Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR PADA ANAK

STIKES PERTAMINA BINA MEDIKA

Mata Kuliah : Keperawatan Anak Sehat Dan Sakit Akut

Dosen : Ns. Ricca Olivia Natasya S.Kep., M.Kep.

Nama : Nurul Sakinah

Nim : 11221057

Prodi : S1 Keperawatan Reguler 15 B

Jl. Bintaro Raya Jl. Tanah Kusir No.10, RT.4/RW.10, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR PADA ANAK

A. Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan luka bakar antara lain (Suindiana, 2021) dan (Simons &
Kimble, 2019):
1. Identitas Klien
Luka bakar pada anak usia dibawah 2 tahun memiliki presentase tingkat
kematian tertinggi, sedangkan luka bakar pada anak usia 2-12 tahun memiliki
resiko infeksi.
2. Primary Survey
a. Jalan Nafas
Di fase ini perlu dikaji jalan nafas pasien, apakah terdapat sumbatan yang
ditandai dengan sura nafas tambahan. Jenis suara nafas tambahan
diantaranya: ronkhi, gurgling, snoring, wheezing.
b. Pernafasan
Pengkajian yang perlu dilakukan di fase ini diantaranya adalah
memperhatikan kesimetrisan pergerakan dada, kedalaman nafas, dan amati
tanda sesak nafas.
c. Sirkulasi
Fase ini diperlukan pengkajian pada jumlah perdarahan yang keluar pada
pasien, waktu pengisian kapiler, nadi, tekanan darah, dan suhu pada
ekstremitas.
d. Disability
Pengkajian yang perlu dilakukan diantaranya mengkaji tingkat kesadaran
pasien dengan skor GCS, disertai penilaian respon pupil.
e. Exposure
Pengkajian yang dilakukan diantaranya mengkaji tanda terjadinya
hipertermi sebagai respon inflamasi, derajat luka bakar, kedalaman dan luas
luka bakar.
3. Secondary Survey
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Perlu dikaji penyebab luka, tampak luka, keadaan fisik disekitar area
luka, kronologi kejadian terjadinya luka hingga ke IGD.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian untuk mengetahui riwayat penyakit klien di masa lalu, dan
riwayat penyakit keluarga pasien.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istirahat
Mengkaji penurunan kekuatan dalam beraktivitas, kekuatan
otot, kemampuan otot menahan tahanan, perubahan tonus,
rentang gerak klien.
2) Sirkulasi
Kekuatan nadi, suhu kulit, kecepatan nadi, oedema jaringan,
dan tanda syok.
3) Eliminasi
Pantau haluaran urin, intensitas urin (jumlah, warna),
penurunan bising usus.
4) Nutrisi
Respon mual muntah klien, integritas kulit.
5) Neurosensory
Penurunan reflex tendon dalam, kejang, perubahan perilaku.
6) Nyeri
Skala nyeri dan respon klien mengatasi nyeri. Gejala : berbagi
nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
respon terhadap luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
7) Pernafasan
Suara nafas tambahan, sumbatan jalan nafas, kedalaman nafas,
kecepatan irama nafas, indikasi cedera jalan nafas.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a) LED mengkaji hemokonsentrasi.
b) GDA dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
c) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
d) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.
e) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
f) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar massif.
g) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan (agen pencedera kimiawi, agen pencedera


fisik), (D0077).
Tanda dan gejala mayor yang mendukung munculnya diagnose nyeri akut pada
anak luka bakar adalah mengeluh nyeri, tempak meringis, protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, sedangkan gejala dan tanda minor yang
mendukung adalah tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri dan
diaphoresis.

2. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan (perubahan sirkulasi,


bahan kimia iritatif, faktor mekanis, efek radiasi), (D0129).
Gejala atau tanda yang mendukung munculnya diagnosa gangguan integritas kulit
pada anak dengan luka bakar antara lain: kerusakan jaringan atau lapisan kulit,
adanya tanda inflamasi misal nyeri, kemerahan, perdarahan, hematoma.

3. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan luka bakar,


(D0036).
Anak dengan luka bakar berisiko mengalami risiko ketidakseimbangan cairan
yaitu berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan perpindahan
cairan dari intraveskuler, interstisial atau intraselular.
C. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut berhubungan dengan (agen pencedera


kimiawi, agen pencedera fisik), D0077.
Tujuan dan Kireteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan tingkat
nyeri menurun dengan kireteria hasil;
a. Keluhan nyeri menurun.
b. Meringis menurun.
c. Sikap protektif menurun.
d. Gelisah menurun.
e. Kesulitan tidur menurun.
f. Menarik diri menurun.
g. Berfokus pada diri sendiri menurun.
h. Diaforesis menurun.
i. Frekuensi nadi membaik.
j. Pola nafas membaik.
k. Tekanan darah membaik.
l. Proses berpikir membaik.
Rencana Tindakan Keperawtan:
Manajemen Nyeri (l.08238).
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri.
3) Identifikasi respons nyeri non verbal.
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons nyeri.
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
3) Fasilitasi istirahat dan tidur.
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4) Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat.
5) Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu.

2. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan


(perubahan sirkulasi, bahan kimia iritatif, faktor mekanis, efek radiasi), (D0129).
Tujuan dan Kireteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan integritas
kulit dan jaringan meningkat dengan kireteria hasil;
a. Elastisitas meningkat.
b. Hidrasi meningkat.
c. Perfusi jaringan meningkat.
d. Kerusakan jaringan menurun.
e. Kerusakan kulit menurun.
f. Nyeri menurun.
g. Perdarahan menurun.
h. Kemerahan menurun.
i. Hematoma menurun.
j. Pigmentasi abnormal menurun.
k. Nekrosis menurun.
l. Abrasi kornea menurun.
m. Suhu kulit membaik.
n. Sensasi membaik.
o. Tekstur membaik.
p. Pertumbuhan rambut membaik.
q. Jaringan parut membaik.
Rencana Tindakan Keperawatan:
Perawatan Luka Bakar (l.14565).
Observasi
1) Identifikasi penyebab luka bakar.
2) Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka
sebelumnya.
3) Monitor kondisi luka (mis. Persentasi ukuran luka, derajat luka, perdarahan,
warna dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka.
Terapeutik
1) Gunakan teknik aseptic selama merawat luka.
2) Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan.
3) Rendam dengan air steril jika balutan luka lengket.
4) Bersihkan luka dengan cairan steril (mis.NaCl 0,9 %, Cairan antiseptic).
5) Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri.
6) Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau tidaknya infeksi,
jumlah eksudat, dan jenis balutan yang digunakan.
7) Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi luka (mis.hyrocolloid,
polymer, clystaline cellulose).
8) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari.
9) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, Vitamin C, Zinc,
Asam Amino), sesuai indikasi.
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein.
Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debiderment (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu.
2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan
luka bakar, D0036.
Tujuan dan Kireteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan
keseimbangan cairan meningkat dengan kireteria hasil;
a. Membran mukosa lembab meningkat.
b. Asupan makanan meningkat.
c. Edema menurun.
d. Dehidrasi menurun.
e. Asites menurun.
f. Konfusi menurun.
g. Intake cairan membaik.
h. Outputurine membaik.
i. Tekanan darah membaik.
j. Frekuensi nadi membaik.
k. Kekuatan nadi membaik
l. Tekanan arteri rata – rata membaik.
m. Mata cekung membaik.
n. Turgor kulit membaik.
o. Berat badan membaik.
Rencana Tindakan Keperawatan:
Manajemen Cairan (I.03098).
Observasi
1) Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah).
2) Monitor berat badan harian.
3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis.
4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, Berat
jenis urine,BUN).
5) Monitor Status Hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP Jika tersedia).
Terapeutik
1) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam.
2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan.
3) Berikan cairan intravena, jika perlu.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah langkah ke-empat dari proses keperawatan.


Tahapan implementasi dikembangkan setelah mengembangkan rencana perawatan
pasien. Ini melibatkan kinerja keperawatan dan intervensi kolaboratif yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan diperlukan untuk mendukung atau
meningkatkan status kesehatan pasien. Intervensi keperawatan adalah dilaksanakan
berdasarkan tindakan penilaian klinis dan pengetahuan yang dilakukan perawat untuk
meningkatkan hasil pasien (Potter et al., 2021). Implementasi adalah pelaksanaan dari
rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu
klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan


pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan. Dalam
evaluasi, perawat menilai reaksi klien terhadap intervensi yang telah diberikan dan
menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.
Perawat menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk
mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi
keperawatan. Evaluasi juga membantu perawat dalam menentukan target dari suatu
hasil yang ingin dicapai berdasarkan keputusan bersama antara perawat dan klien.
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri.
Kemampuan dalam pengetahuan standar asuhan keperawatan, respon klien yang
normal terhadap tindakan keperawatan, (Hadinata,Dian dan Abdillah,J Awaludin
2022).
Evaluasi adalah tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh kesehatan keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan, evaluasi yang dilakukan mengacu pada luaran yang
telah ditetapkan ditahap perencanaan. Evaluasi terdiri dari 2 macam yaitu yang
pertama evaluasi formatif yaitu hasil observasi dan kesesehatan perawat terhadap
respon pasien segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis
pada catatan perawat, lalu yang kedua yaitu evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisa status Kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan
ditulis pada catatan perkembangan dengan pendekatan SOAP. System penulisan pada
tahap evaluasi dengan menggunakan SOAP, yaitu:
S: Subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap data
tersebut. O: Objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat, termasuk
tanda - tanda klinis dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi
data fisiologis, informasi, dan pemriksaan tenaga kesehatan).
A: Analisa, adalah Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk mengumpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau data yang kontaindikasi
dengan masalah yang ada.
P: Planning of action, pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk
mencapai status kesehatan klien yang optimal.
Keefektifan tindakan keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi
keperawatan yang terus menerus, hal-hal yang perlu dilakukan evaluasi:
1. Amati perilaku anak selama perawatan.
2. Amati luka bakar dan kondisi umum anak.
3. Amati kondisi luka terkait tanda-tanda infeksi.
4. Amati tanda-tanda proses penyembuhan luka, ada jaringan parut, kontraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, Harif dkk. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Fadhilah, Harif dkk. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Fadhilah, Harif dkk. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Hadinata,Dian dan Abdillah,J Awaludin. 2022. Metodologi Keperawatan. Kota


Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung.

Mariyam, dkk. 2023. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Akut. Jakarta:
Penerbit Nuansa Fajar Cemerlang Jakarta.

Prastiwi,Dani dkk. 2023. Metodologi Keperawatan. Kota Jambi: PT. Sonpedia


Publishing Indonesia.
TUGAS KEPERAWATAN ANAK SEHAT DAN SAKIT AKUT

1. Kenapa anak laki laki lebih sering mengalami kejang dari pada anak perempuan?
Jawaban:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa anak
laki-laki lebih banyak menderita kejang demam daripada anak perempuan. Hal ini
dapat dilihat dari anak yang menderita kejang demam, anak laki-laki yang
mengalami kejang demam sebanyak 32 orang (64%) dan anak perempuan yang
mengalami kejang demam sebanyak 18 orang (36%).
Beberapa penelitian memaparkan bahwa insiden kejang demam lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan
Lumbantobing, S.M. menunjukkan bahwa 55,6% penderita kejang demam adalah
laki laki dan 44,4% perempuan. Pada penelitian ini, dapat dilihat dari 50 anak yang
menderita kejang demam, anak lakilaki yang mengalami kejang demam sebanyak 32
orang (64%) dan anak perempuan yang mengalami kejang demam sebanyak 18
orang (36%). Hasil yang sama juga didapatkan Sree Raja (2012) bahwa kejang
demam lebih sering dialami anak lakilaki (65,8%) dibandingkan anak perempuan
(34,2%) Hal ini dimungkinkan karena maturasi sel pada anak perempuan lebih cepat
daripada anak laki-laki, termasuk maturasi pada sel saraf.

2. Apa yang dimaksud reflek fisiologis dan patofisiologis, jelaskan!


Jawaban:
a. Reflek Fisiologis
Refleks fisiologis adalah respons otomatis yang timbul sebagai reaksi
terhadap rangsangan tertentu tanpa melibatkan kesadaran otak. Ini adalah
tindakan cepat yang diatur oleh sumsum tulang belakang dan sistem saraf
tepi untuk melindungi tubuh dari bahaya atau membantu menjaga
keseimbangan fisik.Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan.
Gerakan yang timbul namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan
reflektorik merupakan gerakan yang bangkit untuk penyesuaian diri, baik
untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter, maupun untuk membela diri.
Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya suatu gerakan,
menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara
reflektorik terdapat suatu hubungan. Dalam sehari-hari kita biasanya
memeriksa 2 macam refleks fisiologis yaitu refleks dalam dan releks
superfisial.
1) Refleks dalam (refleks regang otot)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh
rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi.
Refleks dalam juga dinamai refleks regang otot (muscle stretch
reflex). Nama lain bagi refleks dalam ini ialah refleks tendon,
refleks periosteal, refleks miotatik dan refleks fisiologis.
2) Refleks superfisialis
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa
yang mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada di
bawahnya atau di sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya
otot seperti pada refleks dalam. Salah satu contohnya adalah
refleks dinding perut superfisialis (refleks abdominal).

Pemeriksaan refleks adalah prosedur medis yang memeriksa fungsi


sistem saraf dan otot seseorang dengan menilai respons otomatis tubuh
terhadap rangsangan tertentu. Berikut adalah beberapa jenis refleks yang
sering diperiksa dalam evaluasi kesehatan seseorang:
1) Refleks Biseps

Refleks ini memeriksa respons otot biseps di lengan atas.


Dalam prosedur ini, lengan pasien ditekuk sekitar 45 derajat
pada siku dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
Pemeriksa kemudian memukul tendon biseps dengan reflex
hammer.

2) Refleks Triseps

Pemeriksaan refleks triseps melibatkan evaluasi respons otot


triseps di lengan bawah. Pasien diminta untuk mengendurkan
otot-otot di lengan bawahnya. Kemudian, pemeriksa
menggunakan reflex hammer untuk memukul tendon triseps
yang melewati daerah fosa olekranon.

3) Refleks Patella
Refleks patella mengevaluasi respons refleks pada tendon
patella di bagian depan lutut. Pasien diminta duduk dengan
tungkai digantung di atas tempat tidur atau berbaring terlentang
dengan lutut ditekuk sekitar 90 derajat. Pemeriksa kemudian
memukul tendon patella untuk menilai responsnya.

4) Refleks Brakioradialis

Refleks ini menilai respons tendon brakioradialis pada lengan.


Pasien diminta untuk melepaskan ketegangan pada lengan
bawahnya, dan pemeriksa menggunakan reflex hammer untuk
memukul tendon brakioradialis yang terletak pada bagian distal
radius.

5) Refleks Achilles

Pemeriksaan refleks Achilles mengevaluasi respons tendon


Achilles di bagian belakang tumit. Pemerksa melakukan
dorsifleksi pada pergelangan kaki pasien dan memukul tendon
Achilles untuk menilai refleksnya.

6) Refleks Superfisialis (Abdominalis)

Refleks abdominal menilai respons kulit abdomen terhadap


tekanan. Pemeriksa menggunakan gagang reflex hammer untuk
menekan kulit abdominal, mengarahkan tekanan ke arah garis
tengah dari setiap kuadran abdominal.

b. Reflek Patologis
Reflek patologis adalah reflek yang ditemukan pada orang yang
mengalami gangguan pada sistem sarafnya. Reflek patologis adalah refleks-
refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang-rang yang sehat, kecuali
pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik
defendif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat terkelola dan
ditekan oleh akifitas susunan piramidalis. Anak kecil umur antara 4 – 6 tahun
masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermielinisasi penuh,
sehingga aktifitas susunan piramidalnya masih belum sepmpirna.
Maka dari itu gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologik
pada orang dewasa tidak selamanya patologik jika dijumpai pada anak-anak
kecil, tetapi pada orang dewasa refleks patologik selalu merupakan tanda lesi
UMN. Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan oleh
refleks patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapatkan
julukan yang bermacam-macam karena cara membangkitkannya berbeda-
beda. Adapun refleks-refleks patologik yang sering diperiksa di dalam klinik
antara lain refleks Hoffmann, refleks Tromner dan ekstensor plantar response
atau tanda Babinski.

3. Tanda pada brudzinski 1 dan 2?


Jawaban:
Tanda Brudzinski I
Pasien dalam posisi terlentang. Posisikan satu tangan pemeriksa di bawah kepala
pasien dan tangan lain di atas dada. Kemudian, fleksikan kepala pasien ke arah dada secara
pasif. Apabila kedua tungkai bawah fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut saat kepala
difleksikan, maka tanda Brudzinski I dinyatakan positif. Hal ini karena fleksi leher secara
pasif akan menyebabkan pergerakan spinal cord dan menarik meninges. Hal ini membuat
nyeri pada pasien dengan meningitis yang dikompensasi dengan fleksi kedua tungkai untuk
merelaksasi meninges dan mengurangi nyeri.

Tanda Brudzinski II
Pasien dalam posisi terlentang. Tungkai kiri dalam keadaan lurus. Kemudian,
fleksikan tungkai kanan secara pasif pada sendi panggul. Apabila diikuti oleh fleksi tungkai
kiri, tanda Brudzinski II dinyatakan positif. Hal ini karena fleksi sendi panggul dan lutut
akan menstimulasi refleks involunter karena kompensasi dan mengurangi iritasi meningeal
atau bisa juga Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam
sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan
lutut kontralateral.

4. Tanda pada kernik


Jawaban:
Tanda Kernig adalah salah satu gejala meningitis yang dapat dibuktikan secara
fisik. Kekakuan parah pada paha belakang menyebabkan ketidakmampuan
meluruskan kaki saat pinggul difleksikan hingga 90 derajat.
Cara pemeriksaan:
a. Dilakukan dengan pasien berada pada posisi berbaring terlentang.
b. Pada salah satu tungkai pasien, pemeriksa melakukan fleksi sendi panggul hingga
posisi paha menjadi vertical.
c. Secara perlahan sendi lutut diekstensikan.
d. Semua gerakan fleksi dan ekstensi dilakukan secara pasif oleh pemeriksa.
e. Pemeriksa dilakukan pada kedua tungkai.

Dikatakan positif bila pasien tidak dapat melakukan ekstensi hingga membentuk
sudut > 135º pada sendi panggul yang sudah fleksi. Kernig dalam deskripsi aslinya
tidak menganggap rasa sakit sebagai komponen yang diperlukan dari manuver;
namun, banyak dokter memasukkan rasa sakit sebagai komponen penting dari tanda
positif. Chaufard berhipotesis bahwa hipertonia otot tungkai bawah serta dominasi
fisiologis otot ekstensor leher dan punggung atas otot fleksor tungkai bawah adalah
dasar untuk asal-usul tanda Kernig. Kemudian, telah diusulkan bahwa, itu adalah
reaksi protektif untuk mencegah nyeri atau kejang otot hamstring yang disebabkan
oleh peregangan akar saraf yang meradang dan hipersensitif. asimetri dari Tanda
Kernig dapat terlihat pada pasien dengan iritasi meningeal, yang memiliki
hemiparesis bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA

Biomedical Journal of Indonesia: Jurnal Biomedik Fakultas Kedokteran


Universitas Sriwijaya Vol 4, No. 2, Mei 2018.

Bahar, Ashari & Wusyang, Devi. 2018. Pemeriksaan Sistem Motorik Dan Refleks
Fisiologis, Patologis, Dan Primitif. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Estiasari, R.A Zainal & W.R Islamiyah. 2018. Pemeriksaan klinis neurologi
praktis. Jakarta: Kolegium Neurologi Indonesia Penghimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.

Tursinawati, Yanuarita, dkk. 2015. Buku Ajar Syaraf. Semarang: Universitas


Muhamadiyah Semarang (Unimus) Press.

Agustina, Novita. 2022. Pemeriksaan Untuk Pasien Meningitis. Palembang:


Kemenkes.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (kemkes.go.id)
Diakses Pada Selasa, 02 April 2024, Pukul 05.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai