Nim : 11221057
Jl. Bintaro Raya Jl. Tanah Kusir No.10, RT.4/RW.10, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR PADA ANAK
A. Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan luka bakar antara lain (Suindiana, 2021) dan (Simons &
Kimble, 2019):
1. Identitas Klien
Luka bakar pada anak usia dibawah 2 tahun memiliki presentase tingkat
kematian tertinggi, sedangkan luka bakar pada anak usia 2-12 tahun memiliki
resiko infeksi.
2. Primary Survey
a. Jalan Nafas
Di fase ini perlu dikaji jalan nafas pasien, apakah terdapat sumbatan yang
ditandai dengan sura nafas tambahan. Jenis suara nafas tambahan
diantaranya: ronkhi, gurgling, snoring, wheezing.
b. Pernafasan
Pengkajian yang perlu dilakukan di fase ini diantaranya adalah
memperhatikan kesimetrisan pergerakan dada, kedalaman nafas, dan amati
tanda sesak nafas.
c. Sirkulasi
Fase ini diperlukan pengkajian pada jumlah perdarahan yang keluar pada
pasien, waktu pengisian kapiler, nadi, tekanan darah, dan suhu pada
ekstremitas.
d. Disability
Pengkajian yang perlu dilakukan diantaranya mengkaji tingkat kesadaran
pasien dengan skor GCS, disertai penilaian respon pupil.
e. Exposure
Pengkajian yang dilakukan diantaranya mengkaji tanda terjadinya
hipertermi sebagai respon inflamasi, derajat luka bakar, kedalaman dan luas
luka bakar.
3. Secondary Survey
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Perlu dikaji penyebab luka, tampak luka, keadaan fisik disekitar area
luka, kronologi kejadian terjadinya luka hingga ke IGD.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian untuk mengetahui riwayat penyakit klien di masa lalu, dan
riwayat penyakit keluarga pasien.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istirahat
Mengkaji penurunan kekuatan dalam beraktivitas, kekuatan
otot, kemampuan otot menahan tahanan, perubahan tonus,
rentang gerak klien.
2) Sirkulasi
Kekuatan nadi, suhu kulit, kecepatan nadi, oedema jaringan,
dan tanda syok.
3) Eliminasi
Pantau haluaran urin, intensitas urin (jumlah, warna),
penurunan bising usus.
4) Nutrisi
Respon mual muntah klien, integritas kulit.
5) Neurosensory
Penurunan reflex tendon dalam, kejang, perubahan perilaku.
6) Nyeri
Skala nyeri dan respon klien mengatasi nyeri. Gejala : berbagi
nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
respon terhadap luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
7) Pernafasan
Suara nafas tambahan, sumbatan jalan nafas, kedalaman nafas,
kecepatan irama nafas, indikasi cedera jalan nafas.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a) LED mengkaji hemokonsentrasi.
b) GDA dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
c) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
d) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.
e) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
f) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar massif.
g) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.
B. Diagnosa Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Fadhilah, Harif dkk. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Fadhilah, Harif dkk. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Fadhilah, Harif dkk. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Mariyam, dkk. 2023. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Akut. Jakarta:
Penerbit Nuansa Fajar Cemerlang Jakarta.
1. Kenapa anak laki laki lebih sering mengalami kejang dari pada anak perempuan?
Jawaban:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa anak
laki-laki lebih banyak menderita kejang demam daripada anak perempuan. Hal ini
dapat dilihat dari anak yang menderita kejang demam, anak laki-laki yang
mengalami kejang demam sebanyak 32 orang (64%) dan anak perempuan yang
mengalami kejang demam sebanyak 18 orang (36%).
Beberapa penelitian memaparkan bahwa insiden kejang demam lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan
Lumbantobing, S.M. menunjukkan bahwa 55,6% penderita kejang demam adalah
laki laki dan 44,4% perempuan. Pada penelitian ini, dapat dilihat dari 50 anak yang
menderita kejang demam, anak lakilaki yang mengalami kejang demam sebanyak 32
orang (64%) dan anak perempuan yang mengalami kejang demam sebanyak 18
orang (36%). Hasil yang sama juga didapatkan Sree Raja (2012) bahwa kejang
demam lebih sering dialami anak lakilaki (65,8%) dibandingkan anak perempuan
(34,2%) Hal ini dimungkinkan karena maturasi sel pada anak perempuan lebih cepat
daripada anak laki-laki, termasuk maturasi pada sel saraf.
2) Refleks Triseps
3) Refleks Patella
Refleks patella mengevaluasi respons refleks pada tendon
patella di bagian depan lutut. Pasien diminta duduk dengan
tungkai digantung di atas tempat tidur atau berbaring terlentang
dengan lutut ditekuk sekitar 90 derajat. Pemeriksa kemudian
memukul tendon patella untuk menilai responsnya.
4) Refleks Brakioradialis
5) Refleks Achilles
b. Reflek Patologis
Reflek patologis adalah reflek yang ditemukan pada orang yang
mengalami gangguan pada sistem sarafnya. Reflek patologis adalah refleks-
refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang-rang yang sehat, kecuali
pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik
defendif atau postural yang pada orang dewasa yang sehat terkelola dan
ditekan oleh akifitas susunan piramidalis. Anak kecil umur antara 4 – 6 tahun
masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah bermielinisasi penuh,
sehingga aktifitas susunan piramidalnya masih belum sepmpirna.
Maka dari itu gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologik
pada orang dewasa tidak selamanya patologik jika dijumpai pada anak-anak
kecil, tetapi pada orang dewasa refleks patologik selalu merupakan tanda lesi
UMN. Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan oleh
refleks patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapatkan
julukan yang bermacam-macam karena cara membangkitkannya berbeda-
beda. Adapun refleks-refleks patologik yang sering diperiksa di dalam klinik
antara lain refleks Hoffmann, refleks Tromner dan ekstensor plantar response
atau tanda Babinski.
Tanda Brudzinski II
Pasien dalam posisi terlentang. Tungkai kiri dalam keadaan lurus. Kemudian,
fleksikan tungkai kanan secara pasif pada sendi panggul. Apabila diikuti oleh fleksi tungkai
kiri, tanda Brudzinski II dinyatakan positif. Hal ini karena fleksi sendi panggul dan lutut
akan menstimulasi refleks involunter karena kompensasi dan mengurangi iritasi meningeal
atau bisa juga Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam
sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi panggul dan
lutut kontralateral.
Dikatakan positif bila pasien tidak dapat melakukan ekstensi hingga membentuk
sudut > 135º pada sendi panggul yang sudah fleksi. Kernig dalam deskripsi aslinya
tidak menganggap rasa sakit sebagai komponen yang diperlukan dari manuver;
namun, banyak dokter memasukkan rasa sakit sebagai komponen penting dari tanda
positif. Chaufard berhipotesis bahwa hipertonia otot tungkai bawah serta dominasi
fisiologis otot ekstensor leher dan punggung atas otot fleksor tungkai bawah adalah
dasar untuk asal-usul tanda Kernig. Kemudian, telah diusulkan bahwa, itu adalah
reaksi protektif untuk mencegah nyeri atau kejang otot hamstring yang disebabkan
oleh peregangan akar saraf yang meradang dan hipersensitif. asimetri dari Tanda
Kernig dapat terlihat pada pasien dengan iritasi meningeal, yang memiliki
hemiparesis bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, Ashari & Wusyang, Devi. 2018. Pemeriksaan Sistem Motorik Dan Refleks
Fisiologis, Patologis, Dan Primitif. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Estiasari, R.A Zainal & W.R Islamiyah. 2018. Pemeriksaan klinis neurologi
praktis. Jakarta: Kolegium Neurologi Indonesia Penghimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia.