APRIANI
PO.71.5.241.23.1.006
APRIANI
PO.71.5.241.23.1.006
Dengan Judul :
Tanggal 4-23 Maret Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Telah Disetujui Oleh
Clinical Educator
Clinical Educator
A. DATA MEDIS
Kondisi : Bronkhitis
B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nabila
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Telkomas
C. HISTORY TAKING
Riwayat perjalan penyakit : pasien pertama kali datang ke BBKPM sekitar kurang lebih 6
bulan yang lalu, pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak
1
D. INSPEKSI/OBSERVASI
1. Statis
a. Kesadaran : Composmentis
b. Keadaan fisik
1) Anterior : Normal
2. Dinamis
1. TD :120/70 mmHg
2. Pernapasan : 18 / menit
4. Suhu : 36O C
5. SpO2 : 98%
1. Palpasi
b. Prosedur :
2
2) Fisioterapis mempalpasi otot m. Pectoralis major et minor, SCM dan m.upper
m. upper trapezius yang disebabkan oleh adanya spasme pada area tersebut,untuk itu
Level Interpetasi
1 Ringan
2 Sedang
3 Berat
4. Perkusi
c. Hasil : normal
3
5. Auskultasi
dan posterior langsung di atas kulit anterior dan posterior dinding dada pasien.
c. Hasil : terdengar bunyi wheezing pada posterior paru kanan dan ronchi pada
rasakan apa kah ada perbedaan fibrasi penghantaran suara ke dinding dada,
4
3. Hasil : terdapat perbedaan penghantaran suara ke dinding dada, dimana
b. Prosedur :
c. Hasil :
Selisih
TitikUkur Inspirasi Awal Ekspirasi
Inspirasi Ekspirasi
Axilla 91 88 88 3 3
P. Mamae 89 87 87 2 2
Xypoid 77 74 74 3
d. Interpretasi : normal
5
a. Tujuan : Untuk mendeteksi gangguan penurunan volume paru
c. Hasil:
BORG SCALE
SKALA KETERANGAN
0 Tidak ada sesak
0,5 Sesak napas sangat sangat ringan
1 Sesak napas sangat ringan
2 Sesak napas ringan
3 Sesak napas sedang
4 Sesak napas cukup berat
5 Sesak napas berat
6
7 Sesak napas
8
9 Sesak napas sangat sangat berat
10 Sesak napas maksimal
Hasil 2
Interpretasi : Pasien mampu mengangkat kedua tangan sampai full ROM dan
6
b. Musculus Pectoralis Minor
d. Musculus Sternocledomastoideus
Nama :Ny. N
Tolong beritahu kami sesak yang Anda rasakan beberapa hari ini saat
Skor
No. Kegiatan
0 1 2 3 4 5
1. Perawatan Diri
Mengeringkan
Memakai Baju
Memakai Sepatu
Keramas
2. Tempat tinggal
Merapikan tempat tidur
Mengganti Seprei
Membersihkan jendela
Membersihkan debu
Mencuci
Menyedot debu
3. Fisik
Naik tangga
Membungkuk
7
4. Waktu Luang
Berjalan dirumah
Bersosialisasi dengan Masyarakat
Berbicara/Mengobrol
: Agak sesak, 3 : Sangat sesak, 4 : Tidak bisa melakukan lagi dan 5 : Oranglain
Teknik : Sebelum pasien melakukan tes, lakukan pemeriksaan vital sign, kemudian
diminta untuk berjalan 25 meter bolak-balik (1 track) selama 6 menit dan berikan
instruksi sesuai prosedur pelaksanaan test. Beri informasi kepada pasien mengenai waktu
yang sudah berjalan. Adapun syarat untuk melakukan tes ini yaitu SaO2 tidak kurang
dari 95% dan hasil dari pemeriksaan nyeri dada dan selama pasien tidak merasa sesak
nafas berat.
Hasil : pasien mampu berjalan selama 4 menit dengan jarak 176 meter, SaO2 setelah
a. Pemeriksaan Radiologi
- Bronchitis
G. DIAGNOSA (ICF-ICD)
H. PROBLEMATIK FISIOTERAPI
Pemeriksaan
No Komponen ICF Kode ICF /pengukuran
yang
membuktikan
Impairment
a. Body structure
s 7108, Structure of
1. Forwar Head posture head and neck region, Inspeksi statis
other specified
Spasme m. upper trapezius s 7601, Muscles of trunk Palpasi
Activity Limitation
2. Penurunan toleransi aktifitas d450.1 walking long History taking
Berjalan distances dan LONDON
Participation restriction
3
Gangguan melakukan aktivitas d230 carrying out History taking,
dikampus daily routine LCDAL
9
BAB II
INTERVENSI FISIOTERAPIS
A. RENCANA INTERVENSI
toleransi aktivitas .
2) Memperbaiki posture
Activity Limitation
2. Penurunan toleransi aktifitas Meningkatkan toleransi Latihan jalan 6 menit
Berjalan aktifitas (home program)
Participation Restriction
3
Gangguan melakukan Untuk memeperbaiki Latihan aktif anggota
aktivitas dikampus ADL gerak atas (chest
mobilisasi exercise)
dan anggota gerak
bawah (berjalan)
sebagai home
perogram
10
C. PROSEDUR PELAKSANAAN INTERVENSI
lower posterior dekstra dada dengan arus continues, intensitas 45 mA, selama 10
2. Breathing Exercises
satu tangan di atas dada dan tangan yang satunya di atas rektus abdominis.
yang dalam hingga melalui hidung tangan yang berada di atas perut terangkat.
Pernapasan ini dilakukan 2x8 hitungan sebanyak dua set dengan istirahat 1
menit. Lalu menghembuskan napas melalui mulut seperti meniup lilin. Ulangi
3-4 kali.
b. Pursed Lip-Breathing
11
melalui hidung secara perlahan, Lalu menghembuskan napas melalui mulut
seperti meniup lilin. Ulangi 2x8 hitungan sebanyak 2 set dengan istirahat 1
menit.
c. Segmental Breathing
memberikan tekanan dan getaran ringan pada dinding dada. Dilakukan 2x8
Tujuan : untuk mengalirkan sputum dan melepaskan perlengketan sputum pada lobus paru
a. Posisi pasien supine lying dengan kaki di tinggikan sekitar 45 derajat, kemudian pasien
disuruh miring ke kiri dengan memeluk bantal. Passtikan posisi pasien comfortable dan
c. Prosedur : lakukan teknik tapotement di segmen mildzone sinistra dan posterior dextra
kemudian minta pasien untuk tarik nafas yang dalam lalu batuk keras.
12
4. Koreksi Postur
b. Posisi fisioterapis berada di ujung kepala bed, letakkan handuk kecil pada dasar
sambil menekan handuk, tahan selama 10 detik kemudian istirahat 5 detik dan
5. Myofascial Release
c. Fisioterapi mencari trigger point pada m. upper trapezius pasien, lalu instruksikan
6. Stretching
c. Fisioterapi menggerakkan leher pasien ke arah lateral fleksi dengan tangan kirinya
dan tangan kanan menggerakkan shoulder pasien ke arah depresi, tahan selama 8
13
D. EDUKASI DAN HOME PROGRAM
1. Edukasi
2. Home Program
breathing exercise, latihan jalan, dan latihan aktif mobilitas thorax tetap
E. EVALUASI SESAAT
Evaluasi
F.
Problematik
N Intervensi
Pre Intervensi Post Intervensi
o Fisioterapi
.
Nyeri tenderness Nilai VAS: Nilai VAS:
MWD, Stretching,
1 pada m.upper Nyeri tekan : 7 Nyeri tekan : 3
dan
Trapezius Nyeri gerak : 4 Nyeri gerak : 2
Myofascial relaese
Forward Head Tampak Masih tampak
Koreksi postur
2 posture Forward Head forward head
Posture posture
Sesak napas Skala borg 2 Skala borg 1
Breathing Exercise
3 ringan
14
BAB III
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien
melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah
karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan kea rah
diagbosis yang tepat. Secara umum sekitar 60-70 % kemungkinan diagnosis yang benar
Satu tujuan penting dari anamnesis adalah membangun hubungan pasien- terapis
sendiri dan dengan kecepatan yang nyaman. Jika terapis tampak terburu-buru,
terganggu, sibuk, jengkel, atau tidak peduli; sering terputus; atau gagal menjadi
rusak.
2. History Taking
Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien
melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah
karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan kearah
15
% kemungkinan diagnosis yang benardapatditegakkanhanyadengan anamnesisyang
benar.
3. Inspeksi/observasi
Inspeksi dada anterior juga dilakukan saat istirahat (statis) dan saat respirasi
(dinamis).
Bentuk dada normal apabila didapatkan diameter lateral (samping) lebih besar
dapat berupa :
pektus karinatus, dimana bagian bawah sternum dan iga tertarik mendekati
- Barrel chest : dada berbentuk tong, biasanya karena emfisema pulmonum atau
Perlu diketahui bahwa bentuk dada ini normal pada anak – anak.
hampir selalu terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam
masa pertumbuhan.
16
b. Inspeksi dada dalam keadaan dinamis/saat respirasiPada
- Pada inspeksi dada saat respirasi, perlu juga dinilai frekuensi, irama,
Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang
pasien yang secara medis tidak stabil atau memiliki faktor-faktor resiko komplikasi
kardiopulmonal dan untuk menilai respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna
untuk menentukan dosis yang adekuat bagi tindakan fisioterapi, khususnya exercise.
Vital sign terdiri atas tekanan darah, denyut nadi,frekuensi napas, dan suhu tubuh
5. Palpasi
Dengan pemeriksaan palpasi dada kita menilai adanya kelainan/lesi pada kulit,
ke dinding dada saat pasien berbicara, yang terasa pada palpasi. Cara pemeriksaan
puluh dua”. Jika belum jelas, mintalah pasien untuk bersuara lebih keras ataulebih
dalam.
bagian bawah.Paru kanan lebih jelas dibandingkan paru kiri. Fremitus umumnya
6. Auskultasi
simetris adalah salah satu cara yang baik pada auskultasi. Hal-hal yang harus
diperhatikan pola suara napas berdasarkan intensitas, nada dan durasinya selama fase
area secara simetris.Dengarkan minimal satu siklus inspirasi dan ekspirasi di satu titik
auskultasi.Bila suara yang terdengar kurang jelas, minta pasien untuk bernapas lebih
dalam. Dengarkan intensitas, nada dan durasinya selama inspirasi dan ekspirasi;
perhatikan apakah suara napas terdistribusi di seluruh lapang paru ataukah terdengar di
besar khususnya pada sisi kanan.Bila suara bronkial atau bronkovesikuler terdengar di
lokasi yang jauh dari lokasi normalnya, kemungkinan terjadi penggantian jaringan paru
yang berisi udara dengan cairan atau jaringan padat.Intensitas suara napas biasanya lebih
Ventilasi dipengaruhi oleh saluran napas, paru dan dinding dada. Dua bagian
terakhir mengatur besarnya volume dan aliran udara pada saat istirahat dan ketika
beraktivitas, seperti: kegiatan fisik, bersuara, batuk, tertawa, perubahan posisi tubuh, dan
Volume statik terdiri dari : Volume Tidal (TV/ Tidal Volume), Volume Cadangan
b. Volume Dinamis
mungkin.
- Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan secara
(FEV1)
pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal (volume udara yang
paksa).
lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam
lain.
Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV 1 dan FVC pasien
berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat
menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil
FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya
dinamik. Kelainan ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu
berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat
tidak berkurang. Pada orang sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV1:FVC,
tetap normal.
akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume statik. RVD menunjukkan
fungsional berkaitan dengan peningkatan risiko eksaserbasi, rawat inap dan kematian.
20
Peningkatan status fungsional merupakan salah satu tujuan utama Program Rehabilitasi
Paru (PRP) dan, oleh karena itu, evaluasinya sangat penting. Direkomendasikan untuk
memilih instrumen dengan sifat pengukuran yang baik dan yang memiliki kriteria
interpretabilitas, sebagai titik potong yang membedakan pasien dengan hasil yang lebih
baik atau lebih buruk. Penerapan yang mudah dan biaya rendah adalah fitur penting
yang harus dipertimbangkan ketika memilih instrumen untuk digunakan dalam praktik
Skala London Chest Activity of Daily Living (LCADL) valid dan dapat
diandalkan untuk menilai keterbatasan fungsional pada pasien PPOK akibat dispnea,
serta responsif. Skala memiliki empat domain yang didistribusikan menjadi 15 item
dengan setiap item diberi skor dari 0 sampai 5, dan skor yang lebih tinggi berarti batasan
fungsional yang lebih besar. Dari penjumlahan skor, skor total (LCADLtotal) diperoleh,
dan semakin besar skornya, semakin besar batasan fungsional pasien. Namun, item
dengan skor '' 0 '' (yaitu aktivitas yang dimiliki pasien. tidak pernah dilakukan karena
lebihkan status fungsional mereka. Persentase skor total (LCADL% total) dibuat untuk
menetapkan ukuran yang lebih andal dan sensitif, mengabaikan aktivitas dengan skor ''
0"
Skala BORG merupakan suatu skala ordinal dengan nilai-nilai dari 0 sampai
dengan 10. Skala BORG digunakan untuk mengukur sesak napas selama melaksanakan
memberikan informasi penting kepada dokter. Skala BORG ini disediakan untuk
melaksanakan tugas yang sama. Indikasi nilai pada skala yang digunakan adalah
maka semakin besar nilai BORG yang digunakan.Skala ini dapat dilakukan pada
jantung), juga ada korelasi yang tinggi untuk pengukuran lainnya seperti respirasi yang
meningkat, CO2 produksi, akumulasi laktat dan suhu tubuh, keringat sampai dengan
subyektif, sehingga penilaian yang digunakan oleh seorang tersebut dilakukan secara
menaksir secara wajar baik dari denyut jantung selama kerja fisik.
atau pengembangan dada dengan menggunakan meteran atau pita ukur merupakan
sebuah cara murah dan sederhana yang telah terbukti dapat diandalkan. Pemeriksaan
ekspansi dada merupakan salah satu teknik pemeriksaan pada kondisi gangguan
pernapasan untuk menilai efek dari suatu pengobatan (Vardhan et al., 2017). Mobilitas
dinding dada memiliki hubungan yang sangat erat dengan fungsi pernapasan karena
dinding dada memiliki struktur elastis yang mengikuti dari pergerakan paru-paru
terkait dengan perkembangan penyakit serta efektivitas dari pengobatan yang dilakukan
pasien yang berhubungan dengan mobilitas dada serta masalah pada otot-otot
pernapasannya (Vardhan et al., 2017). Sedangkan menurut Adachi et al., (2015) untuk
mengevaluasi dampak dari rehabilitasi, telah lama diterapkan pada praktik klinis
stressor fisis berupa gelombang energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-
balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. MWD merupakan
22
gelombang elektromagnetik yang diapancarkan secara radiasi sehingga sedikit
terpengaruh oleh sifat dielektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada
benda metal/dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol
melalui perbaikan sirkulasi darah dan metabolism pada daerah maksillaris. Panas akan
kapiler maka oksigen, nutrient antibody dan leukosit akan meningkat. Maka dengan
darah kapiler, perbaikan sirkulasi darah maka akan terjadi penurunan spasme otot
sehingga nyeri berkurang. Selain hal tersebut, panas secara langsung dapat
Adapun tujuan pemberian MWD pada kondisi asma adalah untuk relaksasi otot-
mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki
penderita duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita menghembuskan melalui
a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangikerja
pernafasan.
stress/perubahan posisi mobile segment, spasme dan hambatan gerak, dapat diatasi
kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen meningkat melebihi pada
meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan diafragma ke atas
membuat rongga thoraks semakin mengecil. Rongga thorak yang semakin mengecil ini
udara atmosfer. Kondisi tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru ke
atmosfer. Ekspirasi panjang saat bernafas Pursed Lip Breathing Exercise juga akan
menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan memperlancar udara yang dihirup dan
yaitu otot diafragma, sehingga otot-otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan
ini yang akan berakibat penurunan kerja pernapasannya. Latihan pernafasan ini bertujuan
meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi respirasi dan residu fungsional,
(Vijai, 2008). Pengembangan rongga thorax dan paru saat inspirasi serta otot-otot
pengeluaran CO2 dari rongga thorax kemudian mengurangi kerja bernafas dan
24
peningkatan ventilasi sehingga terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan kinerja alveoli
untuk mengefektifkan pertukaran gas sehingga kadar CO2 dalam arteri berkurang
(Semara, 2012).
kompensasi dengan mengontrol posisi trunk dalam postur statis dan aktivitas
al,2017) Latihan Koreksi Postur adalah latihan mengoreksi otot yang tidak stabil, sikap
yang jelek dan nyeri pada otot yang disebabkan karena perubahan sikap tubuh dengan
mengajarkan postur yang baik kepada seseorang. Penelitian Nurul Afifah ,2017 pada
forward head posture diberikan koreksi postur dan mobilisasi segmental semuanya
selama tekanan pada jaringan menyebabkan fasia meregang dan meningkatkan ROM,
untuk menghilangkan fibrusadhesi antara lapisan fasia dan stretching jaringan lunak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puja Setiawan dengan judul penelitian
terhadap penurunan nyeri myofacial Pain Syndrome otot upper trapezius “ dimana
myofacial release technique dan kinesiotaping berpengaruh pada penurunan nyeri otot
25
upper trapezius namun myofacial release technique memiliki pengaruh yang lebih
besar.
6. Pasif Streching
Pasif stretching adalah metode umum yang digunakan agar jaringan lunak
berjudul “Perbandingan efektivitas Streching aktif dan pasif setelah massage terhadap
penurunan nyeri, peningkatan ROM dan Fungsi gerak pasca cedera lutut” dengan
sampel 42 orang, di dapatkan hasil bahwa aktif dan Pasif Streching setelah massage
dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM namun setelah uji efektifitas
26
DAFTAR PUSTAKA
Bachert C., Patou J., Cauwanberge P.V. The role of sinus disease in asthma. Current
Opinion in Allergy and Clinical Immunology. 2006; 6:29-36.
Algasaff, H., & Mukti, A. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Surabaya: Airlangga
University Press
Guyton, A. C. and Hall, J. E. (2012) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta.
GOLD 2017. (2017). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease : Pocket Guide
To COPD Diagnosis, Management, and Prevention, A Guide for Health Care
Professionals. Gold, 1–33.
Harahap, A. S., Fitriani, I. M., & Nurhidayah, R. (2021). Diaphrgam Breathing Exercise
Berpengaruh Terhadap Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Napas Pada Pasien Ppok.
Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKes Kendal, 11(April), 453– 460.
J., & Permata Sari Tarigan, A. (2018). Pernafasan Pursed Lip Breathing Meningkatkan
SaturasiI Oksigen Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Derajat II (Vol.
1, Issue 2).
Lina, L. F., Wijaya, A. K., & Admaja, R. D. (2019). Efektivitas Relaxed Sitting Dengan
Pursed Lips Breathing Terhadap Penurunan Derajat Sesak Napas Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 4(2). https://doi.org/10.30651/jkm.v4i2.3123
Lutfian, L. (2021). Yoga Pranayama Sebagai Upaya Rehabilitatif Paru Penderita Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (Ppok): Literature Review. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti
Husada: Health Sciences Journal, 12(2), 124–134.
https://doi.org/10.34305/jikbh.v12i2.342
Mendes, L. P. S., Moraes, K. S., Hoffman, M., Vieira, D. S. R., Ribeiro-Samora, G. A.,
Lage, S. M., Britto, R. R., & Parreira, V. F. (2019). Effects of diaphragmatic breathing
with and without pursed-lips breathing in subjects with COPD. Respiratory Care,
64(2), 136–144. https://doi.org/10.4187/respcare.06319
Pahlawi, R., Pratama, aditya denny, & Ramadhani, atika rezky. (2019). Penggunaan Pursed
Lip Breathing Dan Diaphragmatic Breathing Pada Kasus Bronkiektasis Et Causa Post.
Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 2(1), 44–50.
Qamila, B., Ulfah Azhar, M., Risnah, R., & Irwan, M. (2019). Efektivitas Teknik Pursed
Lipsbreathing Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok): Study Systematic
Review. Jurnal Kesehatan, 12(2), 137.
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v12i2.10180
Barrios RJ, Kheradmand F, Batts L, Cory DB. Asthma pathology and pathophysiology.
Arch Pathol Lab Med. 2006; 130 (4) : 447-450
Bateman ED, Hurd SS, Barnes PJ, et al. Global strategy for asthma management and
prevention: GINA executive summary. Eur Respir J 2008;31:143–78. 4
27