Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK HUKUM PERIKATAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :


Hukum Perikatan Islam
Dosen Pengampu :
Akmalia Fitri Mafaza, MH.

Disusun Oleh:
Kelas C
Kelompok 3
1. Sanya Rara Zubaida (22403011)
2. Dea Rida Kharisma (22403014)
3. Dedy Faizal (22403169)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI


2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya yang senantiasa melimpahkan kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa risalah
Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Dalam tatanan ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian hukum, terdapat beragam
aspek yang memerlukan pemahaman mendalam, termasuk salah satunya adalah Hukum
Perikatan Islam. Melalui makalah ini, kami berupaya untuk menggali lebih dalam mengenai
karakteristik dan asas-asas yang mendasari hukum perikatan Islam, serta membandingkannya
dengan hukum perikatan umum.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Perikatan Islam, yang
kami ikuti di bawah bimbingan yang penuh inspirasi dari Ibu Akmalia Fitri Mafaza, MH. Dosen
pengampu yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi dalam proses penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan
serta kerja keras dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya. Tak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada Ibu Akmalia Fitri Mafaza, MH. atas bimbingan dan dukungan
yang telah diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
serta dalam proses penyusunan makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam
pemahaman lebih lanjut tentang Hukum Perikatan Islam. Kritik dan saran yang membangun
selalu kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 13 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Karakteristik Hukum Perikatan Islam ........................................................................ 3
B. Karakteristik Hukum Perikatan Umum ...................................................................... 4
C. Asas – Asas Hukum Perikatan Islam .......................................................................... 7
D. Asas – Asas Hukum Perikatan Umum ....................................................................... 9

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 13
B. Saran ....................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum perikatan merupakan bagian integral dari sistem hukum yang mengatur
hubungan antarindividu dalam berbagai transaksi dan perjanjian. Secara umum, hukum
perikatan terbagi menjadi dua bidang utama, yaitu Hukum Perikatan Islam (HPI) dan
Hukum Perikatan Umum (HPU). Keduanya memiliki karakteristik dan asas yang
berbeda namun mengarah pada tujuan yang sama, yaitu menjaga keadilan,
keseimbangan, dan kepastian hukum dalam setiap transaksi.
Hukum Perikatan Islam (HPI) merupakan bagian dari Hukum Ekonomi Syariah
yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, termasuk Al-Qur’an, As-Sunnah, dan
ijtihad ulama. Karakteristik HPI menekankan pentingnya keadilan, saling
menghormati, dan mematuhi prinsip-prinsip Islam dalam setiap perjanjian. Di sisi lain,
Hukum Perikatan Umum (HPU) yang tercakup dalam Buku III KUH Perdata, memiliki
landasan hukum yang berbeda namun juga menitikberatkan pada asas-asas seperti
kebebasan berkontrak, konsensualisme, dan kepastian hukum.
Pemahaman mendalam tentang karakteristik dan asas hukum perikatan, baik
dalam konteks Islam maupun umum, penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari, terutama dalam melakukan transaksi bisnis atau perjanjian pribadi. Pemahaman
ini tidak hanya menjadi landasan bagi para pelaku bisnis atau praktisi hukum, tetapi
juga relevan bagi masyarakat umum untuk menjaga hubungan yang adil dan seimbang
dalam berbagai aktivitas ekonomi.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, akan dibahas secara komprehensif
karakteristik dan asas hukum perikatan dalam konteks Islam dan umum, serta
penerapannya dalam berbagai transaksi dan perjanjian. Dengan pemahaman yang
mendalam tentang hal ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya
kepatuhan terhadap nilai-nilai hukum dalam setiap interaksi sosial, sehingga tercipta
masyarakat yang adil dan berkeadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik hukum perikatan islam?
2. Apa saja asas – asas hukum perikatan islam?
3. Apa karakteristi hukum perikatn umum?
4. Apa saja asas – asas hukum perikatan umum?

1
C. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan tentang karakteristik hukum perikatan islam.
2. Untuk mengetahui asas – asas hukum perikatan islam.
3. Untuk menambah wawasan tentang karakteristik hukum perikatan umum.
4. Untuk mengetahui asas – asas hukum perikatan umum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hukum Perikatan Islam (HPI)


Hukum Perikatan Islam merupakan bagian dari Hukum Ekonomi Syariah yang
mengatur hubungan antar manusia dalam berbagai transaksi dan perjanjian. Hukum
Perikatan Islam memiliki karakteristik yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadits, dan
ijtihad para ulama. Berikut beberapa karakteristik yang lebih mendalam dari hukum
perikatan islam:
1. Berlandaskan Syariat Islam
Karakteristik utama hukum perikatan Islam adalah berlandaskan pada
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijtihad para ulama. Hal ini berarti bahwa semua
perikatan harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam, seperti
keadilan, kesetaraan, dan saling menghormati.
2. Mengutamakan Perjanjian
Hukum kontrak Islam menekankan pentingnya kesepakatan antara
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kontrak. Kesepakatan ini harus dicapai
secara sukarela dan tanpa paksaan.
3. Menghargai Keadilan dan Keseimbangan
Hukum perikatan Islam bertujuan untuk mencapai keadilan dan
keseimbangan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Hal ini
tercermin dalam berbagai aturan dan ketentuan yang ditetapkan, seperti
larangan riba dan gharar.
4. Menjunjung Tinggi Kejujuran dan Integritas
Hukum perikatan Islam menekankan pentingnya kejujuran dan
integritas dalam setiap transaksi. Para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian
diwajibkan untuk menyampaikan informasi yang benar dan tidak menipu satu
sama lain.
5. Memiliki Sifat Sosial dan Kemasyarakatan
Hukum perikatan Islam ini tidak hanya mengatur hubungan antar
individu saja, akan tetapi juga hubungan antar kelompok dan masyarakat. Hal
ini tercermin dalam berbagai aturan dan ketentuan yang berkaitan dengan
wakaf, zakat, dan hibah.
6. Bersifat Fleksibilitas dan Adaptasi

3
Hukum perikatan Islam bersifat fleksibilitas dan mudah beradaptasi
terhadap perubahan zaman. Hal ini memungkinkan hukum perikatan Islam
untuk tetap relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi 1.
Selain itu ada beberapa contoh penerapan karakteristik hukum perikatan islam
antara lain:
a. Larangan riba: Dalam Islam, riba atau bunga pinjaman dilarang karena
dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan ketidakadilan.
b. Larangan gharar: Gharar adalah ketidakpastian atau spekulasi dalam
suatu transaksi. Dalam Islam, transaksi yang mengandung unsur gharar
dilarang karena dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak 2.
B. Karakteristik Hukum Perikatan Umum (HPU)
Hukum perikatan merupakan istilah yang paling luas cakupannya. Istilah
"perikatan" merupakan kesepadanan dari istilah Bahasa Belanda "Verbintenis". Istilah
hukum perikatan mencakup semua ketentuan dalam buku ketiga KUH Perdata. Buku
ketiga KUH Perdata tidak memberikan penjelasan yang spesifik tentang pengertian
perikatan, namun demikian, para ahli memberikan pengertian tentang perikatan ini
diantaranya yang disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman, bahwa perikatan
dimaknai sebagai "hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang
terletak di bidang harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut", sedangkan Hukum Perikatan
dimaknai sebagai seperangkat aturan yang memberikan pengaturan terhadap
dilaksanakannya perikatan.
1. Sumber Hukum Perikatan.
Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan "Tiap-tiap perikatan dilahirkan
baik karena perjanjian, baik karena undang-undang". Maknanya, perikatan
bersumber dari Perjanjian dan Undang-Undang. Namun demikian, perikatan
juga dapat bersumber dari Jurisprudensi, Hukum Tertulis dan Hukum Tidak
Tertulis serta Ilmu Pengetahuan Hukum.
2. Objek Perikatan.
Pasal 1234 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang objek ataupun
jenis perikatan. Objek dalam perikatan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh

1
Dr. Achmad Irwan Hamzani, “Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia”, (Jakarta: Kencana A,2020),
21-22
2
Hadi Tuasikal, “Karakteristik Perikatan dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah”, Vol. 6, No. 2, Hal. 95.

4
kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. Objek dalam hukum perikatan lazim
juga disebut sebagai prestasi dalam perikatan, yaitu:
1) Untuk memberikan sesuatu;
2) Untuk berbuat sesuatu;
3) Untuk tidak berbuat sesuatu.
3. Menurut Undang-Undang
a. Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 1238 KUH Perdata):
Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, termaktub
kewajiban yang berutang untuk menyerahkan harta benda yang
bersangkutan dan merawatnya sebagaimana bapak rumah tangga yang
baik, sampai pada saat penyerahannya.
Perikatan ini prestatienya adalah untuk memberikan sesuatu
(menyerahkan) yang dikenal juga dengan istilah levering dan
merawatnya. Kewajiban menyerahkan adalah kewajiban pokok,
sedangkan kewajiban merawat adalah kewajiban preparatoir, yang
dilaksanakan oleh debitur menjelang pemenuhan kewajiban pokoknya.
Contoh perikatan untuk memberikan sesuatu adalah Jual Beli,
Sewa Beli, Tukar Menukar.
b. Perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1239 s.d Pasal 1242 KUH Perdata).
KUH Perdata tidak memberikan pernyataan secara tegas tentang
perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu.(Lihat lebih lanjut ketentuan Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata).
Pasal 1239 KUH Perdata sebagai pasal awal, pada bagian ketiga dari
Bab Kesatu tentang Perikatan-Perikatan Umum menyatakan bahwa,
"Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat
sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya,
mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajibannya memberikan
penggantian biaya, rugi dan bunga". Ketentuan Pasal tersebut di atas,
memberikan pengaturan tentang tuntutan ganti rugi yang dapat diajukan
oleh si yang berpiutang, ketika yang berutang tidak memenuhi
perikatannya.
c. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259-1267 KUH Perdata):

5
Pasal 1253 KUH Perdata menyatakan bahwa "Perikatan adalah
bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
perikatan, sehingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut".
Syarat tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam perikatan.
Namun batasan terhadap syarat tersebut telah diatur dalam undang-
undang yaitu:
1) Bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan;
2) Bertentangan dengan kesusilaan;
3) Dilarang undang-undang;
4) Pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat.
Pasal 1266 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang
"Ingkar janji yang merupakan syarat batal dalam suatu perjanjian
timbal balik".
5) Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 12681271 KUH
Perdata);
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang
tidak menangguhkan perikatan, hanya menangguhkan pelaksanaannya.
d. Perikatan manasuka/alternative (Pasal 1272-1277 KUH Perdata);
Dalam perikatan alternative ini, debitur dibebaskan jika ia
menyerahkan salah satu barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi
ia tidak dapat memaksa yang berpiutang untuk menerima sebagian dari
barang yang satu dan sebagian dari barang yang lain.
e. Perikatan Tanggung Renteng/Tanggung Menanggung (Pasal 1278 - 1303
KUH Perdata):
Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng terjadi
antara beberapa orang berpiutang, jika didalam perjanjian secara tegas
kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan
seluruh hutang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah
satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan menurut
sifatnya dapat dipecah atau dibagi antara orang yang berpiutang tadi.
Tanggung renteng dibedakan yang aktif dan pasif. Tanggung renteng
aktif adalah perikatan tanggung menanggung yang pihaknya terdiri dari

6
beberapa kreditur. Sedangkan yang pasif adalah terjadinya suatu
perikatan tanggung menanggung diantara orang-orang yang berutang
yang mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama. salah seorang
dari kreditur dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan
membebaskan orang-orang berutang berpiutang/kreditur.3
C. Asas-Asas Hukum Perikatan Islam (HPI)
Dalam hukum perikatan Islam dikenal juga asas kebebasan berkontrak. Nilai-
nilai dasar asas kebebasan berkontrak dalam hukum Islam antara lain dapat dilihat
dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Tirmizi dari Abdurrahman bin Auf yang
artinya “Dengan demikian kaum Muslimin dapat memasukan syarat apapun ke dalam
perjanjian mereka dalam batas-batas ketentuan halal dan haram, serta batas-batas
ketertiban umum syari’at, dan akad tersebut wajib untuk dipenuhi”. Hadist tersebut
menjelaskan bahwa bentuk perjanjian tidak boleh mengindahkan larangan-larangan
agama yang menentukan batasan-batasan halal dan batasan-batsan haram.
Dalam hukum Nasional dinyatakan bahwa kebebasan berkontrak pada asasnya
adalah bebas dalam batas-batas ketertiban umum dan kesusilaan, maka nampak dibatasi
agar tidak bertentangan dengan Kitab Allah, atau tidak ada dalil yang
mengharamkannya. Perbedaan yang muncul dari perjanjian menurut Islam dan menurut
hukum nasional adalah perilaku manusia dalam memegang aliran kepercayaannya.
Melakukan perjanjian dengan dasar hukum nasional dengan berpegang teguh pada
kepercayaan masing-masing. Berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa untuk
menciptakan perikatan ataupun perjanjian yang tidak melanggar hukum agama dan
hukum nasional4.
Beberapa Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum Islam antara lain adalah:
1. Asas Ibahah (mabda’ al-Ibahah)
Asas Ibahah menjadi landasan kebebasan berkontrak. Asas ini pada
dasarnya menyatakan bahwa orang dapat membuat transaksi atau mengadakan
kontrak apapun sepanjang tidak ada ketentuan yang melarangnya. Asas ini
didasarkan pada aturan bahwa pada dasarnya sesuatu diperbolehkan kecuali ada
ketentuan dalil yang melarangnya.
2. Asas Kebebasan Beraqad (mabda’ huriyyah atta’aqud)

3
Nanda Amalia, Hukum Perikatan,(Nanggroe Aceh Darussalam,2012), 1.
4
Mu’adil Faizin, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Kolaborasi Pustaka Warga, 2022), 58.

7
Asas Kebebasan berkontrak didalam hukum kontrak Islam dibatasi
ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan sunnah, misalnya kontrak tidak
mengandung unsur riba dan gharar.
3. Asas Konsensualisme (mabda’ ar-radhaiyyah)
Asas Konsensualisme ini pada dasarnya menyatakan bahwa kontrak
akan lahir setelah ada kata sepakat oleh para pihak. Pada dasarnya dengan kata
sepakat tersebut kontrak telah lahir atau terjadi tanpa terikat formalitas tertentu.
Pengecualian dari asas konsensualisme antara kontrak atau akan yang masuk
pada kategori ‘aqdun shakli. Didalam ‘aqdun shakli, akad atau kontrak tidak
hanya didasarkan pada kata sepakat, tetapi juga dituangkan dalam bentuk-
bentuk tertentu.
4. Asas Janji Mengikat
Asas ini sepadan dengan asas kekuatan mengikatnya perjanjian
didasarkan pada muksim pacta sunt servanda
5. Asas Keseimbangan (mabda’ at-tawazun fi almu’awadhah)
Asas Isi kontrak adalah kewajiban dan hak para pihak yang mengadakan
kontrak. Agar isi kontrak seimbang harus didasari oleh posisi tawar para pihak
yang seimbang pula5.
6. Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan)
Asas ini dimaksudkan bahwa kontrak yang dibuat para pihak bertujuan
untuk kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian
(mudharat) atau keadaan yang memberatkan (musyaqqah).
7. Asas Amanah
Dengan asas amanah ini dimaksudkan bahwa masing-masing pihak
yang bertransaksi harus dilandasi iktikad baik. Dalam bertransaksi tersebut,
salah satu pihak tidak boleh mengeksploitasi pihak lainnya.
8. Asas Keadilan
Asas ini dalam perikatan dituntut untuk berlaku benar dalam
mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah
disepakati bersama dan memenuhi segala hak dan kewajiban, tidak saling

5
Muhammad Achid Nurseha, Muhammad Fajrul Hakim, “Analisis Hukum Perikatan Islam Terhadap Kerjasama
Periklanan Google Adsense pada Youtube”, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Vol. 4, No. 1 (2021), 23-24

8
menzalimi, perjanjian harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil
dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian salah satu pihak.6
Asas diatas merupakan dasar dalam melakukan perjanjian menurut hukum
Islam dan merupakan panutan atau patokan dalam melakukan suatu perjanjian untuk
mencapai kesepakatan menurut Islam. Perjanjian menurut Islam dibatasi oleh aturan-
aturan yang berasal dari hukum Islam. Aturan-aturan tersebut merupakan perintah dan
larangan dari Allah SWT yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Hukum perikatan
Islam merupakan hukum yang berasal dari perintah dan larangan Allah SWT,
membedakan dan memberikan batasan-batasan antara yang haram dan yang halal
dalam melakukan akad atau perjanjian.7
Hukum Perikatan Islam telah menetapkan beberapa asas perikatan yang
berpengaruh kepada pelaksanaan perikatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Jika asas-asas ini tidak terpenuhi dalam melaksanakan perikatan, maka
akan berakibat batalnya atau tidak sahnya perikatan yang dibuatnya. 8
D. Asas-asas Hukum Perikatan Umum
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yaitu
menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme .

1. Pasal 1338 KUH Perdata yang membahas tentang segala sesuatu yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang memerlukan dan berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme, artinya perjanjian yang dibuat pada saat tercapainya kata
persetujuan antara pihak tentang hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu yang formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Untuk memenuhi persyaratan yang diminta empat syarat adalah:
a. Kata Sepakat di antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata ganti di
antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal
yang menjadi dasar dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

6
Ibid, 25
7
Ferry Irawan Febriansyah, “Berlakunya Hukum Perikatan Islam dan Hukum Nasional di Indonesia”, Vol. 02,
No. 01, (Juni 2015), 124-125.
8
Hj. Wati Rahmi Ria, “Hukum Perikatan Islam”, Fakultas Hukum Universitas Lampung 2018, Hal. 3.

9
b. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian, para pihak harus cakap menurut
hukum, yaitu telah dewasa (partisipasi 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
c. Mengenai Suatu Hal Tertentu Tentang suatu hal, Apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
jawaban terhadap objek, Terkait hak dan kebutuhan masing-masing
pihak, mungkin tidak akan berkaitan dengan perselisihan antara para
pihak.
d. Suatu sebab yang Halal, artinya isi perjanjian itu harus memiliki tujuan
(causa) yang diizinkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban
umum. 9

Berikut adalah empat asas utama hukum perikatan umum:

1) Asas Kebebasan Berkontrak


Adapun yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak dapat dilihat
secara implisit dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, di antaranya yaitu para
pihak memiliki kebebasan untuk (hal. 111):
a) Menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya;
b) Menentukan objek perjanjian;
c) Menentukan bentuk perjanjian;
d) Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat
opsional (aanvullend, optional).
Meskipun para pihak memiliki kehendak bebas, Agus kemudian merujuk
pendapat Niewenhuis yang menegaskan, terdapat pengecualian kebebasan
berkontrak, yakni dalam hal kontrak-kontrak formal dan riil (bentuk perjanjian)
dan syarat kausa yang diperbolehkan (isi perjanjian).
2) Asas Konsensualisme.
Adapun yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak
yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata
mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini
tercantum dalam salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH
Perdata.

9
Joko Sriwidodo dan Kristiawanto, Memahami Hukum Perikatan, (Yogyakarta: Kepel Press), 21

10
3) Asas Pacta Sunt Servanda
Dalam hukum kontrak atau perjanjian berarti perjanjian yang dibuat
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana
dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.
4) Asas Iktikad Baik (good faith).
Terkait asas ini, merujuk ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata,
Agus menerangkan yang dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan
perjanjian dengan iktikad baik. Artinya, dalam melaksanakan perjanjian,
kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia.
Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338
ayat (3) KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa
iktikad baik hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak.
Iktikad baik ini harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual.
Artinya, iktikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra
kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual. 10
Di samping keempat asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum
perikatan umum, yaitu :
1. Asas Kepercayaan, yaitu bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian
akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.
2. Asas Persamaan Hukum, yaitu bahwa subjek hukum yang mengadakan
perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek
hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
3. Asas Keseimbangan, yaitu asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
4. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas ini mengandung maksud bahwa perjanjian
sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap

Erizka Permatasi, Asas-asas yang Berlaku dalam Hukum Kontrak, Hukumonline.com, diakses pada tanggal 4
10

Maret 2024 pukul 21.22 WIB.

11
dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang
membuatnya.
5. Asas Moralitas, adalah asas yang berkaitan dengan perikatan wajar, yaitu suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral), yang
bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada
yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada
kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
6. Asas Kepatutan, yaitu asas yang tertuang dalam Pasal 1339 KUHPer. Asas ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
7. Asas Kebiasaan, yaitu dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi
juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
8. Asas Perlindungan, yaitu asas yang mengandung pengertian bahwa antara
debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah. 11

11
Muhtarom, Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak, SUHUF, Vol. 26, No. 1,
(Mei 2014), 54-55

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakteristik hukum perikatan Islam mencakup berbagai aspek yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip agama Islam. Hal ini termasuk berdasarkan pada
Syariat Islam, mengutamakan perjanjian, menghargai keadilan dan keseimbangan,
menjunjung tinggi kejujuran dan integritas, memiliki sifat sosial dan kemasyarakatan,
serta bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perubahan zaman. Larangan riba dan
gharar juga menjadi contoh penerapan karakteristik ini.
Asas-asas hukum perikatan Islam mencakup beberapa prinsip dasar seperti asas
kebebasan berkontrak, asas keadilan, asas keseimbangan, asas kemaslahatan, asas
amanah, asas konsensualisme, dan asas ibahah. Asas-asas ini menjadi pedoman dalam
melaksanakan perjanjian menurut hukum Islam, memastikan bahwa perikatan
dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan keadilan.
Karakteristik hukum perikatan umum, yang merupakan bagian dari hukum
perdata, mencakup beberapa aspek seperti sumber hukum perikatan, objek perikatan,
dan berbagai ketentuan yang mengatur perjanjian. Hukum perikatan umum
memberikan kerangka kerja yang lebih umum dan bersifat lebih luas daripada hukum
perikatan Islam.
Asas-asas hukum perikatan umum mencakup asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik, asas kepercayaan, asas
persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moralitas, asas
kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan. Asas-asas ini menjadi landasan
dalam melakukan perjanjian menurut hukum perdata, memastikan bahwa perikatan
dilaksanakan dengan penuh keadilan, kejujuran, dan keseimbangan antara para pihak
yang terlibat.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.

13
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Nanda. 2012. Hukum Perikatan. Nanggroe Aceh Darussalam. 1.
Faizin, Mu’adil. 2022. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Kolaborasi Pustaka Warga. 58.
Febriansyah, Ferry Irawan. 2015. “Berlakunya Hukum Perikatan Islam dan Hukum Nasional
di Indonesia”. Vol. 02. No. 01. 124-125.
Hamzani, Achmad Irwan. 2020. “Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia”. Jakarta:
Kencana A. 21-22.
Muhtarom. 2014. Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak.
SUHUF. Vol. 26. No. 1. 54-55.
Nurseha, Muhammad Achid dan Muhammad Fajrul Hakim. 2021. “Analisis Hukum Perikatan
Islam Terhadap Kerjasama Periklanan Google Adsense pada Youtube”. Jurnal Ilmu
Ekonomi Islam. Vol. 4. No. 1. 23-24.
Permatasi, Erizka. Asas-asas yang Berlaku dalam Hukum Kontrak. Hukumonline.com. diakses
pada tanggal 4 Maret 2024 pukul 21.22 WIB.
Ria, Wati Rahmi. 2018. “Hukum Perikatan Islam”. Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3.
Sriwidodo, Joko dan Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. Yogyakarta: Kepel Press. 2.
Tuasikal, Hadi. “Karakteristik Perikatan dalam Prespektif Hukum Ekonomi Syariah”. Vol. 6.
No. 2. Hal. 95.

14

Anda mungkin juga menyukai