Anda di halaman 1dari 18

“Studi Kasus 1a Subjek Pajak Penghasilan”

Mata Kuliah Perpajakan 1

Kode Mata Kuliah EKU216A

Kelas A2

Pertemuan 14

Kelompok 4 :

1. Luh Sintya Resini (12)


2. Ni Luh Ayu Anggraeni (14)
3. Ni Putu Pratiwi Ika Dharma Lestari (15)
4. Ni Putu Diah Pranaya Kusuma Putri (27)
5. Agung Mirah Prayoga (30)
6. I Gusti Ayu Sintya Dewi (31)

Prodi Sarjana Akuntansi 2022


Pembahasan

1. Partai Politik X menerima sumbangan dana untuk kegiatan kampanyenya


 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
Partai Politik X termasuk Subjek Penghasilan dan Wajib Pajak. Partai Politik X
termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (3),
yaitu :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Yayasan Pendidikan X menerima sumbangan dana untuk membangun sekolah
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
Yayasan Pendidikan X termasuk Subjek Pajak Penghasilan Badan, sebagaimana
tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1), yakni sebagai berikut.
Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
Berdasarkan UU KUP, Yayasan termasuk dalam pengertian badan.Yayasan
Pendidikan X termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak.
3. Firma X baru didirikan sesuai dengan akta pendirian No 5 tahun 2020, belum
melakukan kegiatan komersial apapun
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Bukan Wajib Pajak
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, Firma X termasuk Subjek Pajak Penghasilan
meskipun belum beroperasi. Firma X termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri karena
beroperasi di dalam negeri (Indonesia). Firma X bukan Wajib Pajak karena Firma X
belum memenuhi syarat objektif perpajakan. Firma X belum memperoleh
penghasilan, hal itu disebabkan karena Firma X belum melakukan kegiatan apapun.
4. Koperasi X membuka toko di Jalan Sentanu. Toko masih mengalami kerugian
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
Koperasi X termasuk Subjek Pajak Penghasilan Badan. Sebagaimana tercantum
dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (3), yakni :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Maka, Koperasi X termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri. Koperasi X termasuk Wajib
Pajak. Meskipun usaha ini masih mengalami kerugian, usaha ini tetap membayar
pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d.

5. Wati adalah mahasiswa Fakultas kedokteran berumur 22 Tahun (belum memiliki


penghasilan)
 Bukan Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
Wati bukan Subjek Pajak Penghasilan karena Wati belum memiliki penghasilan. Wati
termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri, sebagaimana tercantum dalam UU No. 36
Tahun 2008 Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Dalam kasus ini, Wati termasuk Wajib Pajak.
6. Iwan adalah mahasiswa Fakultas kedokteran berumur 22 Tahun (memiliki
penghasilan)
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
Iwan termasuk Subjek Pajak Penghasilan karena dia sudah memperoleh penghasilan,
dimana objek pajak penghasilan itu adalah penghasilan. Iwan termasuk Wajib Pajak
karena dia memenuhi syarat subjektif dan objektif perpajakan, dimana syarat
objektifnya adalah sudah memperoleh penghasilan. Sebagaimana tercantum dalam
Pasal 4 ayat (1), yaitu :
"Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun,...". Iwan termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri karena bertempat tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan memperoleh
penghasilan di Indonesia.
7. CV X didirikan sesuai dengan akta pendirian No 5 tahun 2020, sudah mulai
menjalankan usaha dagangnya dan mulai mendapatkan keuntungan
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Wajib Pajak
CV X termasuk Subjek Pajak Penghasilan. CV X sudah mulai menjalankan usaha dan
mendapatkan keuntungan, maka dalam hal ini berarti CV X itu memperoleh
penghasilan. CV X termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri karena beroperasi di dalam
negeri (Indonesia) sebagaimana tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat
(3) menyatakan bahwa :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
CV X termasuk Wajib Pajak karena usaha tersebut telah memenuhi syarat subjektif
dan objektif perpajakan. Apalagi usaha tersebut sudah memiliki izin usaha, maka ada
kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan.
8. Amir adalah bayi berumur 1 hari yang lahir di Indonesia (kedua orang tuanya adalah
WNI)
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Bukan Wajib Pajak
Amir adalah Subjek Pajak Penghasilan. Amir termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri
karena Amir adalah warga negara Indonesia, lahir di Indonesia. Sebagaimana
tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Dalam kasus ini, Amir bukan Wajib Pajak karena dia belum memiliki penghasilan.
9. Iwan adalah TKI yang sudah bekerja di ARAB selama 5 tahun belakangan dan tidak
pernah kembali ke Indonesia
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Luar Negeri
 Wajib Pajak
Iwan termasuk Subjek Pajak Penghasilan karena dia adalah seorang pekerja pastinya
memperoleh penghasilan atau pendapatan. Iwan termasuk Subjek Pajak Luar Negeri
sebagaimana tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (4), yakni :
Subjek pajak luar negeri adalah :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
10. Alex Kristoff adalah warga jepang yang berlibur di Bali dan menjual arloji mewahnya
di Bali senilai Rp 100 juta (untuk biaya liburan di Bali)
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Luar Negeri
 Wajib Pajak
Alex Kristoff termasuk Subjek Pajak Penghasilan karena tentunya dia memperoleh
penghasilan atau keuntungan dari menjual arlojinya. Alex Kristoff termasuk Subjek
Pajak Luar Negeri karena dia tidak menetap di Indonesia, melainkan hanya berlibur di
Bali. Hal tersebut didasari oleh UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (4), yakni :
Subjek pajak luar negeri adalah :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
11. PDAM Karangasem adalah BUMD di kabupaten Karang Asem
 Subjek Pajak Penghasilan
Berdasarkan UU KUP, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) termasuk dalam
pengertian badan. PDAM Karangasem termasuk BUMD. PDAM termasuk
Subjek Pajak Penghasilan Badan. Hal tersebut didasari oleh UU No. 36 Tahun
2008 Pasal 2 ayat (1), yaitu :
Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
 Subjek Pajak Dalam Negeri
PDAM Karangasem terletak di Kabupaten Karangasem. Tentunya BUMD ini
terletak di Indonesia, maka termasuk dalam Subjek Pajak Dalam Negeri.
Dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa :
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
 Wajib Pajak
PDAM termasuk Wajib Pajak karena ada kewajiban perpajakan yang harus
dipenuhi dan termasuk dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
12. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
 Subjek Pajak Penghasilan
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Bukan Wajib Pajak
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana
disebutkan dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1), yaitu :
Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
Termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),
yaitu:
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu
dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
13. Kantor perwakilan negara Amerika Serikat dan Amerika Serikat memberikan
perlakuan timbal balik, termasuk bukan subjek pajak. Hal tersebut tertera pada UU
No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 3 ayat 1a dimana menyatakan
bahwa “Yang tidak Termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.”
Dalam kasus ini kantor perwakilan Amerika Serikat ini merupakan subjek pajak
luar negeri. Hal ini dikarenakan berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 2 ayat 5c menyatakan bahwa : Pasal 2 ayat 5c “Bentuk usaha tetap
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Selain itu, dalam kasus ini merupakan wajib pajak. Memperoleh penghasilan di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik merupakan objek pajak dalam UU RI No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1g yang berupa timbal balik/imbalan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Maka dari itu karena syarat Wajib Pajak adalah
memenuhi syarat subjektif dan objektif, sehingga Kantor perwakilan negara Amerika
Serikat merupakan Wajib Pajak.

14. Kantor perwakilan negara Amerika Serikat dan Amerika Serikat tidak memberikan
perlakuan timbal balik, merupakan salah satu contoh kantor perwakilan negara asing,
sehingga termasuk subjek pajak penghasilan. Hal tersebut tertera pada UU No. 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 3 ayat 1a dimana menyatakan bahwa
“Yang tidak Termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.”
Dalam kasus ini kantor perwakilan Amerika Serikat ini merupakan subjek
pajak luar negeri. Hal ini dikarenakan berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 5c menyatakan bahwa : Pasal 2 ayat 5c “Bentuk
usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Selain itu, dalam kasus ini merupakan bukan wajib pajak. Memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik merupakan objek pajak dalam UU RI No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1g yang berupa timbal
balik/imbalan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Maka dari itu karena syarat
Wajib Pajak adalah memenuhi syarat subjektif dan objektif, sehingga Kantor
perwakilan negara Amerika Serikat merupakan bukan wajib pajak.

15. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat Amerika yang tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, merupakan bukan subjek pajak
penghasilan. Hal tersebut tertera pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 3 ayat 1b dimana menyatakan bahwa “Yang tidak Termasuk subjek
pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.”
Dalam kasus ini, Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat Amerika
bukan merupakan subjek pajak dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini telah
ditekankan dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 1
dan 1a yang menyatakan bahwa “(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.”
Dan merupakan bukan wajib pajak
16. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat Australia yang menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik merupakan subjek pajak. Hal
tersebut tertera pada UU RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 3 ayat
1b dimana menyatakan bahwa “Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat‐
pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.” Dengan demikian apabila
pejabat perwakilan suatu Negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek Pajak yang dapat
dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut.

Dalam kasus ini, termasuk subjek pajak luar negeri. Jika dilihat dalam UU RI No.
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 4 bahwa “apabila penghasilan
diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap maka terhadap orang pribadi atau
badan tersebut dikenai pajak melalui bentuk usaha tetap, yang statusnya tetap sebagai
subjek pajak luar negeri.”
Selain itu, dalam kasus ini juga termasuk wajib pajak. Memperoleh penghasilan di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik merupakan objek pajak dalam UU RI No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1g yang berupa timbal balik/imbalan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun. Maka dari itu karena syarat Wajib Pajak adalah
memenuhi syarat subjektif dan objektif, sehingga Pejabat-pejabat perwakilan
diplomatik dan konsulat Australia merupakan Wajib Pajak.
17. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat Kanada yang tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut atau negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, merupakan bukan subjek pajak
penghasilan. Hal tersebut tertera pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 3 ayat 1b dimana menyatakan bahwa “Yang tidak Termasuk subjek
pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama- sama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.”

Dalam kasus ini, termasuk subjek pajak luar negeri. Jika dilihat dalam UU RI
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 4 bahwa “apabila
penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap maka terhadap orang
pribadi atau badan tersebut dikenai pajak melalui bentuk usaha tetap, yang statusnya
tetap sebagai subjek pajak luar negeri.”

Selain itu, dalam kasus ini juga termasuk bukan wajib pajak. Memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik merupakan objek pajak dalam UU RI No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1g yang berupa timbal
balik/imbalan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Maka dari itu karena syarat
Wajib Pajak adalah memenuhi syarat subjektif dan objektif, dan dalam kasus ini
subjek pajaknya tidak terpebuhi sehingga Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat Kanada merupakan Bukan Wajib Pajak.

18. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat China yang menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara
bersangkutan tidak memberikan perlakuan timbal balik, merupakan subjek pajak.
Hal tersebut tertera pada UU RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 3
ayat 1b dimana menyatakan bahwa “Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat‐
pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.”
Dalam kasus ini, termasuk subjek pajak luar negeri. Jika dilihat dalam UU
RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 4 bahwa “apabila
penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap maka terhadap orang
pribadi atau badan tersebut dikenai pajak melalui bentuk usaha tetap, yang statusnya
tetap sebagai subjek pajak luar negeri.”
Selain itu, dalam kasus ini juga termasuk bukan wajib pajak. Memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut dan negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik merupakan objek pajak dalam UU RI No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1g yang berupa timbal
balik/imbalan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Maka dari itu karena syarat
Wajib Pajak adalah memenuhi syarat subjektif dan objektif, dan dalam kasus ini tidak
memenuhi syarat objektif sehingga Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat Australia merupakan bukan wajib pajak.
19. Budi adalah WNI yang menjalankan usaha toko kelontong tapi tokonya masih
mengalami kerugian, termasuk subjek pajak badan. walaupun dalam menjalankan
usahanya Budi mengalami kerugian, namun tetap dikategorikan sebagai Objek Pajak.
Dimana Pemerintah akan mengenakan pajak penghasilan (PPh) minimum atau
alternative minimum tax (AMT) bagi perusahaan yang merugi. Pungutan PPh tidak
melebihi atau minimum 1% dari penghasilan bruto. Rencana tersebut tertuang dalam
dokumen draf Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Kelima atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Kriteria perusahaan yang dikenakan pajak perusahaan rugi ini adalah WP
Badan yang pada suatu Tahun Pajak memiliki pajak penghasilan terutang tidak
melebihi 1% dari penghasilan bruto.
Dalam kasus ini termasuk subjek pajak dalam negeri, karena usaha kelontong
yang dijalankan Budi berkedudukan di Indonesia. merujuk kepada Undang-Undang
PPh No.36 Tahun 2008 pasal 2 ayat 1 huruf a, maka usaha yang dijalani Budi
merupakan Subjek Pajak Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.

Selain itu, dalam kasus ini juga termasuk wajib pajak badan. Berdasarkan
Pasal 1 nomor 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak


badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut
pajak atau pemotong pajak tertentu. Bagi Wajib Pajak Badan yang mengalami
kerugian, akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif minimum, yaitu
sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto. Perusahaan atau
WP Badan dikenakan pajak minimum apabila memiliki pajak penghasilan tidak lebih
1% dari penghasilan bruto.
20. Ananta adalah WNI yang bekerja sebagai pegawai PT XYZ, merupakan subjek
pajak orang pribadi. Dimana menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 2 Ayat 1a no. 1 bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi.

Dalam kasus ini, merupakan subjek pajak dalam negeri, dimana hal tersebut
tertera pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 3a dan b
menyatakan bahwa apabila penghasilan diperoleh dalam negeri Indonesia maka
dikenai pajak dalam negeri. Selain itu, dalam kasus ini juga termasuk wajib pajak
orang pribadi.

Anda mungkin juga menyukai