Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

EDUKASI “ISI PIRINGKU” TERHADAP PENGETAHUAN PADA IBU BALITA


STUNTING

Disusun oleh:

Mifthahur Rahmi
2341312036

Kelompok M

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2024
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Edukasi “Isi Piringku” terhadap Pengetahuan pada Ibu Balita
Stunting

Sasaran : Keluarga Tn. D

Tempat Kegiatan : Rumah Tn. D

Hari/ Tanggal : 16 Maret 2024

Alokasi waktu : 30 menit

I. Latar Belakang
Stunting adalah masalah kesehatan yang banyak ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia (UNICEF, 2017). Stunting atau pendek
merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya
asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil)
dari standar usianya (KEMENKES RI, 2018).

Keadaan pendek (stunting) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar
artropometri penilaian status gizi anak adalah suatu keadaan dimana hasil
pengukuran Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) berada di antara -3 SD sampai -2 SD. Jika hasil pengukuran PB/U
atau TB/U berada dibawah -3 SD disebut sangat pendek (severe stunting)
(KEMENKES RI, 2011)

Stunting pada anak merupakan masalah gizi kronis karena asupan gizi
yang tidak memadai dalam jangka panjang yang dikombinasikan dengan penyakit
infeksi pada anak dan masalah lingkungan (UNICEF et al, 2017). Stunting perlu
mendaptkan perhatian khusus karena dapat meningkatkan resiko kematian pada
anak, serta menghambat pekembangan fisik dan mental anak (Fikawati dkk,
2017).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka stunting pada
balita. Faktor penyebab langsungnya adalah kurangnya asupan gizi yang diterima
balita (KPKDTT, 2017). Penyebab lainnya yaitu sosial ekonomi, penyakit infeksi,
pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah, sanitasi dan hygine yang
buruk dan pelayanan kesehatan yang rendah (Rosiyati dkk, 2018). Selain itu,
masyarakat tidak menyadari bahwa anak pendek merupakan suatu masalah,
karena anak pendek terlihat seperti anak-anak dengan aktivitas normal, tidak
seperti anak-anak kurus yang harus cepat ditanggulangi (UNICEF Indonesia,
2013).

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada Ny. L di RW 02


Kelurahan Cupak Tangah, terdapat data anak pertamanya yang berusia 2 tahun
dengan tinggi 78 cm dan berat badan 9 kg. Berdasarkan grafik BB/TB didapatkan
kategori gizi kurang dan pada grafik TB/U didapatkan kategori pendek.

II. Tujuan
Setelah dilakukan edukasi diharapkan Ny. L dan keluarga dapat mengetahui status
nutrisi serta pentingnya menu makanan pada balita.

III. Sasaran
Ny. L dan keluarga di RW 02 Kelurahan Cupak Tangah Kecamatan Pauh.

IV. Materi
Edukasi “Isi Piringku” terhadap Pengetahuan pada Ibu Balita Stunting.

V. Metode
1. Edukasi/Penyuluhan
2. Diskusi/Tanya jawab

VI. Media
1. Lembar balik
VII. Kegiatan Penyuluhan

N WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAAN


O PESERTA

Pembukaan :  Menjawab salam


a. Membuka / memulai kegiatan dengan
10 mengucapkan salam  Mendengarkan
1
Menit b. Memperkenalkan diri  Mendengarkan
c. Menyebutkan materi penyuluhan  Mendengarkan
d. Kontrak waktu
 Mendengarkan
e. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan

Pelaksanaan :
a. Menejelaskan gizi seimbang bagi balita  Mendengar dan
15 kepada ibu. memperhatikan
3
Menit b. Menjelaskan menu makanan yang tepat  Mendengar dan
untuk balita memperhatikan
c. Memberi kesempatan kepada peserta  Mendengar dan
untuk bertanya. bertanya

Evaluasi dan Terminasi :


a. Menanyakan kepada peserta tentang  Menjawab
materi yang telah disampaikan pertanyaan
b. Menanyakan kembali apakah ada peserta  Menjawab
10
3. yang kurang jelas mengenai isi pertanyaan
Menit
penyuluhan.
c. Mengucapkan terimakasih atas  Mendengarkan
partisipasi peserta.
d. Mengucapkan salam penutup.  Menjawab salam
VIII. SETTING TEMPAT

Keterangan :

: Penyuluh : Mifthahur Rahmi

: Dokumentator

: Klien (Ny. L0

IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
 Ibu mampu untuk mengikuti penyuluhan
 Penyelenggaraan penyuluhan di rumah keluarga Ny. L
 Persiapan alat dan bahan
2. Evaluasi Proses
 Ibu tertarik terhadap materi penyuluhan.
 Ibu mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
 Ibu mampu mengajukan pertanyaan dan mahasiswa menjawab pertanyaan
dengan baik terkait hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemenuhan
nutrisi pada ibu hamil.
3. Evaluasi Hasil
 Ibu dapat menjawab bagaimana gizi seimbang pada anak
 Ibu dapat menjawab menu yang tepat untuk balita
.
MATERI PENYULUHAN

ISI PIRINGKU

A. Pengertian Isi Piringku


Isi Piringku adalah iklan layanan masyarakat yang membahas tentang menu
makanan sehat yang bertujuan untuk mengingatkan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya mengkonsumsi makanan sehat. Isi piringku menggambarkan
tentang makanan yang sehat dan seimbang, berawal dari slogan 4 sehat 5 sempurna
yang tidak dapat mencukupi kebutuhan sehingga dilengkapi atau ditransformasikan
dengan pedoman gizi seimbang dengan 10 pesan dasar (Betty Yosephin Simanjuntak,
2020).
Menurut Permenkes RI No. 41 Tahun 2014, piring makanku sajian sekali
makan, dimaksudkan sebagai panduan yang menunjukkan sajian makanan dan
minuman pada setiap kali makan (misal sarapan, makan siang dan makan malam).
Visual Piring Makanku ini menggambarkan anjuran makan sehat dimana separuh
(50%) dari total jumlah makanan setiap kali makan adalah sayur dan buah dengan
proporsi 1/3 bagian buah-buahan, 2/3 sayuran dan separuh (50%) lagi adalah makanan
pokok dan lauk-pauk dengan proporsi 1/3 lauk pauk dan 2/3 makanan pokok (Senez
Gagnon et al.,2014).

B. Pesan Gizi Pada Isi Piringku


Pedoman gizi seimbang saat ini difokuskan pada empat hal yaitu makanan
beraneka ragam, minum air putih minimal 8 gelas sehari, aktivitas fisik juga
menimbang tinggi dan berat badan, serta dilengkapi dengan Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS). Panduan yang menunjukan sajian makanan dan minuman pada setiap kali
makan (misalnya sarapan, makan siang, makan malam). Visual piring makananku ini
menggambarkan anjuran makan sehat dimana separuh (50%) dari total jumlah
makanan setiap kali makan adalah sayur dan buah dan separuh (50%) lagi makanan
pokok dan lauk pauk. Piring makanku juga menganjurkan makan porsi sayuran harus
lebih banyak dari porsi buah, dan porsi makanan pokok lebih banyak dari lauk pauk
(Pane, Fikri and Ritonga, 2018).
Dalam 1 piring makan, 2/3 bagian dari setengah piring masing-masing untuk
makanan pokok dan untuk sayuran, 1/3 bagian dari setengah piring masing-masing
untuk lauk-pauk dan untuk buah. Dalam satu hari dianjurkan untuk makan sumber
karbohidrat 3-4 porsi, sayur 3-4 porsi, buah 2-3 porsi, protein hewani dan nabati 2-4
porsi (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Piring makanku juga menganjurkan perlu
minum setiap kali makan, bisa sebelum, ketika atau setelah makan. Meskipun gambar
gelas hanya satu buah dalam visual ini, tidak berarti bahwa minum dalam satu kali
makan hanya satu gelas, bisa saja disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya segelas
sebelum makan dan segelas lagi setelah makan. Makan dan minum tidak ada artinya
bila tidak bersih dan aman termasuk tangan dan peralatan makan. Oleh karena itu
sejalan dengan prinsip gizi seimbang makan dalam visual Piring Makanku juga
dianjurkan untuk cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

C. Porsi Isi Piringku


1. Makanan Pokok
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia yang didalamnya terdiri
dari berbagai macam ras, suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Makanan
pokok adalah pangan yang mengandung karbohidrat yang sering dikonsumsi atau
telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di Indonesia sejak lama.
Makanan pokok beragam sesuai dengan keadaan tempat dan budaya serta kearifan
lokal. Porsi makanan pokok dalam isi piringku :
Makanan pokok : nasi dan penukarnya
150 gr nasi= 3 centong nasi
= 3 buah sedang kentang (300 gram)
= 1,5 gelas mie kering (75 gram)

2. Lauk Pauk
Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein
nabati. Sumber pangan protein hewani dan nabati masing-masing mempunyai
beberapa kelebihan dan kekurangan. Lauk hewani mempunyai asam amino yang
lebih lengkap dan mudah diserap tubuh. Kekurangannya, jumlah kolesterol dan
lemaknya lebih tinggi serta harganya relatif mahal. Biasanya kandungan kolesterol
dan lemak jenuh yang tinggi sering ditemui pada daging dan sedikit pada ikan.
Anak-anak masih memerlukan kedua zat tersebut untuk pertumbuhan tapi akan
berakibat tidak baik pada orang dewasa. Bahan pangan protein nabati mempunyai
keunggulan dibanding hewani karena kandungan lemak tak jenuhnya lebih
tinggi daripada bahan pangan hewani. Namun, kekurangan bahan pangan nabati
yaitu kurangnya higienis-nya proses pembuatan lauk pauk yang berasal dari
kacang- kacangan yang dapat mempengaruhi kualitas lauk-pauk yang akan
dikonsumsi.
Kebutuhan lauk pauk berdasarkan isi piringku :
Lauk hewani, 75 gr ikan = 2 ptg ayam tanpa kulit (80 gram)
= 1 butir telur ayam (55 gram)
= 2 ptg daging sapi sedang (70 gram)

Lauk nabati, 100 gr tahu = 2 ptg sedang tempe (50 gram)

3. Buah-buahan
Buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral dan serat pangan.
Sebagian vitamin dan mineral yang terkandung dalam buah-buahan berperan
sebagai anti oksidan. Manfaat buah-buahan untuk tubuh sangat banyak dan
beragam yaitu, sumber vitamin, sumber air dan gizi, sumber antioksidan,
mencegah penyakit tertentu dan sebagai obat luar tubuh. Kebutuhan konsumsi
buah berdasarkan isi piringku :
Pepaya 150 gram = 2 potong sedang
= 2 buah jeruk sedang (110 gram)
= 1 bh kecil pisang ambon (50 gram)

4. Sayur-sayuran
Sayuran merupakan salah satu makanan penting untuk tubuh manusia selain
buah- buahan, karbohidrat, dan protein. Sayur-sayuran berupa bagian dari
tanaman seperti daun, tangkai daun, kuncup, bunga, batang, akar, ubi, dan
buah. Sayuran merupakan sumber utama vitamin, mineral, dan fitokimia yang
mengandung serat makanan yang baik untuk kesehatan. Manfaat yang
terkandung dalam sayuran antara lain, mencegah dan mengurangi stress
berlebih, mencegah penyakit jantung dan kanker, sumber energi bagi tubuh,
membersihkan racun dalam tubuh, menjaga kesehatan mata, memperkuat
tulang, dan mencegah kelahiran bayi cacat. Kebutuhan sayuran berdasarkan isi
piringku:
Sayuran = 1 mangkok sedang (150 gram)
Konsep Dasar Pola Asuh

A. Definisi Pola Asuh


Agar anak dapat tumbuh sesuai standar kesehatan, pola asuh yang diberikan
oleh orang tua sangat berperan penting, tentunya dengan pola asuh yang benar. Pola
asuh adalah kemampuan orang tua dan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian,
kasih sayang dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik secara fisik, mental dan social. Pengasuhan merupakan faktor yang berkaitan
sangat erat dengan pertumbuhan anak berusia dibawah lima tahun. Masa balita adalah
masa dimana anak sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang
memadai. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan pemberian makanan pada tahun
pertama kehidupan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak
(syahrul sarea, 2014)
Pola asuh sebagai pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak yang
masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap perilaku anak antara lain
terhadap kompetensi emosional, social, dan intelekrual anak. Keseluruhan kegiatan
yang terdiri dari beberapa perilaku khusus dari orang tua yang bekerja secara bersama
maupun secara individual, yang kemudian berpengaruh terhadap perilaku anak. Para
orang tua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetap sebagai gantinya
orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih
sayang kepada anaknya Baumrind 1991 dalam (Tarmidzi, 2018)
Menurut gunarsa singgih psikologi remaja, pola asuh orang tua adalah sikap
dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk
anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga
mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri
sendiri dan bertanggung jawab sendiri (Gunarsa, 2007)
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa pola asuh adalah suatu sikap
orang tua terhadap anak dalam membimbing dan mengasuh anak-anaknya agar
mendapatkan kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk dapat tumbuh dan
berkembang terutama pada fisik, social dan emosinya.
1. Tipe Pola Asuh
Ada beberapa tipe pola asuh yang diterapkan terhadap balita yaitu :
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang dilakukan dengan cara
memaksa anak melakukan seperti yang diingikan orang tua. Anak sering
memperoleh pemaksaan dan ancaman apabila tidak mau menuruti kemauan
orang tua. Hubungan orang tua dan anak berjalan dalam satu arah dan tidak
mengenal kompromi (syahrul sarea, 2014)
Dalam hal pemberian makan biasanya pola asuh otoriter menerapkan
peraturan kaku yang berlaku pada setiap acara makan, bukan hanya
mengatur porsi makan dan waktu makan orang tua otoriter juga menyeleksi
dengan ketat jenis makanan yang boleh dimakan oleh anaknya. Anak hanya
diperbolehkan menyantap makanan yang disediakan. Penerapan gaya
pengasuhan otoriter berpotensi memunculkan sejumlah kebiasaan pada anak
yaitu terhambatnya kemampuan anak untuk mengenali rasa lapar dan
kenyang karena jadwal makan yang selalu diatur oleh orang tuanya, anak
akan cenderung memiliki berat badan berlebih atau rendah, anak akan
kurang antusias terhadap makanan atau kegiatan makan, dan anak juga akan
lebih rewel saat mendekati waktu makan(alice callahan, 2013).
b. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif ini terlalu longgar memberikan pengawasan kepada
anak-anaknnya dan cenderung memberikan kemanjaan, ketika anak
melakukan sesuatu orang tua tidak memberikan larangan. Namun tipe pola
asuh ini disukai oleh anak-anak karena orang tua memberikan kehangatan
(syahrul sarea, 2014).
Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif biasanya mempunyai
aturan makan yang tak jelas. Jadwal makan dan dan jenis makanan yang
hendak dikonsumsi anak sepenuhnya berada dalam kendali anak. Selain
kebebasan dalam mengatur jadwal makan, anak juga memegang kendali
penuh dalam menentukan pilihan menu. Jika anak tidak ingin
mengkonsumsi nasi atau lauk yang disediakan di meja makan, maka orang
tua akan menawarkan makanan yang terkadang instan. Orang tua permisif
juga sering kali membolehkan anaknya ngemil makanan ringan hingga
kenyang menjelang waktu makan. Kebiasaan inilah yang sering kali
mengakibatkan anak memundurkan atau bahkan melewatkan jadwal makan
(alice callahan, 2013).
c. Pola asuh demoktaris
Pola asuh demokratis ini merupakan pola asuh yang sangat ideal untuk
mendidik anak. Orang tua memberikan prioritas yang pertama untuk
kepentingan dan kebutuhan buah hatinya. Pola suh ini berdasarkan
pemikiran yang sangat matan dan tidak terlalu menuntut anak namun
membimbing anak sesuai dengan kemampuan anak. Orang tua tipe ini
sangat hangat di dalam mengasuh buah hatinya (syahrul sarea, 2014).
Dalam hal pemberian makan, pola asuh demokratis dikatakan sebagai
pola asuh yang paling seimbang karena orang tua menentukan menu
makanan untuk anaknya, tapi orang tua juga memberikan kesempatan untuk
anaknya memilih makanan. Orang tua dengan pola asuh demokratis selalu
mendorong anaknya untuk makan tanpa menggunakan perintah dan
memberikan dukungan pada anak. Pola asuh ini dikatakan paling baik dan
sehat karena orang tua mengontrol jenis makanan anak, mengontrol berat
badan anak, mengatur emosi anak saat makan, dan mengorong anak untuk
mengatur sendiri asupan makan mereka namun tetap dalam pengawasan
orang tua (alice callahan, 2013).

B. Karakteristik Pola Asuh


1. Karakteristik Pola Asuh Demokrasi
Pola asuh demokrasi biasanya akan menghasilkan seorang anak yang
berkepribadian mandiri. Hal itu dikarenakan seorang anak yang mendapat pola
pengasuhan demokrasi akan terbiasa memiliki pendapat dan juga dapat secara
tepat berfikir untuk menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Selain itu
anak juga kan mudah untuk mengontrol dirinya karena sudah terbiasa untuk
mencari jalan keluar yang terbaik. Anak pun akan mudah memunculkan
hubungan baik antar teman dan mampu menghadapi stress. Seorang anak yang
didik melalui pola asuh demokratis akan memiliki minat terhadap segala
sesuatu yang baru.
2. Karakteristik Pola Asuh Otoriter
Berbeda dengan anak hasil pola asuh demokrasi, anak yang terlahir
karena pola asuh otoriter akan menjadi lebih disiplin namun juga memiliki
banyak permasalahan sosial. Hal itu dikarenakan anak didikan pola asuh
otoriter akan seperti seorang tentara yang belum siap mendapat pengajaran
ketegaran dan keteguhan (jawa: gemblengan). Anak masih pola asuh otoriter
akan menjadi penakut karena setiap kesalahan yang dibuatnya selalu ada
hukuman yang setimpal, namun juga membentuk sifat yang disiplin. Anak
juga akan menjadi penakut, tertutup, tidak mempunyai inisiatif. Seorang anak
yang telah mendapatkan banyak sekali aturan saat masa kecilnya akan menjadi
seorang yang gemar menentang dan melanggar norma serta hokum. Hal ini
dikarenakan untuk melampiaskan kebebasannya seorang anak yang mendapat
pola asuh otoriter akan mencari celah untuk melanggar aturan yang ada
(aturan orangtuanya). Mereka akan mempunyai kepribadian yang lemahdan
cemas serta menarik diri dari pergaulan sekitarnya
3. Karakteristik Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif biasanya akan menciptakan kepribadian serta
tingkahlaku seorang anak yang implusive, agresif, tidak patuh terhadap
orangtua serta mau menang sendiri. Kepribadian tersebut tidaklah muncul
karena bawaan sejak lahir, namun dikarenakan sikap orangtua yang terkesan
membiarkan segala kegiatan anaknya tanpa pengawasan yang berarti.
Memang kebijakan orangtua yang memilih pola asuh ini karena agar tidak
memunculkan konflik dengan ankanya, namun apabila tanpa control maka
yang terjadi adalah anak akan menjadi bebas yang tidak peduli dengan orang
lain. Anak yang mendapat pola asuh ini juga akan menjadi kurang
bertanggungjawab serta kurang mandiri. Kurang tanggungjawabnya anak
dikarenakan setiap dia melakukan suatu kegiatan baik maupun buruk,
orangtuanya tidak pernah menasehatinya sehingga anak bisa menjadi liar
(kurang mempunyai tanggungjawab). Anak akan menjadi manja, kurang
percaya diri serta kurang matang secara sosial. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya sosialisasi dengan sekitarnya. Anak yang mendapat pola asuh ini
bisa merasa seperti kurang mendapat perhatian yang berarti dari orangtua serta
orang di sekitarnya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh


Menurut Hurlock (1999) dalam ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pola asuh orang tua yang berupa :
1. Kepribadian orang tua
Setiap orang tua memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini tentunya
sangat mempengaruhi pola asuh anak. Misalkan orang tua yang lebih gampang
marah mungkin akan tidak sabar dengan perubahan anaknya. Orang tua yang
sensitive lebih berusaha untuk mendengar anaknya.
2. Agama atau Keyakinan
Nilai-nilai agama dan keyakinan juga mempengaruhi pola asuh anak.
Mereka akan mengajarkan si kecil berdasarkan apa yang dia tahu benar atau
salah, misalnya berbuat baik, sopan, kasih tanpa syarat atau toleransi. Semakin
kuat pula pengaruhnya ketika mengasuh si kecil.
3. Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua
Sadar atau tidak sadar, orang tua bisa mempraktekkan hal-hal yang
pernah dia dengar dan rasakan dari orang tuanya sendiri. Orang tua yang
sering dikritik juga akan membuat dia gampang mengkritik anaknya sendiri
ketika dia mencoba melakukan sesuatu yang baru.
4. Pengaruh lingkungan
Orang tua muda atau baru memiliki anak-anak cenderung belajar dari
orang orang di sekitarnya baik keluarga ataupun teman-temannya yang sudah
memiliki pengalaman. Baik atau buruk pendapat yang dia dengar, akan dia
pertimbangkan untuk praktekkan ke anak-anaknya.
5. Pendidikan orang tua
Orang tua yang memiliki banyak informasi tentang parenting tentu
lewat buku, seminar dan lain-lain akan lebih terbuka untuk mencoba pola asuh
yang baru di luar didikan orang tuanya.
6. Usia orang tua
Usia orang tua sangat mempengaruhi pola asuh. Orang tua yang muda
cenderung lebih menuruti kehendak anaknya dibanding orang tua yang lebih
tua. Usia orang tua juga mempengaruhi komunikasi ke anak. Orang tua
dengan jarak yang terlalu jauh dengan anaknya, akan perlu kerja keras dalam
menelusuri dunia yang sedang dihadapi si kecil. Penting bagi orang tua untuk
memasuki dunia si kecil.
7. Jenis kelamin
Ibu biasanya lebih bersifat merawat sementara bapak biasa lebih
memimpin. Bapak biasanya mengajarkan rasa aman kepada anak dan
eberanian dala memulai sesuatu yang baru. Sementara ibu cenderung
memelihara dan menjaga si kecil dalam kondisi baik-baik saja.
8. Status social ekonomi
Orang tua dengan status ekonimi social biasanya lebih memberikan
kebebasan kepada si kecil untuk explore atau mencoba hal-hal yang lebih
bagus. Sementara orang tua dengan status ekonomi lebih rendah mengajarkan
anak kerja keras.
9. Kemampuan anak
Orang tua sering membedakan perhatian terhadap anak yang berbakat,
normal dan sakit misalkan mengalami sindrom autisme dan lain-lain
10. Situasi
Anak yang penakut mungkin tidak diberi hukuman lebih ringan
dibandingkan anak agresif dan keras kepala. Anak yang mengalami rasa takut
dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orang tua. Tetapi
ebaliknya, jika anak menentang dan berperilaku agresif kemungkinan orang
tua akan mengasuh dengan pola outhoritatif (Adawiah, 2017).

Anda mungkin juga menyukai