KLIEN Ny. M
DENGAN CLOSED FRACTURE OS FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUARA TEWEH
DISUSUN OLEH:
MERSA HERAWATI
NIM. 113063J123060
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi Ners di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin
DISUSUN OLEH:
MERSA HERAWATI
NIM. 113063J123060
Banjarmasin, ....................................
Menyetujui,
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat kasih dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan stase keperawatan komprehensif yang
berjudul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien Ny. M Dengan Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Muara Teweh. Laporan stase keperawatan Gadar & Kritis ini disusun sebagai
salah satu persyaratan untuk kompetensi dalam stase keperawatan Gadar & Kritis
di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas segala arahan,
bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan
laporan stase keperawatan komprehensif ini. Ucapan terimakasih ini disampaikan
kepada:
1. Sr. Imelda Ladjar, SPC selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka
Insan Banjarmasin yang telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk belajar dan melaksanakan stase Keperawatan Gadar dan Kritis.
2. Ibu dr. Tiur Maida selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh
yang telah memberikan ijin agar mahasiswa STIKES Suaka Insan dapat
melaksanakan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
3. Ibu Maria Sivana Dawo, MHPed selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin yang telah
memberikan kesempatan kepada mahasiswa agar mendapatkan pengajaran dan
praktik pada stase keperawatan Gadar dan kritis.
4. Bapak Edwin Saleh, S. Kep., Ns selaku Kepala Bidang Keperawatan Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh yang telah memberikan ijin kepada
mahasiswa agar dapat melaksanakan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah
Muara Teweh
5. Ibu Theresia Jamini, S. Kep.,Ners.,M. Kep selaku Kepala Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Profesi STIKES Suaka Insan Banjarmasin yang telah
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengajaran
tentang keperawatan Gadar dan kritis.
6. Ibu Dyah Trifianingsih, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Pembimbing Akademik
Stase Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada mahasiswa.
7. Bapak Oskarliyandi Purba, S. Kep., Ns elaku Pembimbing Lahan Stase
Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada mahasiswa.
8. Ibu Dyah Trifianingsih, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Koordinator Program
Stase Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada mahasiswa
9. Para Kepala Ruangan dan staf di ruang IGD yang telah memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk praktik dan mencapai kompetensi di
ruangan tersebut
10. Klien Ny. M beserta keluarga klien yang telah secara kooperatif memberikan
informasi dan memberikan peretujuan atas dilakukannya beberapa tindakan
keperawatan.
Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan laporan Stase Keperawatan
Komprehensif ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan.Pada kesempatan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
COVER DEPAN i
COVER DALAM ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
2. Bagi Mahasiswa
3. Bagi Para Perawat Profesional Yang
Bertugas Di Pelayanan Keperawatan
4. Bagi Profesi-profesi terkait:
a. Dokter
b. Laboratory Technician
c. Dietition
d. Physiotherapist
e. Pharmacist
C. BATASAN MASALAH
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
E. METODE
1. Wawancara
2. Observasi
3. Pemeriksaan Fisik
4. Tinjauan Tes Diagnostik
5. Studi Kepustakaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
B. DEFINISI
C. ETIOLOGI
D. EPIDEMIOLOGI
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
2. Skema
F. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Medikasi
3. Pembedahan
4. Treatment
5. Diet
6. Aktivitas
7. Pendidikan Kesehatan
G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Assessment
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Evaluasi
H. KONSEP TUMBUH KEMBANG / KONSEP LANSIA (jika klien
usia pediatrik atau lansia)
BAB III STUDI KASUS
A. ASSESSMENT
1. Pengkajian (data pasien dan pengkajian)
2. Pemeriksaaan Penunjang
3. Drug Study
4. Patway Kerja
5. Analisa Data
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. NURSING CARE PLAN
D. DOKUMENTING NURSING CARE
BAB IV PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Tabel Perencanaan
A. LATAR BELAKANG
B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita
pasien dan mengetahui cara penanganan pasien dengan Closed Fracture
Os Femur 1/3 distal sinistra.
2. Bagi Mahasiswa
Memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta dapat menerapkan
Asuhan Keperawatan yang didapatkan dari akademik sebagai upaya
dalam penanganan pada pasien dengan Closed Fracture Os Femur 1/3
distal sinistra.
3. Bagi Para Perawat Profesional Yang Bertugas Di Pelayanan
Keperawatan
Memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta dapat menerapkan
Asuhan Keperawatan yang didapatkan dari akademik dan dipraktikan
pada pelayanan keperawatan secara profesional di lahan pada pasien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra.
B. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenisdan luasnya. Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk
dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Frakturdapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupuntulang itu
sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Brunner &
Suddarth, 2014).
Fraktur femur terbagi menjadi:
1) Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
kerasseperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur
terjadikarena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis
C. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup
mempunyaikekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab
fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2014):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau
kondisitertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasantulang paha yang menyebabkan fraktur patologis
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2014) terdiri atas:
1) Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmentulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada
fraktur lenganatau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas,
yang bisa diketahuidengan membandingkan dengan ekstremitas
yang normal. Ektremitas takdapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung padaintegritas tulang tempat
melekatnya otot.
3) Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan dibawah tempat fraktur.
Leg length discrepancy
(LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah adalah masalah
ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua kaki
seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari
masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor,
fraktur,hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular
atau tumor(seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di
satu sisi melebihiyang lain. Pengukuran Leg length discrepancy
(LLD) terbagi menjadi,yaitu true leg length discrepancy dan
apparent leg length discrepancy. True leg length discrepancy
adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan
mengukur dari spina iliaka anteriorsuperior ke maleolus medial dan
apparent leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan
panjang tungkai bawah dengan mengukur darixiphisternum atau
umbilikus ke maleolus medial.
Gambar 4. Pengukuran Leg length discrepancy
D. EPIDEMIOLOGI
Insiden fraktur femur pada shaft di seluruh dunia berkisar antara 10-21
per 100.000 per tahun. Sebanyak 2% dari kasus tersebut merupakan fraktur
terbuka. Distribusi berdasarkan usia pada pria dilaporkan tertinggi pada
kelompok 15 hingga 35 tahun, sedangkan pada wanita di usia 60 tahun ke
atas.
Belum ada data epidemiologi pasti untuk fraktur femur di Indonesia.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, angka kejadian fraktur
secara umum di Indonesia sekitar 5,5% dan 67% bagian tubuh yang terkena
adalah ekstremitas bawah.
Fraktur femur distal memiliki angka mortalitas sekitar 18% setelah 6
bulan dan sekitar 18-30% setelah 1 tahun. Fraktur femur proksimal
atau fraktur leher femur menunjukkan angka mortalitas 8,2% dalam 30 hari
dan 20% dalam satu tahun. Fraktur femur bilateral tanpa cedera lain memiliki
angka mortalitas keseluruhan 9,8%. Di sisi lain, bila fraktur femur bilateral
disertai dengan cedera lain, angka mortalitas meningkat menjadi 31,6%
(Balitbangkes RI. Laporan Riskesdas 2018 Nasional).
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung
dimanafraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur
femur ada duafaktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut
diantaranya, frakturfisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan
tulang yang diakibatkan darikecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan
trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat
proses penyakit dimana dengan trauma minordapat mengakibatkan
fraktur. Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguanmetabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
atau curah jantung menurunmaka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasmadan poliferasi menjadi edema
lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yangkemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak
yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah
patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga
akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitasfisik terganggu. Pada umumnya pada pasien
fraktur terbuka maupun tertutupakan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Muttaqin, 2014).
2. Skema
2. Medikasi
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi
serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita
fraktur (Maria, Gosalves dan Blasius, 2021):
1) Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang
terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang
menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur.
2) Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
3) Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula. Tetapi hal
ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh
para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan
tulang pada posisi semula.
4) Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau
papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar
posisi tetap stabil.
5) Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar
perlukaan.
6) Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun
postoperasi.
3. Pembedahan
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang
ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Penatalaksanaan yang
dilakukan adalah (Maria, Gosalves dan Blasius, 2021):
1) Fraktur terbuka merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam
waktu 3-6 jam (golden periode). Kuman belum terlalu jauh meresap
dilakukan 8 pembersihan luka, exici, hecting situasi, pemberian
antibiotik. Ada bebearapa prinsipnya yaitu:
Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, Circulation.
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
Pemberian antibiotika.
Debridement dan irigasi sempurna.
Stabilisasi
Penutupan luka
Rehabilitasi
Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera di
tempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat
bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang
cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi
berakibat multiorgan. Bntuk life saving prinsip dasar yaitu
airway, breath and circulation
Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 3 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena
itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan
prioritas ke 3. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi.
Pemberian aantibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan
hanya saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika
dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun
negatif.
4. Treatment
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Eduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau,
dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.
5. Diet
Pada kondisi pasien yang sebelumnya mengalami fraktur terdapat
rekomendasi diet yang dapat membantu untuk mempercepat pemulihan.
Makanan yang dapat diberikan yaitu makanan dengan tinggi protein
untuk mempercepat pemulihan seperti daging, ikan, susu, keju, serta
kacang-kacangan. Selain makanan tinggi protein, makanan tinggi zat
besi, kalsium, serta vitamin C dan D dapat membantu proses
penyembuhan fraktur.
6. Aktivitas
Pasca tindakan pembedahan, sangat direkomendasikan untuk melakukan
terapi fisik untuk memperbaiki rentang gerak sendi, kekuatan, dan gait.
Sebelum diperbolehkan weightbearing, penggunaan crutch diperlukan
untuk menopang berat badan. Untuk fraktur stres, penggunaan crutch
dapat dihentikan segera setelah pasien bisa berjalan tanpa merasakan
nyeri. Selanjutnya, pasien dapat menjalani latihan aerobik low impact
seperti sepeda statis dan berenang. Identifikasi dan modifikasi penyebab
dari fraktur stres, misalnya dengan memperbaiki teknik saat olahraga
atau penggantian alas kaki. Lanjutkan terapi fisik sesuai kebutuhan
dengan target terapi adalah peningkatan kekuatan, rentang gerak, daya
tahan, dan kemampuan berjalan. Selama masih menjalani terapi fisik,
lakukan pemantauan radiologi secara berkala untuk menilai
penyembuhan fraktur.
7. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan tergantung pada kasus fraktur.
Penanganan dan pendidikan kesehatan pada klien dengan fraktur femur
mencakup tindakan pembedahan yang dipilih sebagai pendekatan terapi,
beserta kemungkinan komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dari
tindakan tersebut. Jelaskan pada pasien bahwa fraktur femur memerlukan
waktu penyembuhan yang panjang, sekitar 3-6 bulan.
2) Pengkajian sekunder
Fokus Asesment pada klien dengan gangguan muskuloskeletal
terutama fraktur (Mutakkin, 2014):
Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: pupil
tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya,
patah tulang tengkorak (depresi atau non depresi, terbuka
atau tertutup?)
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes
Leher
lihat bagian depan, trakhea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis & distensi
vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit.
Dada:
Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang
dianggap kritis: luka terbuka, sucking chest wound, Flail
chest dengan gerakan dada para doksikal, suara paru hilang
atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan
polanapas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaanotot-otot asesoris).
Abdomen
Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen.
Temuan yang dianggap kritis ditemukannya penurunan
bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness.
Pelvic
Daerah pubik, Stabilitas pelvis, krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri
tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
Ekstremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan
luka laserasi pada tangan.
Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi
motorik, fungsi sensorik. Temuan yang dianggap kritis:
nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun
atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS
(Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada
pasien.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur,
trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI: memperlihatkan
tingkat keparahanfraktur, juga dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) ataumenurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh padamultipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban tratinin
untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilingan darah, tranfusimulpel atau cedera hati
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I: Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (trauma)
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hinggan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2017)
2) Batasan Karakteristik
Gejala dan tanda mayor
subjektif objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (misal waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan langkah- 1. Penjelasan yang tepat
langkah prosedur sebelum akan memberikan
pemasangan bidai pemahaman yang baik
bagi klien. Membangun
rasa percaya dan
meningkatkan
keterlibatan klien dalam
terapi
2. Jelaskan tanda dan gejala sindrom 2. Memberikan
kompartemen (5P: pulseless, pengetahuan kepada
parestesia, pain, paralysis, palor) klien jika terjadi gejala
sindrom kompartemen
3. Anjurkan membatasi gerak pada 3. Mencegah terjadinya
area cedera perburukan cedera
H. KONSEP LANSIA
Patah tulang pada lansia akan mempunyai proses penyembuhan yang lebih
lama dan berisiko fatal yang dapat menyebabkan kematian.
BAB III STUDI KASUS
E. ASSESSMENT
1. Pengkajian (data pasien dan pengkajian)
A. Biodata pasien
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Petugas Sapu jalan
Usia : 54 tahun
Status Pernikahan : Menikah
No. RM : 128758
Diagnosa Medis : Susp. Closed Fracture Os. Femur 1/3 distal (S)
Alamat : Jln. Veteran
C. Pengkajian Primer
1) Airway (Jalan nafas)
Sumbatan:
( ) benda asing
( ) darah
( ) bronkospasme
( ) sputum
( ) lendir
( ) Bebas/ tanpa sumbatan
Suara nafas:
( ) Snoring
( ) Gurgling
( ) Stridor
Masalah Keperawatan : tidak ada
2) Breathing (pernafasan)
Sesak, dengan
( ) aktivitas
( ) tanpa aktivitas
( ) menggunakan otot tambahan
Frekuensi : 20 x/mnt
Irama : ( √ ) teratur ( ) tidak teratur
Kedalaman : ( ) dalam ( ) dangkal
Batuk : ( ) produktif ( ) non produktif
Sputum : ( ) ada ( √ ) tidak ada
Warna: -
Konsistensi: -
Bunyi nafas:
( ) ronchi
( ) wheezing
( ) crakles
( )-
Masalah Keperawatan: tidak ada
3) Circulation (sirkulasi)
Sirkulasi perifer:
Nadi : 87 x/mnt
Irama : ( √ ) teratur ( ) tidak teratur
Denyut : ( √ ) lemah ( ) kuat
TD : 151/88 mmHg
Ektremitas: ( ) hangat ( √ ) dingin
Warna Kulit: ( ) cyanosis ( √ ) pucat ( ) kemerahan
Nyeri dada: ( ) ada ( √ ) tidak ada
Karakteristik nyeri dada:
( ) menetap
( ) menyebar
( ) seperti ditusuk tusuk
( ) seperti ditimpa benda berat
CRT : ( √ ) < 2 detik ( ) > 2 detik
Edema : ( ) iya (√) tidak
Lokasi edema:
( ) muka
( ) tangan atas
( ) tungkai
( ) anasarka
Eliminasi dan cairan:
BAK: 3-4 x/ hari, akan tetapi sejak klien berangkat bekerja sampai
kejadian dibawa ke RS, klien tidak ada BAK (sejak jam 05.00 WIB,
Kejadian jam 07.30 WIB)
Jumlah : ( ) sedikit ( ) banyak ( ) sedang (√)
tidak ada BAK
Warna : ( ) kuning jernih ( ) kuning kental ( ) putih
Rasa sakit : ( ) iya ( ) tidak
BAB: 1 x/ hari
Diare: tidak ada
( ) iya
( √ ) tidak
( ) berdarah
( ) cair
( ) berlendir
Turgor : ( ) baik ( √ ) sedang ( ) buruk
Mukosa : ( ) lembab ( √ ) kering
0
Suhu: 36, 2 C
Masalah Keperawatan : Risiko Syok
4) Dissability
Tingkat kesadaran:
( √ ) composmentis
( ) apatis
( ) somnolen
( ) stupor
( ) soporocoma
( ) koma
Pupil
( √ ) isokor
( ) anisokor
( ) miosis
( ) midriasis
Reaksi terhadap cahaya
Kanan
( √ ) positif
( ) negatif
Kiri
( √ ) positif
( ) negatif
GCS: EyeVerbal Motorik= E4V5M6 (kaki sinistra tidak dapat
digerakkan)
Terjadi
( ) kejang
( ) pelo
( √ ) kelumpuhan/ kelemahan
( ) mulut mencong
( ) afasia
( ) disartria
( ) berlendir
Nilai kekuatan otot:
5 5
5 1
Refleks:
Babisnky: tidak dikaji
Patella: tidak dikaji
Bisep/ trisep: tidak dikaji
Brudynsky: tidak dikaji
Masalah Keperawatan: gangguan mobilitas fisik
5) Eksposure
( ) jejas
(√ ) akral dingin
Masalah Keperawatan : Risiko Syok
D. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST): nyeri pada paha kiri
bekas tertimpa sepeda motor
P : nyeri yang dirasakan pada paha kiri akibat tertimpa motor
Q : nyeri seperti tertimpa benda berat
R : nyeri menjalar ke paha atas dan kaki sehingga kaki tidak bisa
digerakkan
S : skala nyeri 7
T : nyeri berlangsung secara terus menerus dan tambah nyeri jika
digerakkan
2) Alergi terhadap obat, makanan tertentu: tidak ada
3) Medikasi/ pengobatan terakhir: tidak ada minum obat
4) Event of injury/ penyebab injury: tertimpa motor (ditabrak saat
menyapu jalan)
5) Pengalaman pembedahan: tidak ada
6) Riwayat penyakit sekarang: klien adalah seorang penyapu jalan setiap
pagi. Pagi ini ditabrak oleh seorang pengendara motor dan motor
terjatuh lalu menimpa paha klien
7) Riwayat penyakit dahulu: klien adalah penderita diabetes, gula darah
pernah mencapai > 400 mg/dl
8) Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Kesimetrisan wajah: simetris
Rambut:
warna: Hitam bercampur uban,
distribusi: merata di seluruh kulit kepala
tekstur tengkorak/ kulit kepala: utuh
Mata:
inspeksi bola mata: Normal
kelopak mata: berwarna merah muda
konjungtiva: waran sedikit pucat,
sklera: tidak ada ikterik
pupil: isokor
reaksi pupil terhadap cahaya: positif
Telinga:
Letak: pada kedua sisi kanan dan kiri kepala,
Bentuk: normal
Serumen: tidak ada,
kemampuan mendengar: kurang
Hidung:
Deviasi septum nasi: tidak ada
Kepatenan jalan nafas lewat hidung: baik
Mulut
bibir sumbing: tidak ada
mukosa mulut: kering
lidah: berwarna merah muda bercampur putih
gusi: merah muda
b. Leher
Deviasi/ simetris: simetris
cidera cervikal: tidak ada
kelenjar thyroid: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
kelenjar limfe: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Trakea: tidak dikaji
JVP: tidak dikaji
c. Dada
I:
Kesimetrisan: simetris
penggunaan otot bantu nafas: tidak ada
ictus cordis: terlihat
P:
Taktil fremitus: tidak ada
Massa: tidak ada,
ictus cordis: teraba
P:
cairan di paru: tidak ada
suara perkusi paru: sonor
suara perkusi jantung: dullnes
A:
Suara paru: vesikuler
Suara jantung: lud-dub
d. Abdomen
I : cembung
A : Bising usus 8 x
P : Posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih normal, nyeri tekan
tidak ada
P : Suara abnormal tidak ada
e. Ekstremitas
Luka terbuka : ( ) iya ( √ ) tidak
Dalam : ( ) iya ( √ ) tidak
Perdarahan : ( ) iya ( √ ) tidak
Deformitas : ada, pada femur 1/3 distal sinistra
Kontraktur : tidak ada
Nyeri : ada, pada femur 1/3 distal sinistra
Krepitasi : tidak ada
f. Kulit/ Integumen
Mukosa : ( ) lembab ( √ ) kering
Kulit: ( ) bintik merah ( ) jejas ( ) lecet-lecet
( ) luka
2. Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi: alat pemeriksaan Radiologi sedang mengalami
gangguan dan klien menolak untuk melakukan pemeriksaan di luar RS
karena tidak ada biaya.
Hasil Pemeriksaan darah:
No Jenis Hasil Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan Pemeriksaan
1 Hematologi
Hemoglobin 10,0 gr/dl W= 12,0-15,0 Low
gr/dl
Lekosit 10.900/mm³ 4.500- Normal
11.500/mm³
Eritrosit 3,73 juta 4,0-5,40 juta Low
Trombosit 344.000/mm³ 150.000- Normal
450.000/mm³
Hematokrit 29,3 % W= 37-43 % Low
MCV 78,6 fL 80,0-94,0 fL Low
MCH 26,8 pg 26,0-32,0 pg Normal
MCHC 34,1 g/dL 32,0-36,0 Normal
gr/dl
Segmen 73% 50-70 % High
Limfosit 20 20-40 % Normal
Monosit 07 1-6% High
Clotting Time 06’00” 9-15 menit Low
Bleeding Time 03’00” 1-3 menit Normal
2 Kimia Klinik
Gula darah 156 mg/dl < 140 mg/dl High
acak
SGOT 18 U/L ≤ 41 Normal
Creatinin 0,5 mg/dl W= 0,6-1,1 Low
mg/dl
3 Golongan A
Darah
drug
Inj. Mengatasi nyeri akut dan Hipersensitifitas terhadap Ketorolac masuk dalam Iritasi lambung, Pre :
Ketorolac digunakan dalam jangka ketorolac, riwayat golongan obat antiinflamasi mual, nyeri kepala, 1. Mengkaji riwayat
3x 30
pendek (< 5 hari), perdarahan gastrointestinal non-steroid (OAINS) yang rasa mengantuk, alergi.
mg/IV
antiinflamasi, analgesik dan perdarahan bekerja dengan cara somnolen, pusing, 2. Menggunakan prinsip
dan antipiretik. Ketorolac serebrivaskular aktif. menginhibisi sintesis diare, dispepsia 12 benar dalam
dapat pula digunakan prostaglandin. Hal tersebut pemberian obat.
intra/post operatif pada menyebabkan ketorolac 3. Menjelaskan efek
kanker dan migrain sangat efektif digunakan samping obat.
dalam penanganan nyeri,
sebab patofisiologi nyeri Post :
melibatkan prostaglandin 1. Observasi efek
samping obat.
2. Observasi efek terapi
obat
3. Observasi tanda-tanda
alergi
4. Patway Kerja
5. Analisa Data
N Data Etiologi Masalah
o Keperawatan
1. DS: Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri Kerusakan struktur tulang Nyeri akut
terutama bagian paha
DO: Terputusnya kontinuitas jaringan
a. Wajah sesekali meringis
b. Tampah deformitas femur 1/3 distal sinistra Menekan saraf perasa nyeri
c. Protektif terhadap area nyeri
d. Skala nyeri 7 (1-10)
e. Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra Nyeri akut
dan sinistra): dingin
f. TTV:
TD: 151/88 mmhg
(Mutakkin, 2014)
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97%
P : nyeri yang dirasakan pada paha kiri
akibat tertimpa motor
Q : nyeri seperti tertimpa benda berat
R : nyeri menjalar ke paha atas dan kaki
sehingga kaki tidak bisa digerakkan
S : skala nyeri 7
T : nyeri berlangsung secara terus menerus
dan tambah nyeri jika digerakkan
2. DS: klien mengatakan kakinya tidak bisa Kerusakan struktur tulang Gangguan
digerakkan karena motor yang menabraknya jatuh mobilitas fisik
menimpa pahanya
Kemampuan pergerakan otot
sendi menurun
DO:
a. Tampak deformitas paha 1/3 distal sinistra Hambatan mobilitas fisik
(melengkung ke dalam dengan diameter ± 10 cm)
b. Gerakan terbatas
c. Tampak usaha menggerakkan kaki namun tidak
terkoordinasi
d. Kelemahan fisik (Muttakin, 2014)
e. TTV
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97 %
f. Kekuatan otot
5 5
5 1
3. DS: klien mengatakan ujung kaki dan tangannya Kerusakan struktur tulang Risiko Syok
terasa dingin
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area
nyeri, deformitas femur 1/3 distal sinistra.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal
sinistra, gerakan terbatas.
3. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.
G. NURSING CARE PLAN
No Tujuan & Kriteria masalah Intervensi Rasional
1. Tujuan : setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
1x 6 jam maka tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun. kualitas dan intensitas nyeri
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala nyeri yang
1. Keluhan nyeri menurun (5) dirasakan pasien
2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Untuk mengetahui respon nyeri yang
3. Sikap protektif menurun (5) dirasakan pasien
4. Tekanan darah membaik (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan 4. Agar mengetahu faktor yang dapat
memperingan nyeri memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan 5. Untuk mengetahui pemahaman dan
tentang nyeri pegetahuan pasien terhadap nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap 6. Budaya dapat mempengaruhi pasien
respon nyeri dalam mengartikan nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas 7. Mencegah penurunan kualitas hidup
hidup pasien
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer 8. Mengetahui kemajuan yang dialami
yang sudah diberikan pasien
9. Monitor efek samping penggunaan 9. Jika terjadi reaksi abnormal maka
analgetik dapat segera dilakukan penghentian
terapi
Terapeutik Terapeutik
1. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa 1. Faktor pendukung agar nyeri tidak
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, bertambah berat
kebisingan)
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode dan pemicu 1. Agar pasien dapat menghindari
nyeri pemicu nyeri
2. Agar pasien dapat meredakan nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri secara mandiri jika pulang
3. Agar pasien dapat mengenali,
memonitor dan jika nyeri mulai parah
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri maka pasien dapat memberitahu
keluarga atau perawat
4. Mengurangi nyeri secara
nonfaramakologis
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Membantu mengurangi nyeri pada skala
Kolaborasi nyeri sedang-berat
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Tujuan : Observasi Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan 1. Hasil Identifikasi yang tepat akan
keperawatan selama 1x6 jam pembidaian (mis. fraktur, dislokasi) menentukan intervensi selanjutnya
maka mobilitas fisik 2. Monitor bagian distal area cedera (mis. 2. Untuk mengetahui kondisi sistem
meningkat. pulsasi nadi, pengisian kapiler, gerakan persarafan, aliran darah dan kondisi
Kriteria Hasil: motorik dan sensasi) pada bagian tubuh area cedera sebelum pembidaian
1. Nyeri menurun (5) yang cedera
2. Cemas menurun (5) 3. Monitor adanya perdarahan pada area 3. Untuk mengetahui kondisi perdarahan
3. Gerakan tidak terkoordinasi cedera 4. Material bidai disesuaikan dengan
menurun (5) 4. Identifikasi material bidai yang sesuai kebutuhan area cedera
4. Kelemahan fisik menurun (mis. lurus dan keras, panjang bidai
(5) melewati dua sendi)
Terapeutik Terapeutik
1. Tutup luka terbuka dengan balutan 1. Mencegah infeksi
2. Atasi perdarahan sebelum bidai dipasang 2. Perdarahan yang tidak diatasi akan
mengakibatkan syok
3. Minimalkan pergerakan, terutama pada 3. Mengurangi risiko fraktur bertambah
bagian yang cedera berat
4. Bantalan akan memberikan
4. Berikan bantalan (padding) pada bidai permukaan yang lembut dan
peredaran darah pada area cedera
tetap lancar
5. Imobilisasi sendi di atas dan dibawah area 5. Mempertahakan posisi agar tidak
cedera terjadi mobilisasi
6. Topang kaki menggunakan penyangga 6. Meminimalisir faktor pemberat
kaki (footboard), jika tersedia cedera
7. Tempatkan ekstremitas yang cedera dalam 7. Mencegah perburukan cidera posisi
posisi fungsional, jika memungkinkan ekstremitas sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana mestinya
8. Pasang bidai pada posisi tubuh seperti saat 8. Mencegah perburukan cidera posisi
ditemukan ekstremitas sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana mestinya
9. Gunakan kedua tangan untuk menopang 9. Meningkatkan daya topang yang kuat
area cedera bagi area cedera
10. Gunakan kain gendong (sling) secara tepat 10. Imobilisasi ekstremitas
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah 1. Penjelasan yang tepat akan
prosedur sebelum pemasangan bidai memberikan pemahaman yang baik
bagi klien. Membangun rasa percaya
dan meningkatkan keterlibatan klien
dalam terapi
2. Jelaskan tanda dan gejala sindrom 2. Memberikan pengetahuan kepada
kompartemen (5P: pulseless, parestesia, klien jika terjadi gejala sindrom
pain, paralysis, palor) kompartemen
3. Anjurkan membatasi gerak pada area 3. Mencegah terjadinya perburukan
cedera cedera
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok 1. Memberikan pengetahuan kepada
klien agar klien dapat mengenal
penyebab risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok 2. Agar klien mengenali tanda dan
gejalan awal syok
3. Anjurkan melapor jika 3. Pencegahan dini jika terjadi syok dan
menemukan/merasakan tanda dan gejala mempercepat penanganan
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan 4. Mempertahankan keseimbangan
oral cairan dan elektrolit
5. Anjurkan untuk menghindari alergen 5. Menghindari faktor risiko yang dapat
menyebabkan syok, salah satunya
adalah alergen
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu 1. Mempertahankan keseimbangan
cairan dan eletrolit dengan
memberikan cairan, nutrisi serta
terapi melalui jalur intravena.
3 Risiko Syok 10.50 1. Monitor status kardiopulmonal S: Klien mengatakan kakinya mulai
berhubungan dengan (frekuensi dan kekuatan hadi, hangat
perdarahan dan trauma frekuensi napas, TD, MAP) O:
2. Monitor status oksigen 1. Ujung ekstremitas atas bawah
(oksimetri nadi, AGD) Mersa. H (sinistra dan dextra) mulai hangat
3. Monitor status cairan (masukan 2. TTV:
dan haluaran, turgor kulit, CRT) TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
4. Monitor tingkat kesadaran dan RR: 20x/mnt
respon pupil SpO2: 97%
5. Periksa riwayat energi 3. Klien memiliki riwayat alergi
6. Jelaskan penyebab/faktor resiko makan ayam dan telur ayam yang
syok makan bama (jika makan terlalu
7. Jelaskan tanda dan gejala awal banyak)
syok 4. CRT < 2 detik
8. Anjurkan melapor jika 5. Klien mau menuruti anjuran untuk
menemukan/merasakan tanda minum
dan gejala awal syok 6. Terpasang infus RL 20 tpm pada
9. Anjurkan memperbanyak tangan kanan
asupan cairan oral A: masalah teratasi sebagian
10. Anjurkan untuk menghindari P: lanjutkan intervensi
alergen 1. Monitor status kardiopulmonal
11. Kolaborasi pemberian IV (frekuensi dan kekuatan hadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigen (oksimetri
nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Mempertahankan pemberian cairan
IV
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dengan
melakukan kegiatan mengumpulkan data atau mendapatkan data yang akurat
dari pasien sehingga mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat,
2021).
Pengkajian kasus ini, penulis menggunakan format pengkajian
keperawatan gawat darurat. Pengkajian gawat darurat terdiri dari pengkajian
primer yang meliputi Airway, breathing, circulation, disability dan exposure.
Settelah dilakukan pengkajian primer maka selanjutknya dilakukan pengkajian
sekunder yang terdiri dari: Keluhan utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST),
Alergi terhadap obat, makanan tertentu, Medikasi/ pengobatan terakhir, Event
of injury/ penyebab injury, Pengalam pembedahan, Riwayat penyakit sekarang,
Riwayat penyakit dahulu, serta Pemeriksaan Head to Toe.
Fokus pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Februari 2024 dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari
hasil pengkajian didapatkan, penulis mengatakan teori sejalan dengan kasus
Ny. M yaitu di manifestasi klinis fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2014)
terdiri atas: Nyeri, Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak secara tidak alamiah, Pemendekan tulang, Krepitus
tulang (derik tulang), Pembengkakan dan perubahan warna tulang.
Masalah Keperawatan pada pasien dengan Closed Fracture Os Femur 1/3
Distal Sinistra Pada Ny. M yang mungkin muncul sesuai teori sejalan dengan
masalah yang di temukan di lapangan yaitu Nyeri akut, gangguan mobilitas fisik
dan risiko syok.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
2017). Diagnosa keperawatan yang bisa diangkat pada kasus Closed Fracture Os
Femur 1/3 Distal Sinistra Pada Ny. M adalah:
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Risiko syok
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya persamaan antara teori
dan kasus Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Pada Ny. M, yaitu:
DS: Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri terutama bagian paha
DO:
1) Wajah sesekali meringis
2) Tampah deformitas femur 1/3 distal sinistra
3) Protektif terhadap area nyeri
4) Skala nyeri 7 (1-10)
5) Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra dan sinistra): dingin
6) TTV:
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97%
Hal ini sejalan dengan manifestasi klinis secara teori bahwa pada klien
fraktur akan mengalami nyeri akut.
Kekuatan otot
5 5
5 1
Data pada kasus di atas sejalan dengan teori, pada klien dengan fraktur
akan mengalami hambatan mobilitas fisik karena kerusakan dan
Kemampuan pergerakan otot sendi yang menurun.
Berdasarkan SDKI PPNI (2017) Kondisi terkait syok pada klien yang
mengalami fraktur antara lain: Perdarahan, Trauma multiple,
Pneumothoraks, Infark miokard, Kardiomiopati, Cedera medula
spinalis, Anafilaksis, Sepsis, Koagulasi intravaskuler diseminata,
Sindrom respon inflamasi sistemik (systemic inflamatory response
syndrome [SIRS]).
g. Diagnosa yang diangkat oleh penulis ditetapkan menurut prioritas
kebutuhan dasar keperawatan. Setelah itu ditetapkan tujuan yang sesuai
dengan kebutuhan klien. Faktor pendukung adalah pasien dan keluarga
kooperatif. Faktor penghambat adalah kurangnya pengalaman penulis
dalam menggunakan referensi buku diagnosa keperawatan yang menjadi
landasan teori bagi untuk mempermudah menentukan diagnosa
keperawatan yang sesuai. Masalah ini diatasi dengan mencari referensi
dari buku dan internet serta konsultasi dengan pembimbing lahan dan
akademik.
C. INTERVENSI
Berdasarkan teori SDKI 2017 dalam pembuatan rencana asuhan
keperawatan penulis membuat rencana asuhan keperawatan disesuaikan
dengan yang ada pada teori berdasarkan kondisi dan kebutuhan utama klien.
(PPNI, 2017).
Terapeutik
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
Kolaborasi
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Hidayat, 2021)
Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan keadaan pasien dan rencana keperawatan yang telah disusun. Semua
tindakan di dokumentasikan dalam catatan perkembangan dan dalam tindakan
keperawatan dapat dilakukan semua karena pasien dan keluarga sangat
kooperatif.
Berikut ini adalah implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada
klien Ny. M:
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan bertujuan untuk mungukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien dan untuk melihat kemampuan klien dalam
mecapai tujuan (Hidayat, 2021). Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan
evaluasi keperawatan pada kasus ini antara lain:
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
S : Klien mengatakan nyeri pada paha kiri berkurang saat diberikan obat
suntik
O:
a. Skala nyeri 5
b. Konsentrasi meningkat
c. Diaforesis berkurang
d. Klien masih memproteksi area nyeri
e. TTV
TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
RR: 20x/mnt
SpO2: 97%
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai advice dokter (terjadwal)
I: Mengimplementasikan
I: Mengimplementasikan
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenisdan luasnya. Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk
dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu
sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Brunner &
Suddarth, 2014).
Fraktur memiliki beberapa manifestasikan klinis yang menjadi alasan
utama untuk hospitalisasi. Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan
pada klien Ny. M dengan diagnosa Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal
Sinistradi ruang IGD RSUD Muara Teweh Kabupaten Barito Utara,
kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Dalam asuhan keperawatan pada klien Closed Fracture Os Femur
1/3 Distal Sinistra , pengkajian kegawatdaruratan merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pengkajian pada kasus gawat darurat dimulai
dari pengkajian primer yang meliputi Airway, breathing, circulation,
disability dan exposure. Settelah dilakukan pengkajian primer maka
selanjutknya dilakukan pengkajian sekunder yang terdiri dari: Keluhan
utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST), Alergi terhadap obat, makanan
tertentu, Medikasi/ pengobatan terakhir, Event of injury/ penyebab
injury, Pengalam pembedahan, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat
penyakit dahulu, serta Pemeriksaan Head to Toe.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang diberikan, beberapa diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul adalah:
a. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.
c. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.
3. Perencanaan
Dari perencanaan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap
diagnosa memiliki tujuan dan kriteria hasil yang spesifik berdasarkan
Sistem Klasifikasi Hasil Keperawatan Indonesia (SLKI). Selain itu,
setiap diagnosa juga memiliki intervensi keperawatan yang sesuai
dengan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) beserta
rasionalnya.
Untuk diagnosa Nyeri Akut, tujuan perawatan adalah agar tingkat
nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat. Intervensi yang diberikan
meliputi manajemen nyeri, observasi, terapi non farmakologis, dan
kolaborasi dengan pemberian analgetik jika diperlukan. Semua
intervensi ini bersifat rasional sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
mengurangi nyeri.
Selanjutnya, pada diagnosa gangguan mobilitas fisik, tujuan
perawatan adalah Nyeri menurun, Cemas menurun, Gerakan tidak
terkoordinasi menurun, Kelemahan fisik menurun.
Sementara itu, untuk diagnosa Resiko syok, maka tujuan tindakan
keperawatannya adalah: Kekuatan nadi meningkat, Akral dingin
menurun, Pucat menurun, Rasa haus menurun, Tekanan arteri
membaik, Tekanan darah sistolik membaik, Tekanan darah diastolik
membaik, Tekanan nadi membaik, Pengisian kapiler membaik,
Frekuensi nadi membaik, Frekuensi napas membaik, Saturasi oksigen
membaik.
Semua intervensi ini sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan meningkatkan kondisi fisiknya.
Dengan demikian, perencanaan keperawatan ini menyediakan langkah-
langkah yang konkret dan sesuai dengan standar keperawatan yang
berlaku untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan diagnosa
yang ada.
4. Pelaksanaan
Pada kasus ini, terdapat beberapa intervensi yang perlu dilakukan
untuk mengatasi kondisi klinis yang terkait. Untuk nyeri akut,
langkah-langkah termasuk identifikasi karakteristik nyeri,
memberikan terapi non-farmakologis, menjelaskan penyebab dan
pemicu nyeri, serta kolaborasi pemberian analgetik, membatasi
gerakan penyebab nyeri
Untuk gangguan mobilitas fisik dalam kasus kegawatdaruratan
fraktur maka pada klien dilakukan implementasi keperawatan berupa
pemasangan bidai. Untuk tahap awal, minimalisasi pergerakan
dilakukan agar tidak memperburuk kondisi fraktur dengan tujuan
jangka panjang yaitu mengembalikan kemampuan mobilisasi seperti
semula.
Untuk risiko syok telah dilakukan tindakan keperawatan yang
terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi yang
bertujuan agar menurunkn risiko terjadinya syok.
Kesimpulannya, intervensi yang telah disebutkan di atas dapat
membantu mengelola dan mengurangi dampak dari masalah klinis
yang ada. Penting untuk dilakukan dengan hati-hati dan kolaborasi
antara tim perawatan kesehatan untuk memastikan pasien
mendapatkan perawatan yang optimal.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada kasus ini terfokus pada penanganan
masalah keperawatan yang telah ditentukan yaitu nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik dan risiko syok. Evaluasi dibuat dalam
format SOAP dan intervensi akan dilanjutkan menyesuaikan tindakan
yang masih diperlukan. .
B. SARAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Saran bagi klien dan keluarga antara lain: melanjutkan perawatan dan
pengobatan klien sesuai dengan anjuran yang meliputi penanganan saat
dalam keadaan gawat darurat hingga fase rehabilitasi.
4. Bagi Mahasiswa
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh yang diberikan tepat, kelompok
selanjutnya harus benar-benar menguasai konsep Tentang Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal itu sendiri, terutama pada faktor etiologi,
anatomi fisiologi dan selain itu mahasiswa juga harus melakukan
pengkajian dengan tepat agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai
dengan masalah yang ditemukan pada pasien. Mahasiswa juga harus
teliti dalam mengangkat dan merumuskan diagniosa keperawatan yang
ada pada pasien agar masalah keperawatan yang muncul pada pasien
dapat teratasi dan mendapatkan penanganan secara komprehensif dan
menyeluruh, tidak hanya berfokus pada masalah biologis pasien, namun
juga terhadap masalah psiko, sosio, spritual pasien. Sehingga asuhan
keperawatan yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal, dan
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi pasien dan juga peneliti itu
sendiri.
LAMPIRAN