Anda di halaman 1dari 23

Qur’an Surah Asy-Syuara Ayat 109

&

Qur’an Surah Luqman Ayat 17

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Dari Bapak Dosen Dr. Taufik Mukmin, M. Ed.
Tafsir Dakwah

DISUSUN
OLEH
Ahmad Padri ( 2216.0006 )
Rusnadi ( 2216.0007 )
Fajar Suwarsono ( 2216.0005 )
Tafsir Dakwah

Dr. Taufik Mukmin, M. Ed.


Semester 3

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI SAGAMA ISLAM
BUMI SILAMPARI
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Q.S Asy-Syura
Ayat 109 & Q.S Luqman Ayat 17” untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah
Tafsir Dakwah.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada: Bapak Dr. Taufik Mukmin, M. Ed sebagai dosen mata kuliah Pengembangan
Masyarakat Islam, kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Teman-teman yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini baik itu bantuan tenaga,
pikiran, dan waktunya. Serta pihak-pihak lain yang belum penulis sebutkan terima
kasih atas bantuannya.
Penulis tahu bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Lubuklinggau, 11 September 2023
Atas Nama Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan Makalah ..................................................................... 6

BAB II Pembahasan
A. Surat Asy-Syu’ara Ayat 109 ..................................................................... 7
B. Tafsir Ayat Asy-Syu’ara Ayat 109 ....................................................... 8
C. Memiliki Sifat Qonaah ( Merasa Cukup Dengan Pemberian Allah ) ... 13

Bab III
A. Surat Luqman Ayat 17 ........................................................................... 18
B. Arti Perkata Surah Luqman Ayat 17 ...................................................... 18
C. Hukum Bacaan Surah Luqman Ayat 17 ................................................. 19
D. Ashabunnuzul Surah Luqman Ayat 17 .................................................. 19
E. Tafsir Surah Luqman Ayat 17 ................................................................ 21
F. Aspek-Aspek Pendidkan Dalam Surah Lukman Ayat 17 ...................... 21

Bab IV
Kesimpulan ........................................................................................................ 22
Saran ................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka .................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang universal, mengatur segala aspek kehidupan


terutama dalam masalah aqidah. Aqidah menjadi sangat penting untuk dipelajari dan
diimplementasikan dalam kehidupan manusia, kerena dengan aqidah inilah seseorang
mengetahui kebenaran agamanya terutama tentang kewajiban kepada tuhannya.
Mendapatkan pemahaman aqidah yang benar tentunya dengan jalur pendidikan, tidak
cukup hanya dengan menggali sendiri atau warisan semata.
Tujuan manusia diciptakan adalah untuk menghamba kepada Allah,
sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat Ayat 56:

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِاْل ْنَس ِااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن‬


Terjemahan Kemenag 2019
56. Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu".1

As-Sa’di menjelaskan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia agar


mereka menyembah Allah, dan tidaklah mereka bisa menyembah Allah
dengan baik kecuali mereka harus mengetahui hakikat Allah.2 Dengan jalur
pendidikan inilah, pemahaman aqidah bisa maksimal, karena apa yang
diyakini seseorang hakikatnya berasal dari doktrin pendidik. Jelas bahwa al-
Quran melihat bahwa persoalan pendidikan merupakan pondasi penting dalam
membangun jati diri umat manusia di bumi ini. Islam mengajarkan aspek
vertical horizontal yang sangat detail yang salah satunya melalui dimensi

1
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002),
520
2
As-Sa’di, Taisir Karim ar-Rahman min kalam al-Mannan, (Beirut: Muassatur Risalah,
2000), 523
pendidikan. Misalkan perintah pertama yakni membaca sebagai perintah
penghancur kebodohan dan dengan perintah itu juga memerintahkan umat
islam untuk melakukan akitivitas belajar yang masuk pada dimensi
pendidikan, sehingga kemajuan dan kemunduran suatu bangsa ditentukan dari
pendidikan yang diselenggarakan oleh negara tersebut.3

Soeroyo menegaskan bahwa pendidikan itu tidaklah hanya sekedar


mentransfer ilmu pengetahuan, ilmu tekonologi tapi yang sangat penting
sebagai ciri khas pendidikan di Indonesaia sebagaimana yang disebutkan
dalam Undang-ndang Pendidikan yaitu transfer nilai-nilai moral Islam.4
Undang-undang yang dimaksudkan No.2 tahun 1989 tentang system
pendidikan Nasional pada bab II pasal 4 bahwa:

“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa


dan mengembangkan manusia Indonesia seutuh-nya. Manusia Indonesia
seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap, serta mandiri dan
memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah :


1. Surat Asy-Syu’ara Ayat 109
2. Bagaimana Tafsir Ayat Asy-Syu’ara Ayat 109
3. Mengetahui Memiliki Sifat Qonaah ( Merasa Cukup Dengan Pemberian
Allah )
4. Bagaimana surah Luqman ayat 17,?
5. Bagaimana Arti perkata surah lugman 17?
6. Bagaimana hokum bacaan surah Luqman ayat 17?
7. Bagaimana Asbabunnuzul surah Al-luqman Ayat 17?
8. Bagaimana makna surah Luqman ayat 17?
3
Kadar Muhammad Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Quran Tentang Pendidikan
(Jakarta: Amzah, 2017), 5
4
Soeroyo, Antisipasi Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000‛,
dalam Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1991),

5
Undang-Undang R.I., No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Penjelasannya (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), 4
9. Bagaimana aspek-aspek pendidikan surah Luqman Ayat 17?

C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah adalah penulis ingin :


1. Surat Asy-Syu’ara Ayat 109
2. Bagaimana Tafsir Ayat Asy-Syu’ara Ayat 109
3. Mengetahui Memiliki Sifat Qonaah ( Merasa Cukup Dengan Pemberian
Allah )
4. Mengetahui Bagaimana surah Luqman ayat 17,
5. Mengetahui Bagaimana Arti perkata surah lugman 17
6. Mengetahui Bagaimana hokum bacaan surah Luqman ayat 17
7. Mengetahui Bagaimana Asbabunnuzul surah Al-luqman Ayat 17
8. Mengetahui Bagaimana makna surah Luqman ayat 17
9. Mengetahui Bagaimana aspek-aspek pendidikan surah Luqman Ayat 17
BAB II
PEMBAHASAN

A. Surat Asy-Syu’ara Ayat 109

ۚ ‫َع ٰل ى َر ِّب اْلٰع َلِم ْيَن‬ ‫َاْج ٍۚر ِاْن َاْج ِرَي ِااَّل‬ ‫َو َم ٓا َاْس َٔـُلُك ْم َع َلْيِه ِم ْن‬
ۚ ‫َع ٰل ى َر ِّب اْلٰع َلِم ْيَن‬ ‫َاْج ٍۚر ِاْن َاْج ِرَي ِااَّل‬ ‫َو َم ٓا َاْس َٔـُلُك ْم َع َلْيِه ِم ْن‬

Terjemahan Kemenag 2019

: Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (ajakan) itu. Imbalanku tidak
lain, kecuali dari Tuhan semesta alam.

(QS asy-Syu’ara : 109, 127, 145, 164, dan 180)

Arab-Latin: Wa mā as`alukum 'alaihi min ajr, in ajriya illā 'alā rabbil-'ālamīn

Ayat Ini Di Ulang Pada Ayat 127, 145, 164 Dan 180

Pelajaran Penting Berkaitan Surat Asy-Syu’ara Ayat 109

Paragraf di atas merupakan Surat Asy-Syu’ara Ayat 109 dengan text arab,
latin dan terjemah artinya. Ada berbagai pelajaran penting dari ayat ini. Didapati
berbagai penafsiran dari berbagai mufassir berkaitan isi surat Asy-Syu’ara ayat 109,
sebagiannya seperti termaktub:
B. Tafsir Ayat

1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

105-110. Kaum Nuh juga telah mendustakan risalah nabi mereka. Dengan
tindakan ini, mereka mendustakan seluruh rasul. Sebab, setiap rasul itu
memerintahkan untuk mengimani seluruh rasul. Ketika saudara mereka, Nuh berkata
kepada mereka, “Mengapa kalian tidak bertakwa kepada Allah dengan menjauhi
peribadatan terhadap selainNya? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang dapat
dipercaya dalam perkara yang aku sampaikan kepada kalian. Maka jadikanlah
keimanan sebagai pelindung bagi kalian dari siksaan Allah, dan taatlah kepadaku
dengan melaksanakan apa yang aku perintahkan kepada kalian, yaitu beribadah
kepada Allah semata. Aku tidak meminta imbalan upah apa pun dari kalian atas
penyampaian risalah ini; karena imbalan balasanku hanya kepada Allah, Tuhan
semesta alam Yang bertindak terhadap semua makhlukNya. Karena itu waspadalah
akan hukumanNya dan taatilah aku dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan
menjauhi larangan-laranganNYa.6

2. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan


Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

109. Dan aku sekali-kali tidak meminta upah dari kalian atas penyampaian
wahyu dari Rabbku; upahku tidak lain hanyalah dari Allah Rabb segala makhluk,
bukan dari selain-Nya.7

6
Tafsir. Tafsir Web https://tafsirweb.com/6519-surat-asy-syuara-ayat-109.html (Diakses 19
November, 2023)

7
Ibid
3. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman
Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

109. ‫( ۖ َو َم آ َأْس َٔـُلُك ْم َع َلْيِه ِم ْن َأْج ٍر‬Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas
ajakan-ajakan itu)
Yakni aku tidak meminta upah dari kalian dalam menyampaikan risalah ini
meski risalah ini sangat bermanfaat bagi kalian, dan aku sama sekali tidak
mengharapkan upah tersebut.

‫(ِإْن َأْج ِر َى ِإاَّل َع َلٰى َر ِّب اْلٰع َلِم يَن‬upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam)
Yakni balasan bagiku hanyalah dari-Nya. Hanya dari-Nya aku berharap
pahala sebagai balasan atas dakwah yang aku lakukan, sebab Dialah yang
memerintahkanku untuk menyampaikan risalah.8

4. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih


dan tafsir negeri Suriah

109. Dan aku tidak mencari upah dari kalian atas penyampaian risalahku.
Tidak ada imbalan bagiku kecuali di sisi Allah. Aku hanya mengharap pahala
dariNya. Dan {min} adalah untuk menunjukkan keuniversalan nafi.9

5. Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh


Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir
Univ Islam Madinah

8
Ibid
9
Ibid
Aku tidak meminta kalian imbalan} pahala {atas itu. Imbalanku} imbalanku
{tidak lain kecuali dari Tuhan semesta alam10

6. Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar


tafsir abad 14 H

105-110 Allah menjelaskan pendustaan kaum nabi Nuh terhadap rasul


mereka, yaitu Nuh, dan (menjelaskan) jawabannya terhadap mereka dan jawaban
mereka terhadapnya, serta kesudahan semuanya, seraya berfiraman, ”kaum Nuh telah
mendustakan para rasul,” semuanya. Sebab pendustaan mereka terhadap Nuh adalah
sama dengan mendustakan semua rasul, karena mereka semua sepakat atas satu
dakwah dan satu informasi. Maka mendustakan salah satunya sama dengan
mendustakan semua kebenaran yang mereka bawa.11
Mereka telah mendustakannya. “ketika saudara mereka berkata kepada
mereka,” maksudnya, saudara senasab, yaitu ,”Nuh,” sesungguhnya Allah hanya
mengangkat para rasul itu dari nasab (keturunan, marga) kaum yang mana dia utus
kepada mereka, agar mereka tidak merasa jijik (segan) untuk tunduk kepadanya
karena sudah mengetahui hakikat jati dirinya, sehingga mereka tidak perlu
mencarinya. Maka Nuh berkata kepada mereka dengan ucapan yang paling santun,
sebagaimana cara para rasul lainnya, “mengapa kamu tidak bertakwa,” kepada Allah,
lalu meninggalkan kebiasaan kalian menyembah berhala-berhala, dan memurnikan
ibadah kepada Allah semata.
“sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan untuk kalian,” maka
keberadaan sebagai utusan (rasul) yang diutus kepada mereka secara khusus
mewajibkan mereka menerima apa saja yang diajarkan kepada mereka, beriman
kepadanya dan bersyukur kepada Allah atas pengistimewaan yang dianugerahkan
kepada mereka berupa seorang rasul yang mulia ini. Dan keberadaannya sebagai

10
Ibid
11
Ibid
orang yang terpercaya itu berarti dia sama sekali tidak berdusta atas nama Allah,
tidak menambah wahyuNya dan tidak pula menguranginya. Hal ini mengharuskan
mereka untuk membenarkan semua khabar yang diberitakannya dan mematuhi semua
perintah-perintahnya,”maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku,” dalam
hal apa saja yang diperintahkan kepada kalian dan dia larang terhadap kalian. Inilah
sebenarnya konsekuensi dari keberadaannya sebagai seorang rasul yang terpercaya
yang diutus kepada mereka. Maka dari itun dia menyebutkan sebab akibatnya dengan
huruf fa’ (pada ungkapan fattaqullah) yang menunjukan arti “sebab” lalu
menyebutkan sebab yang mengharuskan kemudian menyebutkan tidak adanya
penghalang seraya berfirman,”dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas
ajakan-ajakan itu,” sehingga akan membuat kalian terbebani dengan beban yang
berat.
“upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.” Aku berharap melalui
seruan ini kedekatan dariNya dan pahala yang berlimpah. Adapun kalian, maka
angan-angan dan puncak keinginanku dari kalian adalah memberi nasihat kepada
kalian dan kalian mau menempuh jalan yang lurus.
“maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku,” beliau mengulangi
ungkapan ini karena beliau berulang-ulang mengajak kaumnya dank arena lamanya
beliau dalam melakukan tugas ini, sebagaimana Allah berfirman,
“lalu dia tinggal ditengah-tengah mereka seribu tahun kurang lima puluh
tahun,”(al-ankabut:14)
Dan,
“Nuh berkata,’ya Rabbku, sesungguhnya kau telah menyeru kaumku malam
dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)’.”
(nuh:5-6)

7. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi


Surat Asy-Syu’ara ayat 109: Berkata Nuh kepada kaumnya : Ketauhilah
wahai kaumku, sungguh aku tidak meminta kepada kalian upah yang berhubungan
dengan seruanku kepadamu akan tauhid, sungguh aku hanyalah ingin balasan dan
upah dari Allah Rabb semesta alam.12

8. Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin


Musa, M.Pd.I

Sehingga kamu merasa terbebani.

Yakni aku berbuat demikian (tidak meminta imbalan) agar aku dekat dengan-
Nya dan mendapatkan pahala dari-Nya. Adapun kepada kamu, maka keinginanku
adalah memberi kebaikan kepadamu dan agar kamu menempuh jalan yang lurus.

9. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Asy-Syu’ara Ayat 109

109. Dan aku tidak meminta imbalan apa pun kepadamu baik berupa materi
atau jasa, atas ajakan itu, karena imbalanku hanyalah dari tuhan seluruh alam yang
jauh lebih baik dari semua imbalan yang ada karena Allah mahakaya, pemilik alam
seluruh. "110. "maka bertakwalah kamu kepada Allah dengan mengerjakan semua
perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya dan taatlah kepadaku, atas semua
yang aku sampaikan kepadamu. " kaum nabi nuh langsung memberikan reaksi secara
negatif.13

C. Memiliki Sifat Qonaah (Merasa Cukup dengan Pemberian Allah)

12
Ibid
13
Ibid
Manusia adalah makhluk yang membutuhkan suatu kebutuhan untuk bisa
bertahan hidup, entah dari kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Orang
yang memiliki akidah yang kokoh dan kuat, seperti para Nabi dan Rasul, mereka
dididik oleh Tuhannya agar tidak menggantungkan kebutuhan mereka kepada
makhluk, tetapi menggantungkan kebutuhan hidup mereka itu hanya kepada Allah,
karena hal tersebut sudah mencukupi semua kebutuhannya. Hal ini tersirat dari
firman-Nya:

ۚ ‫َع ٰل ى َر ِّب اْلٰع َلِم ْيَن‬ ‫ِااَّل‬ ‫َو َم ٓا َاْس َٔـُلُك ْم َع َلْيِه ِم ْن َاْج ٍۚر ِاْن َاْج ِرَي‬
ۚ ‫َع ٰل ى َر ِّب اْلٰع َلِم ْيَن‬ ‫ِااَّل‬ ‫َو َم ٓا َاْس َٔـُلُك ْم َع َلْيِه ِم ْن َاْج ٍۚر ِاْن َاْج ِرَي‬

Terjemahan Kemenag 2019

: Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (ajakan) itu. Imbalanku tidak lain, kecuali dari
Tuhan semesta alam.

(QS Asy-Syu’ara : 109, 127, 145, 164, dan 180)

Dalam berdakwah, para Nabi dan Rasul tidak sedikit pun mengharapkan
materi duniawi dari kaumnya. Mengharapkan saja tidak, apalagi meminta dan
memasang tarif. Hal ini dikarenakan rasa cukup yang mengakar kuat di dalam
hatinya. Rasa cukup dari hati para nabi ini tumbuh karena kesadaran mereka tentang
nilai perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah. Berapa pun nilai materi duniawi ini
tidak akan pernah sebanding dengan nilai perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah.
Orientasi di dalam berdakwah adalah membimbing manusia ke jalan yang Allah
ridlai, bukan sebagai ladang yang diharapkan untuk mendapatkan materi. Sehingga
upah yang diharapkannya dari amalan ini pun hanya dari Allah. Jika orientasi dalam
berdakwah itu bergeser, niscaya dia tidak bisa merasakan “nikmatnya” hasil
perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah.

Orang yang jujur dan lurus di dalam dakwahnya itu betul-betul memiliki ruh
pengorbanan. Mereka menyadari betul bahwa pada dirinya ada sesuatu yang harus
dikorbankan guna memperoleh ganti yang lebih indah, lebih nikmat, dan lebih kekal
nantinya. Sedangkan orang yang berada di jalur kesesatan itu sejak zaman dahulu
menguji kejujuran dan ketulusan seseorang dalam berdakwah itu melalui materi
duniawi. Hal ini pernah dialami oleh Nabi

Sulaiman saat didatangi oleh utusan Ratu Saba` dengan membawa hadiah
yang banyak. Akan tetapi jawaban Nabi Sulaiman adalah “Apakah kalian akan
memberi harta kepadaku ? apa yang Allah berikan kepadaku itu lebih baik daripada
apa yang Allah berikan kepada kalian” (QS an-Naml : 36).
Artinya, para guru ataupun pendakwah itu jangan pernah membebani
siapapun secara materi saat berdakwah, akan tetapi justru menanamkan nilai
pengorbanan dalam perjuangan dakwah itu lebih diprioritaskan. Para guru dan
pendakwah hendaknya menyadari betul bahwa mengajar dan berdakwah adalah
amalan mulia, karena itu adalah amalan para Nabi dan Rasul. Sehingga orientasi
dalam menapaki jalan ini pun harus ada nilai pengorbanannya, sebagaimana para nabi
terdahulu berkorban. Adapun upah dan bayaran atas amalan ini, maka mengharaplah
kepada Allah, Dzat Yang tidak akan pernah mengabaikan hamba-Nya saat berjuang
dan berkorban.
Adapun kebutuhan secara materi untuk kehidupan dunia, maka para guru dan
pendakwah juga tetap harus mencarinya dengan cara yang halal dan professional.
Para Nabi pun memiliki beberapa profesi yang beragam. Nabi Nuh adalah tukang
kayu, Nabi Dawud adalah ahli besi, Nabi Muhammad adalah pedagang, dan lain-
lainnya. Akan tetapi untuk menempuh jalan dakwah ini, maka imbalan dari manusia
itu tidak akan pernah senilai dengan imbalan dari Allah. Oleh karena itu, saat terjun
di medan mulia ini, jangan pernah mengharapkan materi apapun dari makhluk.
Kesulitan yang dihadapi orang beriman itu tidak akan pernah membawa
kepada dukun, meskipun hanya untuk bertanya atau berkonsultasi. Pada zaman Nabi
Musa, posisi dukun itu dinilai sebagai orang yang bijaksana, berilmu, dan hebat.
Akan tetapi Allah mengungkap beberapa fakta tentang dukun di dalam surat ini,
dengan tujuan agar orang beriman harus mengingkarinya dan jangan pernah
sekalipun membenarkan ucapan mereka. Fakta yang pertama, dukun itu memiliki
suatu kepentingan di balik “kehebatannya”. Dalam kisah Nabi Musa dalam surat asy-
Syu’ara ini disebutkan bahwa para dukun itu mencari mata pencaharian dari
profesinya tersebut. Hal ini tersirat pada ayat 41 dari surat asy-Syu’ara ini, mereka
berkata, “Apakah kami benar-benar akan mendapatkan imbalan yang besar jika kami
yang menang ?” kalimat ini diucapkan oleh para dukun dalam rangka memenuhi
panggilan Fir’aun untuk melawan Nabi Musa. Hal ini mengisyaratkan bahwa para
dukun ini mencari imbalan tersebut, karena mereka juga manusia biasa, yang
memiliki kebutuhan hidup. Orientasi profesi benar-benar bukan untuk kebenaran,
tetapi untuk memenuhi kebutuhan. Analisa ini juga bisa dilihat di ayat ke 44, saat
para dukun itu melempar tongkat dan kayu, mereka berkata, “Demi kekuasaan
Fir’aun, pasti 262amilah yang akan menang”. Hal in mengisyaratkan bahwa para
dukun itu “cari muka” di hadapan Fir’aun, dengan mengatakan, “Demi kekuasaan
Fir’aun”. Yang kedua, mereka berorientasi pada imbalan, karena yang mereka cari
adalah kemenangan. Apabila mereka menang, maka mereka mendapatkan imbalan.
Yang mereka cari adalah imbalan, bukan kebenaran.
Pertanyaan yang sederhana dan cenderung sepele dapat kita ajukan : jika
mereka memang sakti, mengapa mereka tidak bisa membuat diri merekakaya
? tetapi justru malah mencari imbalan ke Fir’aun ? Oleh karena itu,
para
pendakwah harus memegang kuat kebenaran dari Allah ini, dan jangan pernah
mempercayai bahwa para dukun itu di atas kebenaran.
Fakta yang kedua, keberadaan para dukun di zaman Fir’aun itu diposisikan
sebagai “media” untuk menggiring opini masyarakat agar berpihak kepada Fir’aun.
Hal ini tersirat pada ayat ke 40 dari surat asy-Syu’ara ini, para staff Fir’aun berkata,
“Agar kita mengikuti penyihir itu, jika mereka menang”. Ayat ini menekankan sikap
yang harus diambil oleh masyarakat Mesir jika para dukun itu menang.
Pertanyaannya : apa sikap masyarakat Mesir jika para dukun kalah ? Ini memang
disengaja tidak disebutkan, karena kalimat ini difungsikan sebagai penggiringan opini
masyarakat agar berpihak kepada Fir’aun, bukan kepada Nabi Musa. Artinya,
keberadaan para dukun dan tukang sihir itu tidak berada di atas kebenaran yang
sesungguhnya, akan tetapi mereka sebagai salah satu alat penguasa untuk
mengendalikan keadaan. Sehingga, para pendakwah jangan pernah sekalipun
meyakini bahwa para dukun itu di atas kebenaran.
Apabila dua fakta di atas itu dicermati, dapat diketahui bahwa posisi dukun
atau tukang sihir itu tidak dilandasi oleh alasan ilmiah, logis dan benar. Artinya, sikap
seseorang yang mempercayai para dukun itu sebenarnya bersifat sugesti dan cermin
dari keputusasaan. Sehingga, para pendakwah harus mencukupkan diri mereka
kepada Allah, tidak terpengaruh oleh ucapan orang dan harus terus berada di atas
pendirian yang benar ini. Tidak ada orang yang berputus asa selama mereka
bersandar kepada Dzat Yang Memiliki kehidupan ini.
BAB III

A. Surah Luqman Ayat 17


‫ٰي ُبَنَّي َاِقِم الَّص ٰل وَة َو ْأُم ْر ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو اْنَه َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو اْص ِبْر َع ٰل ى َم ٓا َاَص اَبَۗك ِاَّن ٰذ ِلَك ِم ْن َع ْز ِم‬
‫اُاْلُم ْو ِر‬
‫ٰذ‬ ‫َۗك‬ ‫ٰل‬ ‫ْأ‬ ‫ٰل‬
‫ٰي ُبَنَّي َاِقِم الَّص وَة َو ُم ْر ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو اْنَه َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو اْص ِبْر َع ى َم ٓا َاَص اَب ِاَّن ِلَك ِم ْن َع ْز ِم‬
‫اُاْلُم ْو ِر‬
Terjemahan Kemenag 2019
17. Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah
(mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan.
B. Arti Perkata Surah Luqman Ayat 17

‫َو أُم ر‬ ‫الَّص َالَة‬ ‫َأِقِم‬ ‫َياُبَنَّي‬


Dan perintahkanlah solat dirikan Wahai anak ku
( manusia )

‫الُم نَك ِر‬ ‫َع ِن‬ ‫َو اْن‬ ‫ِبالَم ْعُروِف‬


Kemungkaran / kemaksiatan dari Untuk melakukan
‫َه‬ kebaikan ( taat kpd
dan Allah)
cegahlah
mereka
‫َأَص اَبَك‬ ‫َم ا‬ ‫َع َلى‬ ‫َو اصِبر‬
Yang menimpamu ( ketika apa atas Dan bersabarlah
memerintah dan mencegah )

‫ُأل‬ ‫َذ ِلَك‬ ‫ِإَّن‬


‫َع زِم ا ُم وِر‬ ‫ِم ن‬
Perkara yang ditekankan dan dari itu Sesungguhnya
penting

C. Hukum Bacaan Atau Tajwid Surah Luqman Ayat 17

1. Ikhfa’
Adalah apabila setelah nun mati atau tanwin terhadap huruf yang 15
( . . . . . . . . . . . . . . ). Cara membacanya dengan
mendengungkan.
Misalnya :

 ‫الُم نَك ِر‬


2. Gunnah
Adalah dengung, yaitu apabila ada huruf min dan nun tasydid dan didahului harakat
fathah, kasrah, dan dhammah. Panjang bacaan gunnah adalah dua harakat.
Missal :

 ‫ِإَّن‬
D. Asbabunnuzul Surah Luqman Ayat 17
Secara etimologi, kata asbab al-nuzul berarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur - angsur bertujuan
untuk memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan pergaulan manusia yang sudah
menyimpang dari kebenaran. Karena itu dapat dikatakan bahwa terjadinya
penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan manusia merupakan sebab turunnya Al-
Qur‟an. Asbab al-nuzul (sebab turun ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang
secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut
Subhi al-Salih, asbab an-nuzul adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun ayat atau
beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu
atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.14
Adapun sebab turunnya ayat 12-19 dari surat Luqman sejauh penulusuran yang
penulis lakukan tidak ditemukan adanya sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat
tersebut, hanya saja dalam ayat 13 dalam tafsir Al-Misbah, diriwayatkan bahwa
Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika datang ke mekah. Ia adalah seorang yang cukup
terhormat di kalangan masyarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk
agama Islam. Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu
sama dengan yang ada padaku.” Rasulullah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia
menjawab, “Kumpulan hikmah Lukman.” Kemudian Rasulullah berkata,“Sungguh
perkataan yang amat baik ! Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah al-
Qur’an yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.”
Rasulullah lalu membacakan al-Qur’an kepadanya dan mengajaknya memeluk
Islam.15
Kemudian menurut Sayid Qutb bahwa ayat 13 yang menjelaskan tentang
tauhid, inilah hakikat yang ditawarkan oleh nabi Muhammad saw kepada kaumnya.
Namun, mereka menentangnya dalam perkara itu, dan meragukan maksud baiknya di
balik tawarannya. Mereka takut dan khawatir bahwa di balik tawaran itu terdapat
ambisi Muhammad saw untuk merampas kekuasaan dan kepemimpinan atas mereka.
Kemudian ayat 14 dan 15 penulis menemukan riwayat bahwa ayat ini
menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu yang
dengan tabiatnya harus menanggung beban yang lebih berat dan lebih kompleks.
Namun, luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih
dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh Hafidz Abu Bakar al-Bazzar dalam
musnadnya dengan sanadnya dari Buraid dari ayahnya bahwa seseorang sedang
berada dalam barisan tawaf menggendong ibunya untuk membawanya bertawaf.

14
Ahmad Musthafa Al-maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, (Semarang : Toha
Putra, 1992), Juz XXI, hlm. 152
15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 10,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 125
Kemudian dia bertanya kepada Nabi Muhammad saw, “Apakah aku telah
menunaikan haknya? ”Rasulullah menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan nafas.”16
Diriwayatkan bahwa ayat 15 ini diturunkan berhubungan dengan Sa’ad bin Abi
Waqqas, ia berkata, “Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah bahwa beliau tidak
akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada
hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau
menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon
agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada
hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap
menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, Demi Allah, seandainya ibu
mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku
tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini. Setelah ibuku melihat keyakinan
dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun mau makan.”17

E. Tafsir Surah Luqman Ayat 17

Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut :

a. Selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridhoi Allah. Jika sholat
yang dikerjakan itu diridhoi Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat
dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan
mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin
dekat dengan Tuhannya.
b. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridhoi
Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan, serta mencegah
mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
c. Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari
mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik
cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk
kesengsaraan dan penderitaan.

F. Aspek-Aspek pendidikan

1. Pentingnya menjaga Tauhid dan kejinya dosa Syirik

16
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim basyarahil, Di
Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, hlm.174
17
Ahsin Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi,2010), hlm.
553
2. Menjelaskan arti hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah Swt dengan cara taat dan
selalu ingat kepadaNya. Dan orang yang bersyukur itu pasti orang memiliki akal
sehat
3. Pentingnya memberi nasehat yang baik, sekaligus memberi solusi (irsyad) kepada
siapa saja
4. Buruknya dosa musyrik dan jeleknya orang yang memusyrikan Allah Swt
5. Keharusan taat kepada orang tua dan mempelakukan mereka dengan lembut dan
sayang
6. Pengukuhan pedoman, “ Tidak boleh patuh kepada seseorang jika menyuruh berbuat
dosa kepada Allah Swt.” Dan ini berlaku kepada orang tua untuk tidak taat atas
kemauan mereka ketika diperintah melakukan keburukan.
7. Wajib mengikuti jalan yang benar sesuai Al-Qur’an dan Sunnah dan haramnya
mengikuti jalan yang tidak berdasar kepada kedua pusaka itu

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Berangkat dari beberapa rincian diatas, materi pendidikan yang terdapat


dalam Al-Qur’an Surat Asy Syuara Ayat 109 Adalah Hendaklah Merasa Cukup
Dengan Karunia Allah Seperti Para nabi Dalam Berdakwah Dan Surah Luqman yang
telah dissampaikan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya, dapat dikategorisasikan
sebagai berikut:
Pertama, ‘aqaaid (Akidah), yang menyangkut masalah keimanan kepada
Allah, hal ini sudah tercakup iman kepada malaikat, kitab-kitab_Nya, para nabi, hari
kiamat, dan qadha dan qadar. Materi ini terdapat pada ayat 12,13, dan 16
Kedua, syari’at, yakni satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan
manusia denagn tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia
dengan alam. Kaidah syari’ah ini terbagi menjadi dua:pertama, ibadah, seperti shalat,
thaharah, zakat, puasa dan haji. Kedua, mu’amalah yakni tata aturan Ilahi yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan harta
benda. Aspek syari’ah ini termaktub pada ayat 14,15, dan 17
Ketiga, Akhlaq. Secara etimologis, akhlaq adalah perbuatan yang mempunyai
sangkut paut dengan khaliq (pencipta). Akhlaq ini mencakup akhlaq manusia
terhadap khaliqnya, dan akhlaq manusia terhadap makhluk. Aspek ini terdapat pada
ayat 14,15, 18, dan 19. Baik ibadah, muamalah, dan akhlak pada hakikatnya bertitik
tolak dari akidah.

Saran
Semoga Malakah Ini Dapat Menjadi Sarana Bertambahnya Ilmu Tentang
Pemberdayaan Pendidikan (Islam) dan Menjadi Bermafaat Dikemudian Hari Untuk
Saran Semoga Penulis Lebih Baik Lagi Dalam Membuat Karya-Karya llmiah
Lainnya. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Musthafa Al-maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar,


Semarang : Toha Putra, 1992
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an, Vol.
10, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz
Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, Jakarta : Gema Insani Press, 2002
Ahsin Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
Al Badr, ‘Abd ar-Razzaq, Ziyadah al-Iman wa Nuqshanuhu wa hukmu al-
Itsnista’ bih, Saudi: Dar Kunuz Isybaliya, 2006.
Al Faruqi, Ismail Raji, Islamisasi Pengetahuan,terj.Anas Mahyudin, Bandung:
Pustaka, 1984.
Anshari, Muhammad Fazlurrahman,Konsep Masyarakat Islam Modern,
Bandung: Risalah, 1984.
Bukhori, al-Jami’ Shahih al-Bukhori, Kairo: Dar as-Syu’b, 1987.
Chumaidah Syc dan Yuni Astutik, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Al-
Qur’an Surat Ali Imron ayat 37”, Jurnal Urwatul Wutsqo, Vol.9 No. 1,
(2020).
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2002. Ghufron, Mohammad, Filsafat Pendidikan, Kalimedia: Yoyakarta, 2017.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI, 2014).
Manna al-Qattan, Mabahits Fii Ulum al-Quran, Kairo: Maktabah Wahbah, 2007.
Marwan Riadi, dkk, “Nilai-Nilai Pendidikan Akidah Dalam Surat Al-Kahfi (Studi
Analisis Tafsir Alquran), Jurnal Edu Religia, Vol. 2 No.1, (2020).
Muhajir, As’aril, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Nashir, As-Sa’di, Taisir Karim ar-Rahman min kalam al-Mannan, Beirut:
Muassatur Risalah, 2000.

Anda mungkin juga menyukai