Anda di halaman 1dari 16

EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN SOSIAL

EMOSIONAL
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Pembelajaran Sosial Emosional
Dosen Pengampu: Dra. Sri Sami Asih, M.Kes

Disusun Oleh:

1. Rizki Andika Prasetya (2398011009)


2. Riza Afandhi (2398010771)
3. Rizkhi Rohmiyani (2398010943)

PENDIDIKAN PROFESI GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2024
PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat membuat makalah.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dra. Sri Sami Asih,
M.Kes.selaku dosen pengampu mata kuliah pemelajaran sosial emosional yang
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang senantiasa membantu makalah kami yang
berjudul “Experiential Learning untuk Pembelajaran Sosia Emosional”.
Akhirnya kami sampaikan terimakasih atas perhatiannya, penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami sendiri dan khususnya pembaca
pada umumnya. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada
waktu mendatang.

Semarang, 31 Maret 2024

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

Cover ...........................................................................................................
PRAKATA ................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengenal Experiantial Learning ..................................................... 3
B. Memahami modalitas dalam belajar peserta didik .......................... 4
C. Ruang belajar untuk peserta didik ................................................... 6
D. Contoh implementasi experiential learning dalam pembelajaran ... 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan proses belajar sangat dipengaruhi oleh gaya belajar yang
dipilih. Belajar merupakan bagian yang tidak akan pernah bisa lepas dari
dunia pendidikan. Kemajuan zaman membuat keragaman gaya belajar dalam
dunia pendidikan semakin bervariasi. Hal ini menjadi tanggung jawab
seorang pendidik dalam menentukan metode gaya belajar yang cocok bagi
anak didiknya. Keterlibatan penuh peserta didik dalam proses belajar dapat
dicapai dengan melalui pendekatan pembelajaran aktif dan bukan
pembelajaran pasif.
Artinya, peserta didik harus terlibat secara langsung dan aktif dalam
proses belajar. Namun, keterlibatan peserta didik tidak cukup hanya sekedar
menerima informasi secara visual maupun lisan tetapi harus disertai dengan
menerima, berpartisipasi dan melakukan atau mengerjakan langsung. Belajar
aktif membantu peserta didik untuk menyerap apa yang mereka dengar dan
lihat untuk latihan kelompok kompleks dimana peserta didik menerapkan
materi yang ada pada “kehidupan nyata” situasi atau masalah baru. Tujuan
dari belajar sendiri bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan materi
dengan menghapal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau
materi pelajaran. Tetapi lebih jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari
proses belajar yaitu memberikan pengalaman untuk jangka waktu panjang
kepada peserta didik.
Dengan konsep seperti ini, experiental learning atau pengalaman belajar
memiliki makna belajar melalui pengalaman langsung yang kita lakukan atau
learning by doing. Dengan adanya sebuah kegiatan yang dilakukan langsung
dalam proses belajar maka peserta didik akan lebih mudah mendapatkan
manfaat pembelajaran tersebut karena adanya keterlibatan emosional,
kognitif dan juga motorik secara bersamaan dalam proses belajar. Melalui
pembelajaran secara aktif, proses pembelajaran berlangsung secara alamiah
dalam bentuk kegiatan dimana siswa menerima dan mengalami, bukan

1
sekedar transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Banyaknya ragam
gaya belajar dengan pendekatan belajar aktif, model Experiental Learning
Kolbs dianggap yang paling efektif untuk diterapkan di dunia pendidikan
karena digunakan dan direkomendasikan dalam berbagai disiplin ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari experiential learning untuk pembelajaran sosial
emosional ?
2. Apa saja modalitas belajar experiential learning untuk pembelajaran
sosial emosional?
3. Apa saja ruang belajar bagi peserta didik dalam pembelajaran experiential
learning?
4. Bagaimana Contoh Implementasi Experiential Learning dalam
Pembelajaran Emosional ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari experiential learning untuk
pembelajaran sosial emosional ?
2. Untuk mengetahui apa saja modalitas belajar experiential learning untuk
pembelajaran sosial emosional?
3. Untuk mengetahui apa saja ruang belajar bagi peserta didik dalam
pembelajaran experiential learning?
4. Untuk mengetahui bagaimana contoh Implementasi Experiential Learning
dalam Pembelajaran Emosional?

2
BAB II
PENDAHULUAN

A. Mengenal Experiential Learning


Experiential learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang
menekankan pada pengalaman langsung dan refleksi dari pengalaman tersebut.
Dalam proses pembelajaran ini, siswa akan lebih aktif dalam mempelajari
konsep-konsep abstrak melalui pengalaman nyata di dalam kelas atau di luar
kelas. Dalam konteks pembelajaran emosional, experiential learning dapat
membantu siswa untuk memahami dan mengatur perasaan mereka dengan
lebih baik.
1. Keuntungan Experiential Learning untuk Pembelajaran Emosional
Salah satu keuntungan dari experiential learning adalah
kemampuannya dalam membantu siswa untuk mengaitkan konsep-konsep
abstrak dengan pengalaman nyata. Dalam pembelajaran emosional, siswa
akan belajar tentang bagaimana mengenali, mengatur, dan mengelola
perasaan mereka. Dengan menggunakan metode experiential learning,
siswa akan dapat mengalami langsung bagaimana perasaan mereka
mempengaruhi tindakan dan keputusan yang mereka buat. Selain itu,
experiential learning juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan
kemampuan sosial dan interpersonal mereka. Dalam pembelajaran
emosional, siswa akan belajar tentang bagaimana membangun hubungan
yang sehat dengan orang lain. Melalui pengalaman langsung, siswa akan
dapat mempraktikkan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal
tersebut dengan lebih baik.
2. Tips Implementasi Experiential Learning dalam Pembelajaran
Emosional
Untuk mengimplementasikan experiential learning dalam
pembelajaran emosional, ada beberapa tips yang dapat dilakukan.
Pertama, pilihlah aktivitas yang relevan dengan konsep emosional yang
ingin diajarkan. Misalnya, jika ingin mengajarkan tentang empati, maka
aktivitas yang dipilih haruslah dapat membantu siswa untuk merasakan

3
perasaan orang lain. Selain itu, berikan kesempatan kepada siswa untuk
refleksi setelah mengalami aktivitas tersebut. Dalam refleksi ini, siswa
dapat mempertanyakan bagaimana pengalaman tersebut memengaruhi
perasaan dan tindakan mereka. Selain itu, refleksi juga dapat membantu
siswa untuk mengidentifikasi keterampilan emosional yang perlu mereka
kembangkan.
B. Memahami Modalitas dalam belajar peserta didik
Pada dasarnya setiap individu memiliki perbedaan cara belajar. Perbedaan
tersebut terjadi karena faktor bawaan, pengalaman tertentu dalam kehidupan,
bahkan dari tuntutan situasi/lingkungan. Dengan keadaan tersebut, individu
mengembangkan cara tertentu untuk mempelajari sesuatu. Kolb (1984)
mengemukakan bahwa gaya belajar dapat dipengaruhi oleh kepribadian,
Pendidikan tertentu, pemilihan karir, dan tugas yang diberikan. Joy dan Kolb
(2009), Yamazaki (2005) mengemukakan bahwa budaya dimana tempat
individu menetap juga akan mempengaruhi cara belajarnya. Misalnya pada
budaya kolektif, individu akan cenderung menggunakan gaya pembelajaran
yang aktif, mau bertanya dan melibatkan diskusi.
Pada pembelajaran dengan model experiential learning, guru perlu
memahami gaya belajar siswanya. Memang kita tidak bisa memperhatikan
satu-persatu, namun variasi dalam pemberian materi dan tugas yang
disesuaikan dengan gaya belajar dapat memotivasi siswa. Pada topik
sebelumnya kita sudah mempelajari experiential learning dan sudah
memahami adanya 4 siklus pembelajaran dari Kolb yaitu :
1. mengalami (experiencing)
2. refleksi (reflecting)
3. berpikir (thinking), dan
4. melakukan/ berperilaku (acting)
Berdasarkan siklus pembelajaran tersebut, Kolb kemudian mengidentifikasi
beberapa gaya belajar:
a) Diverging (Divergen), gaya ini merupakan kombinasi elemen Pengalaman
Konkrit dan Observasi Reflektif. Individu dengan gaya belajar ini
mencoba melihat situasi/pengalaman dari beragam perspektif. Individu ini

4
cenderung mengumpulkan informasi yang ada. Mereka memiliki minat
sosial yang tinggi, cukup peka terhadap lingkungannya. Dalam situasi
belajar formal, individu cenderung menikmati bekerja dalam kelompok,
mendapatkan umpan balik. Individu ini cenderung terbuka terhadap saran
dan umpan balik.
b) Assimilating (Asimilasi), gaya yang merupakan kombinasi
konseptualisasi abstrak dan observasi Reflektif. Individu dengan gaya ini
cukup terampil mengolah informasi dan dapat menjelaskan dengan logis.
Secara umum, individu dengan gaya belajar ini cenderung mementingkan
nilai logis ketimbang praktis. Dalam situasi belajar formal, individu ini
cenderung suka membaca, melakukan analisa dan melakukan
mengekplorasi ide.
c) Converging (Konvergen), merupakan kombinasi Konseptualisasi Abstrak
dan Ekperimen Aktif. Individu dengan gaya ini akan berusaha menemukan
kegunaan praktis dari teori. Individu ini cenderung mampu memecahkan
masalah dengan baik. Dalam situasi belajar formal, individu dengan gaya
ini cenderung melakukan simulasi dan mencoba penerapan praktis.
d) Accommodating (Akomodasi), merupakan kombinasi pengalaman
konkrit dan eksperimentasi aktif. Individu ini senang belajar dari
pengalaman langsung. Dalam menyelesaikan masalah, ia akan mencari
informasi terlebih dahulu dan menggunakan cara yang sudah tersedia.
Dalam situasi belajar formal, individu cenderung menikmati bekerja
dengan orang lain, menikmati kerja atau belajar di lapangan.
Ketika kita mempelajari gaya belajar, kita juga bisa menerapkan pembelajaran
sosial emosional. Dengan memahami gaya belajar yang berbeda sebagai guru
kita bisa memotivasi siswa, membuat situasi belajar lebih kondusif dan
menyenangkan.
Selain gaya belajar, terdapat Modalitas Belajar, Modalitas belajar terbagi
menjadi empat bagian yaitu, visual, auditory, read/write, kinestetik. Berikut
penjelasan singkatnya.

5
1) Visual
Visual, ialah Gaya belajar yang berfokus pada
indera penglihatan untuk mengamati dan mempelajari objek seperti
gambar, tulisan atau video.
1) Auditory
Gaya belajar ini menekankan pada suara dibanding tulisan, biasanya
siswa lebih suka mendengarkan materi yang disampaikan tanpa harus
menulisnya.
2) Read/ Write
Gaya belajar ini menitikberatkan pada bacaan atau tulisan sebagai alat
utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan.
3) Kinesthetic
Gaya belajar ini mengacu pada gerakan. Orang yang memakai gaya ini
biasanya belajar dengan cara melakukan sesuatu atau terlibat langsung
dengan sebuah masalah.
C. Ruang Belajar Untuk Peserta Didik
1. Ruang belajar Urie Bronfrenbrenner
Seorang ahli psikologi, Urie Bronfenbrenner (1917-2005)
merumuskan teori ekologi yang menjelaskan bagaimana interaksi anak
dan lingkungan tempatnya berinteraksi dapat mempengaruhi
perkembangan anak. Teori ekologi menurut Urie Bronfrenbrenner adalah
suatu pandangan sosiokultural tentang perkembangan yang mana terdiri
dari lima sistem lingkungan, mulai dari masukan interaksi langsung
dengan agen-agen sosial (social agents) yang berkembang baik hingga
masukan kebudayaan yang berbasis luas. Bronfenbrenner membagi
lingkungan menjadi beberapa lapisan yaitu:

6
Gambar 1.1
Teori Bronfenbrenner
a. Mikrosistem
Mikrosistem adalah lingkungan yang paling kecil tempat anak
berinteraksi langsung. Mikrosistem yang paling dekat dengan anak adalah
lingkungan rumah/keluarga. Lingkungan ini juga mencakup tempat
penitipan anak, teman sepermainan, sekolah bahkan lingkungan sekitar
rumah. Interaksi yang terjadi biasanya adalah interaksi antar pribadi
dengan keluarga (dengan anggota keluarga), dengan guru, care taIker
(pengasuh) yang dapat memberikan pengaruh langsung pada anak. Gaya
pengasuhan orang tua juga dapat mempengaruhi perkembangan anak,
termasuk kepribadian, sikap, motivasi dan banyak aspek lain. Terdapat
beberapa pola asuh yang seringkali diterapkan orang tua:
1) Pola asuh otoriter, Gaya pengasuhan ini banyak menggunakan
hukuman untuk anak, supaya menuruti perintah. Orang tua
memberikan batasan yang tegas dan anak cenderung tidak dapat
memberikan pendapatnya. Pola asuh ini cenderung dihubungkan
dengan banyaknya perilaku bermasalah pada anak, termasuk dalam
pergaulan sosial. Tetapi pada budaya tertentu, pola asuh ini juga
diterapkan, (khususnya pada budaya Asia) dan bisa menghasilkan
anak yang berhasil.
2) Pola asuh otoritatif, Pada pola asuh ini, orang tua memang
menetapkan batas yang tegas untuk mengendalikan anak, tetapi orang

7
tua juga masih mau mendengarkan pendapat anak. Pola asuh ini
mendorong anak untuk mandiri dan juga memiliki tanggung jawab.
Pada pola asuh ini orang tua mau terlibat berdiskusi dengan anak dan
tidak canggung menunjukkan emosi atau perasaan mereka. Anak
dengan pola asuh ini kerap dianggap memiliki fungsi sosial yang baik.
3) Pola asuh permisif, Pola asuh ini dapat dikategorikan lagi menjadi
permissive indifferent di mana orang tua memperbolehkan anak
melakukan apa saja, namun orang tua tidak terlibat dalam kehidupan
anaknya. Secara sosial anak-anak dengan pola asuh ini akan tidak
kompeten dan cenderung tidak dapat mengendalikan diri/tidak
memahami batasan yang ada. Kategori lain adalah permissive
indulgent di mana orang tua sangat memanjakan anaknya dan
memberikan sedikit batasan pada anak. Dalam hal ini, anak akan
menjadi kurang bertanggung jawab dan tidak kompeten secara sosial.
b. Mesosistem,
Pada dasarnya mesosistem adalah hubungan antar rumah/keluarga,
sekolah, teman sebaya atau antar mikrosistem yang berbeda. Suasana yang
kondusif di rumah, memungkinkan anak berinteraksi sehat dengan teman
sebaya. Mereka juga dapat mengembangkan hubungan yang baik dengan
guru dan memiliki motivasi berprestasi yang cukup baik.
c. Eksosistem,
Eksosistem berkaitan dengan lingkungan yang lebih besar.
Interaksi yang terjadi belum tentu terjadi secara langsung, namun dapat
mempengaruhi perkembangan anak, seperti kondisi ekonomi, sistem
politik, sistem pendidikan atau seringkali merupakan faktor situasional.
Keluarga dengan ekonomi yang baik dan stabil, bisa menyediakan
kebutuhan anak. Mereka bisa saja memberikan waktu dan fasilitas untuk
anak. Pada keluarga dengan kondisi ekonomi yang buruk; fokus mereka
tidak hanya membesarkan anak, tetapi mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan sehari- hari. Dalam hal ini, bisa saja anak merasa diabaikan,
atau tidak diperhatikan dengan baik. Perlu diingat bahwa kasus ini

8
merupakan contoh, banyak hal lain yang bisa dikorelasikan dan banyak
faktor lain yang mempengaruhi.
d. Makrosistem
Lingkungan yang lebih besar meliputi sistem nilai dan budaya yang
ada dan memberikan pengaruh cukup besar pada perkembangan anak.
paling besar dan jauh dari orang-orang dan tempat yang masih dapat
memberikan pengaruh signifikan pada anak. Budaya atau nilai yang
berlaku di masayarakat dapat mempengaruhi kehidupan suatu keluarga,
termasuk perkembangan anak pada keluarga tersebut.
e. Chronosistem
Chronosistem adalah lingkungan yang sangat bergantung dengan
dimensi waktu, namun memberikan dampak pada perkembangan anak.
memberikan kegunaan dari dimensi waktu yang mempertunjukkan
pengaruh akan perubahan dan kontinuitas dalam lingkungan seorang anak,
seperti perubahan kondisi lingkungan, transisi pada keadaan yang berbeda,
transisi dalam kehidupan, dan perubahan lain yang terjadi. Pada saat
pandemi Covid-19, anak mengalami transisi yang tidak terduga. Pada
tahap perkembangan mereka yang seharusnya aktif secara fisik, mereka
harus melakukan aktivitas di rumah, termasuk berinteraksi secara daring.
Peristiwa pandemi ini membuat anak mengalami banyak hal, kebosanan,
stres, konflik dengan orang tua dan kesulitan belajar.
Di satu sisi, bisa saja mereka belajar beradaptasi, menjadi lebih
memiliki pengetahuan mengenai penggunaan teknologi, bahkan bisa
menimbulkan strategi belajar baru.
Video 1: (Ruang Belajar Siswa) Video ini menjelaskan mengenai ruang
belajar siswa https://www.youtube.com/watch?v=eKIHRVWxYPI
Video 2: Video menjelaskan mengenai Ecological system
https://www.youtube.com/watch?v=g6pUQ4EDHeQ
2. Digital Learning Space (Ruang Belajar Digital)
Digital Learning Space atau ruang belajar digital merupakan sarana
bagi peserta didik untuk belajar dimanapun dan kapanpun. Kelebihan
adanya ruang belajar digital:

9
a) Dapat diakses kapanpun dan dimanapun
b) Menghubungkan guru dan murid dengan lebih mudah membagikan
ide dan bertanya
c) Membuat banyak pilihan sumber belajar
d) Memiliki banyak tools untuk memudahkan pembelajaran Ruang
belajar terbagi menjadi 4 tipe:
1. Ruang belajar 1: Tatap Muka (Luring) Pembelajaran antara
yang belajar dan membelajarkan terjadi pada ruang dan waktu
yang sama. Sama seperti pembelajaran di kelas dalam
pendidikan konvensional.
2. Ruang belajar 2: Tatap Maya (Daring) Pembelajaran antara
yang belajar dan membelajarkan terjadi pada waktu yang
sama,tapi ruang yang berbeda-beda satu sama lain.
3. Ruang belajar 3: Mandiri, Pembelajaran yang terjadi kapan saja
dan di mana saja sesuai dengan kondisi dan kecepatan
belajarnya masing-masing. Belajar mandiri adalah peningkatan
pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri
individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar
perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri
(self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar,
membuat strategi belajar, menilai hasil.
4. Ruang belajar 4: Kolaboratif Pembelajaran yang terjadi kapan
saja dan di mana saja bersama orang lain. Proses dimana peserta
didik pada berbagai tingkat kemampuan (kinerja) bekerjasama
dalam kelompok kecil menuju tujuan bersama. Ide awal dari
pengembangan pembelajaran bahwa membangun konsep itu
harus berpasangan, tidak mandiri.
D. Contoh Implementasi Experiential Learning dalam Pembelajaran Sosial
Emosional
Contoh implementasi experiential learning dalam pembelajaran
emosional adalah dengan menggunakan simulasi. Misalnya, untuk
mengajarkan tentang empati, siswa dapat diminta untuk berperan sebagai

10
orang yang sedang mengalami kesulitan atau masalah. Siswa yang lain
kemudian harus mencoba untuk merasakan perasaan orang tersebut dan
menawarkan solusi yang sesuai. Selain itu, untuk mengajarkan tentang
pengambilan keputusan yang bijak, siswa dapat diminta untuk berpartisipasi
dalam permainan peran.
Dalam permainan ini, siswa harus membuat keputusan yang bijak
berdasarkan informasi yang diberikan. Setelah permainan selesai, siswa dapat
merefleksikan bagaimana keputusan mereka mempengaruhi hasil dari
permainan tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Experiential learning merupakan metode pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk memahami konsep-konsep abstrak melalui
pengalaman langsung. Dalam konteks pembelajaran emosional, experiential
learning dapat membantu siswa untuk memahami dan mengelola perasaan
mereka dengan lebih baik. Untuk mengimplementasikan experiential learning
dalam pembelajaran emosional, perlu dipilih aktivitas yang relevan dengan
konsep emosional yang ingin diajarkan dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk merefleksikan pengalaman tersebut. Dengan demikian, siswa
akan dapat mengembangkan keterampilan emosional mereka dengan lebih
baik.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat
bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

12
DAFTAR PUSTAKA

Moningka, Clara,. (2022). Buku Ajar Mata Kuliah Inti Pembelajaran Sosial
Emosional. Jakarta : Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Dan
Teknologi.
Gunadi, G., Prasetyo, T., Kurniasari, D., & Muhdiyati, I. (2023). Peningkatan
Keterampilan Menulis Puisi Bebas dengan Metode Experiential Learning
pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 6(1), 35–
43.
Kolb, D. A., Boyatzis, R. E., & Mainemnelis, C. (2000). Experiential Learning
Theory: Previous Research and New Directions. In R. J. Sternberg & L. F.
Zhang (Eds.), Perspectives on cognitive, learning, and thinking styles.
Marwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
Mori, J., Tuasikal, S., & Pautina, M. R. (2022). Irfani: jurnal pendidikan islam
Bimbingan Kelompok Experiential Learning dan Dampaknya Terhadap
Kemampuan Komunikasi Interpesonal. 18.
Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Bandung : Bumi Aksara.

13

Anda mungkin juga menyukai