Anda di halaman 1dari 24

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tertusuk Duri Stonefish

2.1.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dimulainya proses asuhan keperawatan

(Doenges, 2000) meliputi :

2.1.1.1 Biodata Pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,

agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tanggal pengkajian, nomor

register, diagnosa. Penanggung jawab meliputi : nama, umur,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.

2.1.1.2 Riwayat Kesehatan sekarang (menanyakan apa yang dirasakan atau

keluhan yang mengganggu klien), riwayat kesehatan dahulu

(menanyakan apakah klien pernah menderita penyakit yang sama),

riwayat kesehatan keluarga (menanyakan apakah dalam keluarga ada

yang menderita sakit yang sama dengan klien atau tidak)

2.1.1.3 Pengkajian fisik meliputi : Tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi,

suhu, pernapasan), mata (fungsi penglihatan), dada dan Paru (fungsi

pernapasan), abdomen, ektremitas ( fungsi anggota gerak, jenis luka,

perdarahan pada areah luka ), aktifitas sehari-hari (nutrisi, pola

istirahat dan tidur, pola eliminasi, personal higyene)

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu proses merumuskan masalah keperawatan

yang dialami klien (Doenges (2000).


6

2.1.1.1 Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

endotoksin

2.1.1.2 Nyeri berhubungan dengan efek cardiotoxic

2.1.1.3 Hipertermi berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada

hipotalamus

2.1.1.4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses inflamasi

2.1.1.5 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak

adekuat

2.1.3 Intervensi keperawatan

2.1.3.1 Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi

endotoksin

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24

jam diharapkan masalah gangguan jalan napas tidak efektif teratasi

b. Kriteria hasil: bunyi napas vesikuler, pernapasan normal (16–20

x/menit), tidak ada tanda–tanda sianosis

c. Intervensi

1) Auskultasi bunyi nafas

R/ mengetahui kondisi napas pasien

2) Pantau frekuensi pernapasan

R/ mencegah pasien mengalami gangguan pernapasan yang

lebih akut

3) Berikan posisi semifowler

R/ agar sirkulasi darah dan jalan napas tidak terganggu

4) Observasi warna kulit dan adanya sianosis


7

R/ mengetahui penyebaran toksin dan tingkat keparahannya

5) Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot

R/ spasme otot akan memberikan tanda adanya gangguan

pernapasan yang parah

6) Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)

R/ membantu jalan napas pasien

7) Kolaborasi: berikan 02 sesuai indikasi

R/ memberikan kecukupan oksigen pada pasien dan

membantu pernapasan

2.1.3.2 Nyeri berhubungan dengan efek cardiotoxic

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24

jam diharapkan masalah nyeri teratasi

b. Kriteria hasil: skala nyeri 0, nyeri berkurang, TTV normal (S:

36,5º- 37º C, N: 80–100 x/menit, RR : 16–20 x/menit, TD : 120/80

mmHg)

c. Intervensi

1) Observasi TTV

R/ mengetahui tingkat perkembangan klien

2) Kaji keluhan dan karakteristik nyeri

R/ mengetahui bagaimana karakteristik nyeri

3) Berikan kompres hangat

R/ meminimalisir rasa nyeri dan menurunkan potensi racun

4) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam

R/ mengalihkan rasa nyeri


8

5) Kolaborasi pemberian obat analgetik

R/ membantu mengurangi rasa nyeri

2.1.3.3 Hipertermi berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada

hipotalamus

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24

jam diharapkan masalah hipertermi teratasi

b. Krteria hasil: Tanda – tanda vital normal (S : 36,5º C - 37º C, N :

80–100 x/menit, RR : 16 – 20 x/menit, TD : 120/80 mmHg)

c. Intervensi

1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaphoresis

R/ mengetahui keadaan suhu tubuh pasien dan reaksi tubuh

pasien terhadap racun yang menyebar di tubuh pasien

2) Berikan kompres hangat

R/ meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan

suhu tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipiretik

R/ membantu menurunkan suhu tubuh pasien

2.1.3.4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses inflamasi

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24

jam diharapkan masalah kerusakan integritas kulit teratasi

b. Kriteria hasil: keutuhan kulit terjaga, tidak ada tanda– tanda infeksi

c. Intervensi

1) Bersihkan area yang terkena tusukan dengan air cuka

R/ menghentikan pengeluaran racun dari nematocyst


9

2) Rendam area yang terkena tusukan di dalam air hangat selama

30-90 menit

R/ untuk mengurangi rasa sakit sekaligus melunakkan duri

stonefih yang menancap di kulit.

3) Secara perlahan, cobalah untuk mencabut potongan duri

dengan pinset

R/ untuk mengurangi toxic yang akan menyebar ke tubuh

sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi

4) Kolaborasi pemberian antihistamin/kortikosteroid

R/ mencegah terjadinya berntuk ruam merah pada bagian kulit

lainnya

2.1.3.5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak

adekuat

a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24

jam diharapkan masalah resiko tinggi infeksi tidak terjadi

b. Kriteria hasil: tidak ada tanda–tanda infeksi (calor, dolor, rubor,

tumor, fungsiolesa)

c. Intervensi

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung dengan

pasien

R/ agar tindakan yang diberikan perawat ke pasien selalu

dalam keadaan steril

2) Kolaborasi pemberian obat antibiotic

R/ membantu proses penyembuhan


10

2.1.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan

rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien

terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).

Pelaksanaan merupakan langakah yang dilakukan setelah perencanaan

program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga,

mendirikan keluarga. Seringkali perencanaan program yang sudah baik tidak

diikutii dengan waktu yang cukup untuk melaksanakan implementasi

(Doenges (2000).

2.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai

atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki

pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi

keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang

dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada

kriteria hasil (Hidayat, 2008).

Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan tahapan

dengan somatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif

yaitu dengan proses dan evaluasi akhir (Hidayat, 2008).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Post Tertusuk Duri stonefish

2.2.1 Pengertian

Ikan stonefish atau dikenal dengan ikan batu adalah sekelompok

spesies ikan laut yang beracun dan merupakan spesies ikan predator. Ikan
11

stonefish merupakan ikan yang sangat beracun, racun pada ikan ini berasal dari

organ tubuh luarnya. Ikan batu ini memiliki tulang tajam yang berada di bawah

matanya. Tulang tajam yang dimiliki ikan ini dapat muncul secara tiba-tiba

dan menusuk mangsanya. Racun itu dapat membuat mangsanya pingsan,

bahkan mati. Ikan batu terkenal mematikan karena durinya yang beracun. Jika

terkena manusia, maka racun tersebut dapat menimbulkan sesak nafas, diare,

dan halusinasi. Racun ini akan berakibat fatal jika tidak diatasi dengan baik

(Maulan dkk, 2000).

2.2.2 Etoilogi

Ikan stonefish merupakan ikan yang sangat beracun, racun pada ikan ini

berasal dari orngan tubuh luarnya. Ikan batu ini memiliki tulang tajam yang

berada di bawah matanya. Tulang tajam yang dimiliki ikan ini dapat muncul

secara tiba-tiba dan menusuk mangsanya. Racun itu dapat membuat

mangsanya pingsan, bahkan mati. Racun yang dihasilkan ikan ini merupakan

jenis racun heat-labile. Berarti racun ikan ini akan hilang bila terkena panas.

Jadi jika ada manusia yang terkena racun ikan lepu, cara mengobatinya dengan

merendam bagian yang terkena tusukan ikan lepu dengan air hangat yang

suhunya kira-kira 45 ⁰C, jangan terlalu panas karena kulit dapat melepuh.

Lama perendaman kira-kira 30-90 menit (Maulan dkk, 2000).

Selain di perairan berkarang dan berbatu-batu, ikan ini juga bisa ditemukan di

wilayah berpasir atau berlumpur, ketika sudah menemukan tempat yang cocok

ikan menggali lubang di pasir dengan sirip dadanya dan kemudian

membenamkan bagian bawah tubuhnya kedalam pasir, setelah itu ikan ini akan
12

diam saja sehingga sulit ditemukan dan ketika dilihat tidak beda jauh dengan

batu karang di tengah-tengah dasar laut berpasir (Maulan dkk, 2000).

2.2.3 Tanda dan Gejala

Tusukan stonefish dapat menyebabkan nyeri yang tak tertahankan dan racun

dapat menyebar keseluruh bagian yang terkena dalam hitungan menit. Dapat

menyebabkan bengkak dan perdarahan ditempat tusukan, mual muntah, diare,

sakit kepala hingga kegagalan napas dan henti jantung (Maulan dkk, 2000).

2.2.4 Masalah Yang Sering Muncul Akibat Tertusuk Duri Stonefish

2.2.4.1 Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penanganan dengan

tertusuk duri stonefish

2.2.4.2 Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi

2.2.4.3 Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan

proses inflamasi

2.2.4.4 Keterbatasan mobilisasi berhubungan dengan luka tertusuk duri

stonefish

2.2.5 Tindakan Yang Dilakukan Pada Pasien Tertusuk Duri stonefish

Jika tertusuk duri stonefish ini dapat melakukan tindakan berikut:

2.2.5.1 Bersihkan bagian yang tertusuk dengan air laut untuk melemahkan

racun.

2.2.5.2 Keluarkan berbagai partikel duri stonefish yang tertinggal di luka.

2.2.5.3 Rendam bagian yang terinfeksi dengan air panas (43-45°C) selama

30 menit. Air panas menetralisir berbagai racun dari ikan dan

membantu mengurangi nyeri.

2.2.5.4 Bebat luka, hubungi ambulans, dan ke rumah sakit terdekat


13

2.2.6 Cara Pencegahan Tusukan Duri Stonefish

2.2.6.1 Usahakan tidak mengganggu makhluk laut. Ketika pergi ke pantai,

baca tanda peringatan terkait makhluk laut berbahaya lainnya di dekat

area.

2.2.6.2 Bila berjalan di dalam air dangkal, menyeret kaki bisa membantu

menghindari menginjak hewan. Binatang juga mungkin akan

merasakan kedatangan dan pergi menjauh.

2.2.6.3 Jangan menyentuh hewan laut, termasuk bagian dari hewan laut

bahkan jika sudah mati. Sebuah tentakel masih bisa berbahaya.

2.2.6.4 Gunaka APD.

APD (Alat Pelindung Diri) adalah alat-alat atau perlengkapan yang

wajib digunakan untuk melindungi dan menjaga keselamatan pekerja

saat melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau resiko

kecelakaan kerja. Seperti baju yang dapat melindungi diri dari bahaya

dilaut, sepatu, sarung tangan, kacamata pengaman.

2.3 Konsep Tentang Pendidikan Kesehatan

2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sedang dalam

keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi

keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok,

maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan

pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.

Menurut (Notoatmodjo. S, 2003)


14

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini

tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses

(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output

(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi

atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari

promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012)

2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu

menerapkan masalah dan kebutuhan, mampu memahami apa yang dapat

mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada

mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan

kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan

kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009).

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO,

tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik,

mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social,

pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan

penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan,

maupun program kesehatan lainnya.


15

2.3.3 Ruang Lingkung Pendidikan Kesehatan

Menurut (Notoatmodjo, 2013) ruang lingkup pendidikan kesehatan

dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: dimensi aspek kesehatan,

dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan,dan dimensi

tingkat pelayanan kesehatan.

2.3.3.1 Aspek Kesehatan Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan

masyarakat itu mencakup empat aspek pokok yaitu:

1) Promosi ( promotif )

2) Pencegahan ( preventif )

3) Penyembuhan ( kuratif )

4) Pemulihan ( rehabilitatif )

2.3.3.2 Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan

Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat

dikelompokkan menjadi :

1) Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

2) Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, dilakukan di sekolah

dengan sasaran murid.

3) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran

buruh atau karyawan yang bersangkutan.

4) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, yang mencakup

terminal bus, stasiun, bandar udara, tempat-tempat olahraga, dan

sebagainya.
16

5) Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, seperti:

rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik rumah bersalin, dan

sebagainya.

2.3.3.3 Tingkat Pelayanan Kesehatan

Dimensi tingkat pelayanan kesehatan pendidikan kesehatan dapat

dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan dari leavel and clark,

sebagai berikut;

1) Promosi kesehatan seperti peningkatan gizi, kebiasaan hidup dan

perbaikan sanitasi lingkungan.

2) Perlindungan khusus seperti adanya program imunisasi.

3) Diagnosis dini dan pengobatan segera.

4) Pembatasan cacat yaitu seperti kurangnya pengertian dan

kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit seringkali

mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya

sampai tuntas, sedang pengobatan yang tidak sempurna dapat

mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi cacat.

5) Rehabilitasi (pemulihan).

2.3.4 Metode Pendidiksn Kesehatan

Metode Pendidikan Kesehatan menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan

pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3

(tiga) yaitu:

2.3.4.1 Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini bersifat

individual dan biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau

membina seorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku


17

atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena

setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda

sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2

bentuk pendekatannya yaitu :

1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

2) Wawancara

2.3.4.2 Metode berdasarkan pendekatan kelompok penyuluh berhubungan

dengan sasaran secara kelompok. Dalam penyampaian promosi

kesehatan dengan metode ini perlu mempertimbangkan besarnya

kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada 2

jenis tergantung besarnya kelompok, yaitu :

1) Kelompok besar

2) Kelompok kecil

2.3.4.3 Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-

pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran

dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan

umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat

pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang

ingin disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat

ditangkap oleh massa.

2.3.5 Pentingnya Pendidikan Kesehatan

Banyak yang sudah diajarkan pentingnya kesehatan sejak menginjak pendidikan

sekolah dasar hingga bangku sekolah menengah atas. Sehingga ketika dewasa,
18

bisa mengetahui mana yang berguna bagi kesehatan dan mana yang bisa

menurunkan kesehatan. Jika lebih lanjut dimaknai, sebenarnya ada beberapa

alasan mengapa pendidikan kesehatan itu penting dan perlu diberikan. Antara

lain:

2.3.5.1 Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat,

dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat,

serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal.

2.3.5.2 Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat

yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social

sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

2.3.5.3 Agar orang mampu menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri,

mampu memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap

masalahnya, dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah

dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yang

tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan

masyarakat.

2.3.6 Prinsip Pendidikan Kesehatan

2.3.6.1 Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan

kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat

mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.

2.3.6.2 Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh

seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan


19

itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya

sendiri.

2.3.6.3 Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran

agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah

sikap dan tingkah lakunya sendiri.

2.3.6.4 Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan

(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap

dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.3.7 Peranan Pendidikan Kesehatan

Ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu

kepada H.L.Blum (1991) yang menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai

andil yang paling besar terhadap status kesehatan. Disusul oleh perilaku

mempunyai andil nomor dua. Pelayanan kesehatan, dan keturunan mempunyai

andil kecil terhadap status kesehatan. Lawrence Green menjelaskan bahwa

perilaku itu dilatar belakangi atau dipengaruhi 3 faktor pokok yakni :

2.3.7.1 Faktor-faktor prediposisi (predisposing factors)

2.3.7.2 Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors)

2.3.7.3 Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors)

2.3.8 Proses Pendidikan Kesehatan

Pokok dari pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Kegiatan belajar

terdapat tiga persoalan pokok, yakni :

2.3.8.1 Persoalan masukan (input) Persoalan masukan dalam pendidikan

kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik) yaitu


20

individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri

dengan berbagai latar belakangnya.

2.3.8.2 Persoalan proses: Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi

terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar

tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara

berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau

fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi

atau bahan yang dipelajari.

2.3.8.3 Keluaran (output) Keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri

yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar.

2.3.9 Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dapat berlangsung diberbagai tempat sehingga dengan

sendirinya sasarannya juga berbeda. Misalnya:

2.3.9.1 Pendidikan Kesehatan di Keluarga

2.3.9.2 Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran

guru dan murid, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya

kesehatan sekolah (UKS)

2.3.9.3 Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di pusat

kesehatan masyarakat, balai kesehatan, rumah sakit umum maupun

khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien

2.3.9.4 Pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan sasaran buruh

atau karyawan
21

2.3.9.5 Pendidikan Kesehatan di tempat umum, misalnya pasar, terminal,

bandar udara, tempat-tempat pembelanjaan, tempat-tempat olah raga,

taman kota, WC dsb.

2.3.10 Media Pendidikan Kesehatan

Notoadmojo (2012) bahwa alat-alat bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai

berikut:

2.1.3.6 Menimbulkan minat sasaran pendidikan

2.1.3.7 Mencapai sasaran yang lebih banyak

2.1.3.8 Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

2.1.3.9 Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan–pesan

yang diterima oran lain

2.1.3.10 Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

2.1.3.11 Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat

2.1.3.12 Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih

mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

2.1.3.13 Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

Menurut Notoadmojo (2012) bahwa ada beberapa bentuk media penyuluhan

antara lain:

a. Berdasarkan stimulasi indra

1) Alat bantu lihat (visualaid) yang berguna dalam membantu menstimulasi

indra penglihatan

2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu untuk

menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian bahan

pendidikan/pengajaran
22

3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan

sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor

2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan–bahan

setempat

c. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan

1) Media Cetak

a) Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara

lain: sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis

karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya

disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan

atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bias

didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana

tidak diberikan secara lisan mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki

serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran

Sementara itu ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu: tidak cocok

untuk sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan mudah

hilang, leaflet akan menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan

secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang baik (Lucie, 2005).

b) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan


23

kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran,

alat bantu, sarana dan sumberdaya pendukungnya untuk

menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi materi yang

akan disampaikan.

Menurut Ewles dalam A ini (2010), manfaat booklet sebagai media

komunikasi pendidikan kesehatan adalah:

(1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

(2) Membantu didalam mengatasi banyak hambatan.

(3) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan

cepat.

(4) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-

pesan yang diterima kepada orang lain.

(5) Mempermudah penyampaian bahasa pendidikan.

(6) Mempermudah penemuan informasi oleh sasaran pendidikan.

(7) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui lalu mendalami

dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik.

(8) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

c) Flyer (selembaran)

d) Flip chart (lembar balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk

buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran

baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan

dengan gambar. Keunggulan menggunakan media ini antara lain:

mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah dan efisien,


24

dan tidak perlu peralatan yang rumit. Sedangkan kelemahannya yaitu

terlalu kecil, mudah robek dan tercabik (Lucie, 2005)

e) Rubrik (tulisan–tulisan surat kabar), poster, dan foto

2) Media Elektronik

a) Video dan film strip

Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat memberikan

realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran

sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif

untuk sasaran yang jumlahnya relative penting dapat diulang

kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang

gelap. Sementara kelemahan media ini yaitu memerlukan sambungan

listrik, peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian

antara kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli professional

agar gambar mempunyai makna dalam sisi artistic maupun materi,

serta membutuhkan banyak biaya (Lucie, 2005)

b) Slide

Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita

walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relative

besar, dan pembuatannya relative murah, serta peralatannya cukup

ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan kelemahannya

memerlukan sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak

dan memerlukan ruangan sedikit lebih gelap (Lucie,2005)

c) MediaPapan
25

BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1 Rencana Studi Kasus

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan studi kasus

dengan menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara menyeluruh dan

mendalam mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus penelitian ini adalah dua pasien dengan tertusuk duri stonefish

dalam Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentu dengan kriteria inklusi dan kriteria

eklusi menurut (Notoatmodjo, 2010) antara lain :

3.2.1 Kriterian inklusi adalah ciri-ciri yang dipenuhi oleh setiap populasi yang

dapat diambil sebagai sample, misalnya:

1. Pasien dengan tertusuk duri stonefish di Benjina

2. Pasien dengan tertusuk duri stonefish yang kooperatif

3. Pasien dengan tertusuk duri stonefish yang bisa membaca dan menulis

4. Pasien yang bersedia menjadi responden

3.2.2 Kriteria Eklusi

1. Pasien dengan tertusuk duri stonefih dengan komplikasi berat dan

mengalami penurunan kesadaran

2. Pasien tertusuk duri stonrfish yang tidak bersedia menjadi responden

3. Pasien tertusuk duri stonefish yang tidak kooperatif

3.3 Fokus Studi Kasus


26

Fokus studi kasus dalam penelitian ini adalah untuk menerapkan asuhan

keperawatan dalam pemberian pendidikan kesehatan.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Asuhan keperawatan adalah proses perawatan yang dilakukan untuk

mencapai tujuan keperawatan

3.4.2 tertusuk duri stonefish adalah keadaan setelah tertusuk stonefish

3.4.3 Pendidikan kesehatan adalah suatu tindakan memberikan informasi dan

pengetahuan kesehatan untuk membantu menambah pengetahuan tentang

kesehatan

3.4.4 Ikan Stonefish atau dikenal dengan ikan batu adalah sekelompok spesies ikan

laut yang beracun dan merupakan spesien ikan predator. Ikan ini dikenal

sebagai ikan batu karena bentuk tubuhnya yang menyerupai batu karang.

3.5 Instrumen Studi Kasus

Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pengumpulan data

berupa format pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengn post tertusuk duri

stonefish

3.6 Tempat dan Waktu

3.5.1 Tempat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Puskesmas Benjina

3.5.2 Waktu pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Bulan Juli

2020

3.7 Metode Pengumpulan Data

Peneliti akan melakukan pengumpulan data penelitian dengan berbagai cara antara

lain :

3.7.1 Wawancara
27

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara wawancara

langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara

langsung (Hidayat, 2008). Pada studi kasus ini sumber data diperoleh dari

wawancara terhadap klien dan keluarga

3.7.2 Observasi

Metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung

kepada klien, untuk mengetahui apakah ada perubahan perilaku manusia,

proses kerja, dan responden kecil.

3.7.3 Pemeriksaan fisik

Metode pengumpulan data ini dilakukan degan cara pemeriksaan fisik pada

klien yang mengalami gangguan untuk mengetahui apakah ada perubahan

pada anggota badan setelah dilakukan pengkajian pada pasien.

3.7.4 Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan setiap hari setelah melakukan asuhan keperawatan

pada pasien dan dilakukan dengan menggunakan format pengkajian.

3.8 Analisa Dan Penyajian Data

Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan dengan cara mengukur secara sistematis

pedoman pengkajian, selanjutnya memproses data dengan tahapan pengkajina,

analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

keperawatan, dan evaluasi. Penyajian data dalam penelitian ini secara naratif.

3.9 Etika Studi Kasus


28

Menurut Notoatmojo (2010), masalah penelitian keperawatan sangat penting karena

penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

3.9.1 Infomen Concent (Lembaran Persetujuan)

Infomen Consent merupakan lembaran persetujuan yang akan diteliti agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

3.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan nama responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data.

3.9.3 Confedentialiy (Keberhasilan)

Semua informasi yang sudah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilakporkan kepada pihak

yang terkait dengan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai