Anda di halaman 1dari 24

Rambu-Rambu

Kebijakan Ekonomi Biru


di Indonesia
Oleh:
Ari Wibowo , Moh. Abdi Suhufan2, Bellicia A3
1

1 Peneliti Agraria Maritim - Pusat Studi Agraria IPB University


2 Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)
3 Peneliti Tranparency International Indonesia (TII)
Rambu-Rambu Kebijakan Ekonomi Biru di Indonesia

Penulis:
Ari Wibowo
Moh. Abdi Suhufan
Bellicia A

ISBN:........

Penyelia:

Desain Sampul:
Taqiyuddin

Penerbit:
Transparency International Indonesia

Redaksi
Jl. Amil Raya No.5, RT.01 RW. 04,
Pejaten Barat, Pasar Minggu,
Jakarta 12510
Telepon: 021-2279 2806, 021-2279 2807
Email: info@ti.or.id

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
DAFTAR ISI

Pendahuluan�������������������������������������������������������������������������1

Meluruskan Paradigma Ekonomi Biru���������������������������������������2

Menegaskan Subjek Ekonomi Kelautan Indonesia:


Ekonomi Biru untuk Siapa? �����������������������������������������������������8

Kesimpulan������������������������������������������������������������������������� 12

Rekomendasi����������������������������������������������������������������������� 13

Sumber Regulasi & Dokumen Negara�������������������������������������� 16

Sumber Pustaka������������������������������������������������������������������� 16
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Pendahuluan

Dalam rangka upaya mengejar target Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia
penurunan emisi, Pemerintah Indonesia (RPJPN) 2005-2025, khususnya mewujudkan
melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia sebagai negara kepulauan yang
telah mendorong program ekonomi biru berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan
(blue economy). Dalam dokumen Nationally pembangunan berkelanjutan, serta Rencana
Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia Pembangunan Jangka Menengah Nasional
menaikkan target pengurangan emisi menjadi Indonesia (RPJMN) 2020-2024 yang menekankan
31,89% di tahun 2030 mendatang dengan pentingnya pengelolaan kelautan dengan
target dukungan internasional sebesar 43,20% baik untuk mencapai agenda pembangunan
. Mendukung target tersebut terlihat lima program berkelanjutan. Pertanyaan mendasar yang perlu
ekonomi biru yang didorong KKP melalui perluasan kita ajukan selanjutnya adalah jika ekonomi biru
target kawasan konservasi perairan, penerapan adalah jawaban, lalu permasalahan apa yang
kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis hendak dijawab? Lebih lanjut, apakah ekonomi biru
kuota, pengembangan budidaya perikanan benar-benar kontekstual dengan kompleksitas
ramah lingkungan khususnya untuk komoditas masalah yang dihadapi Indonesia? Apakah
unggulan ekspor (udang, kepiting, rumput laut, ekonomi biru dapat benar-benar mentransformasi
lobster), pengelolaan berkelanjutan pesisir dan secara adil serta berkelanjutan dalam tata kelola
pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah kelautan dan perikanan Indonesia seperti yang
plastik di laut melalui program Bulan Cinta Laut dimandatkan dalam konstitusi?
.1
Kertas kebijakan ini disusun dengan tujuan:
Ekonomi biru digadang-gadang pemerintah
1. Menguraikan pemahaman mengenai
sebagai kerangka kerja yang dapat menuntaskan
ekonomi biru dan kontekstualisasi
permasalahan dalam tata kelola sektor kelautan
permasalahan dalam tata kelola kelautan
dan perikanan Indonesia. Kerangka ekonomi
dan perikanan;
biru dianggap sebagai penjabaran dari Rencana
2. menyusun rambu-rambu kebijakan
ekonomi biru dalam implementasinya di
Indonesia.
1 Kemenko Bidang Perekonomian RI. 2022. Siaran
Pers. https://ekon.go.id/publikasi/detail/4652/akselerasi-
net-zero-emissions-indonesia-deklarasikan-target-terbaru-
penurunan-emisi-karbon

1
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Meluruskan Paradigma
Ekonomi Biru

Ekonomi Biru (Blue Economy) adalah eksploitasi sumber daya tanpa pertimbangan
sebuah konsep ekonomi yang mencoba untuk hubungan timbal balik kepada alam, dinilai
membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan sebagai penyebab kebangkrutan, krisis, dan
dan berdasarkan pada prinsip-prinsip alami dan kerusakan dunia saat ini. Sebaliknya, ekonomi
lokal. Konsep ini dikembangkan oleh Gunter hijau (green economy) membutuhkan investasi
Pauli pada tahun 2010 melalui bukunya berjudul lebih banyak dari perusahaan dan pembayaran
“Blue Economy-10 Years, 100 Innovations, 100 lebih tinggi dari konsumen untuk menghasilkan
Million Jobs”. Dalam bukunya, Pauli (2010) juga produk yang ramah lingkungan, namun terkadang
menguraikan perbedaan cara pandang dan sulit diimplementasikan pada masa krisis dan
bekerjanya red, green dan blue economy. Ekonomi dirasa mahal serta eksklusif. Meskipun upaya
merah (red economy) yang sebelumnya dominan perlindungan lingkungan dari ekonomi hijau
menjadi cara pandang ekonomi manusia dengan berusaha melakukan upaya terpuji, tetapi tidak
pandangan antroposentris dan berfokus pada dapat menjamin keberlanjutan.

2
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Ekonomi biru hadir berbeda dari ekonomi Secara definisi tegas Gunter Pauli
merah dan hijau. Perbedaan yang paling menyampaikan “this definition makes it clear that
mendasar dapat terlihat dari bagaimana konsep the Blue Economy must respect ecosystem integrity,
ekonomi merah fokus pada pengambilan and that only secure pathway to long-term
sumber daya alam dan menghabisi lingkungan; prosperity is through the development of a circular
ekonomi hijau yang memusatkan perhatiannya economy” atau diartikan “definisi ini memperjelas
pada energi alternatif dan lingkungan yang bahwa Ekonomi Biru harus menghormati
berkelanjutan namun mahal dan eksklusif. Gunter integritas ekosistem, dan satu-satunya jalan
Pauli menyatakan bahwa konsep ekonomi biru, yang aman menuju kemakmuran jangka panjang
lebih maju dari gagasan merah dan ekonomi adalah melalui pengembangan ekonomi sirkular”.
hijau karena sepenuhnya ekonomi biru lebih Ekonomi biru mengambil inspirasi dari alam dan
bersifat ramah lingkungan dan bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efektif
mentransformasikan sistem ekonomi secara dalam kesatuan ekosistem alami dengan upaya
menyeluruh. Menurut tesis ini, bekerjanya konsep regeneratif sehingga sumber daya tetap terjaga
ekonomi biru akan menciptakan kesempatan kerja dalam kelimpahan. Ekonomi biru menciptakan
di masa datang, makin meluasnya modal sosial, nilai tambah melalui keterlibatan aktif dalam
serta ekonomi dan kehidupan masyarakat menuju siklus alami sumber daya yang terhubung dalam
ke arah yang berkelanjutan. Awal mula ekonomi sebagai simbiosis. Contohnya, limbah yang
biru bukan sekadar membahas pemanfaatan dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
sumber daya laut secara berkelanjutan. Konsep daya yang bernilai dan diubah menjadi produk
ini pada mulanya lebih menyoroti pentingnya atau layanan yang memberikan manfaat kembali
transisi sumber energi bersih terbarukan, serta bagi masyarakat.
menciptakan alternatif ekonomi yang adil dan
berkelanjutan secara keseluruhan.

3
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat 4. Keterbatasan teknologi: Pengembangan


sistem ekonomi lokal dan meningkatkan ekonomi biru terkadang bergantung pada
kesejahteraan masyarakat (otonomi), menekan teknologi baru yang belum matang atau
dampak negatif terhadap lingkungan dan sumber belum teruji, yang dapat menyebabkan
daya alam. Gunter Pauli menegaskan bahwa akhir risiko finansial dan lingkungan yang
konsep ekonomi biru berujung pada keberadaan tinggi jika teknologi tersebut gagal atau
lautan dan langit yang biru cerah. Meskipun tidak berjalan dengan baik (European
masyarakat memiliki banyak sumber daya alam, Commission 2022; Spaniol dan Rowland
mereka juga memiliki tanggung jawab untuk 2022).
menjaga keindahan lautan dan langit, terutama
untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. 5. Potensi eksploitasi: Konsep ekonomi biru
juga dapat menyebabkan eksploitasi
Terlepas dari berbagai idealisme ekonomi sumber daya alam yang berkelanjutan, yang
biru, muncul beberapa kritik atas hadirnya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
ekonomi biru ini, di antaranya: dan sosial di masa depan (Perissi dan Bardi
1. Konsepnya yang terkesan belum jelas: Ada 2021).
kritik bahwa konsep ekonomi biru masih Perissi dan Bardi (2021) memperingatkan
belum jelas dan belum ada definisi yang perebutan sumber-sumber agraria atau sumber
pasti tentang apa yang dimaksud dengan daya alam (SDA) saat ini merupakan fenomena
ekonomi biru. Ini dapat menyebabkan global yang mulai bergeser dengan mengeksploitasi
kebingungan dalam penerapan konsep laut dengan narasi “Ekonomi Biru”. Kegilaan yang
ini(Midlen 2021). berlebihan dan tak tanggung-tanggung atas
2. Risiko pemusnahan lingkungan: Ada eksploitasi laut ini menimbulkan terlalu banyak
kekhawatiran bahwa pengembangan harapan dan selanjutnya menciptakan “akselerasi
ekonomi biru dapat menyebabkan biru” dengan daya rusak baru dan merajalela. Oleh
pemusnahan lingkungan laut dan karena itu, terdapat kebutuhan untuk memperjelas
pantai. Misalnya, peningkatan aktivitas konsep ekonomi biru dan memastikan bahwa
industri di sektor kelautan dan perikanan pengembangan sektor kelautan dan perikanan
dapat mengganggu ekosistem laut dan berkelanjutan dan ramah lingkungan dilakukan
mengancam kelangsungan hidup spesies dengan mempertimbangkan implikasi sosial,
laut yang rentan (Bennett et al. 2015; ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas.
Bavinck et al. 2017; Barbesgaard 2018;
Manik dan Wirazilmustaan 2021; Stäbler et
al. 2022).
3. Implikasi sosial dan ekonomi: Konsep
ekonomi biru dianggap oleh beberapa
kritikus sebagai upaya untuk memperluas
kapitalisme dan meliberalisasi sektor
kelautan dan perikanan, yang dapat
berdampak pada keberlanjutan sosial
dan ekonomi. Kegagalan pengembangan
ekonomi biru dapat menyebabkan
peningkatan ketimpangan sosial dan
ekonomi di antara masyarakat pesisir dan
nelayan (Midlen 2021; Schutter et al. 2021;
Clark 2022).

4
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Praktik Kebijakan dan Penerjemahan


Ekonomi Biru ala Indonesia

Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 1. Upaya Perluasan Wilayah Konservasi


tentang Kelautan Pasal 14 ayat 1 menyebutkan hanya Sebatas Target diatas Kertas
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan
Sampai dengan tahun 2021, Indonesia telah
kewenangannya melakukan Pengelolaan
memiliki total luas kawasan konservasi perairan-
Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
laut sebesar 28,11 juta ha yang terdiri dari 12,57
rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan
juta ha ditetapkan melalui keputusan Menteri
sumberdaya kelautan dengan menggunakan
Kelautan dan Perikanan, 4,56 juta ha ditetapkan
prinsip “Ekonomi Biru”. Kemudian dilanjutkan
melalui keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
bahwa yang dimaksud dengan “Ekonomi Biru”
Konservasi, dan 10,94 juta ha masih berstatus
adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan
pencadangan (Firdaus Agung, 2022). Dalam
pengelolaan kelautan yang berkelanjutan dan
pengelolaan kawasan konservasi Kementerian
konservasi sumberdaya kelautan dan pesisir dan
Kelautan dan Perikanan memiliki target dua target
ekosistemnya untuk mewujudkan pertumbuhan
utama, yaitu peningkatan keanekaragaman hayati
ekonomi dengan prinsip-prinsip antara lain,
dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat.
keterlibatan masyarakat, efisiensi sumberdaya,
Sayangnya, pengelolaan kawasan konservasi
meminimalkan limbah, dan nilai tambah ganda
perairan belum banyak memenuhi indikator
(multiple revenue).
efektivitas pengelolaan. Hal ini disebabkan karena
Dalam paparan “Refleksi 2022 dan Outlook orientasi dan target pengelolaan masih berfokus
2023 Kementerian Kelautan dan Perikanan”, pada upaya perluasan kawasan dan penetapan
Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan diatas kertas (paper park). Sejumlah tantangan
bahwa arah kebijakan pembangunan kelautan pengelolaan kawasan konservasi antara lain
dan perikanan 2021-2024 adalah berbasis pendanaan pengelolaan yang terbatas terutama
ekonomi biru (KKP RI 2022). Pilar ekonomi biru kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah
yang dimaksud oleh Kementerian Kelautan dan provinsi, banyaknya kawasan konservasi yang
Perikanan meliputi lima aspek, yaitu: i) perluasan belum ditetapkan sehingga membatasi upaya-
wilayah konservasi, ii) penerapan kebijakan upaya pengelolaan, aturan antar sektor dan antar
penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan lembaga yang belum harmonis dalam pengelolaan
zona penangkapan, iii) pengembangan perikanan kawasan konservasi, keterbatasan SDM dan
budidaya berkelanjutan di laut, pesisir, dan tawar infrastruktur pendukung pengelolaan kawasan
yang berorientasi ekspor, iv) pengendalian wilayah konservasi dan munculnya praktik kebijakan
pesisir dan pulau-pulau kecil dan laut dari kegiatan yang inkonsisten (meluasnya kebijakan terkait
ekonomi yang merusak, dan iv) pengurangan pertambangan dan reklamasi di wilayah Pesisir
sampah plastik di laut melalui gerakan nasional yang merusak fishing ground, nursery area, dan
Bulan Cinta Laut. Pertanyaanya, apakah wilayah konservasi lokal).
manifestasi ekonomi biru oleh Kementerian
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI,
Kelautan dan Perikanan melalui 5 pilar kebijakan
2022) mencatat, bahwa terdapat 41 proyek
tersebut sesuai dan sejalan dengan rumusan
reklamasi yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia,
ekonomi biru menurut Undang-Undang Nomor
dengan total luas wilayah yang direklamasi
32 Tahun 2014 dan konsep ekonomi biru oleh
mencapai 79.348,9 hektar. Dampak dari proyek
Gunter Pauli?

5
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

reklamasi ini sangat signifikan, terutama pada Hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 11
masyarakat pesisir dan lokasi tambang pasir, Tahun 2023 tidak serta merta menyelesaikan
karena sejak hadirnya proyek reklamasi, sejumlah isu dan masalah dalam implementasi
pendapatan nelayan rata-rata menurun drastis Penangkapan Ikan terukur yang digadang-gadang
dari 5 juta/hari menjadi hanya 300 ribu/hari. Lebih akan mampu menghasilkan Penerimaan Negara
dari itu, dampaknya juga terasa pada 747.363 Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 12 triliun pada
keluarga nelayan. Selain itu, proyek reklamasi di tahun 20242. Hal ini disebabkan karena untuk
Indonesia juga membutuhkan pasir laut sebanyak melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 11
1.870.831.201 m3, yang memicu aktivitas tambang Tahun 2023 masih membutuhkan aturan turunan
pasir laut yang berdampak buruk pada lingkungan atau teknis pelaksanaan melalui Peraturan
dan kehidupan masyarakat. Menteri Kelautan dan Perikanan. Paling tidak,
dibutuhkan 12 Peraturan Menteri sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11
2. Eksklusi Nelayan Kecil melalui Tahun 2023. Hal ini mengindikasikan besarnya
Peningkatan Ikan Terukur kewenangan yang dimiliki Menteri Kelautan
Setelah menuai polemik selama dua tahun, dan Perikanan untuk melaksanakan sebuah
beleid tentang Penangkapan Ikan Terukur aturan yang sangat strategis dan menyangkut
(PIT) akhirnya dikeluarkan oleh pemerintah. pengelolaan sumberdaya ikan. Pemberian mandat
Pada tanggal 6 Maret 2023, Presiden Jokowi dan kewenangan yang sangat besar kepada
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 11 Tahun Menteri Kelautan dan Perikanan menunjukan
2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Aturan bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor
ini sejatinya menandai era baru keterbukaan dan 11 Tahun 2023 tidak tuntas menyelesaikan
“persaingan bebas” kegiatan penangkapan ikan di sejumlah isu dan masalah yang selama ini menjadi
Indonesia oleh industri perikanan dalam negeri sorotan publik. Salah satu sorotan publik selama
melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ini adalah terkait ketidaksiapan pelabuhan
dan Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam perikanan dalam pelaksanaan Penangkapan
beleid tentang PIT ini, kelihatan bahwa pemerintah Ikan Terukur. Ketidaksiapan ini akhirnya diakali
memberikan memberikan keistimewaan luar biasa dengan mengakomodir pelabuhan umum dan
kepada PMA dengan pemberian kesempatan pelabuhan perikanan lain yang tidak dioperasikan
melakukan penangkapan ikan di 4 zona, yaitu oleh pemerintah (tercantum dalam Pasal 20 ayat
zona 01, 02, 03, dan 04 yang melingkupi 8 Wilayah 1) sebagai pelabuhan perikanan dalam kerangka
Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu : 711, 716, 717, PIT. Padahal keberadaan pelabuhan-pelabuhan
715, 718, 714, 572 dan 573. Pada saat yang sama, tersebut selama ini terindikasi merupakan sumber
pemerintah juga memberikan kesempatan kepada praktik ilegal dan unreported fishing karena
PMDN untuk berusaha melakukan kegiatan beroperasi tanpa didukung oleh instrumen
penangkapan ikan di lokasi 8 WPP tersebut; pelabuhan perikanan seperti Standar Operational
namun mempertimbangkan faktor permodalan, Prosedur, petugas syahbandar dan pengawas,
teknologi penangkapan ikan dan sumber daya sistem pendataan, dan infrastruktur pendukung.
manusia, PMDN dapat dipastikan akan kalah
bersaing dengan kekuatan asing dalam upaya
melakukan kegiatan penangkapan ikan. PMDN
hanya diberikan “keistimewaan dan prioritas” pada
zona 05 dan 06 yang hanya terdiri dari 3 WPP yaitu
571, 712 dan 713. Pemerintah juga “melupakan
janji” untuk mencadangkan atau mengkonservasi
WPP 714 sebagai wilayah tertutup bagi kegiatan 2 Lihat : https://www.antaranews.com/beri-
penangkapan ikan skala industri. ta/2067582/kkp-targetkan-pnbp-sekor-kelautan-dan-peri-
kanan-capai-rp12-triliun

6
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

3. Konflik Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil : Keputusan No. 163.K/MB.04/DJB/2021 tentang


Ekstraktif, Pariwisata, Perikanan Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi
Produksi Kontrak Karya antara PT Tambang Mas
Upaya pemanfaatan laut, pesisir dan pulau-
Sangihe. Sebelumnya PT Tambang Mas Sangihe
pulau kecil selama ini masih dihadapkan pada
telah mengantongi kontrak karya pertambangan
masalah konflik pemanfaatan dan pengalokasian
emas seluas 42.000 hektar dari 73.698 hektar
ruang yang tumpang tindih antar sektor dan
luasan total gugusan Kepulauan Sangihe.
antar pelaku. Undang-Undang dan regulasi yang
ada seperti belum mampu mengharmonisasi Walaupun tidak bersifat ekstraktif seperti
kepentingan masing-masing sektor bahkan pertambangan, pemanfaatan pesisir, laut dan
cenderung saling melemahkan. Akibatnya, banyak pulau kecil untuk kegiatan pariwisata menjadi
kasus pemanfaatan laut, pesisir dan pulau-pulau permasalahan karena dilakukan melalui
kecil tidak terselesaikan dengan baik walaupun mekanisme dan proses yang merugikan
telah melalui proses mediasi sampai pengadilan kepentingan masyarakat lokal, nelayan dan bahkan
tingkat akhir. Beberapa isu dan kasus konflik melanggaran ketentuan pemerintah. Berita lelang
pemanfaatan ruang di pesisir, laut dan pulau-pulau Kepulauan Widi di Provinsi Maluku di platform
kecil diantaranya kegiatan pertambangan emas Sotheby’s Concierge Auction oleh PT Leadership
di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, pertambangan Island Indonesia akhir 2022 ikut menggemparkan
nikel di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, masyarakat Indonesia. Kasus ini mengungkap tabir
pertambangan timah di Pulau Bangka, Bangka adanya masalah regulasi, perizinan dan tata kelola
Belitung, dan pertambangan pasir di Makassar, pemanfaatan pulau kecil antara Kementerian
Sulawesi Selatan. Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dan pemerintah provinsi.
Kegiatan pertambangan emas di Pulau
Ujungnya, kegiatan pemanfaatan pulau kecil
Sangihe oleh PT Tambang Mas Sangihe mendapat
untuk kegiatan pertambangan dan pariwisata
perlawanan dan gugatan oleh warga setempat
jika dilakukan dengan serampangan akan
dan organisasi masyarakat penggiat lingkungan.
menimbulkan dampak bagi masyarakat lokal dan
Upaya perlawanan tersebut sampai pada
nelayan sekitar yang telah hidup dan mendiami
tingkat Mahkamah Agung. Melalui putusannya,
wilayah tersebut dengan melakukan aktivitas
Mahkamah Agung, memerintahkan Menteri Energi
perikanan dan ekonomi produktif lainnya.
dan Sumberdaya Mineral untuk mencabut Surat

7
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Menegaskan Subjek Ekonomi


Kelautan Indonesia:
Ekonomi Biru untuk Siapa?
menyebutkan bahwa kedaulatan ekonomi berisikan
“Gaia is not green; she is as blue “kemampuan masyarakat dan bangsa dengan
as can be” (Bumi tidak hijau, dia semangat berdikari, memiliki individualitas[1]3,
kekeluargaan, kegotong-royongan, autoaktivitas,
(perempuan) sungguh sebiru-birunya”
memiliki harga diri, kepercayaan pada diri sendiri
- Gunter Pauli serta jiwa bangsa yang berkepribadian”. Hatta
menolak paham “national income”, cara berpikir
Sejatinya, Ekonomi Biru ala Gunter Pauli secara keseluruhan sebagai “aggregate thinking”
penuh dengan nilai spiritual dan filosofis yang sebab, bisa saja pendapatan nasional bertambah,
mendalam terkait penghormatan lingkungan namun pendapatan rakyat masing-masing ditekan
dan bumi. Semangatnya memperkuat subjek serendah-rendahnya. Secara tegas, Bung Hatta
dan ekonomi lokal utamanya melalui pemanfaat mengatakan bahwa ini tidak sesuai dengan cita-cita
sumber daya alam dengan bijaksana dan memperbesar kemakmuran rakyat yang tertanam
berkelanjutan. Satria 2012) menyebutkan bahwa dalam undang-undang dasar kita[2]4. Banyak
ekonomi biru berbeda dengan ekonomi hijau beranggapan bahwa Gunter Pauli dianggap kurang
yang seringkali menyisakan konflik sosial, sehingga tegas sehingga ekonomi biru sering dibelokan
dikategorikan sebagai bagian apa yang disebut oleh teknokrat sekedar jargon belaka, maka pada
Bookching (1991) sebagai ekologi dangkal (Shallow pengetahuan global yang saat ini berkembang
Ecology). Secara paradigmatik, Pauli mengakui tawaran konseptual ekonomi seperti “degrowth”
Ekonomi Biru terinspirasi dari gerakan eko- atau menurunkan pertumbuhan serta lebih fokus
feminisme Arne Naess tahun (1970) sebagai aliran pada pemerataan (van den Bergh dan Kallis 2012)
ekologi-dalam (deep ecology) yang menekankan bahkan “blue degrowth” (Ertör dan Hadjimichael
tata nilai baru cara berpikir dan bertindak kolektif 2020).
dengan menempatkan alam dalam satu kesatuan
ekosistem dengan manusia. Aliran ini sangat
konstruktivistik dan non-linier sehingga kekhasan
lokasi dan subjek sangat mendasar diperhatikan. 3 Hata menjelaskan Individualitas berbeda dengan
Keberagaman bukan dilihat sebagai musuh individualisme. Individualisme adalah sikap perseoran-
(enemy) tetapi merupakan potensi untuk hidup gan yang mengutamakan diri sendiri dan mendahulukan
berkelanjutan. kepentingan diri sendiri di atas kepentingan kolektif. Kalau
Semangat Ekonomi Biru ini sejatinya selaras perlu mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan
dengan Bung Hatta (1977) dalam menghormati orang lain. Sedangkan Individualitas, menjadikan seorang
subjek lokal melalui Ekonomi Terpimpin atau anggota kooperasi sebagai pembela dan pejuang yang giat
bagi kooperasi-nya. Dengan naik dan maju kooperasinya,
Kerakyatan untuk Kedaulatan Ekonomi. Hanya saja
kedudukannya sendiri akan ikut naik dan maju.
penekanan terhadap keberlanjutan lingkungan
dan bumi telah melengkapi sangat mendasar. Bagi 4 Seminar Penjabaran Pasal 33 UUD 1945 di Gelang-
gang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro, Kuningan – Jakar-
Hata, kedaulatan ekonomi (otonomi) itu dapat
ta pada 6-7 Oktober 1977 terdokumentasikan dalam Buku
secara riil kita miliki jika kita melaksanakan Pasal
“Penjabaran Pasal 33 UUD ’45” yang ditulis Dr. Mohammad
33 UUD 1945 secara konsekuen. Hatta (1977) Hatta dkk.

8
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Selanjutnya, ekonomi biru harus mendorong sumber daya alam untuk kepentingan kelompok
partisipasi organik (sesungguhnya) dari subjek tertentu, yaitu oligarki, melalui diterbitkannya
utamanya yakni nelayan kecil, masyarakat Perpu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Sejak
pesisir dan pulau-pulau kecil (UU No. 7 tahun tahap awal pembentukan RUU hingga menjadi
2016 menyebutkan nelayan, pembudidaya UU dan kemudian Perpu, tampaknya pihak
Ikan, dan petambak garam; bahkan masyarakat pemerintah mengabaikan partisipasi masyarakat
adat dan perempuan nelayan). Lebih dari 90% dan terburu-buru untuk mendorong pertumbuhan
nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang “ekonomi keseluruhan” atau “aggregate economy”.
menangkap ikan di daerah pesisir5. Dengan Hal ini jelas bertentangan dengan semangat yang
memahami hal di atas dapat kita sadari bahwa terdapat dalam ekonomi biru dan juga dengan
gagasan Ekonomi Biru yang benar-benar adil Pasal 33 UUD 1945.
dan berkelanjutan dapat terwujud apabila Melalui Perppu Cipta Kerja terlihat diskriminasi
tersedia ekosistem regulasi dan politik kebijakan terhadap subjek nelayan kecil, masyarakat pesisir
yang mendukung. Namun kita sadari dan kita dan pulau pulau kecil diabaikan, yakni:
pahami bersama, bahwa praktik kebijakan yang
didorong pemerintah saat ini berjalan dalam Pertama, melalui Perppu Cipta Kerja,
ekosistem kebijakan yang hanya mengedepankan terjadi perubahan pasal yang menghapus
pertumbuhan ekonomi semata dengan narasi kriteria nelayan kecil yang sebelumnya diatur
biru “Blue Growth”, rentan terjadi perampasan dalam UU dan menghilangkan prioritas serta
baru dan lebih masif di laut, pesisir dan pulau- perlindungan khusus yang diberikan oleh
pulau kecil atau Blue Grabbing di masa depan. negara terhadap kelompok rentan tersebut.
Akibatnya, nelayan kecil sekarang terikat oleh
Telah mulai terlihat bahwa pemerintah kembali sistem pemantauan kapal sesuai dengan
mendorong praktik resentralisasi dan liberalisasi Pasal 7 ayat (2), serta memiliki kewajiban untuk
memenuhi persyaratan ijin dari pemerintah
pusat dan daerah sesuai dengan Pasal
27 ayat (1) dan (3). Penghilangan kategori
5 https://kkp.go.id/djpt/artikel/23315-berdaya- nelayan kecil dari UU atau Perpu juga akan
kan-perikanan-skala-kecil-kkp-dorong-perekonomian-nasi-
onal-dan-asean.

9
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

mengakibatkan kehilangan akurasi data yang dapat diubah dan dimanfaatkan atas
terkait nelayan kecil, sehingga perlindungan nama kepentingan nasional.
negara terhadap kelompok rentan di
Keempat, dalam Perppu Cipta Kerja,
sektor kelautan, pesisir, dan pulau-pulau
terjadi perubahan pada UU Nomor 45 Tahun
kecil semakin lemah. Praktik ini berpotensi
2009 dan perubahan UU Nomor 31 Tahun
meningkatkan ketimpangan struktural yang
2004 pada ketentuan pasal 27 ayat 2 terkait
dilakukan oleh negara melalui regulasi yang
penangkapan ikan melalui konsesi, sehingga
tidak adil di masa depan.
kapal asing juga diizinkan untuk menangkap
Kedua, Pasal 18 dalam Perpu Cipta ikan di wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
Kerja memodifikasi Undang-Undang Nomor
Meskipun demikian, Data KKP (2022)
27 Tahun 2007 dan Undang-Undang
menyebutkan bahwa terdapat sekitar 2,22 juta
Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur
nelayan kecil yang telah tercatat di seluruh
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Indonesia6. Apabila memperhitungkan kuota untuk
Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal tersebut,
nelayan kecil tersebut, diperkirakan perputaran
disertakan Pasal 17A yang memberikan
ekonomi dapat mencapai sebesar Rp 61,4 triliun/
wewenang sepenuhnya kepada Pemerintah
tahun. Melalui praktik ekonomi pemerataan
Pusat untuk mengubah alokasi ruang
tersebut, nelayan kecil juga berkesempatan
laut dalam rencana tata ruang, untuk
untuk menjadi awak kapal perikanan dalam skala
menyesuaikan dengan “Kebijakan Nasional
industri kerakyatan dan berpotensi meningkatkan
yang bersifat strategis”. Perubahan ini akan
kemakmuran mereka.
mempermudah Penanaman Modal Asing
(PMA) dalam memanfaatkan pulau-pulau Walau konsep ekonomi biru telah diundangkan
kecil dan perairan sekitarnya. sejak tahun 2014 dalam UU Nomor 32 Tahun
2014, tampaknya prioritas terhadap subjek lokal
Ketiga, perubahan yang dilakukan oleh
Perppu Cipta Kerja pada Pasal 51 dalam UU
Nomor 1 Tahun 2014 jo. UU Nomor 27 Tahun
2007 memberikan wewenang sepenuhnya
kepada pemerintah pusat untuk mengubah 6 https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/06/06/
status zona inti dalam kawasan konservasi perikanan-skala-kecil-belum-transparan

10
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil tersebut menggambarkan keadaan di mana jumlah
telah diabaikan dalam perspektif pembangunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan lebih banyak
pemerintah saat ini yang terlihat hanya fokus dibandingkan dengan jumlah ikan yang dikonsumsi,
pada pertumbuhan “agregat”. Berdasarkan data sehingga terjadi surplus. Situasi ini berarti bahwa
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kehidupan para nelayan relatif sejahtera. Faktanya,
pada tahun 2021, proporsi kemiskinan ekstrem di kondisi ini telah terjadi setidaknya sejak 2019, di
Indonesia mencapai 4 persen atau sekitar 10,86 mana NTN juga mencapai skor di atas 100 yaitu
juta jiwa dari total angka kemiskinan nasional sebesar 100,23.
yang masih mencapai 10,14 persen atau sekitar
Pada tahun 2022, nilai skor NTN sebesar
27,54 juta jiwa. Namun, tingkat kemiskinan
106,45 menunjukkan peningkatan kesejahteraan
ekstrem khususnya di wilayah pesisir justru lebih
nelayan dibandingkan dengan kondisi pada 2019.
tinggi dibandingkan dengan wilayah lain dan
Namun, situasi ini bisa dianggap relatif karena ketika
menghadapi masalah yang lebih kompleks. Angka
terjadi fluktuasi harga, keadaan kesejahteraan
kemiskinan di wilayah pesisir mencapai 4,19%,
nelayan rentan mengalami penurunan. Salah satu
yang melebihi rata-rata nasional. Dari total jumlah
contohnya adalah ketika harga BBM naik di awal
penduduk miskin ekstrem sebesar 10,86 juta jiwa,
September 2022, menyebabkan skor NTN turun
sekitar 12,5 persen atau 1,3 juta jiwa berada di
dari 107,21 pada Agustus 2022 menjadi 105,24
wilayah pesisir.
pada September 2022 sebanyak 1,84 poin. Oleh
Penelusuran In–raswari - Litbang Kompas karena itu, meskipun NTN memiliki skor di atas
(2023) pada Gambar 2 di atas memperlihatkan 100, tingkat kesejahteraan nelayan masih belum
sumber informasi Statistik Sumber Daya Laut stabil.
dan Pesisir. Pada tahun 2022, Nilai Tukar Nelayan
(NTN) mendapat skor sebesar 106,45. Hal

Gambar 2. Nilai Tukar Nelayan Perikanan Tangkap dan Gabungan Perikanan


Tangkap dan Budidaya 2019-2022

11
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Kesimpulan

Ekonomi Biru adalah konsep ekonomi seperti nelayan kecil, masyarakat pesisir dan
yang bertujuan untuk membangun sistem pulau-pulau kecil, serta masyarakat adat dan
ekonomi yang berkelanjutan berdasarkan pada perempuan nelayan yang diatur oleh UU Nomor 7
prinsip-prinsip alami dan lokal. Gunter Pauli Tahun 2016. Namun, untuk mewujudkan konsep
mengungkapkan bahwa konsep ini lebih maju ini, dibutuhkan ekosistem regulasi dan kebijakan
daripada ekonomi hijau karena sepenuhnya yang mendukung, yang sejauh ini masih terbatas
berorientasi pada keberlanjutan lingkungan dan pada narasi pertumbuhan biru atau “Blue Growth”
bertujuan untuk mentransformasi sistem ekonomi yang hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi
secara menyeluruh. Konsep ini juga mencakup semata. Kebijakan semacam ini rentan terhadap
nilai spiritual dan filosofis yang dalam mengenai praktik “Blue Grabbing” yang dapat merampas
penghormatan terhadap lingkungan dan bumi, sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
serta memperkuat subjek dan ekonomi lokal Dalam rangka mewujudkan mewujudkan Ekonomi
melalui pengelolaan sumber daya alam secara Biru yang sebenarnya, dibutuhkan laku kebijakan
bijaksana dan berkelanjutan. yang konsekuen dalam melaksanaan Pasal 33
UUD 1945, yang memprioritaskan pemerataan
Selain itu, keberhasilan implementasi Ekonomi dan kemakmuran bagi rakyat bahkan prinsip dasar
Biru yang benar-benar adil dan berkelanjutan ekonomi biru yakni menerapkan ekonomi sirkuler.
tergantung pada partisipasi organik dari subjek

12
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Rekomendasi

Berdasarkan pendalaman secara substansial 10,8 juta jiwa merupakan masyarakat miskin
mengenai ekonomi biru dan realita konteks di wilayah pesisir7. Realita ketimpangan ini
masalah kebijakan yang perlu dijawab di Indonesia harus menjadi perhatian penting pemerintah
pada pembahasan sebelumnya. Transparency mengingat komitmen pemerintah untuk
International Indonesia memandang bahwa mengentaskan kemiskinan.
dorongan praktik kebijakan ekonomi biru
apabila tetap dijalankan oleh pemerintah, maka
perlu berjalan pada koridor pemanfaatan dan 2. Mengimplementasikan Konsep
penatakelolaan sumber daya kelautan, pesisir, Ekonomi Biru yang Transparan dan
dan pulau-pulau kecil yang “transparan, adil, dan Adil melalui Kemudahan Akses Data
berkelanjutan”. Dalam mencapai cita-cita tersebut, yang Mutakhir dan Terintegrasi
TI Indonesia merekomendasikan seperangkat dengan Sistem Informasi
langkah kebijakan yang dapat dijalankan, melalui: Definisi ekonomi biru mungkin saja dapat
diterjemahkan oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan dengan adil dan berkelanjutan
1. Mengutamakan Subjek Utama Pelaku
apabila dibersamai dengan kemudahan dalam
Ekonomi Biru adalah Nelayan Kecil,
akses data yang mutakhir dan terintegrasi.
Masyarakat Lokal, dan Masyarakat
Kemudahan akses data yang dapat diperoleh
Adat di Wilayah Pesisir dan Pulau-
masyarakat akan sangat memudahkan
pulau Kecil
kolaborasi multipihak dalam implementasi
Pada dasarnya, prinsip ekonomi biru ekonomi biru. Saat ini, sumber data yang ada
berbasis pemanfaatan sumber daya yang terkesan tidak bermuara pada satu pintu dan
mengakar pada lokalitas. Oleh karena itu, terintegrasi antar Kementerian/Lembaga serta
sudah sepatutnya subjek utama pelaku pemangku kepentingan. Contohnya, data
ekonomi biru mengacu pada aktor-aktor jumlah nelayan di Indonesia masih beragam
lokal seperti nelayan kecil dan tradisional, baik dari segi kualitas data maupun kuantitas
masyarakat lokal, dan masyarakat adat di detil data. Selain itu, penting untuk memastikan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Subjek bahwa pemutakhiran dan integrasi data dari
utama pelaku ekonomi biru yang dekat dengan pemerintah hingga daerah juga berjalan
potensi sumber ekonomi justru menjadi dengan efektif dan tepat. Apabila hal ini tidak
pihak-pihak yang terabaikan; hal ini diperkuat menjadi perhatian serius pemerintah dalam
dengan data tingkat kemiskinan ekstrem
di wilayah pesisir yang bertolak belakang
dengan cita-cita ekonomi biru itu sendiri.
Menurut data BPS (2021), kemiskinan ekstrem 7 Indraswari, Debora L. 2023. “Ironi Kemiskinan
masyarakat di wilayah pesisir mencapai 4,19% Wilayah Pesisir yang Kaya Potensi Ekonomi Kelautan”. Kom-
pada tahun 2021, lebih tinggi dibandingkan pas.id (26 Januari 2023). Diakses melalui https://www.kom-
rerata angka kemiskinan ekstrem nasional pas.id/baca/riset/2023/01/25/ironi-kemiskinan-wilayah-pesi-
yang menunjukkan angka 4%. 1,3 juta jiwa dari sir-yang-kaya-potensi-ekonomi-kelautan

13
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

sebuah kerangka prinsip kemudahan dalam dalam prosesnya. Tentu dalam implementasi
hal aksesibilitas dan transparansi, tentu akan pengawasan, evaluasi yang bersifat end-to-
memiliki implikasi fatal; misalnya, seperti end, serta penegakan hukum secara tegas
bantuan atau subsidi yang tidak tersalurkan terhadap kebijakan ekonomi biru perlu
atau tidak tepat sasaran pada kesejahteraan menjadi perhatian khusus – tidak bisa hanya
masyarakat, terutama nelayan tradisional mengandalkan perangkat pemerintah,
yang bergantung pada bantuan pemerintah. tetapi juga perlu pelibatan masyarakat sipil
Pertumbuhan ekonomi yang menjadi outcome mengingat kebijakan ini bisa saja menjadi alat
dari ekonomi biru jangan sampai bersifat untuk memuluskan jalan regulatory capture.
eksklusif dan tidak memihak pada pemerataan
yang adil bagi masyarakat.
4. Mendorong Tata Kelola Pemanfaatan
Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau
3. Mekanisme Pengawasan End-to-End Kecil yang Berkelanjutan dan
yang Partisipatif dan Penegakan mengakomodir Kearifan Lokal
Hukum dalam Kebijakan Ekonomi Biru
Keberlanjutan dalam setiap aspek
Fungsi pengawasan dan evaluasi akan ekonomi biru menjadi hal penting yang tidak
selalu menjadi esensial dalam implementasi bisa ditinggalkan, termasuk dalam tata kelola
kebijakan ekonomi biru yang terus digaungkan pemanfaatan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil
oleh pemerintah. Namun, perlu dipastikan yang mengakomodir kearifan lokal. Berangkat
proses penegakan hukum yang tegas dan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,
pengawasan berlangsung secara end-to- pemerintah perlu memastikan pembangunan
end yang melibatkan pihak dan lembaga ekonomi didasarkan pada asas pemerataan––
berwenang. Pengawasan ketat ini berawal dari bukan semata kepentingan investasi dan
pengawasan ketat terhadap pintu perizinan prinsip pertumbuhan ekonomi yang eksploitatif
yang diberikan pada pelaku usaha dan investor lalu berujung pada perampasan ruang dan
dalam negeri maupun asing, ketertelusuran hak kearifan lokal––untuk mewujudkan
skema pajak yang adil bagi nelayan tradisional pemerataan pembangunan dan kemakmuran
dan pelaku usaha skala besar, hingga rakyat. Oleh karena itu, implementasi ekonomi
proses evaluasi dan uji tuntas terhadap biru yang transparan melalui berbagai arah
keberlanjutan tata kelola kelautan dan kebijakan pembangunan perlu berpihak
perikanan. Rencana digitalisasi dan penguatan pada keberlanjutan ekosistem serta sumber
berbagai infrastruktur dan instrumen daya kelautan dan perikanan tangkap
pendukung kebijakan ini yang ditawarkan oleh maupun budidaya yang ada dengan prioritas
pemerintah8 untuk memperkuat pengawasan kesejahteraan dan kearifan lokal. Komitmen
dari tindak pidana korupsi dan penggelapan ini disampaikan beberapa waktu lalu, Ditjen
justru harus mendapatkan perhatian ekstra Pengelolaan Ruang Laut (2023) menargetkan
agar tidak membuka celah korupsi yang lain penambahan kawasan konservasi laut sebesar
200 ribu hektar dan pengelolaan 15,8 juta
hektar pada tahun 2023. Rencana dan target
perlu dikawal keberpihakannya agar tidak
Digitalisasi alat dan instrumen pendukung seperti menjadi komitmen semu Menteri Kelautan
rencana digitalisasi timbangan di tempat pendaratan ikan dan Perikanan terkait perlunya dorongan dan
yang terhubung dengan cloud pemerintah untuk mencegah keberlanjutan ekologi untuk pemanfaatan
berbagai modus penggelapan atau korupsi; disampaikan laut.
oleh pihak KKP dalam Webinar Persoalan Kelautan dan
Perikanan: Korupsi, Pajak, dan Perdagangan (Transparency
International Indonesia), Jakarta, 17 Mei 2022.

14
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

15
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Sumber Regulasi & Dokumen Clark TP. 2022. Racial capitalism and the sea:
Development and change in Black maritime
labour, and what it means for fisheries
Negara and a blue economy. Fish and Fisheries.
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 dan Jo. 23(3):648–662.doi:10.1111/faf.12639.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Ertör I, Hadjimichael M. 2020. Editorial: Blue
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- degrowth and the politics of the sea:
pulau Kecil rethinking the blue economy. Sustain
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan Jo. Sci. 15(1):1–10.doi:10.1007/s11625-019-
UU No. 45 Tahun 2009 tentang tentang 00772-y.
Perikanan European Commission. 2022. The EU Blue
Undang-Undang No. 32 tahun 2014 tentang Economy Report 2022. Luxembourg.
Kelautan [diunduh 2023 Mar 20]. Tersedia pada:
Undang-Undang No. 7 tahun 2016 tentang https://oceans-and-fisheries.ec.europa.eu/
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, system/files/2022-05/2022-blue-economy-
Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam report_en.pdf
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2023 tentang Firdaus Agung. 2022. Target Konservasi Global
Penangkapan Ikan Terukur (Marine and Coastal Biodiversity).
Perpu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Hatta M. 1977. Penjabaran Pasal 33 UUD ’45. Ed
RPJMN 2020-2024 ke-1. Jakarta: Mutiara.
RPJPN 2005-2025 Indraswari DL. 2023 Jan 26. Ironi Kemiskinan
Wilayah Pesisir yang Kaya Potensi Ekonomi
Kelautan. Litbang Kompas.
KKP RI. 2022. Refleksi 2022 dan Outlook 2023
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Repulik Indonesia.
Manik JDN, Wirazilmustaan W. 2021. “Ocean
Sumber Pustaka Grabbing!”: Deprivation of Fishermen’s
Barbesgaard M. 2018. Blue growth: savior or Rights or Management Rights of Coastal
ocean grabbing? J Peasant Stud. 45(1):130– and Marine Resources. Society. 9(1):289–
149.doi:10.1080/03066150.2017.1377186. 301.doi:10.33019/society.v9i1.216.
Bavinck M, Berkes F, Charles A, Dias ACE, Midlen A. 2021. What is the Blue Economy? A
Doubleday N, Nayak P, Sowman M. spatialised governmentality perspective.
2017. The impact of coastal grabbing Maritime Studies. 20(4):423–448.
on community conservation – a global doi:10.1007/s40152-021-00240-3.
reconnaissance. Maritime Studies. 16(1):8. Pauli GA. 2010. The blue economy: 10 years, 100
doi:10.1186/s40152-017-0062-8. innovations, 100 million jobs. , . Taos, NM:
Bennett NJ, Govan H, Satterfield T. 2015. Paradigm Publications.
Ocean grabbing. Mar Policy. 57:61–68. Perissi I, Bardi U. 2021. The Empty Sea. Cham:
doi:10.1016/j.marpol.2015.03.026. Springer International Publishing.
van den Bergh JCJM, Kallis G. 2012. Growth, Satria A. 2012. Ekonomi Biru. Kompas.
A-Growth or Degrowth to Stay within [diunduh 2023 Mar 20]. Tersedia
Planetary Boundaries? J Econ Issues. pada: https://nasional.kompas.com/
46(4):909–920.doi:10.2753/JEI0021- read/2012/12/15/02233343/Ekonomi.
3624460404. Biru?page=all

16
RAMBU-RAMBU KEBIJAKAN
EKONOMI BIRU DI INDONESIA

Schutter MS, Hicks CC, Phelps J, Waterton C.


2021. The blue economy as a boundary
object for hegemony across scales.
Mar Policy. 132:104673.doi:10.1016/j.
marpol.2021.104673.
Spaniol MJ, Rowland NJ. 2022. Anticipated
innovations for the blue economy:
Crowdsourced predictions for the North
Sea Region. Mar Policy. 137:104874.
doi:10.1016/j.marpol.2021.104874.
Stäbler M, Letschert J, Fujitani M, Partelow S.
2022. Fish grabbing: Weak governance and
productive waters are targets for distant
water fishing. PLoS One. 17(12):e0278481.
doi:10.1371/journal.pone.0278481.
WALHI. 2022. Tinjauan Lingkungan Hidup 2022:
Membangkang Konstitusi Mewariskan Krisis
Antar Generasi. Jakarta. [diunduh 2023 Feb
9]. Tersedia pada: https://www.walhi.or.id/
membangkang-konstitusi-mewariskan-
krisis-antargenerasi-tlh-2022

17

Anda mungkin juga menyukai