Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PEMURNIAN ASAM BENZOAT DENGAN METODE REKRISTALISASI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : VII (TUJUH)

NAMA : 1. MEIRY YUSTISIA SHINTA (ACC 116 005)

2. MIRA (ACC 116 017)

3. NIKITA TURNIP (ACC 116 027)

4. WERNER SETH ARDILES (ACC 116 030)

5. NGAISATUL AMINI (ACC 116 042)

PRAKTIKUM KE- : II (DUA)

HARI TANGGAL : JUMAT, 23 SEPTEMBER 2018

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2018
PERCOBAAN II

I. TOPIK PERCOBAAN :
Pemurnian Asam Benzoat dengan Metode Rekristalisasi

II. TUJUAN PERCOBAAN


Untuk memurnikan asam benzoat dan menetapkan berat rendemennya

III. DASAR TEORI


Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada beberapa syarat agar
suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan
daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak
meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Dalam
kasus pemurnian garam NaCl dengan teknik rekristalisasi pelarut (solven) yang
digunakan adalah air. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya.
Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondidi supersaturasi
atau larutan lewat jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk menciptakan supersaturasi
dengan mengubah temperatur, menguapkan olvens, reaksi kimia, dan mengubah
komposisi solven (Agustina, 2013).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak
digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu
pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam
pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya
lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi
impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi
tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).
Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yang a
da pada permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada
pada permukaan Kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan
kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan induknya (retentionliquid).
Pengotor pada permukaan kristalini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan
yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor
tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas
adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang akan dicuci, namun dapa juga dipakai
pelarut pada umumnya yang memenuhi krteria tersebut. Adapun pengotor yang
berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara pencucian. Salah satu
cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah dengan jalan
rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian mengkristalkannya
kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan proses
pemisahan yang lain adalah bahwa pengotorhanya bisa terbawa dalam kristal jika
terorientasi secara bagus dalam kisi Kristal (Puguh, 2003).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian
besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya.
Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan,
makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin
cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu
penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus,
oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah
disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk
dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci
dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian,
pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal.
Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak
satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang
terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat
lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah
kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal
yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl. Zat padat berwarna putih yang
dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan
netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCL nyaris tak dapat larut dalam alkohol, tetapi
larut dalam air sambil menyedot panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan
suhu. Garam normal; suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus
hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu
netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; garam yang terbentuk lewat
kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu.
Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al2(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam
ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan
lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks
dalam larutan (Arsyad, 2001).
Padatan berwarna kuning yang terdapat pada fraksi A dan D direkristalisasi
mengunakan pelarut yang sama yaitu n-heksana aseton. Pemilihan pelarut tersebut
didasarkan pada prinsip rekristalisasi yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut
pada suhu kamar tetapi dapat larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi
meliputi tahap awal yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit
mungkin pelarut atau campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu
pendidihan sehingga diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu
mendinginkan larutan yang akan dapat menyebabkan terbentuknya kristal, lalu
dipisahkan melalui penyaringan (Lukis, 2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat

No Nama Alat Ukuran Jumlah


1. Gelas Kimia 100 mL 1
2. Corong Gelas - 1
3. Spatula - 1
4. Penangas Air - 1
5. Kertas Saring - 2
6. Neraca Analitik - 1
7. Erlenmeyer 50 mL 1

B. Bahan

No. Nama Bahan Satuan Jumlah


1. Asam Benzoat gram 1,5
2. Air mL 50
3. Es Batu - Secukupnya
V. PROSEDUR KERJA
1. Ditimbang asam benzoat tercemar sebanyak 1,5 gram
2. Dimasukkan asam benzoat tercemar ke dalam gelas kimia 100 mL
3. Dilarutkan asam benzoat tercemar dengan 50 mL air panas
4. Disaring larutan dalam keadaan panas dengan kertas saring
5. Dinginkan filtrat yang diperoleh dengan es batu hingga terbentuk Kristal
6. Disaring Kristal yang terbentuk
7. Dilakukan pendinginan sebanyak 2 kali
8. Dikeringkan Kristal dalam penangas air
9. Ditimbang Kristal yang terbentuk dan ditentukan berat rendemennya (%)
VI. DATA HASIL PENGAMATAN

No Langkah Percobaan Hasil Pengamatan


Ditimbang asam benzoat tercemar sebanyak Massa asam benzoat (C7H6O2)
1.
1,5 gram 1,5 gram, warna putih
Dimasukkan asam benzoat tercemar ke dalam
2.
gelas kimia 100 mL
Vakuades = 50 mL
Dilarutkan asam benzoat tercemar dengan 50 Dipanaskan sampai larut semua
3.
mL air panas pada penangas. Warna larutan
bening
Disaring larutan dalam keadaan panas dengan Diperoleh filtrat berwarna putih
4. kertas saring dan terdapat endapan pada
kertas saring
Dinginkan filtrate yang diperoleh dengan es Filtrat didinginkan, terbentuk
5.
batu hingga terbentuk Kristal Kristal putih
6. Disaring Kristal yang terbentuk m kertas saring = 0,39 g
Pendinginan
Penyaringan I menghasilkan
Dilakukan pendinginan sebanyak 2 kali Kristal asam benzoat berwarna
7.
putih, filtrate bening
Penyaringan II tidak
menghasilkan Kristal
8. Dikeringkan Kristal dalam penangas air
Massa kertas benzoat :
Ditimbang Kristal yang terbentuk dan Massa kristal asam benzoat –
9. ditentukan berat rendemennya (%) massa kertas saring
= 0,8409 g – 0,38 g
= 0,4609 gram
VII. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
A. PERHITUNGAN
Diketahui : massa sampel = 1,5 gram
Massa Kristal + kertas saring = 0,8409 gram
Massa kertas saring = 0,38 gram
Ditanya : (%) berat rendemen
Penyelesaian :
(kertas saring+ massa Kristal )+(massa kertas saring)
% rendemen = ×
massa sampel
100%
0,8409 gram−0 ,38 gram
= × 100%
1 ,5 gram
0,4609 gram
= × 100%
1 ,5 gram
= 30,72 %

Zat pengotor = 100 % - 30,72 %


= 69,27 %
B. PEMBAHASAN
Rekristalisasi merupakan salah satu metode pemurnian zat padat
dengan berdasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan
dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Syarat-syarat pelarut yang
hendaknya digunakan antara lain memberikan perbedaan daya larut yang
cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan pengotor. Tidak
meninggalkan zat pengotor pada Kristal, mudah dipisahkan dari Kristal dan
bersifat inert (tidak mudah bereaksi) dengan Kristal. Cara ini tergantung pada
kelarutan zat dalam pelarut tertentu dikala suhu diperbesar karena konsentrasi
total biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin
maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk
yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap. Tahapan rekristalisasi secara
umum adalah pelarutan, penyaringan, pemanasan, dan pendinginan.
Semakin besar Kristal-kristal yang terbentuk selama pengendapan,
makin mudah mereka dapat disaring dan makin cepat Kristal-kristal itu turun
keluar dari larutan sehingga mudah endapan dapat disaring dan dicuci. Ukuran
Kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor
penting yaitu laju pembentukan inti (nukleusi) dan laju pertumbuhan Kristal.
Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali Kristal akan terbentuk, tetapi
tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan
yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan ini tergantung pada
derajad lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajad lewat jenuh makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju
pembentukan inti. Laju pertumbuhan Kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran Kristal yang terbentuk yang dipengaruhi oleh derajad
lewat jenuh.
Pada praktikum ini bertujuan untuk memurnikan zat padat dengan cara
rekristalisasi dimana dilakukan rekristalisasi pada asam benzoate dengan
pelarut air. Pertama dilakukan dengan ditimbang asam benzoate tercemar
sebanyak 1,5 gram dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL lalu dilarutkan
asam benzoate tersebut dengan 50 mL air panas. Dilarutkannya asam benzoate
dengan air panas dikarenakan asam benzoate lebih mudah melarut pada air
dengan suhu yang relatif tinggi dan kurang melarut pada air dengan suhu yang
rendah (sebelum pemanasan). Peristiwa ini disebabkan oleh kecepatan reaksi
dari asam benzoat kurang relatif pada air yang memiliki suhu rendah dan juga
sifat-sifat fisis dari zat ini yang selalu berada dalam bentuk padat pada suhu
yang relative rendah, sehingga untuk melarutkannya perlu dilakukan
pemanasan pelarutnya selain itu juga karena dalam keadaan panas jarak ikatan
antar molekul-molekul dalam campuran asam benzoate tercemar relatif lebih
besar sehingga pemisahannya pun lebih mudah dilakukan dalam keadaan
panas.
Digunakannya pelarut air karena air merupakan pelarut yang cocok
karena dapat melarutkan asam benzoate dengan sempurna. Asam benzoate
dalam larutan air panas ini akan terurai menjadi ion-ionnya. Dalam praktikum
ini pelarutnya adalah air karena air tidak mudah bereaksi dengan asam benzoat
karena bersifat inert dan dapat dengan mudah dipisahkan.
Tahap selanjutnya yaitu dilakukan penyaringan, larutan disaring
dengan kertas saring menggunakan corong gelas dan ditempatkan pada gelas
kimia. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan antara zat yang telah larut
dengan zat pengotornya agar diperoleh zat yang lebih murni. Selanjutnya
dilakukan pendinginan agar berlangsung dengan cepat. Larutan didinginkan
menggunakan es batu yang diletakkan dalam kotak sterofom. Ketika
melakukan pendinginan lama kelamaan akan terbentuk Kristal. Setelah
muncul Kristal maka dilakukan penyaringa kembali. Hal ini bertujuan untuk
memisahkan Kristal benzoate dengan pelarutnya.
Kemurnian suatu zat ditentukan oleh rendemen yang diperoleh.
Semakin tinggi rendemen suatu zat maka tingkat kemurnian akan semakin
tinggi. Sedangkan semakin kecil nilai rendemen yang diperoleh dari suatu zat
maka tingkat kemurnian semakin rendah. Dari hasil praktikum diperoleh
rendemen Kristal asam benzoat sebesar 30,72 % yang berarti bahwa 69,27 %
nya adalah zat pengotor (residu) yang berada dalam sampel asam benzoat
tercemar.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa pemurnian secara rekristalisasi didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat
yang dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Kristal asam
benzoate murni dapat kita pisahkan dan diperoleh kembali dari zat pengotornya.
Kristalisai asam benzoate yang dapat diperoleh adalah 0,4609 gram dengan jumlah
rendemennya sebanyak 30,72 %.
IX. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia,
Jakarta.

Keenan, Charles W. dkk., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.

Lukis, Prima Agusti. (2010). Dua Senyawa Mangostin dari Ekstak n-Heksan
padaKayu Akar Manggis ( Garcinia mangostana, Linn). Institut Teknologi
Sepuluh September. Surabaya. Diakses tanggal 8 Desember 2014

Rositawati, Agustina Leokrist., Dkk, (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah
Demak untuk Mencapai SNI Garam Industri.Jurnal Teknologi Kimia Dan
Industri. Vol. 2, No.4.Universitas Diponegoro. Semarang.

Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.

Syukri, 1999, Kimia Dasar 3, ITB Press, Bandung.


LAMPIRAN
FOTO PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai