Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2

MATA KULIAH: MET. PENG. MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA

KODE MATAKULIAH: PAUD4102

PROGRAM STUDI : 122/PGPAUD S1

OLEH:

NAMA: REFIKA PUTRI

NIM: 856104151

UPJJ: 13/BATAM

MASA REGISTRASI: 2023-1

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH

UNIVERSITAS TERBUKA

BATAM

TAHUN 2023
TUGAS 2
Kerjakanlah tugas dibawah ini.

1. Jelaskanlah perbedaan moral, moralitas, dan etika!

2. Apa yang perlu diajarkan guru pada anak menyangkut peran guru dalam menangkap
peluang yang ada dalam tantangan abad ke 21 untuk pengembangan moral?

3. Jelaskanlah metode pembelajaran dalam pengembangan moral anak dan buatlah contoh
kegiatan dengan menggunakan metode tersebut!

4. Pada tantangan kegiatan literasi di abad 21, Apa yang perlu dipahami dalam menyajikan
literasi pada pengembangan nilai agama anak usia dini?

JAWABAN
1. Perbedaan moral, moralitas, dan etika
 Moral: Akhlak atau tingkah laku yang susila (KBBI, 2008)
 Moralitas: Kesusilaan atau norma yang mengatur hidup manusia yang bersumber
dari hati nurani manusia
 Etika: Suatu cabang filsafat yang membahas atau menyelidiki nilai-nilai dalam
tindakan atau perilaku (akhlak) manusia atau disebut juga sebagai tata susila
Masing-masing berhubungan dengan aturan berperilaku manusia yang dapat
dipergunakan sesuai konteks dan kebutuhan

2. Hal yang perlu diajarkan guru pada anak menyangkut peran guru dalam menangkap
peluang yang ada dalam tantangan abad ke 21 untuk pengembangan moral:

Guru harus mampu menangkap peluang untuk pengembangan moral diantara dunia
digital yang serba mudah. Diantaranya anak dilatih mandiri, tanggung jawab terhadap diri
sendiri dan orang lain, dilatih memiliki kemampuan bekerja sendiri, dan bersabar
menghadapi proses mendapatkan apa yang diinginkan. Hal tersebut dapat berdampak pada
kecerdasan, kehandalan, dan ketangguhan untuk menghadapi dinamika kehidupan yang
kompleks.
Guru dapat lebih menekankan ajaran nilai-nilai moral untuk menciptakan siswa yang
berkarakter, sehingga ilmu yang sudah dimiliki tidak terbuang sia-sia. Seperti yang
disampaikan oleh (Waskito dan Nadiroh 2019), salah satu pendidikan yang penting dalam
membangun peradaban yang baik di suatu negara ialah pendidikan karakter. Maka dari itu,
dengan ilmu pengetahuan dan wawasan luas yang dimiliki siswa, ditambah kuatnya karakter
baik yang tertanam, tentunya akan menjadi modal Indonesia untuk memiliki Sumber Daya
Manusia yang berkualitas di masa depan. Hal ini sesuai dengan inti dari pembelajaran abad
21, yakni menjadikan siswa memiliki kemampuan 4C (critichal thinking, creativity,
collaboration & communicatin).

Kemampuan 4C ini sangat dibutuhkan untuk menyambut era disruption. Kemampuan


tersebut diantaranya:

1) Berpikir kritis, siswa dituntut untuk memiliki rasa kepekaan terhadap gejala sosial
yang ada di masyarakat. Kritis disini berarti bukan hanya menyangkut pada kepekaan
terhadap ilmu maupun teori yang terdapat pada sumber-sumber belajar, melainkan
siswa juga harus peka atau dapat berkontribusi terhadap masalah sosial yang ada pada
masyarakat. Pemikiran kritis dapat menuntun pada pembentukan sifat yang bijak serta
memungkinkan seseorang untuk menganalisa informasi dengan cermat dan membuat
keputusan yang tepat (Nadiroh, Hasanah, dan Zulfa 2019).
2) Kreatif, pada pembelajaran abad 21 ini siswa tidak hanya lagi dituntut untuk
menghafal serta memahami ilmu yang diberikan oleh guru. Para siswa dituntut untuk
lebih kreatif dalam mengaplikasikan sebuah teori yang diberikan guru, melalui
berbagai macam hasil karya.
3) Kolaborasi, maksud dari kemampuan kolaborasi yakni siswa dituntut untuk dapat
bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas ataupun pekerjaan.
4) Komunikasi, kemampuan terakhir yang harus dimiliki yaitu komunikasi. Siswa
dituntut untuk dapat mengkomunikasikan sebuah pekerjaan yang telah mereka
lakukan kepada guru serta teman-teman kelasnya.

Kemampuan 4C yang harus dimiliki oleh para siswa pada pembelajaran abad 21 ini
tidak dapat diwujudkan hanya oleh guru, melainkan harus memiliki kerjasama dari berbagai
unsur pendidikan. Mulai dari kebijakan pemerintah, kepala sekolah, guru, peserta didik,
orang tua hingga ke masyarakat sekitar (Sugiyarti dan Arif 2018). Selain itu, pembelajaran
yang dilakukan oleh guru di kelas tidak lagi hanya berfokus kepada teori, tetapi juga harus
mengaitkannya kepada kejadian nyata yang terjadi di masyarakat. Sehingga siswa tidak lagi
hanya mempelajari teori yang abstrak, melainkan mereka juga dapat mempraktekkannya di
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga yang nantinya akan mampu meningkatkan motivasi
para siswa, karena siswa menganggap hal yang mereka pelajari di sekolah akan bermanfaat
bagi dirinya di kehidupan bermasyarakat.
3. Metode pembelajaran dalam pengembangan moral anak dan contoh:
1) Bercerita
Merupakan metode pembelajaran yang mentransfer isi cerita ke melalui penyampaian lisan
dengan berbagai teknik . Contoh : anak diajarkan mencintai ciptaan Tuhan melalui teknik
bercerita menggunakan ilustrasi dari buku dengan judul “ Aku binatang ciptaan Tuhan”

2) Karyawisata merupakan metode pembelajaran dengan cara mengenalkan anak langsung


pada lingkungan nyata secara langsung. Contoh : anak diajak untuk mengenal profesi dan
tugas dari pemadam kebaaran melaleui karyawista ke tempat pemadam kebakaran

3) Bernyanyi merupakan suatu pendekatan lewat seni, bisa menggunakan gerak dan lagu
untuk menyampaikan pesan pada anak. Contoh : anak diajak mengetahui gejala alam
ciptaan Tuhan melalui lagu pelangi.

4) Syair atau sajak, merupakan kegiatan membaca dengan penekanan-penekanan tertentu


untuk membuatnya indah dan menimbulkan rasa senang dan gembira. Sajak memiliki
kesamaan dengan syair (dalam bahasa arab) yang memiliki makna kumpulan kata-kata
yang memiliki persamaan bunyi (ritme), terutama pada akhir baris. Contoh : mengenalkan
anak tentang rukun Islam dengan membuat materi rukun Islam yang dibuat syairnya.

4. Hal yang perlu dipahami dalam menyajikan literasi pada pengembangan nilai agama
anak usia dini pada tantangan kegiatan literasi di abad 21:

Digital literasi dalam pengembangan nilai agama pada anak usia dini perlu dipahami
bahwa pengembangannya harus proporsional, artinya tidak cukup hanya mengetahui
informasi seperti orang dewasa, namun juga membutuhkan model pembiasaan dan
pengkondisian. hal tersebut dalam rangka menumbuhkan budaya literasi pemahaman,
literasi mencontoh, meniru hal-hal positif yang bisa mendukung tumbuh dan
berkembangnya nilai agama anak usia dini

Dalam menyajikan literasi pada pengembangan nilai agama anak usia dini pada tantangan
kegiatan literasi di abad 21, ada beberapa hal yang perlu dipahami, antara lain:

1. Memahami karakteristik anak usia dini


Anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Mereka masih dalam tahap perkembangan yang sangat cepat, sehingga membutuhkan
pendekatan yang tepat dan sesuai dengan usia mereka. Oleh karena itu, dalam menyajikan
literasi pada pengembangan nilai agama anak usia dini, perlu memperhatikan karakteristik
anak usia dini.

2. Menyesuaikan metode dan materi


Metode dan materi yang digunakan dalam menyajikan literasi pada pengembangan nilai
agama anak usia dini perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik anak. Metode
yang digunakan harus menyenangkan dan menarik perhatian anak, seperti cerita, lagu,
dan permainan. Materi yang disajikan juga harus mudah dipahami dan sesuai dengan usia
anak.

3. Menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari


Pengembangan nilai agama pada anak usia dini tidak hanya dilakukan melalui literasi,
tetapi juga melalui contoh dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
perlu menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari anak, seperti
mengajarkan anak untuk berbuat baik, berempati, dan menghargai sesama.

4. Menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran


Tantangan kegiatan literasi di abad 21 adalah adanya kemajuan teknologi yang sangat
pesat. Oleh karena itu, teknologi dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dalam
menyajikan literasi pada pengembangan nilai agama anak usia dini. Contohnya adalah
penggunaan aplikasi pembelajaran atau video edukasi yang menarik dan sesuai dengan
usia anak.

5. Melibatkan orang tua dan guru


Orang tua dan guru memegang peran penting dalam pengembangan nilai agama anak usia
dini. Oleh karena itu, perlu melibatkan orang tua dan guru dalam proses pengembangan
nilai agama anak usia dini melalui literasi. Orang tua dan guru dapat memberikan
dukungan dan bimbingan kepada anak dalam memahami nilai-nilai agama yang disajikan
melalui literasi.

Anda mungkin juga menyukai