Anda di halaman 1dari 9

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

MATA KULIAH: PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR

Oleh :

Eris Wibiana Herawati 230170100111043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2023
1. Pengertian
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas merupaka dapat disebut juga
dengan gangguan atau kelainan fungsi fisik. Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik (Airiska,
Winarni and Ratnasari, 2020). Gangguan mobilitas fisik adalah suatu kondisi
dimana tidak hanya kehilangan kemampuan gerak secara total, tetapi juga
mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normal (Gultom and Indrawati,
2023). Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri (PPNI, 2017).
2. Penyebab
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas ini disebabkan oleh persendian
yang kaku, pergerakan yang terbatas, waktu beraksi yang lambat, keadaan
tidak stabil bila berjalan, keseimbangan tubuh yang buruk, gangguan
peredaran darah, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan
gangguan pada perabaan (Airiska, Winarni and Ratnasari, 2020).
Penyebab gangguan mobilitas fisik menurut PPNI tahun 2017 yaitu
kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran
fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, indeks masa tubuh
diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program
pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik,
kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan
gangguan sensori-persepsi (PPNI, 2017).
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat terjadi menurut PPNI (2017) yaitu :
- Tanda gejala mayor
1) Subjektif :
a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Objektif :
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
- Tanda gejala minor
1) Subjektif :
a. Nyeri saat bergerak
b. Enggan melakukan pergerakan

Pasien dan keluarga Merasa cemas saat bergerak

2) Objektif :
a. sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
4. Kondisi Klinis Terkait (Patofisiologi sampai dengan Diagnosis
Keperawatan)
Kondisi klinis terkait
(stroke, cedera medula spinalis, trauma, fraktur, osteoarthritis, ostemalasia,
keganasan, dll)

Kehilangan kontrol volunter terhadap gerak motorik

Kelemahan atau keterbatasan gerak

Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar aktivitas atau latihan secara
mandiri

Gangguan mobilitas fisik
5. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif
- Pasien dan keluarga memahami penyebab terjadinya gangguan
mobilitas fisik yang dialami oleh pasien
- Pasien dan keluarga mengetahui cara mengatasi gangguan mobilitas
fisik yang dialami pasien
b. Psikomotor
- Pasien dapat melakukan dan menerapkan terapi atau teknik yang
diajarkan untuk meningkatkan pergerakan ekstermitas, kekuatan otot,
rentang gerak (ROM), dan dapat menurunkan nyeri, kecemasan, kaku
sendi, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas dan kelemahan
fisik
c. Afektif
- Pasien aktif melakukan dan menerapkan terapi atau teknik yang
diajarkan untuk meningkatkan pergerakan ekstermitas, kekuatan otot,
rentang gerak (ROM), dan dapat menurunkan nyeri, kecemasan, kaku
sendi, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas dan kelemahan
fisik
6. Tindakan Keperawatan
a. Tindakan pada klien
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien
menyesuaikan dengan kondisi dan penyebab timbulnya gangguan
mobilitas fisik. Tindakan yang dapat diberikan kepada pasien gangguan
mobilitas fisik menurut SIKI (2018) yaitu:
- Intervensi utama:
• Dukungan ambulasi
• Dukungan mobilisasi
- Intervensi pendukung:
• Dukungan kepatuhan program pengobatan
• Dukungan perawatan diri
• Edukasi latihan fisik
• Edukasi teknik ambulasi
• Edukasi teknik transfer
• Konsultasi lewat telepon
• Latihan otogenik
• Manajemen energi
• Manajemen lingkungan
• Manajemen mood
• Manajemen nutrisi
• Manajemen nyeri
• Manajemen medikasi
• Manajemen program latihan
• Manajemen sensasi perifer
• Pemantauan neurologis
• Pemberian obat
• Pemberian obat intravena
• Pembidaian
• Pencegahan jatuh
• Pencegahan luka tekan
• Pengaturan posisi
• Pengekangan fisik
• Perawatan kaki
• Perawatan sirkulasi
• Perawatan tirah baring
• Perawatan traksi
• Promosi berat badan
• Promosi kepatuhan program latihan
• Promosi latihan fisik
• Teknik latihan penguatan otot
• Teknik latihan penguatan sendi
• Terapi aktivitas
• Terapi pemijatan
• Terapi relaksasi otot progresif
b. Tindakan pada keluarga
Tindakan kolaborasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan
kondisi dan penyebab timbulnya gangguan mobilitas fisik. Tindakan
kolaborasi yang dapat diberikan kepada pasien gangguan mobilitas fisik
menurut SIKI (2018) yaitu:
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
- Minta keluarag untuk mendampingi pasien dalam melakukan kegiatan
- Minta keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien
- Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya saat pemberian edukasi
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan
- Minta keluarga untuk memberikan lingkungan yang aman bagi pasien
- Ajarkan keluarga upaya pencegahan infeksi
- Fasilitasi keluarga melakukan penyesuaian pola hidup akibat program
pengobatan
- Ajarkan keluarga cara mengelola obat, menangani efek samping dan
menghubungi petugas jika terjadi sesuatu
- Libatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program
aktifitas fisik
7. Tindakan Kolaborasi
Tindakan kolaborasi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan
kondisi dan penyebab timbulnya gangguan mobilitas fisik. Tindakan kolaborasi
yang dapat diberikan kepada pasien gangguan mobilitas fisik menurut SIKI
(2018) yaitu:
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
- Kolaborasi pemberian obat
- Rujuk untuk psikoterapi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi
- Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau ahli fisiologi olahraga
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid
- Kolaborasi pemberian obat untuk kegelisahan atau agitasi
- Rujuk podiatrist untuk memotong kuku yang menebal
- Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau ahli fisiologi olahraga
- Tetapkan jadwal tindak lanjut untuk mempertahankan motivasi,
memfasilitasi pemecahan
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam perencanaan, pengajaran
dan memonitor program latihan otot dan sendi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas
8. Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
Menurut (Nursalam, 2018) beberapa factor yang perlu dikaji sebelum
pasien pulang adalah:
a. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit
b. Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal dalam keluarga
c. Keinginan keluarga pasien dalam menerima bantuan serta kemampuan
mereka memberi perawatan
d. Bantuan yang di perlukan oleh pasien
e. Pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti makan, eliminasi,
istirahat dan tidur, berpakaian, kebersihan diri, keamanan dari bahaya,
komunikasi, keagamaan, rekreasi dan sekolah
f. Sumber dan system pendukung yang ada di masyarakat
g. Sumber finansial dan pekerjaan
h. Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien setelah di rawat
i. Kebutuhan perawatan dan supervise di rumah.
Dukungan pelayanan kesehatan pada saat pasien keluar rumah sakit yaitu
mungkin membutukan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi atau
bantuan lain pada saat pasien keluar rumah sakit, maka proses discharge
planning harus dilakukan secara terintegrasi yang melibatkan semua
profesional pemberi asuhan (PPA), karena yang perlu diperhatikan saat
discharge planning secara kompleks yaitu, dimuali sejak pasien masuk rawat
inap yang melibatkan semua PPA terkait kondisi kesehatan pasien.
Sedangkan untuk resume pasien pulang dibuat untuk semua pasien rawat
inap. Ringkasan pulang berisi tentang:
• Ringakasan pulang memuat riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan diagnostik
• Idikasi pasien dirawat inap, diagnosa dan komorbiditas lain
• Prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan
• Memuat obat yang diberikan termasuk obat setelah pasien keluar dari
rumah sakit
• Memuat kondisi kesehatan terkini pasien saat akan pulang dari rumah sakit
• Memuat instruksi tindak lanjut serta edukasi kepada pasien dan keluarga
• Rumah sakit juga menetapkan ringkasan pulang kepada pihak yang
berkepentingan
• Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar dari rumah sakit
oleh dokter DPJP
• Salinan ringkasan di buat tiga yaitu untuk pasien atau tenaga kesehatan
yang akan memberikan pelayanan lanjutan, untuk dokumentasi di rekam
medis, dan satunya lagi ke pihak penjamin sesuai regulasi rumah sakit.
9. Evaluasi
Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah
intervensi harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah. Evaluasi
dilakukan secara continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah
implementasi dilaksanakan sehingga memungkinkan perawat untuk segera
merubah atau memodifikasi intervensi keperawatan. Evaluasi tidak hanya
dilaksanakan segera setelah implementasi dilakukan, namun juga
dilaksanakan pada interval tertentu untuk melihat perkembangan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan, setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan program yang sudah ditentukan pada setiap masalah
keperawatan yang terdapat pada pasien, maka dilakukan evaluasi pada setiap
tindakan keperawatan mengacu pada tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut
PPNI (2019), evaluasi keperawatan terhadap pasien yang mengalami
gangguan mobilitas fisik yang diharapkan adalah :
i. Pergerakan ekstremitas meningkat
ii. Kekuatan otot meningkat
iii. Rentang gerak (ROM) meningkat
10. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut masalah keperawatan ini adalah dengan
menganjurkan pasien dan keluarga untuk selalu rutin melatih pergerakan
dengan latihan gerak sendi dan otot, mengubah pasien untuk mencegah
decubitus, mengatur pola makan dan rajin mengkonsumsi obat yang sudah
diresepkan (Felinda, 2021).
11. Daftar Pustaka

Airiska, M., Winarni, L. M. and Ratnasari, F. (2020) ‘Hubungan Pengetahuan


Kesehatan Terhadap Peran Keluarga Dalam Perawatan Lansia Dengan
Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Perawatan Rsud Pakuhaji
Kabupaten Tangerang’, Menara Medika, 3(1), pp. 32–39. Available at:
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menaramedika/index JMM.

Felinda, C. A. (2021) ‘Hambatan Mobilitas Fisik pada pasien dengan Stroke


Non Hemoragik’, Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, pp. 511–516. Available at:
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/878.

Gultom, E. L. and Indrawati, N. (2023) ‘MUSIC MOVEMENT THERAPY PADA


PASIEN STROKE NON HEMORAGIK UNTUK MENGATASI
GANGGUAN MOBILITAS FISIK’, SBY Proceedings, 2(1), pp. 19–28.
Hamapu, A., 2020. EVALUASI PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING DI
RUANG RAWAT INAP RSD KALABAHI KABUPATEN ALOR (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).

Fitamania, J., 2022. TA: Literature Review Efektifitas Latihan Range Of Motion
(Rom) Terhadap Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai