Anda di halaman 1dari 100

ASUHAN KEPERAWATAN (GAWAT DARURAT & KRITIS)

KLIEN Ny. M
DENGAN CLOSED FRACTURE OS FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUARA TEWEH

DISUSUN OLEH:
MERSA HERAWATI
NIM. 113063J123060

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI
BANJARMASIN
2024
ASUHAN KEPERAWATAN (GAWAT DARURAT & KRITIS)
KLIEN Ny. M
DENGAN CLOSED FRACTURE OS FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUARA TEWEH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi Ners di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin

DISUSUN OLEH:
MERSA HERAWATI
NIM. 113063J123060

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI
BANJARMASIN
2024
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN (GAWAT DARURAT & KRITIS)


KLIEN Ny. M
DENGAN CLOSED FRACTURE OS FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUARA TEWEH

telah disetujui untuk diujikan

Banjarmasin, ....................................

Menyetujui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

(Dyah Trifianingsih, S. Kep. Ners. M. Kep) (Oskarliyandi Purba, S. Kep., Ns)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat kasih dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan stase keperawatan komprehensif yang
berjudul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien Ny. M Dengan Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Muara Teweh. Laporan stase keperawatan Gadar & Kritis ini disusun sebagai
salah satu persyaratan untuk kompetensi dalam stase keperawatan Gadar & Kritis
di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas segala arahan,
bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan
laporan stase keperawatan komprehensif ini. Ucapan terimakasih ini disampaikan
kepada:
1. Sr. Imelda Ladjar, SPC selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka
Insan Banjarmasin yang telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk belajar dan melaksanakan stase Keperawatan Gadar dan Kritis.
2. Ibu dr. Tiur Maida selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh
yang telah memberikan ijin agar mahasiswa STIKES Suaka Insan dapat
melaksanakan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
3. Ibu Maria Sivana Dawo, MHPed selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin yang telah
memberikan kesempatan kepada mahasiswa agar mendapatkan pengajaran dan
praktik pada stase keperawatan Gadar dan kritis.
4. Bapak Edwin Saleh, S. Kep., Ns selaku Kepala Bidang Keperawatan Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh yang telah memberikan ijin kepada
mahasiswa agar dapat melaksanakan praktik di Rumah Sakit Umum Daerah
Muara Teweh
5. Ibu Theresia Jamini, S. Kep.,Ners.,M. Kep selaku Kepala Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Profesi STIKES Suaka Insan Banjarmasin yang telah
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengajaran
tentang keperawatan Gadar dan kritis.
6. Ibu Dyah Trifianingsih, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Pembimbing Akademik
Stase Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada mahasiswa.
7. Bapak Oskarliyandi Purba, S. Kep., Ns elaku Pembimbing Lahan Stase
Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada mahasiswa.
8. Ibu Dyah Trifianingsih, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Koordinator Program
Stase Keperawatan Gadar & Kritis yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada mahasiswa
9. Para Kepala Ruangan dan staf di ruang IGD yang telah memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk praktik dan mencapai kompetensi di
ruangan tersebut
10. Klien Ny. M beserta keluarga klien yang telah secara kooperatif memberikan
informasi dan memberikan peretujuan atas dilakukannya beberapa tindakan
keperawatan.
Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan laporan Stase Keperawatan
Komprehensif ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan.Pada kesempatan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.

Banjarmasin, 02 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
COVER DEPAN i
COVER DALAM ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
2. Bagi Mahasiswa
3. Bagi Para Perawat Profesional Yang
Bertugas Di Pelayanan Keperawatan
4. Bagi Profesi-profesi terkait:
a. Dokter
b. Laboratory Technician
c. Dietition
d. Physiotherapist
e. Pharmacist
C. BATASAN MASALAH
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
E. METODE
1. Wawancara
2. Observasi
3. Pemeriksaan Fisik
4. Tinjauan Tes Diagnostik
5. Studi Kepustakaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
B. DEFINISI
C. ETIOLOGI
D. EPIDEMIOLOGI
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
2. Skema
F. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Medikasi
3. Pembedahan
4. Treatment
5. Diet
6. Aktivitas
7. Pendidikan Kesehatan
G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Assessment
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Evaluasi
H. KONSEP TUMBUH KEMBANG / KONSEP LANSIA (jika klien
usia pediatrik atau lansia)
BAB III STUDI KASUS
A. ASSESSMENT
1. Pengkajian (data pasien dan pengkajian)
2. Pemeriksaaan Penunjang
3. Drug Study
4. Patway Kerja
5. Analisa Data
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. NURSING CARE PLAN
D. DOKUMENTING NURSING CARE
BAB IV PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
2. Bagi Pihak Rumah Sakit Suaka Insan
3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan
4. Bagi Mahasiswa
LAPORAN CRITICAL APPRAISAL JURNAL EVIDENCE BASED NURSING
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Tulang Femur

Gambar 2. Anatomi Otot Femur

Gambar 3. Klasifikasi Fraktur Secara Umum

Gambar 4. Pengukuran LLD

Gambar 5. Skema Patofisiologi Fraktur Femur


DAFTAR TABEL

Tabel Perencanaan

Tabel Hasil Penunjang

Tabel Drugs Study

Tabel Analisa Data

Tabel Nursing Care Plan

Tabel Documenting Nursing Care


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di


dunia kurang lebih 13,3 juta orang pada tahun 2018, dengan angka prevalensi
sebesar 22,7%, sementara pada tahun 2019 terdapat kurang lebih 18,7 juta
orang mengalami fraktur dengan angka prevalensi 44,2%. Tahun 2020
meningkat menjadi 21,6 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 69,5%
(WHO, 2019). Menurut Badan kesehatan di Indoesia tahun 2019 menyatakan
bahwa Insiden Fraktur semakin meningkat mencatat terjadi fraktur kurang
lebih 15 juta orang dengan angka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun 2018
terdapat kurang lebih 20juta orang dengan angka prevalensi 4,2% dan pada
tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,8%
akibat kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk, 2018).
Data yang ada di Indonesia kasus fraktur paling sering yaitu fraktur
femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus sebanyak 17% fraktur tibia dan
fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah kecelakaan lalu lintas
yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau kendaraan
rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria 73,8% (Desiartama &
Aryana, 2018). Fraktur adalah kondisi dimana terjadi diskontinuitas atau
terganggunya kesinambungan jaringan tulang atau tulang rawan karena
adanya trauma. Fraktur terjadi apabila daya traumanya lebih besar dari daya
lentur tulang. Fraktur dapat terjadi karena peristiwa trauma tunggal, tekanan
yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada fraktur patologis
(Hardisman, 2014 dalam Pratiwi 2020).
Penyebab utama fraktur adalah peristiwa trauma tunggal seperti
benturan, pemukulan,terjatuh, posisi tidak teratur atau miring, dislokasi,
penarikan, kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) (Noorisa,
2016). Dampak lain yang timbul pada fraktur yaitu dapat mengalami
perubahan pada 2 bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat
rasa sakit dan rasa nyeri. Nyeri terjadi akibat luka yang mempengaruhi
jaringan sehat. Nyeri mempengaruhi homeostatis tubuh yang akan
menimbulkan stress, ketidaknyamanan akibat nyeri harus diatasi apabila tidak
diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan proses penyembuhan
dan dapat menyebabkan kematian (Septiani, 2015 dalam Pratiwi 2020).
Gangguan mobilitas fisik yang terjadi pada masalah fraktur femur adalah
keterbatasan ekstremitas atas maupun bawah dalam bergerak secara mandiri
dan terarah. Batasan karakteristik kesulitan mengubah posisi, keterbatasan
rentang gerak sendi, melakukan aktivitas lain dengan dibantu orang lain,
pergerakan lambat. Sedangkan faktor berhubungannya yaitu terjadinya
masalah kerusakan pada integritas pada tulang, adanya gangguan
muskuloskeletal, kerusakan pada integritas struktur tulang, adanya program
pembatasan gerak (Wiley & Sons, 2015). Penatalaksanaan fraktur tersebut
dapat mengakibatkan masalah atau komplikasi seperti kesemutan, nyeri,
kekakuan otot, bengkak atau edema serta pucat pada anggota gerak yang
dioperasi (Carpintero et al., 2014). Gangguan mobilitas fisik dapat dilakukan
tindakan seperti mobilisasi dini. Masalah tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor salah satunya adalah kurang atau tidak dilakukannya
mobilisasi dini pasca pembedahan (Lestari, 2014). Beberapa literatur
menyebutkan bahwa pentingnya 3 melakukan mobilisasi dini yaitu untuk
memperbaiki sirkulasi, mencegah terjadinya masalah atau komplikasi setelah
operasi serta mempercepat proses pemulihan pasien (Keehan et al., 2014).
Akibat dari fraktur femur ini dapat berdampak terhadap fisik dan psikologis,
sosial, spiritual. Dampak pada fisik nya yaitu terjadi perubahan pada bagian
tubuhnya yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada ekstermitas
bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi. Dampak
terhadap psikologis seperti pasien akan merasakan cemas yang diakibatkan
oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat, takutnya terjadi kecacatan pada
dirinya dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
Dampak sosial dari fraktur femur pasien akan kehilangan perannya dalam
keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang
waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam
melakukan kegiatan memenuhi kebutuhannya sendiri seperti biasanya
sedangakan dampak spiritual pada fraktur femur pasien akan mengalami
gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah
ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan
ketidakmampuannya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menarik judul “Asuhan
Keperawatan (Gawat Darurat & Kritis) Klien Ny. M Dengan Closed Fracture
Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Muara Teweh”

B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita
pasien dan mengetahui cara penanganan pasien dengan Closed Fracture
Os Femur 1/3 distal sinistra.
2. Bagi Mahasiswa
Memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta dapat menerapkan
Asuhan Keperawatan yang didapatkan dari akademik sebagai upaya
dalam penanganan pada pasien dengan Closed Fracture Os Femur 1/3
distal sinistra.
3. Bagi Para Perawat Profesional Yang Bertugas Di Pelayanan
Keperawatan
Memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta dapat menerapkan
Asuhan Keperawatan yang didapatkan dari akademik dan dipraktikan
pada pelayanan keperawatan secara profesional di lahan pada pasien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra.

4. Bagi Profesi-profesi terkait:


a. Dokter
Sebagai informasi terkait pada klien dengan Closed Fracture Os
Femur 1/3 distal sinistra dari segi pelayanan keperawatan dan untuk
mempermudah kolaborasi
b. Laboratory Technician
Memperoleh informasi terkait pelayanan keperawatan untuk klien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra dan
hubungannya dengan sistem penunjang laboratorium
c. Dietition
Memperoleh informasi terkait pelayanan keperawatan untuk klien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra dan
hubungannya dengan pemberian nutrisi dan diet bagi klien
d. Physiotherapist
Memperoleh informasi terkait pelayanan keperawatan untuk klien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra dan
hubungannya dengan fisioterapi bagi klien
e. Pharmacist
Memperoleh informasi terkait pelayanan keperawatan untuk klien
dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 distal sinistra dan
hubungannya dengan farmasi.
F. BATASAN MASALAH
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien Ny. M Dengan Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Muara Teweh adalah asuhan yang membahas tentang proses
keperawatan gawat darurat dan kritis pada klien Ny. M Dengan Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Muara Teweh.
G. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan Laporan Asuhan Keperawatan ini adalah
untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan Laporan Asuhan Keperawatan ini
adalah :
a. Melaksanakan pengkajian yang tepat pada klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien Ny. M
Dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD
Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
c. Menggambarkan rencana keperawatan yang tepat pada klien Ny. M
Dengan Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD
Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh.
H. METODE
1. Wawancara
Wawancara merupakan metode yang perawat gunakan untuk
mendapatkan data subjektif dan informasi penting dari klien dan keluarga
2. Observasi
Observasi merupakan metode yang perawat gunakan untuk mendapatkan
data dari klien yaitu dengan melakukan pengamatan langsung kepada
klien
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah metode yang digunakan perawat untuk
mengetahui kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh
dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan
mendengarkan (auskultasi).
4. Tinjauan Tes Diagnostik
Tinjauan tes diagnostik dilakukan untuk memberikan informasi
penunjang terhadap kondisi yang klien alami
5. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan metode yang membantu perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan berdasarkan teori dan penelitian yang
benar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi tulang femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di
dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan
asetabulummembentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris.
Disebelah atas dan bawahdari kolumna femoris terdapat laju yang disebut
trokanter mayor dan trokanterminor. Di bagian ujung membentuk
persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis,
diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut fosa kondilus.
Gambar 1. Anatomi tulang femur

Gambar 2. Anatomi Otot Femur


2. Fisiologi
Ketika tubuh akan bergerak, otak langsung mengirimkan sinyal melalui
sistem saraf untuk merangsang otot rangka. Setelah menerima impuls, otot
akan mulai berkontraksi kemudian menarik tendon dan tulang, sehingga
tubuh bisa bergerak. Sementara itu, saat mengendurkan otot, sistem saraf
akan mengirimkan pesan ke otot agar rileks dan mengendur. Ketika otot
yang sudah rileks berhenti berkontraksi, gerakan tubuh pun juga ikut
terhenti.

B. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenisdan luasnya. Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk
dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Frakturdapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupuntulang itu
sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Brunner &
Suddarth, 2014).
Fraktur femur terbagi menjadi:
1) Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
kerasseperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur
terjadikarena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis

Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:


1) Fraktur interkapsuler femur
Terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan melalui kepala femur (fraktur
kapital).
2) Fraktur ekstrakapsulara
 Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar
/ lebih kecil/ pada daerah intertrokanter
 Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2inci
di bawah trokanter minor

Klasifikasi fraktur femur terbagi menjadi:


1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan
padaorang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang
yangosteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan
frakturini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuandengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12
tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya
disebabkantrauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur
yang terjadidibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara
trokantermayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering
terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat
memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor
tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur
dapat bersifatkominutif terutama pada korteks bagian posteomedial
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia
dan biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau
jatuh dari ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai
femur terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai
kekatan aksial dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada
daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.

Klasifikasi Fraktur Secara Umum


Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) maka fraktur dibagi
menjadi:
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antarahubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit
Gambar 3. Klasifikasi Fraktur secara umum

C. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup
mempunyaikekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab
fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2014):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau
kondisitertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasantulang paha yang menyebabkan fraktur patologis

Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2014) terdiri atas:
1) Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmentulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada
fraktur lenganatau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas,
yang bisa diketahuidengan membandingkan dengan ekstremitas
yang normal. Ektremitas takdapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung padaintegritas tulang tempat
melekatnya otot.
3) Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan dibawah tempat fraktur.
Leg length discrepancy
(LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah adalah masalah
ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua kaki
seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari
masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor,
fraktur,hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular
atau tumor(seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di
satu sisi melebihiyang lain. Pengukuran Leg length discrepancy
(LLD) terbagi menjadi,yaitu true leg length discrepancy dan
apparent leg length discrepancy. True leg length discrepancy
adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan
mengukur dari spina iliaka anteriorsuperior ke maleolus medial dan
apparent leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan
panjang tungkai bawah dengan mengukur darixiphisternum atau
umbilikus ke maleolus medial.
Gambar 4. Pengukuran Leg length discrepancy

4) Krepitus tulang (derik tulang)


Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang
lainnya.
5) Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau hari.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur


femur antara lain:
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun interna dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur
ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler, makadapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada
fraktur femur pelvis.
2) Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau
cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria
dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan
oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula
lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak,
paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera,
gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan
pireksia.
3) Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatantekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas,
yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan
tekanan intrakompartemen akan mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.
Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan
nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama
mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
4) Nekrosis Avaskular tulang
Nekrosis avaskular tulang:edera, baik fraktur maupun dislokasi,
seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada
nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada
kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid,os. Lunatum,
dan os. Talus.
5) Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai
ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel
spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot
tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot
yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot,
aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.

D. EPIDEMIOLOGI
Insiden fraktur femur pada shaft di seluruh dunia berkisar antara 10-21
per 100.000 per tahun. Sebanyak 2% dari kasus tersebut merupakan fraktur
terbuka. Distribusi berdasarkan usia pada pria dilaporkan tertinggi pada
kelompok 15 hingga 35 tahun, sedangkan pada wanita di usia 60 tahun ke
atas.
Belum ada data epidemiologi pasti untuk fraktur femur di Indonesia.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, angka kejadian fraktur
secara umum di Indonesia sekitar 5,5% dan 67% bagian tubuh yang terkena
adalah ekstremitas bawah.
Fraktur femur distal memiliki angka mortalitas sekitar 18% setelah 6
bulan dan sekitar 18-30% setelah 1 tahun. Fraktur femur proksimal
atau fraktur leher femur menunjukkan angka mortalitas 8,2% dalam 30 hari
dan 20% dalam satu tahun. Fraktur femur bilateral tanpa cedera lain memiliki
angka mortalitas keseluruhan 9,8%. Di sisi lain, bila fraktur femur bilateral
disertai dengan cedera lain, angka mortalitas meningkat menjadi 31,6%
(Balitbangkes RI. Laporan Riskesdas 2018 Nasional).
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung
dimanafraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur
femur ada duafaktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut
diantaranya, frakturfisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan
tulang yang diakibatkan darikecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan
trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat
proses penyakit dimana dengan trauma minordapat mengakibatkan
fraktur. Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguanmetabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
atau curah jantung menurunmaka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasmadan poliferasi menjadi edema
lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yangkemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak
yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah
patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga
akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitasfisik terganggu. Pada umumnya pada pasien
fraktur terbuka maupun tertutupakan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Muttaqin, 2014).
2. Skema

PATOFISIOLOGI FRAKTUR FEMUR


(Muttakin, 2014)
F. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan
jenis fraktur.
b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI: memperlihatkan tingkat
keparahanfraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
c. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
ataumenurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
padamultipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres
normal setelah trauma.
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah,
tranfusimulpel atau cedera hati

2. Medikasi
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi
serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita
fraktur (Maria, Gosalves dan Blasius, 2021):
1) Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang
terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang
menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur.
2) Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
3) Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula. Tetapi hal
ini tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh
para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan
tulang pada posisi semula.
4) Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau
papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar
posisi tetap stabil.
5) Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar
perlukaan.
6) Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun
postoperasi.

3. Pembedahan
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang
ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Penatalaksanaan yang
dilakukan adalah (Maria, Gosalves dan Blasius, 2021):
1) Fraktur terbuka merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam
waktu 3-6 jam (golden periode). Kuman belum terlalu jauh meresap
dilakukan 8 pembersihan luka, exici, hecting situasi, pemberian
antibiotik. Ada bebearapa prinsipnya yaitu:
 Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, Circulation.
 Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
 Pemberian antibiotika.
 Debridement dan irigasi sempurna.
 Stabilisasi
 Penutupan luka
 Rehabilitasi
 Life saving
 Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera di
tempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat
bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang
cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi
berakibat multiorgan. Bntuk life saving prinsip dasar yaitu
airway, breath and circulation
 Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 3 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena
itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan
prioritas ke 3. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
 Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi.
Pemberian aantibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan
hanya saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika
dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun
negatif.

 Debridemen dan irigasi


Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal
yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan
cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah
banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
 Stabilisasi
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan
stabilisasi fragmen tulang. Cara stabilisasi fragmen tulang
tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas
yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dilakukan pemasangan
fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 maka dianjurkan
pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar
dapat dilakukan langka awal rehabilitasi penderita.
2) Seluruh Fraktur
 Rekognisis/ pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya
 Reduksi, Manipulasi, Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
 Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open
reduction and external fixation= OREF), sehingga diperoleh
stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal
adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai
jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
Penanganan pasca operatif yaitu peralatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan
radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa
latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga
tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union
(penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak), baik,
proporsional, dan sembuh secara fungsional (tidak ada
kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan)
 ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi
ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergeseran. internal fiksasi ini
berupa intramedullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur
tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
 Retensi/imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi
fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
 Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Eeduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler

4. Treatment
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Eduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau,
dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.

5. Diet
Pada kondisi pasien yang sebelumnya mengalami fraktur terdapat
rekomendasi diet yang dapat membantu untuk mempercepat pemulihan.
Makanan yang dapat diberikan yaitu makanan dengan tinggi protein
untuk mempercepat pemulihan seperti daging, ikan, susu, keju, serta
kacang-kacangan. Selain makanan tinggi protein, makanan tinggi zat
besi, kalsium, serta vitamin C dan D dapat membantu proses
penyembuhan fraktur.
6. Aktivitas
Pasca tindakan pembedahan, sangat direkomendasikan untuk melakukan
terapi fisik untuk memperbaiki rentang gerak sendi, kekuatan, dan gait.
Sebelum diperbolehkan weightbearing, penggunaan crutch diperlukan
untuk menopang berat badan. Untuk fraktur stres, penggunaan crutch
dapat dihentikan segera setelah pasien bisa berjalan tanpa merasakan
nyeri. Selanjutnya, pasien dapat menjalani latihan aerobik low impact
seperti sepeda statis dan berenang. Identifikasi dan modifikasi penyebab
dari fraktur stres, misalnya dengan memperbaiki teknik saat olahraga
atau penggantian alas kaki. Lanjutkan terapi fisik sesuai kebutuhan
dengan target terapi adalah peningkatan kekuatan, rentang gerak, daya
tahan, dan kemampuan berjalan. Selama masih menjalani terapi fisik,
lakukan pemantauan radiologi secara berkala untuk menilai
penyembuhan fraktur.
7. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan tergantung pada kasus fraktur.
Penanganan dan pendidikan kesehatan pada klien dengan fraktur femur
mencakup tindakan pembedahan yang dipilih sebagai pendekatan terapi,
beserta kemungkinan komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dari
tindakan tersebut. Jelaskan pada pasien bahwa fraktur femur memerlukan
waktu penyembuhan yang panjang, sekitar 3-6 bulan.

G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Assessment
a) Pengkajian
Dalam kasus pasien gawat darurat makan pengkajian terutama untuk
pasien trauma antara lain (Maria, Gosalves dan Blasius, 2021):
 IGD:
1) Pengkajian primer (A,B,C, D, E)
Airway: memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi.
Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola
napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,
dan suara napas Vesikuler.
Circulation: nadi lemah/tidak teraba, cepat lebih dari 100
x/mnt, tekanan darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat
oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan
lokasi, Capillary refill > 2 detik apabila ada perdarahan.
Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak
pada medulla spinalis.
Exposure/environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.

2) Pengkajian sekunder
Fokus Asesment pada klien dengan gangguan muskuloskeletal
terutama fraktur (Mutakkin, 2014):
 Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: pupil
tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya,
patah tulang tengkorak (depresi atau non depresi, terbuka
atau tertutup?)
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes

 Leher
lihat bagian depan, trakhea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis & distensi
vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit.
 Dada:
Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang
dianggap kritis: luka terbuka, sucking chest wound, Flail
chest dengan gerakan dada para doksikal, suara paru hilang
atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan
polanapas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaanotot-otot asesoris).
 Abdomen
Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen.
Temuan yang dianggap kritis ditemukannya penurunan
bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness.
 Pelvic
Daerah pubik, Stabilitas pelvis, krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri
tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
 Ekstremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan
luka laserasi pada tangan.
Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi
motorik, fungsi sensorik. Temuan yang dianggap kritis:
nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun
atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
 Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
 Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS
(Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada
pasien.
 Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur,
trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI: memperlihatkan
tingkat keparahanfraktur, juga dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) ataumenurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh padamultipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban tratinin
untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilingan darah, tranfusimulpel atau cedera hati

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I: Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (trauma)
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hinggan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2017)

2) Batasan Karakteristik
Gejala dan tanda mayor
subjektif objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (misal waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor


Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. diaforesis

3) Faktor yang berhubungan


Faktor yang berhubungan antara lain: kondisi pembedahan,
cedera traumatis, infeksi, sindrom koroner akut, glaukoma

Diagnosa II: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


kerusakan integritas struktur tulang
1) Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri (SDKI PPNI, 2017)
2) Penyebab
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Perubahan metabolisme
 Ketidakbugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Penurunan kekuatan otot
 Keterlambatan perkembangan
 Kekakuan sendi
 Kontraktur
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskuler
 Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 Efek agen farmakologis
 Program pembatasan gerak
 Nyeri
 Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
 Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Keengganan melakukan pergerakan
 Gangguan sensori persepsi
3) Batasan karakteristik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh sulit 1. Kekuatan otot menurun
menggerakkan ekstremitas 2. Rentang gerak (ROM)
menurun

Gejala dan tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku
2. Enggan melakukan 2. Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan 3. Gerakan terbatas
3. Merasa cemas saat 4. Fisik lemah
bergerak
4) Kondisi klinis terkait
Kondisi klinis terkait antara lain: stroke, cedera medula spinalis,
trauma, fraktur, osteoartritis, ostemalasia, keganasan.

Diagnosa III: Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan


trauma
1) Definisi
Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh,
yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
(SDKI PPNI, 2017)
2) Faktor risiko
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Hipotensi
 Kekurangan volume cairan
 Sepsis
 Sindrom respon inflamasi sistemik (systemic inflamatory
response syndrome [SIRS])
3) Kondisi terkait
 Perdarahan
 Trauma multiple
 Pneumothoraks
 Infark miokard
 Kardiomiopati
 Cedera medula spinalis
 Anafilaksis
 Sepsis
 Koagulasi intravaskuler diseminata
 Sindrom respon inflamasi sistemik (systemic inflamatory
response syndrome [SIRS]).
Keterangan:
Diagnosa ini ditegakkan pada kondisi gawat darurat yang dapat
mengancam jiwa dan intervensi diarahkan untuk penyelamatan jiwa
3. Perencanaan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Diagnosa I: Setelah dilakukan Observasi Observasi
Nyeri akut akut tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui
berhubungan selama 1x 6 jam maka durasi, frekuensi, kualitas, lokasi, karakteristik,
dengan agen tingkat nyeri menurun. intensitas nyeri durasi, frekuensi,
pencedera fisik Kriteria hasil: kualitas dan intensitas
(trauma) 1. Keluhan nyeri nyeri
menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala
2. Meringis menurun (5) nyeri yang dirasakan
3. Sikap protektif pasien
menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non 3. Untuk mengetahui
4. Menarik diri menurun verbal respon nyeri yang
(5) dirasakan pasien
5. Gelisah menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang 4. Agar mengetahu faktor
6. Diaforesis menurun memperberat dan memperingan yang dapat memperberat
(5) nyeri dan memperingan nyeri
7. Frekuensi nadi 5. Identifikasi pengetahuan dan 5. Untuk mengetahui
membaik (5) keyakinan tentang nyeri pemahaman dan
8. Pola napas pegetahuan pasien
membaik (5) terhadap nyeri
9. Tekanan darah 6. Identifikasi pengaruh budaya 6. Budaya dapat
membaik (5) terhadap respon nyeri mempengaruhi pasien
10. Proses berpikir dalam mengartikan nyeri
membaik (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada 7. Mencegah penurunan
kualitas hidup kualitas hidup pasien
8. Monitor keberhasilan terapi 8. Mengetahui kemajuan
komplementer yang sudah yang dialami pasien
diberikan
9. Monitor efek samping 9. Jika terjadi reaksi
penggunaan analgetik abnormal maka dapat
segera dilakukan
penghentian terapi
Terapeutik Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis 1. Manajemen
untuk mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk
(mis. TENS, hipnosis, membantu mengurangi
akupresure, terapi musik, nyeri
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang 2. Faktor pendukung agar
memperberat rasa nyeri (mis. nyeri tidak bertambah
suhu ruangan, pencahayaan, berat
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur 3. Membantu mengurangi
nyeri dengan memenuhi
kebutuhan tidur pasien
4. Pertimbangkan jenis dan sumber 4. Agar tindakan yang kita
nyeri dalam pemilihan strategi berikan sesuai dengan
meredakan nyeri jenis nyeri dan sumber
dari nyeri
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode dan 1. Agar pasien dapat
pemicu nyeri menghindari pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Agar pasien dapat
meredakan nyeri secara
mandiri jika pulang
3. Anjurkan memonitor nyeri secara 3. Agar pasien dapat
mandiri mengenali, memonitor
dan jika nyeri mulai
parah maka pasien dapat
memberitahu keluarga
atau perawat
4. Anjurkan menggunakan analgetik 4. Agar pasien dapat
secara tepat menggunakan analgesik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Mengurangi nyeri secara
untuk mengurangi rasa nyeri nonfaramakologis
Kolaborasi Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika Membantu mengurangi
perlu nyeri pada skala nyeri
sedang-berat

Diagnosa II Setelah dilakukan Observasi Observasi


Gangguan tindakan keperawatan 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan 1. Hasil Identifikasi yang
mobilitas fisik selama 1x6 jam, maka pembidaian (mis. fraktur, tepat akan menentukan
berhubungan mobilitas fisik meningkat. dislokasi) intervensi selanjutnya
dengan kerusakan Kriteria hasil: 2. Monitor bagian distal area cedera 2. Untuk mengetahui
integritas struktur 1. Nyeri menurun (5) (mis. pulsasi nadi, pengisian kondisi sistem
tulang 2. Cemas menurun (5) kapiler, gerakan motorik dan persarafan, aliran darah
3. Kaku sendi menurun sensasi) pada bagian tubuh yang dan kondisi area cedera
(5) cedera sebelum pembidaian
4. Gerakan tidak 3. Monitor adanya perdarahan pada 3. Untuk mengetahui
terkoordinasi menurun area cedera kondisi perdarahan
(5) 4. Identifikasi material bidai yang 4. Material bidai
5. Gerakan terbatas sesuai (mis. lurus dan keras, disesuaikan dengan
menurun (5) panjang bidai melewati dua sendi) kebutuhan area cedera
6. Kelemahan fisik
menurun (5) Terapeutik Terapeutik
7. Pergerakan 1. Tutup luka terbuka dengan 1. Mencegah infeksi
ekstremitas meningkat balutan 2. Perdarahan yang tidak
(5) 2. Atasi perdarahan sebelum bidai diatasi akan
8. Kekuatan otot dipasang mengakibatkan syok
meningkat (5) 3. Mengurangi risiko
9. Rentang gerak 3. Minimalkan pergerakan, terutama fraktur bertambah berat
meningkat (ROM) pada bagian yang cedera 4. Bantalan akan
meningkat (5) 4. Berikan bantalan (padding) pada memberikan permukaan
bidai yang lembut dan
peredaran darah pada
area cedera tetap lancar
5. Mempertahakan posisi
5. Imobilisasi sendi di atas dan agar tidak terjadi
dibawah area cedera mobilisasi
6. Topang kaki menggunakan 6. Meminimalisir faktor
penyangga kaki (footboard), jika pemberat cedera
tersedia
7. Tempatkan ekstremitas yang 7. Mencegah perburukan
cedera dalam posisi fungsional, cidera posisi ekstremitas
jika memungkinkan sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana
8. Pasang bidai pada posisi tubuh mestinya
seperti saat ditemukan 8. Mencegah perburukan
cidera posisi ekstremitas
sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana
9. Gunakan kedua tangan untuk mestinya
menopang area cedera 9. Meningkatkan daya
topang yang kuat bagi
10. Gunakan kain gendong (sling) area cedera
secara tepat 10. Imobilisasi
ekstremitas

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan langkah- 1. Penjelasan yang tepat
langkah prosedur sebelum akan memberikan
pemasangan bidai pemahaman yang baik
bagi klien. Membangun
rasa percaya dan
meningkatkan
keterlibatan klien dalam
terapi
2. Jelaskan tanda dan gejala sindrom 2. Memberikan
kompartemen (5P: pulseless, pengetahuan kepada
parestesia, pain, paralysis, palor) klien jika terjadi gejala
sindrom kompartemen
3. Anjurkan membatasi gerak pada 3. Mencegah terjadinya
area cedera perburukan cedera

Diagnosa III Setelah dilakukan Observasi Observasi


tindakan keperawatan 1. Monitor status kardiopulmonal 1. Untuk mengetahui tanda-
Risiko Syok selama 1x6 jam maka (frekuensi dan kekuatan hadi, tanda syok
berhubungan risiko syok menurun. frekuensi napas, TD, MAP)
dengan perdarahan Kriteria hasil: 2. Monitor status oksigen (oksimetri 2. Untuk meningkatkan
dan trauma 1. Kekuatan nadi nadi, AGD) kewaspadaan terhadap
meningkat (5) kondisi yang bisa
2. Output urine menurun
meningkat (5) 3. Monitor status cairan (masukan 3. Salah satu penyebab
3. Tingkat kesadaran dan haluaran, turgor kulit, CRT) syok adalah kurangnya
meningkat (5) volume cairan, sehingga
4. Akral dingin menurun hal ini bisa dipantau
(5) dengan memonitor status
5. Pucat menurun (5) cairan
6. Rasa haus menurun 4. Monitor tingkat kesadaran dan 4. Memonitor tingkat
(5) respon pupil Kesadaran dan reaksi
7. Konfusi menurun (5) pupil adalah salah satu
8. Letargi menurun (5) cara untuk mengetahui
9. Asidosis metabolik kondisi klien
menurun (5) 5. Periksa riwayat energi 5. Alergi merupakan salah
10. Tekanan arteri satu hal yang dapat
membaik (5) menyebabkan syok
11. Tekanan darah sistolik Terapeutik Terapeutik
membaik (5) 1. Berikan oksigen untuk 1. Mempertahankan Suplai
12. Tekanan darah mempertahankan saturasi oksigen normal di atas
diastolik membaik (5) oksigen> 94% 95%
13. Tekanan nadi 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi 2. Persiapan untuk
membaik (5) mekanis, jika perlu Memberikan bantuan
14. Pengisian kapiler napas jika terjadi henti
membaik (5) napas
15. Frekuensi nadi 3. Pasang jalur IV, jika perlu 3. Mempertahankan
membaik (5) keseimbangan cairan dan
16. Frekuensi napas elektrolit dan akses
membaik (5) untuk masuk terapi
17. Saturasi oksigen intravena
membaik (5) 4. Pasang kateter urin untuk menilai 4. Memonitor haluaran dan
reproduksi urin, jika perlu masukan cairan
5. Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi 5. Mencegah reaksi alergi
yang dapat menyebabkan
syok
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko 1. Memberikan
syok pengetahuan kepada
klien agar klien dapat
mengenal penyebab
risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal 2. Agar klien mengenali
syok tanda dan gejalan awal
syok
3. Anjurkan melapor jika 3. Pencegahan dini jika
menemukan/merasakan tanda dan terjadi syok dan
gejala awal syok mempercepat
penanganan
4. Anjurkan memperbanyak asupan 4. Mempertahankan
cairan oral keseimbangan cairan dan
elektrolit
5. Anjurkan menghindari alergen 5. Menghindari faktor
risiko yang dapat
menyebabkan syok,
salah satunya adalah
alergen
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika 1. Mempertankan
perlu keseimbangan cairan dan
eletrolit dengan
memberikan cairan,
nutrisi serta terapi
melalui jalur intravena
2. Kolaborasi pemberian transfusi 2. Transfusi darah
darah, jika perlu dilakukan untuk
mengganti darah yang
hilang akibat berbagai
sebab
3. Kolaborasi pemberian 3. Mengobati inflamasi
antiinflamasi, jika perlu
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan intelektual yang melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Evaluasi
keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi
keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap
diagnosa keperawatan (Nursalam, 2016).
Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian
terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang
diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses,
yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
keperawatan dilakukan. Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP.
S : Subjective yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien,
O : Objective yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga,
A : Assassment yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif,
P : Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis.

H. KONSEP LANSIA
Patah tulang pada lansia akan mempunyai proses penyembuhan yang lebih
lama dan berisiko fatal yang dapat menyebabkan kematian.
BAB III STUDI KASUS

E. ASSESSMENT
1. Pengkajian (data pasien dan pengkajian)

Nama Pengkaji : MERSA HERAWATI

Tanggal Pengkajian : 12 Februari 2024

Jam Pengkajian : 09.30 WIB

A. Biodata pasien
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Petugas Sapu jalan
Usia : 54 tahun
Status Pernikahan : Menikah
No. RM : 128758
Diagnosa Medis : Susp. Closed Fracture Os. Femur 1/3 distal (S)
Alamat : Jln. Veteran

B. Biodata Penanggung Jawab


Nama : Ny. MJ
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Honor di BLH
Hubungan dengan klien: Anak
Alamat : Jln. Veteran

C. Pengkajian Primer
1) Airway (Jalan nafas)
Sumbatan:
( ) benda asing
( ) darah
( ) bronkospasme
( ) sputum
( ) lendir
( ) Bebas/ tanpa sumbatan
Suara nafas:
( ) Snoring
( ) Gurgling
( ) Stridor
Masalah Keperawatan : tidak ada

2) Breathing (pernafasan)
Sesak, dengan
( ) aktivitas
( ) tanpa aktivitas
( ) menggunakan otot tambahan
Frekuensi : 20 x/mnt
Irama : ( √ ) teratur ( ) tidak teratur
Kedalaman : ( ) dalam ( ) dangkal
Batuk : ( ) produktif ( ) non produktif
Sputum : ( ) ada ( √ ) tidak ada
Warna: -
Konsistensi: -
Bunyi nafas:
( ) ronchi
( ) wheezing
( ) crakles
( )-
Masalah Keperawatan: tidak ada

3) Circulation (sirkulasi)
Sirkulasi perifer:
Nadi : 87 x/mnt
Irama : ( √ ) teratur ( ) tidak teratur
Denyut : ( √ ) lemah ( ) kuat
TD : 151/88 mmHg
Ektremitas: ( ) hangat ( √ ) dingin
Warna Kulit: ( ) cyanosis ( √ ) pucat ( ) kemerahan
Nyeri dada: ( ) ada ( √ ) tidak ada
Karakteristik nyeri dada:
( ) menetap
( ) menyebar
( ) seperti ditusuk tusuk
( ) seperti ditimpa benda berat
CRT : ( √ ) < 2 detik ( ) > 2 detik
Edema : ( ) iya (√) tidak
Lokasi edema:
( ) muka
( ) tangan atas
( ) tungkai
( ) anasarka
Eliminasi dan cairan:
BAK: 3-4 x/ hari, akan tetapi sejak klien berangkat bekerja sampai
kejadian dibawa ke RS, klien tidak ada BAK (sejak jam 05.00 WIB,
Kejadian jam 07.30 WIB)
Jumlah : ( ) sedikit ( ) banyak ( ) sedang (√)
tidak ada BAK
Warna : ( ) kuning jernih ( ) kuning kental ( ) putih
Rasa sakit : ( ) iya ( ) tidak
BAB: 1 x/ hari
Diare: tidak ada
( ) iya
( √ ) tidak
( ) berdarah
( ) cair
( ) berlendir
Turgor : ( ) baik ( √ ) sedang ( ) buruk
Mukosa : ( ) lembab ( √ ) kering
0
Suhu: 36, 2 C
Masalah Keperawatan : Risiko Syok

4) Dissability
Tingkat kesadaran:
( √ ) composmentis
( ) apatis
( ) somnolen
( ) stupor
( ) soporocoma
( ) koma
Pupil
( √ ) isokor
( ) anisokor
( ) miosis
( ) midriasis
Reaksi terhadap cahaya
Kanan
( √ ) positif
( ) negatif
Kiri
( √ ) positif
( ) negatif
GCS: EyeVerbal Motorik= E4V5M6 (kaki sinistra tidak dapat
digerakkan)
Terjadi
( ) kejang
( ) pelo
( √ ) kelumpuhan/ kelemahan
( ) mulut mencong
( ) afasia
( ) disartria
( ) berlendir
Nilai kekuatan otot:
5 5

5 1
Refleks:
Babisnky: tidak dikaji
Patella: tidak dikaji
Bisep/ trisep: tidak dikaji
Brudynsky: tidak dikaji
Masalah Keperawatan: gangguan mobilitas fisik

5) Eksposure
( ) jejas
(√ ) akral dingin
Masalah Keperawatan : Risiko Syok

D. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST): nyeri pada paha kiri
bekas tertimpa sepeda motor
P : nyeri yang dirasakan pada paha kiri akibat tertimpa motor
Q : nyeri seperti tertimpa benda berat
R : nyeri menjalar ke paha atas dan kaki sehingga kaki tidak bisa
digerakkan
S : skala nyeri 7
T : nyeri berlangsung secara terus menerus dan tambah nyeri jika
digerakkan
2) Alergi terhadap obat, makanan tertentu: tidak ada
3) Medikasi/ pengobatan terakhir: tidak ada minum obat
4) Event of injury/ penyebab injury: tertimpa motor (ditabrak saat
menyapu jalan)
5) Pengalaman pembedahan: tidak ada
6) Riwayat penyakit sekarang: klien adalah seorang penyapu jalan setiap
pagi. Pagi ini ditabrak oleh seorang pengendara motor dan motor
terjatuh lalu menimpa paha klien
7) Riwayat penyakit dahulu: klien adalah penderita diabetes, gula darah
pernah mencapai > 400 mg/dl
8) Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Kesimetrisan wajah: simetris

Rambut:
warna: Hitam bercampur uban,
distribusi: merata di seluruh kulit kepala
tekstur tengkorak/ kulit kepala: utuh

Mata:
inspeksi bola mata: Normal
kelopak mata: berwarna merah muda
konjungtiva: waran sedikit pucat,
sklera: tidak ada ikterik
pupil: isokor
reaksi pupil terhadap cahaya: positif

Telinga:
Letak: pada kedua sisi kanan dan kiri kepala,
Bentuk: normal
Serumen: tidak ada,
kemampuan mendengar: kurang

Hidung:
Deviasi septum nasi: tidak ada
Kepatenan jalan nafas lewat hidung: baik

Mulut
bibir sumbing: tidak ada
mukosa mulut: kering
lidah: berwarna merah muda bercampur putih
gusi: merah muda

b. Leher
Deviasi/ simetris: simetris
cidera cervikal: tidak ada
kelenjar thyroid: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
kelenjar limfe: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Trakea: tidak dikaji
JVP: tidak dikaji

c. Dada
I:
Kesimetrisan: simetris
penggunaan otot bantu nafas: tidak ada
ictus cordis: terlihat
P:
Taktil fremitus: tidak ada
Massa: tidak ada,
ictus cordis: teraba
P:
cairan di paru: tidak ada
suara perkusi paru: sonor
suara perkusi jantung: dullnes
A:
Suara paru: vesikuler
Suara jantung: lud-dub

d. Abdomen
I : cembung
A : Bising usus 8 x
P : Posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih normal, nyeri tekan
tidak ada
P : Suara abnormal tidak ada

e. Ekstremitas
Luka terbuka : ( ) iya ( √ ) tidak
Dalam : ( ) iya ( √ ) tidak
Perdarahan : ( ) iya ( √ ) tidak
Deformitas : ada, pada femur 1/3 distal sinistra
Kontraktur : tidak ada
Nyeri : ada, pada femur 1/3 distal sinistra
Krepitasi : tidak ada

f. Kulit/ Integumen
Mukosa : ( ) lembab ( √ ) kering
Kulit: ( ) bintik merah ( ) jejas ( ) lecet-lecet
( ) luka
2. Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi: alat pemeriksaan Radiologi sedang mengalami
gangguan dan klien menolak untuk melakukan pemeriksaan di luar RS
karena tidak ada biaya.
Hasil Pemeriksaan darah:
No Jenis Hasil Nilai Normal Keterangan
Pemeriksaan Pemeriksaan
1 Hematologi
Hemoglobin 10,0 gr/dl W= 12,0-15,0 Low
gr/dl
Lekosit 10.900/mm³ 4.500- Normal
11.500/mm³
Eritrosit 3,73 juta 4,0-5,40 juta Low
Trombosit 344.000/mm³ 150.000- Normal
450.000/mm³
Hematokrit 29,3 % W= 37-43 % Low
MCV 78,6 fL 80,0-94,0 fL Low
MCH 26,8 pg 26,0-32,0 pg Normal
MCHC 34,1 g/dL 32,0-36,0 Normal
gr/dl
Segmen 73% 50-70 % High
Limfosit 20 20-40 % Normal
Monosit 07 1-6% High
Clotting Time 06’00” 9-15 menit Low
Bleeding Time 03’00” 1-3 menit Normal
2 Kimia Klinik
Gula darah 156 mg/dl < 140 mg/dl High
acak
SGOT 18 U/L ≤ 41 Normal
Creatinin 0,5 mg/dl W= 0,6-1,1 Low
mg/dl
3 Golongan A
Darah

Pemeriksaan EKG: tidak dilakukan


3. Drug Study
Name of Indication Contraindications Drug Mechanism Adverse Effects Nursing Considerations

drug

Inj. Mengatasi nyeri akut dan Hipersensitifitas terhadap Ketorolac masuk dalam Iritasi lambung, Pre :
Ketorolac digunakan dalam jangka ketorolac, riwayat golongan obat antiinflamasi mual, nyeri kepala, 1. Mengkaji riwayat
3x 30
pendek (< 5 hari), perdarahan gastrointestinal non-steroid (OAINS) yang rasa mengantuk, alergi.
mg/IV
antiinflamasi, analgesik dan perdarahan bekerja dengan cara somnolen, pusing, 2. Menggunakan prinsip
dan antipiretik. Ketorolac serebrivaskular aktif. menginhibisi sintesis diare, dispepsia 12 benar dalam
dapat pula digunakan prostaglandin. Hal tersebut pemberian obat.
intra/post operatif pada menyebabkan ketorolac 3. Menjelaskan efek
kanker dan migrain sangat efektif digunakan samping obat.
dalam penanganan nyeri,
sebab patofisiologi nyeri Post :
melibatkan prostaglandin 1. Observasi efek
samping obat.
2. Observasi efek terapi
obat
3. Observasi tanda-tanda
alergi
4. Patway Kerja

5. Analisa Data
N Data Etiologi Masalah
o Keperawatan
1. DS: Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri Kerusakan struktur tulang Nyeri akut
terutama bagian paha
DO: Terputusnya kontinuitas jaringan
a. Wajah sesekali meringis
b. Tampah deformitas femur 1/3 distal sinistra Menekan saraf perasa nyeri
c. Protektif terhadap area nyeri
d. Skala nyeri 7 (1-10)
e. Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra Nyeri akut
dan sinistra): dingin
f. TTV:
TD: 151/88 mmhg
(Mutakkin, 2014)
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97%
P : nyeri yang dirasakan pada paha kiri
akibat tertimpa motor
Q : nyeri seperti tertimpa benda berat
R : nyeri menjalar ke paha atas dan kaki
sehingga kaki tidak bisa digerakkan
S : skala nyeri 7
T : nyeri berlangsung secara terus menerus
dan tambah nyeri jika digerakkan
2. DS: klien mengatakan kakinya tidak bisa Kerusakan struktur tulang Gangguan
digerakkan karena motor yang menabraknya jatuh mobilitas fisik
menimpa pahanya
Kemampuan pergerakan otot
sendi menurun
DO:
a. Tampak deformitas paha 1/3 distal sinistra Hambatan mobilitas fisik
(melengkung ke dalam dengan diameter ± 10 cm)
b. Gerakan terbatas
c. Tampak usaha menggerakkan kaki namun tidak
terkoordinasi
d. Kelemahan fisik (Muttakin, 2014)
e. TTV
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97 %
f. Kekuatan otot
5 5

5 1

3. DS: klien mengatakan ujung kaki dan tangannya Kerusakan struktur tulang Risiko Syok
terasa dingin

Terputusnya kontinuitas jaringan


DO:
1) Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra Perubahan permeabilitas kapiler
dan sinistra) teraba dingin dan pucat
2) Mukosa bibir kering
Kehilangan cairan ekstrasel
3) Trauma pada femur 1/3 distal sinistra
4) CRT < 2 detik
Risiko syok
5) Kesadaran CM
6) TTV:
(Muttakin, 2014)
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97 %
7) Data penunjang laboratorium:
HB: 10,0 gr%
Eritrosit: 3,73 juta
Hematokrit: 29,3%
GDA: 156 mg/dl
Creatinin 0,5 mg/dl

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area
nyeri, deformitas femur 1/3 distal sinistra.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal
sinistra, gerakan terbatas.
3. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.
G. NURSING CARE PLAN
No Tujuan & Kriteria masalah Intervensi Rasional
1. Tujuan : setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
1x 6 jam maka tingkat nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun. kualitas dan intensitas nyeri
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala nyeri yang
1. Keluhan nyeri menurun (5) dirasakan pasien
2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Untuk mengetahui respon nyeri yang
3. Sikap protektif menurun (5) dirasakan pasien
4. Tekanan darah membaik (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan 4. Agar mengetahu faktor yang dapat
memperingan nyeri memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan 5. Untuk mengetahui pemahaman dan
tentang nyeri pegetahuan pasien terhadap nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap 6. Budaya dapat mempengaruhi pasien
respon nyeri dalam mengartikan nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas 7. Mencegah penurunan kualitas hidup
hidup pasien
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer 8. Mengetahui kemajuan yang dialami
yang sudah diberikan pasien
9. Monitor efek samping penggunaan 9. Jika terjadi reaksi abnormal maka
analgetik dapat segera dilakukan penghentian
terapi

Terapeutik Terapeutik
1. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa 1. Faktor pendukung agar nyeri tidak
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, bertambah berat
kebisingan)

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode dan pemicu 1. Agar pasien dapat menghindari
nyeri pemicu nyeri
2. Agar pasien dapat meredakan nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri secara mandiri jika pulang
3. Agar pasien dapat mengenali,
memonitor dan jika nyeri mulai parah
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri maka pasien dapat memberitahu
keluarga atau perawat
4. Mengurangi nyeri secara
nonfaramakologis
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Membantu mengurangi nyeri pada skala
Kolaborasi nyeri sedang-berat
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Tujuan : Observasi Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan 1. Hasil Identifikasi yang tepat akan
keperawatan selama 1x6 jam pembidaian (mis. fraktur, dislokasi) menentukan intervensi selanjutnya
maka mobilitas fisik 2. Monitor bagian distal area cedera (mis. 2. Untuk mengetahui kondisi sistem
meningkat. pulsasi nadi, pengisian kapiler, gerakan persarafan, aliran darah dan kondisi
Kriteria Hasil: motorik dan sensasi) pada bagian tubuh area cedera sebelum pembidaian
1. Nyeri menurun (5) yang cedera
2. Cemas menurun (5) 3. Monitor adanya perdarahan pada area 3. Untuk mengetahui kondisi perdarahan
3. Gerakan tidak terkoordinasi cedera 4. Material bidai disesuaikan dengan
menurun (5) 4. Identifikasi material bidai yang sesuai kebutuhan area cedera
4. Kelemahan fisik menurun (mis. lurus dan keras, panjang bidai
(5) melewati dua sendi)

Terapeutik Terapeutik
1. Tutup luka terbuka dengan balutan 1. Mencegah infeksi
2. Atasi perdarahan sebelum bidai dipasang 2. Perdarahan yang tidak diatasi akan
mengakibatkan syok
3. Minimalkan pergerakan, terutama pada 3. Mengurangi risiko fraktur bertambah
bagian yang cedera berat
4. Bantalan akan memberikan
4. Berikan bantalan (padding) pada bidai permukaan yang lembut dan
peredaran darah pada area cedera
tetap lancar
5. Imobilisasi sendi di atas dan dibawah area 5. Mempertahakan posisi agar tidak
cedera terjadi mobilisasi
6. Topang kaki menggunakan penyangga 6. Meminimalisir faktor pemberat
kaki (footboard), jika tersedia cedera
7. Tempatkan ekstremitas yang cedera dalam 7. Mencegah perburukan cidera posisi
posisi fungsional, jika memungkinkan ekstremitas sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana mestinya
8. Pasang bidai pada posisi tubuh seperti saat 8. Mencegah perburukan cidera posisi
ditemukan ekstremitas sesuai dengan posisi
ekstremitas sebagaimana mestinya
9. Gunakan kedua tangan untuk menopang 9. Meningkatkan daya topang yang kuat
area cedera bagi area cedera
10. Gunakan kain gendong (sling) secara tepat 10. Imobilisasi ekstremitas

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah 1. Penjelasan yang tepat akan
prosedur sebelum pemasangan bidai memberikan pemahaman yang baik
bagi klien. Membangun rasa percaya
dan meningkatkan keterlibatan klien
dalam terapi
2. Jelaskan tanda dan gejala sindrom 2. Memberikan pengetahuan kepada
kompartemen (5P: pulseless, parestesia, klien jika terjadi gejala sindrom
pain, paralysis, palor) kompartemen
3. Anjurkan membatasi gerak pada area 3. Mencegah terjadinya perburukan
cedera cedera

3 Tujuan Observasi Observasi


Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi 1. Untuk mengetahui tanda-tanda syok
keperawatan selama 1x6 jam dan kekuatan hadi, frekuensi napas, TD,
maka risiko syok menurun MAP)
Kriteria hasil: 2. Monitor status oksigen (oksimetri nadi, 2. Untuk meningkatkan kewaspadaan
1. Kekuatan nadi meningkat AGD) terhadap kondisi yang bisa menurun
(5) 3. Monitor status cairan (masukan dan 3. Salah satu penyebab syok adalah
2. Akral dingin menurun (5) haluaran, turgor kulit, CRT) kurangnya volume cairan, sehingga
3. Pucat menurun (5) hal ini bisa dipantau dengan
4. Rasa haus menurun (5) memonitor status cairan
5. Tekanan arteri membaik (5) 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon 4. Memonitor tingkat Kesadaran dan
6. Tekanan darah sistolik pupil reaksi pupil adalah salah satu cara
membaik (5) untuk mengetahui kondisi klien
7. Tekanan darah diastolik 5. Periksa riwayat energi 5. Alergi merupakan salah satu hal yang
membaik (5) dapat menyebabkan syok
8. Tekanan nadi membaik (5) Terapeutik Terapeutik
9. Pengisian kapiler membaik 1) Berikan oksigen untuk mempertahankan 1. Mempertahankan Suplai oksigen
(5) saturasi oksigen> 94% normal di atas 95%
10. Frekuensi nadi membaik (5) 2) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, 2. Persiapan untuk Memberikan bantuan
11. Frekuensi napas membaik jika perlu napas jika terjadi henti napas
(5) 3) Pasang jalur IV, jika perlu 3. Mempertahankan keseimbangan
12. Saturasi oksigen membaik cairan dan elektrolit dan akses untuk
(5) masuk terapi intravena
4) Pasang kateter urin untuk menilai 4. Memonitor haluaran dan masukan
reproduksi urin, jika perlu cairan
5) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi 5. Mencegah reaksi alergi yang dapat
alergi menyebabkan syok

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok 1. Memberikan pengetahuan kepada
klien agar klien dapat mengenal
penyebab risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok 2. Agar klien mengenali tanda dan
gejalan awal syok
3. Anjurkan melapor jika 3. Pencegahan dini jika terjadi syok dan
menemukan/merasakan tanda dan gejala mempercepat penanganan
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan 4. Mempertahankan keseimbangan
oral cairan dan elektrolit
5. Anjurkan untuk menghindari alergen 5. Menghindari faktor risiko yang dapat
menyebabkan syok, salah satunya
adalah alergen
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu 1. Mempertahankan keseimbangan
cairan dan eletrolit dengan
memberikan cairan, nutrisi serta
terapi melalui jalur intravena.

H. DOCUMENTING NURSING CARE


No. Dx Kep Jam Implementasi Paraf Evaluasi
1. Nyeri akut akut 09.30 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Klien mengatakan nyeri pada paha
berhubungan dengan karakteristik, durasi, frekuensi, kiri berkurang saat diberikan obat
agen pencedera fisik kualitas, intensitas nyeri suntik
(trauma) ditandai 2. Mengidentifikasi skala nyeri O:
dengan wajah tampak 1. Skala nyeri 5
Mersa. H
meringis, protektif 3. Mengidentifikasi respon nyeri 2. Konsentrasi meningkat
pada area nyeri, non verbal 3. Diaforesis berkurang
deformitas femur 1/3 4. Mengidentifikasi faktor yang 4. Klien masih memproteksi area
distal sinistra memperberat dan memperingan nyeri
nyeri 5. TTV
TD: 146/87 mmHg
5. Monitor efek samping
Nadi: 88 x/mnt
penggunaan analgetik
T: 36,7°C
6. Mengontrol lingkungan yang
RR: 20x/mnt
memperberat rasa nyeri (mis.
SpO2: 97%
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
A: Masalah teratasi sebagian
7. Menjelaskan strategi
P: lanjutkan intervensi
meredakan nyeri 1. Jelaskan strategi meredakan
8. Menganjurkan memonitor nyeri
nyeri secara mandiri 2. Anjurkan memonitor nyeri
9. Mengajarkan teknik secara mandiri
nonfarmakologis untuk 3. Ajarkan teknik
mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk
10. Kolaborasi pemberian mengurangi rasa nyeri
analgetik jika perlu 4. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai advice dokter (terjadwal)
I: Mengimplementasikan
1. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
3. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian
analgetik terjadwal

2 Gangguan mobilitas 10.15 1. Mengidentifikasi kebutuhan S: klien mengatakan kakinya sekarang


fisik berhubungan dilakukan pembidaian (mis. sudah tertutup kayu penyangga
dengan kerusakan fraktur, dislokasi) O:
integritas struktur 2. Memonitor bagian distal area a. Terpasang bidai sepanjang kaki kiri
tulang ditandai dengan cedera (mis. pulsasi nadi, b. TTV:
Mersa. H
deformitas femur 1/3 pengisian kapiler, gerakan TD: 146/87 mmHg
distal sinistra, gerakan motorik dan sensasi) pada Nadi: 88 x/mnt
terbatas, bagian tubuh yang cedera T: 36,7°C
3. Memonitor adanya perdarahan RR: 20x/mnt
pada area cedera SpO2: 97%
4. Mengidentifikasi material bidai c. Pergerakan pada kaki yang
yang sesuai (mis. lurus dan mengalami fraktur terbatas
keras, panjang bidai melewati d. Tidak terjadi sindrom kompartemen
dua sendi) e. Tidak terjadi perdarahan
5. Meminimalkan pergerakan, f. Pengisian kapiler < 2 detik
terutama pada bagian yang g. Sensasi nyeri dapat dirasakan
cedera h. Tampak femur 1/3 distal sinistra
6. Menjelaskan tujuan dan yang melengkung ke dalam sekitar
langkah-langkah prosedur 10 cm
sebelum pemasangan bidai
7. Menjelaskan tanda dan gejala A: Masalah teratasi sebagian
sindrom kompartemen (5P: P: lanjutkan intervensi
pulseless, parestesia, pain, 1. Anjurkan membatasi gerak pada
paralysis, palor) area cedera
8. Menganjurkan membatasi gerak I: Mengimplementasikan
pada area cedera 1. Menganjurkan membatasi gerak
pada area cedera

3 Risiko Syok 10.50 1. Monitor status kardiopulmonal S: Klien mengatakan kakinya mulai
berhubungan dengan (frekuensi dan kekuatan hadi, hangat
perdarahan dan trauma frekuensi napas, TD, MAP) O:
2. Monitor status oksigen 1. Ujung ekstremitas atas bawah
(oksimetri nadi, AGD) Mersa. H (sinistra dan dextra) mulai hangat
3. Monitor status cairan (masukan 2. TTV:
dan haluaran, turgor kulit, CRT) TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
4. Monitor tingkat kesadaran dan RR: 20x/mnt
respon pupil SpO2: 97%
5. Periksa riwayat energi 3. Klien memiliki riwayat alergi
6. Jelaskan penyebab/faktor resiko makan ayam dan telur ayam yang
syok makan bama (jika makan terlalu
7. Jelaskan tanda dan gejala awal banyak)
syok 4. CRT < 2 detik
8. Anjurkan melapor jika 5. Klien mau menuruti anjuran untuk
menemukan/merasakan tanda minum
dan gejala awal syok 6. Terpasang infus RL 20 tpm pada
9. Anjurkan memperbanyak tangan kanan
asupan cairan oral A: masalah teratasi sebagian
10. Anjurkan untuk menghindari P: lanjutkan intervensi
alergen 1. Monitor status kardiopulmonal
11. Kolaborasi pemberian IV (frekuensi dan kekuatan hadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigen (oksimetri
nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Mempertahankan pemberian cairan
IV
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam BAB ini, penulis membahas kesenjangan antara asuhan keperawatan


secara teoritis dengan asuhan keperawatan pada klien Klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Muara Teweh. Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 12 Februari
2024 . Pada bab ini juga dikemukakan tentang faktor pendukung, dan faktor
penghambat serta solusi pemecahan masalah.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dengan
melakukan kegiatan mengumpulkan data atau mendapatkan data yang akurat
dari pasien sehingga mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat,
2021).
Pengkajian kasus ini, penulis menggunakan format pengkajian
keperawatan gawat darurat. Pengkajian gawat darurat terdiri dari pengkajian
primer yang meliputi Airway, breathing, circulation, disability dan exposure.
Settelah dilakukan pengkajian primer maka selanjutknya dilakukan pengkajian
sekunder yang terdiri dari: Keluhan utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST),
Alergi terhadap obat, makanan tertentu, Medikasi/ pengobatan terakhir, Event
of injury/ penyebab injury, Pengalam pembedahan, Riwayat penyakit sekarang,
Riwayat penyakit dahulu, serta Pemeriksaan Head to Toe.
Fokus pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Februari 2024 dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari
hasil pengkajian didapatkan, penulis mengatakan teori sejalan dengan kasus
Ny. M yaitu di manifestasi klinis fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2014)
terdiri atas: Nyeri, Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak secara tidak alamiah, Pemendekan tulang, Krepitus
tulang (derik tulang), Pembengkakan dan perubahan warna tulang.
Masalah Keperawatan pada pasien dengan Closed Fracture Os Femur 1/3
Distal Sinistra Pada Ny. M yang mungkin muncul sesuai teori sejalan dengan
masalah yang di temukan di lapangan yaitu Nyeri akut, gangguan mobilitas fisik
dan risiko syok.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
2017). Diagnosa keperawatan yang bisa diangkat pada kasus Closed Fracture Os
Femur 1/3 Distal Sinistra Pada Ny. M adalah:
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Risiko syok
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya persamaan antara teori
dan kasus Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Pada Ny. M, yaitu:

a. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)


ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
Dengan data pendukung:

DS: Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri terutama bagian paha
DO:
1) Wajah sesekali meringis
2) Tampah deformitas femur 1/3 distal sinistra
3) Protektif terhadap area nyeri
4) Skala nyeri 7 (1-10)
5) Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra dan sinistra): dingin
6) TTV:
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97%

P : nyeri yang dirasakan pada paha kiri akibat tertimpa motor


Q : nyeri seperti tertimpa benda berat
R : nyeri menjalar ke paha atas dan kaki sehingga kaki tidak bisa
digerakkan
S : skala nyeri 7
T : nyeri berlangsung secara terus menerus dan tambah nyeri jika
digerakkan

Hal ini sejalan dengan manifestasi klinis secara teori bahwa pada klien
fraktur akan mengalami nyeri akut.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas


struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.
Data pendukung yang ditemukan adalah:
DS: klien mengatakan kakinya tidak bisa digerakkan karena motor yang
menabraknya jatuh menimpa pahanya
DO:
1) Tampak deformitas paha 1/3 distal sinistra (melengkung ke dalam
dengan diameter ± 10 cm)
2) Gerakan terbatas
3) Tampak usaha menggerakkan kaki namun tidak terkoordinasi
4) Kelemahan fisik
5) TTV
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97 %

Kekuatan otot
5 5

5 1

Data pada kasus di atas sejalan dengan teori, pada klien dengan fraktur
akan mengalami hambatan mobilitas fisik karena kerusakan dan
Kemampuan pergerakan otot sendi yang menurun.

c. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma. Data pendukung


untuk permasalahan ini adalah:
DS: klien mengatakan ujung kaki dan tangannya terasa dingin
DO:
1) Akral ekstremitas atas dan bawah (dekstra dan sinistra) teraba dingin
dan pucat
2) Mukosa bibir kering
3) Trauma pada femur 1/3 distal sinistra
4) CRT < 2 detik
5) Kesadaran CM
6) TTV:
TD: 151/88 mmhg
Nadi: 87 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T: 36,2 °C
SpO2: 97 %
7) Data penunjang laboratorium:
HB: 10,0 gr%
Eritrosit: 3,73 juta
Hematokrit: 29,3%
GDA: 156 mg/dl
Creatinin 0,5 mg/dl

Berdasarkan SDKI PPNI (2017) Kondisi terkait syok pada klien yang
mengalami fraktur antara lain: Perdarahan, Trauma multiple,
Pneumothoraks, Infark miokard, Kardiomiopati, Cedera medula
spinalis, Anafilaksis, Sepsis, Koagulasi intravaskuler diseminata,
Sindrom respon inflamasi sistemik (systemic inflamatory response
syndrome [SIRS]).
g. Diagnosa yang diangkat oleh penulis ditetapkan menurut prioritas
kebutuhan dasar keperawatan. Setelah itu ditetapkan tujuan yang sesuai
dengan kebutuhan klien. Faktor pendukung adalah pasien dan keluarga
kooperatif. Faktor penghambat adalah kurangnya pengalaman penulis
dalam menggunakan referensi buku diagnosa keperawatan yang menjadi
landasan teori bagi untuk mempermudah menentukan diagnosa
keperawatan yang sesuai. Masalah ini diatasi dengan mencari referensi
dari buku dan internet serta konsultasi dengan pembimbing lahan dan
akademik.

C. INTERVENSI
Berdasarkan teori SDKI 2017 dalam pembuatan rencana asuhan
keperawatan penulis membuat rencana asuhan keperawatan disesuaikan
dengan yang ada pada teori berdasarkan kondisi dan kebutuhan utama klien.
(PPNI, 2017).

1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)


ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
Observasi:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)

Edukasi

a. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri


b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas


struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.
a. Observasi
1) Identifikasi kebutuhan dilakukan pembidaian (mis. fraktur,
dislokasi)
2) Monitor bagian distal area cedera (mis. pulsasi nadi, pengisian
kapiler, gerakan motorik dan sensasi) pada bagian tubuh yang
cedera
3) Monitor adanya perdarahan pada area cedera
4) Identifikasi material bidai yang sesuai (mis. lurus dan keras,
panjang bidai melewati dua sendi)
b. Terapeutik
1) Tutup luka terbuka dengan balutan
2) Atasi perdarahan sebelum bidai dipasang
3) Minimalkan pergerakan, terutama pada bagian yang cedera
4) Berikan bantalan (padding) pada bidai
5) Imobilisasi sendi di atas dan dibawah area cedera
6) Topang kaki menggunakan penyangga kaki (footboard), jika
tersedia
7) Tempatkan ekstremitas yang cedera dalam posisi fungsional,
jika memungkinkan
8) Pasang bidai pada posisi tubuh seperti saat ditemukan
9) Gunakan kedua tangan untuk menopang area cedera
10) Gunakan kain gendong (sling) secara tepat
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur sebelum
pemasangan bidai
2) Jelaskan tanda dan gejala sindrom kompartemen (5P: pulseless,
parestesia, pain, paralysis, palor)
3) Anjurkan membatasi gerak pada area cedera
3. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.
a. Observasi
1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan hadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
2) Monitor status oksigen (oksimetri nadi, AGD)
3) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5) Periksa riwayat energi
b. Terapeutik
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen> 94%
2) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
3) Pasang jalur IV, jika perlu
4) Pasang kateter urin untuk menilai reproduksi urin, jika perlu
5) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
2) Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3) Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala
awal syok
4) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5) Anjurkan untuk menghindari alergen
d. Kolaborasi
Lakukan pemberian IV bila perlu

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Hidayat, 2021)
Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan keadaan pasien dan rencana keperawatan yang telah disusun. Semua
tindakan di dokumentasikan dalam catatan perkembangan dan dalam tindakan
keperawatan dapat dilakukan semua karena pasien dan keluarga sangat
kooperatif.
Berikut ini adalah implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada
klien Ny. M:
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.

a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
b. Mengidentifikasi skala nyeri
c. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Monitor efek samping penggunaan analgetik
f. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
g. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
h. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
i. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
j. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.

a. Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan pembidaian (mis. fraktur,


dislokasi)
b. Memonitor bagian distal area cedera (mis. pulsasi nadi, pengisian
kapiler, gerakan motorik dan sensasi) pada bagian tubuh yang cedera
c. Memonitor adanya perdarahan pada area cedera
d. Mengidentifikasi material bidai yang sesuai (mis. lurus dan keras,
panjang bidai melewati dua sendi)
e. Meminimalkan pergerakan, terutama pada bagian yang cedera
f. Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur sebelum
pemasangan bidai
g. Menjelaskan tanda dan gejala sindrom kompartemen (5P: pulseless,
parestesia, pain, paralysis, palor)
h. Menganjurkan membatasi gerak pada area cedera

3. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.

a. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan hadi,


frekuensi napas, TD, MAP)
b. Monitor status oksigen (oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
e. Periksa riwayat energi
f. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
g. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
h. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok
i. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
j. Anjurkan untuk menghindari alergen
k. Kolaborasi pemberian IV

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan bertujuan untuk mungukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien dan untuk melihat kemampuan klien dalam
mecapai tujuan (Hidayat, 2021). Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan
evaluasi keperawatan pada kasus ini antara lain:
1. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
S : Klien mengatakan nyeri pada paha kiri berkurang saat diberikan obat
suntik
O:
a. Skala nyeri 5
b. Konsentrasi meningkat
c. Diaforesis berkurang
d. Klien masih memproteksi area nyeri
e. TTV
TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
RR: 20x/mnt
SpO2: 97%
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai advice dokter (terjadwal)

I: Mengimplementasikan

1. Menjelaskan strategi meredakan nyeri


2. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
3. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik terjadwal
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.
S: klien mengatakan kakinya sekarang sudah tertutup kayu penyangga
O:
a. Terpasang bidai sepanjang kaki kiri
b. TTV:
TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
RR: 20x/mnt
SpO2: 97%
c. Pergerakan pada kaki yang mengalami fraktur terbatas
d. Tidak terjadi sindrom kompartemen
e. Tidak terjadi perdarahan
f. Pengisian kapiler < 2 detik
g. Sensasi nyeri dapat dirasakan
h. Tampak femur 1/3 distal sinistra yang melengkung ke dalam sekitar 10
cm
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Anjurkan membatasi gerak pada area cedera

I: Mengimplementasikan

Menganjurkan membatasi gerak pada area cedera

3. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.


S: Klien mengatakan kakinya mulai hangat
O:
a. Ujung ekstremitas atas bawah (sinistra dan dextra) mulai hangat
b. TTV:
TD: 146/87 mmHg
Nadi: 88 x/mnt
T: 36,7°C
RR: 20x/mnt
SpO2: 97%
c. Klien memiliki riwayat alergi makan ayam dan telur ayam yang makan
bama (jika makan terlalu banyak)
d. CRT < 2 detik
e. Klien mau menuruti anjuran untuk minum
f. Terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kanan
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
a. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan hadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
b. Monitor status oksigen (oksimetri nadi, AGD)
c. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
d. Mempertahankan pemberian cairan IV
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenisdan luasnya. Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk
dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu
sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Brunner &
Suddarth, 2014).
Fraktur memiliki beberapa manifestasikan klinis yang menjadi alasan
utama untuk hospitalisasi. Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan
pada klien Ny. M dengan diagnosa Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal
Sinistradi ruang IGD RSUD Muara Teweh Kabupaten Barito Utara,
kelompok dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Dalam asuhan keperawatan pada klien Closed Fracture Os Femur
1/3 Distal Sinistra , pengkajian kegawatdaruratan merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Pengkajian pada kasus gawat darurat dimulai
dari pengkajian primer yang meliputi Airway, breathing, circulation,
disability dan exposure. Settelah dilakukan pengkajian primer maka
selanjutknya dilakukan pengkajian sekunder yang terdiri dari: Keluhan
utama (Bila nyeri, pengkajian PQRST), Alergi terhadap obat, makanan
tertentu, Medikasi/ pengobatan terakhir, Event of injury/ penyebab
injury, Pengalam pembedahan, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat
penyakit dahulu, serta Pemeriksaan Head to Toe.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang diberikan, beberapa diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul adalah:
a. Nyeri akut akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan wajah tampak meringis, protektif pada area nyeri,
deformitas femur 1/3 distal sinistra.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang ditandai dengan deformitas femur 1/3 distal sinistra,
gerakan terbatas.
c. Risiko Syok berhubungan dengan perdarahan dan trauma.

Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengkajian yang lebih


mendalam untuk mengkonfirmasi dan membuat diagnosa keperawatan
yang tepat.

3. Perencanaan
Dari perencanaan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap
diagnosa memiliki tujuan dan kriteria hasil yang spesifik berdasarkan
Sistem Klasifikasi Hasil Keperawatan Indonesia (SLKI). Selain itu,
setiap diagnosa juga memiliki intervensi keperawatan yang sesuai
dengan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) beserta
rasionalnya.
Untuk diagnosa Nyeri Akut, tujuan perawatan adalah agar tingkat
nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat. Intervensi yang diberikan
meliputi manajemen nyeri, observasi, terapi non farmakologis, dan
kolaborasi dengan pemberian analgetik jika diperlukan. Semua
intervensi ini bersifat rasional sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
mengurangi nyeri.
Selanjutnya, pada diagnosa gangguan mobilitas fisik, tujuan
perawatan adalah Nyeri menurun, Cemas menurun, Gerakan tidak
terkoordinasi menurun, Kelemahan fisik menurun.
Sementara itu, untuk diagnosa Resiko syok, maka tujuan tindakan
keperawatannya adalah: Kekuatan nadi meningkat, Akral dingin
menurun, Pucat menurun, Rasa haus menurun, Tekanan arteri
membaik, Tekanan darah sistolik membaik, Tekanan darah diastolik
membaik, Tekanan nadi membaik, Pengisian kapiler membaik,
Frekuensi nadi membaik, Frekuensi napas membaik, Saturasi oksigen
membaik.
Semua intervensi ini sesuai dengan kebutuhan pasien untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan meningkatkan kondisi fisiknya.
Dengan demikian, perencanaan keperawatan ini menyediakan langkah-
langkah yang konkret dan sesuai dengan standar keperawatan yang
berlaku untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan diagnosa
yang ada.

4. Pelaksanaan
Pada kasus ini, terdapat beberapa intervensi yang perlu dilakukan
untuk mengatasi kondisi klinis yang terkait. Untuk nyeri akut,
langkah-langkah termasuk identifikasi karakteristik nyeri,
memberikan terapi non-farmakologis, menjelaskan penyebab dan
pemicu nyeri, serta kolaborasi pemberian analgetik, membatasi
gerakan penyebab nyeri
Untuk gangguan mobilitas fisik dalam kasus kegawatdaruratan
fraktur maka pada klien dilakukan implementasi keperawatan berupa
pemasangan bidai. Untuk tahap awal, minimalisasi pergerakan
dilakukan agar tidak memperburuk kondisi fraktur dengan tujuan
jangka panjang yaitu mengembalikan kemampuan mobilisasi seperti
semula.
Untuk risiko syok telah dilakukan tindakan keperawatan yang
terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi yang
bertujuan agar menurunkn risiko terjadinya syok.
Kesimpulannya, intervensi yang telah disebutkan di atas dapat
membantu mengelola dan mengurangi dampak dari masalah klinis
yang ada. Penting untuk dilakukan dengan hati-hati dan kolaborasi
antara tim perawatan kesehatan untuk memastikan pasien
mendapatkan perawatan yang optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada kasus ini terfokus pada penanganan
masalah keperawatan yang telah ditentukan yaitu nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik dan risiko syok. Evaluasi dibuat dalam
format SOAP dan intervensi akan dilanjutkan menyesuaikan tindakan
yang masih diperlukan. .

B. SARAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Saran bagi klien dan keluarga antara lain: melanjutkan perawatan dan
pengobatan klien sesuai dengan anjuran yang meliputi penanganan saat
dalam keadaan gawat darurat hingga fase rehabilitasi.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh


Bagi pihak rumah sakit hendaknya penanganan klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh lebih ditingkatkan lagi kerja sama
antar petugas pelayanan kesehatan dalam hal menjaga keadaan
pasien serta memperlihatkan aspek bio, psiko, sosio, social dan spritual
pasien. Serta diharapkan agar dapat melengkapi pemeriksaan penunjang
yang diperlukan.

3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan


Saran Bagi pihak Institusi pendidikan hendaknya bimbingan dan
pembelajaran penanganan kegawatdaruratan pada klien Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh lebih ditingkatkan lagi terutama
bagaimana menentukan prioritas masalah keperawatan.

4. Bagi Mahasiswa
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada Ny. M Dengan
Closed Fracture Os Femur 1/3 Distal Sinistra Di Ruang IGD Rumah
Sakit Umum Daerah Muara Teweh yang diberikan tepat, kelompok
selanjutnya harus benar-benar menguasai konsep Tentang Closed
Fracture Os Femur 1/3 Distal itu sendiri, terutama pada faktor etiologi,
anatomi fisiologi dan selain itu mahasiswa juga harus melakukan
pengkajian dengan tepat agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai
dengan masalah yang ditemukan pada pasien. Mahasiswa juga harus
teliti dalam mengangkat dan merumuskan diagniosa keperawatan yang
ada pada pasien agar masalah keperawatan yang muncul pada pasien
dapat teratasi dan mendapatkan penanganan secara komprehensif dan
menyeluruh, tidak hanya berfokus pada masalah biologis pasien, namun
juga terhadap masalah psiko, sosio, spritual pasien. Sehingga asuhan
keperawatan yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal, dan
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi pasien dan juga peneliti itu
sendiri.

LAPORAN CRITICAL APPRAISAL JURNAL EVIDENCE BASED


NURSING
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta: EGC
Maria, Gosalves dan Blasius, (2021). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat.
Bandung: CV. Medika Sains Indonesia
Muttakin, Arif. (2014). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam praktik
Keperawatan Profesional. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai