Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN MORNING REPORT

STASE FISIOTERAPI PULMONAL

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN, ET


CAUSE BRONCHITIS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
(BBKPM) MAKASSAR

APRIANI
PO.71.5.241.23.1.006

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
TAHUN 2024
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Morning Report

Stase Fisioterapi Pulmonal

APRIANI

PO.71.5.241.23.1.006

Dengan Judul :

“Manajemen Fisioterapi Pada Gangguan Saluran Pernapasan,Et Cause Bronchitis Di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar”

Tanggal 4-23 Maret Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Telah Disetujui Oleh

Clinical Educator

Makassar, 13 Maret 2024

Clinical Educator

Alfi Sahar., S.St.Ft., Ftr


NIP. 197808 1100604 2 002
BAB I

PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI

A. DATA MEDIS

No. Rekam medis : 101698

Kondisi : Bronkhitis

B. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nabila

Usia : 21 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Telkomas

C. HISTORY TAKING

Keluhan utama : sesak napas

Faktor penyebab : ketika pasien batuk

Faktor yang memperberat : ketika pasien kedinginan

Faktor yang memperingan : Saat beristirahat

Riwayat perjalan penyakit : pasien pertama kali datang ke BBKPM sekitar kurang lebih 6

bulan yang lalu, pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak

napas, keluhan batuk yang dialami pasien sudah berkurang tetapi

sesak masih dirasakan pasien hingga sekarang. Sesaknya

biasanya muncul ketika pasien batuk.

1
D. INSPEKSI/OBSERVASI

1. Statis

a. Kesadaran : Composmentis

b. Keadaan fisik

1) Anterior : Normal

2) Lateral : forward head

3) Posterior : tidak nampak kelainan

c. Warna kulit : Normal

d. Pola nafas : Normal

2. Dinamis

Saat berjalan masuk ke poli fisioterapi keadaan pasien nampak normal.

E. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

1. TD :120/70 mmHg

2. Pernapasan : 18 / menit

3. Denyut nadi : 111 / menit

4. Suhu : 36O C

5. SpO2 : 98%

F. PEMERIKSAAN/PENGUKURAN KARDIOVASKULAR PULMO

1. Palpasi

a. Tujuan : mendeteksi adanya nyeri dan spasme otot-otot pernapasan

b. Prosedur :

1) Fisioterapis menekan dinding dada anterior kanan dan kiri kemudian

menanyakan apakah ada nyeri yang dirasakan oleh pasien

2
2) Fisioterapis mempalpasi otot m. Pectoralis major et minor, SCM dan m.upper

trapezius untuk mendeteksi adanya spasme ataupun nyeri tekan.

c. Hasil: tenderness dan spasme pada m. upper trapezius

2. Pengukuran Nyeri dengan Visual Analog Scale

Pengukuran nyeri dilakukan berdasarkan pemeriksaan palpasi, yaituditemukann

adanya spasme pada m. upper trapezius

a. Nyeri diam : 0 (tidak ada nyeri)

b. Nyeri gerak : 4 (nyeri sedang)

c. Nyeri tekan : 7 (nyeri berat terkontrol)

3. Derajat skala Spasme Otot

Berdasarkan pemeriksaan palpasi ditemukan adanya tenderness di area

m. upper trapezius yang disebabkan oleh adanya spasme pada area tersebut,untuk itu

dilakukan pengukuran derajat keparahan spasme otot.

Level Interpetasi
1 Ringan
2 Sedang
3 Berat

4. Perkusi

a. Tujuan : mendeteksi bunyi / getaran gelombang suara

b. Prosedur : fisioterapi mengentokkan jari dengan mengunakan 1 atau 2ujung jari

di antara intercosta pasien

c. Hasil : normal

d. Interpretasi hasil : tidak adanya penumpukan cairan pada paru pasien

3
5. Auskultasi

a. Tujuan : mendeteksi bunyi pola suara napas

b. Prosedur : memakai stetoskop, tempatkan stetoskop langsung, di atas kulit anterior

dan posterior langsung di atas kulit anterior dan posterior dinding dada pasien.

c. Hasil : terdengar bunyi wheezing pada posterior paru kanan dan ronchi pada

mildzon paru kiri.

Regio Kiri Kanan


Ves Ronchi Whes Ves Ronchi Whes
Apical  
Mild zon   
Low zon  
Posterior   

d. Interpretasi hasil : indikasi adanya penyempitan saluran pernapasan

6. Pemeriksaan Fremitus Taktil

1. Tujuan : mendeteksi kepadatan jaringan paru dan rongga dada

2. Prosedur : Fisioterapis meletakkan kedua telapak tangannya di posterior thorax

kemudian instruksikan pasien untuk mengucapkan “sembilan puluh sembilan”,

rasakan apa kah ada perbedaan fibrasi penghantaran suara ke dinding dada,

selanjutnya lakukan hal yang sama pada thorax anterior pasien

4
3. Hasil : terdapat perbedaan penghantaran suara ke dinding dada, dimana

fibrasi sisi kiri chest/thorax pasien lebih terasa.

7. Pemeriksaan Mobilitas Thorax

a. Tujuan : mendeteksi pengembangan/mobilitas sangkar thorax

b. Prosedur :

1) Upper : Pasien berdiri dengan meteran berada sejajar dengan clavicula

pasien, anjurkan pasien menarik napas dan hembuskan.

2) Middle : Posisi pasien berdiri, meteran berada sejajar dengan papilla

mamae, anjurkan pasien untuk menarik napas dan hembuskan.

3) Lower : Posisi pasien duduk, meteran berada sejajar pada processus

xhypoideus anjurkan pasien untuk menarik napas dan hembuskan.

c. Hasil :

Selisih
TitikUkur Inspirasi Awal Ekspirasi
Inspirasi Ekspirasi

Axilla 91 88 88 3 3

P. Mamae 89 87 87 2 2

Xypoid 77 74 74 3

d. Interpretasi : normal

8. Pemeriksaan Volume Paru

5
a. Tujuan : Untuk mendeteksi gangguan penurunan volume paru

b. Prosedur : Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan spirometri

c. Hasil:

Best Pred %Pred


FVC 3,09 3,54 87,24
FEV1 1,93 3,10 62,32
FEV1/FVC 62,52 85,00 73,55

d. Interpretasi hasil: obstructive abnormality : moderate

9. Pengukuran Derajat Sesak Napas (Skala BORG)

BORG SCALE
SKALA KETERANGAN
0 Tidak ada sesak
0,5 Sesak napas sangat sangat ringan
1 Sesak napas sangat ringan
2 Sesak napas ringan
3 Sesak napas sedang
4 Sesak napas cukup berat
5 Sesak napas berat
6
7 Sesak napas
8
9 Sesak napas sangat sangat berat
10 Sesak napas maksimal

Hasil 2

Interpretasi hasil : Sesak napas ringan

10. Muscle Length Test

a. Musculus Pectoralis Mayor

Interpretasi : Pasien mampu mengangkat kedua tangan sampai full ROM dan

dapat menyentuh bed.

6
b. Musculus Pectoralis Minor

Interpretasi : Pasien mampu menggerakkan bahu menyentuh bed.

c. Musculus Upper Trapezius

Interpretasi : ROM terbatas dan ada nyeri

d. Musculus Sternocledomastoideus

Interpretasi : Dapat dilakukan dengan full ROM tanpa adanya nyeri.

11. London Chest ADL

Nama :Ny. N

Tanggal Lahir :31/07/2002

Apakah kamu tinggal sendiri: Ya Tidak

Tolong beritahu kami sesak yang Anda rasakan beberapa hari ini saat

melakukan aktivitas berikut :

Skor
No. Kegiatan
0 1 2 3 4 5
1. Perawatan Diri
Mengeringkan 
Memakai Baju 
Memakai Sepatu 
Keramas 
2. Tempat tinggal
Merapikan tempat tidur 
Mengganti Seprei 
Membersihkan jendela 
Membersihkan debu 
Mencuci 
Menyedot debu 
3. Fisik
Naik tangga 
Membungkuk 

7
4. Waktu Luang
Berjalan dirumah 
Bersosialisasi dengan Masyarakat 
Berbicara/Mengobrol 

Interpretasi hasil: 0 : Tidak akan melakukannya, 1 : Tidak terengan engah, 2

: Agak sesak, 3 : Sangat sesak, 4 : Tidak bisa melakukan lagi dan 5 : Oranglain

melakukannya untuk saya.

12. Pemeriksaan Toleransi Aktivitas

Tujuan : Untuk megukur toleransi aktivitas pasien

Teknik : Sebelum pasien melakukan tes, lakukan pemeriksaan vital sign, kemudian

diminta untuk berjalan 25 meter bolak-balik (1 track) selama 6 menit dan berikan

instruksi sesuai prosedur pelaksanaan test. Beri informasi kepada pasien mengenai waktu

yang sudah berjalan. Adapun syarat untuk melakukan tes ini yaitu SaO2 tidak kurang

dari 95% dan hasil dari pemeriksaan nyeri dada dan selama pasien tidak merasa sesak

nafas berat.

Hasil : pasien mampu berjalan selama 4 menit dengan jarak 176 meter, SaO2 setelah

pemeriksaan : 98, HR: 103 bpm

13. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

a) Tanggal pemeriksaan : 06 Desember 2023


8
b) Hasil radiologi

- Bronchitis

- Cor : bentuk, ukuran dan letak baik

- Sinus dan diafragma baik

- Tulang tulang intak

G. DIAGNOSA (ICF-ICD)

Diagnosa fisioterapi berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan, yaitu:

“ Gangguan saluran pernapasan et cause bronchitis”

H. PROBLEMATIK FISIOTERAPI

Pemeriksaan
No Komponen ICF Kode ICF /pengukuran
yang
membuktikan
Impairment
a. Body structure
s 7108, Structure of
1. Forwar Head posture head and neck region, Inspeksi statis
other specified
Spasme m. upper trapezius s 7601, Muscles of trunk Palpasi

Thigtness m. upper s 43038, Muscles of Muscle length test


Trapezius respiration
Akumulasi sekresi s 430 structure respiratory Auskultasi
system
b. Body function
b440.2, function of the
Sesak napas ringan Borg scale
respiratory system

Activity Limitation
2. Penurunan toleransi aktifitas d450.1 walking long History taking
Berjalan distances dan LONDON
Participation restriction
3
Gangguan melakukan aktivitas d230 carrying out History taking,
dikampus daily routine LCDAL

9
BAB II

INTERVENSI FISIOTERAPIS

A. RENCANA INTERVENSI

1. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikan kemampuan fungsional saluran pernapasan semaksimaldan

toleransi aktivitas .

2. Tujuan Jangka Pendek

1) Mengatasi sesak napas,

2) Memperbaiki posture

3) Mengatasi spasme dan thigtness m. upper trapezius

B. STRATEGI INTERVENSI FISIOTERAPI

No Komponen ICF Tujuan Intervensi Jenis Inrevensi


Impairment
a. Body structure
Forward Head posture Memperbaiki posture Koreksi postur
MWD dan Muscle
Spasme m. upper trapezius Menurunkan spasme
release
Mengembalikan panjang MWD dan stretching
Thigtness m. upper trapezius
otot
Akumulasi sekresi Untuk membersihkan jalan Postural drainage+
1. napas tappotemen dan
latihan batuk efektif
b. Body function
MWD dan breathing
Sesak napas ringan Mengatasi sesak napas
exercise

Activity Limitation
2. Penurunan toleransi aktifitas Meningkatkan toleransi Latihan jalan 6 menit
Berjalan aktifitas (home program)
Participation Restriction
3
Gangguan melakukan Untuk memeperbaiki Latihan aktif anggota
aktivitas dikampus ADL gerak atas (chest
mobilisasi exercise)
dan anggota gerak
bawah (berjalan)
sebagai home
perogram

10
C. PROSEDUR PELAKSANAAN INTERVENSI

1. Microwave Diathermy (MWD)

a. Posisi pasien : supine lying

b. Posisi fisioterapis : di samping bed

c. Prosedur : fisioterapis mengatur posisi kondensor sekitar 10-15 cm pada bagian

lower posterior dekstra dada dengan arus continues, intensitas 45 mA, selama 10

menit dengan frekuensi 1 kali per kunjungan

2. Breathing Exercises

a. Daifragmatic Breathing Exercise

1) Posisi pasien : half lying

2) Posisi fisioterapis: di samping bed

3) Teknik pelaksanaan : fisioterapis menginstruksikan pasien untuk meletakkan

satu tangan di atas dada dan tangan yang satunya di atas rektus abdominis.

Pasien kemudian diarahkan untuk melakukan pernapasan perut dengan inspirasi

yang dalam hingga melalui hidung tangan yang berada di atas perut terangkat.

Setelah itu pasien menghembuskan napas secara perlahan dan terkontrol.

Pernapasan ini dilakukan 2x8 hitungan sebanyak dua set dengan istirahat 1

menit. Lalu menghembuskan napas melalui mulut seperti meniup lilin. Ulangi

3-4 kali.

b. Pursed Lip-Breathing

1) Posisi pasien : half lying

2) Posisi fisioterapis: di samping bed

3) Teknik pelaksanaan : Fisioterapis meminta pasien untuk menarik napas

11
melalui hidung secara perlahan, Lalu menghembuskan napas melalui mulut

seperti meniup lilin. Ulangi 2x8 hitungan sebanyak 2 set dengan istirahat 1

menit.

c. Segmental Breathing

1) Posisi pasien : half lying

2) Posisi fisioterapis : di samping bed

3) Teknik pelaksanaan : fisioterapis meletakkan satu atau dua telapak tangan

dengan saling menekan di bawah klafikula kanan untuk memberikan tahanan

saat pasien melakukan inspirasi. Instruksikan pasien melakukan inspirasi sambil

mendorong telapak tangan fisioterapis. Pada saat akhir ekspirasi, fisioterapis

memberikan tekanan dan getaran ringan pada dinding dada. Dilakukan 2x8

hitungan sebanyak 2 set dengan 1 menin istirahat di antaranya

3. Postural Drainage + Tapotement

Tujuan : untuk mengalirkan sputum dan melepaskan perlengketan sputum pada lobus paru

mildzon sinistra dan posterior dextra.

a. Posisi pasien supine lying dengan kaki di tinggikan sekitar 45 derajat, kemudian pasien

disuruh miring ke kiri dengan memeluk bantal. Passtikan posisi pasien comfortable dan

pasien mempertahankan posisi tersebut selama 15-20 menit.

b. Posisi fisioterapis : disamping pasien

c. Prosedur : lakukan teknik tapotement di segmen mildzone sinistra dan posterior dextra

kemudian minta pasien untuk tarik nafas yang dalam lalu batuk keras.

12
4. Koreksi Postur

a. Posisi pasien : supine lying

b. Posisi fisioterapis berada di ujung kepala bed, letakkan handuk kecil pada dasar

oksiput dan cervical pasien

c. Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan dagunya ke arah bawah (fleksi upper)

sambil menekan handuk, tahan selama 10 detik kemudian istirahat 5 detik dan

ulangi sebanyak 2 set.

5. Myofascial Release

a. Posisi pasien : duduk di kursi

b. Posisi fisioterapis: berada di belakang pasien

c. Fisioterapi mencari trigger point pada m. upper trapezius pasien, lalu instruksikan

pasien untuk lateral fleksi kemudian release m. upper trapezius dengan

menggunakan thumb selama 30 detik dan diulangi sebanyak 2 set

6. Stretching

a. Posisi pasien: duduk di kursi

b. Posisi fisioterapis: berada di belakang pasien

c. Fisioterapi menggerakkan leher pasien ke arah lateral fleksi dengan tangan kirinya

dan tangan kanan menggerakkan shoulder pasien ke arah depresi, tahan selama 8

hitungan dan ulangi sebanyak 5 kali

13
D. EDUKASI DAN HOME PROGRAM

1. Edukasi

Pasien diedukasi untuk tetap melakukan latihan-latihan secara

mandiri namun tidak melewati batas kemampuannya. Jika terjadi

keluhan sesak napas saat berktifitas, pasien dianjurkan untuk istirahat

dan menggunakan masker saat melakukan aktifitas di luar rumah.

2. Home Program

Latihan –latihan yang diberikan oleh fisioterapis seperti

breathing exercise, latihan jalan, dan latihan aktif mobilitas thorax tetap

dilakukan pada batas toleransi pasien.

E. EVALUASI SESAAT

Evaluasi
F.
Problematik
N Intervensi
Pre Intervensi Post Intervensi
o Fisioterapi
.
Nyeri tenderness Nilai VAS: Nilai VAS:
MWD, Stretching,
1 pada m.upper Nyeri tekan : 7 Nyeri tekan : 3
dan
Trapezius Nyeri gerak : 4 Nyeri gerak : 2
Myofascial relaese
Forward Head Tampak Masih tampak
Koreksi postur
2 posture Forward Head forward head
Posture posture
Sesak napas Skala borg 2 Skala borg 1
Breathing Exercise
3 ringan

Spasme upper Pain spasme Pain spasme


MWD, Myofascial
4 trapezius Frequency Frequency
Release
Scale 3 Scale 2
Penurunan Score LCDAL Score LCDAL
latihan jalan 6
5 toleransi : 16 : 16
menit (home
aktivitas program)
berjalan
Thigtness m. upper ROM terbatas ROM terbatas
MWD dan
6 trapezius stretching

7 Akumulasi sekresi Sulit sputum dapat


Postural drainage,
mengeluarkan keluar
tapotement, dan
sputum
latihan batuk
efektif

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi

1. Anamnesis

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien

melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah

mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam pemeriksaan klinis selanjutnya,

karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan kea rah

diagbosis yang tepat. Secara umum sekitar 60-70 % kemungkinan diagnosis yang benar

dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.

Satu tujuan penting dari anamnesis adalah membangun hubungan pasien- terapis

yang baik.Pasien harus diizinkan untuk menjelaskan riwayat dengan kata-katanya

sendiri dan dengan kecepatan yang nyaman. Jika terapis tampak terburu-buru,

terganggu, sibuk, jengkel, atau tidak peduli; sering terputus; atau gagal menjadi

pendengar yang penuh perhatian, hubungan pasien-terapis kemungkinan besar akan

rusak.

2. History Taking

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien

melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah

mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam pemeriksaan klinis selanjutnya,

karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan kearah

diagnosis yang tepat.Secaraumumsekitar 60-70

15
% kemungkinan diagnosis yang benardapatditegakkanhanyadengan anamnesisyang

benar.

3. Inspeksi/observasi

Inspeksi dada anterior juga dilakukan saat istirahat (statis) dan saat respirasi

(dinamis).

a. Inspeksi dada anterior dalam keadaan istirahat/statis

Bentuk dada normal apabila didapatkan diameter lateral (samping) lebih besar

daripada diameter anteroposterior (depan belakang). Kelainan bentuk dinding dada

dapat berupa :

- Pektus karinatus (pigeon breast) : dada berbentuk dada burung dengan

penonjolan sternum ke depan, dengan penyempitan rongga toraks. Sering

terjadi pada sindroma Marfan.

- Pektus ekskavatus (funnel breast) : dada berbentuk cerobong, kebalikan dari

pektus karinatus, dimana bagian bawah sternum dan iga tertarik mendekati

vertebra. Dapat disebabkan karena pekerjaan (misalnya tukang sepatu),

pemakaian kemben atau pada sindrom Marfan.

- Barrel chest : dada berbentuk tong, biasanya karena emfisema pulmonum atau

karena kifosis senilis (perubahan rangka yang menyertai proses penuaan).

Perlu diketahui bahwa bentuk dada ini normal pada anak – anak.

- Voussure cardiaque :penonjolan bagian depan hemitoraks kiri. Keadaan ini

hampir selalu terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam

rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada

masa pertumbuhan.

16
b. Inspeksi dada dalam keadaan dinamis/saat respirasiPada

saat respirasi kita menilai :

- Asimetri gerakan dada/ keterlambatan gerak salah satu sisi dada.

- Retraksi dinding dada : di dada anterior, retraksi sering terjadi di

supraklavikula dan suprasternal.

- Pada inspeksi dada saat respirasi, perlu juga dinilai frekuensi, irama,

kedalaman dan usaha pasien untuk bernapas.

- Dinilai juga adanya pola respirasi abnormal, misalnya takhipnea,

hiperpnea, orthopnea, Cheyne-Stokes, Kusmaull dan lain-lain.

4. Pemeriksaan Vital Sign

Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang

digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada

pasien yang secara medis tidak stabil atau memiliki faktor-faktor resiko komplikasi

kardiopulmonal dan untuk menilai respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna

untuk menentukan dosis yang adekuat bagi tindakan fisioterapi, khususnya exercise.

Vital sign terdiri atas tekanan darah, denyut nadi,frekuensi napas, dan suhu tubuh

5. Palpasi

Dengan pemeriksaan palpasi dada kita menilai adanya kelainan/lesi pada kulit,

massa, nyeri tekan local,spasme, kemungkinan adanya fraktur, serta taktil

fremitus.Fremitus taktil adalah getaran yang dihantarkan melalui bronchopulmonary tree

ke dinding dada saat pasien berbicara, yang terasa pada palpasi. Cara pemeriksaan

adalah sebagai berikut :

a. Untuk membandingkan fremitus kedua sisi dada, pergunakan telapak tangandi

bagian basal jari-jari atau permukaan ulnar dari telapak tangan.

b. Mintalah pasien mengulang-ulang kata : ”sembilan puluh sembilan” atau ”dua

puluh dua”. Jika belum jelas, mintalah pasien untuk bersuara lebih keras ataulebih

dalam.

c. Bandingkan fremitus taktil di lapangan paru kanan dan kiri di sebelahposterior 17


dada pada beberapa lokasi.

d. Identifikasi lokasi di mana fremitus meningkat, menurun atau menghilang.

Fremitus lebih jelas di daerah interskapula dibandingkan di lapangan paru

bagian bawah.Paru kanan lebih jelas dibandingkan paru kiri. Fremitus umumnya

menurun atau menghilang di atas prekordium dan di bawah diafragma.

6. Auskultasi

Auskultasi paru merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk menilai

aliran udara melalui tracheobronchial tree. Membandingkan auskultasi daerah yang

simetris adalah salah satu cara yang baik pada auskultasi. Hal-hal yang harus

diperhatikan pola suara napas berdasarkan intensitas, nada dan durasinya selama fase

inspirasi dan ekspirasi.

Dengarkan menggunakan stetoskop.Pasien diminta untuk bernapas

dalam.Auskultasi dilakukan dengan pola seperti perkusi supaya dapat membandingkan

area secara simetris.Dengarkan minimal satu siklus inspirasi dan ekspirasi di satu titik

auskultasi.Bila suara yang terdengar kurang jelas, minta pasien untuk bernapas lebih

dalam. Dengarkan intensitas, nada dan durasinya selama inspirasi dan ekspirasi;

perhatikan apakah suara napas terdistribusi di seluruh lapang paru ataukah terdengar di

lokasi yang jauh dari lokasi normalnya.

Suara bronkovesikuler mungkin dapat terdengar di atas saluran napas

besar khususnya pada sisi kanan.Bila suara bronkial atau bronkovesikuler terdengar di

lokasi yang jauh dari lokasi normalnya, kemungkinan terjadi penggantian jaringan paru

yang berisi udara dengan cairan atau jaringan padat.Intensitas suara napas biasanya lebih

keras di lapang paru posterior bawah.

7. Pemeriksaan Ventilasi Paru

Ventilasi dipengaruhi oleh saluran napas, paru dan dinding dada. Dua bagian

terakhir mengatur besarnya volume dan aliran udara pada saat istirahat dan ketika

beraktivitas, seperti: kegiatan fisik, bersuara, batuk, tertawa, perubahan posisi tubuh, dan

lain-lain. Pada penyakit kardiopulmoner, volume paru


18
a. Volume Statik

Volume statik terdiri dari : Volume Tidal (TV/ Tidal Volume), Volume Cadangan

Inspirasi (IRV/ Inspiratory Residual Volume), Volume Cadangan Ekspirasi

(ERV/Expiratory Residual Volume), Volume Residu (RV/ Residual Volume),

Kapasitas Paru Total (TLC/Total Lung Capacity), Kapasitas Vital (VC/Vital

Capacity), Kapasitas Inspirasi (IC/ Inspiratory Capacity), Kapasitas Residu

Fungsional (FRC/Functional Residual Volume).

b. Volume Dinamis

- Kapasitas Vital Paksa/Force Vital Capacity (FVC)


- Pengukuran diperoleh dari ekspirasi dilakukan secepat dan sekuat

mungkin.

- Kapasitas Vital Lambat/ Slow Vital Capacity (SVC)

- Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan secara

perlahan setelah atau sebelum inspirasi maksimal.

- Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/ Force Expiration Volume

(FEV1)

- Jumlah udara yang dikeluarkan sebanyak- banyaknya dalam 1 detik pertama

pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal (volume udara yang

dapat diekspirasi dalam waktu standar selama pengukuran kapasitas vital

paksa).

- Maximal Voluntary Ventilation (MVV)

- Jumlah udara yang bisa dikeluarkan sebanyak- banyaknya dalam 2 menit

dengan bernapas cepat dan dalam secara maksimal.

- Indikasi spirometri dibagi dalam 4 manfaat, yaitu:

Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut dan relatif.

Kontraindikasi absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial, space occupying

lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam

kontraindikasi relatif antara lain: hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya,


19
pneumotoraks, angina pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia
umbilikalis, Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-

lain.

Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV 1 dan FVC pasien

berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat

menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil

FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya

dibandingkan dengannilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk

mendapatkan persentase nilai

a. Fungsi normal paru

Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1>80% dan FVC >80%.

b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD)

Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran napas

dan gangguan aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi kerjapernapasan dalam

mengatasi resistensi nonelastik danakan bermanifestasi pada penurunan volume

dinamik. Kelainan ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu

berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat

tidak berkurang. Pada orang sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV1:FVC,

namun nilai FEV1 dan FVC

tetap normal.

c. Restrictive Ventilatory Defects (RVD)

Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam

pengembangan paru dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi

resistensi elastik. Manifestasi spirometrikyang biasanyatimbul

akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume statik. RVD menunjukkan

reduksi patologik pada TLC (<80%).

8. London Chest ADL

Pada penderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gangguan status

fungsional berkaitan dengan peningkatan risiko eksaserbasi, rawat inap dan kematian.
20
Peningkatan status fungsional merupakan salah satu tujuan utama Program Rehabilitasi

Paru (PRP) dan, oleh karena itu, evaluasinya sangat penting. Direkomendasikan untuk

memilih instrumen dengan sifat pengukuran yang baik dan yang memiliki kriteria

interpretabilitas, sebagai titik potong yang membedakan pasien dengan hasil yang lebih

baik atau lebih buruk. Penerapan yang mudah dan biaya rendah adalah fitur penting

yang harus dipertimbangkan ketika memilih instrumen untuk digunakan dalam praktik

klinis, yang dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan timbangan.

Skala London Chest Activity of Daily Living (LCADL) valid dan dapat

diandalkan untuk menilai keterbatasan fungsional pada pasien PPOK akibat dispnea,

serta responsif. Skala memiliki empat domain yang didistribusikan menjadi 15 item

dengan setiap item diberi skor dari 0 sampai 5, dan skor yang lebih tinggi berarti batasan

fungsional yang lebih besar. Dari penjumlahan skor, skor total (LCADLtotal) diperoleh,

dan semakin besar skornya, semakin besar batasan fungsional pasien. Namun, item

dengan skor '' 0 '' (yaitu aktivitas yang dimiliki pasien. tidak pernah dilakukan karena

mereka tidak pernah melakukan

aktivitas atau menganggapnya tidak relevan) dapat mengurangi LCADLtotal, melebih-

lebihkan status fungsional mereka. Persentase skor total (LCADL% total) dibuat untuk

menetapkan ukuran yang lebih andal dan sensitif, mengabaikan aktivitas dengan skor ''

0"

9. Pengukuran Skala Sesak Nafas menggunakan Skala Borg

Skala BORG merupakan suatu skala ordinal dengan nilai-nilai dari 0 sampai

dengan 10. Skala BORG digunakan untuk mengukur sesak napas selama melaksanakan

kegiatan/pekerjaan. Pemantauan sesak napas dapat membantu dalam menyesuaikan

aktivitas dengan mempercepat atau memperlambat gerakan.Hal ini juga dapat

memberikan informasi penting kepada dokter. Skala BORG ini disediakan untuk

menstandarisasikan suatu perbandingan- perbandingan antar individu dalam

melaksanakan tugas yang sama. Indikasi nilai pada skala yang digunakan adalah

besarnya perasaan kelelahan, kesakitan, ataupun kadar berkurangnya kemampuan tubuh


21
dalam melakukan pekerjaanya. Semakin besar perasaan sakit yang dirasakan pada otot

maka semakin besar nilai BORG yang digunakan.Skala ini dapat dilakukan pada

pengukuran-pengukuran fisiologis seperti intensitas latihan meningkat (laju deyut

jantung), juga ada korelasi yang tinggi untuk pengukuran lainnya seperti respirasi yang

meningkat, CO2 produksi, akumulasi laktat dan suhu tubuh, keringat sampai dengan

kelelahan otot.Skala ini memiliki keterbatasan yaitu pengukuran dilakukan secara

subyektif, sehingga penilaian yang digunakan oleh seorang tersebut dilakukan secara

menaksir secara wajar baik dari denyut jantung selama kerja fisik.

10. Pengukuran Mobilitas Sangkar Thoraks menggunakan Meteran


Menurut Adedoyin et al., (2012) dan Adachi et al., (2015), mengukur ekspansi

atau pengembangan dada dengan menggunakan meteran atau pita ukur merupakan

sebuah cara murah dan sederhana yang telah terbukti dapat diandalkan. Pemeriksaan

ekspansi dada merupakan salah satu teknik pemeriksaan pada kondisi gangguan

pernapasan untuk menilai efek dari suatu pengobatan (Vardhan et al., 2017). Mobilitas

dinding dada memiliki hubungan yang sangat erat dengan fungsi pernapasan karena

dinding dada memiliki struktur elastis yang mengikuti dari pergerakan paru-paru

(Adachi et al., 2015).

Pengukuran ekspansi dada digunakan untuk mengetahui kondisi pasien

terkait dengan perkembangan penyakit serta efektivitas dari pengobatan yang dilakukan

pasien yang berhubungan dengan mobilitas dada serta masalah pada otot-otot

pernapasannya (Vardhan et al., 2017). Sedangkan menurut Adachi et al., (2015) untuk

mengevaluasi dampak dari rehabilitasi, telah lama diterapkan pada praktik klinis

pengukuran menggunakan pita ukur terhadap mobilitas pada dinding dada.

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi

1. Micro Wave Diatermy (MWD)

Micro Wave Diatermy (MWD) merupakan suatu pengobatan menggunakan

stressor fisis berupa gelombang energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-

balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. MWD merupakan
22
gelombang elektromagnetik yang diapancarkan secara radiasi sehingga sedikit
terpengaruh oleh sifat dielektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada

benda metal/dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol

yang menonjol meskipun akan cepat terasa panas.

Pengurangan nyeri oleh penerapan MWD diperoleh dari efek panas

melalui perbaikan sirkulasi darah dan metabolism pada daerah maksillaris. Panas akan

meningkatkan temperature jaringan sekitar. Dengan peningkatan aliran darah dan

kapiler maka oksigen, nutrient antibody dan leukosit akan meningkat. Maka dengan

peningkatan temperature peningkatan metabolisme jaringan, peningkatan aliran

darah kapiler, perbaikan sirkulasi darah maka akan terjadi penurunan spasme otot

sehingga nyeri berkurang. Selain hal tersebut, panas secara langsung dapat

memperbaiki fleksibilitas jaringa ikat, akibat dari menurunnya

viskositas jaringan sehingga stimulus nyeri berkurang.

Adapun tujuan pemberian MWD pada kondisi asma adalah untuk relaksasi otot-

otot pernapasan dan memperlancar sirkulasi, meningkatkan vasomotor sehingga

meningkatkan vasodilatasi serta mengurangi nyeri.

2. Purshed Lip Breathing

Pursed Lip breathing exercise merupakan latihan yang bertujuan untuk

mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki

ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja

pernafasan, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih

efektif dan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2008).

Pursed Lip Breathing exercise merupakan latihan pernafasan dengan cara

penderita duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita menghembuskan melalui

mulut hampir tertutup seperti bersiul secara perlahan (Smeltzer , 2008).

Tujuan dari pursed lip breathing adalah:

a. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangikerja

pernafasan.

b. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan


23
ansietas.

c. Frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap, serta

mengurangi kerja bernafas (Smeltzer, 2008).

Teori“bend finger syndrome” adanya kekuatan yang cukup untuk menimbulkan

stress/perubahan posisi mobile segment, spasme dan hambatan gerak, dapat diatasi

apabila stress/ perubahan posisi mobile segment dapat dihilangkan.

Inspirasi dalam dan ekspirasi panjang tentunya akan meningkatkan kekuatan

kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen meningkat melebihi pada

saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen yang

meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan diafragma ke atas

membuat rongga thoraks semakin mengecil. Rongga thorak yang semakin mengecil ini

menyebabkan tekanan intra alveolus semakin meningkat sehingga melebihi tekanan

udara atmosfer. Kondisi tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru ke

atmosfer. Ekspirasi panjang saat bernafas Pursed Lip Breathing Exercise juga akan

menyebabkan obstruksi jalan nafas dihilangkan sehingga resistensi pernafasan

menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan memperlancar udara yang dihirup dan

dihembuskan sehingga akan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2008).

3. Diapragmatic Breathing Exercise

Diaphragmatic Breathing Exercise merupakan teknik pernafasan yang dilakukan

dengan mengkontraksikan otot diafragma. Latihan diaphragmatic breathing bertujuan

mengembangkan pernapasan abdominal, mengkontraksikan otot-otot pernapasan utama

yaitu otot diafragma, sehingga otot-otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan

ini yang akan berakibat penurunan kerja pernapasannya. Latihan pernafasan ini bertujuan

meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi respirasi dan residu fungsional,

memperbaiki ventilasi dan memobilisasi sekresi mukus pada saatdrainase postural

(Vijai, 2008). Pengembangan rongga thorax dan paru saat inspirasi serta otot-otot

ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif sehingga mempermudah

pengeluaran CO2 dari rongga thorax kemudian mengurangi kerja bernafas dan
24
peningkatan ventilasi sehingga terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan kinerja alveoli

untuk mengefektifkan pertukaran gas sehingga kadar CO2 dalam arteri berkurang

(Semara, 2012).

4. Core Stability dan Koreksi Postur

Core stabilization Exercise merupakan latihan yang sering digunalkan untuk

memperbaiki postur tubuh. Core Stabilization Exercise bertujuan untuk

meningkatkatkan postur tubuh, melatih keseimbangan dan mencegah gerakan

kompensasi dengan mengontrol posisi trunk dalam postur statis dan aktivitas

fungsional. Core stabilization exercise melibatkan deep trunk muscle untuk

meningkatkan stabilitas postural dan menurunkan asimetris postural. ( Gur et

al,2017) Latihan Koreksi Postur adalah latihan mengoreksi otot yang tidak stabil, sikap

yang jelek dan nyeri pada otot yang disebabkan karena perubahan sikap tubuh dengan

mengajarkan postur yang baik kepada seseorang. Penelitian Nurul Afifah ,2017 pada

forward head posture diberikan koreksi postur dan mobilisasi segmental semuanya

berpengaruh memperbaiki posturnya.

5. Myofacial Release Technique

Myofascial release technique (MRT) adalah terapi manual dengan

mengombinasikan tekanan dan peregangan secara ringan atau memanjangkan struktur

facia (myofacial) dan otot yang mengalami perlengketan.

Menurut (Patel, 2016) menyebutkan efek dari myofascial release technique

selama tekanan pada jaringan menyebabkan fasia meregang dan meningkatkan ROM,

meningkatkan suhu dan mungkin meningkatkan cairan keadaan ini memungkinkan

untuk menghilangkan fibrusadhesi antara lapisan fasia dan stretching jaringan lunak.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puja Setiawan dengan judul penelitian

“Perbedaan Pengaruh Pemberian Myofacial release technique dan kinesiotaping

terhadap penurunan nyeri myofacial Pain Syndrome otot upper trapezius “ dimana

myofacial release technique dan kinesiotaping berpengaruh pada penurunan nyeri otot

25
upper trapezius namun myofacial release technique memiliki pengaruh yang lebih
besar.

6. Pasif Streching

Pasif stretching adalah metode umum yang digunakan agar jaringan lunak

memanjang melewati titik resistensi jaringan dan dilakukan peregangan berkelanjutan

selama periode tertentu ( Kisner,2016). Penelitian Arif Kurniawan, 2023 yang

berjudul “Perbandingan efektivitas Streching aktif dan pasif setelah massage terhadap

penurunan nyeri, peningkatan ROM dan Fungsi gerak pasca cedera lutut” dengan

sampel 42 orang, di dapatkan hasil bahwa aktif dan Pasif Streching setelah massage

dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM namun setelah uji efektifitas

menunjukkan bahwaStretching Pasif lebih efektif daripada stretching aktif.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bachert C., Patou J., Cauwanberge P.V. The role of sinus disease in asthma. Current
Opinion in Allergy and Clinical Immunology. 2006; 6:29-36.
Algasaff, H., & Mukti, A. (2015). Anatomi dan Fisiologi paru. Edisi 4. Surabaya: Airlangga
University Press
Guyton, A. C. and Hall, J. E. (2012) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta.
GOLD 2017. (2017). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease : Pocket Guide
To COPD Diagnosis, Management, and Prevention, A Guide for Health Care
Professionals. Gold, 1–33.
Harahap, A. S., Fitriani, I. M., & Nurhidayah, R. (2021). Diaphrgam Breathing Exercise
Berpengaruh Terhadap Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Napas Pada Pasien Ppok.
Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKes Kendal, 11(April), 453– 460.
J., & Permata Sari Tarigan, A. (2018). Pernafasan Pursed Lip Breathing Meningkatkan
SaturasiI Oksigen Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Derajat II (Vol.
1, Issue 2).
Lina, L. F., Wijaya, A. K., & Admaja, R. D. (2019). Efektivitas Relaxed Sitting Dengan
Pursed Lips Breathing Terhadap Penurunan Derajat Sesak Napas Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 4(2). https://doi.org/10.30651/jkm.v4i2.3123
Lutfian, L. (2021). Yoga Pranayama Sebagai Upaya Rehabilitatif Paru Penderita Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (Ppok): Literature Review. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti
Husada: Health Sciences Journal, 12(2), 124–134.
https://doi.org/10.34305/jikbh.v12i2.342
Mendes, L. P. S., Moraes, K. S., Hoffman, M., Vieira, D. S. R., Ribeiro-Samora, G. A.,
Lage, S. M., Britto, R. R., & Parreira, V. F. (2019). Effects of diaphragmatic breathing
with and without pursed-lips breathing in subjects with COPD. Respiratory Care,
64(2), 136–144. https://doi.org/10.4187/respcare.06319
Pahlawi, R., Pratama, aditya denny, & Ramadhani, atika rezky. (2019). Penggunaan Pursed
Lip Breathing Dan Diaphragmatic Breathing Pada Kasus Bronkiektasis Et Causa Post.
Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 2(1), 44–50.
Qamila, B., Ulfah Azhar, M., Risnah, R., & Irwan, M. (2019). Efektivitas Teknik Pursed
Lipsbreathing Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok): Study Systematic
Review. Jurnal Kesehatan, 12(2), 137.
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v12i2.10180
Barrios RJ, Kheradmand F, Batts L, Cory DB. Asthma pathology and pathophysiology.
Arch Pathol Lab Med. 2006; 130 (4) : 447-450
Bateman ED, Hurd SS, Barnes PJ, et al. Global strategy for asthma management and
prevention: GINA executive summary. Eur Respir J 2008;31:143–78. 4

27

Anda mungkin juga menyukai