Anda di halaman 1dari 5

SP I : Mengajarkan bagaimana cara mengungkapkan perasaan sedih

secara verbal

1. Fase Orientasi
Perawat1&2: “Assalamualaikum Ibu.”
Pasien : “Waalaikumsalam.” (Tampak sedih dan menjawab dengan
nada rendah
Perawat1&2: “Perkenalkan kami perawat dina dan dini, Ibu, hari ini kami
yang akan bertanggung jawab untuk merawat ibu.
Sebelumnya, nama Ibu siapa?”
Pasien : “dwi” (Tampak sedih dan menjawab dengan nada rendah)
Perawat1 : “Senangnya dipanggil siapa Ibu?”
Pasien : “dwi
Perawat2 : “Ibu, kalau Saya perhatikan Ibu tampak lebih senang untuk
menyendiri. Bahkan Saya sering melihat Ibu mengeluarkan air
mata. Apakah benar seperti itu Bu?”
Pasien : (Tampak sedih dan tidak menjawab)
Perawat1 : “Baik Ibu, kalau boleh Saya tau, apa yang Ibu rasakan saat ini?
” (Touching dan tersenyum)
Pasien : “Saya merasa sangat sedih Sus.” (Pasien mengeluarkan air
mata)
Perawat2: “Nah, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang
tentang apa yang Ibu rasakan saat ini?”
Pasien : “ Boleh Sus.”
Perawat1 : “Kalau boleh saya usulkan, mungkin sekitar 15 menit. Apakah
itu terlalu lama menurut Ibu?”
Pasien : (Menggelengkan kepala)
Perawat2 : “Ibu ingin kita ngobrol-ngobrol dimana?”
Pasien : “Di sini aja.”
2. Fase Kerja
Perawat1 : “Baik Ibu, tadi Ibu mengatakan Ibu merasa sangat sedih. Apa
yang menyebabkan Ibu merasa sangat sedih?
Pasien : “Saya kehilangan anak Saya Sus. (Nada tinggi dan
menangis)
Perawat2: “Jadi, Ibu merasa sangat sedih karena ditinggal mati anak Ibu.
Betul seperti itu?”
Pasien : (menangis)
Perawat1 : “Apakah itu merupakan anak satu-satunya Ibu?
Pasien : “Tidak, dia anak kedua. Suster, Saya tidak percaya anak saya
meninggal karena kecelakaan motor. Saya yakin anak saya
akan pulang.” (Mengingkari)
Perawat2: “Jadi anak Ibu meninggal karena kecelakaan motor dan
sebenarnya Ibu masih memiliki anak lagi. Kalau boleh Saya
tau, berapa umur Ibu sekarang?
Pasien : “35 tahun.”
Perawat1 : “Begini Ibu, Saya sangat paham sekali jika Ibu sedih dan
sering menangis karena ditinggal mati anak Ibu. Tetapi,
apakah ketika Ibu terus menerus menangis, hingga lupa
makan dan mandi, akan mengembalikan anak Ibu?
Pasien : “Tidak Sus. Tapi Suster tidak merasakan apa yang saya rasa.
Saya kehilangan anak Saya, bukan benda. Jadi jangan
seenaknya Suster bilang seperti itu.” (Marah)
Perawat2 : “Saya tidak bermaksud untuk tidak memahami Ibu. Tapi
coba Ibu pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan
bertemu dengan anak Ibu karena anak Ibu memang sudah
meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Allah. Ibu harus
berusaha menerima kenyataan ini.”
Pasien : “Andaikan Saya tidak mengizinkan anak Saya untuk pergi
bermain dengan temannya, pasti ini tidak akan terjadi.”
(Tawar menawar)
Perawat1 : “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Allah.
Meninggalnya anak ibu juga merupakan kehendak-Nya
sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang
dapat mencegahnya, termasuk Saya ataupun Ibu sendiri.”
Pasien : “Kalau begitu saya mau menyusul anak Saya sekarang juga.
(Depresi. Pasien mengambil pisau yang ada di meja untuk
mengiris tangan, tepatnya di nadi)
Perawat2 : “Tidak boleh seperti itu Ibu, tidak baik. (Perawat langsung
mengambil pisau itu). Begini saja Bu, Saya memiliki 2 cara
untuk membantu mengurangi perasaan sedih yang Ibu alami.
Pertama, mengungkapkan perasaan secara verbal. Kedua,
mengalihkan ke aktifitas fisik. Apakah Ibu mau mencoba cara
Saya?
Pasien : “Mau Sus.”
Perawat1 : “Alhamdulillah, terimakasih ibu mau mencobanya. Untuk
cara yang pertama sudah dilakukan tadi ya dengan cara Ibu
mengungkapkan perasaan secara verbal. Kemarahan Ibu tadi
juga merupakan sebuah proses yang normal. Nah, cara yang
pertama ini bisa Ibu lakukan lagi dengan Saya atau perawat
lainnya yang Ibu percaya. Dengan mengungkapkan, harapan
kami, Ibu akan jauh merasa lebih nyaman. Apakah Ibu
bersedia mecobanya kembali suatu saat nanti?
Pasien : “Iya Sus, Saya akan mencobanya.”
Perawat2 : “Bagus sekali kalau Ibu bersedia mencobanya kembali.”

3. Fase Terminasi
Perawat1 : “Baiklah Ibu, bagaimana perasaan Ibu setelah
berbincang-bincang tentang masalah Ibu tadi?
Pasien : “Perasaan Saya sudah mulai tenang Sus.”
Perawat2 : “Nah, apakah Ibu dapat menjelaskan cara pertama untuk
membantu mengurangi perasaan sedih?”
Pasien : “Cara pertama dengan mengungkapkan perasaan secara
verbal kepada orang yang Saya percaya.”
Perawat1 : “Bagus sekali, Ibu sudah mengikuti kegiatan ini dengan baik.”
Saya rasa kita sudah ngobrol-ngobrol selama 15 menit ya Bu.
Bagaimana kalau besok pagi jam 09.00 Saya ajarkan cara
yang kedua, apakah Ibu bersedia?
Pasien : “Bersedia Sus”
Perawat : “Tempatnya mau dimana Ibu?”
Pasien : “Di sini lagi aja Sus.”
Perawat2 : “Baik Kalau begitu Saya permisi dulu ya Bu. Terimakasih atas
waktu dan kerjasamanya. Selamat beristirahat.
Wassalamualaikum.”

SP II : Mengajarkan cara untuk mengurangi perasaan sedih

1. Fase Orientasi
Perawat1 : “Selamat pagi Ibu Avi, masih ingat dengan Saya Ibu?”
Pasien : “Ingat Sus, dengan Susten Andini ya?”
Perawat2 : “Betul sekali Ibu, Saya Andini. Bagaimana Bu, apakah saran
Saya dipertemuan yang lalu sudah Ibu terapkan?
Pasien : “Sudah Suster.”
Perawat1 : “Bagus sekali kalau Ibu sudah mencobanya. Dengan siapa
Ibu menceritakan perasaan Ibu?
Pasien : “ Dengan suami Saya Sus.”
Perawat2 : “Baiklah Ibu, sesuai janji Saya yang kemarin, sekarang Saya
akan mengajarkan cara yang kedua untuk mengurangi
perasaan sedih Ibu. Waktunya 15 menit. Apakah Ibu bersedia?

Pasien : “Bersedia Suster silahkan.”
2. Fase Kerja
Perawat1 : “Cara yang kedua yaitu dengan melakukan aktivitas fisik
yang bermanfaat. Kalau boleh saya tahu, pekerjaan apa yang
senang Ibu lakukan di ruangan ini?
Pasien : “Saya suka menyapu, mengepel lantai Sus.”
Perawat2 : “Jadi Ibu senang menyapu dan mengepel lantai. Bagus
sekali, Ibu dapat segera melakukan aktivitas yang Ibu sukai. Hal ini akan
sedikit mengalihkan perasaan sedih Ibu. Apakah Ibu bersedia
melakukannya sekarang?”
Pasien : “Boleh Sus.”

(Pasien Melakukan kegiatanya)

3. Fase Terminasi
Perawat1 : “Bagaimana perasaan Ibu setelah mengikuti kegiatan ini?”
Pasien : “Saya merasa tenang Sus. Suster Saya sadar dengan cara
menangis dan sedih yang berlarut tidak membuat anak Saya
kembali. Saya ikhlas dan menerima dengan kepergiannya
anak Saya. (Penerimaan)
Perawat2 : “Alhamdulillah jika Ibu merasa tenang dan sudah bisa
menerima kepergian anak Ibu. Mungkin dengan cara Ibu
selalu mendoa’akan dan berkunjung ke makamnya Ibu
semakin lebih tenang. Semoga anak Ibu ditempatkan di
sisi-Nya.
Pasien : “Amin, terimakasih Suster sudah membantu Saya.
Perawat1 : “Iya Ibu. Baik kalu begitu saya permisi dulu, silahkan dilanjut
kembali. Terimakasih atas waktu dan kerjsama Ibu.
Perawat1&2 :Wassalamu’alaikum

Anda mungkin juga menyukai