Anda di halaman 1dari 11

C

BEBT.RAPA HAt
YANG MEMBATALKAN PUASA

Perkarar 1'ang n.rentbirtirlkan puasa terbagi nrenjacli tlua, vaitu: I -


Perkarir vatrg t'ttentlratalkan puasa clirn u'irjib n'rerrgrladhal z- Pcrliara y,ar.rg
rrerrbatalkan puiisa clan rvajib qadha'serta ntcnrbayar kilortt.
Di antara perkara y'ang r.r.rerrrbatalkan puasir clar rvajib cladha'adalah
sebagai beriktrt:

I . Makan dan nrinunt dengan sengaja.

lika seseorang nrirkan clan minum karena lupa, salah, ilti.ru terpaksa,
rr.raka cliir ticlak clilr,qibkan cladha' clan mcrnbavar kilitrot f)ari Abrr
Hr-rrairah berhn'ir RasuIullah bersabcla,

, ,",,
..-r; . : ".
.,isl, .lu- *; t!t-
i+a"-tr"-2 i;Jo
' -.' -"
iu.*r,J1 ;iri Llc
"Bnrntrgsittlttl trotrg It.t1ttt, strrrcrrtttrt dirt scdnrry lutsit, litltt trrtknr uttttt
nthturrt, lrtrrthkrrtlLr din rrrurt,rttsknr ltunsnnrya. Sr'-srlr,{grr lrntln dit tliltt'ri
trrtrkmr tlarr rttitttttrr olch AllLrlr."r HR Bukhari, Muslim, Tirrnidzi, Ibnu
Majah, Nasai, Ahmad, dan Abu Daud.'lirrnidzi trerkirta, Haclits ini

HR Bukhari, l(itab 'h.sft Sliarlra,"bab 'itsh Sha'im idzo Akala au,sforibu rvr-sryari," jilicl III,
lral. 4o. Muslim, kitab 'hsft-.Slr j1dn," bab "Akltr an-Nttsi tvu S|t11y[y11.111 tt,o linn'uitu ltt Yulthir,;'
Ir7r I jilid Il. hirl. xo9. l irnri<]zi kit:rlr 'ii.sh .\/il1'riirr, balr ".\l,i Ji,t Ii ,ts,h st,,i'i,,,i\iii'ii'i"
Yasyarahu,Va.si),rrt,"l (Z:rl.lirnritlzi berkata,"H,r.litshir.ansirlrilr"iilitl lll.[.rl.9r.Ahnra{
dalanr,r/ MusnnJ,iilid ll, lr:rl..rs;. Ibnu Majah, kirirlr'irs/r .\ltiyrttn." brb'A/ri l,iit fi ntitt
Aflnra..Nns.il'arr.- lrtrTrljilitl I, lrrl- ;f s. Abu l)aud rlengirrr l,rirl rarrq,er.uI'ir i<itrb lr../i
Shuwm," bab "!,kjrr Akrlt .\,lnsiyrttt.'l:rqSljilid ll. hal.7i9 -.r,,. stnililt Il,nu Khuz,titrt,tlt
kitxb hsft-SAdrvrn."balr "Dzikr nl-Btt1'ttn Artttrt,rl-Akild rrii fl.s1, Svttril,tt Air.sllr.irr li 5hitimitri
Ghayr Mu.fthirin lti ol Akli wo asy-iyurlti," I r s8s] iilid Tll, hirl. i3,S.

- 271 -
dijadikan hujjah oleh mayoritas ulama, termasuk juga pendapat Sufyan ats-
Tsauri, Syaf i, Ahmad, dan Ishaq. Daraquthni, Baihaki, dan Hakim yang
menyatakan bahwa hadits ini sahih menurut syarat Muslim.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
,::; ".
irr;< lt ,^"v ;thi \o ,t*u at;-, ,F\ :r
" Barangsiapa berbuka pada bulan Ramodlnn disebabkan lupa, maka dia tidak
diwajihkan mengqadha' dan tidak pula membayar kforat." Menurut al-Hafizh
ibnu Hajar, sanadnya sahih.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah bersabda,
, ),. i'." ': .
.:. 1,"o,-(-"\ ".
": j:^rj;ur
.;G \...JL.5r0.'ltil ,t\ il
" sesultggulmy'a Altatt memaklumi dari umstku disebabkan keliru, lupa, dnn
bils mereka dipaksa."l HR Ibnu Majah, Thabrani, dan Hakim.

2. Muntah dengan sengaia.

lika seseorang terpaksa muntah, dia tidakwajib mengqadha' atau membayar


kifurat.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

,'"').,'-'",
."-.i: il-\-!c -9li:" t ",:: *",' Jr* ,":i,''-:
."i'.c;rilt cct> ".
j tct--al Ua
-4 "t
"Barnngsiapa muntslr tiaot aisengnja ntaka tidak rtiwajibknn mengqadlta',
HR Ahmad,
tetapi yang sengaja muntah diharuskan mengqadha' punsanya."
Abu Daud, Tirmidzi,Ibnu Majah,Ibnu Hibban, Daraquthni, dan Hakim
yang menyatakan kesahihannya.

Khaththabi berkata, "sejauh yang kami ketahui, tidak ada perselisihan


pendapat di antara para ulama, bahwa orangyang muntah dengan tidak disengaja
tidak diwajibkan mengqadhai Begitu pula, tidak ada perselisihan pendapat
bahwa orang yang sengaja muntah diwajibkan mengqadha' puasanya,"

HR lbnu Majah, kitab "ath-Thalaq," bab "Thalaq al-Mukrah wa an-Nas|" [zoa5] jilid I, hal.
659. Dalam iz-Zawa'id dinyatakari bahwa haditd ini sahih. meskipun ada yang mengatakan
muqathi'. Pada dasarnya, ia adalah hadits munqathi'disebabkan adanya tambahan Ubaidillah
bin irlumair pada riwayat yang kedua. Namun kekurangan ini boleh jadi disebabkan olehadanya
Walid bin Musiim,. Sibab, dia dikenali sebagai perawi mudallis (menyamarkan sanad\.
Al-lstiqa'adalah sengaja muntah atau mengeluarkannya dengan cara mencium sesuatu
yang niembuat dirinia'muntah atau me-asikkutt tangan ke d'alam mulutnya.

272 - Fikih Sunnah II


3. Haid dan nifas.
Berdasarkan pada ijma' ulama, bahwa haid dan nifas walaupun hanya
sedikit pada sebelum matahari terbenam bisa rnembatalkan puasa.

4. Mengeluarkan sperma.
Mengeluarkan sperma baik karena suami mencium atau merneluk istrinya
atau dengan cara onani, membatalkan puasa dan wajib mengqadhal Tapi jika
disebabkan pandangan semata atau mengkhayal, maka hal ini sama seperti
bermimpi keluar air sperma di siang hari ketika sedang puasa. Dengan demikian,
keluarnya sperma tidak membatalkan puasa dan tidak diwajibkan melakukan
suatu apa pun pada dirinya. Keluarnya madzi, baik sedikit ataupun banyak,
juga tidak membatalkan puasa.

5. Memasukkan sesuatu ke dalam tenggorokan.

Memasukkan sesuatu selain makanan ke dalam perut melalui jalan yang


biasa untukmengonsumsi makanan, seperti memakan garam, menurut ulama,
perbuatan seperti ini membatalkan puasa.

6. Berniat berbuka.

Berniat berbuka padahal sedang dalam keadaan puasa, dapat membatalkan


puasanya, meskipun tidak mengonsumsi apapun yang dapat membatalkan
puasa. Sebab, niat adalah salah satu rukun puasa, Dengan adanya niat untuk
membatalkan puasa, berarti puasanya menjadi batal.

7. Bersetubuh, makan atau minum dengan anggapan bahwa matahari belum


terbenam dan fajar belum terbit.

fika seseorang makan, minum atau bersetubuh karena meyakini bahwa


matahari telah terbenam atau fajar belum terbit, namun ternyata bahwa
prasangka itu salah, maka menurut mayoritas ulama, termasuk empat imam
rnazhab, orang tersebut diwajibkan mengqadha' puasanya.

Sebaliknya, Ishaq, Abu Daud, Ibnu Hazm, Atha','Urwah, Hasan al-Bashri,


dan Mujahid berpendapat, puasanya tetap sah dan tidak perlu mengqadha'nya.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah swt.,

t;6 rli'oa|ttJli J',L6 (,lt; .


+:irtX W f+'pg 6
@q
"Dan tidnk qda dosa atasmu terhndap apn ynng kamu khilaf padnnya, tetapi
(yang adn dosnnya) apn ynng disengaja olehhatimu." (Al-AhzAb [33]: 5)

Puasa-273
Juga sabda Rasulullah saw. yang telah disebutkan sebelum ini, "Sesungguhnya
Allah memaklumi dari umatku kekeliruan..."'
Abdurrazzaq berkata, Mamar menyampaikan kepada kami dari Amasy
dariZaidbin Wahb, dia berkata, pada masa Umar bin Khaththab, orang-orang
berbuka puasa. Aku melihat teko-teko besar'dikeluarkan dari rumah Hafshah
dan mereka minum bersama. Kemudian matahari masih terlihat dari balik awan
dan keadaan ini membuat banyak orang merasa bersalah. Mereka berkata, kita
harus mengqadha'puasa hari ini. umar berkata, "Demi Allah, sekali-kali bukan
keinginan kita untuk berbuat dosa."'
Imam Bukhari meriwayatkan dari Asma'binti Abu Bakar ra.' dia berkata,
di masa Rasulullah saw., kami pernah berbuka pada suatu hari di bulan
Ramadhan dalam keadaan berawan. Tidak lama kemudian ternyata matahari
masih terlihat.a
Ibnu Taimiryah berkata, "Hadits ini memberi petunjuk terkait dua hal,
yaitu:
Pertama, ketika hari berawan, tidak dianjurkan menangguhkan waktu
berbuka hingga benar-benar yakin terbenamnya matahari. Sebab, para sahabat
tidak berbuat demikian dan tidak juga diperintahkan oleh Rasulullah untuk
melakukan hal yang sedemikian, padahal mereka dan juga Rasulullah adalah
orang-orang yang paling tahu dan lebih taat kepada Allah dan rasul-Nya,
daripada generasi setelahnya.
Kedua, hadits ini menyatakan tidak diwajibkan mengqadhd apabila ber-
buka di kala hari berawan dan ternyata matahari belum terbenam. Sebab,
seandainya mengqadha' disuruh oleh Rasulullah, tentulah perkara ini tersebar
luas sebagaimana terkait mereka berbuka ketika hari berawan. Oleh karena tidak
adanya hadits yang menjelaskan tentang hal itu, maka ini menunjukkan bahwa
Rasulullah tidak pernah memerintahkan untuk berbuat demikianl'
Adapun perkara yang membatalkan puasa dan wajib mengqadha' sekaligus
membayar kifurat, menurut mayoritas ulama, adalah karena bersetubuh (di
siang hari) dan tidak terkait sebab yang lainnya.

', Lihat takhrii sebelumnya pada hadits yang sama.


AI-'Isas adaiah cawan besir. Ada yang'me"ngatakan satu cawannya memuat delapan- Iiter..
: Mushannaf Abdurrazzaq kitab "ash-5hiydfi," bab "aI-If har f Yawm Mughayyam," lt lgs)
iilid IV hal. r7e.
o HR B,rkhari, kitab "ash-Shawm," bab "ldza Afthara f Ramadhan, Tsumma Thalaht'alayhi
asy-Syams," iilid III, hal. 47. Ibnu Majah, kitib 'dsi-Shiyam," 6ab "Mk lah fi malt Afiharq
Nhsiian," f r 6z+l iilid f , hal. 535. Abu Daud, kit ab "ash-Shawm,"bab "al-Fithru Qabla Ghurub
oty-1syo i," izfiql lilid ll,-iil. zes. Mundziri menisbahkan hadits ini kepada Tirmidzi.
A6rr;d dalim ai-lvtusnad, iilid VI, hal. 346. Al-Muwaththa'kitab "ash-Shiyhm," bab "Mh
I&:a fi Qadha' Ramadhan wi al'Kifarat," [aa] jilid I, hal. 3o3.

274 - Fikih Sunnah II


Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki menemui Rasulullah, lantas
berkata, celakalah aku, wahai Rasulullah. Mendengar itu, beliau bertanya,
'Apa yangmembuat dirimu celako?" Akumenyetubuhi istriku pada (siang hari)
bulan Ramadhan, jawabnya. Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau mempunyai
harta untuk memerdekakan budak?"Tidak, jawabnya. Beliau bertanya, 'Apakah
engkau siap berpuasa selama duabulon berturut-turut?"\'idak, jawabnya. Beliau
bertanya, 'Apakah engkau mentpunyai makanan yangbistr diberikan kepada enom
puluh orang miskin?" Tidak, jawabnya lagi. Laki-laki itu pun duduk. Tidak lama
kemudian Rasulullah memberi satu keranjang besar berisi korma. Lalu beliau
bersabda, "Sedekahkanlalr ini." Diabertanya, apakah aku mesti memberikannya
kepada orang yang paling miskin dari kami? Sebenarnva di antara kawasan-
kawasan di daerahku (daerah pinggiran kota dan yang penduduknya miskin)
tidak ada satu keluarga pun yang lebih membutuhkannya daripada kan-ri.
Rasulullah pun tertarva hingga kelihatan gigi-gigi graham beliau,lalu bersabda,
"Pergilah don berikan kurma ini kepada keluargamu.'r ' HR Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Ahmad,Ibnu Majah, Nasai, dan Abu Daud.
Mayoritas ulama berpendapat, baik perenrpuan ataupun laki-laki, tnereka
berkervajiban membayar kifarat, jika persetubuhan yang dilakukanrrya didasari
dengan keinginan sendiri bukan karena dipaksa, dan dilakukan di siang hari
bulan Ramadhan,3 sementara mereka sudah berniat untuk berpuasa.
fika persetr,rbuhan yang mereka (suami-istri) lakukan karena lupa, atau
karena dipaksa untuk berbuat demikian, atau mereka tidak berniat puasa, maka
tidak diwajibkan mernbayar kfarat. Seandainya pihak istri dipaksa oleh suami
untuk berhubungan badan, atau jika istri berbuka karena sesuatu halangan,
maka kifuraf diwajibkan hanya kepada suami dan istri tidak berkewajiban
membayar kifurat.

Hadits ini dijadikan sebagai dalil bahwa kifarat tidakwajb disebabkan kemiskinan. Inilah
salah satu pendapat Svali"i dan vang termisyhur pada mazhab Ahmad,. Nanrun mazhab
Malik-dan mayoritas ulama rnenegaskan bahwa ftfaraf tidak boleh digugurkan disebabkan
kemiskinan.
HR Bukhari, kitab "a..h-Sftarr'm."ba,b"lcl:a lanuthf Ramadlnn." lilid lll. hal. 4r -42. Muslim,
kitab "ash-Shiyam," bab "Taghlidz Tahrim al-lima'f Nahari Ramiaihan 'ala ash-Shh'im." l8rl
jilid II, hal. T8r.Tirmidzi kitab'hsh-Shawrn,"bab "Mh Inh fi Kaffnralt al-Fithri fi Ramadhanl'
lTzl jllid III, hal. 93. Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan sihihl' Abu Daud, kitab 'hsh-
Shav'm,"bab "Kffirah Mon Ata AlilahuJi Ramndhan " Iz:so j jilid II, hal. 783. Ibnu Majah,
kitab 'hslr-Shau,m,"bab "Kafiarah Man AJthara Yawman min Rarnadhan," Ir67r]jilid I, hal.
534. Mundziri menisbahkan hadits ini kepada Nasai,.
fika puasa tersebut adalah puasa qadha' atau puasa nazar, ken-rudian rnembatalkan puasanya
dengan hubungan badan, maka tidak ada bayaran kifaratkepada orang tersebut.

Puasa-275
;

l
Menurut rnazhab Syafi'i, membayar kifarat tidak diwajibkan kepada istri,
baik persetubuhan dilakukan dalam keadaan sukarela maupun dalam keadaan
terpaksa. Istri hanya diwajibkan mengqadha' puasa.
Imam Nawawi berkata, "Pendapat yang lebih kuat secara keseluruhan adalah
membayar kifarat hanya diwajibkan bagi suami, sedangkan istri tidak perlu
mengeluarkan apa pun, bahkan tidak diwajibkan sama sekali untuk membayar
kifarat. Sebab, kifarat merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta secara
khusus disebabkan hubungan badan. Oleh karena itu,kifurat dibebankan kepada
pihak laki-laki, bukan kepada pihak perempuan seperti mahar."
Abu Daud berkata, 'Ahmad pernah ditanya' mengenai seorang suami
yang menyetubuhi istrinya di bulan Ramadhan, apakah istri juga diwajibkan
menrbayar kifurat? Dia menjawab, tidak pernah kami mendengar bahwa istri
diwajibkan membayar kiJaraf'
Dalam kitab, al-Mughni, Ibnu Qudamah berkata, 'Alasannya adalah
karena Rasulullah memerintahkan kepada suami yang menyetubuhi istrinya
di bulan Ramadhan supaya memerdekakan seorang budak dan beliau tidak
memerintahkan berbuat sesuatu apa pun kepada pihak istri, padahal beliau
mengetahuibahwa perbuatan itu tidak akan mungkin terjadi tanpa melibatkan
wanita, yang dalam hal ini adalah istril"
KiJarat, menurut mayoritas ulama harus dilaksanakan mengikuti urutan
yang tertera dalam hadits tersebut. Pertama-tama, hendaknya dimulai dengan
memerdekakan budak. Jika tidak mampu, maka puasa selama dua bulan
berturut-turut.3 Dan jika masih tidak sanggup, baru memberi makan kepada
enam puluh orang rniskin dari bahan makanan yang biasa diberikan kepada
keluarganyau dan tidak dibolehkan membayar kifarat dengan jenis yang lain
atau membayar kifarat sesukanya, kecuali jika dia tidak mampu.
Menurut mazhab imam Malik dan satu riwayat dari Ahmad, seseorang yang

Ini adalah menurut sahh satu riwayat dari Ahmad,.


HR Muslim,, kitab 'i?sh-S/rlyara," brb "Taghlidz Tahrim al-lima' fi Nahar Ramadhan 'ala
ash-Shd'im," f8:-8+l tilid Il,-hal. z8z. Abu Daud secara makna kitab "ath-Thalaq,"bab "Ji
ad-Dzihar," fzzzr-zzzzl jilid II, hal. oe o. Al-Mughni wa asy-Syarah al-Kabir oleh Ibnu
Qudamah, jilid III, hat. s8, Muwafthquddin al-lvlaqilisi dan Syamsuddin al-Maqdisi, cetakan
Dar al-kitab al-Arabi, Beirut, Lebanon, r4o3 H - rgSl M.
Dengan syarat dua bulan itu tidak berada pada bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri, Idul
Adha, dan hari-hari tusvrik.
Menurut Ahmad,, setiap orang miskin berhak memperoleh bagian sebanyak satu mud
gandum, atau setengah ir,r' korma, beras dan lain-lain. Menurui Abu Hanifah' jika yang
hendak dibagikan itu adalah gandum seharusnya sebanyak setengah sha'dan jika bahan
makanan ya,ig lain seharusnyn"5nlu sha '. Menurrlt Syaf i dan Maliklseseorang yang hendak
membayar kifa,'dt mesti memberikan satu sha'dari jenis makanan apa saja. Ini merupakan
pendapitAbuHurairah,AthadanAuza'i.Inilahpendapatyanglebihkuat.Sebab,satu 1r4
yang diberikan oleh Rasulullah kepada orang Arab Badui sama dengan lima belas.sfra ''

276 - FikihSunnahII
hendak membayar kifurat dibolehkan memilih jenis kfaratyane diinginkannya
di antara ketiga jenis yang telah disebutkan. fika salah satu dari ketiga jenis
kifurat sudah dilakukan, berarti dia telah menunaikan kewajibannya.
Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh imam Malik dan
Ibnu ]uraij dari Humaid bin Abdurrahman dari Abu Hurairah, bahwa seorang
laki-laki berbuka (tidak berpuasa, red) di bulan Ramadhan, Rasulullah saw.
kemudian menyuruhnya agar membayar kifarat dengan memerdekakan seorang
budak, atau puasa selama dua bulan secara berturut-turut, atau memberi makan
kepada enam puluh orang miskin.' HR Muslim. Kata 'atau' dalan-r redaksi hadits
ini berarti bentuk pilihan. Di samping itu, kifarat diwajibkan karena adanya
pelanggaran. Oleh karena itu, orang tersebut dibolehkan n-rernilih mana di antara
ketiga pilihan tersebut, sama halnya seperti kifarat sumpah.
Syaukani berkata, "Dalam beberapa riwayat hadits ini, ada yang dinyatakan
secara berurutan dan ada juga yang dengan redaksi berkonotasi memilih. Ulama
yang berpendapat bahwa membayar kifurat harus dilakukan secara berurutan
Iebih banyak dan ada keutamaan tersendiri."
Sedangkan Muhlab dan Qurthubi menyimpulkan sekaligus menafsirkan
berbagai riwayat itu terkait kejadian yang terjadi secara berulang-ulang. Tetapi al-
Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Keadaan demikian tidak mungkin, karena peristiwa
terjadi hanya sekali, dengan pertimbangan setiap kejadian pada dasarnya tidak
terjadi secara berulang. Sebagian ulama menafsirkan urutan tersebut menunjukkan
adanya keutamaan, sedangkan pilihan untuk sesuatu yang dibolehkan sebagai
bentuk alternatif. Tapi, ada juga yang menafsirkan sebaliknya."
seseorang bersetubuh dengan sengaja pada siang hari di bulan
|ika
Ramadhan dan sebelum membayar kifarat, dia melakukannya lagi pada hari
berikutnya, menurut mazhab Hanafi dan satu riwayat dari Ahmad, dia hanya
diwajibkan membayar safi kifurat Karena kifurat merupakan hukuman,
sedangkan perbuatan yang mengharuskannya membayar kforat dilakukan
secara berulang sebelum membayar kifarat. Dengan demikian, semua kesalahan
tersebut mesti digabung menjadi satu.
Sedangkan menurut imam Malik, Syafi'i dan satu riwayat dari Ahrnad,
diwajibkan membayar dua kali kifurat, karena setiap hari mempunyai nilai
ibadah yang berdiri sendiri. Jadi, pembatalan puasa pada hari tersebut yang
kemudian dituntut membayar satu kifarat, harus segera dipenuhi dan tidak
boleh digabungkan dengan hari berikutnya apabila kesalahan dilakukan untuk

' HR Muslim,, kitab "dsft-Shiydm," bab "Taghlidz Tahrim al-lima' fi Nahar Ramadhan 'ala
ash-Shh'im wa Wujub al-Kafarah al-Kubrafihi wa Bayaniha," [8i] jilid II, hal. 782-783.

I Puasa.-277

t
kedua kalinya. Sebab, masing-masing berada dalam kondisi yang berbeda, sama
halnya dengan mengqadha'puasa Ramadhan sebanyak dua hari.
Sementara itu, mereka sepakatbahwa seseorangyang melakukan persetubuhan
di siang hari bulan Ramadhan dengan sengaja lalu membayar kifurat, tapi pada
hari yang lain dia melakukan lagi, maka orang dia diwajibkan membayar kiJarat
untuk yang kedua kalinya. Mereka sepakat bahwa seseorang yang melakukan
persetubuhan badan dua kali dalam satu hari, sedangkan pelanggaran pertama
belum dibayar kfaratnya, maka di hanya diwajibkan membayar safikifurat.
Seandainya kifarat dari pelanggaran pertama telah dibayar, menurut
mayoritas ulama, dia tidak diwajibkan membayar kifurat lagi atas pelanggaran
yang dilakukannya untuk kali kedua. Tetapi menurut Ahmad, dia masih
berkewajiban membayar kifarat atas pelanggaran yang dilakukan untuk kedua
kalinya.

Ad Mengqadha' Puasa Ramadhan @S


Mengqadha' puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan dengan segera. Mengqadhd
puasa Ramadhan memang diwajibkan, ia juga memiliki kelapangan waktu sesuai
dengan kondisi seseorang. Demikian halnya dengan membayar kifarat.

Dalam sebuah hadits sahih yang bersumber dari Aisyah, bahwasanya


dia pernah mengqadha puasa Ramadhan yang pernah ditinggalkannya. Dia
mengqadhanya di bulan Syaban dan tidak mengqadha'nya dengan segera,
padahal dia bisa melakukannya.'
Mengqadha' sama halnya dengan mengerjakan ibadah secara langsung
sesuai dengan waktunya. Dengan kata lain, orang yang meninggalkan puasa
beberapa hari, hendaknya menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan itu,
tanpa ada tambahan yang lain. Yang menjadi perbedaan antara qadha dengan
pelaksanaan langsung adalah bahwa qadha' tidak perlu dilakukan dengan segera.
Hal ini berdasarkan firman Allah swt.,

"^fit f,W<).)i'&r' A 16 ;iU f iF 5 A ; & Og ;S


@l,fstuy;U:::;V;i''7;Y;t:i'6*#"64itA
' HR Muslim,, kitab 'i?sh-Shiyhm," bab "Qadha' Ramadhan Ji Sya'bdn," Ir5r-r5z] jilid II,
hal.8oz-8o3. AI-Fathar-Rabbani Ir79-r8o] jilidlo,hal.rz6-rzT.Lihaturaianmasalahini
dalam Tamhm al-Minnah [4zr].

278 - Fikih Sunnah II


"Mnks barangsiapa di ontara kamu adq ynng sakit atau dalam perjalannn
(IaIu ia tidak berpuasa), maka ft"uajiblah baginyn berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (Al-Baqarah [2]: 18a)

Dengan kata lain, orang sakit atau bepergian lalu berbuka, hendaknya
berpuasa sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Hal ini boleh dilakukan secara
berturut-turut ataupun tidak. Dalam hal ini, Allah memberi kebebasan dan
tidak memberi ketentuan secara berurutan.
Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar ra., bahwasanya Rasulullah
bersabda mengenai cara mengqadhd puasa Ramadhan,
-','--,: :,. '-2",,1 :
Cu tl-: J\,1 tJI cw J)
"lika mau, dia boleh melakukannya secnra terpisah. Dan jika mau, dia boleh
melakukan ny a se c nr {t b eruru t an. " 1

fika seseorang menangguhkan dalam mengqadha'sampai bulan Ramadhan


yang berikutnya tiba, hendaknya dia puasa untuk bulan Ramadhan yang baru
tiba dan setelah itu, hendaknya dia mengqadha puasa yang ditinggalkan pada
tahun sebelumnya dan tidak diwajibkan memb ayar fidyah, baik penangguhan
tersebut disebabkan adanya halangan ataupun tidak. Pendapat ini dikemukakan
dalam mazhab Hasan al-Bashri dan mazhab Hanafi.
Imam Malik, Syafii, Ahmad, dan Ishaq setuju dengan mazhab Hanafi bahwa
tidak ada kewajiban membayarf dyah jika penangguhan tersebut disebabkan
adanya halangan. Tapi, mereka berbeda pendapat dengan mazhab Hanafi, jika
penangguhan tersebut dilakukan bukan karena adanya halangan. Menurut
mereka, hendaknya orang yang mengqadha' puasa pada bulan Ramadhan
yang sedang dijalani, kemudian mengqadha' puasa yang ditinggalkan pada
tahun sebelumnya disertai membayar f dyah, yait:u dengan memberi makan
kepada orang miskin sebanyak satu mud setiap hari sebanyak jumlah puasa yang
ditinggalkan. Meskipun demikian, mereka tidak mengemukakan dalil yang dapat
dijadikan sebagai hujjah. Oleh karena itu, menurut pendapat mazhab Hanafi,
dan pendapat ini termasuk pendapat paling kuat, tidak ada kewajiban dalam
syariat yang harus dilakukan tanpa berlandaskan pada dalil yang sahih.

HRDaraquthnilotab'ash-Shiydm,"bab'hl-Qublahliash-Shdim," [7a]jilidII,hal. r93. Daraquthni


berkata, "Di dalamsanadhadits ini hanya terdapat Sufyan bin Basyar. Ia dinyatakan sahih oleh
lbnu Jauzi. Dia berkata, "seiauh yanq kami ketahui, ta(seorans pun vans mempermasalahkan
kedudukan Sufyan bin Basyarl' huditr ini dha\f.Lihat ramafrhl-uinn"ah I+zil.

Puasa-279
I
I
Seseorang yang Meninggal Dunia dan Masih Mempunyai
Tanggungan Puasa
Apabila seseorang meninggal dunia, sedangkan dia masih mempunyai
tanggungan untuk mengqadha' shalat yang pernah ditinggalkan, menurut
ijma' ulama, tidak seorang pun dibolehkan mengqadha'kan shalat yang
ditinggalkannya, baik wali (orang yang masih memiliki hubungan darah, red)
maupun orang lain. Demikian pula, seseorang yang tidak mampu berpuasa,
tidak seorang pun yang dibolehkan menggantikan puasanya jika dia masih
hidup. Tapi, jika dia sudah meninggal dunia, sedangkan dia masih mempunyai
tanggungan untuk mengqadha' puasa yang pernah ditinggalkan, dan sebelum
kematiannya dia mampu untuk puasa, dalam hal ini, para ulama berselisih
pendapat mengenai hukumnya. Menurut mayoritas ulama, di antaranya Abu
Hanifah, Malik, dan Syaf i dan ini termasuk pendapat yang masyhur, keluarganya
tidak dibolehkan menggantikan puasa, namun dia diharuskan memberikan satu
mud makanan untuk setiap hari, sebanyak hari yang ditinggalkan.'
Pendapat yang kuat menurut mazhab Syaf i, keluarganya dianjurkan
menggantikan puasa seseorang yang meninggal dunia supaya si orang yang
sudah meninggal dunia terbebas dari kewajiban. Dan keluarganya tidak perlu
membayarf dyah denganmemberikan makanan (kepada fakir miskin). Masuk
d'alam kategori wali adalah sanak kerabat, baik kedudukannya sebagai ashabah
(ahli waris utama, seperti anak) atau ahli waris biasa atau yang lainnya.
Seandainya ada orang lain yang bersedia menggantikan puasanya, maka
apa yang dilakukannya sah jika mendapat persetujuan dari keluarganya. Jika
tidak, maka puasanya tidak sah. Para ulama berpedoman pada hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Muslim dari Aisyah, bahwa Rasulullah
bersabda,

,u .lt . Lol ,r-Jr ,\).4.: A ;; ,iW &:,.-u j*


"Siapa yang meninggal dunis sedangkan dia mnsih mempunyai kewajiban
puasn, hendaknya wali (keluarga)nya menggantiksn puasnnya."2 Bazzar me-
nambahkan dengan redaksi, "likn dia mau."3

Menurut mazhab Hanafi, yang diwajibkan hanyalah setengah s/ra'gandum dan ditambah
satu sfta'dari bahan makanan pokok lainnya.
HR Bukhari, kitab "ash-Shawm," bab "Man Mata wa Alayhi Shawm, Shamahu 'anhu
Waliyyuhu,".jilid_ tt!, !r1! 45-46. Muslim, kitab 'hsh-Sft iydm," bab "eadha' ash-shiydm 'an
al-Mayyit," Ir5jl jilid II, hal. 8oj. Abu Daud, kitab *ash-Shawm,"bab "fi man Mata wa
Alayhi Shiy,km," Iz4ool jilid II, hal. 79t-7g2 dan kitab "al-Ayman wa an-Nudzur,"bab "Md
IAgfi m-Ay lIata yvq 'Alayhi Shiyhm, Shama'anhu Waliyyuhi," lZlt tljilid III, hal. 6o5 -6o6.
Ahmad dalam al-Musnad, jilid VI, hal. 96.
Sanadhadits ini hasan. Tambahan ini dliaif munkar. Sebab, diriwayatkan dari Ibn Lahihh
yang dinyatakan dhaif. Tamdm al-Minnah l4z7l.

2aO * Fikih Sunnah II


Imam Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Abu Daud dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki menemui Rasulullah
lalu bertanya, wahai Rasulullah, ibuku sudah meninggal dunia, padahal dia
masih mempunyai kewajiban untuk membayar puasa selama satu bulan, apakah
aku diperbolehkan untuk menggantikannya? Beliau bersabda, "Seandainya
ibumu mempunyai hutang, apakah engkau juga membayar hutangnya?" Dia
menjawab, iya. Rasulullah saw. Iantas bersabda,
- ", "i t ,i
,-.;4 ;1 ;''-1 a.\jl'r-\9

" Maka, hutang kepada Allsh lebih berhsk untuk ditunniksn."l

Imam Nawawi berkata, "Pendapat inilah yang benar dan terkuat yang juga
menjadi pegangan kami. Pendapat ini diakui sebagai pendapat yang paling
kuat oleh para penganut mazhab kami, yang mana mereka adalah para ulama
fikihl'

Ketentuan Waktu Bagi Negara-Negara yang Waktu Siang Lebih


paniang dari pada Waktu Malam
Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai ketentuan waktu bagi Negara-
Negara yang waktu siangnya lebih panjang ketimbang waktu malamnya. Negara
manakah yang dijadikan patokan bagi pendudukNegarayang mempunyai ikiim
seperti ini?
Ada yang berpendapat, untuk menetapkan waktu, mereka harus berpedoman
pada Negara tempat turunnya syariat Islam, yaitu Mekah dan Madinah. Namun
ada pula pendapat yang mengatakan, mereka berpedoman pada Negara tetangga
yang terdekat.

' HR Bukhari, kitab "ash-Sh awm,"bab "Mhn Mata wa Alayhi Shiyam," jllidll,hal. 47. Muslim,
kitab "ash-Shiyam," bab "Qadha' ash-Shiyam'an al-Mayyit," IrSS] jilid Il, hal. 8o4. Abu
Daud, kitab "al-Ayaman wa an-Nudzur," bab "Ma lah fi man Mata wa Alayhi Shiydm,
Shama.'anhu Waliyyuhu," If :ro.] jilid III, hal.6o5. Tirmidzi dengan menggunakan lafal:
ciu *i rt kitab "ash-Shawm," bab "Md Jdh fi ash-Shawm 'an al-Mayyit," 17 ftl jilid III, hal.
86. Ibnu Majah, dengan menggunakan Iafal: :;t,3'i :' kitab "ash-Shiyam,"bab "Mdn Mata
wa'Alayhi Shiydm min Nazan" IrZS8] jilid I, hal.-559 dan dengan lafal yang lebih ringkas
[rZSq] jilid I, hal. 559. Ahmad dalam al-Musnad, jilidl,hal. zz7-258 dengan lafal yang
serupa, dan jilid l,hal. 279-345 secara makna.

Puasa-281

Anda mungkin juga menyukai