Anda di halaman 1dari 27

MEDICATION ERROR

KELOMPOK 3 :
1. SATRIO PHLLIPS UMBU DONDOE
2. OLGA HELENA KONO
3. VIKTORIA ESTEVANIA BUGIS
4. INGGRID SOBEN
5. ARIEL MARSELON SEINGO
6. DAFROSA SANJUNG AMBUL
7. SELAMITA EKA PUTRI TONDA MBITU
8. LAURENSIUS ALDYANTO IKUN
9. TRELENSIA KRISELA BUBU
10. EBEN HAESAR RETANG MAU AWANG
11. ERLIN KINSA DOH
12. YIZRIL ELDA ADONIA
13. TIARA DESMI NATALIA RINI
14. ZELMA CORREJA ARAUJO
15. JULIO NOBE NENO

UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG


TAHUN AJARAN 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah, Karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini Membahas segala hal mengenai
“Persepsi”.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, atas bantuan, dukungan dan doanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membaca makalah ini.

Dapat mengetahui tentang segala hal mengenai materi “Persepsi”. Penulis menyadari makalah ini
Masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran objektif yang bersifat
membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan seperjuangan khususnya Program Studi SI Keperawatan.

Kupang, 16 April 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
TNJAUAN PUSTAKA................................................................................................................................5
A. Pengertian Medication Error..............................................................................................................5
B. Kategori Medication Error..................................................................................................................5
C. Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)...............................................7
D. Bentuk Kejadian Medication Error.....................................................................................................8
E. Obat LASA (Look Alike Sound Alike)...................................................................................................9
F. Penggolongan obat LASA..................................................................................................................9
G. Penyebab terjadinya Medication Error............................................................................................12
H. Jenis-jenis Kesalahan Obat (Medication Error)................................................................................13
A. Upaya menurunkan Medication Error..............................................................................................21
B. Langkah-langkah pengelolaan medication errors :..........................................................................22
BAB IV.....................................................................................................................................................23
PENUTUP................................................................................................................................................23
A. KESIMPULAN.................................................................................................................................23
B. SARAN...........................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan kimia yang dapat mempengaruhi organisme hidup dan dipergunakan
untuk keperluan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan suatu penyakit (Sumardjo, 2008).
Keberhasilan dari sistem pengendalian obat tergantung dari ketaatan pada kebijakan dan
prosedur. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan prosedur yang mutakhir untuk pengendalian
obat tidak dapat dianggap berlebihan (Siregar, 2003).
Rumah sakit mempunyai proses untuk mengidentifikasi dan melaporkan kesalahan obat
(medication error). Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat
kepada pasien mulai dari produksi dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan
dan monitoring pasien (Cohen, 1999).
Kesalahan pengobatan (Medication error) adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah
(Kepmenkes, 2004). Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen
dosis antara lain kesalahan dalam peresepan, penulisan resep, manufaktur dalam formulasi,
kesalahan memformulasi, pemberian atau pengambilan obat (Aronson, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Medication Error ?
2. Apa kategori Medication Error ?
3. Bagaimana bentuk kejadian Medication Error ?
4. Apa saja penyebab terjadinya Medication Error ?
5. Apa saja jenis- jenis kesalahan obat pada Medication Error ?
6. Apa saja upaya untuk menurunkan kejadian Medication Error ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Medication Error?
2. Mengetahui kategori Medication Error?
3. Mengetahui bentuk kejadian dari Medication Error?
4. Mengetahui penyebab terjadinya Medication Error?
5. Mengetahui jenis-jenis kesalahan obat pada Medication Error?
6. Mengetahui upaya untuk menurunkan kejadian Medication Error?
BAB II

TNJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Medication Error
Penggunaan obat yang semakin pesat telah meningkatkan bahaya kesalahan obat yang
mungkin terjadi. Dokter harus dapat bekerjasama dengan perawat, apoteker dan pimpinan
rumah sakit dalam memeriksa dan menyempurnakan sistem untuk memastikan bahwa proses
pengobatan berlangsung dengan aman.
Ditinjau dari asal katanya, error adalah kesalahan pada perencanaan untuk mencapai
tujuan (error pada perencanaan) atau kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk
diselesaikan sesuai dengan tujuan (error pada pelaksanaan). Suatu error dapat terjadi karena
hasil dari kepercayaan atau pengabaian (The Institute of Medicine, 2004). Medication error
adalah error yang terjadi pada saat proses penggunaan obat. Misalnya seperti kesalahan
pemberian dosis pada resep, kesalahan pada saat pemberian obat oleh orang yang berwenang
memberikan obat atau kesalahan pasien sendiri pada saat pengobatan.
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada
dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998). Dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error
adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan
tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

B. Kategori Medication Error


Menurut National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCC
MERP), kategori medication error adalah sebagai berikut:
Error Kategori Hasil

KNo error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan

Error , B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien

no harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan

pasien tetapi tidak membahayakan pasien

D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus

dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien

Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut

diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk

yang sifatnya sementara

F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat

lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk

yang sifatnya sementara

G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang

bersifat permanen

H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien

contoh syok anafilaktik

Error, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia

death

Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan


sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction. Ada
beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak dan proses. Konsistensi
pengelompokan ini penting sebagai dasar analisa dan intervensi yang tepat.
Medication Error adalah kejadian yang dapat dicegah akibat penggunaan obat, yang
menyebabkan cedera. Contohnya adalah peresepan obat yang tidak rasional. Kesalahan
perhitungan dosis pada peracikan. Ketidakpatuhan pasien sehingga terjadi dosis berlebih.
Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan dampak).

C. Jenis-jenis medication errors (berdasarkan alur proses pengobatan)


Tipe Medication Errors Keterangan

Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien

padahal diresepkan oleh bukan dokter yang

berwenang

Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai

dengan yang dimaskud dalam resep

Wrong dose preparation method Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang

tidak sesuai

Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara

pemberian yang tidak sesuai dengan yang

diperintahkan di dalam resep

Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang

keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep

Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,

mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik

yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang


bersangkutan

Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda

Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan

secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak

berkompeten

Wrong administration technique Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk

misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak

dibenarkan (misalkan obat im diberikan iv)

Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian

atau diluar jadwal yang ditetapkan

D. Bentuk Kejadian Medication Error


Adapun bentuk-bentuk kejadian medication error antara lain:

a. Fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep, meliputi obat yang
diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau
ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai.
b. Fase transcribing adalah error yang terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses
dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas, misalnya
Losec® (omeprazole) dibaca Lasix® (furosemide), aturan pakai 2 kali sehari 1 tablet terbaca 3
kali sehari 1 tablet. Salah dalam menerjemahkan order pembuatan resep dan signature juga
dapat terjadi pada kasus ini.
c. Fase dispensing ialah error yang terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil
obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula
terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu salah dalam menghitung jumlah tablet yang
akan diracik, ataupun salah dalam memberikan informasi.
d. Fase administrasi adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat, yaitu proses
yang dimana terjadi saat obat diberikan dari petugas apotek ke pasien
atau dari petugas apotek kepala keluarga pasien. Dan pada proses ini juga meliputi fase
digunakannya obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.
Biasanya pada fase ini ketidaklengkapan yang terjadi yaitu salah pemberian informasi tentang
penggunaan obat. Error yang terjadi misalnya salah menggunakan suppositoria yang
seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya
1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan.

E. Obat LASA (Look Alike Sound Alike)


Dari pembagian fase diatas, LASA (Look Alike Sound Alike) berada di fase dispensing. Apa
itu Lasa ? Lasa adalah obat-obat dengan nama generik maupun merek dagang (paten) yang
rupanya atau (bunyinya) hampir sama dengan obat lain. Dalam fase dispensing, tenaga
kefarmasian melakukan screening terhadap kelengkapan dan kelayakan obat, membaca resep,
membungkus serta menempelkan etiket yang berisi aturan pakai, nama pasien, jumlah obat,
dan keterangan lain.
Sesuai dengan prosedur standar bahwa resep yang dinyatakan lengkap dan layak selanjutnya
akan dibungkus sesuai dengan permintaan yang tertulis dalam resep. Tenaga kefarmasian yang
mengambil obat dari lemari obat mungkin saja melakukan kesalahan dalam pengambilan
sediaan farmasi.
Umumnya lemari penyimpanan obat di instalasi farmasi RS maupun apotek memiliki
aturan tersendiri dalam penyusunannya. Umumnya disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan
dalam beberapa kelompok. Misalnya untuk obat golongan narkotika maka dipisahkan dan
disimpan pada lemari khusus, obat psikotropika juga dipisahkan penyimpannya. Selanjutnya,
obat dapat dikelompokkan berdasarkan kelas terapinya ataupun menurut abjad saja.
Beberapa sediaan farmasi yang memiliki lebih dari satu kekuatan tidak diletakkan
bersebelahan. Sediaan farmasi yang memiliki kemiripan nama tidak diletakkan berdekatan.

F. Penggolongan obat LASA


Obat Look Alike Sound Alike (LASA) yang ditetapkan dalam kebijakan pengelolaan

obat Look Alike Sound Alike adalah:

NO KEMASAN MIRIP
1. Bio Atp Tab Pehavral Tab

2. Histapan Tab Heptasan Tab

3. Urdahex Tab Longcef Tab

4. Ubesco Tab Imesco Tab

5. Tomit Tab Trifed Tab

6. Brainact Tab Spirola Tab

7. Tilflam Tab Vaclo Tab

8. Rhinos Syrup Rhinofed Syrup

9. Ikalep Tab Depakote 250 mg

10. Blopres Tab Candesartan 16mg

11. Dst

NAMA OBAT SAMA KEKUATAN BEDA

1. Amlodipin 5mg Tab Amlodipin 10mg Tab

2. Glimipiride 1mg Tab Glimipiride 2mg Tab,

Glimepiride4 mg

3. Acyclovir 200mg Tab Acyclovir 400mg Tab


4. Neurotam 1200mg Tab Neurotam 800 Tab

5. Polycrol Forte Tab Polycrol 400 Gell Tab

6. Somerol 16mg Tab Somerol 4mg Tab

7. Ludiomil 10mg Tab Ludiomil 50mg Tab

8. Flamar 25mg Tab Flamar 50mg Tab

9. Divask 5mg Tab Divask 10mg Tab

10. Lyrica 50mg Tab Lyrica 75mg Tab

11. Cefadroxil 250mg Tab Cefadroxil 500mg Tab

12 Dst

NAMA OBAT MIRIP UCAPAN

1. Ximesco Tab Imesco Tab

2. Ethidan Tab Fucoidan Tab

3. Cetrizine Tab Ketricin Tab

4. Bucain inj Decain inj

5. Folamil Tab Folavit Tab


6. Ephedrine Inj Eprineprine Inj

Dst.......

G. Penyebab terjadinya Medication Error


Dari penelitian yang telah dilakukan, prescribing error dapat terjadi selain dari faktor
individual penulis resep juga melibatkan fakor-faktor lainnya.Faktor individual misalnya
kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai obat dan pasiennya, serta kesehatan mental
dan fisik penulis resep. Faktor lainnya turut berperan adalah beban kerja tinggi, komunikasi
tidak berjalan dengan baik, pengawasan terhadap jalannya pengobatan yang kurang, sistem
kerja dan sarana yang tidak mendukung, kurangnya pelatihan, belum menganggap proses
peresepan sebagai proses yang penting, hierarki dalam tim medis, dan kewaspadaan terhadap
prescribing error masih rendah (Cahyono, 2008).
Menurut Kepmenkes 2004 faktor-faktor lain yang berkontribusi pada medication error antara
lain:
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan.
Institusi pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas
kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat lainnya
dikomunikasikan.Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan jelas untuk menghindari
penafsiran ganda atau ketidaklengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas.Perlu
dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang beresiko menimbulkan kesalahan untuk
diwaspadai.

2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area
dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan
kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperature yang nyaman.Selain itu, area kerja
harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan.Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/ interupsi pada saat bekerja


Gangguan/ interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik
langsung maupun melalui telepon.

4. Beban bekerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan
beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.

5. Edukasi staf
Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan
insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam
system menurunkan insiden/kesalahan.

Adanya undang-undang Kesehatan No 23 tahun 1992 serta undang-undang


Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 yang menjamin hak-hak konsumen (pasien) dalam
mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan
jasa, menyebabkan penyedia jasa tenaga kesehatan (dokter maupun farmasis) harus waspada,
karena adanya penyimpangan pelayanan dari ketentuan yang ada akan membuka celah bagi
konsumen (pasien) dalam melakukan gugatan.

H. Jenis-jenis Kesalahan Obat (Medication Error)


Menurut Charles (2005, hal 383-386) jenis dari kesalahan obat dan masalah yang berkaitan
dengan obat ialah sebagai berikut:
1. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat
yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan
pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang disorder atau diotorisasikan
oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar; resep atau order obat yang tidak
terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.
Contoh :
Pasien berusia 42 tahun yang memiliki riwayat gangguan jantung diperiksa oleh
kardiologis. Pasien tersebut diberi Isordil untuk heart pain. Resep tersebut menginstruksikan
bahwa obat harus dikonsumsi sebanyak 20 mg, 4 kali sehari. Ketika pasien membawa resep
tersebut dibawa ke apotek untuk ditebus, apoteker membaca Isordil sebagai Plendil. Obat yang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Walaupun dosis maksimum sehari Plendil yang
direkomendasikan adalah 10 mg, tetapi apoteker tetap memberikan obat tersebut sesuai
dengan dosis yang diresepkan oleh dokter, yaitu 20 mg.
Jadi, pasien tersebut tidak hanya menerima obat yang salah, tapi dia juga harus
mengkonsumsi obat dengan dosis maksimum perhari 8 kali lebih besar dibandingkan dengan
dosis maksimum yang direkomendasikan. Setelah meminum beberapa dosis, pasien tersebut
jatuh sakit dan dibawa ke UGD dimana dokter yang memeriksanya menyatakan bahwa pasien
terkena serangan jantung. Pasien tersebut meninggal dua minggu kemudian.
2. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis, sebelum dosis terjadwal berikutnya. Jika pasien menolak
mengkonsumsi obat atau jika obat tidak dikonsumsi karena kontraindikasi, maka hal tersebut
bukan kesalahan.
Contoh :
Perawat atau apoteker lupa memberikan obat pada pasien rawat inap.
3. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
Pemberian obat diluar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari jadwal waktu
pemberian obat.
Contoh :
a. Jadwal obat lebih atau kurang dari 30 menit
b. Furosemid diminum malam hari, seharusnya pagi hari
c. R/ Simvastatin S 0-0-1, diberi sore hari seharusnya malam hari
4. Kesalahan obat karena obat yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang
sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang
keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, maupun dosis yang diberikan di luar pedoman
atau protokol klinik yang telah ditetapkan.
Contoh :
Seorang perawat memberikan 300 mg morfin yang seharusnya diresepkan untuk pasien
yang sedang terkena kanker kepada pasien lain yang berusia 77 tahun yang sedang dirawat
akibat emfisema parah dan pneumoconiosis . Kira-kira 11 jam setelah pemberian morfin,
pasien tersebut ditemukan dalam keadaan kolaps dan koma. Paramedis kemudian memberikan
naloxone dan pasien dapat tersadar. Namun, pasien tersebut akhirnya mengalami kejang-
kejang dan kemudian meninggal dunia.
5. Kesalahan obat karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang
diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau
lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.
Contoh :
Pihak Polres Bangka Tengah akhirnya menetapkan Mon, oknum perawat di RSUD
Bangka Tengah (Bateng), menjadi tersangka lantaran diduga kuat lalai dalam menjalankan tugas
hingga menyebabkan pasiennya, Jibran meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Pada Juli 2009 lalu, Jibran yang baru berusia 13 bulan, anak ketiga pasangan Mustar (40)
dan Hidayati (35), warga Desa Nibung Kecamatan Koba, menjalani perawatan di RSUD Bangka
Tengah karena menderita malaria. Saat itu, Mon sempat memberikan obat malaria jenis
klorokuin kepada Jibran. Namun beberapa saat kemudian, sakit Jibran malah bertambah parah
dan akhirnya meninggal dunia.
Kapolres Bangka Tengah AKBP Asep Ahdiatna membenarkan bahwa pihaknya telah
menetapkan Mon sebagai tersangka. “Hasil pemeriksaan dalam sepekan ini, dia (Mon--red) kita
tetapkan sebagai tersangka. Ia ditetapkan sebagai tersangka seminggu yang lalu,” kata Asep
Ahdiatna saat dikonfirmasi Bangka Pos Group melalui ponsel, Minggu (17/1) sore.
Sebelumnya, kata Asep Ahdiatna, hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik (Labfor)
Palembang Sumsel terhadap sampel organ tubuh Jibran menunjukkan bahwa klorokuin yang
diberikan Mon kepada pasiennya itu melampaui dosis. “Ia memberikan obat malaria klorokuin
dengan dosis yang tidak semestinya,” ungkap Asep Ahdiatna.
Selain itu, pihak Polres Bangka Tengah juga sudah mendapatkan keterangan saksi ahli
dokter forensik, dr. Budi dari Rumah Sakit Serang Banten untuk mengungkapkan kasus
tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Bangka Tengah, AKP Dolly Gumara
seizin Kapolres Bangka Tengah AKBP Asep Ahdiatna, mengatakan, Mon secara resmi ditetapkan
menjadi tersangka pada Senin (11/1) lalu.
“Kelalaiannya memberikan klorokuin melebihi dosis yang sebenarnya. Jadi, peranan dia
di situ,” kata Dolly kepada Bangka Pos Group, Minggu (17/1) sore.
Atas kelalaiannya itu, lanjut Dolly Gumara, tersangka terancam hukuman lima tahun penjara.
Namun demikian, tersangka sejauh ini tidak ditahan di Mapolres Bangka Tengah
mengingat yang bersangkutan masih bertugas di RSUD setempat dan selama ini dinilai
kooperatif memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan. “Dia dikenakan
penahanan rumah. Dia perawat yang masih berstatus honorer di RSUD Bangka Tengah,” imbuh
Dolly Gumara. Lebih lanjut ia mengatakan, kasus ini masih terus dikembangkan dan tidak
menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya yang diduga juga terlibat atas kematian
Jibran.
6. Kesalahan obat karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh
dokter.
Contoh :
a. Keliru penggunaan salep mata, apabila yang diorder suatu larutan untuk mata
b. Penggerusan tablet lepas lambat
7. Kesalahan obat karena pembuatan atau penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan secara tidak benar sebelum pemberian.
Contoh :
a. Pengenceran atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar
b. Tidak mengocok suspensi
c. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia dapat berinteraksi
d. Penggunaan obat kadaluarsa
e. Tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya
8. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat
yang dapat mencakup kesalahan karena rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang
ditulis, melalui rute yang benar tetapi tempat yang keliru, maupun kesalahan karena kecepatan
pemberian yang keliru.
Contoh :
Anak laki-laki berusia 16 tahun dengan leukemia menerima kemoterapi berupa injeksi
intravena vinkristin dan intratekal metotreksat. Tusukan pada lumbalis akan dilakukan oleh
seorang dokter junior. Dokter tersebut menyerahkan dua jarum suntik pada temannya, dan
temannya menyuntikkan isi kedua jarum tersebut secara intratekal tanpa diperiksa. Anak
tersebut pada akhirnya terkena arachnoiditis yang menyakitkan yang mana didiagnosa setelah
dua hari diberikan prosedur yang salah. Dan pada akhirnya, ia meninggal dunia.
9. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan
telah membahayakan, termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat.
Contoh :
Bisnis Indonesia, Kamis 18 Mei 2006 hal. 8---Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK),
Jakarta dilaporkan keluarga pasien almarhum Paulus Famiardjo ke Menteri Kesehatan dan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berkaitan dugaan pemberian obat kadaluarsa.
"Saat datang ke rumah sakit, ayah klien kami masih dalam keadaan baik. Tapi 12 jam
setelah diberikan obat kadaluarsa, dia meninggal," kata John H. Waliry, kuasa hukum Luna
Famiardjo (anak kandung Paulus Famiardjo) yang akan menuntut secara pidana dan perdata RS
itu, di Jakarta, kemarin.
Pada 9 Maret lalu, Paulus datang ke RS PIK dan menjalani pengobatan kanker paru-paru
hingga 20 Maret. Untuk membunuh sel kankernya, pada 22 Maret Paulus datang lagi dan
diberikan obat gemzar yang berfungsi membunuh sel kanker. Mengembalikan kondisi
kesehatan yang melemah, pihak RS memberikan obat berupa cairan infus lipovenous. Namun
cairan obat itu ternyata kadaluarsa 10 Maret 2006. Ia mengungkapkan pihak RS memang sudah
menyampaikan permintaan maafnya. Kepala Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Legal RS
PIK, Rizal, mengatakan tidak ingin menutup-nutupi permasalahan tersebut. "Tapi, bicara
kasusnya saya no comment."
10. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah,
atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien
yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
Contoh :
Seorang laki-laki berusia 33 tahun meninggal 6 bulan setelah dia menderita henti
jantung selama operasi retinal detachment. Henti jantung tersebut diakibatkan hipoksia yang
terjadi ketika saluran endotrakeal pasien tidak terhubung dengan sumber oksigen. Anestesis
menyadari masalah tersebut hanya ketika alarm tekanan darah berbunyi 4,5 menit setelah
sumber oksigen gagal terhubung ke saluran andotrakeal pasien. Pertama-tama dia yakin bahwa
terjadi kesalahan pada mesin tekanan darah; tetapi salah satu dokter bedah menyadari adanya
bradikardi, sianosis, dan terputusnya hubungan antara saluran endotrakeal pasien dengan
sumber oksigen.
11. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen obat
yang ditulis. Contoh paling umum adalah ketidakpatuhan pasien penderita hipertensi
menggunakan terapi obat antihipertensi
Contoh :
a. Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat mengenai ketidakpatuhan terhadap aturan
pemakaian obat selayaknya menjadi perhatian. Pemakaian antibiotik, misalnya harus diberikan
dalam waktu tertentu untuk menghindari timbulnya resistensi. Tetapi sering terjadi bahwa
pemakaian dihentikan karena merasa gejala sakit mulai berkurang. Akibatnya bila orang
tersebut menderita sakit yang serupa, terapi yang sama tidak akan berhasil.
b. Pengobatan TB seharusnya menggunakan kombinasi obat-obat anti-TB sehingga
dapat membunuh kuman TB dengan tuntas. WHO merekomendasi kombinasi obat-obat
tersebut: Isonizid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E) dan Streptomycine (S),
dengan dosis dan durasi pengobatan yang telah ditetapkan. Kenyataan di lapangan misalnya
pasien tidak menebus dan meminum semua obat yang sudah diresepkan sampai batas waktu
yang ditetapkan. Ketidakpatuhan pasien, baik dalam meminum jumlah dan macam obat,
ketidakteraturan serta tidak tuntasnya pengobatan dari yang dianjurkan merupakan pemicu
terjadinya resistansi ganda TB.
12. Kesalahan karena rute pemberian yang tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, termasuk
dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru
Contoh :
a.Vaginal suppositoria yang seharusnya diberikan melalui vagina tetapi diberikan lewat
dubur/rektal
b. Pemberian obat suppositoria yang digunakan melalui dubur tetapi diberi lewat oral
c. Pemberian tablet sublingual tetapi diberikan langsung ditelan
d. Pemberian tablet hisap tetapi diberikan langsung ditelan
e. Pemberian obat injeksi subkutan tetapi diberikan intra vena
f. Pemberian tetes mata pada mata sebelah kiri yang seharusnya sebelah kanan
13. Kesalahan karena kecepatan yang keliru
Pemberian suatu obat dengan kecepatan yang keliru. Kecepatan yang benar ditetapkan
dokter dalam order atau ditetapkan dalam kebijakan prosedur rumah sakit.
Contoh :
Setelah melakukan penyelidikan secara mendalam termasuk mendengarkan keterangan
saksi ahli, Satreskrim Polres Sidoarjo menetapkan dokter berinisial WPA (29) yang menangani
Dava Chayanata Oktavianto (3,5) saat berobat hingga tewas di rumah sakit Krian Husada
sebagai tersangka.
Surat penetapan tersangka yang dikeluarkan penyidik Polres Sidoarjo tak hanya kepada
WPA, melainkan juga kepada SM (25) yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit tersebut.
Dikatakan Kasatreskrim Polres Sidoarjo AKP Ernesto Saiser, dari hasil penyidikan,
mereka dinilai sebagai pihak yang harus bertanggung jawab secara pidana atas tewasnya Dava.
"Keduanya adalah yang menjadi tenaga medis yang merawat korban saat dirawat inap di rumah
sakit Krian Husada," ujarnya, Selasa (3/8/2010).
Dari hasil pemeriksaan, ada tindakan medis yang tidak sesuai dengan Standard
Operational Procedure (SOP) dalam penanganan korban. Mulanya korban kembung, setelah
dilaporkan pihak dokter (WPA, red) langsung memberikan resep kalium.
Dari saksi ahli dokter spesialis anak, ada resep yang masuk dalam kategori drug abuse
(penyalahgunaan obat). Dalam resep disebutkan bahwa pasien harus diberi kalium secara terus
menerus selama 45 menit. Padahal sesuai SOP, pemberian kalium untuk anak 3,5 tahun
maksimal 30 menit. "Batasan maksimal inilah yang dilanggar," terang mantan Kasatreskrim
Polres Gresik itu.
Ernesto juga menerangkan, pemberian obat secara terus menerus selama 45 menit
dibolehkan, asalkan korban dirawat di ruang ICU. Kenyatannya Dava hanya dirawat di ruang
perawatan biasa sehingga tidak benar jika menggunakan jangka waktu 45 menit.
Sementara itu, SM ditetapkan sebagai tersangka karena menyerahkan proses
penyuntikan obat itu kepada mahasiswa magang yang belum punya lisensi mengambil tindakan
medis. Saat mahasiswa itu tanya tentang cara penyuntikan, SM menjawab seperti biasanya.
Setelah disuntikkan melalui infus, beberapa detik kemudian Dava kejang-kejang dan langsung
tewas. SM juga tidak mau tanya ke dokter dan memberikan saran sekenanya yang berakibat
korban meninggal.
"Kedua tersangka itu dijerat dengan pasal 361 KUHP yakni melakukan tindak pidana
yang terkait dengan jabatan sehingga menyebabkan orang meninggal dunia serta pasal 359
yang menyatakan bahwa kesalahan yang menyebabkan orang meninggal dunia," pungkasnya.
14. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi tidak menerima suatu obat untuk
indikasi tersebut.
Contoh :
a.Pasien yang mengeluh sakit kepala dan setelah dilakukan cek laboratorium
menandakan adanya hipertensi dan kolesterol. Tetapi hanya diberikan obat pusingnya saja
b.Pasien mengeluh sakit batuk pilek tetapi yang diberikan hanya obat batuknya saja

15. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan


Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medik yang tidak memerlukan terapi
obat.
Contoh:
Seorang pasien mengalami keluhan kepala pusing, mual, dan keringat dingin. Dokter
memberi berbagai macam obat untuk pusing, mual, demam dan kembung. Ternyata setelah
ditelusuri pasien hanya terkena maag, seharusnya hanya diberi obat maag.
16. Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik,
psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima/tidak menggunakan obat.
Contoh :
Ketidakpatuhan menjalani terapi hipertensi, diabetes, atau terapi dengan antibiotik.
17. Kesalahan karena reaksi obat merugikan (ROM)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping.
Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam akibat penggunaan antibiotik,
memerlukan pasien meminta perhatian pelayanan medis.
Contoh :
a. Efek samping batuk pada penggunaan kaptopril
b. Nyeri lambung setelah mengkonsumsi aspirin.
c.Terbentuknya batu asam urat pada penggunaan probenesid
d. Reaksi alergi pada pemberian antibiotik golongan penisilin
Contoh kasus:
Wanita muda dengan sindrom Guillian-Barre (kondisi yang dapat menyebabkan badan
menjadi lemah atau paralisis) hendak menjalani prosedur operasi, tetapi kemudian secara tiba-
tiba dia meninggal dunia. Suaminya pergi ke seorang pengacara untuk mengungkapkan
penyebab kematian istrinya.
Seseorang dengan sindrom Guillian Barre tidak boleh diberikan obat anestesi yang
disebut suksinil kolin karena dapat mengakibatkan reaksi yang mematikan. Dan ternyata wanita
tersebut diberi obat ini dan inilah yang menyebabkan ia meninggal dunia.
18. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obat-
makanan, atau obat-prosedur laboratorium.
Contoh :
a. Inkompatibilitas intravena, seperti nutrisi parenteral lengkap atau campuran sediaan
intravena.
b. Penggunaan bersamaan dua obat yang bekerja di SSP (misal: antidepressant dan
antihistamin) menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan.
c. Pemberian penghambat MAO bersama dengan tiramin/keju menghasilkan
penumpukkan amin di ujung saraf adrenergic.
d. Vitamin B6 meningkatkan aktivitas enzim yang memetabolisme levodopa sehingga efek
levodopa menurun.
e. Penggunaan kaptopril bersamaan dengan spironolakton dapat menyebabkan
hiperkalemia.
f. Tetrasiklin dengan makanan kaya kalsium dapat membentuk kelat sehingga absorpsinya
terganggu.
19. Kesalahan obat lain
Setiap kesalahan yang tidak dicakup salah satu dari ketegori tersebut di atas.
BAB III

PENYELESAIAN MASALAH

A. Upaya menurunkan Medication Error


Pencegahan medication errors dapat dilakukan dengan upaya-upaya di bawah ini antara lain:
1. Adanya pemahaman yang baik pada setiap individu bahwa medication errors dapat terjadi
kapan saja dan menimpa siapa saja terutama yang berkaitan dengan obat dan pengobatan,
mulai dari dokter, apoteker, asisten apoteker, dan perawat.
2. Apoteker wajib menerapkan sistem distribusi obat yang tepat untuk pasien di suatu rumah
sakit, agar dapat memenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik, yaitu tepat pasien,
tepat obat, tepat jadwal, tanggal, waktu, dan metode pemberian, tepat informasi untuk
pasien dan untuk perawat pemberi obat kepada pasien.
3. Sistem penulisan resep yang terkomputerisasi pada instalasi farmasi yang memudahkan
pengecekan otomatis untuk dosis, terapi duplikasi, interaksi obat, dan aspek penggunaan
lain.
4. Desain ulang sistem yang ada, jika terbukti kejadian medication error bersumber dari sistem,
sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan yang akan datang.
5. Instalasi farmasi harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam proses
prescribing, transcribing, dispensing, dan administering untuk meminimalkan resiko
terjadinya medication errors.
6. Apoteker harus mengikuti pengetahuan mutakhir melalui kebiasaan membaca pustaka,
berkonsultasi dengan rekan sejawat dan pelaku pelayan kesehatan lain. Oleh karena itu,
sumber informasi obat yang memadai harus tersedia bagi semua pelaku pelayan kesehatan
dalam proses penggunaan obat.
7. Adanya daftar singkatan baku standar yang disetujui untuk digunakan dalam peresepan obat.
8. Personel yang cukup harus tersedia untuk melakukan tugas dengan memadai dan memiliki
tingkat beban serta jam kerja yang wajar. Selain itu, dilakukan evaluasi kinerja petugas
sehingga dapat mengetahui hal-hal apa saja yang selama ini dilakukan yang berpotensi
menimbulkan medication errors. Dengan demikian, petugas diharapkan tidak mengulangi hal
yang sama dikemudian hari.
9. Lingkungan kerja yang nyaman untuk pembuatan sediaan obat. Sumber kesalahan yang
dapat terjadi di lingkungan kerja yaitu ketidakfokusan pada pekerjaan yang sedang
dilakukan.

B. Langkah-langkah pengelolaan medication errors :


1. Klasifikasikan jenis medication errors yang terjadi.
2. Tentukan penyebab terjadinya medication errors.
3. Medication errors harus didokumentasikan dan dilaporkan segera kepada dokter, perawat,
dan kepala IFRS.
4. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi harus
segera dimulai. Fakta yang harus ditetapkan dan didokumentasikan termasuk apa yang
terjadi, di mana peristiwa terjadi, mengapa dan bagaimana peristiwa terjadi, siapa yang
terlibat. Bukti produk (misal etiket dan kemasan) harus dicari dan disimpan untuk acuan di
kemudian hari.
5. Identifikasikan langkah-langkah yang akan dilakukan dengan benar dan dokumentasikan
6. Terapi perbaikan dan terapi suportif harus diberikan kepada pasien.
7. Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit untuk
kepentingan perbaikan mutu, peningkatan keamanan pasien untuk pencegahan kesalahan
yang akan datang.

Respon setelah terjadi medication error :


1. Meminimalisasi efek dari kesalahan medikasi pada pasien
2. Berikan pasien perhatian penuh
3. Pindahkan pasien ke tempat terpisah jika memungkinkan
4. Cari penyebab terjadinya kesalahan medikasi
5. Meminta maaf kepada pasien dan jelaskan kesalahan yang telah terjadi
6. Perbaiki kesalahan yang terjadi
7. Catat segala tindakan yang dilakukan
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Medication errors menjadi 'musuh' dokter dan tenaga medis sehingga diperlukan
pelayanan terbaik dan profesional untuk mengurangi kesalahan pengobatan. Selain menjaga
kualitas sistem pelayanan kesehatan, pelayanan terbaik mencegah kompleksitas keadaan
memburuknya pasien dan peningkatan biaya kesehatan serta mencegah anggapan ketidak
profesionalan kerja dan menumbuhkan kepercayaan diri. Di USA, dari tahun 1993 medication
errors memberikan kerugian rumah sakit 10% sampai 18%, selain itu pasien meninggal karena
medication errors berjumlah 7391 dan lama perawatan pasien meningkat 4-6 hari dengan
peningkatan biaya $4685 setiap pasien.
Sulit membaca tulisan dokter, kesalahan penafsiran resep dokter, pembagian obat,
perhitungan obat, pengawasan obat dan administrasi berimplikasi pada peningkatan
medication errors. Hal ini membutuhkan peran serta semua pihak untuk mencegah kesalahan-
kesalahan yang dimungkinkan terjadi. Di USA seorang pasien dapat menerima 18 resep setiap
hari dan seorang perawat memberikan 50 resep setiap shift, hal ini menempatkan perawat di
garis depan dalam menjaga akuntabilitas administrasi dan paling berpotensi melakukan
medication errors.
Pengaruh negatif dan trauma psikologis adalah dampak negatif bagi dokter dan tenaga
medis ketika melakukan medication errors, merasa marah, bersalah dan takut serta mengalami
kehilangan kepercayaan diri dalam kemampuan praktek klinis. Penelitian Hume et al. di USA,
menunjukan sebagian besar perawat tidak melaporkan medication errors secara sistematis
menggunakan form insident reports sehingga berdampak pada beragamnya interpretasi
laporan setiap kasus dan memberikan informasi yang minim sehingga berdampak pada kualitas
sistem pelayanan dalam mengambil solusi untuk menghindari risiko.
Kualitas laporan medication errors tergantung dokter dan tenaga medis mengenali
kesalahan, yakin akan kesalahan dan kesediaan mengatasi rasa malu dan siap tidak melakukan
kesalahan yang sama. Menurut Osborne et al. hanya 25% dari semua medication errors
dilaporkan menggunakan form insident reports.
B. SARAN
Diperlukan kesamaan persepsi dalam sebuah sistem pelayanan dalam mengidentifikasi
dan melaporkan medication errors, ini membutuhkan kesamaan persepsi dan teknik penulisan
laporan. Dokter dan tenaga medis sudah harus bisa mengidentifikasi medication errors, kapan
dilaporkan dan kepada siapa laporannya disampaikan. Di setiap pelayanan kesehatan
diperlukan unit mutu dan keselamatan pasien dalam mengontrol, mengawasi dan
mengintervensi terkait medication errors sehingga meminimalisir kelalaian dalam pembuatan
insident report secara sistematik.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Suharjo B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktek
Kedoketran. Cetakan ke V. Yogyakarta: Kanisius

Damin, Sumardjo. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC
Direktorat Jendral Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tentang Standar Pelayanan Kefaramasian di Apotek No
1027/MENKES/SK/IX/2004. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Mukhtar, Ansari dan Sen Abhishek. 2013. Evaluation of Look-Alike and Sound-Alike Medicines
and Diapensing Errors In A Tertiary Care Hospital Pharmacy of Eastern. Nepal:
International Journal Pharmacy

Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang-undang No. 23 Tentang Kesehatan. Jakarta

Presiden Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia No 8 Tentang


Perlindungan Konsumen. Jakarta

Siregar, Charles J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC
Windarti, M.I. 2008. “Strategi Mencapai Keamanan Pemberian Obat” Dalam Buku Suharjo dan
Cahyono. Yogyakarta: Ikappi.
Astuti, N. Y. 2009. Kajian peresepan berdasarkan keputusan menteri kesehatan republik
Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 pada resep pasien rawat jalan di instalasi
farmasi rumah sakit umum daerah Kajen kabupaten Pekalongan bulan Juli 2008. Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Azzopardi, Lillian M. (2010). Lecture Notes in Pharmacy Practice. Illinois: Pharmaceutical
Press. Hal. 25-27.
Ferner, R. (2000). Medication error that have led to manslaughter charges. BMJ , 321, 1212-
1216.
Hicks, R. W., Becker, S. C., & Jackson, D. G. (2008). Case Involving a Urinary Catheter
Implicated in a Wrong Route Error: Definition of Medication Error. September 9, 2010,
from http://www.medscape.com/viewarticle/586738_3
Ismail, M. (2010, Agustus 3). September 18, 2010. http://www.beritajatim.com
O'shea, Ellen. (1998). Factors contributing to medication errors: a literature review. Journal of
Clinical Nursing, 8, 496-504.
Pramana, B. (2010, Februari 12). September 18, 2010.
http://basukipramana.blogspot.com/2010/02/pasien-tidak-sembuh.html
Siregar, C.J.P. dan Kumolosasi, Endang. (2005). Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan. Jakarta:
EGC. Hal.408-411.
Tozer, J. (2008, September 30). September 18, 2010. http://www.dailymail.co.uk/news/article/-
1064506/Widow-given-fatal-painkiller-dose-after-nurse-mixed-up-two-patients.html
Wahyuni, T. (2009, Agustus). September 15, 2010.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=233013
Welle, D. (2006, Juni 22). September 18, 2010.
http://www.dw-world.de.dw.article/0,,2064242,00.html
WHO. (1998). September 18, 2010. http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js2256e/6.7.html

Anda mungkin juga menyukai