Anda di halaman 1dari 20

PENGERTIAN DAN SEJARAH GERAKAN SOSIAL DUNIA DAN

INDONESIA

Tugas ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Gerakan Sosial Agama yang
diampu oleh:
Dr. Siti Badiah, M. Ag

Disusun Oleh:

Melia Aulia Suci (2031050065)

Shinta Bella (2031050099)

Shofa Ya Nanda (2031050100)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim,

Alhamdulillah, puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah
ini berisikan tentang penjelasan “Pengertian dan Sejarah Gerakan Sosial
Dunia dan Indonesia”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin allahuma aamiin.

Bandar Lampung, 20 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

A. Latar Belakang....................................................................................................

B. Rumusan Masalah...............................................................................................

C. Tujuan Penulisan.................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Gerakan Sosial....................................................................................................

B. Faktor Gerakan Sosial.........................................................................................

C. Tujuan Gerakan Sosial........................................................................................

D. Sejarah Gerakan Sosial.......................................................................................

1. Sejarah Gerakan Sosial Dunia.........................................................................

2. Sejarah Gerakan Sosial Indonesia.................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................

B. Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan sosial merupakan bentuk kegiatan masyarakat sipil (civil society)
yang khas. Gerakan sosial sebagai sebentuk aksi kolektif dengan orientasi
konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan
dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang
diikat rasa solidaritas dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentukbentuk
ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama. Artinya, dalam konteks gerakan
sosial dapat dimaknai sebagai aksi organisasi atau kelompok masyarakat sipil
dalam mendukung atau menentang perubahan sosial.

Gerakan sosial di Indonesia sudah terjadi sejak jaman Kolonial Belanda


dalam kelompok masyarakat, baik dari kalangan menengah maupun ke bawah
yang memiliki kesadaran tinggi. Masyarakat mengupayakan berbagai tindakan
yang bertujuan untuk menguatkan dan mempertahankan posisinya baik secara
ekonomi, sosial maupun politik. Gerakan sosial yang sifatnya mendambakan
perubahan menuju kebaikan, kualitas hidup masyarakat, khususnya dalam
kesempatan yang sama, hak-hak yang sama, partisipasi yang sama dalam
kehidupan kolektif.

Gerakan sosial muncul sebagai akibat kekecewaan-kekecewaan terhadap


pemerintah atau penguasa elit/ otoriter. Dari kekecewaan-kekecewaan itulah
menjadi sebuah Gerakan Sosial yang isinya adalah kalangan yang memiliki
komitmen yang mengubah kehidupan kolektif menjadi lebih baik tanpa
melalui intervensi negara yang berlebihan. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai pengertian dan sejarah Gerakan sosial dunia dan
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan
tulisan ini melalui beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Gerakan Sosial?

1
2. Apa factor penyebab Gerakan sosial?
3. Apa tujuan dari Gerakan sosial?
4. Bagaiamana sejarah Gerakan sosial dunia dan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Gerakan sosial.
2. Mengetahui factor Gerakan sosial.
3. Mengetahui tujuan Gerakan sosial.
4. Dan mengetahui sejarah Gerakan sosial dunia dan Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gerakan Sosial
Gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan
bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (Action Collective)
diluar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.1 Sedangkan menurut Robert
Misel mendefinisikan Gerakan Sosial sebagai seperangkat keyakinan dan
tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk
menghalangi perubahan dalam masyarakat.2

Sebagaimana dikatakan Macionis gerakan sosial (social movement)


merupakan tipe paling penting dari perilaku kolektif (collective behavior).
Beberapa sosiolog menyebut gerakan sosial lebih sebagai suatu bentuk dari
tindakan kolektif (collective action) daripada sebagai bentuk perilaku kolektif
(collective behavior). Mereka berpendapat bahwa gerakan sosial (social
movement) berbeda dengan bentuk-bentuk perilaku kolektif (collective
behavior). Sementara, terdapat juga sosiolog yang mengelompokkan gerakan
sosial sebagai salah satu bentuk dari collective behavior.

Sedangkan menurut Crossley, perilaku kolektif merupakan salah satu


dimensi dari studi Gerakan Sosial yang berkembang di Eropa. Tindakan
kolektif (collective action) didefinisikan sebagai setiap tindakan yang
bertujuan untuk meningkatkan status, kekuasaan, atau pengaruh dari seluruh
kelompok, bukan untuk seorang atau beberapa orang. Mengacu kepada konsep
Olson, maka inti dari konsep tindakan kolektif adalah adanya kepentingan
umum atau kepentingan bersama (public goods) yang diusung di antara
kelompok.3

1
Fadillah Putra, Gerakan Sosial: Konsep , Strategi, Aktor, Hambatan Dan Tantangan
Gerakan Sosial Di Indonesia. (Malang: Averros Press, 2006).
2
Robert Misel, Teori Pergerakan Sosial (Yogyakarta: Resist Book, 2004).
3
Oman Sukmana, Konsep Dan Teori Gerakan Sosial, Intrans Publishing, 2016.

3
Menurut Weber, suatu tindakan dikatakan terjadi ketika individu
melekatkan makna subjektif dalam tindakan mereka. Kondisi seperti ini tidak
muncul dalam konteks perilaku kolektif (collective behavior). Locher
menyatakan bahwa perbedaan gerakan sosial dari bentuk perilaku kolektif
yang lainnya, seperti: crowd (kerumunan), riot (kerusuhan) dan rebel
(penolakan, pembangkangan), dapat dilihat dari tiga aspek, yakni: (a)
Pengorganisasian (Organized); (b) Pertimbangan (Deliberate); dan (c) Daya
tahan (Enduring). Penjelasan ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek Pengorganisasian (Organized).

Gerakan sosial (social movements) adalah suatu aktivitas yang


terorganisir, sementara suatu perilaku kolektif (collective behavior) pada
umumnya muncul atau terjadi tidak terorganisir. Misalnya, para partisipan
suatu kerusuhan (riot participants) mungkin saja diantara mereka
melakukan kerjasama untuk jangka waktu yang singkat dalam suatu waktu
tertentu, namun keterlibatan partisipan dalam peristiwa kerusuhan tersebut
bersifat bebas, sementara, dan bukan merupakan kejadian yang secara hati-
hati diorganisir. Tipikal partisipan dan pemimpin dari suatu perilaku
kolektif (collective behavior) datang dan pergi dengan cepat. Dalam suatu
perilaku kolektif, tidak ada tugas-tugas khusus yang harus dilakukan oleh
partisipan, sementara dalam suatu gerakan sosial para partisipan seringkali
diberikan tugas-tugas khusus untuk ditampilkan, dimana mereka juga
secara hati-hati merancang suatu taktik dan strategi aksi. Dalam gerakan
sosial, para pemimpin (leaders) seringkali mencipakan dan merancang
pekerjaan dan tugas-tugas khusus bagi para partisipan gerakan.

2. Aspek Pertimbangan (deliberate).

Suatu gerakan sosial (social movements) juga terjadi karena adanya


pertimbangan. Sebagian besar peristiwa perilaku kolektif (collective
behavior) terjadi tanpa adanya perencanaan apapun dari mereka
menyangkut waktunya. Sementara gerakan sosial (social movements),
secara intensif sengaja dimunculkan dan para partisipan secara hati-hati
memutuskan apakah ikut atau tidak ikut terlibat dalam suatu gerakan.

4
Keterlibatan para partisipan seringkali didorong oleh janji-janji dan
dorongan keanggotaan (membership drves), gerakan sosial (social
movement) mencari publisitas dan berupaya untuk menarik sebanyak
mungkin orang-orang untuk mendukung gerakan. Pertimbangan
perencanaan ini tidak terjadi pada sebagaian besar bentuk dari perilaku
kolektif (collective behavior).

3. Aspek Daya Tahan (Enduring)

Aksi Gerakan sosial (social movement) pada umumnya bertahan


dalam waktu yang cukup lama (long-lasting) atau memiliki daya tahan
(enduring). Sementara, suatu perilaku kolektif (collective behavior) terjadi
dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya, suatu kerusuhan (riots)
mungkin terjadi hanya beberapa menit, beberapa jam, atau beberapa hari
saja; suatu fads (demam mode; fashion) mungkin terjadi untuk beberapa
bulan saja. Sementara, aksi gerakan sosial (social movements) eksis untuk
beberapa tahun atau bahkan beberapa dekade.4

B. Faktor Gerakan Sosial


Faktor yang menyebabkan orang melibatkan diri dalam gerakan sosial
karena menderita deprivasi (kehilangan, kekurangan, penderitaan), misalnya
di bidang ekonomi (seperti hilangnya peluang untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pokoknya: pangan, sandang, papan). Para penganut penjelasan ini
menunjuk pada fakta bahwa gerakan sosial dalam sejarah didahului deprivasi
yang disebabkan oleh sosial seperti kenaikan harga-harga bahan kebutuhan
pokok.
Beberapa ahli sosiologi, misalnya James Davies, kurang sependapat
dengan penjelasan deprivasi semata-mata. Mereka menunjuk pada fakta
bahwa gerakan sosial sering muncul justru pada saat masyarakat menikmati
kemajuan dibidang ekonomi. Oleh sebab itu dirumuskanlah penjelasan yang
memakai konsep deprivasi sosial relatif. James Davies mengemukakan bahwa
meskipun tingkat kepuasan masyarakat meningkat terus, namun mungkn saja
terjadi kesenjangan antara harapan masyarakat dengan keadaan nyata yang

4
Ibid. 11-12

5
dihadapi kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan yuang diinginkan
masyarakat dengan apa yang diperoleh secara nyata.
Kesenjangan ini dinamakan deprivasi sosial relatif. Apabila kesenjangan
sosial relatif ini semakin melebar sehingga melewati batas toleransi
masyarakat, misalnya karena pertumbuhan ekonomi dan sosial diikuti dengan
kemacetan bahkan kemunduran mendadak maka, menurut teori Davies
revolusi akan tercetus. Sejumlah ahli sosiologi lain berpendapat bahwa
deprivasi tidak dengan sendirinya akan mengakibatkan terjadinya gerakan
sosial
Menurut mereka perubahan sosial memerlukan pengerahan sumber daya
manusia maupun alam (resource mobilization). Tanpa adanya pergerakan
sumber daya suatu gerakan sosial tidak akan terjadi, meskipun tingkat
deprivasi tinggi. Keberhasilan suatu gerakansosial bergantung, menurut
pandangan ini, padasosial manusia seperti kepemimpinan, organisasi dan
keterlibatan, serta sosial sumber daya lain seperti dana dan sarana. Deprivasi
yang dialami oleh masyarakat kita pada tahun 1966 tingkat inflasi tinggi yang
dampaknya terasa pada harga kebutuhan pokok, ketidakmampuan terhadap
klebijaksanaan politik dalam negeri kepemimpinan nasional setelah peristiwa
percobaaqn kudeta “Gerakan 30 September”.
Menurut teori ini tidak akan menghasilkan Gerakan sosial berupa
kebangkitan “Angkatan 1966” apabiula ditunjang dengan pengerahan sumber
daya kepemimpinan, organisasi dab keterlibatan mahasiswa dan pelajar,
dukungan moral dan materiel kekuatan dalam TNI, dukungan berbagai
kalangan masyarakat, dan peliputan oleh media massa dalam negeri dan luar
negeri.5

C. Tujuan Gerakan Sosial


Dalam segala bentuk dan ukurannya, pada akhirnya dapat dideskripsikan
bahwa gerakan sosial dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh tipologi gerakan
berdasarkan hakekat perubahan yang diinginkan, yaitu :

1. Gerakan sosial yang berbeda menurut bidang perubahan yang diinginkan.

5
Abdul Wahid Situmorang, Gerakan Sosial: Teori Dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013).

6
Ada yang terbatas tujuannya; hanya untuk mengubah aspek
tertentu kehidupan masyarakat tanpa menyentuh inti struktur institusinya,
gerakan yangn hanya menginginkan perubahan “di dalam” ketimbang
perubahan masyarakatnya sebagai keseluruhan. Ini disebut gerakan
reformasi. Gerakan lain mengupayakan perubahan yang lebih mendalam
yang menyentuh landasan organisasi sosial. Karena landasan sentral
(strategis) institusi yang mereka serang, maka, bila efektif, perubahan akan
meluas melampaui target semula dan akan menghasilkan transformasi
masyarakatnya ketimbang perubahan “di dalam” masyarakat itu semata.
Ini disebut gerakan radikal.

2. Gerakan sosial yang berbeda dalam kualitas perubahan yang diinginkan.

Ada gerakan yang menekankan pada inovasi, berjuang untuk


memperkenalkan institusi baru, hukum baru, bentuk kehidupan baru dan
keyakinan baru. Singkatnya, gerakan ini ingin membentuk masyarakat ke
dalam suatu pola yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Orientasi
gerakan ini adalah ke masa depan. Perubahan diarahkan ke masa depan
dan menekankan pada sesuatu yang baru. Ini dapat disebut gerakan
progresif. Perubahan yang diajukan dengan diarahkan ke belakang dan
tekanan diletakkan pada tradisi. Ini disebut gerakan konservatif. Perbedaan
antara gerakan progresif dan konservatif dapat dikaitkan dengan perbedaan
haluan politik kiri dan kanan. Gerakan sayap kiri sering dianggap
berorientasi progresif sedangkan gerakan sayap kanan biasanya
konservatif.

3. Gerakan sosial yang berbeda dalam target perubahan yang diinginkan.

Ada yang memusatkan perhatian pada perubahan struktur sosial;


ada yang pada perubahan individual. Gerakan perubahan struktural ada
dua bentuk:

a) Gerakan sosial politik yang berupaya mengubah stratifikasi politik,


ekonomi dan kelas. Gerakan ini senantiasa menentang penguasa negara
atas nama rakyat yang mempunyai kekuasaan formal sangat kecil.

7
b) Gerakan sosio-kultural yang ditujukan pada aspek yang kurang teraba
dari kehidupan sosial, mengusulkan perubahan keyakinan, nilai,
norma, simbol dan pola hidup sehari-hari.

Dengan menggabungkan kriteria target dan kriteria bidang perubahan


yang diinginkan, David Aberle mengemukakan klasifikasi rangkap empat
gerakan sosial:

1) Gerakan transformasi yang bertujuan perubahan total dalam struktur;


2) Gerakan reformasi yang bertujuan perubahan sebagian dalam struktur;
3) Gerakan penyelamatan yang bertujuan perubahan total individu
anggotanya; dan
4) Gerakan alternatif yang bertujuan perubahan sebagian kepribadian
individu anggotanya.
4. Gerakan sosial yang berbeda mengenai arah perubahan yang diinginkan.

Kebanyakan gerakan mempunyai arah positif. Gerakan seperti itu


mencoba memperkenalkan perubahan tertentu, membuat perbedaan. Arah
positif ini juga dipertahankan ketika gerakan dimobilisasi untuk mencegah
perubahan; baru kemudian arahnya negatif. Kasus khas terjadi ketika gerakan
dimobilisasi untuk merespon perubahan yang dinilai negatif yang timbul
segera setelah kecenderungan sosial umum menimbulkan dampak sampingan
yang tak diharapkan.

5. Gerakan sosial yang berbeda dalam strategi yang melandasi atau logika
tindakan mereka.

Ada yang mengikuti logika instrumental; gerakan ini berjuang untuk


mendapatkan kekuasaan politik dan dengan kekuatan politik itu memaksakan
perubahan yang diinginkan dalam peraturan hukum, institusi dan organisasi
masyarakat. Tujuan utama mereka adalah kontrol politik. Bila berhasil,
gerakan seperti itu berubah menjadi kelompok penekan atau partai politik.
Gerakan lain mengikuti logika pernyataan perasaan (expressive) yang
berjuang untuk menegaskan identitas, untuk mendapatkan pengakuan bagi
nilainilai mereka atau pandangan hidup mereka, untuk mencapai otonomi,

8
persamaan hak, emansipasi politik dan kultural bagi anggotanya atau untuk
mendapatkan pendukung lebih banyak.

6. Perbedaan tipe gerakan sosial yang ditemukan sangat menonjol dalam epos
sejarah berlainan.

Ada dua tipe besar gerakan yang berkaitan dengan sejarah modern.
Gerakan yang menonjol di fase awal modernitas memusatkan perhatian pada
kepentingan ekonomi; anggotanya umumnya direkrut dari satu kelas sosial
tertentu, organisasinya kaku, desentralisasi. Contoh klasik seperti gerakan
buruh dan petani yang disebut gerakan sosial lama. Dengan berkembangnya
modernitas maka muncul gerakan sosial baru seperti gerakan ekologi,
perdamaian dan feminis. Ada tiga ciri khas gerakan sosial baru, (a) Gerakan
ini memusatkan perhatian pada isu baru, kepentingan baru dan medan konflik
sosial baru, (b) Keanggotaannya tidak dikaitkan dengan kelas khusus tertentu
tetapi lebih saling berpotongan dengan pembagian kelas tradisonal,
mengungkap masalah penting yang dihadapi anggota berbagai kelas yang
berlainan, (c) Gerakan sosial baru biasanya mengambil bentuk jaringan
hubungan luas dan relatif longgar ketimbang menggunakan organisasi yang
kaku dan hierarkis. Singkatnya, desentralisasi.

7. Tiap gerakan menciptakan kondisi untuk memobilisasi gerakan tandingan.

Dengan menganjurkan perubahan, menyerang kepentingan yang sudah


mapan, memobilisasi simbolsimbol dan meningkatkan biaya pihak lain,
gerakan menciptakan keluhan dan menyediakan peluang munculnya upaya
gerakan tandingan.6

D. Sejarah Gerakan Sosial


1. Sejarah Gerakan Sosial Dunia
Berbagai hasil studi tentang gerakan sosial dipengaruhi oleh beragamnya
paradigma yang digunakan untuk memahami fenomena gerakan sosial yang

6
Rizal A Hidayat, “Gerakan Sosial Sebagai Agen Perubahan Sosial,” Forum Ilmiah
Indonusa 4, no. 1 (2007): 15–22.

9
terjadi dalam suatu masyarakat. Beragam varian teoritik dan pendekatan
perspektif tidak muncul dengan sendirinya, melainkan dikonstruksi
berdasarkan dinamika bentuk dan model gerakan yang terjadi di masyarakat.
Dinamika sosial gerakan inilah yang kemudian melahirkan komunitas-
komunitas intelektual studi terhadap gerakan sosial dengan beragam perspektif
yang kemudian di antaranya saling mempengaruhi satu dengan lain.
Paradigma adalah sebuah pendekatan yang digunakan oleh para ilmuwan
untuk memahami sebuah pokok persoalan di bidang ilmu pengetahuan yang
mereka geluti.

Pada tahun 1930-an hingga memasuki era tahun 1960an studi gerakan
sosial lebih difokuskan pada perspektif teori psikologi sosial, termasuk juga
sebagai reaksi terhadap popularitas psikonalisis dan pengaruh “dunia nyata”
Nazisme, fasisme, Stalinisme, tindakan main hakim sendiri misalnya dengan
mengeroyok atau membunuh, termasuk juga kerusuhan-kerusuhan yang
berbau ras. Menurut R. Mirsel, pada tahapan pertama ini teori gerakan sosial
meneliti asal-usul irasional dari setiap gerakan yang muncul di bawah
beberapa pemikiran yang saling berhubungan seperti dalam berbagai unit
analisis kajian pada tema misalnya perkumpulan massal (mass society) dan
tingkahlaku kolektif (collective behavior).

Secara umum studi gerakan sosial klasik berorientasi pada teori-teori


psikologi sosial, yang menurut Rajendra Singh, merupakan ciri khas
perspektif gerakan sosial klasik walaupun kemudian mendapat dimensi baru
dalam studi gerakan sosial tradisi neoklasik. Hal yang paling mendasar dalam
tradisi klasik bahwa sebagian besar studi dalam perilaku kolektif (collective
behavior), diarahkan pada berbagai bentuk perilaku kelompok kerumunan
yang disebut crowd, dan crowd di sini merupakan kolektivitas yang liar, haus
darah, rasional. Perspektif studi gerakan sosial tradisi klasik dan neoklasik
(lama) nampak dalam berbagai tindakan antara lain; kerusuhan (revolts) huru-
hara (mob), keributan dan kerisauan (riots) hingga kepada pemberontakan
(rebels), utamanya oleh para psikolog sosial Barat dan para sejarawan dari
sebelum tahun 1950-an.

10
Menjelang akhir tahun 1960-an lebih jelasnya mengawali tahun 1970-an
ke atas, munculnya suatu upaya baru dari para teoritisi studi gerakan sosial
baik di Eropa maupun di Amerika, untuk memformulasi kembali perspektif
teori gerakan sosial yang cukup berpengaruh kuat pada periode pertama yang
didominasi oleh psikologi sosial klasik. Periode kedua ini lahir dan menandai
semangat baru dalam merumuskan ulang berbagai pendekatan studi gerakan
sosial lama, ke dalam formulasi baru yang disebut Gerakan Sosial Baru (New
Social Movement). Pada masyarakat kontemporer yang banyak berubah, telah
menjadikan Gerakan Sosial Baru (GSB) memiliki citra baru dalam berbagai
tampilan wajah, tipe-tipe, bentuk serta model gerakan sosial.

Mendekati akhir tahun 1960-an, lebih jelasnya memasuki tahun 1970-an,


munculah gerakan-gerakan sosial baru di Amerika Serikat dan kawasan-
kawasan lainnya di benua Eropa. Gerakan-gerakan sosial baru ini lebih
ekspresif dan mengambil wajah dan tipe gerakan sosial yang banyak berubah
bila dibandingkan dengan berbagai gerakan yang terjadi pada periode
sebelumnya. Pergerakan sosial tersebut atara lain misalnya gerakan
perjuangan hak-hak sipil warga negara (civil rights movements) terutama di
Amerika Serikat, semacam organisasi sipil yang berorientasi memperjuangkan
dan mentransformasi pembaruan struktur pada lembagalembaga yang
cenderung menindas secara reperesif.

Selanjutnya, muncul pula berbagai gerakan moral perdamaian yang


mengusung cita-cita dan semangat ideologi anti perang hingga perjuangan
melawan berbagai bentuk perlombaan senjata nuklir. Berbagai aktivis-aktivis
dalam kelompok organisasi anti perang pada waktu itu misalnya secara tegas
menentang serta menolak ekspansi militerisasi antara Amerika dengan
Vietnam. Oleh karena itu, di Amerika Serikat sendiri, munculnya aneka
gerakan melawan perang Vietnam melahirkan pula berbagai rupa aktivisme
perdamaian dan dukungan terhadap dekolonisasi. Sejumlah gerakan tertentu
memang membawa pergeseran dalam fokus analisis dibidang teori gerakan
sosial, akan tetapi aliran-aliran pemikiran di antara para elite politik dan di
dalam kebudayaan umumnya juga menghasilkan pemahaman bahwa
pembaharuan itu sah dan rasional.

11
Ada tiga paradigma studi gerakan sosial baru (GSB), meliputi; paradigma
ketegangan struktural (structural strain paradigm), paradigma mobilisasi
sumber daya (resource mobilization paradigm) dan terakhir paradigma
berorientasi identitas. Walaupun ketiga paradigma besar ini berbeda soal
konseptualisasi teoritik dalam menganalisa berbagai fenomena gerakan sosial,
namun ketiga paradigma ini saling melengkapi satu sama lain.7

2. Sejarah Gerakan Sosial Indonesia


Gerakan sosial di Indonesia sudah terjadi sejak jaman Kolonial Belanda
dalam kelompok masyarakat, baik dari kalangan menengah maupun ke bawah
yang memiliki kesadaran tinggi. Masyarakat mengupayakan berbagai tindakan
yang bertujuan untuk menguatkan dan mempertahankan posisinya baik secara
ekonomi, sosial maupun politik.

Perkembangan zaman turut mempengaruhi bagaimana gerakan dan


aktivisme diorganisiruntuk memperkuat keefektifannya. Namun ia juga kerap
mendapat dukungan yang tidak direncanakan sebelumnya. Perkembangan
media dan kemajuan teknologi informasi kerap terlibat dalam perjuangan
sebuah gerakan. Semisal gerakan reformasi 1998. Hotman Siahaan, guru besar
Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan bahwa televisi secara langsung
atau tidak langsung telah “memberi inspirasi kepada gerakan mahasiswa untuk
ikut turun ke jalan…” Secara spesifik, Hotman, yang kala itu terlibat langsung
dalam mobilisasi gerakan mahasiswa di Universitas Airlangga, menyebutkan
bahwa berita “Liputan 6” SCTV menjadi referensi paling layak bagi
mahasiswa dalam merumuskan isu yang harus dilontarkan dalam aksi
demonstrasi (pro Reformasi) di Surabaya.

Pada periode 1990an media, khususnya televisi swasta, mulai berkembang


di Indonesia. Ia secara langsung atau tidak langsung, direncanakan atau tidak,
tak dapat dipungkiri turut mendorong laju gerakan reformasi Indonesia. Tentu
ada banyak faktor pemicu atau pendorong gerakan reformasi 1998. Yang perlu
ditilik terkait dengan perkembangan industri, teknologi dan kapitalisme di
zaman kontemporer adalah terbentuknya satu kelas baru. Ariel Heryanto
7
Joni Rusmanto, Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori Kekuatan Dan
Kelemahannya. Zifatama Publishing: Sidoarjo., 2013.

12
mengidentifikasi adanya orang kaya baru (new rich) di Indonesia yang turut
mengkonstruksi budaya dan kontestasi identitas kelompok, melalui budaya
konsumsi, yang kemudian disebutnya sebagai kelas menegah (baru).

Ariel berpendapat bahwa konsumerisme dan konsumsi yang tinggi turut


memainkan peranan penting dalam politik kultural Indonesia kontemporer.
Kelas menenengah baru itu diantaranya adalah kalangan alumni dari berbagai
kampus, yang perannya dalam gerakan reformasi 1998, tak bisa diabaikan.
Mereka terutama terdiri dari kalangan profesional berusia di atas 40an.
Sebagian besar adalah “mantan” aktivis mahasiswa 1970/1980an.Karena
situasi krisis ekonomi, sebagian dari mereka menderita karena bisnis yang
anjlok atau bangkrut. Tidak ada pilihan lain, kecuali menengok gerakan
mahasiswa sebagai alternatif untuk memperbaiki keadaan, baik karena motif-
motif pribadi yang dilatari oleh kondisi ekonomi tersebut, maupun motif
idealisme sisa-sisa masa mereka aktif dalam aktivisme politik tahuntahun
1970an dan awal 1980an.

Apapun latar belakangnya, pada akhirnya mereka “turun gunung” dan


bergabung dengan mahasiswa. Beberepa kelompok mahasiswa bahkan
mengendalikan, khususnya melalui bantuan finansial pada gerakan
mahasiswa. Tentang kelas mengengah juga tidak tunggal. Eep Saefulloh
Fatah, dalam konteks gerakan reformasi 1998, menyebut bangkitnya ‘kelas
menengah politik’, yakni anggota kelas terdidik di perkotaan yang menjadikan
kritisisme sebagaii basis politik mereka. Kelas menengah politik berbeda dari
konsep kelas menengah yang lazim dalam ilmu sosial. Kelas menengah
membangun daya tawarnya vis a vis negara melalui modal. Kelas menengah
politik membangun daya tawarnya melalui intelektualitas dan organisasi
politik. Merekalah yang menguatkan atau mengeraskan gerakan sosial pada
konteks reformasi 1998.

Mereka memiliki daya tawar berupa moralitas untuk membangun sistem


atau wacana masyarakat baru. Gerakan reformasi 1998 bisa dikatakan
membuka pintu demokratisasi dan desentralisasi sistem di Indonesia.
Meskipun sistem demokrasi langsung baru diterapkan tahun 2004. Juga,

13
meskipun sistem demokrasi diinstal pada ‘folder’ feodalisme, kapitalisme,
agama dan tradisi. Kita bisa melihat bagaimana dalam sistem demokrasi di
Indonesia masih ada sistem feodal/tradisi seperti di Yogyakarta dan Solo, serta
ada juga sistem syariah seperti di Aceh. Tetapi setidaknya, gerakan sosial baru
perlahan muncul sebagai efek demokratisasi dan dorongan kepada bentuk
demokrasi yang kerap disebut sebagai demokrasi langsung.

Dalam demokrasi langsung, gerakan sosial baru merupakan agen


perubahan. Secara umum gerakan sosial muncul sebagai bentuk ketidakpuasan
dengan kebijakan yang ada. Bentuk keberhasilan gerakan sosial ditentukan
dari sejauh mana perubahan kebijakan mampu mengakomodasi tuntutan atau
partisipasi publik dalam perumusan kebijakan. Gerakan sosial menegaskan
demokrasi langsung yang dianggap lebih dekat dengan kepentingan publik
daripada demokrasi liberal, yang berbasis delegasi untuk representasi rakyat
yang hanya bisa dikontrol saat pemilihan, dan demokrasi terorganisir yang
berbasis mediasi oleh partai politik. Demokrasi langsung bersifat
partisipatoris, otoritasnya didelegasikan untuk isu-isu tertentu yang berkaitan
dengan kepentingan publik, dengan syarat tuntutan kesetaraan dan
perlindungan hak demokratis untuk minoritas. Ia bersifat desentral dan
menekankan kebijakan atau keputusan mesti diambil sedekat mungkin dengan
kehidupan rakyat.

Gerakan sosial baru di Indonesia berbeda dengan model Barat karena


mereka lahir dalam konteks yang berbeda pula. Gerakan sosial baru di Barat
menggunakan wacana pembebasan terhadap opresi kultural dan tradisional.
Sedangkan di Indonesia gerakan sosial baru justru menggunakan nilai-nilai
kultural dan tradisional untuk melawan dominasi, kebijakan pemerintah yang
opresif. Tentu ini baru pengamatan awal. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
untuk menelusuri gerakan sosial baru Indonesia yang memiliki kompleksitas
kultural dan konteks yang berbeda dengan Barat, tetapi memiliki semangat
yang sama dalam menghapus ketertindasan, ketidakadilan dan ketimpangan
sosial. Gerakan sosial Indonesia tak lepas dari bentuk dan proses
demokratisasi di Indonesia, yang di dalam sistem demokrasi mengandung
partisipanpartisipan tradisional. Gerakan sosial di Indonesia melawan para

14
partisipan tradisional ini dengan jalur partisipasi publik dalam kebijakan
pemerintah.8

8
Yongky Gigih Prasisko, “Gerakan Sosial Baru Indonesia: Reformasi 1998 Dan Proses
Demokratisasi Indonesia,” Jurnal Pemikiran Sosiologi 3, no. 2 (2016): 9.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Gerakan Sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak
terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk menghalangi
perubahan dalam masyarakat.
2. Faktor yang menyebabkan orang melibatkan diri dalam gerakan sosial
karena menderita deprivasi (kehilangan, kekurangan, penderitaan).
3. Tujuan gerakan sosial yaitu mengharapkan adanya perubahan.
4. Ada tiga paradigma studi gerakan sosial baru (GSB), meliputi; paradigma
ketegangan struktural (structural strain paradigm), paradigma mobilisasi
sumber daya (resource mobilization paradigm) dan terakhir paradigma
berorientasi identitas.
5. Gerakan sosial baru di Indonesia berbeda dengan model Barat karena
mereka lahir dalam konteks yang berbeda pula. Gerakan sosial baru di
Barat menggunakan wacana pembebasan terhadap opresi kultural dan
tradisional. Sedangkan di Indonesia gerakan sosial baru justru
menggunakan nilai-nilai kultural dan tradisional untuk melawan dominasi,
kebijakan pemerintah yang opresif.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber yang bisa di
pertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Rizal A. “Gerakan Sosial Sebagai Agen Perubahan Sosial.” Forum


Ilmiah Indonusa 4, no. 1 (2007): 15–22.

Misel, Robert. Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta: Resist Book, 2004.

Prasisko, Yongky Gigih. “Gerakan Sosial Baru Indonesia: Reformasi 1998 Dan
Proses Demokratisasi Indonesia.” Jurnal Pemikiran Sosiologi 3, no. 2
(2016): 9.

Putra, Fadillah. Gerakan Sosial: Konsep , Strategi, Aktor, Hambatan Dan


Tantangan Gerakan Sosial Di Indonesia. Malang: Averros Press, 2006.

Rusmanto, Joni. Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori Kekuatan Dan


Kelemahannya. Zifatama Publishing: Sidoarjo., 2013.

Situmorang, Abdul Wahid. Gerakan Sosial: Teori Dan Praktik. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2013.

Sukmana, Oman. Konsep Dan Teori Gerakan Sosial. Intrans Publishing, 2016.

17

Anda mungkin juga menyukai