Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

TENTANG
“MASA PEMERINTAHAN AL KHULAFA; AL RASYIDUN”

OLEH :
KELOMPOK 3
1. INDAH JEFYSA (2130106023)
2. PUTRI LAILA SASMITHA (2130106042)

DOSEN PENGAMPU :
PISDONI MARDIANTO, M.HUM

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
BATUSANGKAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT., karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Masa Pemerintahan Al Khulafa; Al Rasyidun” tepat
pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam yang diampu oleh bapak Pisdoni Mardianto, M.Hum.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan baik segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saran dan kritik
dari pembaca sangat kami harapkan, agar makalah ini menjadi sebuah makalah yang benar-benar
terjamin kebenarannya. Kami sebagai penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca maupun kami sebagai penulis.

Batusangkar, 28 September 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 6
A. Al Khulafa; Al Rasyidun ................................................................................................... 6
1. Sistem Politik Pemerintahan Pada Masa Awal Al Khulafa; Al Rasyidun ....................... 6
2. Sistem Pergantian Kepala Negara .....................................................................................15
3. Tentang Khalifah, Amir al Mukmin dan Imam..................................................................20
B. Khalifah Abu Bakar ........................................................................................................ 24
1. Mengemukakan Biografi Khalifah Abu Bakr ................................................................ 24
2. Masalah Yang Muncul Pada Masa Abu Bakr ................................................................ 25
3. Usaha-Usaha Abu Bakr Dalam Hal Pemeliharaan Sumber Ajaran Agama, Dalam
Politik, Sosial Kemasyarakatan dan Politik Pemerintahan .................................................... 27
C. Khalifah „Umar Ibn Al Khaththab ................................................................................ 31
1. Biografi Khalifah „Umar Ibn Al Khaththaab ................................................................. 31
2. Proses Pengangkatan „Umar Menjadi Khalifah ............................................................. 33
3. Kebijaksanaan Khalifah „Umar Dalam Hal Pemeliharaan Sumber Ajaran Agama,
Politik, Masalah Administrasi Pemerintahan Seperti Pelimpahan Wewenang Kepada Hakim
Daerah .................................................................................................................................... 34
4. Kebijaksanaan Khalifah „Umar Dalam Hal Perluasan Wilayah (Ekspansi) Islam ke
Daerah Romawi dan Persia.................................................................................................... 37
5. Meneladani Keberanian dan Kebijaksanaan „Umar dalam Memberantas Kebathilan ... 44
6. Meneladani Sifat Santun dan Kesosialan Khalifah „Umar Ibn Al Khaththab................ 47
BAB III......................................................................................................................................... 50
iii
PENUTUP .................................................................................................................................... 50
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 50
B. Saran ................................................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 51
LAMPIRAN................................................................................................................................. 52

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam secara bahasa berasal dari kata ‫ س لم‬yang memiliki pengertian selamat dan
damai. Sebagai sebuah agama, Islam merupakan jalan bagi seluruh pemeluknya untuk
menemukan kebenaran dalam mengarungi kehidupan didunia ini. Tidak hanya itu, kita
meyakini bahwa Islam adalah sebuah peradaban yang di dalamnya memiliki komponen-
komponen sebagaimana sebuah peradaban lain. Sekitar 1400 tahun yang lalu, ajaran
Islam diturunkan oleh Allah Swt melalui perantara Nabi Muhammad Saw. Islam
memiliki peran penting dalam mengeluarkan manusia dari jurang-jurang jahiliyah dan
masa primitif. Rasulullah sebagaimana kita ketahui bersama menyebarkan ajaran Islam
dengan cara yang santun dan berakhlak sebagaimana subtansi datangnya ajaran Islam
yaitu sebagai Rahmat bagi semesta alam. Dakwah Rasulullah Saw berjalan dengan baik
dan mendapat tempat di hati masyarakat Arab jahiliah, sehingga dalam waktu dua puluh
tahun (10 SH-11 H/612 M-632 M) pengikut Islam tersebar ke seluruh Semenanjung
Arabia.
Secara prinsip kita meyakini bahwa aqidah adalah aspek yang terpenting selain
hukum dan akhlak karena merupakan asas Islam. Yang dimaksud dengan aqidah islam,
suatu keyakinan dalam hati tentang adanya tuhan, malaikat, kitab suci, rasul, akhirat dan
takdir. Semua itu tercakup dalam dua kalimat syahadat. Sebagai sebuah peradaban, Islam
tidak hanya bicara bagaimana persoalan tauhid atau aqidah saja, melainkan seluruh aspek
kehidupan tercatat dalam setiap lembar peradaban Islam. Politik, kekuasaan, ekonomi,
sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan sejarah merupakan bagian integral yang tidak bisa
kita lepaskan dalam melihat peradaban Islam itu sendiri. Menghilangkan bagian integral
tersebut adalah sebuah kekeliruan dalam memaknai Islam itu sendiri. Berkenaan dengan
persoalan sejarah, kita tahu bahwa sejarah adalah etalase peradaban manusia. Didalamnya
kita akan temukan berbagai peristiwa yang mewarnai, mempengaruhi hingga
“meledakan” perdaban makhluk Allah bernama manusia. Dan seperti yang sering
ditegaskan, bahwa sejarah akan selalu berulang.
Setelah Rasulullah Saw wafat, kepemimpinan dalam Islam dilanjutkan oleh
Khulfaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khatab Al-Faruq, Utsman Bin

2
Affan, Ali Bin Abi Thalib). Lalu setelah masa Khulafaur Rasyidin selesai, kekuasaan
Islam dilanjutkan oleh Dinasti Umayah selama kurang lebih 90 tahun, dan setelah
kekuasaan Bani Umayah Runtuh, kekuasaan Islam dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyah.
Selama Islam dibawah pimpinan Rasulullah Saw, segala bentuk persoalan yang
terjadi dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas. Kehidupan beragama maupun
bernegara berjalan secara damai. Rasulullah Saw telah berhasil mendirikan pondasi
kehidupan beragama dan bernegara secara toleran, santun dan berkeadaban. Lebih tegas
lagi kita dapat kita lihat dari peristiwa di Yatsrib awal. Yaitu dalam perjanjian dan
penanda tanganan Shahifah-Madinah (Madinah-Carta), dimana Ahlul-Kitab (Yahudi dan
Nashrani) mengakui kepemimpinan Nabi Muhammad dan bersedia hidup damai
berdampingan dengan masyarakat muslim Madinah dalam kebebasan beragama.
Peristiwa ini merupakan manifestasi ajaran Islam yang ramah dan moderat yang menjadi
landasan beragama dan bernegara saat itu. Namun setelah wafatnya Rasulullah Saw.
kekuasaan Islam menjadi tidak stabil. Selama kepemimpinan Khulfaur Rasyidin berbagai
persoalan lahir dan tidak bisa terselesaikan yang akhirnya melahirkan gejolak sosial dari
tubuh masyarakat dan umat. Begitupun dengan kekuasaan dua Dinasti besar yaitu Dinasti
Umayah dan Dinasti Abbasiyah yang melahirkan persoalan lebih kompleks. Terbunuhnya
Khalifah Utsman dan Ali ditangan orang Islam sendiri merupakan gambaran bagaimana
keadaan pada saat itu. Lebih lanjut bagaimana drama kekuasaan yang dipertontonkan
oleh dua dinasti besar dalam sejarah Islam yaitu Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah
dengan segala persoalannya tanpa melupakan prestasi yang dicapai oleh kedua dinasti
tersebut. Dinamika dan pergolakan sosial yang terjadi pada saat kepemimpinan Khulafaur
Rasyidin dan kedua dinasti diatas menjadikan suatu pijakan kita berfikir bahwa
sesungguhnya sejarah itu tidak sakral.
Ketika islam diperkenalkan sebagai pola dasar, kaum Muslim telah dijanjikan
oleh Al–Quran akan menjadi komunitas terbaik dipanggung sejarah bagi sesama umat
manusia lainnya. Akibatnya diterimanya dorongan ajaran seperti ini, secara tidak
langsung telah memberikan produk pandangan bagi mereka sendiri untuk melakukan
permainan budaya sebaik mungkin. Terdapat banyak perspektif dalam membaca banyak
fakta sejarah, terutama terhadap sejarah peradaban umat Islam. Perbedaan cara pandang
tersebut sebagai akibat dari khazanah pengetahuan tentang sejarah yang berbeda. Hal itu

3
dipicu dari keberagaman teori sejarah. Lebih–lebih sejarah islam yang sebagian besar
adalah sejarah tentang polotik dan kekuasaan yang berujung pada kepentingan kelompok
maupun individual semata. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh
yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu di ikuti dan
rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. Figur kepemimpinan yang mendekati
penjelasan tersebut adalah Rasulullah beserta para sahabatnya (khulafaur Rasyidin).
Wafatnya Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama maupun Negara
menyisakan persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai
penerusnya. Akibatnya terjadilah perselisihan, masing-masing kelompok mengajukan
wakilnya untuk dijadikan sebagai penerus serta pengganti Nabi Muhammad untuk
memimpin umat. Akhirnya muncullah kholifah rasyidiyah, yang terdiri dari Abu bakar,
Umar, Ustman, dan Ali yang memimpin secara bergantian. Dalam prosesnya banyak
sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi dan patut dipelajari sebagai landasan sejarah
peradaban islam.

B. Rumusan Masalah
1. Al Khulafa ; Al Rasyidun
a. Bagaimana sistem politik pemerintahan pada masa awal al khulafa; al rasyidun.
b. Bagaimana sistem pergantian kepala negara pada masa awal al khulafa; al rasyidun.
c. Apa saja tentang Khalifah, Amir al Mukmin dan Imam.
2. Khalifah Abu Bakr
a. Mengetahui biografi khalifah Abu Bakr
b. Mengetahui apa saja masalah yang muncul pada masa Abu Bakr
c. Usaha-usaha Abu Bakr dalam hal pemeliharaan sumber ajaran agama, dalam
politik, sosial kemasyarakatan dan politik pemerintahan.
3. Khalifah 'Umar ibn al Khaththab
a. Mengetahui bioghrafi khalifah 'Umar Ibn al Khaththab
b. Bagaimana proses pengangkatan 'Umar menjadi khalifah.
c. Bagaimana kebijaksanaan khalifah 'Umar dalam hal pemeliharaan sumber ajaran
agama, politik, masalah administrasi pemerintahan seperti pelimpahan wewenang
kepada hakim daerah.

4
d. Bagaimana kebijaksanaan khalifah 'Umar dalam hal perluasan wilayah (ekspansi)
Islam ke daerah Romawi dan Persia
e. Meneladani keberanian dan kebijaksanaan 'Umar dalam memberantas kebathilan.
f. Meneladani sifat santun dan kesosialan khalifah 'Umar ibn al Khaththab.

C. Tujuan
1. Al Khulafa ; Al Rasyidun
a. Mengetahui bagaimana sistem politik pemerintahan pada masa awal al khulafa; al
rasyidun.
b. Mengetahui bagaimana sistem pergantian kepala negara pada masa awal al khulafa;
al rasyidun.
c. Mengetahui apa saja tentang Khalifah, Amir al Mukmin dan Imam.
2. Khalifah Abu Bakr
a. Mengetahui biografi khalifah Abu Bakr
b. Mengetahui apa saja masalah yang muncul pada masa Abu Bakr
c. Mengetahui usaha-usaha Abu Bakr dalam hal pemeliharaan sumber ajaran agama,
dalam politik, sosial kemasyarakatan dan politik pemerintahan.
3. Khalifah 'Umar ibn al Khaththab
a. Mengetahui bioghrafi khalifah 'Umar Ibn al Khaththab
b. Mengetahui bagaimana proses pengangkatan 'Umar menjadi khalifah.
c. Mengetahui bagaimana kebijaksanaan khalifah 'Umar dalam hal pemeliharaan
sumber ajaran agama, politik, masalah administrasi pemerintahan seperti
pelimpahan wewenang kepada hakim daerah.
d. Mengetahui bagaimana kebijaksanaan khalifah 'Umar dalam hal perluasan wilayah
(ekspansi) Islam ke daerah Romawi dan Persia
e. Meneladani keberanian dan kebijaksanaan 'Umar dalam memberantas kebathilan.
f. Meneladani sifat santun dan kesosialan khalifah 'Umar ibn al Khaththab.

5
BAB II
PENDAHULUAN
A. Al Khulafa; Al Rasyidun
1. Sistem Politik Pemerintahan Pada Masa Awal Al Khulafa; Al Rasyidun
a. Sistem Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa Kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab ada dua hal terpenting yang
dijalankan dengan baik oleh Umar bin Khattab, antara lain :
1) Pejabat penguasa tertinggi dipilih dan diangkat berdasarkan musyawarah serta
pejabat penguasa tidaktinggal di dalam suatu istana khusus, tetapi dirumah sendiri
tanpa pengawal. Para pejabat harus hidup seperti warga biasa.
2) Umar bin Khattab membentuk beberapa lembaga negara dan berbagai departemen
dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Pemerintahan Umar bin Khattab dijalankan melalui badan-badan yang bertanggung


jawab sesuai dengan tugasnya masing-masing. Adapun badan-badan yang bertugas
dalam pemerintahan Umar bin Khattab, antara lain :
1) Dewan Dakwah dan wakaf
Pada masa pemerintahannya, Umar bin Kahttab menerapkan kebijakan untuk
mengajarkan dan menyebarkan Al-qur‟an ke seluruh pelosok negeri. Umar bin
Khattab mendirikan Madrasah-madrasah tempat belajar Al-qur‟an, hadis, fikih, dan
ilmu-ilmu Agama lainnya di berbagai wilayah negara. Selain banyak membangun
madrasah, Umar bin Khattab juga banyak membangun masjid diberbagai negeri.
2) Dewan Kesehatan
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab sangat memperhatikan tentang hak
kesehatan bagi umat Islam. Salah satunya Umar bin Khattab banyak mendirikan
klinik dan rumah sakit untuk para umat Islam yang membutuhkan kesehatan, serta
memberikan layanan masyarakat dengan sebaik-baiknya.
3) Pemerintahan dan Administrasi Negara
Zaman Khalifah Umar bin Khattab telah berhasil membangun sebuah jaringan
pemerintahan sipil yang luas sekaligus kokoh. Umar bin Khattab berhasil
meletakkan dasar-dasar dan menyusun undang-undang sebuah negara besar.
Beberapa departemen kenegaraan juga dibentuk dengan segala prosedurnya,

6
sesuatu yang sebelumnya belum dikenal oleh bangsa Arab. Umar bin Khattab
membagi administrasi negara menjadi beberapa provinsi dan distrik.Beberapa
pejabat disetiap provinsi diangkat oleh Umar bin Khattab. Pejabat tertinggi yang
memerintah setiap provinsi adalah gubernur, disusul oleh kepala sekretaris wilayah,
kepala pasukan ketentaraan atau perwira militer, pejabat dinas perpajakan yang
merangkap petugas zakat, pejabat dinas keamanan, pejabat keuangan negara, dan
kepala dinas kehakiman.
4) Dewan Penegakan Hukum
Umar bin Khattab selalu mengadakan musyawarah dengan rakyat untuk
memecahkan masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi. Masalah yang ada
akan dihadapi atau diputuskan bersama-sama dengan mengikutsertakan masyarakat,
baik yang muslim maupun yang non muslim. Umar bin Khattab dalam menjalankan
pemerintahannya banyak di bantu oleh para sahabat yang sudah ahli dalam
bidangnya. Para sahabat yang membantu Umar bvin Khattab adalah Utsman bin
Affan, Abdurrahman bin Auf, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Utsman bin Affan
adalah salah satu dari para sahabat yang berperan dalam pemerintahan Umar bin
Khattab. Utsman bin Affan mengusulkan beberapa usulan menyangkut beberapa
hal. Adapun usulan dari Utsman bin Affan antara lain :
a) Diwan (data orang yang berhak menerima jatah dari negara)
b) Penetapan Kalender (penanggalan), sebagian riwayat menyebutkan bahwa yang
mengusulkan kepada Umar bin Khattab untuk memulai kalender Islam dengan
bulan Muharram adalah Utsman bin Affan.
c) Tanah kharaj (Tanah Negara yang disewakan) Utsman bin Affan termasuk orang
yang mendukung pendapat khalifah Umar bin Khattab dalam kebijakannya
yakni tidak membagikan tanah negeri yang ditaklukan kepada para pasukan.
d) Melaksanakan Haji Bersama Ummahatul Mukminin. Ketika Umar bin Khattab
menjadi khalifah pada tahun 13 H/, Umar bin Khattab menunjuk Abdurrahman
bin Auf untuk memimpin haji kaum muslimin. Pada tahun 23 H/Umar bin
Khattab melaksanakan haji bersama Utsman bin Affan.

7
b. Sistem Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq
melanjutkan kepemimpinan sebelumnya. Baik kebijakan dalam agama maupun
terhadap kenegaraan. Sistem pemerintahan khalifah Abu Bakar sangat berpengaruh di
berbagai bidang pemerintahannya. Adapun kebijakan dari khalifah Abu Bakar, antara
lain :
1) Kebijakan pengurusan terhadap agama
Pada awal pemerintahannya, Abu Bakar As-Shiddiq diuji dengan adanya
ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya,
maka timbullah orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yangmengaku menjadi Nabi, dan pemberontakan
dari beberapa kabilah.
2) Kebijakan dalam kenegaraan
Pada masa Abu Bakar As-Shiddiq, jalannya kenegaraan menjadi salah satu
bentuk eksistensi pemerintahan Islam. Kebijaksanaan dalam kenegaraan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pemerintahan Islam pada masa Abu Bakar
As-shiddiq. Kebijakan dalam kenegaraan pada masa Abu Bakar terdiri dari 3
bagian, antara lain:
a) Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah, Misalnya
untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid
bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaraharawan. Untuk
daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk provinsi
ditunjuk seorang amir.
b) Pertahanan
Mengorganisasikan pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas didalam maupun diluar negeri. Abu Bakar As-Shiddiq membentuk
pasukan pertahanan yang bertugas untuk memperthankan dan melindungi negara
dari musuh.

8
c) Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mengelola harta benda yang didapat dari Zakat, infak,
sedekah, ghanimah, dan lain-lain. penggunaan harta tersebut digunakan untuk
gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang
ada. Sosial ekonomi pada masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ini adalah
lembaga yang mengelola kas negara. Abu Bakar As-Shiddiq membentuk
lembaga sosial ekonomi ini untuk bertujuan supaya perekonomian suatu
pemerintahan dapat dikelola dengan baik.
Berikut ini adalah kebijakan internal khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, antara lain:
a) Abu Bakar menetapkan bahwa gaji untuk khalifah diambil dari Baitul Mal dengan
jumlah yang mencukupisehingga Abu Bakar tidak perlu melakukan pekerjaan lain.
b) Menetapkan jalan musyawarah sebagai pemutus perkara dan mengangkat dewan
Syura. Abu Bakar As-Shiddiq memilih Umar bin Khattab sebagai pemimpin dewan
Syura. Jika sekarang posisi dari Umar bin Khattab sama dengan ketua dewan
legislatif.
c) Abu Bakar membentuk dewan Syariah sebagai penasehat bagi lembaga peradilan
Islam yang bertugas untuk memutuskan berbagai perkara yang dihadapi umat
Islam. Abu Bakar juga mengangkat Umar bin Khattab sebagai perwakilan untuk
wilayah Madinah.
d) Dalam aspek pemerintahan dan struktur kenegaraan, Abu Bakar tetap
mempertahakan kebijakan Rasulullah SAW. Abu Bakar mengutus beberapa sahabat
untuk menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah yang dikuasai negara Islam, dan
wilayah taklukan lainnya.
Kedudukan khalifah Utsman bin Affan pada pemerintahan khalifah Abu Bakar As-
shiddiq sangatlah penting. Utsman bin Affan pernah menjadi anggota majelis syura‟
yang menangani masalah penting didalam pemerintahan. Utsman bin Affan adalah
salah satu dari dua orang penting bagi khalifah Abu Bakar. Abu Bakar menjadikan
Utsman bin Affan sebagai sekretaris jenderal khalifah yang bertugas untuk mencatat
semua keperluan negara. Pada pemerintahan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Utsman
bin Affan menempati urutan kedua setelah Umar bin Khattab. Utsman bin Affan selalu

9
diandalkan dengan sikap pemurah dan kehati-hatian, dan salah satu orang kepercayaan
bagi khalifah Abu Bakar.
c. Sistem Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan
1) Bidang Politik
a) Politik Dalam Negeri
Lembaga pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi
menjadi berbagai bagian, antara lain:
(1)Pembantu (Wazir/Muawwin)
Wazir/Muawwin adalah pembantu yang diangkat oleh khalifah agar
membantu tugas-tugas serta tanggung jawab kekhalifahan Islam. Tugas dari
Wazir/Muawwin ini adalah membantu khalifah dalam bidang pemerintahan
dan membantu khalifah dalam bidang administrasi. Wazir/Muawwin pada
masa khalifah Utsman bin Affan adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya
menjadi pembantu saja, Marwan bin Hakam juga menjadi sektretaris negara.
(2)Pemerintahan daerah/gubernur
Awal pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah
yang telah diangkat oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan
kota Islam. Utsman bin Affan menetapkan kekuasaan para gubernur
sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin Khattab. Masa para gubernur
ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu tahun penuh. Kebijakan ini
adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk menetapkan
pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu tahun.
(3)Hukum
Pentingnya masa khalifahUtsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat
dalam dua hal yang mendasar,antara lain :
(a) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum,
terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks
yang ada.
(b)Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam
yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah

10
beraneka ragam. Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan
antara lain.
 Zaid bin Tsabit yang bertugas di Madinah.
 Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus.
 Ka‟ab bin Sur bertugas di Bashrah.
 Syuraih di Kufah.
 Ya‟la bin Umayyah di Yaman.
 Tsumamah di Sana‟a.
 Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir
(4)Baitul Mal (keuangan)
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran
Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal
mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah
(gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat
pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan masalah-
masalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil rampasan
perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana perang
semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin
khalifah Utsman bin Affan.
(5)Militer
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan
Islam seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy‟ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh
militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi
setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang
militer menunjukkanbagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan
pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga
dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan
militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan
Utsman bin Affan kepuncak kejayaan.

11
(6)Majelis Syuro
Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam
menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non
muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk
menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau
penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syuro dibagi
menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan
penasehat tinggi dan umum.
b) Politik Luar Negeri
Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan
daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan
Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan hasil
bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam pada masa
khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut. Masih ada
wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya : Armenia, Tripoli,
An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman
bin Affan wilayah takklukan Islam semakin bertambah luas dan semakin
bertambah banyak.
2) Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat
berkembang dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip-
prinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip
tersebut sebagai berikut:
a) Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
b) Tidak berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.
c) Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada
Baitul Mal.
d) Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
e) Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzamimi untuk diserahkan
kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzhalimi
mereka.

12
f) Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
g) Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat
menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum.
Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan
dan pengeluaran dalam bidang ekonomi. Pemasukan dan pengeluaran tersebut,
antara lain:
a) Pemasukan Keuangan
(1)Zakat
(2)Harta Rampasan Perang (Ghanimah)
(3)Harta Jizyah
(4)Harta Kharaj (Pajak Bumi).
(5)Usyur (Sepersepuluh dari barang dagangan)
b) Pengeluaran Keuangan
Berikut ini adalah pengeluaran keuangannya.
(1)Gaji Para Walikota dari Kas Baitul Mal
(2)Gaji Para Tentara dari Kas Baitul Mal
(3)Kas Umum untuk Haji dari Baitul Mal
(4)Dana Perluasan Masjidil Haram dari Baitul Mal
(5)Dana Pembuatan Armada Laut Pertama Kali
(6)Dana Pengalihan Pantai dari Syuaibah ke Jeddah
(7)Dana Pengeboran Sumur dari Baitul Mal
(8)Dana untuk Para Muadzin dari Baitul Mal
(9)Dana untuk Tujuan-tujuan Mulia Islam
3) Bidang Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan untuk
melakukan segala halSemua kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar
daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan
izin demikian itu ditolak. Pada masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi
kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih
hidup yang serba mudah daripada di masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu
keras dan ketat dalam pemerintahannya.

13
4) Bidang Agama
a) Mengerjakan shalat
Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat
rakaat di Mina secara berjamaah.Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin
Affan ini membawa kebinggungan terhadap para sahabatnya, ketika semua
orang mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin
Affan mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat.Kebijakan yang diambil
khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di
Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam.
b) Ibadah Haji
Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti tetang
hukum-hukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya untuk
beribadah haji jika untuk tidak sesuai hukum-hukum haji.Larangan tersebut
antara lain.
c) Pembangunan Masjid
(1)Masjidil Haram
(2)Masjid Nabawi
(3)Masjid Quba
d) Pembukuan Al-qur‟an
Penyusunan kitab suci Al-qur‟an adalah suatu hasil dari pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-qur‟an ini untuk
mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Al-qur‟an. Utsman bin
Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu bacaan.
e) Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan salah
satunya dilakukan dengan cara ekspedisi-ekpedisi ke wilayah yang menjadi
jajahan Islam. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah
saja, tetapi juga untuk mnyebarkan agama Islam. (Nurmala, 2015)

14
2. Sistem Pergantian Kepala Negara
Pemilihan Pemimpin Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin Nabi Muhammad SAW
tidak meninggalkan wasiat tetang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai
pemimpin pada umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan
persoalan tersebut pada kaum Muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah,
tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya di makamkan, sejumlah tokoh
Muhajirin dan Ansor berkumpul di balai kota Saqifah, Madinah. Sebelum tokoh-tokoh
Muhajirin hadir dalam pertemuan itu, golongan Khazraj telah sepakat mencalonkan Saad
bin Ubadah, pemimpin suku Khazraj, untuk menjadi pengganti Rasul dalam memerintah.
Tetapi Aus belum memberikan persetujuan atas pencalonan itu. Kemudian terjadi
pertengkaran di antara mereka, suatu perdebatan yang bisa membawa pada perpecahan
umat Islam. Umar begitu mengetahui perkembangan yang terjadi, segera mengutus
untuk menemui Abu bakar yang berada di rumah nabi bersama Ali Bin Abi Thalib dan
memintanya agar Abu Bakar keluar untuk menemui Umar. TapiAbu Bakar menolak
dengan alasan sibuk. Kemudian Umar kembali menyuruh seseorang untuk
menyampaikan kepada Abu Bakar bahwa telah terjadi suatu peristiwa penting yang
menuntut kehadirannya. Dengan alasan itu akhirnya Abu Bakar mau keluar dan
menemui Umar. Umar kemudian bergegas bersama Abu Bakar menuju tempat
pertemuan itu. Di tenggah jalan mereka bertemu dengan Abu Ubadah Bin al-Jarrah,
sahabat senior dari sahabat Muhajirin, dan ia mereka diajak untuk ikut serta, ketika
ketiga tokoh tersebut tiba di Balai Saqifah, ternyata disana sudah hadir pula orang-orang
Muhajirin yang terlibat perdebatan sengit dengan kaum Ansor karena sama-sama
mempertahankan hak dan pendirian mereka. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena
masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak
menjadi pemimpin umat Islam, seperti yang di kemukakan Hubab Bin al-Munzir, yaitu
meminta dari Ansor seorang pemimpin dan dari Muhajirin satu pemimpin. Usulan ini
dianggap Umar dengan mengatakan, ” Tidak ada dua orang pemimpin dalam satu waktu
dan satu wilayah kekuasaan”. Orang-orang Qurasy sebagai wali dan keluarga Rasul lebih
berhak meneruskan kepemimpinannya. Hubab menanggapi Umar seraya berkata,
”Wahai kaum Ansor, tetaplah kamu dengan pendirian kamu, jangan dengar pendapat
Umar dan sahabat-sahabatnya, berpegang teguhlah kamu dengan perkataan ini, sebab

15
kamu lebih berhak dari mereka”Melihat situasi yang menegangkan dan bisa mengancam
keutuhan umat tersebut, Abu Ubadah bin Jarrah mengajak kaum muslimin untuk
menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin dan lebih toleran. Kemudian Basyir bin
Sa‟ad Abi al-Nu‟man bin Basyir, salah seorang pemimipin suku Khazraj, berdiri sambil
berkata, ” Wahai orang-orang Ansor, demi Allah sesungguhnya kita paling utama dalam
memerangi kaum musyrik dan membela agama ini, kita tidak menghendakinya kecuali
atas ridha Allah dan ketaatan kita terhadap Nabi, maka tidaklah tepat apabila kita
memperpanjang masalah ini. Bertaqwalah kepada Allah dan janganlah kamu saling
berselisih dan bertentangan dengan mereka (Muhajirin)”.
Pandangan Basyir ini berhasil membuat suasana menjadi tenang. Selanjutnya Abu
Bakar berbicara pada para hadirin, ” Ini Umar dan Abu Ubadah, siapa yang kamu
kehendaki, maka hendaklah kamu bai‟at, ”Keduanya berkata, ” Demi Allah kami tidak
lebih berhak, karena engkau orang Muhajirin yang utama dan pengganti rasul untuk
menjadi imam dalam shalat dan shalat itu paling utama dalam agama kaum muslim,
maka engkaulah yang paling berhak dalam masalah ini, maka ulurkanlah tanganmu dan
kami akan membai‟atmu”. Ketika keduanya hendak manyatakan bai‟at, Basyir bin Sa‟ad
mandahului keduanya untuk membai‟at Abu Bakar. Laludiikuti oleh Umar dan Abu
Ubadah serta mereka yang hadir baik dari golongan Ansor maupun golongan Muhajirin.
Ada satu sahabat yang tidak mengakui Abu Bakar sebagi khalifah dan tidak
membai‟atnya selama enam bulan yakni Ali, karena Ali mempunyai keyakinan yang
kokoh bahwa ia memiliki klaim yang kuat untuk mengganti Nabi Muhammad. Hanya
Ali orang yang paling aktif dan juga orang yang paling bersemangat dalam seluruh usaha
demi Islam dan sebagai pendekar besar di garis depan dari seluruh pertempuran yang
dilakukan di bawah Nabi. Walau pun ada satu sahabat yang tidak mau membai‟at, tetapi
berlangsung pembai‟atan oleh umat Islam. Abu Bakar dibai‟at berkat kepiawaian dan
keberanian yang ditunjukkan Umar. Bai‟at pertama dinamai bai‟at khusus karena bai‟at
tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil kaum muslimin yang ada di Saqifah.
Sedangakan bai‟at kedua dilakukan esok harinya secara umum di masjid Nabi yang
dilakukan oleh penduduk Madinah.
Bai‟at sendiri diartikan sebagai sumpah setia yang mempertalikan pemimpin dan
masyarakat. Bai‟at identik dengan sebuah perjanjian dan sebagaimana layaknya semua

16
ragam perjanjianMenurut Mawardi, pemilihan Abu Bakar di Balai Kota Saqifah oleh
sekelompok kecil dari lima orang selain Abu bakar sendiri, yakni Umar bin Khattab,
Abu Ubadah bin Jarrah, Basyir bin Sa‟ad, Usayd bin Khudair, dan Salim, seorang budak
Abu Khuzayfah yang telah dimerdekakan. Pemilihan Abu Bakar tersebut tidak
didasarkan pada keturunan atau kesenioran atau kerena pengaruhnya, tetapi karena
beliau memiliki kapasitas pemahaman agama yang paling tinggi, berakhlak mulia,
dermawan, paling dahulu masuk Islam, serta sangat dipercaya oleh Nabi. Seandainya
pemilihan didasarkan pada keturunan, kesenioran dan pengaruhnya, tentulah mereka
akan memilih Sa‟ad bin Ubadah, pemimpin golongan Khazraj, atau Abu Sufyan,
pemimpin Bani Umaiyah dan al-Abbas, pemuka golongan hasyimi, karena mereka lebih
senior dan berpengaruh dari Abu Bakar.
Umar bin Khattab menjadi khalifah lewat penunjukan khalifah Abu Bakar dan
tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan Al-Sahabi, dan kemudian dibai‟at. Umar menjadi
sebagai khalifah selama sepuluh tuhun eman bulan, yaitu dari tahun 23-35 H / 644-656
M. Peristiwa pengangkatan Umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru,
tetapi haruslah dicatat bahwa proses peralihan pemimpin tetap dalam bentuk
musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan
kepada persetujuan umat Islam. Untuk menjajaki pendapat umum, Abu Bakar
melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, antara
lain Abbdurrahman bin Auf, Usman bin Affan dan Asid bin Khadir, seorang tokoh
Ansor.
Penunjukan Umar sebagai khalifah itu terjadi ketika Abu Bakar mendadak jatuh
sakit dan selama lima belas hari tidak dapat keluar untuk bersembahyang di masjid. Abu
Bakar menyuruh Umar bin Khatab untuk mengantikan sebagai imam shalat. Ketika Abu
Bakar marasa sakitnya semakin parah, ia merasa cemas bilamana persoalan disekitar
pengangkatan khalifah seperti yang lalu akan terjadi lagi, karena kenangan di balai
Saqifah masih segar dalam ingatannya, sebagai timbul kekhawatiran kalau tidak segera
menunjuk penganti dan ajalnya segera datang. Kalau peristiwa seperti lalu akan terjadi
lagi, maka kaum muslimin akan terpecah dan perpecahan ini akan lebih membahayakan
mereka sendiri dari pada bahaya yang muncul dari pemberontakan orang-orang murtad.

17
Atas dasar ini, ia berketetapan untuk mengangkat orang yang diyakini mampu dan baik
strategi politiknya sebagai calon pengantinya. Bagi Abu Bakar orang paling tepat untuk
menggantikannya tidak lain adalah Umar bin KhatabPenunjukan ini bagaimana pun juga
telah didahului oleh suatu konsultasi informasi dari sahabat-sahabat nabi yang senior,
dan semua sahabat yang diajak konsultasi merasa setuju sekali. Abu Bakar kemudian
memanggil Usman bin Affan supaya menuliskan pesannya sesuai dengn pesan tertulis
tersebut. Sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah kedua
dalam suatu bai‟at secara umum dan terbuka di Masjid Nabawi.
Ustman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses yang lain lagi,
tidak sama dengan Abu Bakar, dan hanpir serupa dangan Umar. Dia dipilih oleh
sekelompok dan nama-namanya sudah ditentukan oleh Umar sebelum dia wafat.
Pada pertengahan tahun kesebelas kekhalifahannya, Umar menderita luka berat akibat
enam kali tikaman seorang Persia yang bernama Fairus atau yang biasa dikenal dangan
Abu Lu‟lu‟ah. Waktu datangalah sejumlah tokoh masyarakat kepada Umar supaya
segara menunujuk seorang penggantinya. Mereka khawatir, Umar tidak akan bisa hidup
lagi akibat luka-lukanya itu. Kalau sampai Umar wafat sebelum menunujuk pengantinya,
dikhawatirkan akan terjadai pertentangan dan perpecahan di kalangn umat Islam. Umar
menolak usulan mereka, tetapi mereka keesokan harinya kembali lagi dan mendesak
Umar untuk segera menunujuk seorang penganti. Akhirnya Umar hanya menyebut enam
sahabat senior. Sepeninggal Umar, salah seorang dari sahabat inilah yang harus dipilih
untuk menjadi khalifah. Keenam orang sahabat tersebut adalah Usman Bin Affan, Ali
bin Abi Talib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair Ibnu Awwam, Sa‟ad Ibnu Abi Waqqasy
dan Abdul Rahman Ibnu „Auf. Setelah Umar wafat, keenam sahabat ini berkumpul untuk
memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pengganti Umar. Sebelum wafat Umar
sempat berpesan supaya mereka berunding dalam waktu paling lama 3 hari, dan pada
hari keempatnya sudah ada seorang khalifah yang baru. Jalannya pertemuan tersebut
sangat sulit karena pada waktu itu Talhah tidak ada di Madinah. Kemudian Abdul
Rahman bin ‟Auf mencoba memperlancar keadaan dengan mengimbau agar ada yang
bersuka rela untuk mengundurkan diri dan memberikan kesempatan kepada yang betul-
betul memenuhi syarat untuk menjadi khalifah. Tetapi himbauannya tidak didengar sama
sekali.

18
Dalam keadaan genting Abdul Rahman bermusyawarah dengan segenap lapisan
kaum muslim, begitu juga dengan segenap calon khalifah. Melalui hasil musyawarah
keenam orang sahabat dan konfirmasi dengan umat islam lainnya, munculnya dua orang
calon utama, yakni Utsman dan Ali.Dengan pertimbangan usia dan kesenioran, Utsman
terpilih menjadi khalifah mengantikan Umar. Setelah terpilih, pembai‟tan Utsman
dilakukan secara umum oleh semua rakyat di kota Madinah. Jika diperhatikan jalan
musyawarah terpilihnya Utsman, terlihat begitu berkembang sikap demokratis di
kalangan masyarakat muslim. Abdur Rahman tidak hanya bermusyawarah dengan calon-
calon khalifah, tetapi juga bermusyawarah dengan masyarakat supaya mereka
mengetahui siapa yang akan dipilihnya menjadi khalifah.
Musyawarah mempunyai peranan penting untuk menduduki jabatan sebagai
pemimpin. Jika pemilihan pemimpin itu ditentukan melalui bai‟at, maka fokus
musyawarahnya pada kepentingan mayarakat, tidak pada kepentingan calon
pemimpinnya. Ali bin Abi Talib diangkat menjadi khalifah yang keempat melalui
pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna karena pada pemberontakan
setelah membunuh Utsman, mendesak Ali agar bersedia menjadi khalifah. Pembai‟atan
Ali sebagai khalifah berlangsung di tengah-tengah berkubang atas wafatnya Utsman.
Terdapat perbedaan antara Abu Bakar, Utsman dan Ali. Pada pemilihan Abu Bakar dan
Utsman terdapat sejumlah orang yang menentang,tetapi setelah calon-calon itu terpilih
dan diputuskan menjadi khalifah, orang-orang tersebut menerimaannnya dan ikut
membai‟at serta menyatakan kesetiaannya, termasuk Ali, baik terhadap Abu Bakar
maupun Utsman.
Sedangkan Ali menetapkannya sebagai khalifah ada yang menolak dan ada yang
menyetujui. Yang menyetujui adalah mayoritas rakyat dari kalangan Muhajirin, Ansor
dan pada tokoh sahabat senior. Mereka membai‟at Ali di Masjid Nabawi. Sedangkan
yang menolak adalah Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman yang menjadi
gubernur Suriah. Mu‟awiyah menolak penetapan Ali sebagai khalifah dengan alasan:
pertama; Ali harus bertanggungjawab atas terbunuhnya Utsman; dan kedua, berhubung
wilayah Islam telah meluas dan timbul komunikasi-komunikasi Islam di daerah baru itu,
maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak
mereka yang berada di Madinah. Berdasarkan pemilihan pemimpin pada masa Khulafa

19
al-Rasidin, Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang aturan pemilihan
atau kegunaan hak suara. Sehingga pemilihan pemimpin pada masa Khulafa al-Rasyidin
pemimpin dipilih oleh para sahabat kelompok Madinah kemudian dilanjutkan dengan
bai‟at yang dilakukan oleh masyarakat umum pada saat itu. Sedangkan istilah Golput
sendiri tentu merupakan istilah yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW. Istilah
Golput yang merupakan singkatan dari Golongan Putih.

3. Tentang Khalifah, Amir Al Mukkmin dan Imam


Istilah Kepemimpinan dalam Islam ada beberapa bentuk, yaitu khilafah, imamah,
imarah, wilayah, sultan, mulk dan ri‟asah. Setiap istilah ini mengandung arti
kepemimpinan secara umum. Namun istilah yang sering digunakan dalam konteks
kepemimpinan pemerintahan dan kenegaraan, yaitu Khilafah, imamah dan imarah. Oleh
karena itu, pembahasan kepemimpinan dalam Islam akan diwakili oleh ketiga istilah ini.
a. Khilafah
Kata khilafah berasal dari kata khalafa-yakhlifu-khalfun yang berarti al-„aud} atau
al-balad yakni mengganti, yang pada mulanya berarti belakang. Adapun pelakunya
yaitu orang yang mengganti disebut khalifah dengan bentuk jamak khulafa‟ yang
berarti wakil, pengganti dan penguasa. Kata khalifah sering diartikan sebagai
pengganti, karena orang yang menggantikan datang sesudah orang yang digantikan
dan ia menempati tempat dan kedudukan orang tersebut. Khalifah juga bisa berarti
seseorang yang diberiwewenang untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan ketentuan-
ketentuan orang memberi wewenang. Menurut al-Ragib al-Asfahani, arti
“menggantikan yang lain” yang dikandung kata khalifah berarti melaksanakan sesuatu
atas nama yang digantikan, baik orang yang digantikannya itu bersamanya atau tidak.
b. Imamah
Imamah berasal dari akar kata amma-yaummu-ammun yang berarti al- qasdu
yaitu sengaja, al-taqaddum yaitu berada di depan atau mendahului, juga bisa berarti
menjadi imam atau pemimpin (memimpin). Imamah di sini berarti perihal memimpin.
Sedangkan kata imam merupakan bentuk ism fa‟il yang berarti setiap orang yang
memimpin suatu kaum menuju jalan yang lurus ataupun sesat. Bentuk jamak dari kata
imam adalah a‟immah. Imam juga berarti bangunan benang yang diletakkan di atas

20
bangunan, ketika membangun, untuk memelihara kelurusannya. Kata ini juga berarti
orang yang menggiring unta walaupun ia berada di belakangnya. Dalam al-Qur‟an,
kata imam dapat berarti orang yang memimpin suatu kaum yang berada di jalan lurus,
seperti dalam surat al-Furqan, ayat 74 yang berbunyi:

Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada
Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Selain itu dalam surat al-Baqarah ayat 124 dijelasakan sebagai berikut:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan).
Dalam surat al-Qasas, ayat 41 Allah menjelaskan sebagai berikut:
Artinya:”Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke
neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Namun lepas dari semua arti
ini, secara umum dapat dikatakan bahwa imam adalah seorang yang dapat dijadikan
teladan yang di atas pundaknya terletak tanggung jawab untuk meneruskan misi Nabi
SAW. dalam menjaga agama dan mengelola serta mengatur urusan negara.”
Imamah sering dipergunakan dalam menyebutkan negara dalam kajian keislaman.
Al-Mawardi mengatakan bahwa imam adalah khalifah, raja, sultan atau kepala negara.
Ia memberi pengertian imamah sebagai lembaga yang dibentuk untuk menggantikan
Nabi dalam tugasnya menjaga agama dan mengatur dunia. Sebagai tokoh perumus
konsep imamah, ia menggagas perlunya imamah, dengan alasan, pertama adalah untuk
merealisasi ketertibandan perselisihan. Kedua, berdasarkan kepada surat al-Nisa‟ ayat
dan kata uli al-amr menurutnya adalah imamah yang artinya: “Hai orang-orang yang

21
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu.
kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.”
Adapun Taqiyuddin al-Nabhani menyamakan imamah dengan khilafah.
Menurutnya, khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di
dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban dakwah Islam
ke segenap penjuru dunia. Adapun al-Taftazani menganggap Imamah dan Khilafah
adalah kepemimpinan umum dalam mengurus urusan dunia dan masalah agama.
Menurut Ibnu Khaldun, imamah adalah tanggung jawab umum yang dikehendaki oleh
peraturan syariat untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat yang
merujuk padanya. Oleh karena kemaslahatan akhirat adalah tujuan akhir, maka
kemaslahatan dunia seluruhnya harus berpedomankepada syariat. Adapun penamaan
sebagai imam untuk menyerupakannya dengan imam salat adalah dalam hal bahwa
keduanya diikuti dan dicontoh. Pada dasarnya teori imamah lebih banyak berkembang
di lingkungan Syi‟ah daripada lingkungan Sunni. Dalam lingkungan Syi‟ah, imamah
menekankan dua rukun, yaitu kekuasaan imam (wilayah) dan kesucian imam („ismah).
Kalangan Syi‟ah menganggap imamah adalah kepemimpinan agama dan politik bagi
komunitas muslim setelah wafatnya Nabi, yang jabatan ini dipegang oleh Ali bin Abi
Talib dan keturunannya, dan mereka maksum. Istilah ini muncul pertama kali dalam
pemikiran politik Islam tentang kenegaraan yaitu setelah Nabi SAW. wafat pada tahun
632 M. Konsep ini kemudian berkembang menjadi pemimpin dalam salat, dan –
setelah diperluas lingkupnya- berarti pemimpin religio-politik (religious-political
leadership) seluruh komunitas Muslim, dengan tugas yang diembankan Tuhan
kepadanya, yaitu memimpin komunitas tersebut memenuhi perintah-perintah-Nya.
Menurut Ali Syariati, tidak mungkin ada ummah tanpa imamah. Imamah tampak
dalam sikap sempurna pada saat seseorang dipilih karena mampu menguasai massa
dan menjaga mereka dalam stabilitas dan ketenangan, melindungi mereka dari
ancaman, penyakit dan bahaya, sesuai dengan asas dan peradaban ideologis, sosial dan
keyakinan untuk menggiring massa dan pemikiran mereka menuju bentuk ideal.

22
Dalam pemikirannya mengenai imamah dan khilafah, Ali syariati menganggap
khilafah cenderung ke arah politik dan jabatan, sedangkan imamah cenderung
mengarah ke sifat dan agama.
c. Imarah
Imarah berakar kata dari amara-ya'muru-amrun yang berarti memerintah, lawan
kata dari melarang. Pelakunya disebut amir yang berarti pangeran, putra mahkota, raja
(al-malik), kepala atau pemimpin (al-ra‟is), penguasa (wali). Selain itu juga bisa
berarti penuntun atau penunjuk orang buta, dan tetangga. Adapun bentuk jamaknya
adalah Umara‟. Kata amara muncul berkali-kali dalam al-Qur‟an dan naskah-naskah
awal lainnya dalam pengertian “wewenang” dan “perintah”. Seseorang yang
memegang komando atau menduduki suatu jawaban dengan wewenang tertentu
disebut sahib al-amr, sedangkan pemegang amr tertinggi adalah amir. Pada masa-masa
akhir Abad Pertengahan, kata sifat amiri sering digunakan dalam pengertian “hal-hal
yang berhubungan dengan pemerintahan atau administrasi”. Sementara itu, di
Imperium Turki, bentuk singkat kata ini adalah miri, dengan terjemahan bahasa
Turkinya adalah beylik, menjadi kata yang umum digunakan untuk hal-hal yang
berhubungan dengan pemerintahan, publik atau resmi. Kata miri juga digunakan untuk
menunjukkan perbendaharaan kekayaan negara, kantor-kantor perdagangan
pemerintah dan barang-barang milik pemerintah pada umumnyaSeorang amir adalah
seorang yang memerintah, seorang komandan militer, seorang gubenur provinsi atau –
ketika posisi kekuasaan diperoleh atas dasar keturunan- seorang putra mahkota.
Sebutan ini adalah sebutan yang diinginkan oleh berbagai macam penguasa yang lebih
rendah tingkatannya, yang tampil sebagai gubenur provinsi dan bahkan kota yang
menguasai wilayah tertentu di kota. Sebutan ini pula bagi mereka yang merebut
kedaulatan yang efektif untuk diri mereka sendiri, sambil memberikan pengakuan
simbolik yang murni terhadap kedaulatan khalifah sebagai penguasa tertinggi yang
dibenarkan dalam Islam. Istilah amir ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan
'Umar bin al- Khattab. Umar menyebut dirinya sebagai amir al-mukminin yang berarti
pemimpin kaum yang beriman

23
B. Khalifah Abu Bakar
1. Mengemukakan Biografi Khalifah Abu Bakr
Abu Bakr al Shiddiq ini nama lengkapnya 'Abdullah ibn 'Ustman ibn 'Amir ibn 'Amr
ibn Ka'ab ibn Sa'ad ibn Taym ibn Murrah ibn Ka'ab ibn Lu-ay ibn Ghalib ibn Fihr al
Taimiy (Ibn 'Abd al Bar, 1398: 243), sehingga nasabnya bertemu dengan nasab Nabi
SAW pada kakek-moyang mereka Murrah ibn Ka'ab. Dia lahir sekitar 2 tahun setelah
kelahiran Muhammad ibn 'Abdillah. Sejak mudanya Abu Bakr ini telah menjadi seorang
pedagang dan sangat akrab dengan Muhammad yang ketika itu juga menjadi seorang
pedagang terkenal.
Sewaktu Muhammad mulai menyampaikan dakwahnya, Abu Bakr adalah orang
pertama yang beriman kepadanya, dan namanya yang pada mulanya 'Abd al Ka'bah
ditukar Nabi SAW menjadi 'Abdullah. Abu Bakr bukan hanya sekedar beriman saja, tapi
dia sangat aktif pula mengembangkan Islam sejak masa awal itu, sehingga banyaklah
orang yang beriman karena usahanya, di antaranya Abu 'Abdillah 'Utsman ibn 'Affan al
Amawiy, Abu Muhammad Thal-hah ibn 'Ubaydillah al Taymiy, Abu 'Abdillah al Zubayr
ibn al 'Awwam al Fihriy, Abu Is-haq Sa'ad ibn Abi Waqqash al Zuhriy, Abu Ubaydah
'Amir ibn 'Abdillah ibn al Jarrah al Fihriy, Abu Muhammad 'Abd al Rahman ibn 'Awf al
Zuhriy, dan lain-lainnya. Abu Bakr juga banyak memerdekakan budak-budak yang
disiksa tuannya karena memeluk Islam, seperti Bilal ibn Rabbah al Habsyiy, 'Amir ibn
Fuhayrah dan lain-lainnya. Abu Bakr pula orang yang pertama mempercayai terjadinya
Isra; Mi'raj, walaupun dia tidak mendengarnya secara langsung dari Nabi SAW sendiri,
sehingga dia digelari dengan al Shiddiq, orang yang benar dan membenarkan semua yang
disampaikan Nabi SAW Ketika Nabi SAW hijrah dari Makkah ke Yatsrib, Abu Bakr
yang menyiapkan perbekalan dan mendampinginya dalam perjalanan. Kisah mereka
ketika bersembunyi dalam gua untuk menghindari kejaran orang-orang kafir Makkah,
diabadikan dalam al Qur-an al Karim pada Surat al Tawbah ayat 40:

24
Artinya: Bila kalian tidak menolongnya, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya
sewaktu dia diusir oleh orang-orang kafir, ketika dia adalah salah seorang dari dua orang
yang berada dalam sebuah gua, lalu dia berkata kepada shahabatnya itu Janganlah engkau
bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita".

Setelah hijrah ke Madinah, Abu Bakr tetap mendampingi Nabi SAW dalam setiap
kesempatan. Dia bahkan mendermakan seluruh kekayaannya untuk membiayai persiapan
Perang Tabuk tahun 9 H. Ketika tiba musim hajji tahun 9 H, yang merupakan
pelaksanaan hajji pertama dalam sejarah Islam, Abu Bakr lah yang disuruh Nabi SAW
untuk memimpin pelaksanaan hajji tersebut. Sewaktu Nabi SAW sakit dan tidak sanggup
lagi mengimami shalat, Abu Bakr pulalah yang dipercayai untuk menjadi imam shalat
berjama'ah. Abu Bakr ini wafat pada sore hari Senin tanggal 22 Jumad al Akhir 13 H (14
Agustus 634 M) dalam usia 63 tahun.
Abu Bakr dikarunia beberapa orang anak, laki-laki dan wanita. Puteranya yang
terkenal adalah 'Abdullah yang syahid sewaktu mengepung Tha-if bersama Nabi SAW,
Muhammad yang menjadi Gubernur Mesir pada masa 'Ali, dan al Qasim yang lahir
beberapa bulan setelah beliau wafat. Puterinya yang terkenal adalah Asma; yang menjadi
isteri al Zubayr ibn al 'Awwam dan 'Aisyah yang menjadi Umm al Mukminin.
(Fatmawati, 2010)

2. Masalah Yang Muncul Pada Masa Abu Bakr

Masa awal pemerintahan Abu Bakar diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
25
mengaku diri nabi, pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-
orang yang ingkar membayar zakat. Munculnya orang-orang murtad disebabkan
keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu mantap, dan wafatnya nabi
Muhammad menggoyahkan keimanan mereka. Masalah nabi palsu sebenarnya telah ada
sejak nabi Saw masih hidup, tetapi kewibawaan nabi Saw menggetarkan hati mereka
untuk melancarkan aktivitasnya. Masalah pemberontakan kabilah disebabkan oleh
anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian dibuat bersama nabi secara pribadi dan
perjanjian tersebut berakhir dengan wafatnya beliau. Mereka menganggap tidak perlu lagi
taat dan tunduk kepada penguasa Islam yang baru. Sedangkan orang-orang yang ingkar
membayar zakat hanyalah karena kelemahan iman mereka. Mereka tidak mau membayar
zakat karena mereka beranggapan bahwa zakat itu hanyalah upeti yang tidak patut
diwajibkan atas setiap orang merdeka. Hal ini terjadi karena menurut adat kebiasaan
orang Arab, mereka itu tidak mau tunduk kepada siapapun selain orang yang memegang
kekuasaan keagamaan.
Dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati
Abu Bakar, dengan tegas dinyatakannya seraya bersumpah, bahwa beliau akan
memerangi semua golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran, kecuali mereka
yang kembali kepada kebenaran, meskipun beliau harus gugur dalam memperjuangkan
kemuliaan agama Allah. Mereka mengira bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang
lemah, sehingga mereka berani membuat kekacauan. Terhadap semua golongan yang
membangkang dan memberontak itu Abu Bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini
didukung oleh mayoritas ummat. Untuk menumpas seluruh pemberontakan beliau
membentuk sebelas pasukan yang dipimpin oleh panglima perang yang tangguh. Dalam
waktu singkat seluruh kekacauan dapat ditumpas dengan sukses. Sebelum Abu Bakar
mengirim masing-masing pasukan ke berbagai tempat yang dituju, beliau lebih dahulu
mengirimi surat kepada golongan ataupun orang-orang yang menyeleweng tersebut.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa ada kesamaran-kesamaran yang timbul dalam pikiran
mereka, serta diserukan kepada mereka agar kembali kepada ajaran Islam. Diperingatkan
pula, apa akibat yang akan terjadi kalau mereka masih tetap dalam kesesatan itu.
Kemudian Abu Bakar memerangi mereka, peperangan ini dikenal dengan nama perang
Riddah. Perang Riddah diprioritaskan terhadap orang-orang yang enggan membayar

26
zakat. Kata Riddah atau "Murtad" dalam hal ini tidak mengandung pengertian
sebagaimana terdapat dalam hukum Fiqh. Ketika itu orang-orang Arab tidak berbalik
kepada kepercayaan Shirik. Meraka tetap mengakui keesaan Allah SWT, hanya saja
mereka tidak mau menunaikan Zakat. Menurut mereka zakat dianggap sebagai pajak dan
dirasakan sebagai kewajiban yang merendahkan martabat mereka. Ada juga yang
menganggap bahwa pemungutan zakat yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw saja
yang dapat membersihkan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan pembayar zakat. Hal
ini terjadi karena salah menafsiran salah satu ayat yang berkenaan zakat.
Persoalan lain yang dihadapi Abu Bakar adalah munculnya nabi-nabi palsu.
Diantaranya yang mengaku dirinya sebagai nabi adalah Musailamah al-Kazzab (dari Bani
Hanifa) di Yamamah, Al-Aswad Al-Amsi di Yaman dan Thulaihah Ibn Khuwailid dari
Bani Asad. Terhadap golongan nabi palsu Abu Bakar mengerahkan bala tentaranya.
Pasukan yang dikirim berhasil dalam misinya. Musailamah mati terbunuh ditangan
Wahshi (Pembunuh Hamzah paman nabi dalam Perang Uhud ketika masih musyrik).
Adapun Al-Aswad yang pernah menamakan dirinya Rahman al-Yaman telah mati
terbunuh sebelum itu. Dengan kemenangan ini akhirnya Abu Bakar dapat menundukkan
seluruh jazirah dan berhasil menumpas pemberontakan kaum murtad.

3. Usaha-Usaha Abu Bakr Dalam Hal Pemeliharaan Sumber Ajaran Agama, Dalam Politik,
Sosial Kemasyarakatan dan Politik Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab terjadi penaklukanpenaklukan yang begitu
cepat. Penaklukan-penaklukan itu meliputi Irak, Iran, Siria, Palestina dan Mesir dalam
waktu yang singkat, yaitu selama sepuluh tahun kekhalifahannya. Negara Islam yang
masih bayi itu berubah menjadi suatu kekaisaran yang besar dan kekuatan yang paling
besar didunia pada masa itu. Dengan terjadinya perluasan daerah yang begitu cepat
sehingga administrasi pemerintahan mengalami perkembangan. Umar bin Khattab
menyempurnakan sistem pemerintahan yang telah dijalankan pada masa pemerintahan
Abu Bakar. Umar bin Khattab mulai menerapkan sistem pembayaran gaji dan pajak
mulai diatur dan diterbitkan. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga
Yudikatif dengan lembaga Eksekutif dan jawatan kepolisian pun dibentuk. Salah satu
sistem pemerintahan yang sangat penting ialah pembentukkan Majelis Permusyawaratan

27
yang anggota-anggotanya terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang berfungsi sebagai
lembaga Legislatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jauh sebelum lahirnya teori-
teori “Trias Politica” Umar bin Khattab telah lebih dulu mengatur administrasi
pemerintahannya melalui pembagian dan pemisahan kekuasaan yaitu Eksekutif yang
Umar bin Khattab pimpin, sedangkan Yudikatif dilimpahkan kepada hakim dan
kekuasaan Legislatif ada pada majelis permusyawaratan. Menurut Syibli, Umar bin
Khattab meletakkan dasar-dasar suatu negara demokratis dan walaupun disebabkan oleh
kondisi-kondisi khas zaman itu, prinsip tersebut tidak dapat dikembangkan dalam semua
aspek, syarat-syarat yang esensial bagi suatu bentuk pemerintahan yang demokratis telah
dilahirkan. Dalam hal penunjukkan pejabat pegawai-pegawai negara, Umar dianggap
memiliki kearifan dan pengertian yang mendalam serta kenegarawan yang tidak ada
persamaannya dalam sejarah khususnya dalam menilai kapabilitas orang.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab, Umar membagi kekuasaannya dalam kekuasaan Legislatif (Majelis Suroh),
kekuasaan Eksekutif (Khalifah), Yudikatif (Hakim). Dari pemisahan ini juga dapat
dikategorikan ke dalam sistem teori Trias Politica. Meskipun demikian sistem
pemerintahan Umar bin Khattab tidak bisa disamakan dengan sistem Trias Politica yang
ada di Barat saat ini. Selanjutnya penulis dapat menjabarkan secara detail tentang sistem
pemerintahan Umar bin Khattab yaitu: sumber kedaulatan, bentuk pemerintahan, seperti
di bawah ini:
a. Sumber kedaulatan
Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menderita sakit, Umarlah yang menaikkan
posisinya sebagai imam sholat bagi kaum muslimin. Sebelum meninggal pada tahun
634 M/13 H, Abu Bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Ada
beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar bin Khattab
menjadi khalifah, yaitu:
1) Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Isaqifah Bani Sa‟idah yang
nyaris menyeret umat Islam kejurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia
tidak menunjuk sesesorang yang akan menggantikannya.
2) Kaum Angsar dan Muhajirin saling mengklaim sebagi golongan yang berhak
menjadi khalifah.

28
3) Umat Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan
pembangkang.

Sewaktu sakit Abu Bakar sempat mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Umar
bin Khattab dan yang menulis wasiat tersebut adalah Utsman bin Affan. Abu Bakar
dalam menunjuk Umar sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau
konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain: Abdul Rahman
bin Auf, Utsman bin Affan dan Asid bin Haidhir, seorang tokoh Angsar. Konsultasi ini
menghasilkan persetujuan atas pilihannya kepada Umar bin Khattab secara objektif.
Dalam pertemuan tersebut kaum muslim menerima dan menyetujui Umar yang telah
dicalonkan Abu Bakar.

Menurut penulis bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar dalam suksesi
kepemimpinan di Negara Madinah pada saat itu merupakan langkah yang tepat. Dan
apa yang dilakukan merupakan implementasi yang optimal terhadap prinsip
musyawarah. Setelah itu Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan
bahwa Umar bin Khattab adalah pengganti dirinya nanti. Sumber kedaulatan
kepemimpinan Umar bin Khattab berasal dari Abu Bakar Ash-Shiddiq berdasarkan
atas kesepakatan dalam musyawarah. Dalam wasiatnya Abu Bakar mempercayakan
kepemimpinana kepada Umar bin Khattab karena Umar adalah seorang yang baik dan
adil. Ketika Abu Bakar wafat pada hari Senin, setelah maghrib dan dikuburkan pada
malam itu juga, bertepatan pada tanggal 21 Jumadil Akhir tahun 13 H. Umar bin
Khattab menggantikan seluruh tugas-tugas dengan sebaik-baiknya sebagai amirul
mu‟minin. Orang yang pertama kali memanggilnya dengan gelar amirul mu‟minin
adalah Al-Mughriah bin Syu‟bah.

Umar memiliki kepribadian yang keras, namun hal demikian tidaklah menjadi suatu
permasalahan karena sesungguhnya Umar adalah seorang pemimpin yang memiliki
karisma tersendiri, pemimpin yang adil, jujur, berilmu, bijaksana, bertanggung jawab
serta taat terhadap ajaran agama Islam. Setelah dilantik menjadi kepala Negara, Umar
segera melaksanakan tugas-tugas kenegaraan, kebijaksanaan yang dilakukan Umar
sebagai kepala Negara meliputi pengembangan daerah kekuasaan Islam, penambahan
birokrasi pemerintahan, peningkatan kesejahteraan rakyat, pembentukkan tentara

29
Negara reguler yang digaji oleh Negara, pengembangan demokrasi dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan lainnya.

b. Bentuk pemerintahan
Kepemimpinan Umar bin Khattab mendapat gelar sebagai ámirul mukminin.
Sedangkan Negara yang dipimpinnya disebut khilafah. Salah satu mekanisme
pemerintahan yang penting ialah pembentukkan majelis permusyawaratan yang
anggotanya terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang berfungsi sebagai lembaga
legislatif, lembaga yudikatif dilimpahkan kepada hakim sedangkan eksekutif dipimpin
langsung oleh khalifah Umar bin Khattab.Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab
majelis permusyawaratan sangat ditonjolkan. Majelis ini dibentuk sebagai tempat
konsultasi dan memecahkan masalah-masalah penting yang dihadapi umat. Sehingga
Umar pernah berkata bahwa kekhalifahan tidak sah tanpa konsultasi atau tidak ada
khilafah tanpa konsultasi. Dan Umar menampakkan diri sebagai demokrat sejadi
ketika ia berkata “aku telah menyulitkanmu untuk berkumpul di sini agar kalian
menuruti kemauan-kemauanku”. Sistem musyawarah ini kemudian menjadi pedoman
para Khulafaur Rasyidin untuk memimpin Negara Madinah bercorak kekhalifahan
pasca Nabi. Suatu sistem kenegaraan Islam yang memiliki paradigma baru.
Gubernur-gubernur provinsi dan para pejabat-pejabat distrik saling diangkat
melalui pemilihan. Pemerintahan Umar menjamin hak setiap orang dan orang-orang
menggunakan kemerdekaannya dengan seluasluasnya. Khalifah tidak memberi hak
istimewah tertentu. Tidak seorang pun memperoleh pengawal. Tidak ada istana dan
pakaian kebesaran baik untuk Umar sendiri maupun untuk bawahan-bawahannya
sehingga tidak akan ada perbedaan antara penguasa dan rakyat, dan mereka setiap
waktu dapat dihubungi. (Rahmatullah, 2014)
Umar bin Khattab dalm menjalankan roda pemerintahannya, meletakkan Al-Quran
dan Sunnah Rasul sebagai Undang-undang Negara Islam. Dengan demikian dapat
dikatakan sebagai pelopor perundangundangan dalam negara Islam. Khalifah Umar
membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna. Tanpa memperoleh contoh
pola sebelumnya, Umar meletakkan dasar-dasar bagi sautu negara yang demokratis
dan meskipun karena kondisi-kondisi yang khas pada masa itu, prinsip-prinsip itu
tidak bisa dikembangkan dalam semua segi dan penerapan. Hal-hal yang penting

30
sebagai prasyaratan bagi suatu bentuk pemerintahan yang demokratis telah diciptakan.
Dalam masa pemerintahannya terdapat dua lembaga penasihat, yaitu: majelis umum
yang bersidang atas pemberitahuan umum dan yang lainnya membahas masalah-
masalah yang sangat penting. Masalah-masalah yang menyangkut pengangkatan dan
pemecatan para pejabat negara dan masalah-masalah biasa yang terjadi sehari-hari
dibahas oleh komite ini. Selain pada majelis penasehat, setiap warga negara berhak
mempunyai satu surat suara dalam pemerintahan negara.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Khattabbentuk pemerintahannya adalah khalifah dengan meletakkan dasar-
dasar suatu negara yang demokratis.

C. Khalifah „Umar Ibn Al Khaththab


1. Biografi Khalifah „Umar Ibn Al Khaththaab
'Umar ini nama lengkapnya adalah Abu al Hafash 'Umar ibn al Khaththab ibn Nufayl
ibn 'Abd al 'Uzza ibn Rabbah ibn 'Abdillah ibn Qarth ibn Ramzah ibn 'Adiy ibn Ka'ab ibn
Lu-ay al 'Adawiy (Ibn Hajar, 1398: 518), bertemu nasabnya dengan Nabi SAW dan Abu
Bakr pada nenek moyang mereka Ka'ab ibn Lu-ay (al Suyuthiy: 26). Menurut Imam al
Thabariy. 'Umar dilahirkan di Makkah sekitar empat tahun sebelum terjadinya Perang
Fijjar, atau sekitar 13 tahun setelah kelahiran Muhammad SAW. Pada masa kecilnya,
'Umar menjadi penggembala ternak kepunyaan keluarganya dan pencari kayu api. Setelah
dewasa, dia menjadi pedagang, namun harta dagangannya tidak bagitu banyak.
Ketika Nabi SAW mulai mengembangkan Islam, 'Umar termasuk penentangya yang
paling keras seperti Abu Jahl, sehingga Nabi SAW pernah berdo'a supaya Allah
menguatkan Islam dengan salah seorang dari dua orang itu, dengan 'Umar ibn al Khathab
atau 'Amr ibn Hisyam (Abu Jahl). 'Umar memeluk Islam pada tahun keenam kenabian,
dan setelah memeluk Islam, dia tampil sebagai pembela Islam sejati. Sewaktu para
shahabat yang lainnya hijrah ke Yatsrib dengan sembunyi-sembunyi, 'Umar malahan
hijrah secara terang-terangan dan menantang orang-orang Qurays, kalau ada yang berani
mengganggu perjalanannya.
Setelah hijrah, 'Umar tetap menjadi pendamping setia Nabi SAW dan dia selalu diajak
Nabi SAW dalam setiap musyawarah. Banyak pendapat yang dikemukakan 'Umar yang

31
kemudiannya dikuatkan oleh wahyu yang turun setelah itu. Salah satunya adalah dalam
hal penanganan tawanan Perang Badr. Ketika itu 'Umar mengusulkan supaya para
tawanan itu dihukum mati saja karena kekejaman mereka selama ini, sedangkan Abu
Bakr mengusulkan supaya mereka diberi kesempatan menebus diri, baik dengan harta
ataupun kepandaiannya. Usulan Abu Bakr lebih banyak mendapat dukungan dari usulan
Umar, sehingga Nabi SAW menerima usulan Abu Bakr, memberikan kesempatan kepada
para tawanan untuk menebus diri. Namun keputusan ini ternyata dikecam keras olch
Allah SWT, dengan turunnya wahyu pada Surat al Anfal ayt 67-68 yang berbunyi:

Artinya:
(67)Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kalian menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untuk kalian). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (68)Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah,
niscaya kalian akan ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kalian ambil itu.(QS
Al-Anfal: 67-68)
Sewaktu Nabi SAW wafat dan orang-orang Anshar bermusyawarah di Saqifah Bani
Sa'idah untuk menentukan siapa yang akan jadi khalifah, 'Umar lah yang pertama
membai'at Abu Bakr menjadi khalifah, yang kemudian diikuti oleh orang lainnya. Selama
pemerintahan Abu Bakr, 'Umar adalah tangan kanan Abu Bakr, dan Abu Bakr tidak akan
memutuskan sesuatu sebelum mendengar pendapat 'Umar, sampai kemudian Abu Bakr
wafat dan 'Umar ditunjuknya menjadi penggantinya. "Umar kemudian ditikam dengan
khanzar (semacam pisau panjang) oleh Abu Lukluk, seorang budak Majusi yang tinggal
di Madinah, sewaktu mengimami Shalat Shubuh di Masjid Nabawiy pada hari Rabu 26
Dzu al Hijjah 23 H (2 November 644 M). Beliau terluka parah karena mendapat enam
kali tikaman, dan tiga hari kemudian, beliaupun wafat dalam usia 63 tahun. Jenazahnya
32
dimakamkan pada hari Minggu 30 Dzu al Hijjah 23 H (6 November 644 M) di Masjid
Nabawiy Madinah, berdampingan dengan makam Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakr
al Shiddiq. 'Umar dikarunia 13 orang anak laki-laki dan wanita, yang dilahirkan oleh
beberapa orang isteri dan umm al walad (budak wanita yang melahirkan anak tuannya).

2. Proses Pengangkatan „Umar Menjadi Khalifah


'Umar dibai'at menjadi khalifah menggantikan Abu Bakr pada hari Selasa tanggal 23
Jumad al Akhir 13 H (15 Agustus 634 M), sehari setelah wafatnya Abu Bakr.
Pembai'atan 'Umar ini dilaksanakan di Masjid Nabawiy selesai shalat Shubuh, dan setelah
itu dia mengucapkan pidato politiknya yang pertama, yang dikutip oleh 'Abd al Wahhab
al Najjar (1348: 116) berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang Arab ini adalah seperti
kawanan onta yang jinak, yang selalu mengikuti gembala yang menuntunnya. Karena itu,
seorang gembala hendaklah mengetahui jalan yang akan ditempuhnya, dan aku sendiri,
Demi Allah, akan menuntun kepada kebenaran.”
Penunjukan Umar menjadi khalifah ini mendapat dukungan penuh dari para shahabat,
karena mereka telah mengenal jasa-jasa 'Umar terhadap Islam selama ini, walaupun
sebelum masuk Islam dahulu, Umar adalah seorang penentang Islam yang sangat keras.
Bahkan salah seorang shahabat utama, 'Abdullah ibn Mas'ud, yang termasuk golongan al
Sabiqun al Awwalun dan jauh lebih dahulu masuk Islam dari 'Umar, seperti dikutip
Hasan Ibrahim Hasan dari Ibn al Atsir, mengatakan bahwa Islamnya Umar adalah suatu
pertolongan, hijrahnya adalah suatu kemenangan dan pengangkatannya menjadi khalifah
adalah suatu rahmat. Begitu menjadi khalifah, 'Umar segera menghadapi tugas tugas berat
yang menjadi tanggung-jawabnya, baik yang berhubungan dengan masalah dalam negeri
(internal) maupun yang berkaitan dengan masalah luar negeri (eksternal). Kesulitan yang
dihadapinyapun jauh lebih rumit dan berat dari masa-masa sebelumnya, karena seperti
dijelaskan oleh Syalaby, sewaktu umat Islam berbenturan dengan bangsa Mesir, Syiria
dan Persia, merekapun harus berhadapan dengan hal-hal baru, sehingga timbullah
berbagai macam kesulitan dan persoalan yang belum pernah dikenal dan dijumpai selama
ini. Beban dan tanggung jawab untuk memecahkan dan mengatasi masalah tersebut
terletak di atas pundak Khalifah 'Umar ibn al Khaththab.
Ternyata Allah SWT telah memberikan ilham dan taufiq kepada 'Umar dalam
memperkenankan panggilan zaman, menjawab tantangan hidup baru dan membangun

33
negara Islam. Untuk itu perlu diungkapkan bagaimana kebijaksanaan Khalifah 'Umar ibn
al Khaththab pada masa pemerintahannya, baik dalam hal yang bersifat internal maupun
yang bersifat eksternal serta keteladanan dan relevansi kebijaksanaan pemerintahannya
dengan pemerintahan zaman modern. Yang bersifat internal adalah usaha dan
kebijaksanaan Khalifah 'Umar dalam memelihara sumber ajaran Islam, dalam mengatur
pemerintahan, dalam bidang pembangunan dan penataan wilayah, dalam bidang sosial
kemasyarakatan, dalam bidang kemiliteran, dalam bidang pengawasan dan dalam bidang
pendidikan. Yang bersifat eksternal adalah usaha dan kebijaksanaan Khalifah 'Umar yang
berkaitan dengan masalah luar negeri, terutama hubungannya dengan Kerajaan Romawi
(Bizantium) dan Persia. Pengidentifikasian kebijaksanaan Khalifah 'Umar dalam
pemerintahannya ini sangat penting sekali untuk dikemukakan, dengan tujuan supaya
dapat diteladani dan dicontoh oleh generasi berikutnya sampai zaman modern sekarang
dalam memimpin masyarakat dan negara, terutama dari sikapnya yang sangat sederhana,
teguh dan tegas dalam menegakkan keadilan dan amanah, serta meletakkan sistim
musyawarah pada proporsi yang sebenarnya.

3. Kebijaksanaan Khalifah „Umar Dalam Hal Pemeliharaan Sumber Ajaran Agama, Politik,
Masalah Administrasi Pemerintahan Seperti Pelimpahan Wewenang Kepada Hakim
Daerah
Khalifah Umar sejak awal pemerintahannya memang tidak menghadapi masalah
pergolakan dalam negeri, seperti yang dihadapi oleh Khalifah Abu Bakr pada awal
pemerintahannya Pada masa Khalifah 'Umar ini, umat Islam telah bersatu kembali, sama
sekali tidak pernah terjadi kekacauan ataupun pemberontakan di tengah-tengah
masyarakat. Karena itu, Khalifah 'Umar dapat memusatkan perhatiannya untuk membina
dan membangun masyarakat yang kuat dan sejahtera. Untuk lebih sistematisnya usaha-
usaha yang dilaksanakan Khalifah 'Umar dalam membina dan membangun masyarakat
ini, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pemeliharaan Sumber Ajaran Agama Islam
Khalifah 'Umar sangat memperhatikan pemeliharaan sumber ajaran Islam, yakni
al Qur-an dan hadits-hadits Nabi SAW. Pada masa pemerintahannya al Qur-an
memang telah dibukukan, karena pembukuan Al Qur-an itu dilaksanakan pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakr. Namun perlu diingat, bahwa terlaksananya

34
pembukuan al Qur-an itu adalah atas inisiatif "Umar Umar lah yang berulang-kali
mendesak Abu Bakr untuk membukukan al Qur-an, sehingga akhirnya Khalifah Abu
Bakr memerintahkan Zayd ibn Tsabit untuk membukukan al Qur-an dalam satu
mashhaf. Khalifah 'Umar juga sangat memperhatikan pemeliharaan dan kesucian
hadits-hadits Nabi SAW. Karena itu, dia melarang para sahabat sembarangan saja
dalam menyampaikan hadits Nabi SAW kepada orang lain. Tujuannya adalah supaya
hadits-hadits Nabi SAW ini terpelihara, dipahami secara tepat pada tempat dan waktu
yang tepat serta tidak bercampur dengan hal-hal lainnya yang sama sekali tidak berasal
dari Nabi SAW.
b. Politik
Pada masa Khalifah Umar ini daerah Islam sudah sangat luas, baik daerah yang
telah dikuasai umat Islam sebelumnya maupun daerah-daerah lain yang dikuasai umat
Islam pada zamannya. Daerah-daerah yang telah dikuasai umat Islam sebelumnya
hanyalah wilayah Jazirah Arab saja, karena wilayah Syam dan 'Iraq masih dalam
proses awal penaklukan. Khalifah Abu Bakr membagi wilayah Islam pada masanya
menjadi sepuluh kewalian, yang masing-masingnya dipimpin oleh seorang Wali atau
Amir. Kesepuluh kewalian itu, sebagaimana disebutkan oleh al Najjar (1348: 102 103)
adalah Wilayah Makkah dengan Amimya 'Itab ibn Usayd yang telah diangkat oleh
Nabi SAW dahulu, Wilayah al Tha-if dengan Amimya 'Utsman ibn Abi al 'Ash,
Wilayah Shan'a dengan Amirnya al Muhajir ibn Abi Umayyah, Wilayah Hadhramawt
dengan Amirnya Ziyad ibn Lubayd, Wilayah Zubayd dengan Amirnya Abu Musa
'Abdullah ibn Qays al Asy'ariy, Wilayah Khawlan dengan Amirnya Ya'la ibn
Umayyah, Wilayah al Jannad dengan Amirnya Mu'adz ibn Jabal, Wilayah Najran
dengan Amimya Jarir ibn 'Abdillah al Bajiliy, Wilayah Jarasy dengan Amirnya
'Abdullah ibn Tsawr dan Wilayah al Bahrayn dengan Amirnya al A'la ibn al
Hadhramiy.
Pada masa pemerintahan 'Umar, wilayah Islam berkembang luas, baik ke Syiria,
'Iraq maupun Afrika, sehingga terjadilah perobahan pembagian wilayah pemerintahan
itu. Khalifah 'Umar membagi wilayah Islam menjadi sepuluh wilayah juga, yakni lima
wilayah di Jazirah Arab, dua wilayah di Syiria, dua wilayah di 'Iraq dan satu wilayah
di Afrika, yang masing-masingnya dipimpin oleh Amir atau Gubernur. Kesepuluh

35
wilayah itu adalah Wilayah Makkah, Wilayah al Tha-if, Wilayah Shan'a, Wilayah al
Jannad dan Wilayah al Bahrayn yang kelimanya terletak di Jazirah Arabia, Wilayah
Kuwfah dan Wilayah Bashrah yang keduanya terletak di 'Iraq, Wilayah Dimasyq dan
Wilayah Humsh yang keduanya terletak di Syiria serta Wilayah Mesir yang terletak di
Afrika. Dengan demikian, jelaslah bahwa daerah Islam yang telah ada sebelumnya
yang dibagi Khalifah Abu Bakr menjadi sepuluh wilayah, hanya dijadikan lima
wilayah saja oleh Khalifah Umar, sedangkan daerah-daerah lain yang direbut Tentara
Islam pada masa pemerintahannya, dibagi pula menjadi lima wilayah oleh Khalifah
'Umar. Selain mengatur pembagian wilayah itu, yang lebih penting lagi adalah usaha
Umar mendirikan badan-badan atau lembaga lembaga yang akan memperlancar
pelaksanaan pemerintahan. Khalifah 'Umar telah membuka lembaran-baru dalam
Sejarah Islam dengan membentuk pemerintahan secara lebih terorganisir, mengatur
kantor-kantor, meletakkan dasar-dasar peradilan dan administrasi, mengadakan Bayt al
Mal serta membuat hubungan pos ke daerah-daerah.
c. Masalah Administrasi Pemerintahan Seperti Pelimpahan Wewenang Kepada Hakim
Daerah
Khalifah 'Umar menunjukkan perhatian yang sangat besar dalam bidang
pembangunan dan tata kota. Karena itu, dia sering memberikan naschat-nasehat yang
berharga dalam masalah pembangunan dan tata kota ini. Sebagai contoh, sewaktu telah
berhasil menaklukkan Kerajaan Persia, Tentara Islam di bawah pimpinan panglimanya
Sa'ad ibn Abi Waqqash menetap di kota Madain, bekas ibu kota Persia itu. Kemudian
ternyata bahwa kota itu tidak cocok dengan orang-orang Arab, karena mereka telah
terbiasa dengan kehidupan padang pasir yang bersahara dan berudara bersih, sehingga
tidak biasa diam di kota besar. Sa'ad melaporkan hal ini kepada 'Umar, lalu 'Umar
mengirim surat kepada Sa'ad, yang isinya adalah: “Sesungguhnya orang-orang Arab
ini tidaklah akan cocok, kecuali dengan negeri-negeri yang cocok bagi onta-onta
mereka. Karena itu, utuslah Salman dan Hudzayfah untuk mencari suatu tempat
tinggal dekat laut, yang antara saya dan kamu di tempat itu tidak ada jembatan dan
laut.”
Mendengar naschat Umar itu, merekapun segera mencari lokasi yang dimaksud,
sampai akhirnya dipilih Bashrah dan Kuwfah. Perencanaan kota Bashrah dibuat oleh

36
'Utbah ibn Ghazwan, sedangkan perencanaan kota Kuwfah dibuat oleh Abu Hayyaj.
Dalam pembangunan kota itu, Umar memerintahkan supaya jalan-jalan di dalam kota
dibuat tiga macam, yakni jalan utama lebarnya 40 hasta, jalan menengah lebarnya 30
hasta, dan jalan kecil lebarnya 20 hasta. Pada pinggir jalan harus ada jalur kosong
yang ukuran meinimalnya 7 hasta pula, sedangkan rumah-rumah atau bangunan di
dalam kota tidak boleh terlampau tinggi.
Khalifah 'Umar juga memerintahkan kepada gubernurnya di Mesir, 'Amr ibn al
'Ash, untuk menggali terusan antara Sungai Nil dengan Laut Merah, guna
memperlancar transportasi masyarakat. Tidak sampai setahun, penggalian terusan itu
sudah selesai dan dapat dimanfaatkan untuk pelayaran. Terusan itu dinamakan Terusan
Amir al Mukminin dan tetap berfungsi pada masa-masa selanjutnya, sampai akhirnya
para gubernur dan khalifah yang kemudian tidak memperhatikan terusan itu lagi.

4. Kebijaksanaan Khalifah „Umar Dalam Hal Perluasan Wilayah (Ekspansi) Islam ke


Daerah Romawi dan Persia
Serangkaian penaklukan bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi oleh hasrat
akan terhadap harta rampasan perang, dan termotivasi oleh agama yang tidak menganut
keyakinan tentang bangsa yang terpilih, layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam
adalah menyebarkan ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang
menganggap bangsanya sendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah
dombadomba yang sesat. Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh kepada lancarnya
beberapa ekspansi pada masa Umar bin Khattab r.a. Motivasi apapun yang terlibat di
dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan perluasan yang telah
terencana dengan baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian
kecilnya berlangsung secara kebetulan. Beberapa wilayah yang ditaklukkan dilihat dari
kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya
untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang ditaklukkan,
kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain itu kota ini juga berdekatan
dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan bisa menjadi basis penaklukan
selanjutnya ke Afrika. Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya
dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam.

37
Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami
kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan
hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negaranegara kecil yang sebelumnya
merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan
muslim, pada masa sebelumnya. Selain itu, beberapa alasan yang mendukung
keberhasilan serangkaian penaklukan adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara
pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus, hal ini sungguh penting, karena orang-
orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima
dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui
juga ikut menjadi alasan keberhasilan. Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui
ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun
membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain
itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan
penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin
Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan
Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah
dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara
Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran. Selain menjadi basis militer dan
pemerintahan, anshar juga menjadi pusat distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu
sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para
pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat
administrasi. Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah
sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku
adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu,
otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah
lainnya.Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu. Adapun
rangkaian penaklukan besar yang terjadi pada masa Umar bin Khattab antara lain:
a. Penaklukan Damaskus
Damaskus merupakan kota yang amat istimewa dengan permukaan tanahnya yang
hijau, tanamannya subur, kebun-kebunnya yang banyak menghasilkan buah, airnya

38
yang jernih, dan berbagai keindahan lainnya, pasukan Islam berhasil menaklukkan
kota ini di bawah pimpinan Abu Ubaidah Amir bin Jarrah, Khalid bin Walid, Amr bin
al Ash, Syurahbil bin Hasanah, dan Yazid bin Abi Sufyan ra. Sebelum kota ini
ditaklukan, telah terjadi serangkaian pertempuran antara pasukan Islam dan pasukan
Romawi di gerbang-gerbang kota. Ketika itu pertempuran terjadi begitu sengit,
pasukan penakluk terus berusaha memasuki gerbang kota, sementara itu, disekeliling
Damaskus juga terjadi pertempuran antara pasukan peyerang dan pasukan yang
bertahan. Lalu orang-orang Romawi berusaha meminta perlindungan kepada penguasa
Tuma seraya berkata: “Apakah kami harus berdamai dengan orang-orang Islam, atau
engkau akan memberi jalan keluar untuk kami?” lalu penguasa Tuma pun berjanji
untuk memerangi pasukan Islam. Dia menyiagakan pasukan di depan pintu-pintu
gerbang untuk menyergap pasukan Islam, mereka bergerak menyerang pada malam
hari, tapi pasukan Islam sanggup bertahan sehingga terjadilah pertempuran besar-
besaran di seluruh pintu gerbang, pertempuran di gerbang Tuma menjadi peperangan
paling dahsyat ketika itu, sangat banyak pasukan Romawi yang terbunuh sehingga
yang masih hidup terpaksa mundur meninggalkan ribuan teman-teman mereka yang
telah tewas. Setelah dilakukan pengepungan selama tujuh puluh hari, akhirnya Khalid
bin Walid bisa menyeberangi parit menggunakan sampan. Pasukan Islam naik ke
benteng musuh dengan menggunakan rantai yang dilempar lalu disangkutkan ke atas
benteng. Selain itu mereka mengaitkan beberapa buhul tali untuk digunakan seluruh
pasukan Islam menaiki benteng. Setelah pasukan Islam berhasil naik ke atas benteng,
mereka turun membuka pintu gerbang ke sebelah timur dengan mudah. Sesaat
kemudian, pertempuran pun kembali pecah.
Ketika pasukan Romawi yang berada di dekat gerbang al Jabiyah mengetahui
peristiwa di gerbang timur, mereka segera mengirim utusan untuk menemui Abu
Ubaidah, mereka menawarkan akan menyerahkan Damaskus dengan cara damai, Abu
Ubaidah menerima tawaran itu tanpa mengetahui apa yang sedang dilakukan Kholid
bin Walid di gerbang timur. Setelah dilakukan penyerahan, Abu Ubaidah pun masuk
ke dalam kota, di tengah kota dekat gereja Maria, beberapa orang pasukan Khalid
bertemu dengan utusan Abu Ubaidah yang telah menerima penyerahan kota dari

39
tangan musuh. Setelah Abu Ubaidah menaklukkan kota lewat jalan damai, pasukan
Islam pun menguasai seluruh Damaskus.
b. Penaklukan Mada‟in
Ketika Sa‟ad mengumuman pemberangkatan pasukan ke al Mada‟in ia berkata
kepada pasukannya: “Ucapkanlah nastainu billahi wa natawakkalu alaihi hasbunallah
ta‟ala wa ni‟mal wakil la haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim”
Ketika pasukan Islam sampai di dekat kota al Mada‟in, pasukan Persia segera
mengangkat perahu dan rakit dari sungai Tigris, kemudian mereka membakar semua
jembatan yang terhubung ke kota bagian timur. Namun ternyata Sa‟ad berhasil
menggunakan perahu-perahu yang baru dibuat oleh penduduk setempat yang
kemudian dia gunakan bersama pasukannya untuk mencapai al Mada‟in. Setelah
banyak musuh yang terbunuh dan pasukan Islam semakin mendekati al Mada‟in,
sebagian besar pasukan musuh melarikan diri dan masih ada sebagian mereka yang
terus bertempur untuk mempertahankan al Mada‟in. Kala itu pasukan Islam harus
menghadapi perlawanan sengit selama beberapa waktu. Akhirnya pihak musuh
menyerah setelah tak mampu bertahan mengadapi kepungan pasukan Islam di
sekeliling kota al Mada‟in.
Dengan penyerahan diri tersebut, maka takluklah salah satu kota terpenting di
Persia. Penaklukan al Mada‟in ini menjadi titik tolak penaklukan yang di lakukan
pasukan Islam terhadap kota-kota Persia lainnya.
c. Penaklukan Baitul Maqdis
Dari al Jabiyah, khalifah Umar bin Khattab lalu bergerak menuju Baitul Maqdis
untuk melakukan perjanjian damai dengan kaum nashrani. Kala itu Umar bin Khattab
mengajukan syarat agar semua elemen kekuasaan Romawi segera meninggalkan
Baitul Maqdis dalam waktu tiga hari, sebelum Umar bin Khattab masuk ke Masjidil
Aqsa lewat pintu yang dimasuki Rasulullah SAW pada malam isra‟. Umar bin Khattab
lalu melakukan shalat tahiyatul masjid yang dilanjutkan dengan shalat subuh bersama
umat Islam lainnya. (Riva,2019)
Pada rakaat pertama Umar bin Khattab membaca surah shad yang di dalamnya
terdapat ayat sajdah, dan pada rakaat kedua Umar bin Khattab memaca surah al Isra‟,
seusai shalat Umar bin Khattab bertanya kepada Ka‟ab bin Ahbar tentang letak

40
Shakhrah, dan Ka‟ab bin Ahbar lalu langsung menunjukkan batu istimewa itu. Umar
bin Khattab r.a bertanya demikian karena telah terjadi pertikaian panjang dan amat
sengit antara kaum yahudi dan nashrani, setiap kali kaum Yahudi menang, kaum
Nashrani berusaha menghilangkan tempat Shakhrah itu dengan menjadikannya
sebagai tempat pembuangan sampah. Bahkan amat lazim bagi kaum perempuan
Nashrani membuang pembalut mereka ke tempat tersebut. Semua tindakan itu
dilakukan oleh kaum Nashrani karena Shakhrah merupakan kiblat bagi kaum Yahudi,
sementara itu bagian yang digunakan oleh kaum Nashrani sebagai tempat pembuangan
sampah adalah dari tempat Shakhrah sampai Mihrab Dawud. Jadi pada saat itu Umar
bin Khattab memang tidak dapat mengetahui letak Shakhrah karena batu istimewa itu
telah tertimbun sampah dan kotoran, Umar bin Khattab lalu memerintahkan orang-
orang yang berasal dari Yordania untuk membersihkan semua kotoran dan sampah
yang menimbun Shakhrah. Dari Shakhrah, Umar bin Khattab melangkahkan kakinya
menuju gereja Makam Suci yang ditemani oleh Patriak Agung Sefronius. Ketika Umar
bin Khattab sedang berbincang-bincang mengenai perjanjian damai dengan Sefronius,
datanglah waktu shalat, Umar bin Khattab pun langsung bertanya kepada Patriak
Agung agar menunjukkan tempat yang bisa digunakan untuk shalat, serta merta
Sefronius mengizinkan Umar bin Khattab untuk mengerjakan shalat di dalam gereja
itu, namun Umar bin Khattab menolak hal itu seraya mengatakan bahwa jika dirinya
shalat didalam gereja bersejarah itu, ia khawatir akan memberi legitimasi kepada umat
Islam untuk mengubah gereja tersebut menjadi masjid hanya karena alasan bahwa
Umar bin Khattab pernah shalat di dalamnya.
Kekhawatiran inilah yang juga membuat Umar bin Khattab selalu menolak
melaksanakan shalat di semua gereja lainnya, sehingga kaum Nashrani pada saat itu
benar-benar yakin bahwa Umar bin Khattab dan umat Islam pasti menepati semua opsi
perjanjian damai yang mereka lakukan dengan kaum nashrani. Kemudian Umar bin
Khattab melanjutkan perjalanannya dengan Sefronius menuju ke gereja tempat
kelahiran Yesus di Bethlehem, lagi-lagi tiba waktu shalat ketika ia berada di gereja
tersebut, Umar bin Khattab pun langsung mengerjakan shalat di tempat tersebut,
namun seusai shalat, kekhawatiran Umar bin Khattab kembali muncul, ia lalu

41
menambahkan point dalam perjanjian damai untuk tidak mengubah gereja kelahiran
Yesus menjadi masjid hanya karena ia mengerjakan sholat di dalam gereja tersebut.
Menurut Muhammad Sayyid Wakil, tindakan Umar bin Khattab yang bersedia
sholat di dalam gereja tempat kelahiran Yesus, namun menolak melakukan shalat di
gereja Makam Suci dan gereja Konstantin adalah untuk menunjukkan kepada dunia
bahwa bagi umat Islam, seluruh muka bumi adalah masjid, selain itu untuk
menghilangkan kesan yang mungkin muncul dalam hati Sefronius bahwa Umar bin
Khattab membenci gereja karena sesuatu yang tidak ia utarakan.
Pada tahun 15 H, di al Quds khalifah Umar bin Khattab tinggal selama sepuluh
hari, Umar bin Khattab menggunakan waktu tersebut untuk menghapus kekuatan
bersenjata atas wilayah al Quds seperti yang lazim dilakukan terhadap daerah yang
telah melakukan perjanjian damai dengan kaum muslimin, Umar bin Khattab juga
membagi wilayah kekuasaannya untuk mempermudah jalannya pemerintahan,
sekaligus menunjuk penguasa bagi tiap-tiap daerah tersebut. Setelah selesai melakukan
semua itu, Umar bin Khattab kembali ke Madinah. Belum sampai satu tahun menjadi
khalifah, Umar bin Khattab telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan
wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 M, Damaskus, Ibu kota Suriah telah ia
tundukkan. Setahun kemudian seluruh wilayah Suriah jatuh ke tangan kaum muslimin,
setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania.
Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Suriah di masa Khalifah Umar bin
Khattab tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya.
Khalifah Abu Bakar telah mengirim pasukan besar dibawah pimpinan Abu
Ubaidah bin al Jarrah ke front Suriah. Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar
memerintahkan Khalid bin al Walid yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke
front Irak, untuk membantu pasukan di Suriah. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama
pasukannya menyeberangi gurun pasir luas ke arah Suriah. Ia bersama Abu Ubaidah
mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar as
Shiddiq dan digantikan oleh Umar bin al Khattab. Khalifah Umar bin Khattab
mempunyai kebijaksanaan lain, Khalid yang dipercaya untuk memimpin pasukan di
masa Abu Bakar, diberhentikan oleh Umar bin Khattab dan diganti oleh Abu Ubaidah
Ibn al Jarrah.

42
Hal ini tidak diberitahukan kepada pasukan hingga perang selesai, dengan tujuan
supaya tidak merusak konsentrasi pasukan dalam menghadapi musuh. Damaskus jatuh
ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim yang
dipimpin oleh Abu Ubaidah bin al jarrah melanjutkan penaklukannya ke Hamah,
Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan „Amru bin al Ash bersama pasukannya
meneruskan penaklukan Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat
pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan.
Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar bin Khattab
sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Sefronius, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-
gereja.
Dari Suriah, pasukan Islam melanjutkan langkahnya menuju Mesir dan meraih
banyak kemenangan di wilayah Afrika Utara. Wilayah Mesir merupakan wilayah yang
telah dikuasai oleh bangsa Romawi sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur
itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak
naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh firaun
tersebut.
Amru bin al Ash meminta izin Khalifah Umar bin Khattab untuk menyerang
wilayah itu, tetapi Khalifah Umar bin Khattab masih ragu-ragu karena pasukan Islam
masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan
juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi
itu. Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa
perlawanan Kemudian menundukkan Poelisium (AlFarama), pelabuhan di pantai Laut
Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh
pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-
kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat
ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung. Iskandariah (ibu kota
Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di
bawah pimpinan Ubaidah bin as Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah
sebagai bantuan untuk pasukan Amru bin al Ash yang sudah berada di front
peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin.

43
Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu kota
negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amru bin al Ash pada
tahun 20 H. Dengan Suriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia ,
Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan
selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Suriah,
perang Qadisiah pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar
bin Khattab mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk
menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi
gerakan maju tentara Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2
bulan, Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung
Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia
sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan.
Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan,
Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara
Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut
sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh).
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kekuasaan Islam pada masa itu
meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Mesir dan sebagian besar Persia.

5. Meneladani Keberanian dan Kebijaksanaan „Umar dalam Memberantas Kebathilan


Terpilihnya Abu Bakar menunjukkan kesadaran politik yang baik dalam ummah dan
cepatnya pemilihan menunjukkan bahwa mereka bertekad untuk bersatu dan melanjutkan
tugas nabi Muhammad. Sebagai Khalifah Abu Bakar memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai pemimpin agama (khalifah, bukan Rasul) sekaligus merangkap kepala negara.
Abu Bakar memiliki sifat-sifat yang dapat diteladani yaitu:
a. Ketegasan
Meskipun kaumnya mengenal Abu Bakar al-Shiddiq sebagai pribadi yang lemah
lembut, santun, dan murah hati. Abu Bakar al-Shiddiq di kenal bersifat tegas, yang
merupakan sifat terpuji yang dimilikinya. Salah satu ketegasan Abu Bakar al-Shiddiq

44
yaitu ketika Fuja”ah telah menghianati amanah, menipu Abu bakar al-Shiddiq dan
kaum muslimin dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah. 3(Harsoyo, 2020)
b. Keberanian
Abu Bakar al-Shaddiq sejatinya adalah seorang pemberani terutama dalam
membela kebenaran atau pun mereka yang terzalimi. Diantara sikap kepahlawanan
yang dianggap sebagai kebanggan yang disematkan dalam diri Abu Bakar al-Shiddiq
adalahkeberaniaan menghadapi setiap orang yang menghalanginya di jalan dakwah,
serta pertolongan yang telah diberikan pada Nabi Muhammad.
c. Kedermawanan
Ketika masuk Islam, hartanya sangat banyak dan semuanya di infaqkan untuk
kepentingan dakwah, demi memuliakan kalimat Allah dan membantu perjuangan Nabi
Muhammad Saw. Kaitsar Romawi ini mengerahkan Islam dibumi. Rasullah kemudian
menyiapkan pasukan Isalm untuk bergerak menuju Tabuk untuk menghadapi serangan
pasukan Romawi. Sebelum berangkat Rasullah menjelaskan secara terperinci tentang
kondisi dan tugas-tugas beratnya yang dihadapi kaum muslim dalam pertempuran
melawan musuh Islam yang jumlahnya ratuan ribu.
d. Keadilan
Sebagai bukti keadilan Abu Bakar as-Shiddiq adalah kebijakan meningkatkan
kesejahtraan umum dan perekonomian. Abu Bakar al-Shiddiq membentuk lembaga
“Baitul Mal”, semacam kas Negara atau lembaga keuangan.
e. Kewibawaan
Abu Bakar as-Shiddiq adalam pemimpin golongan Ash-Shiddiqun dan sebaik-
baiknya orang shaleh setelah para Nabi dan Rasul ia adalah sosok sahabat Rasullah
yang paling utama, paling alim dan paling mulia secara mutlak. Dalam masyarakat
Jahiliyah, Abu Bakar As-Shiddiq termasuk salah satu orang yang terkemuka,
terhormat, terpandang dan terbaik. Setelah lengsernya Abu Bakar as-Shiddiq, maka
naiklah Umar bin Khattab sebagai khaalifah atas wasiat dari Abu bakas as-Shiddiq.
Hal ini dikarenakan Abu Bakar as-Shiddiq memandang umar angat cocok menjadi
pengganti dirinya dalam memimpin umat Islam. Benar saja, Umar bin khattab selama
kepemimpinannya memiliki beberapa keteladanan yang dapat menjadi contoh yang
baik.

45
f. Rasa tanggung Jawab yang Tinggi
Sebagaimana pemimpin besar lainnya, Umar bin Khattab memiliki rasa tanggung
jawab yang besar. Rasa tanggung jawab Umar tercermin dalam kebijakan pintu
terbuka. Dimana beliau selalu mempersilahkan dan menerima setiap orang yang
berkunjung baik secara formal maupun informal. Beliau juga sangat terbuka
padaseluruh masukan pengikutnya seperti membuka kantor pengaduan dan membuat
perkumpulan tahunan untuk mengkritisi kinerjanya. Beliau juga sering terjun langsung
dan merubah tampilannya agar dpat melihat langsung seluruh warganya dengan baik.
g. Menjunjung Tinggi Rasa Demokrasi
Umar bin Khattab sangat menjunjung tinggi rasa demokrasi, hal ini dibuktikan
dengan sikapnya yang selalu menanyakan terlebih dahulu kepada warganya atas
kepurusan besar yang akan beliau ambil. Beliau senantiasa mengambil keputusan
berdasarkan partisipasi dan suara dari warganya. Beliau juga selalu menerima
pendapat dari warganya dengan baik tanpa perdebatan apapun. Beliau selalu berharap
seluruh keputusan yang dia ambil tidak akan merugikan siapapun terlebih lagi
warganya.
h. Manajemen Kualitas yang Menyeluruh
Manajemen kualitas yang menyeluruh disini adalah manajemen yang strategis untuk
meningkatkan kualitas warga yag menyeluruh disetiap tempat yang beliau pimpin. Hal
ini dimaksudka untuk meningkatkan produktifitas dan juga mengurangi biaya yang
akan dikeluarkan. Semua ini dilakukan dengan manajemen yang baik di bawah
kepemimpinan Umar bin Khattab.
i. Pengawasan yang Ketat terhadap Gubernur
Umar bin Khattab sangat memperhatikan seluruh warga termasuk gubernur yang
bertugas dalam menjalnkan kebijakan yang di jalankan. Hal ini bermaksud agar
seluruh gubernur dapat bekerja sesuai dengan keutuhn dan juga dapat memenuhi
keinginan seluruh warga dengan optimal tanpa ada yang merasakan kerugian.
Menjelang wafatny, Umar bin Khattab membentuk sebuah dewan syura yang terdiri
atas enam orang sahabta. Namun, keempat sabhabt memilih untuk mengundurkan diri,
hingga tersisa Utsman bin Affan dan juga Ali bin Abi Thalib. Sehungga saat dilaukan
pemilihan mendapatkan suara seimbang natara Utsman dan Ali yang kemudian

46
Utsman diangkat sebagai Khalifaj ketiga karena waktuitu Utsman sudah memasuki
usia yang lebihmatang untuk memimpin. Selama tiga belas tahun menjabat sebagai
seorang Khalifah, banyak sekali keteladanan yang dpaat ditiru.
j. Sikap Tegas dan Berani
Sikap tegas dna berani yang ditunjukan oleh Utsman bin Affan pada awal masa
kepemimpinannya ditunjukan dengan sangat berani ketika melawan pemberontakan
yang dilakukan oleh bangsa Romawi Timur yang ingkar akan janji yang sudah
disepakati ketika masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Maka Utsman kembali
merebut daerah yang sudah ditaklukan dengan membasmi pemberontak didaerah yang
ditaklukan dengan menurunkan panglima yang perang terbaiknya. Hal ini menjadikan
perluasan wilayah pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan sangatlah pesat.
k. Memperhatikan Keadaan Orang Lain dibanding Dirinya
Utsman bin Affan dikenal sebagai sudagar kaya yang sudah memiliki kehidupan
yang makur, hal ini menjadika ia sangat memperhatikan keadaan orang lain agar
merkea memiliki kehidupan yang layak dan juga makmur. Contohnya adalah ketika
Utsman memperbolehkan keluarganya menerima hadiah dari warga sedangkan beliau
sendiri tidak menolak upah negara dari hasil jerih payahnya selama memimpin.
l. Menerapkan Kebebasan untuk Belajar
Selama kepemimpinannya, Utsman memperbolehkan seluruh warganya untuk pergi
keluar dari Madinah dan menetap di luar Madinah untuk belajar dan mendapatkan
ilmu yang lebih luas dari luar negara madinah. Hal ini menghasilkan Penyeragaman
Mushaf Al-Quran yang dilakukan pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.

6. Meneladani Sifat Santun dan Kesosialan Khalifah „Umar Ibn Al Khaththab


a. Sifat dan Wibawanya
Dari Muhammad bin Sa‟ad secara marfu‟ dari Ibnu Umar, dia menjelaskan
tentang bapaknya, dia berkata, “Umar adalah seorang laki-laki berkulit putih kemerah-
merahan, berpostur tinggi, bagian depan kepalanya botak, dan rambutnya ditumbuhi
uban”. Salamah bin al-Akwa' berkata, “Umar adalah seorang laki-laki kidal”. Ubaid
bin Umar berkata,“tinggi umar diatas rata-rata orang kebanyakan”. Abu Raja‟ al-
Atharidi berkata, “Umar bin Khatab adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi,

47
kekar,botak dibagian depan kepalanya dan ditumbuhi uban, memiliki bola matamerah,
permukaan pipinya cekung, dan berjanggut lebat berwarnakemerah-merahan. Tidak
banyak tertawa, tidak pernah bercanda dengansiapapun dan serius dalam urusannya”.
b. Kerendahan Hati Umar bin Khathab
Abu al-Aliyah as-Sami‟ berkata, “Umar bin Khathab datang ke al-Jabiyeh dengan
mengendari unta kurus, dahinya terpanggang terikmatahari, tidak memalai topi
maupun selendang, kedua kakinyamenggantung di tunggangannya tanpa tempat kaki,
dan alasnya adalahkain Anbajani dari wol. Jika Umar naik unta, kain itu menjadi
tempatduduknya, demikian juga ketika dia turun, kain itu menjadi alas
duduknya.Tasnya terbuat dari kain berbulu, dibalut daun kurma; tas itu adalah
tempattempat barang ketika dia berkendara dan dijadikan bantal ketika istirahat.Umar
memakai kain dari karabis, berjahit dan robek disisinya. Umar berkata, „panggilkan
kepadaku kepala desa‟. Para pasukan muslimpun duduk bersamanya. Umar berkata,
„Cucilah pakaianku ini dan jahitlah, dan pinjami aku sehelai pakaian‟. Kemudian
dibawakan kepadanya pakaiandari katun. Khalifah bertanya, „Apa ini?‟ mereka
menjawab, „Katun‟. Dia bertanya lagi „Apa itu katun?‟ setelah dijelaskan, Umar lalu
melepas gamisnya. Orang-orang berkata, „Engkau adalah raja bangsa Arab dan Negri
ini tidak cocok untuk unta, maka kendarilah bardzaun ‟Umar lalumembuang kain yang
biasa digunakan untuk pelana, dan segera naikkeatasnya. Namun tiba-tiba dia berkata,
„Hentikan! Aku tidak akan mengira orang-orang mengendarai setan sebelum ini. Lalu
untanya dibawakepadanya dan dia mengendarainya”.
c. Pakaian dan Makanan Umar bin Khatab
Ibnu Syabbah mengatakan, Yusuf bin Athiyyah menceritakan kepada kami bahwa
dia mendengar Malik bin Dinar berkata, “Ketika aku sedang melempar jamrah, tiba-
tiba aku bertemu Nafi' maula Abdullah binUmar. Dia mengabarkan kepadaku dari
Abdullah bin Umar. dari ayahnyabahwa dia melihat Umar melempar jumrah dengan
memakai kain yangterdapat padanya dua belas tambalan, sebagian tambalan itu terbuat
darikulit, bahkan ada yang ditambal dua lapis, jika dia bangkit dari tempatduduknya
maka debu akan masuk dari sela-sela tambalan tersebut.”

48
Adapun makanannya seperti yang disebutkan dalam hadits,bahwasanya dia tidak
pernah makan samin kecuali dicampur denganminyak dan tidak makan dari bahan
gandum kecuali dicampur dengan jawawut.

49
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah di pilih berdasarkan
musyawarah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah
melalui pertemuan saqifah atas usulan umar. Problem besar yang dihadapi Abu Bakar
ialah munculnya nabi palsu dan kelompok ingkar zakat serta munculnya kamum murtad
Musailimah bin kazzab beserta pengikutnya menolak. membayar zakat dan murtad dari
islam yang mengakibatkan terjadinya perang Yamamah. Perang tersebut terjadi pada
tahun 12 H.Umar yang tahu akan hal itu merasa khawatir akan kelestarian AlQur‟an
hingga dia mengusulkan kepada Abu Bakar agar membukukan/mengumpulkan mushaf
yang ditulis pada masa nabi menjadi satu mushaf Al-Qur‟an. Umar membentuk panitia
yang beranggotakan 6 orang sahabat dan meminta salah satu diantaranya menjadi
khalifah setelah Umar wafat. Panitia berhasil mengangkat Utsman menjadi khalifah.
Utsman dibunuh oleh kaum yang tidak puas akan kebijakannya yang mengangkat
pejabat dari kaumnya sendiri (Bani Umayah). Setelah Utsman wafat umat islam
membaiak Ali menjadi khalifah pengganti utsman. Setelah Ali meninggal, ia diganti oleh
anaknya, Hasan. Hasan mengadakan perundingan damai dengan Mu‟awiyah dan umat
islam dikuasai oleh Mu‟awiyah. Dengan begitu berakhirlah pemerintahan yang
berdasarkan pemilihan (khulafaur rasyidin berganti dengan sistem kerajaan).

B. Saran
Kami bangga sekaligus kagum atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh
Khulafaur Rasyidin. Tapi yang di sayangkan pada masa pemerintahan salah satu dari
Khulafaur Rasyidin ialah: Para aparatur Negara di ambil dari kalangan keluarga Khalifah,
dan ketidak tegasan dalam memutuskan/menyelesaikan masalah, hal tersebut yang
menyebabkan perpecahan dan pemberontakan di kalangan umat Islam, sehingga
berdampak negatif di era globalisasi ini.

50
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Batusangkar : Stain Batusangkar Press

Rahmatullah, Muhammad. 2014. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Al-Shidiq. Jurnal


Khatulistiwa. Vol. 4. No. 2

Rahmawati, Nurmala. 2015. Sistem Pemerintahan Islam Di Bawah Kepemimpinan Khalifah


Utsman Bin Affan Tahub 644-656. Jurnal Pendidikan. Vol.1(1) : 1-12.

Risa, Fitra. 2019. Peradaban Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab. Bengkulu : IAIN
Bengkulu

51
LAMPIRAN

52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

Anda mungkin juga menyukai