurunkan beberapa orang nabi.

 Ya’qub, Beliau ialah putra Nabi Ishaq bin Ibrahim.


Ibu beliau bernama Rifka. Beliau diutus oleh Allah
kepada bangsa Kan’an untuk menyeru raja dan
rakyat bangsa itu, agar mereka menyembah kepada
Allah, Tuhan Yang Esa. Tetapi mereka
menentangnya. Akhirnya, beliau pindah ke Mesir,
yang waktu itu berada dalam kekuasaan putranya,
Yusuf
Nabi Ya’qub mempunyai anak sebanyak dua belas dengan
empat istri. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Dari istri yang bernama Laya, ialah Yahuda, Syam
un, Lawy.
2. Dari istri yang bernama Rahil, ialah Yusuf dan
Benyam.
3. Dari istri yang bernama Zilfah dan Bilhah, ialah
Yas, Zablun, Nafatali, dan Kal Asyar.
Nabi Ya’qub wafat dalam usia 600 tahun.

 Yusuf, Beliau adalah putra Nabi Ya qub. Beliau


seorang nabi dan rasul Allah yang di beri
kekuasaan penuh di negeri Mekkah. Cerita beliau
secara lengkap disebutkan oleh Allah swt. dalam
Al-Qur’an surah Yusuf, mulai ayat 4 dan
seterusnya. Beliau wafat dalam usia 120 tahun.
 Ayub, Beliau putra “Is bin Ishaq, saudara Ya’qub
bin Ishaq. Beliau seorang Nabi dan Rasul Allah
yang sangat terkenal kesabarannya dalam
menghadapi cobaan. Cobaan yang amat berat
adalah musibah penyakit yang dideritanya selama 7
tahun, 7 bulan, 7 hari, dan 7 malam. Kemudian
memohon kepada Allah, sebagaimana tersebut
dalam Al-Qur’an:

“Dan ingatlah kisah Ayub, ketika dia menyeruh kepada


Tuhannya: (Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang
diantara semua penyayang.”
“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan
keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan jumlah
mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”

 Dzul Kifli, Beliau adalah putra Nabi Ayub. Nama


aslinya adalah Basyar. Beliau seorang nabi dan
rasul Allah, dan menjadi raja di negeri bani Israil.
Seorang raja yang terkenal ahli ibadah dan alim
serta sabar.
Allah berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzul Kifli. Semua


mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah
memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya
mereka termasuk orang yang shaleh.”

 Sy’aib, Beliau keturunan Nabi Luth, putra salah


seorang dari putri Nabi Luth yang keturunan
Madyan. Beliau diutus oleh Allah kepada
penduduk Madyan yang terkenal sebagai penipu
dan pencuri timbangan, jika menjual timbangan
dikurangi dan jika membeli timbangan dilebihkan.
Mereka menentangnya, sehingga mereka disambar
petir dan digoncang gempa bumi sampai mereka
musnah.
Kemudian Nabi Syu’aib diutus oleh Allah kepada penduduk
Ahgaf atau Ashhabul Aikah. Mereka tidak mau menerima
seruan Nabi Syuaib, maka akhirnya mereka dibinasakan oleh
Allah dengan dihujani api. Beliau wafat dan dimakamkan di
Masjidil Haram, dihadapan Hajar Aswad.

 Harun, Beliau adalah keturunan ke-empat Nabi


Ya’qub, yaitu putra-putra Imaron bin Qohit, bin
Lawy bin Ya’qub. Beliau bersama Nabi Musa
menghadapi Raja Fir’aun.
 Musa, Beliau adalah keturunan ke-empat dari Nabi

Ya qub seperti halnya Nabi Harun. Mereka


semuanya disebut bani Israil. Nabi Musa diutus
oleh Allah menghadapi raja Mesir yang bergelar
“Fir’aun” dengan kesombongannya menolak
seruan Nabi Musa. Akhirnya keduanya terlibat
perang dan Nabi Musa dari bani Israil itu berhasil
melenyapkannya.
Nabi Musa wafat dalam usia 120 tahun, setelah beliau
melaksanakan tugas dakwah sebagai rasul Allah kaum bani
Israil yang terkenal banyak pertanyaan dan banyak
permintaan sehingga paling banyak menentang kepada rasul
yang diutus kepadanya.

 Ilyasa, Beliau adalah putra Akhtub bin Al-‘Ajuz.


Beliau diutus oleh Allah untuk meneruskan ajaran
Nabi Ilyas, mengajarkan kitab Taurat dan Zabur
kepada kaum bani Israil.
 Dawud, Beliau adalah putra Zakariya bin Basywa,
anak cucu Yahuda bin Ya’qub, keturunan ke-
sebelas Nabi Ibrahim. Nabi Dawud adalah seorang
nabi dan rasul yang juga seorang raja yang terkenal
cerdik dan pandai menghukumi atau memutuskan
suatu perkara dengan adil. Beliau diberi kitab
Zabur oleh Allah yang berisikan pelajaran,
peringatan dalam bentuk nyanyian dengan suara
yang merdu, untuk diajarkan kepada bani Israil.
 Sulaiman, Beliau adalah putra Nabi Dawud. Beliau

seorang nabi dan rasul yang mempunyai kekuasaan


luas dan ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh
rasul-rasul sebelumnya. Beliau tidak saja
memerintah manusia, tetapi juga jin, binatang dan
angin. Beliau mengerti dan paham bahasa semua
binatang yang ada di dunia. Beliau menjadi rasul
dan raja bani Israil setelah ayahnya meninggal
dunia.
Nabi Sulaiaman wafat ketika sedang menjalankan shalat.
Meninggal dalam keadaan sujud dan tidak ada seorang pun
mengetahuinya. Baru diketahui bahwa beliau meninggal,
setelah tongkatnya jatuh habis dimakan rayap.

 Ilyas, Beliau adalah putra Yasin, anak cucu Nabi


Harun bin Imron, saudara Musa. Beliau diutus oleh
Allah kepada bani Israil, suatu kaum yang
menyembah berhala, yang tinggal di suatu negeri
bernama Ba’lakka, agar menyembah kepada Allah.
Tetapi mereka menolak ajakan Nabi Ilyas, bahkan
mereka akan membunuhnya. Akhirnya, mereka
mendapatkan azab dari Allah berupa paceklik
selama tiga tahun. Kemudian mereka meminta
kepada Nabi Ilyas supaya diturunkan hujan, jika
ada, mereka akan beriman dan memenuhi
seruannya. Kemudian Nabi Ilyas memohon kepada
Allah, agar menurunkan hujan dan permohonannya
itu dikabulkan oleh Allah. Maka tanamtanaman
menjadi subur dan binatang-binatang tidak ada
yang mati lagi. Kemudian Nabi Ilyas wafat, dan
tugasnya membimbing bani Israil diteruskan oleh
putra angkatnya, yang bernama Ilyasa’ yang juga
seorang utusan Allah.
 Yunus, Beliau adalah putra Matius. Beliau

termasuk orang yang Shaleh dan ahli ibadah


sebelum diutus oleh Allah menjadi rasul untuk
kaumnya di Nenewei, sebuah desa di negeri
Mousel. Beliau seperti nabi-nabi dan rasul-rasul
Allah, bertugas mengajak kaumnya supaya beriman
kepada Allah dan tidak menyembah kecuali kepada
Allah. Tetapi seruannya hanya diikuti oleh dua
orang, yaitu Rubil dan Tannuh. Kemudian Nabi
Yunus mengancam mereka yang tidak mengikuti
seruannya dan memberi tempo sebulan, lalu
ditambah sepuluh hari lagi. Jika dalam tempo
empat puluh hari mereka tidak beriman, maka azab
Allah akan turun. Setelah genap sepuluh hari, tiba-
tiba awan gelap menyelimuti mereka. bertambah
siang awan tersebut berubah berwarna merah
seperti api. Melihat peristiwa ini, mereka ketakutan
dan akhirnya berbondong mencari Nabi Yunus.
Tetap gagal menjumpainya. Kemudian mereka
bertobat kepada Allah dan Allah tidak jadi
menurunkan awan berapi tersebut.
Nabi Yunus setelah memberi ancaman kepada kaumnya
yang tidak beriman tersebut, telah meninggalkan daerahnya
dan menumpang kapal. Tetapi kemudian oleng terhempas
badai, akhirnya demi keselamatan kapal itu, Nabi Yunus rela
melompat dari kapal itu dan jatuh ke laut. Kemudian beliau
ditelan ikan. Dalam perut ikan beliau terus membaca: Laa
ilaaha illaa Anta subhanaka innii kunta minazdalimin.
Selama tiga hari tiga malam dalam perut ikan. Akhirnya
Allah mengeluarkannya dari perut ikan, lalu kembali kepada
kaumnya yang telah bertobat

 Zakariya, beliau adalah putra Azir bin Muslim, dari


keturunan Nabi Sulaiman bin Dawud. Beliau
adalah seorang yang alim, yang mengajarkan kitab
Taurat dan Zabur, yang juga menjadi kunci Baitul
Maqdis.
Nabi Zakariya ketika sudah tua, yaitu berusia 90 tahun,
masih saja belum dikaruniai anak. Bersama istrinya yang
juga sudah tua bernama Isya, memohon kepada Allah, agar
dikaruniai anak. Permohonan itu dikabulkan oleh Allah,
sebagaimana disebutkan dalam al-Qur an, surah Maryam
ayat 2 sampai 12 dan surah Ali Imron ayat 37 sampai 41.
Kemudian putra beliau itu dinamai Yahya, sebagaimana
diceritakan oleh Allah. Nabi Zakariya wafat dalam suatu
pembunuhan yang dilakukan bani Israil. Beliau wafat
sebagai Syahid. Semoga Allah menumpas orang-orang Israil.

 Yahya, beliau adalah putra Nabi Zakariya.Menurut


sebagian riwayat, beliau lahir tiga tahun sebelum
kelahiran Isa. Yahya menggantikan ayahnya, Nabi
Zakariya dalam mengajarkan kitab Taurat dan
Zabur kepada kaumnya, bani Israil, atas perintah
Allah. Dia berfirman:
“Hai, Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan
sungguhsungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah
selagi ia masih kanak-kanak dan rasa belas kasihan yang
mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa), dan dia
adalah seorang yang bertakwa dan seorang yang berbakti
kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah dia orang yang
sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari
dia dilahirkan dan pada hari dia meninggal serta pada hari
dia dibangkitkan hidup kembali.”

 Isa, beliau adalah putra Maryam binti Imran.


Beliau diangkat oleh Allah menjadi nabi ketika
masih bayi, masih di pangkuan ibunya. Mulanya,
yaitu ketika orang-orang Yahudi mendatangi Dewi
Maryam dengan menghina dan meledeknya, maka
Maryam hanya diam dan menunduk pada bayinya,
agar mereka menanyainya sendiri. Mereka berkata:
Bagaimana kita bisa bicara dengan anak yang
masih di atas pangkuan (masih bayi itu). Tiba-tiba
Isa menjawab: Sesungguhnya aku ini hamba Allah
yang diberikan kepadaku Al-Kitab (Injil) dan aku
dijadikan nabi. Baca surah Maryam, ayat 29 hingga
32.
Nabi Isa adalah seorang nabi dan rasul Allah, beliau manusia
biasa yang lahir dari manusia biasa. Dalam Injil Barnanas
pasal 93 ayat 10 Isa (Jesus) berkata:

“Aku ini adalah seorang manusia, dilahirkan oleh seorang


perempuan yang juga bersifat manusia, fanak dan menjadi
Sasaran hukum Allah. Merasakan kepayahan dalam hal
makan dan tidur serta ditimpa dingin dan panas seperti
manusia lain pada umumnya.”
Senada dengan kalimat diatas, tersebut dalam Injil Barnanas
pasal 94 ayat 2, pasal 95 ayat 19 dan 20, pasal 96 ayat 2 dan
9. Hikmah Allah menciptakan Nabi Isa lahir melalui seorang
perempuan suci bernama Maryam tanpa ayah adalah:

1. Menunjukkan kekuasaan Allah swt. Dia mampu


menciptakan manusia hanya dari seorang ibu saja,
yaitu Isa. Dia telah kuasa menciptakan manusia
dari lelaki saja yaitu Hawa’ yang diciptakan dari
tulang rusuk Nabi Adam. Bahkan Allah lebih hebat
lagi kekuasaan-Nya dalam hal menciptakan
manusia, yaitu ketika Dia menciptakan Adam yang
tanpa ayah dan ibu.
2. Untuk mengingatkan bangsa Yahudi yang selalu
mengaitkan segala sesuatu dengan hukum, sebab
akibat dengan paham rasionalismenya yang sangat
populer di kalangan mereka, sehingga mereka lupa
akan kekuasaan Allah. Dengan peristiwa kelahiran
Nabi Isa inilah mereka seolah ditantang oleh Allah
untuk membuktikan teori sebab akibat yang mereka
imani itu. Allah berfirman:

“Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang


utusan Tuhanmu, untuk memberi kabar akan kehadiran anak
laki-laki yang suci.” Maryam berkata: “Bagaimana akan ada
bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang
manusia pun menyentuhku dan aku bukan seorang pezina.’
Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: Hal itu
adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya
sebagai suatu tanda (kekuasaan-Ku) bagi manusia.”
Nabi Isa diutus oleh Allah kepada bani Israil untuk
mengajarkan agama Tauhid, yaitu agama Islam, bukan
Nasrani. Nasrani itu bukan nama agama yang diajarkan Nabi
Isa. Tetapi Nasrani atau Nashara adalah sebutan penduduk
yang berasal dari desa Naserat, tempat tinggal Nabi Isa.

Beliau adalah nabi yang paling akhir diutus oleh Allah


khusus kepada bani Israil. Menurut sebagian riwayat, bahwa
nabi yang diutus Allah dari bani Israil dalam kurun antara
Nabi Musa dan Nabi Isa selama 1900 tahun itu sebanyak
1000 nabi.

Dalam Injil Barnanas Pasal 72 ayat 9 hingga 15, di antaranya


disebutkan:

“Nabi Isa berkata: Adapun yang bersangkutan dengan diriku,


maka sesungguhnya kedatanganku ini hanya untuk
mempersiapkan jalan bagi Rasulullah (Muhammad), yang
akan membawa keselamatan bagi seluruh umat.”

Nabi Ina diangkat oleh Allah ke langit untuk diselamatkan


dari bencana pembunuhan yang dilakukan oleh orangorang
Yahudi dalam usia 33 tahun.

 Muhammad saw. Beliau adalah nabi terakhir yang


diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia di
jagad ini. Allah berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat


manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.”

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang


laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi.”

3. Iman Kepada Mu’jizat Para Rasul

Termasuk hal yang diimani kepada Nabi Muhammad saw.


adalah percaya kepada mu’jizat para rasul Allah. Setiap
mukallaf Wajib iman dan percaya terhadap semua peristiwa
yang dialami Oleh para rasul dengan umatnya berupa
tekanan-tekanan dan munculnya mur’jizat dari tangan
kekuasaan mereka dengan izin Allah, sehingga mereka
mampu menegakkan agama Tauhid.

4. Iman Terhadap Peristiwa Isro’ Mi’roj

Diantara hal-hal yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw.


yang wajib di imani dan dipercayai oleh setiap mukallaf
adalah peristiwa Isro’ Mi’roj (perjalanan pada malam hari)
yang di lakukan oleh Nabi Muhammad saw,dari kota
Mekkah sampai Masjidil Agso, dan Mi’roj (kenaikan nabi ke
Sidratul Muntaha) secara fisik dan rohani.
Keterangan:

Setiap orang mukallaf wajib mengimani, bahwa Nabi


Muhammad saw telah mendapat kehormatan dari Allah swt
dengan menjalani Isra’ atau perjalanan malam hari dari
Masjidilharam, Mekkah, ke Masjid Al-Aqsha di Baitul
Magdis, Palestina. Kemudian dari Masjid Al-Aqsha, naik ke
langit hingga sampai ke Sidratul Muntaha. Peristiwa besar
dan penting ini terjadi pada malam 27 Rajab, setahun
sebelum hijrah Ke Madinah.

Allah swt berfirman:

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya


pada suatu malam, dari Al-Masjid Al-Haram ke masjid Al-
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami
perlihatkan kepadanya sebagai tanda-tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”

Di Sidratul Muntaha Nabi Muhammad saw telah melihat


beberapa keajaiban yan belum pernah terlintas dan terjadi
pada akal manusia yang hidup sehari-hari di dunia.

Allah swt berfirman:


“Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Dalam perjalanan Mi raj, yaitu ketika Nabi Muhammad saw


berada di Sidratul Muntaha, beliau mendapat perintah tugas
menjalankan shalat lima kali dalam sehari-semalam untuk
dirinya dan umatnya.

Pada pagi hari tanggal 27 Rajab, Rasulullah saw


menyampaikan kisah Isra’ dan Mi’raj yang beliau jalani
hanya dalam waktu semalam itu kepada umat-Nya. Orang-
orang Quraisy setelah mendengar cerita yang diceritakan
Nabi, banyak yang sinis, bahkan mereka yang sudah beriman
pun ragu dan ada yang menjadi murtad, karena apa yang
dikisahkan Nabi itu tidak bisa diterima akal sehat mereka.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bagian dari mukjizat dan


mukjizat itu dimiliki oleh setiap rasul Allah, yang peristiwa
di luar jangkauan nalar manusia, tetapi wajib diimani. Dan
memang peristiwa Isra’ Mi’raj ini merupakan ujian
keimanan.

Allah swt berfirman:


“Dan Kami tidak menjadikan penglihatan (yang dialami
Rasulullah di waktu malam Isra’ Mi’raj) yang telah Kami
perlihatkan kepada kamu, melainkan sebagai ujian bagi
manusia.”

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini dijadikan bahan oleh orang-orang


musyrik Quraisy untuk memfitnah Nabi Muhammad saw.
Menurut mercka, hal ini dapat dijadikan bukti jelas tentang
kebohongannya, sebab menurut mereka apa yang dikisahkan
Nabi Muhammad saw itu tidak masuk akal. Tetapi perkiraan
mereka meleset.

Merika mengirim utusan kepada Abu Bakar dengan maksud


mempengaruhi keimanannya kepada Nabi, tetapi utusan itu
gagal. Berikut ini petikan dialog antara utusan Quraisy dan
Abu Bakar.

– Dapatkah engkau membenarkan perkatan Muhammad,


bahwa tadi malam pergi ke Baitul Magdis dan dari sana naik
ke langit?

+ Kalau memang Muhammad berkata demikian, maka dia


benar. Jawab Abu Bakar.

– Hai, Abu Bakar, apaengkau benarkan perkataan


Muhammad yang demikian itu?

+ Ya,sayabenarkan. Bahkan saya benarkan lebih daripada


itu.
Orang-orang Quraisy merasa gagal mempengaruhi keimanan
Abu Bakar kepada Nabi Muhammad saw. Karena sikap Abu
Bakar yang dengan tegas membenarkan apa yang dikisahkan
Nabi Muhammad saw tentang peristiwa Isra’ Mi’raj inilah
dia mendapat gelar Ash-Shiddiq.

Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Ouhafah. Dia


dipanggil dengan panggilan Abu Bakar, yang artinya
“Pemagi”, karena sejak awal telah menyatakan masiik Islam
dan mengikuti seruan Nabi. Diberi gelar “Ash-Shiddiq”,
karena dia tanpa ragu membenarkan Isra’ Mi’raj yang
dijalani Nabi Muhammad saw, hanya dalam waktu semalam.

5. Iman Kepada Adanya Pertanyaan dan Siksa Kubur


6. Pertanyaan

Diantara perkara yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad


yang wajib di imani oleh setiap mukallaf ialah adanya
pertanyaan di Kubur terhadap mayit. Pertanyaan di kubur
berlangsung setelah para pengantar kembali pulang. saat itu
dua malaikat yang bernama Munkar dan Nakir menghadap
mayit lalu duduk di “hadapannya dan bertanya tentang
Aqidah saja, kedua lalu kedua malaikat itu bertanya kepada
mayat dengan bahasa si mayat, tetapi ada yang berpendapat
dengan bahasa Suryani, kedua malaikat itu bertanya pada
mayat :

Siapakah Tuhanmu ?

Apa Agamamu ?

Apa Keyakinanmu ?

Apa yang Kamu Lakukan Ketika Mati ?

Apa Komentarmu Tentang Nabi Ini/ Apa Komentarmu


Tentang Nabi Ini ?

Apa komentar tentang Pria Yang Ada Di Sampingmu itu ?


Mayat itu akan menjawab menurut keadaannya ketika
meninggal, beriman atau tidak. Orang yang ketika meninggal
dalam keadaan beriman akan menjawab :

Tuhanku adalah Allah

Nabiku adalah Muhammad, aku beriman kepadanya dan


semua yang beliau bawa.

Agamaku adalah Islam

Sedangkan yang kafir dan Munafig akan menjawab, saya


tidak tahu.
Orang Kafir dan Munafik ketika di tanya Malaikat Munkar
dan Nakir akan menjawab tidak tahu. Malaikat itu lalu
bertanya, engkau tidak membaca Al-Qur’an, kemudian
kedua malaikat tersebut memukulnya dengan pukulan yang
terbuat dari besi yang amat berat, mayat itu lalu menjerit
keras dan semua makhluk selain manusia dan Jin mendengar
teriakan tersebut, manusia dan Jin tidak mendengarnya,
karena mereka berdua di rahmati Allah, dan andaikata
mereka mendengar, maka dunia akan hancur.

Pertanyaan kubur itu berlangsung sekali. Tetapi ada yang


mengatakan berlangsung empat puluh kali.

1. Siksa Dalam Kubur

Diantara hal yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.


adalah menghimpitnya kubur sebelum terjadi pertanyaan
kepada mayat.Bagi mayat mukmin yang taat, hal ini
merupakan suatu nikmat, sedangkan bagi mukmin yang
durhaka dan orang Kafir, merupakan siksaan, karena
himpitan kubur ini dapat menghancur leburkan jasad. Dan
untuk orang Kafir, himpitan itu lebih keras.

6. Kebangkitan Dari Kubur Dan Alam Mukhsyar


Termasuk perkara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
saw., yang wajib di imani oleh setiap mukallaf adalah
peristiwa kebangkitan dari kubur dan kumpulnya manusia di
padang maksyar. Al-Ba’ats ialah kebangkitan kembali
orang-orang yang telah mati dan keluar dari kubur-kubur
mereka. Al-Hasyar ialah pengumpulan semua makhluk di
suatu tempat yang disebut maksyar untuk dihisab (di
periksa) amal perbuatannya semasa hidup.

7. Penyerahan Catatan Amal dan Hisab

Termasuk perkara yang disampaikan oleh Nabi Muhammad


saw., yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf ialah
penyerahan buku catatan amal kepada setiap hamba.
Diantaranya lagi adalah Hisab (pemeriksaan) yang dilakukan
oleh Allah kepada setiap makhluk tentang amal perbuatan
yang di lakukan semasa hidup. Orang-orang yang taat akan
berlangsung cepat, sedangkan orang kafir dan orang mukmin
yang durhaka akan sulit dan berlangsung lama.

8. Mizan (timbangan amal)

Termasuk hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yang


wajib di imani oleh setiap orang mukallaf adalah adanya
penimbangan amal atau buku catatan amal menurut pendapat
yang shaheh dalam suatu timbangan yang hakiki seperti
timbangan pada umumnya, ada tiangnya, lidah dan dua
piringan yang amat besar. Apabila langit dan bumi di
masukkan di salah satu piringnya, pasti muat. Piringan yang
sebelah yang untuk menimbang amal-amal yang baik terbuat
dari cahaya, dan piringan yang sebelah lain yang untuk
menimbang amal-amal lelek/buruk itu gelap.

9. Syafaat ‘Udzma

Termasuk hal yang di ajarkan oleh nabi kita Muhammad


saw., yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf adalah
adanya Syafaat ‘”Udzma yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad saw., sebelum semua makhluk menghadapi
putusan Allah swt. Setelah Rasulullah Muhammad saw.,
memberi Syafaat ‘Udzma kepada semua makhuk, maka para
nabi, wali, dan orang-orang shaleh memberikan Syafaat
masing-masing kepada yang di izinkan oleh Allah untuk
mendapat Syafaat, begitu pula ayah memberi Syafaat kepada
anaknya, dan anak-anak memberikan Syafaat kepada
ayahnya. Tersebut dalam riwayat hadits yang menerangkan
bahwa anak-anak (yang mati waktu kecil sebelum baligh)
berhenti di hadapan pintu surga dan berkata: ‘Saya tidak mau
masuk surga, kecuali, jika bersama bapak saya.’

Nabi Muhammad saw., disamping memberi Syafaat


‘Udzman kepada semua makhluk, juga memberi syafaat-
syafaat lain yang amat banyak.
10. As-Syiroth (jembatan)

Termasuk hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.


yang wajib kita imani ialah adanya As-Syiroth atau jembatan
yang memanjang diatas neraka jahannam yang pasti di
lewati oleh setiap orang yang pernah hidup. Ukuran As-
Syiroth ini sebesar bulu mata malaikat Malik si penjaga
Neraka, dan panjangnya sepanjang tiga ribu tahun
perjalanan, menurut salah satu riwayat hadits. Dalam riwayat
hadits yang lain di sebutkan bahwa panjang As-Syiroth
sepanjang perjalanan lima ribu tahun. As-Syiroth ukuran ini
lebih kecil dari pada sehelai rambut dan lebih tajam dari
pada mata pedang. Salah satu ujungnya berada di arena
kiamat dan satunya lagi di pelataran surga.

11. Al-Haudl (telaga milik Nabi Muhammad saw.)

Diantara perkara yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad


saw., yang wajib kita imani adalah Haudl (telaga) milik
Rasulullah saw., yang besar. Masing-masing empat sisinya
sepanjang perjalanan selama sebulan. Telaga ini berlapis
emas, baunya lebih harum dari pada misik dan batu-batunya
terdiri dari berlian. Rasulullah saw., telah menjelaskan
bahwa air telaga itu lebih putih dari pada susu, dan rasanya
lebih marus dari pada madu, dan terdapat dua saluran dari
telaga Al-Kautsar. Di telaga itu terdapat gelas-gelas indah,
gemerlapan bagaikan bintang-bintang di langit, hanya orang-
orang yang memenuhi janji Allah saja yang dapat meminum
air telaga tersebut. Dan siapa yang meminum air telaga itu
sekali saja, maka dia tidak akan haus selamanya. Setiap nabi
itu memiliki Haudl, kecuali Nabi Shaleh a.s., beliau tidak
memiliki Haudl, tetapi tetek susu untanya sama dengan
Haudl para nabi. Menurut sebagian ulama’ mengatakan,
bahwa di Maukif (tempat pemberhentian makhluk) tidak ada
Haudl (telaga) kecuali telaga mulik Rasulullah saw.

12. Melihat Allah Di Akherat

Diantara ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.


adalah kemungkinan melihat Allah swt. bagi orang-orang
mukmin di akherat nanti dengan cara yang tidak dapat
diketahui dan tanpa batas ruang lingkup. Masalah melihat
Allah di akherat bagi orang-orang beriman ini berdasarkan
dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.

Allah berfirman:

“Wajah-wajah bersinar dan berseri di hari kiamat adalah


melihat tuhannya.”

Rasulullah saw., besabda:


“Sesungguhnya kamu semua akan melihat Tuhan kalian
semua, sebagaimana kamu melihat bulan pada malam bulan
purnama.”

Orang-orang yang beriman akan melihat Allah swt sebelum


masuk surga maupun sesudah masuk surga. Allah swt lalu
menyingkap tabir yang menutup orang-orang mukmin
sehingga mereka dapat melihat dzat Allah Yang Maha Mulia
dan Maha Agung tanpa mengenal arah, tempat, dan tanpa
mengenal posisi berhadapan dan tidak dengan cara-cara yang
dialami oleh makhluk.

Ketika orang-orang yang beriman telah melihat Allah Yang


Maha Mulia dan Maha Agung, maka mereka lupa dan
mengesampingkan kenikmatan surga, sebab seandainya
seluruh kenikmatan surga itu di kumpulkan menjadi satu,
maka tidak akan dapat menyamai nikmat melihat Allah
sekejap. Melihat Allah adalah nikmat akherat yang paling
besar, sebagaimana iman merupakan nikmat yang paling
besar di dunia.

Di riwayatkan dari Imam Hasan Al-Bashri r.a. dia berkata:


Ketika penghuni surga sedang duduk-duduk, tiba-tiba ada
cahaya terang memancar keseluruh surga, lalu Allah
menampakkan Dzat-Nya Yang Maha Mulia kepada mereka.
Tidak ada perkara yang di berikan kepada penghuni surga
yang lebih menyenangkan dari pada melihat Allah swt.
Ketika Allah menutup kembali Hijab dari pandangan
mereka, maka tinggal cahaya dan barokahnya di tengah-
tengah mereka.

Hukum Orang Yang Mengaku Pernah Melihat Allah Di


Dunia

Kemungkinan melihat Allah swt. di dunia itu adalah suatu


hal yang tidak mungkin terjadi oleh siapa pun, kecuali oleh
Nabi Muhammad saw.

Barang siapa yang mengaku pernah melihat Allah swt dalam


keadaan terjaga dengan mata kepala, maka orang tersebut di
hukumi kafir.

Kesempatan Melihat Allah Di Akherat

Orang-orang yang beriman di akherat nanti ada beberapa


tingkatan-tingkatan dalam mendapatkan kesempatan melihat
Allah. Diantaranya mereka ada yang mendapat nikmat
melihat Allah sekali setahun, ada yang sekali dalam satu
bulan, ada yang sekali dalam seminggu, yaitu setiap hari
jum’at. Ada yang mendapat nikmat kesempatan melihat-Nya
setiap hari, setiap saat, dan ada pula orang-orang mukmin
yang dapat melihat-Nya terus-menerus. Kesempatan dapat
melihat Allah seperti ini merupakan nikmat yang paling
sempurna bagi orang-orang mukmin.

Dalam kata penutup karya tulis ini, kami hanya dapat


memanjatkan do’a kepada Allah:

Ya Allah, jadikanlah kami, kedua orang tua kami, guru-guru


kami, orang-orang yang kami cintai, dan orang-orang yang
baik kepada kami dan kepada mereka termasuk golongan
orang-orang yang sempurna imannya sehingga dapat
melihat-Mu sesering mungkin besok di akhirat, melalui
perantara kemulyaan Nabi Muhammad saw. yang telah
mengantarkan kami kepada jalan yang terang dan lurus.

Mudah-mudahan Allah selalu melimpahkan rahmat, nikmat


dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad saw. kepada
segenap keluarga, sahabat-sahabatnya, dan istri-istri beliau,
dzurriyyah dan segenap Ahlul baitnya sepanjang masih ada
orang-orang yang menyebut-Mu dan menyebut nabi-Mu,
sepanjang masih ada orang yang lupa kepada-Mu dan
kepada nabi-Mu Muhammad saw.

Penulisan risalah ini dapat kami selesaikan pada waktu sore


hari, kamis tanggal 8 Dzulqoidah 1235 H.

Semoga Allah memberi ampunan kepada kami, kedua orang


tua kami dam kepada semua kaum muslimin.
Amiin.

Anda mungkin juga menyukai