Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR PULP DAN


KERTAS INDONESIA DI PASAR CHINA

RATIH BETARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di
Pasar China adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2020

Ratih Betari
NIM H34160081
ABSTRAK
RATIH BETARI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China. Dibimbing oleh
HARIANTO.

Pulp dan kertas Indonesia merupakan komoditas potensial dengan persaingan


yang tinggi di dunia. Terjadinya perubahan dominasi pasar pulp dan kertas dunia
merupakan sebuah peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar
Indonesia dan meningkatkan kinerja ekspornya, terutama di pasar China yang
merupakan salah satu konsumen terbesar di dunia sekaligus merupakan negara
tujuan utama ekspor pulp dan kertas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
pulp Harmonized System (HS) 4703 dan kertas HS 4802 di China selama periode
2001-2018. Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa
pulp dan kertas Indonesia memiliki daya saing komparatif dibandingkan dengan
empat negara pengekspor utama di pasar China. Hasil estimasi regresi Ordinary
Least Square (OLS) menunjukkan bahwa volume ekspor pulp HS 4703 secara
statistik dipengaruhi oleh GDP riil per kapita China dan indeks RCA sedangkan
volume ekspor kertas HS 4802 dipengaruhi secara statistik oleh semua variabel
yang terdapat pada model regresi kecuali variabel nilai tukar riil.

Kata kunci: ekspor, kertas, Ordinary Least Square (OLS), pulp, RCA

ABSTRACT
RATIH BETARI. Analysis of Competitiveness and Factors that Affect
Indonesian Pulp and Paper Export in the Chinese Market. Supervised by
HARIANTO.

Indonesian pulp and paper are potential commodities with high competition
in the world. Changes in the domination of the global pulp and paper market is an
opportunity for Indonesia to expand Indonesía’s market share and improve its
export performance, especially in the Chinese market, which is one of the largest
consumer in the world as well as the main destination country of Indonesian pulp
and paper export. This study aims to analyze the competitiveness and factors
affecting the demand for exports of Harmonized System (HS) 4703 pulp and HS
4802 paper in China over the period 2001-2018. The Revealed Comparative
Advantage (RCA) index shows that Indonesia's pulp and paper have comparative
competitiveness compared to the four main exporting countries in the Chinese
market. Ordinary Least Square (OLS) regression estimation results show that HS
4703 pulp export volume is statistically influenced by China's real per capita GDP
and RCA index while HS 4802 paper export volume is statistically influenced by all
variables in the regression model except the real exchange rate variable.

Keywords: export, paper, Ordinary Least Square (OLS), pulp, RCA


ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI EKSPOR PULP DAN KERTAS INDONESIA
DI PASAR CHINA

RATIH BETARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China
Nama : Ratih Betari
NIM : H34160081

Disetujui oleh

Dr. Ir. Harianto, MS


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2019 ini ialah daya saing dan
perdagangan internasional, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, pikiran, arahan, dan kasih sayang yang tidak dapat
terhitung selama penulis menyelasaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suharno, MA.Dev selaku dosen evaluator kolokium yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam memperbaiki skripsi ini.
3. Feryanto, SP, M.Si selaku dosen moderator seminar hasil dan dosen penguji
utama yang telah memberikan banyak saran, masukan, dan ilmu baru dalam
memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik.
4. Triana Gita Dewi, SE, M.Si selaku dosen penguji dari Komisi Akademik
Dept. Agribisnis yang telah memberikan saran dan masukan dalam
memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik.
5. Kedua orang tua, Bapak Almudi dan Ibu Suratmi, saudara penulis Andina
Tamami, Atik Syaifudin, dan Tri Rahayu Agustina, serta Keluarga Besar
Eyang Singadiwirya termasuk Hamad dan Aris M yang senantiasa
memberikan dukungan materil maupun non-materil berupa doa dan kasih
sayang yang tidak dapat terhitung kepada penulis.
6. Margaretta Mia D yang telah banyak memberikan dukungan baik merupakan
materil maupun non-materil serta memberikan dukungan yang terbaik selama
penulis menyelesaikan kuliah di IPB.
7. M. Hanif Wisanggeni yang telah memberikan warna kehidupan untuk
penulis, selalu memberikan dukungan terbaik berupa materil maupun non-
materil, selalu menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka, memberikan
semangat dan motivasi yang membangun selama penulis di IPB.
8. Teman-teman Keluarga Masa Gitu (Tasya, Yola, Dilla) yang selalu
memberikan dukungan dan kenangan terbaik selama penulis berada di IPB.
9. Teman-teman satu bimbingan penulis (Adji, Nurul, dan Ihsan) yang
memberikan semangat dan saran dalam membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Departemen Agribisnis dan teman-
teman Agribisnis 53 yang telah membantu penulis dan berbagi pengalaman
dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis maupun semua
pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2020

Ratih Betari
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 10
Manfaat Penelitian 10
Ruang Lingkup Penelitian 10
TINJAUAN PUSTAKA 11
Analisis Daya Saing Pulp dan Kertas 11
Determinan Yang Memengaruhi Perdagangan Internasional 13
KERANGKA PEMIKIRAN 15
Kerangka Pemikiran Teoritis 15
Konsep Daya Saing 15
Perdagangan Internasional 16
Permintaan Ekspor 18
Gross Domestic Product (GDP) 19
Populasi 19
Harga Ekspor 20
Harga Subtitusi atau Komplementer 20
Nilai Tukar 21
Hambatan Tarif 22
Kerangka Pemikiran Operasional 22
Hipotesis Penelitian 24
METODE PENELITIAN 25
Jenis dan Sumber Data 25
Metode Analisis Data 26
Revealed Comparative Advantage (RCA) 27
Pengujian Model Analisis Regresi 28
Pengujian Asumsi Klasik Kriteria Ekonometrika 28
Kriteria Statistika 29
Perumusan Model 30
Perumusan Model Pulp HS 4703 30
Perumusan Model Kertas HS 4802 31
HASIL DAN PEMBAHASAN 33
Gambaran Umum Perkembangan Determinan Ekonomi dalam
Perdagangan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China 33
Perkembangan Volume Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia ke China 33
Perkembangan Harga Ekspor Pulp (HS 4703) dan Kertas (HS 4802)
Indonesia di Pasar China 34
Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia di
Pasar China 35
Perkembangan Harga Ekspor Pulp (HS 4702) Indonesia di Pasar
China 36
Perkembangan Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Renminbi 37
Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) Riil per Kapita
China 38
Perkembangan Kebijakan Tarif Impor terhadap Pulp dan Kertas di
China 39
Analisis Daya Saing Komoditas Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802
Indonesia dan Empat Negara Pesaing Terbesar di Pasar China 40
Analisis Daya Saing Komoditas Pulp HS 4703 di Pasar China 40
Analisis Daya Saing Komoditas Kertas HS 4802 di Pasar China 43
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor
Pulp (HS 4703) Indonesia di Pasar China 44
Pengujian Kesesuaian Model Pulp HS 4703 44
Uji Asumsi Klasik 45
Uji Statistik 47
GDP Riil per kapita China 47
Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Renminbi 48
Harga Ekspor Pulp HS 4703 Indonesia di Pasar China 49
Harga Ekspor Pulp HS 4702 Indonesia di Pasar China 50
Nilai RCA Pulp HS 4703 Indonesia di Pasar China 51
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor
Kertas (HS 4802) Indonesia di Pasar China 52
Pengujian Kesesuaian Model Kertas HS 4802 52
Uji Asumsi Klasik 52
Uji Statistik 54
GDP Riil per kapita China 54
Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Renminbi 55
Harga Ekspor Kertas HS 4802 Indonesia di Pasar China 56
Harga Ekspor Kertas Tisu HS 4803 Indonesia di Pasar China 58
Tarif Impor Kertas HS 4802 Indonesia di China 58
Nilai RCA Kertas HS 4802 Indonesia di Pasar China 59
SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 67
RIWAYAT HIDUP 71
DAFTAR TABEL

1 10 Komoditas Primer dengan Nilai Ekspor Terbesar Berdasarkan HS


2 Digit Tahun 2018 2
2 Jumlah Ekspor Wood Pulp Negara Eksportir Pulp dan Kertas
Terbesar Periode 2010-2018 3
3 Jumlah Ekspor Paper and paperboard Negara Eksportir Pulp dan
Kertas Terbesar Periode 2010-2018 3
4 Jumlah Produksi Paper and paperboard Negara-Negara NORSCAN
yang Memproduksi Kertas Terbesar (1000 ton) 4
5 Konsumsi Wood Pulp dan Paper and paperboard Dunia Tahun 2017 8
6 Nilai Ekspor Pulp HS 47 dan Kertas HS 48 Indonesia ke Negara
Tujuan Ekspor Tahun 2018 8
7 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Pulp Indonesia Berdasarkan
HS 4 Digit di Pasar China 2013-2018 (USD thousand) 9
8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Kertas Indonesia
Berdasarkan HS 4 Digit di Pasar China Periode 2013-2018 (USD
thousand) 9
9 Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 26
10 Selang statistik Durbin Watson (DW) serta keputusannya 29
11 Korelasi Antar Variabel Independen pada Model Pulp HS 4703 31
12 Nilai Rata-Rata RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir Utama
di Pasar China Periode 2001-2018 40
13 Produksi Wood Pulp Dunia tahun 2013-2017 42
14 Nilai Rata-Rata RCA Kertas HS 4802 Lima Negara Eksportir Utama
di Pasar China Periode 2001-2018 43
15 Hasil Estimasi Model Pulp HS 4703 45
16 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Pulp HS 4703 46
17 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Pulp HS 4703 47
18 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas pada Model Pulp HS
4703 47
19 Hasil Estimasi Model Kertas HS 4802 53
20 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Kertas HS
4802 54
21 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Kertas HS 4802 54
22 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas pada Model Kertas HS
4802 54

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2011-2018 1


2 Perkembangan Luas Hutan Tanaman Industri (HTI) Tahun 2003-
2018 5
3 Konsumsi Kertas Dunia Berdasarkan Kategori Kertas 6
4 Kurva Perdagangan Internasional 17
5 Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor Terhadap Volume Ekspor 20
6 Kurva Hubungan Kurs Riil dan Ekspor Neto 21
7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 24
8 Perkembangan Volume Ekspor Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802
Indonesia ke China tahun 2001-2018 (ton) 33
9 Perkembangan Harga Ekspor Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802
Indonesia ke China tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg) 34
10 Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia ke
China tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg) 35
11 Perkembangan Harga Ekspor Pulp HS 4702 Indonesia ke China
tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg) 37
12 Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia terhadap China tahun
2001-2018 38
13 Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) Riil per Kapita China
tahun 2001-2018 (constant USD 2010) 39
14 Perkembangan Nilai RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir
Utama di Pasar China Periode 2001-2018 41
15 Perkembangan Nilai RCA Kertas HS 4802 Lima Negara Eksportir
Utama di Pasar China Periode 2001-2018 43
16 Hasil Uji Normalitas Model Pulp HS 4703 46
17 Hasil Uji Normalitas Model Kertas HS 4802 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai ekspor lima negara eksportir utama komoditas pulp HS 4703 di


pasar China 67
2 Harga ekpor kertas HS 4802 lima negara eksportir utama di pasar
China 68
3 Hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China 69
4 Hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China 70
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbuka yang


melakukan perdagangan internasional berupa kegiatan ekspor dan impor. Indonesia
memiliki kesamaan seperti negara lainnya yang memiliki sistem perekonomian
terbuka, yaitu Indonesia memprioritaskan kegiatan ekspor untuk menggerakkan
perekonomian bangsanya untuk mencapai surplus perdagangan. Didalam
perdagangan internasional kegiatan ekspor dan impor terbagi menjadi dua sektor,
yaitu sektor migas dan non-migas. Pada Gambar 1 diperlihatkan perkembangan
ekspor Indonesia yang digambarkan melalui nilai ekspor, akan tetapi dapat dilihat
bahwa perkembangan sektor migas Indonesia hampir setiap tahunnya mengalami
penurunan yang dikarenakan migas merupakan sumber daya tak terbarukan
sehingga adanya faktor kelangkaan yang menjadi penyebab menurunnya ekspor
migas. Berbeda dengan perkembangan sektor non-migas, ekspor non-migas
Indonesia yang mengalami fluktuasi namun memiliki tren meningkat dari tahun ke
tahun yang mengindikasikan bahwa sektor non-migas Indonesia memiliki peluang
untuk terus tumbuh dan berkembang.

Nilai Ekspor Indonesia (Juta US$)


180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Migas Non Migas

Gambar 1 Perkembangan Total Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2011-2018


Sumber: BPS

Berdasarkan data dari BPS, kontribusi ekspor Indonesia didominasi oleh


sektor non-migas dengan presentase sebesar 90.44 persen terhadap total ekspor
Indonesia, sedangkan sektor migas memiliki kontribusi sebesar 9.56 persen
terhadap total ekspor Indonesia pada tahun 2018. Sektor non-migas dibedakan
menjadi tiga sektor, yaitu pertanian (agriculture), industri pengolahan (industri),
dan pertambangan dan lainnya (mining). Dari ketiga sektor non-migas, industri
pengolahan merupakan sektor yang paling besar memberikan kontribusi terhadap
nilai ekspor nasional. Salah satu industri pengolahan Indonesia yang memiliki
2

kontribusi besar terhadap total nilai ekspor industri pengolahan adalah industri pulp
dan kertas. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa industri kertas dan pulp masuk
kedalam sepuluh besar komoditas primer yang memiliki kontribusi terbesar
terhadap nilai ekspor Indonesia.

Tabel 1 10 Komoditas Primer dengan Nilai Ekspor Terbesar Berdasarkan HS 2


Digit Tahun 2018
Share Share
Value Netto
Price Non- Total
HS Komoditas (Miliar (Juta
(USD) Migas Export
USD) Ton)
(%) (%)
Bahan Bakar
27 24.59 430.06 0.06 25.00 15.10
Mineral
Lemak&Minyak
15 20.35 32.35 0.63 20.00 12.50
Hewani/Nabati
Karet dan
40 Barang dari 6.38 3.62 1.76 6.00 3.90
Karet
72 Besi dan Baja 5.75 4.51 1.27 6.00 3.50
Bijih, Kerak,
26 5.25 31.78 0.17 5.00 3.20
dan Abu Logam
48 Kertas/Karton 4.48 5.13 0.87 4.00 2.80
Kayu, Barang
44 4.44 5.30 0.84 4.00 2.70
dari Kayu
3 Ikan dan Udang 3.31 0.73 4.56 3.00 2.00
Bahan Kimia
29 2.93 2.97 0.99 3.00 1.80
Organik
Bubur
47 2.65 4.31 0.61 3.00 1.60
Kayu/Pulp
Sumber: BPS 2018 diolah Kemenko Perekonomian

Kinerja industri pulp dan kertas yang digambarkan melalui kontribusi nilai
ekspor nasional dapat dikatakan cukup baik. Pada tingkat yang lebih tinggi, secara
internasional kinerja industri pulp dan kertas dapat dibuktikan melalui posisi
Indonesia yang menempati posisi keempat sebagai eksportir wood pulp dunia di
tahun 2017 (FAO 2017), peringkat tersebut naik dari tahun sebelumnya yang
menempati peringkat kelima dunia. Sedangkan industri kertas belum memasuki
lima besar sebagai negara eksportir kertas dan barang dari kertas. Namun, peluang
Indonesia untuk dapat mencapai peringkat lima besar dunia sebagai negara
eksportir utama dunia sangat memungkinkan karena adanya kecenderungan
dominasi pasar pulp dan kertas oleh negara-negara NORSCAN (North America and
Scandinavia) yang semakin berkurang sehingga dominasi pasar bergeser ke Asia
dan negara-negara Amerika Selatan untuk memenuhi permintaan dunia (DJIAK
2009). Pergeseran dominasi pasar dunia pada komoditas pulp dapat dilihat pada
Tabel 2 yang menunjukkan bahwa dominasi pasar berdasarkan kuantitas ekspor
wood pulp mulai dikuasai oleh Brazil selama periode 2010-2018 dengan CAGR
(Compound Annual Growth Rate) sebesar 6.27 persen yang sebelumnya masih
didominasi oleh Kanada.
3

Tabel 2 Jumlah Ekspor Wood Pulp Negara Eksportir Pulp dan Kertas Terbesar
Periode 2010-2018
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 CAGR
Negara
Juta Ton (%)
Brazil 8.79 8.88 8.91 9.85 11.03 11.97 13.52 13.84 15.19 6.27%
Canada 9.31 9.68 9.91 9.82 9.68 9.91 9.90 9.91 9.74 0.50%
Chili 3.38 4.02 4.33 4.56 4.67 4.42 4.65 4.49 4.69 3.70%
Finland 2.16 2.48 2.71 3.07 3.00 3.14 3.51 3.66 4.04 7.22%
Indonesia 2.57 2.96 3.20 3.72 3.50 3.40 3.53 4.59 4.23 5.68%
Sweden 3.24 3.15 3.33 3.43 3.45 3.48 3.25 3.32 3.55 1.04%
US 7.88 8.84 7.91 8.08 7.88 7.76 7.80 7.98 7.84 -0.06%
Jepang 0.41 0.39 0.35 0.45 0.39 0.41 0.34 0.37 0.37 -1.01%
Sumber: FAOSTAT

Pasar kertas dunia memiliki perbedaan dominasi jika dibandingkan dengan


pasar pulp dimana pada pasar pulp dunia jumlah ekspor negara-negara NORSCAN
memiliki pergerakan yang cenderung menurun dan stagnan serta mulai didominasi
oleh produk pulp dari Brazil sedangkan pada pasar kertas dunia dominasi pasarnya
masih dikuasai oleh produk-produk yang berasal dari negara-negara NORSCAN,
hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Walaupun berdasarkan jumlah ekspor
negara-negara NORSCAN masih memiliki jumlah yang besar jika dibandingkan
dengan negara-negara eksportir utama wilayah Amerika Selatan dan Asia, akan
tetapi pertumbuhan jumlah ekspor negara-negara NORSCAN memiliki nilai yang
negatif selama periode 2010-2018 kecuali Amerika Serikat.

Tabel 3 Jumlah Ekspor Paper and paperboard Negara Eksportir Pulp dan Kertas
Terbesar Periode 2010-2018
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 CAGR
Negara
Juta Ton (%)
Brazil 1.97 1.94 1.76 1.75 1.72 1.92 1.94 1.96 1.85 -0.67
Canada 9.46 9.18 7.87 8.23 8.41 7.62 7.27 7.21 7.49 -2.57
Chili 0.63 0.64 0.58 0.53 0.50 0.48 0.47 0.47 0.52 -2.16
Finland 10.82 10.45 9.88 9.86 9.74 9.85 9.56 9.78 10.03 -0.83
Indonesia 3.91 3.73 3.75 3.94 4.01 4.01 3.83 4.35 4.81 2.32
Sweden 9.77 10.45 9.96 10.13 9.58 9.81 9.56 9.95 9.56 -0.23
US 10.30 11.34 12.12 12.12 12.07 11.61 11.06 11.61 11.53 1.26
Jepang 1.64 1.12 0.98 1.23 1.42 1.51 1.71 1.96 2.18 3.17
Sumber: FAOSTAT

Menurut Hujala (2011), salah satu alasan yang menjadi penyebab


menurunnya dominasi pasar oleh Amerika Utara dan Eropa Barat adalah adanya
subtitusi efek dari media elektronik terhadap peranan kertas. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Bogdanski (2014) yang menyebutkan bahwa pergeseran
dominasi pasar tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu seperti terjadinya
penurunan permintaan kertas terutama untuk kertas jenis newspaper dan uncoated
writing and printing paper, ekspansi kapasitas pulp dan kertas di Amerika Selatan
4

dan Asia, dan peningkatan peran limbah kertas yang digunakan kembali dalam
produksi kertas global. Bogdanski (2014) mengindikasikan bahwa semua trend
tersebut membuat industri di negara-negara seperti Kanada yang fokus terhadap
keunggulan komparatif sumber daya alamnya mengalami penurunan pangsa pasar.
Hannold (2009) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa produksi kertas di
Amerika Utara dalam satu dekade mengalami penurunan yang sebelumnya
memiliki jumlah produksi sebesar 35 persen dari total produksi dunia yang
kemudian turun menjadi 26 persen pada tahun 2007. Pada Tabel 4 ditunjukkan
bahwa penurunan jumlah produksi negara-negara NORSCAN terus berlanjut
sampai saat ini dikarenakan jumlah produksi kertas Kanada yang mengalami
penurunan cukup besar berdasarkan nilai CAGR (Compound Annual Growth Rate)
selama periode 2009-2018 sedangkan produksi kertas Amerika Serikat, Finland,
dan Sweden dapat dikatakan mengalami stagnansi selama periode tersebut.

Tabel 4 Jumlah Produksi Paper and paperboard Negara-Negara NORSCAN yang


Memproduksi Kertas Terbesar (1000 ton)
Amerika
Tahun Kanada Finland Sweden
Serikat
2009 12 823 71 355 10 602 11 474
2010 12 755 75 773 11 758 11 864
2011 12 057 76 431 11 329 11 857
2012 10 756 74 492 10 847 12 033
2013 11 174 71 732 10 592 11 725
2014 10 775 73 093 10 408 11 531
2015 10 300 72 397 10 320 11 622
2016 9 911 71 902 10 135 11 824
2017 9 958 72 045 10 276 12 157
2018 10 142 71 554 10 544 11 942
CAGR -2.32% 0.03% -0.05% 0.40%
Sumber: FAOSTAT (diolah)

Penurunan kinerja pasar pulp dan kertas tersebut selanjutnya mulai


dimanfaatkan oleh negara-negara di Asia dan Amerika Selatan yang ditandai
dengan mulai dikuasainya pasar pulp dan kertas dunia oleh negara-negara seperti
Brazil, Chile, dan Uruguay dikarenakan negara-negara tersebut memiliki banyak
greenfield projects yang mengakibatkan terjadinya ekspansi kapasitas produksi
pulp dan kertas. Brazil, Chile, dan Uruguay juga melakukan investasi pada potensi
hutan tanaman yang semakin baik terutama pada tanaman eukaliptus. Sedangkan
untuk pergeseran dominasi ke wilayah Asia, Jepang merupakan pesaing Indonesia
disamping China. Jepang dan China merupakan produsen sekaligus konsumen pulp
dan kertas terbesar di Asia. Daya saing pulp dan kertas yang tinggi di Jepang tidak
lain dikarenakan pemerintah Jepang yang turut berkontribusi dalam menciptakan
kondisi yang kondusif dengan memberikan ruang investasi yang baik serta
Research and Development (R&D) yang dikelola secara optimal melalui teknologi
yang inovatif bagi industri pulp dan kertas di Jepang (Hidayat 2011).
5

Momentum menurunnya dominasi pasar pulp dan kertas oleh NORSCAN


dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi Indonesia untuk meningkatkan
perannya terhadap industri pulp dan kertas di pasar internasional dengan potensi
sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia. Potensi sumber daya alam
Indonesia didukung dengan luas Kawasan Hutan yang dimiliki Indonesia kurang
lebih sebesar 63 persen dari total luas daratannya (KLKH 2018). Kawasan hutan
Indonesia didominasi oleh hutan produksi yang setiap tahunnya mengalami
perluasan, terutama perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang disertai dengan
penerapan Sustainable Forest Management (SFM). Perluasan HTI tersebut
merupakan upaya strategis yang dilakukan Ditjen PHPL dalam memperbaiki lahan-
lahan yang telah terbuka dan rusak yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan
kelangkaan bahan baku industri kayu olahan yang berasal dari hutan alam, terutama
sebagai pemasok industri pulp dan kertas (FWI 2015). Adanya keterkaitan ke arah
hulu (backward linkages) dengan industri kayu bulat yang berperan sebagai
penghasil bahan baku serat pendek bagi industri pulp dan kertas, perluasan HTI
tersebut menjadi sebuah langkah yang strategis dalam menjamin ketersediaan
bahan baku pulp dan kertas yang berasal dari kayu.
12
10
8
6
4
2
0

Luas Hutan Tanaman Industri (juta ha) 2003-2018

Gambar 2 Perkembangan Luas Hutan Tanaman Industri (HTI) Tahun 2003-2018


Sumber: Ditjen Bina Usaha Kehutanan 2014 & Ditjen Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL) 2018

Melihat peluang dan potensi yang dimiliki oleh Indonesia, Kementerian


Perindustrian (Kemenperin) menjadikan industri kertas sebagai salah satu
komoditas yang akan diprioritaskan pengembangannya untuk meningkatkan
kinerja ekspornya agar memiliki daya saing yang lebih baik dari negara lainnya
dalam memasuki posisi lima besar eksportir dunia. Keputusan tersebut juga
didukung oleh fakta bahwa industri kertas memiliki peluang pasar yang baik di
pasar internasional ditandai dengan adanya peningkatan permintaan kertas dunia.
Kebutuhan dunia terhadap kertas diketahui mengalami peningkatan 2.1 persen per
tahun, dimana untuk negara-negara berkembang pertumbuhannya dapat mencapai
kurang lebih 4.1 persen dan negara maju pertumbuhannya sebesar 0.5 persen per
tahun (DJIAK 2009).
Berdasarkan kategori kertas yang diproduksi, kebutuhan akan jenis kertas
wrapping and packaging yang digunakan untuk pengemasan adalah yang terbesar
dari jenis lainnya, yaitu sebesar 55 persen dari total konsumsi kertas dunia. Industri
kertas jenis wrapping and packaging memiliki pertumbuhan yang bernilai positif
6

akibat dari peningkatan kebutuhan dunia dalam melakukan perdagangan yang


menggunakan carton/container board dalam pengirimannya, baik pengiriman
dalam negeri maupun internasional. Bersamaan dengan itu, kertas yang juga
memiliki pertumbuhan positif adalah kertas jenis sanitary, dimana kertas ini
memiliki pertumbuhan positif terbesar dengan nilai CAGR (Compound Annual
Growth Rate) sebesar 3.6 persen selama periode 2010-2018. Pada periode yang
sama, kertas jenis printing and writing dan newsprint mengalami penurunan
pertumbuhan industri dengan nilai CAGR masing-masing sebesar -1.5 persen dan
-6.1 persen (McKinsey 2019). Walaupun pertumbuhan industri kertas jenis printing
and writing mengalami penurunan akan tetapi kertas jenis tersebut sampai saat ini
masih banyak dikonsumsi oleh dunia. Dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa
konsumsi kertas jenis printing and writing menempati posisi kedua yang banyak
dikonsumsi dunia setelah kertas kemasan.

Other
Newsprint 4%
7%
Sanitary
8%

Printing and Wrapping and


writing packaging
26% 55%

Gambar 3 Konsumsi Kertas Dunia Berdasarkan Kategori Kertas


Sumber: Pulp and Paper International dalam EPN 2018

Melihat industri pulp dan kertas yang tumbuh dan berkembang dengan pesat,
serta menurunnya dominasi pasar oleh negara-negara NORSCAN membuat ekspor
komoditas pulp dan kertas memiliki peluang pasar yang masih terbuka untuk dapat
terus mengembangkan kinerjanya dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam
memenuhi kebutuhan kertas dunia. Namun, momentum menurunnya dominasi
pasar oleh NORSCAN tersebut tidak hanya menjadi peluang bagi Indonesia tetapi
bagi negara-negara lainnya di Asia dan Amerika Selatan.
Peluang tersebut menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mengikuti arus
perdagangan internasional untuk pasar pulp dan kertas. Indonesia harus dapat
memanfaatkan peluang tersebut ditengah persaingan global pasar pulp dan kertas
yang ditandai dengan penerapan peraturan yang semakin ketat terkait isu
lingkungan bertema Green Economic oleh dunia Internasional (Wulandari 2013).
Pada skema Green Economic yang didalamnya terdapat kebijakan ekolabel secara
menyeluruh pada setiap produk kayu tropis tentu akan berdampak pada akses pasar
dan daya saing internasional termasuk pada industri pulp dan kertas (Karina 2009).
Permintaan konsumen akan eco-labelling yang semakin tinggi dimana setiap
konsumen ingin menjadi konsumen yang “greener” daripada konsumen lain
menjadi tantangan dalam perdagangan pulp dan kertas seluruh dunia sebab skema
ekolabel akan mendistorsi informasi, harga, dan arus perdagangan pada suatu
produk akibat dari konsumen yang lebih mementingkan label tersebut
7

dibandingkannya kriteria lainnya dalam melakukan pembelian suatu produk


(Markandya 1997, Morris 1997, Kuhn 1997 dalam Gallastegui 2002).
Masalah yang menjadi tantangan dalam persaingan global komoditas pulp
dan kertas tidak hanya mengenai kebijakan ekolabel akan tetapi keterlibatan
pemangku kepentingan dalam skema ekolabel juga menjadi salah satu penyebab
yang memengaruhi persaingan dalam perdagangan produk-produk tersebut.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Morris dalam Gallastegui (2002), pelaku
industri sebagai pemangku kepentingan dalam kebijakan ekolabel cenderung
menciptakan proteksionisme industri daripada perlindungan lingkungan itu sendiri.
Proteksionisme industri tersebut dapat menjadi salah satu dari sekian banyak
tantangan lainnya yang harus dihadapi Indonesia dalam melakukan ekspor ke
negara tujuan disamping dari masalah persaingan dengan negara-negara lain dalam
memasuki suatu pasar internasional.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian tentang daya saing di negara tujuan
ekspor perlu dilakukan guna melihat daya saing produk kertas dan barang dari
kertas Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang melakukan ekspor produk
yang sama ke negara tujuan ekspor. Selain itu, analisis faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor kertas dan barang dari kertas di negara tujuan
ekspor juga perlu dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan kinerja ekspor
kertas dan barang dari kertas di negara tujuan ekspor.

Perumusan Masalah

Permintaan pulp dan kertas dunia memiliki perkembangan yang sangat


dinamis sejalan dengan perubahan gaya hidup yang semakin modern. Selama
beberapa tahun terakhir industri pulp dan kertas mengalami tekanan dimana
kebutuhan akan pulp dan kertas mengalami peningkatan namun pasokan yang
tersedia memiliki jumlah yang terbatas. Meskipun pertumbuhan kertas yang dipakai
untuk koran, majalah, buku, menulis, atau kertas cetak lainnya telah melambat
selama beberapa tahun terakhir akibat digitalisasi dan tetap stagnan, tetapi
kebutuhan akan kertas tetap mengalami peningkatan dan diyakini akan meningkat
di tengah tumbuhnya industri digital.
Berdasarkan data dari FAO, secara global konsumsi pulp dan kertas
mengalami peningkatan pada tahun 2017, dimana konsumsi pulp mengalami
peningkatan sebesar 2.06 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan
konsumsi kertas dunia mengalami peningkatan sebesar 1.21 persen dari tahun
sebelumnya. Pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa Asia merupakan wilayah yang
memiliki jumlah total terbanyak dalam mengkonsumsi pulp dan kertas dunia. China
diketahui sebagai negara yang menempati urutan pertama sebagai negara yang
mengkonsumsi pulp dan kertas terbanyak di Asia. Namun tidak hanya di Asia,
China juga merupakan negara yang menempati urutan pertama sebagai konsumen
kertas di dunia dan urutan kedua sebagai konsumen pulp terbesar setelah Amerika
Serikat. Sebagai negara yang menempati urutan pertama dalam mengkonsumsi
kertas dunia, China diketahui mengkonsumsi seperempat dari total konsumsi kertas
di dunia atau 109.8 juta ton dari 410.9 juta ton konsumsi kertas dunia di tahun 2017
(FAO 2019).
8

Tabel 5 Konsumsi Wood Pulp dan Paper and paperboard Dunia Tahun 2017
Wood Pulp Paper and Paperboard
Region
(1000 tonnes) (%) (1000 tonnes) (%)
Asia 65 654 35.59 203 984 49.64
North America 54 057 29.30 74 905 18.23
Europe 50 298 27.27 91 291 22.22
Latin America 9 937 5.39 28 705 6.99
Oceania 2 468 1.34 4 182 1.02
Africa 2 050 1.11 7 833 1.90
Total 184 464 100 410 900 100
Sumber: FAO 2019

Dikenal sebagai konsumen pulp dan kertas dunia, China juga diketahui
sebagai negara tujuan utama ekspor pulp dan kertas Indonesia. Dapat dilihat pada
Tabel 6 bahwa proporsi ekspor pulp Indonesia secara agregat didominasi oleh
China sebesar 71.2 persen atau sebesar 1 887 823 ribu USD dari total ekspor ke
seluruh dunia sebesar 2 649 365 ribu USD. Begitu pun dengan proporsi ekspor
kertas Indonesia, secara agregat ekspor kertas Indonesia saat ini didominasi oleh
pasar China sebesar 13.5 persen atau sebesar 607 109 ribu USD dari total ekspor ke
seluruh dunia sebesar 4 483 133 ribu USD. Proporsi nilai ekspor yang besar tersebut
salah satunya disebabkan oleh hubungan bilateral antara Indonesia dengan China
yang telah berlangsung sejak lama. Hubungan antara Indonesia dengan China
menjadi semakin intensif dengan dimulainya ASEAN-China Free Trade
Agreement yang ditandatangi pada 4 November 2002 dan diratifikasi melalui
KEPPRES No. 48 pada 16 Juni 2004. ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) dinilai dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa
pasar pulp dan kertas Indonesia di China sebab dengan adanya kerjasama tersebut
akan mengeliminasi hambatan perdagangan yang terjadi.

Tabel 6 Nilai Ekspor Pulp HS 47 dan Kertas HS 48 Indonesia ke Negara Tujuan


Ekspor Tahun 2018
Pulp HS 47 Kertas HS 48
Nilai Ekspor Nilai Ekspor
Importir Importir
(USD thousand) (USD thousand)
World 2 649 365 World 4 483 133
China 1 887 823 China 607 109
Korea Selatan 179 576 Japan 357 840
Bangladesh 149 749 Malaysia 300 185
India 124 238 Amerika Serikat 271 070
United Arab
47 598 Viet Nam 261 061
Emirates
Japan 45 462 Philippines 223 139
Lainnya 214 919 Lainnya 2 462 729
Sumber: ITC

Indonesia diketahui melakukan ekspor dalam jumlah besar ke seluruh dunia


untuk produk pulp dengan kode HS empat digit, yaitu 4703 (chemical wood pulp,
soda or sulphate, other than dissolving grades), 4702 (chemical wood pulp,
9

dissolving grades), 4706 (Pulp from fibres derived recovered paper or paperboard
or of other fibrous cellulosic material excluding wood), dan 4707 (waste and scrap
of paper and paperboard). Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa produk pulp Indonesia
yang memiliki nilai ekspor terbesar ke China adalah pulp dengan kategori pulp
chemical wood pulp, soda or sulphate, other than dissolving grades yang memiliki
kode Harmonized System (HS) 4703. Komoditas pulp selanjutnya yang banyak di
ekspor ke China adalah pulp dengan kode HS 4702 (chemical wood pulp, dissolving
grades) sedangkan komoditas pulp dengan kode HS 4706 proporsi Indonesia untuk
melakukan impor masih lebih besar jika dibandingkan dengan ekspor begitu pun
untuk komoditas pulp HS 4707 sehingga jumlah yang diekspor tidak besar.

Tabel 7 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Pulp Indonesia Berdasarkan HS 4


Digit di Pasar China 2013-2018 (USD thousand)
HS 2013 2014 2015 2016 2017 2018
4702 0 0 212 0 80 604 103 884
4703 1 098 097 1 087 434 1 086 888 969 163 1 628 425 1 772 499
4706 24 0 1 0 826 10 574
4707 93 0 0 0 257 866
Sumber: ITC

Produk kertas Indonesia yang memiliki nilai ekspor terbesar ke seluruh dunia
dengan kode HS empat digit adalah kertas dengan kode HS 4802 (uncoated paper
for writing, printing, office machine), 4803 (paper, household, sanitary, width>36
cm), 4805 (other uncoated paper and paperboard), 4810 (paper, paperboard, clay,
inorganic coated at least one side), dan 4820 (office books ,forms, exercise books,
folders, binders). Berdasarkan data International Trade Center (ITC), nilai ekspor
kertas Indonesia ke China didominasi oleh kategori kertas uncoated paper for
writing, printing, office machine (HS 4802). Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa
permintaan ekspor produk kertas dengan kode HS 4802 di pasar China memiliki
nilai ekspor yang besar dibandingkan dengan produk kertas lainnya yang diekspor
oleh Indonesia. Komoditas kertas selanjutnya yang memiliki permintaan ekspor
terbesar adalah produk kertas dengan kode HS 4805 yang kemudian diikuti oleh
produk kertas HS 4803. Nilai CAGR komoditas kertas HS 4803 atau dikenal
dengan kertas wajah memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kertas HS 4805 yang merupakan salah satu kategori dari kertas packaging. Nilai
CAGR dari permintaan komoditas kertas HS 4803 Indonesia di China adalah
sebesar 39.73 persen, sedangkan nilai CAGR dari permintaan komoditas kertas HS
4805 Indonesia di China adalah sebesar 15.56 persen.

Tabel 8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Kertas Indonesia Berdasarkan HS


4 Digit di Pasar China Periode 2013-2018 (USD thousand)
HS 2013 2014 2015 2016 2017 2018
4801 54 3 0 0 0 277
4802 61 210 69 533 121 158 129 643 249 761 341 295
4803 4 894 6 000 5 035 4 329 7 502 10 303
4804 24 1 289 1 335 2 175 6 856 9 579
4805 1 096 36 3 548 6 340 115 023 221 216
Sumber: ITC
10

China yang merupakan salah satu pasar terbesar bagi komoditas pulp dan
kertas tentunya tidak hanya memiliki satu supplier. Jumlah permintaan akan pulp
dan kertas yang sangat banyak di China menjadikan Indonesia memiliki banyak
pesaing dalam memenuhi permintaan pulp dan kertas di China sekaligus
menciptakan persaingan di pasar tersebut. Ditambah dengan kecenderungan
dominasi pasar NORSCAN yang bergeser ke Amerika Selatan dan Asia membuat
Indonesia memiliki persaingan yang semakin besar di pasar China.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana daya saing komoditas pulp dan kertas Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara eksportir utama di pasar China?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor pulp HS 4703 dan
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:


1. Menganalisis daya saing komoditas pulp dan kertas Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara eksportir utama di pasar China
2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor pulp
HS 4703 dan kertas HS 4802 Indonesia di pasar China.

Manfaat Penelitian

Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis.


Selanjutnya, dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
pelaku industri pulp dan kertas tentang daya saing komoditas pulp dan kertas pada
kode HS empat digit dibandingkan negara pesaing serta faktor apa saja yang akan
memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia di pasar China. Hasil
analisis dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk merumuskan strategi
kebijakan yang optimal bagi agribisnis pulp dan kertas ke negara tujuan dan juga
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan perdagangan internasional, khususnya komoditas pulp dan/atau
kertas.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi


permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia ke negara tujuan utama selama periode
2001-2018. Komoditas yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah
produk pulp dan kertas dengan kode HS (Harmonized System) digit empat
berdasarkan United Nations Commodity Trade (UN Comtrade), yaitu pulp dengan
kode HS 4703 (chemical wood pulp, soda or sulphate, other than dissolving grades)
dan kertas dengan kode HS 4802 (uncoated paper for writing, printing, office
machine). Negara tujuan utama dalam penelitian ini adalah China. Pemilihan
11

negara ini berdasarkan peringkat tertinggi negara mitra dalam melakukan impor
pulp dan kertas Indonesia secara keseluruhan.
Analisis daya saing dalam penelitian ini dilakukan terhadap empat negara-
negara pesaing utama Indonesia di pasar China dimana untuk komoditas pulp
negara pesaingnya meliputi Brazil, Kanada, Chile, dan Amerika Serikat sedangkan
untuk komoditas kertas negara pesaingnya meliputi Jepang, Sweden, Thailand, dan
Amerika Serikat. Selanjutnya, penelitian ini akan mengkaji perdagangan antara
Indonesia dengan China dari sisi permintaan ekspor. Hal ini dikarenakan China
sebagai negara pengimpor utama pulp dan kertas dunia cenderung memiliki banyak
supplier, sehingga Indonesia memiliki pesaing yang dapat merebut pangsa ekspor
pulp dan kertas Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia yang berperan sebagai
supplier harus dapat memenuhi potensi pasar tersebut, sehingga perlu diketahui
bagaimana kondisi pasar pulp dan kertas di pasar China dengan melihat faktor-
faktor apa saja yang akan memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas
Indonesia di China.

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Daya Saing Pulp dan Kertas

Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif sangat berguna bagi


perdagangan internasional dalam membuat strategi dan kebijakan untuk
mempertahankan sekaligus meningkatkan pangsa pasar suatu produk di pasar
internasional. Suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika
memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya statis dan dinamis yang
dimiliki seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dengan pendidikan dan
pelatihan yang baik yang didukung oleh fasilitas penelitian dan pengembangan
yang baik, serta letak geografis yang strategis. Sementara itu, suatu negara dapat
dikatakan memilki keunggulan kompetitif jika memiliki keunggulan komparatif
dan mampu mengatasi ketidaksempurnaan pasar yang mengakibatkan adanya
distorsi pasar dengan melibatkan kebijakan pemerintah sehingga tercipta efisiensi
biaya transaksi (Lubis dan Nuryanti 2011). Sejalan dengan globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan, pada masa mendatang keunggulan kompetitif hanya dapat
dimiliki oleh komoditas yang memiliki keunggulan komparatif (Gonarsyah 2007).
Penelitian mengenai analisis daya saing cukup bervariasi tergantung pada
jenis produk serta metode dan waktu penelitian. Dalam menganalisis daya saing
komparatif suatu komoditas di suatu negara biasanya digunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA), seperti yang dilakukan oleh Wulandari (2017)
dalam menganalisis daya saing kertas HS 48 Indonesia ke negara tujuan utama
Indonesia dan Raharjo (2014) terhadap produk rotan Indonesia di kawasan ASEAN
dan Tiongkok. Sebelumnya penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh
Wulandari (2013) yang menganalisis produk pulp berjenis chemical wood pulp dan
kertas berjenis newsprint, printing and writing paper, dan other paper-paperboard
di pasar dunia periode 2002-2011 dengan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) menemukan bahwa keunggulan komparatif pulp
dan kertas berada dalam keadaan yang baik kecuali produk kertas other paper-
12

paperboard yang berada pada keadaan yang lemah dikarenakan adanya pengenaan
Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Countervailing Duty (CVD) yang
menyebabkan harga produk tersebut naik dan kalah bersaing dengan negara
pengekspor lainnya. Sementara itu, keunggulan kompetitif yang diukur dengan
menggunakan Constant Market Share Analysis (CMSA) dimiliki produk newsprint
dan printing and writing sedangkan produk other paper-paperboard tidak memiliki
keunggulan kompetitif karena tingkat produksi tidak mencapai skala ekonominya
pada periode 2004-2012 sehingga saat itu Indonesia lebih memilih melakukan
impor daripada ekspor.
Penelitian yang serupa dilakukan oleh Safitri (2014) yang menganalisis daya
saing produk pulp dan kertas Indonesia. Hasil penelitian berdasarkan pengukuran
RCA ditemukan bahwa kertas dan pulp Indonesia memiliki daya saing komparatif
di pasar China, namun hal tersebut tidak sejalan dengan perhitungan yang dilakukan
dengan metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yang menemukan bahwa
kertas dan pulp Indonesia memiliki daya saing yang lemah di pasar China. Hal
tersebut terjadi karena daya tawar produsen produk tersebut di pasar internasional
rendah, yang kemudian dibuktikan oleh penelitian Lubis (2013) yang juga
menyebutkan bahwa sebagian produk pulp Indonesia memiliki daya tawar yang
rendah di negara ASEAN, Australia, China, Jepang, Republik Korea, dan Selandia
Baru yang diukur dengan menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP),
akan tetapi daya saing produk pulp Indonesia masih jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan kertas. Walaupun demikian, adanya liberalisasi ACFTA
dinilai dapat meningkatkan kinerja perdagangan yang menyebabkan daya saing
produk-produk ekspor kehutanan di China menjadi lebih tinggi jika dibandingkan
negara-negara ASEAN lainnya (Lubis 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, industri pulp dan
kertas Indonesia dapat dikatakan memilki daya saing komparatif yang cukup kuat
di beberapa negara tujuan ekspor. Namun, jika dilihat berdasarkan keunggulan
kompetitif posisi Indonesia masih terbilang lemah jika dibandingkan dengan negara
pesaing lain yang melakukan ekspor pulp dan kertas di pasar internasional.
Keunggulan kompetitif produk agroindustri termasuk pulp dan kertas yang lemah
turut ditentukan oleh efisiensi biaya produksi. Inefisiensi dalam eksploitasi sumber
daya alam dan pemakaian tenaga kerja yang tidak sesuai dengan keahliannya dapat
mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, sehingga harga jual komoditas menjadi lebih
tinggi dari negara lain (Nihayah 2012).
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, dalam mengukur daya
saing industri pulp dan kertas Indonesia maupun produk sector kehutanan lainnya
digunakan beragam metode, yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA),
Constant Market Share Analysis (CMSA), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP). Penelitian ini akan menggunakan metode analisis Revealed Comparative
Advantage (RCA) merujuk pada penelitian Wulandari (2017), Raharjo (2014), dan
Wulandari (2013). Perbedaan penelitian penulis dengan ketiga penelitian tersebut
penulis juga membandingkan nilai RCA dari empat negara pesaing utama di pasar
China untuk masing-masing komoditas yang digunakan dalam penelitian ini.
13

Determinan yang Memengaruhi Ekspor

Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara memiliki


ketidakmampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan negara tersebut. Spesialisasi
produksi suatu negara yang berbeda-beda inilah yang menjadi determinan dalam
memengaruhi terjadinya perdagangan internasional. Ketidakmampuan suatu negara
untuk mencapai skala ekonomi dalam memproduksi produk dapat digambarkan
melalui spesialisasi produksi berupa keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif, dimana negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif maupun
kompetitif akan melakukan impor untuk mencapai skala ekonominya, dan
sebaliknya negara yang memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif akan
melakukan ekspor untuk memenuhi kebutuhan negara importir.
Perdagangan internasional Indonesia yang memiliki performa semakin
membaik mendorong para peneliti untuk melakukan pengkajian mengenai
determinan berbagai komoditas perdagangan internasional Indonesia dengan
berbagai mitra dagang dan kondisi. Ekspor merupakan salah satu kegiatan
perdagangan yang menarik untuk dikaji karena sangat kompleks dan memiliki
banyak determinan yang memengaruhi besar kecilnya volume maupun nilainya.
Determinan yang berpengaruh pada besar kecilnya ekspor diantaranya adalah faktor
ekonomi (GDP, harga, nilai tukar, infrastruktur, biaya perdagangan), kebijakan
perdagangan (tari dan non-tarif), faktor geografis, faktor sosial budaya (populasi,
bahasa, kerjasama antar negara), dan lain sebagainya (Mashari 2019).
Faktor ekonomi yang memengaruhi perdagangan dalam perdagangan
internasional salah satunya adalah Gross Domestic Product (GDP) per kapita suatu
negara. Dalam penelitian Anugrah (2013) menunjukkan bahwa GDP per kapita
negara tujuan memengaruhi nilai ekspor kertas Indonesia di pasar ACFTA. Hal ini
dikarenakan peningkatan GDP per kapita akan meningkatkan permintaan kertas di
negara mitra sehingga meningkatkan nilai ekspor kertas Indonesia. Hasil tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan Marina (2016) dalam penelitian yang
menganalisis determinan yang memengaruhi kinerja ekspor kertas ke Amerika
Selatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP negara tujuan ekspor berpegaruh
terhadap nilai ekspor kertas Indonesia akibat daya beli yang meningkat
menyebabkan permintaan kertas juga meningkat. Peningkatan GDP meningkatkan
tabungan domestik dan investasi dari suatu negara. Adanya peningkatan investasi
menyebabkan kebutuhan akan barang-barang modal atau bahan mentah meningkat
sehingga input produksi juga mengalami kenaikan seperti yang terjadi pada
penelitian kayu lapis Indonesia di Jepang oleh Iswanto (2008). Akan tetapi hasil
penelitian Veronika (2008) menunjukkan bahwa GDP riil China tidak berpengaruh
terhadap permintaan wood Indonesia dikarenakan perokonomian China yang telah
maju sehingga tidak akan memengaruhi permintaan.
Harga ekspor menjadi determinan selanjutnya yang banyak dikaji dalam
menganalisis kegiatan ekspor. Harga ekspor komoditas itu sendiri dalam
perdagangan internasional jika mengacu pada teori permintaan memiliki hubungan
yang negatif terhadap jumlah produk ekspor yang diminta oleh negara tujuan ekspor
(Veronika 2008; Fatimah 2018; dan Gebrina 2019). Fatimah (2018) dalam
penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kopi ke
Amerika Serikat menyatakan bahwa harga kopi memiliki pengaruh yang negatif
dan signifikan dalam jangka pendek begitupun dengan hasil penelitian Veronika
14

(2008) mengenai permintaan ekspor wood Indonesia. Dalam penelitian Veronika


(2008), harga ekspor riil komoditas wood menunjukkan perubahan yang kurang
responsif terhadap permintaan eskpor di China. Sedangkan hubungan antara harga
ekspor dengan nilai ekspor yang positif menandakan bahwa produk tersebut
termasuk barang yang bersifat inelastis dan dikatakan sebagai komoditas yang
kompetitif (Wijayanti 2018). Berbeda dengan Fatimah (2018) dan Wijayanti
(2018), dalam penelitian yang dilakukan oleh Heldini (2008) terhadap ekspor kertas
Indonesia menyebutkan bahwa harga ekspor seharusnya ditandai dengan
meningkatnya supply sehingga pangsa pasar akan meningkat. Akan tetapi
ketidakmampuan Indonesia dalam mengelola keunggulan komparatifnya membuat
harga ekspor menjadi rendah berdampak kepada pangsa pasar ekspor kertas
Indonesia yang juga menjadi rendah.
Determinan selanjutnya yang dapat memengaruhi perdagangan antar suatu
negara adalah nilai tukar riil. Beberapa penelitian menyatakan bahwa nilai tukar riil
berpengaruh secara negatif terhadap kegiatan ekspor (Wijayanti 2018; Khairani
2015; Raharjo 2014; Karlinda 2012; dan Siahaan 2008). Hal ini diduga disebabkan
data yang dianalisis mengandung pergerakan naik turun (fluktuatif) selama tahun
analisis (Siahaan 2008). Fatimah (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
pengaruh nilai tukar riil yang negatif dapat dikarenakan negara tujuan ekspor telah
memiliki negara pengimpor utama sehingga kurs rupiah terhadap negara tujuan
ekspor tidak berpengaruh. Pada penelitian yang dilakukan oleh Khairani (2015),
didapatkan hasil bahwa nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor
tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor bubuk kakao Indonesia. Tidak
berpengaruhnya nilai tukar ini diduga disebabkan oleh tidak ikut sertanya Indonesia
dalam organisasi kakao internasional karena walaupun harga bubuk kakao
Indonesia lebih murah pengenaan bea masuk di negara-negara tujuan ekspor akan
menciptakan biaya tambahan yang akhirnya membuat bubuk kakao Indonesia
menjadi lebih mahal. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Vural
(2016) dan Sugiharti et al. (2019) menunjukkan bahwa nilai tukar riil berpengaruh
positif signifikan terhadap permintaan ekspor dikarenakan komoditas yang diteliti
merupakan komoditas yang sangat bergantung pada pasokan dari luar negeri.
Populasi tujuan ekspor menjadi deteminan selanjutnya dari perdagangan
internasional. Secara teoritis, populasi negara importir berpengaruh positif dan
signifikan terhadap volume ekspor (Mashari 2019, Santosa et al. 2018, Kanaya dan
Firdaus 2015). Sementara itu, terdapat juga penelitian yang menemukan bahwa
populasi negara importir memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor (Kusuma
dan Firdaus 2015; Giorgio 2007; Yusuf dan Tajerin 2007). Yusuf dan Tajerin
(2007) mengemukakan bahwa populasi yang tidak berpengaruh signifikan dengan
nilai ekspor disebabkan oleh melemahnya harga rata-rata barang dan jasa di pasar
internasional sebagai akibat meningkatnya jumlah produksi, adanya hambatan
perdagangan non tarif dan isu dumping, serta barang diekspor kurang memiliki nilai
tambah sehingga tidak menarik perhatian konsumen untuk membelinya.
Selain faktor ekonomi yang sering dijadikan acuan dalam menentukan
determinan yang memengaruhi perdagangan internasional juga terdapat faktor
kebijakan perdagangan yang memiliki dampak terhadap keseimbangan penawaran
dan permintaan suatu produk dari suatu negara. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Wulandari (2017), variabel tarif yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor
terkait ekspor kertas Indonesia tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap
15

volume ekspor kertas Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Evasari (2014) dan Sari (2014). Selain itu, didukung oleh studi
Duval dan Utokham dalam UN ESCAP (2009) yang menjelaskan bahwa tarif dalam
perdagangan internasional hanya memengaruhi sebagian kecil dari total biaya yang
diperlukan dalam perdagangan di Asia. Dalam hasil penelitiannya juga dikatakan
bahwa fasilitasi perdagangan seperti mengeliminasi prosedur yang rumit dalam
perdagangan yang kompetitif lebih berpengaruh secara langsung karena dapat
meningkatkan daya saing ekspor.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang terdapat
pada komoditas, variabel independen, dan alat analisis yang digunakan. Penelitian
ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pulp dan kertas Indonesia
dari sisi permintaan ekspor pada komoditas ekspor disaggregate pulp dan kertas,
yaitu terhadap kode HS 4703 (chemical wood pulp, soda or sulphate, other than
dissolving grades) dan kertas dengan kode HS 4802 (uncoated paper for writing,
printing, office machine) ke negara tujuan utama ekspor Indonesia, yaitu China.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya metode yang
pengujian yang dilakukan beragam, yaitu Ordinary Least Square (OLS), Error
Correction Model (ECM), dan Gravity Model. Hal tersebut menunjukkan bahwa
alat analisis tersebut dapat digunakan dan valid dalam menentukan faktor-faktor
apa saja yang dapat memengaruhi ekspor. Penggunaan alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini sama seperti yang digunakan oleh Heldini (2008) dan Veronika
(2008), yaitu dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Ada
pun variabel independen yang akan dipakai, yaitu harga ekspor masing-masing
komoditas pulp dan kertas, nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi, populasi negara
China, GDP riil per kapita negara China, harga ekspor kertas HS 4803 Indonesia
dan harga ekspor pulp HS 4702, nilai RCA masing-masing komoditas, dan tarif
impor pulp dan kertas di China. Pemilihan variabel didasarkan pada teori
permintaan ekonomi yang diduga berpengaruh besar terhadap permintaan ekspor
dan telah diuji oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan variabel
tersebut merujuk pada penelitian Heldini (2008), Veronika (2008), dan Wulandari
(2017). Selain itu, penelitian ini juga melihat elastisitas dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependennya agar lebih mudah untuk
diinterprestasikan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Daya Saing


Daya saing dalam perdagangan internasional merupakan kemampuan suatu
komoditas untuk memasuki pasar internasional dan kemampuan untuk dapat
bertahan di pasar tersebut (Tambunan 2001). Porter (1990) menyatakan bahwa daya
saing diidentikkan dengan produktivitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk
setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh
peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas
input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity).
16

Sedangkan menurut Simanjuntak (1992), daya saing merupakan suatu konsep


yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas
dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga
pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan
dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh harga laba yang mencukupi sehigga
dapat mempertahankan kelanjutan biaya produksinya. Dalam mengukur daya saing
ada dua pendekatan yang sering digunakan sebagai indikator, yaitu keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif.

Teori Keunggulan Komparatif


Pada tahun 1817 David Richardo di dalam bukunya yang berjudul Principles
of Political Economy and Taxation berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan
komparatif. Teori David Richardo menyatakan bahwa suatu negara akan
mengekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif
(comparative advantage) terbesar dan mengimpor barang bila negara tersebut
memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage).
Keunggulan komparatif David Richardo merupakan suatu pendekatan untuk
mengukur daya saing dalam perekonomian yang tidak memiliki distorsi sama
sekali, Richardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah
asumsi yang disederhanakan. Asumsi tersebut meliputi beberapa hal berikut: (1)
hanya terdapat dua negara dengan dua komoditas; (2) perdagangan bersifat bebas;
(3) mobilitas tenaga kerja sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas
antar dua negara tersebut; (4) biaya produksi konstan; (5) tidak ada biaya
transportasi; (6) teknologi konstan; (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja
(Salvatore 2013).
Dari ketujuh asumsi diatas hanya enam asumsi yang dapat diterima,
sedangkan asumsi ketujuh yang berupa asumsi nilai tenaga kerja merupakan
kelemahan dari teori David Richardo. Pada asumsi teori nilai tenaga kerja
dijelaskan bahwa bahwa suatu negara akan mengekspor barang ketika tenaga kerja
dapat memproduksi dengan relatif efisien dan mengimpor barang ketika tenaga
kerjanya memproduksi barang relatif tidak efisien (Krugman dan Obstfeld 2009).
Hal tersebut tidak dapat diterima karena tenaga kerja bukan merupakan satu-
satunya faktor produksi dan penggunaannya tidak sama untuk setiap komoditas,
serta tenaga kerja tidak bersifat homogen karena adanya perbedaan pendidikan,
produktivitas, dan upah yang diterima (Hernawan 2017). Kelemahan yang terdapat
dalam konsep keunggulan komparatif David Richardo kemudian disempurnakan
oleh Heckscher dan Ohlin pada tahun 1933.
Heckscher-Ohlin (H-O) dalam konsep keunggulan komparatifnya
menjelaskan bahwa suatu negara akan melakukan ekspor pada produk yang
memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah, sehingga produk tersebut
mampu diekspor ke negara lain dengan harga murah. Negara akan melakukan
impor pada produk yang apabila diproduksi di dalam negeri memerlukan
sumberdaya yang relatif langka dan mahal (Salvatore 1997).

Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi di setiap negara (Todaro 2006). Pernyataan tersebut didukung oleh
Salvatore (1997) yang menyatakan bahwa perdagangan internasional merupakan
17

suatu “mesin pertumbuhan” di suatu negara (trade as engine of growth), terutama


bagi negara-negara berkembang. Dengan melakukan kegiatan ekspor secara
intensif, maka suatu negara akan mengalami kemajuan pesat dalam pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi, karena mendapatkan keuntungan dan meningkatkan
pendapatan negara.
Menurut Krugman dan Obstfeld (2009) ada dua alasan utama suatu negara
melakukan perdagangan internasional, yaitu karena negara-negara memiliki
perbedaan relatif, dari perbedaan relatif tersebut akan ada keuntungan perdagangan
(gains form trade) bagi negara-negara yang terlibat. Alasan lainnnya yaitu negara-
negara yang terlibat dalam perdagangan Internasional bertujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale) dalam produksi.
Pernyataan serupa dikemukakan juga oleh Salvatore (1997) dimana
perdagangan diantara dua negara terjadi karena adanya keunggulan komparatif
yang dicerminkan dengan perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi
antara dua negara. Melalui perdagangan internasional, setiap negara dapat
melakukan spesialisasi dalam produksi komoditi yang memiliki keunggulan
komparatif dan menukarkan sebagian outputnya untuk memperoleh komoditi yang
memiliki kerugian komparatif. Melalui spesialisasi ini kedua negara akan
mengkonsumsi kedua komoditi (komoditi yang memiliki keunggulan komparatif
dan komoditi yang memiliki kerugian komparatif) dengan jumlah yang lebih
banyak. Spesialisasi akan terus berlangsung sampai pada akhirnya harga relatif atas
berbagai komoditi yang diperdagangkan oleh kedua negara berada dalam posisi
ekuilibrium.
Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, kegiatan
ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu
sendiri, jumlah komoditas, dan komoditas subtitusinya di pasar internasional serta
hal-hal yang dapat memengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak
langsung (Salvatore 1997).

P P P Sb
ekspor B
Pb
Sa Sd
Pd
A
Pa
impor
P Q Q Q
Qa Qd Qb

Gambar 4 Kurva Perdagangan Internasional


Sumber: Salvatore 1997

Keterangan:
Kiri: Negara A, negara pengekspor (Indonesia)
Kanan: Negara B, negara pengimpor (China)
Tengah: Pasar Internasional
18

Proses terjadinya perdagangan internasional antara Indonesia dengan China


pada komoditas pulp dan kertas dapat dijelaskan pada Gambar 4. Misalkan,
penawaran pulp dan kertas di pasar domestik masing-masing adalah Sa di negara
Indonesia dan Sb di negara China. Tanpa adanya perdagangan internasional, negara
Indonesia akan mencapai keseimbangan perdagangan pulp dan kertas di titik A
dengan harga Pa dan jumlah yang dikonsumsi Qa, sedangkan negara China akan
mencapai keseimbangan perdagangan pulp dan kertas di titik B dengan harga Pb
dan jumlah yang dikonsumsi Qb. Dengan asumsi bahwa harga domestik pulp dan
kertas di Indonesia lebih murah dari negara China, maka Indonesia akan
menghasilkan lebih banyak pulp dan kertas dari pada jumlah yang bersedia dibeli
konsumen di negara Indonesia untuk mencapai harga diatas P a. Sehingga fungsi
penawaran Sa diatas titik keseimbangan negara Indonesia (A) yang melebihi jumlah
yang konsumen bersedia beli akan mengakibatkan negara Indonesia mengalami
kelebihan penawaran (excess supply). Selanjutnya, penawaran ekspor pada pasar
internasional akan digambarkan oleh Sd yang tak lain adalah excess supply dari
Indonesia, dengan asumsi tidak ada biaya transportasi.
Di lain sisi, apabila harga pulp dan kertas di negara China berada dibawah
harga Pb maka hal ini akan menyebabkan China mengalami kondisi kelebihan
permintaan (excess demand). Pertemuan antara kondisi excess demand dan excess
supply inilah yang nantinya akan membentuk harga di pasar internasional (P d) yang
disepakati oleh kedua negara tersebut. Dengan begitu excess supply pulp dan kertas
Indonesia akan diekspor ke negara China untuk memenuhi excess demand yang
terjadi di negara China yang akan menghasilkan Qd. Sehingga dengan demikian
terjadilah proses perdagangan internasional.

Permintaan Ekspor
Dalam perdagangan internasional, kegiatan yang sering ditemui salah satunya
adalah kegiatan ekspor. Kegiatan ekspor pada dasarnya dipengaruhi oleh adanya
penawaran ekspor dan permintaan ekspor yang dapat dijelaskan dengan fungsi
berikut:

Xt = f(SXt, DXt)

Keterangan:
Xt: Ekspor komoditas suatu negara ke negara tujuan
SXt: Penawaran ekspor negara eksportir
DXt: Permintaan ekspor negara pengimpor

Permintaan adalah sejumlah barang yang ingin dibeli oleh konsumen, dimana
jumlah pembelian ditentukan oleh harga barang tersebut (Mankiw 2006).
Hubungan antara harga suatu barang dan/atau jasa dengan jumlah barang dan/atau
yang diminta dijelaskan dalam sebuah hukum permintaan. Mankiw (2006)
mengemukakan bahwa hukum permintaan adalah jika harga suatu barang
meningkat, maka permintaan terhadap barang tersebut akan menurun dan
sebaliknya jika harga suatu barang menurun, maka permintaan terhadap barang
tersebut akan meningkat, ceteris paribus. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
teori permintaan merupakan teori yang menjelaskan besarnya jumlah barang yang
diminta oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor
19

yang memengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang dan/atau jasa itu
sendiri, harga barang dan/atau jasa lain, pendapatan masyarakat, selera, jumlah
penduduk, dan faktor lainnya.
Permintaan ekspor suatu komoditas menurut Lipsey (1995) merupakan
hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditas yang akan dibeli konsumen
selama periode tertentu pada suatu tingkat harga tertentu. Permintaan pasar suatu
komoditas merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan
individu terhadap suatu komoditas. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara.
Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu harga komoditas (PXt), harga komoditas lain (PYt), kurs mata uang (ERt),
pendapatan atau GDP negara tujuan ekspor (Yt), populasi (Popt), dan faktor-faktor
lainnya (Zt). Secara keseluruhan fungsi permintaan ekspor suatu komoditas dapat
dirumuskan sebagai berikut:

DXt = f (PXt, PYt, ERt, Yt, Popt, Zt)

Gross Domestic Product (GDP)


Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) adalah
indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur nilai pasar semua barang dan
jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu
(Mankiw 2006). Dalam perhitungan GDP, barang dan jasa yang dimaksud adalah
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah
suatu negara (domestik) dan juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan
oleh unit-unit produksi asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Barang-barang yang dihasilkan merupakan barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karena jumlahnya yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto atau kotor (Apridar 2009).
GDP terbagi menjadi dua, yaitu GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal
adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga berlaku. Sedangkan GDP
riil adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga konstan (Mankiw 2006).
Perbedaan yang paling mendasar adalah pada GDP nominal perhitungannya tidak
mempertimbangkan inflasi sedangkan GDP riil mempetimbangkan inflasi, dengan
begitu ketika terjadi kenaikan tingkat harga yang disebabkan oleh inflasi akan
menyebabkan GDP nominal meningkat walaupun jumlah produk dan jasa yang
diproduksi tidak berubah. GDP berperan penting untuk negara eksportir dalam
menggambarkan kemampuan ekonomi negara tersebut dalam melakukan ekspor.
Apabila GDP suatu negara meningkat, berarti kesejahteraan masyarakatnya juga
meningkat yang berakibat pada meningkatnya kemampuan masyarakatnya untuk
melakukan pembelian.

Populasi
Menurut Lipsey et al. (1995), jumlah penduduk suatu menjadi salah satu
faktor penting dalam kegiatan ekspor karena memiliki hubungan yang kuat dan
positif dengan banyaknya komoditi yang diminta. Kenaikan jumlah penduduk akan
menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan
naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat
harga akan lebih banyak. Begitupun dengan yang dikemukakan oleh Salvatore
20

(2013), meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah konsumsi


domestik suatu negara sehingga akan meningkatkan permintaan akan suatu
komoditi di negara tersebut.

Harga Ekspor
Harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kegiatan ekspor.
Menurut model ekonomi, harga dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu
sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, harga memiliki hubungan
positif terhadap jumlah produk ekspor yang ditawarkan. Namun, pada sisi
permintaan harga memiliki hubungan negatif terhadap jumlah produk ekspor yang
diminta oleh negara importir. Merujuk pada teori permintaan konsumen (consumer
demand theory), berdasarkan Gambar 5 jika harga suatu komoditi meningkat maka
permintaan terhadap suatu komoditi menurun sehingga ekspor akan menurun,
begitupun sebaliknya. Rumus umum harga ekspor dijabarkan pada persamaan:

Nilai Ekspor
Harga Ekspor =
Volume Ekspor

P S

P1

P0
D

Q
0 S0 S1 D1 D0
Gambar 5 Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor Terhadap Volume Ekspor
Sumber: Lipsey 1995

Harga Substitusi atau Komplementer


Harga substitusi dan komplementer dari suatu komoditas dapat
memengaruhi jumlah permintaan ekspor barang yang akan diekspor oleh suatu
negara. Produk lain dapat bersifat sebagai barang substitusi karena sifatnya yang
saling menggantikan. Apabila harga produk substitusi suatu komoditas lebih murah,
maka jumlah permintaan akan komoditas tersebut akan menurun, cateris paribus.
Hal tersebut dikarenakan negara akan lebih memilih produk dengan harga yang
lebih murah namun memiliki fungsi yang sama, sehingga harga produk lain tersebut
memiliki korelasi positif terhadap jumlah suatu komoditas yang akan diekspor.
Selain itu, produk lain dapat bersifat sebagai barang komplementer karena sifatnya
yang saling melengkapi. Apabila harga produk komplementer suatu komoditas
lebih murah, maka jumlah komoditas yang diminta akan semakin besar. Sehingga
harga produk lain yang bersifat komplementer tersebut memiliki korelasi negatif
(Lipsey 1995).
21

Nilai Tukar
Nilai tukar menurut Salvatore (1997) merupakan harga mata uang suatu
negara terhadap mata uang negara asing. Harga mata uang yang dinyatakan dalam
mata uang lain dapat dijual atau dibeli (Lipsey 1995). Para ekonom membedakan
nilai tukar atau kurs menjadi dua, yaitu kurs riil dan kurs nominal. Nilai tukar
nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar atau
kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantar dua negara yang disebut
juga sebagai terms of trade (Mankiw 2006).
Hubungan yang terjadi antara kurs riil dengan kurs nominal yaitu kurs riil di
kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara
(Mankiw 2006). Hubungan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal dirumuskan
sebagai berikut:

Tingkat Harga Domestik


Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x
Tingkat Harga Luar Negeri

Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6, pada gambar diketahui bahwa kurs
riil memiliki pengaruh terhadap kondisi makroekonomi dari suatu negara. Mankiw
mengatakan bahwa kurs riil tidak berbeda dengan harga relatif. Apabila nilai tukar
riil suatu negara terhadap negara lain tinggi atau mengalami apresiasi, maka harga
barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan harga barang-barang dalam negeri
akan relatif lebih mahal. Harga relatif dalam negeri yang lebih mahal akan
menimbulkan permintaan barang luar negeri meningkat, sehingga akan
meningkatkan jumlah impor dan menyebabkan defisit neraca perdagangan.
Sebaliknya, apabila nilai tukar riil suatu negara terhadap negara lain rendah atau
mengalami depresiasi, maka harga barang-barang dalam negeri akan dinilai relatif
murah dan harga barang-barang luar negeri dinilai relatif mahal, sehingga akan
menimbulkan peningkatan jumlah permintaan barang dalam negeri untuk diekspor
ke luar negeri (Mankiw 2006). Peningkatan permintaan ekspor tersebut akan
menyebabkan surplus pada neraca perdagangan.

Nilai Tukar Riil, ɛ


S-I

NX (ɛ)
Defisit Surplus
Ekspor Neto, NX
0

Gambar 6 Kurva Hubungan Kurs Riil dan Ekspor Neto


Sumber: Mankiw 2006

Pada Gambar 6, kurva tersebut sebenarnya menunjukkan penawaran dan


permintaan untuk pertukaran valuta asing. Kemiringan (slope) negatif NX
22

menunjukkan adanya permintaan neto atas mata uang domestik yang berasal dari
luar negeri yang akan dipakai untuk membeli barang-barang domestik akibat dari
penurunan nilai tukar riil (Mankiw 2006). Sedangkan garis vertikal (S-I) merupakan
arus modal keluar neto. Garis vertikal tersebut merupakan kelebihan tabungan (S)
atas investasi (I), dimana tabungan dan investasi tidak memiliki hubungan dengan
kurs riil. Dengan demikian, perpotongan garis (S-I) dengan ekspor neto (NX) akan
menentukan kurs ekuilibrium.

Hambatan Tarif
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis untuk
melindungi barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman barang-barang
sejenis yang diimpor dari luar negeri dalam jumlah yang tidak sedikit. Tarif adalah
hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor yang
melintasi daerah pabean (custom area). Tarif impor pada hakekatnya merupakan
suatu tindakan diskriminatif yang digunakan suatu negara untuk mencapai berbagai
tujuan, yaitu diantanya untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan
dengan produk sejenis yang berasal dari impor, meningkatkan penerimaan negara,
mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain (Salvatore 1997).
Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif yaitu:
a. Tarif impor (import tariff), yaitu tarif yang dikenakan terhadap komoditas yang
diimpor dari negara lain. Tujuannya untuk melindungi produk dalam negeri.
Dengan adanya tarif impor, arus barang-banrang impor akan terkendali.
b. Tarif ekspor (export tariff), yaitu pajak yang dikenakan terhadap komoditi yang
akan diekspor ke luar negeri. Tujuannya untuk membatasi ekspor yang
berlebihan sehingga kebutuhan domestik terlebih dahulu tercukupi
Ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu:
a. Tarif Ad Valorem, yaitu bea yang nilainya dinyatakan dalam persentase dari
harga yang dikenakan bea tersebut (persen x harga barang).
b. Tarif Specific (Tarif Normal), yaitu bea yang nilainya dikenakan sebagai beban
tetap unit barang yang diimpor.
c. The Compound Tarrif (Tarif Campuran), yaitu gabungan antara tarif spesifik dan
ad valorem.

Kerangka Pemikiran Operasional

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor pulp dan kertas terbesar
di dunia. Peluang Indonesia untuk memperluas pangsa pasarnya serta menjadi
negara eksportir utama dunia sangat memungkinkan karena adanya kecenderungan
dominasi pasar pulp dan kertas oleh negara-negara NORSCAN (North America and
Scandinavia) yang semakin berkurang. Didukung oleh potensi hutan Indonesia
yang melimpah yang disertai dengan penerapan Sustainable Forest Management
(SFM) menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang dapat memanfaatkan
momentum menurunnya dominasi pasar pulp dan kertas oleh NORSCAN.
Masalah yang dihadapi Indonesia bersamaan dengan adanya momentum
penurunan dominasi pasar adalah momentum tersebut tidak hanya menjdi peluang
bagi Indonesia tetapi juga bagi negara-negara lainnya di Asia dan Amerika Selatan.
Persaingan yang terjadi ditandai dengan ekspansi kapasitas produksi pulp dan
23

kertas yang terjadi di negara-negara Amerika Selatan dan Asia ditengah terjadinya
penurunan produksi di negara-negara NORSCAN. Selain itu, permintaan
konsumen akan produk yang ramah lingkungan membuat isu perdagangan terkait
lingkungan yang bertema Green Economic semakin diusungkan. Hal tersebut
berdampak pada munculnya kebijakan-kebijakan mengenai isu lingkungan yang
dapat menentukan persaingan dalam perdagangan komoditas pulp dan kertas sebab
produsen yang tidak memenuhi persyaratan dari kebijakan tersebut dapat
kehilangan pasarnya dan konsumen beralih ke produsen lain.
Selain adanya momentum penurunan dominasi pasar, pertumbuhan konsumsi
pulp dan kertas secara global yang masih mengalami peningkatan juga menjadi
peluang yang masih terbuka lebar bagi Indonesia untuk dapat terus
mengembangkan kinerja ekspornya. Salah satu negara yang memiliki permintaan
yang besar terhadap komoditas pulp dan kertas dunia adalah China. Selain menjadi
pasar yang besar secara global, China juga merupakan pasar utama Indonesia.
Perdagangan antara Indonesia dengan China memiliki peluang yang semakin besar
dalam bersaing dengan negara-negara pesaing utama dengan diberlakukannya
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dapat mengeliminasi
hambatan dalam perdagangan komoditas pulp dan kertas.
Berdasarkan uraian yang telah dilakukan, perlu dilakukan analisi daya saing
untuk mengetahui persaingan komoditas pulp dan kertas. di pasar China. Selain itu,
kondisi pasar pulp dan kertas di China perlu diketahui untuk mengetahui faktor apa
saja yang memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas di pasar China agar
produk Indonesia dapat memenuhi potensi pasar tersebut dalam bersaing dengan
produk pesaingnya di pasar China.
Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat gambaran umum perkembangan
volume ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 di pasar China. Selain
perkembangan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia di pasar China, juga
dilakukan analisis perkembangan dari masing-masing determinan ekonomi yang
akan digunakan dalam penelitian ini. Setelah itu, dilakukan analisis daya saing pulp
dan kertas Indonesia dilihat dari aspek perdagangan internasional berupa kegiatan
ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China yang dianalisis dengan menggunakan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA).
Analisis determinan yang diduga memengaruhi ekspor kertas dan pulp
Indonesia di pasar China dianalisis menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS) dengan menggunakan data sekunder tahunan periode 2001 sampai 2018.
Komoditas yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah produk pulp
dengan kode HS (Harmonized System) digit empat berdasarkan United Nations
Commodity Trade (UN Comtrade), yaitu HS 4703 (chemical wood pulp, soda or
sulphate, other than dissolving grades) dan produk kertas dengan kode HS 4802
(uncoated paper for writing, printing, office machine). Pemilihan komoditas ini
berdasarkan jumlah nilai ekspor terbesar komoditas pulp dan kertas yang dieskpor
ke China. Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
harga ekspor masing-masing komoditas pulp dan kertas, nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi, populasi negara China, GDP riil per kapita negara China, nilai
RCA masing-masing komoditas, tarif impor masing-masing komoditas pulp dan
kertas di China serta harga ekspor kertas tisu (HS 4803) pada model kertas dan
harga ekspor pulp HS 4702 pada model pulp.
24

 Indonesia Eksportir Pulp dan Kertas Terbesar di Dunia


 Permintaan Pulp dan Kertas Dunia Terus Mengalami Pertumbuhan
 Momentum Menurunnya Dominasi Pasar Pulp dan Kertas Dunia oleh
NORSCAN
 Persaingan Penguasaan Pasar Pulp dan Kertas di Pasar China

Analisis Daya saing dan persaingan pulp dan kertas


Revealed Indonesia dibandingkan negara pengimpor utama di
Comparative pasar China
Advantages
(RCA)

Faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor


pulp dan kertas Indonesia di Pasar China
 GDP Riil per Kapita China
 Nilai Tukar Riil Indonesia terhadap China
Analisis  Populasi China
Ordinary  Harga Ekspor Pulp (HS 4703) dan Kertas (HS
Least Square 4802) Indonesia ke China
(OLS)  Harga Ekspor Komoditas Lain, Pulp (HS 4702)
dan Kertas (HS 4803) Indonesia ke China
 Tarif Impor Pulp dan Kertas yang ditetapkan
oleh China
 RCA Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China

Saran dan Rekomendasi Kebijakan Pemerintah

Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka dapat dibuat


hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 memiliki nilai RCA lebih besar dari satu di
pasar China yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya saing
komparatif di pasar China.
2. Harga ekspor kertas (HS 4802) dan pulp (HS 4703) berpengaruh negatif terhadap
volume ekspor kertas (HS 4802) dan pulp (HS 4703) Indonesia. Apabila harga
25

ekspor meningkat maka akan menurunkan volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia sebagai permintaan dari negara tujuan ekspor.
3. Harga ekspor barang lain, yaitu kertas HS 4803 dan pulp HS 4702 akan
berpengaruh positif terhadap volume ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China.
Artinya, semakin tinggi harga ekspor kertas HS 4803 Indonesia ke China maka
volume ekspor kertas HS 4802 akan semakin besar, demikian juga dengan harga
ekspor pulp HS 4702, semakin tinggi harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke
China maka volume ekspor pulp HS 4703 akan semakin besar .
4. Nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi berpengaruh negatif terhadap volume
ekspor kertas dan pulp Indonesia. Apabila nilai tukar riil rupiah terhadap
renminbi menurun, maka harga komoditas pulp dan kertas Indonesia dinilai
relatif lebih murah sehingga akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor pulp
dan kertas dari Indonesia.
5. GDP riil per kapita China berpengaruh positif terhadap volume ekspor kertas
dan pulp Indonesia. Apabila GDP riil per kapita China meningkat, maka daya
beli masyarakat China dalam mengonsumsi pulp dan kertas akan meningkat.
Peningkatan tersebut akan mendorong naiknya volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia.
6. Populasi China berpengaruh positif terhadap volume ekspor kertas dan pulp
Indonesia. Jumlah populasi negara tujuan ekspor yang meningkat akan maka
jumlah permintaan suatu komoditas juga akan ikut meningkat.
7. Tarif impor yang diterapkan oleh China terhadap komoditas pulp dan kertas
Indonesia berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia. Apabila tarif impor yang diberlakukan oleh China terhadap produk
Indonesia meningkat, maka permintaan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia
ke China akan menurun.
8. Nilai RCA pulp dan kertas Indonesia di China berpengaruh positif terhadap
volume ekspor pulp dan kertas Indonesia. Apabila komoditas pulp HS 4703 dan
kertas HS 4802 memiliki daya saing komparatif yang kuat di pasar China maka
akan meningkatkan permintaan volume ekspor kedua komoditas tersebut di
pasar China.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber atau instansi terkait. Data yang
digunakan adalah data data deret waktu (time series) selama 18 tahun (2001-2018).
Pemilihan periode selama 18 tahun tersebut dikarenakan keterbatasan data yang
dapat diakses sehingga analisis yang lebih mendalam tidak dapat dilakukan.
Ketersediaan data pada penelitian ini diperoleh dari Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia (Kemenperin), International Trade Centre (ITC), Badan Pusat
Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag), Food
and Agricultural Organization Statistics (FAO), World Development Indicators
World Bank (WDI-Worldbank), United Nations Conference on Trade and
26

Development (UNCTAD), World Trade Organization (WTO), Direktorat Jendral


Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Ditjen PPI
Kemendag), serta data-data pendukung lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 9
berikut ini:

Tabel 9 Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian


No Data Sumber Data
Volume ekspor masing-masing komoditas pulp International Trade
1
HS 4703 dan kertas HS 4802 Centre (ITC)
2 GDP riil per kapita China (USD 2010) WDI World Bank
3 Nilai Tukar Nominal Indonesia terhadap China WDI World Bank
4 IHK Indonesia (2010=100) WDI World Bank
5 IHK China (2010=100) WDI World Bank
Harga ekspor masing-masing komoditas pulp HS International Trade
6
4703 dan kertas HS 4802 Centre (ITC)
World Trade
Tarif impor masing-masing komoditas pulp HS Organization (WTO)
7
4703 dan kertas HS 4802 dan Ditjen PPI
Kemendag
Nilai ekspor masing-masing komoditas pulp HS
International Trade
8 4703 dan kertas HS 4802 ke China oleh Indonesia
Centre (ITC)
dan negara-negara pesaing
Nilai total ekspor Indonesia dan negara pesaing International Trade
9
ke China Centre (ITC)
Nilai ekspor total seluruh dunia ke China untuk International Trade
10
komoditas pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 Centre (ITC)
International Trade
11 Nilai ekspor total seluruh dunia ke China
Centre (ITC)

Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan
kuantitatif. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan gambaran
umum perdagangan pulp dan kertas Indonesia ke China dengan melihat
perkembangan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China untuk masing-
masing komoditas, perkembangan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi,
perkembangan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802, perkembangan
harga ekspor kertas HS 4803, dan perkembangan harga ekspor pulp HS 4702,
perkembangan tarif impor untuk komoditas pulp dan kertas Indonesia yang berlaku
di China. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komparatif
komoditas pulp dan kertas Indonesia dan analisis regresi untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China.
Data yang diperoleh akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Excel dan Eviews 9.
27

Revealed Comparative Advantage (RCA)


Metode analisis RCA adalah merupakan salah satu metode yang sering
digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif komoditas di suatu negara
sehingga dapat diketahui apakah daya saing industri suatu negara sudah cukup kuat
untuk bersaing di pasar internasional atau tidak secara kuantitatif. Analisis RCA
pertama kali diperkenalkan oleh Balassa pada tahun 1965 untuk mengatasi konsep
keunggulan komparatif dalam perspektif statis. Metode ini mengukur kinerja
ekspor nilai ekspor suatu komoditas dari suatu negara dalam ekspor total suatu
negara dibandingkan dengan pangsa pasar komoditas tersebut dalam perdagangan
dunia. Rumus umum untuk indeks RCA (Balassa 1965) adalah sebagai berikut:

RCA = (Xij / Xit) / (Xnj / Xnt)

Dimana:
i = negara
j = komoditas
n = total negara
t = total komoditas
Eij = Nilai ekspor kertas Indonesia ke China (US$)
Eit = Nilai ekspor total negara Indonesia ke China (US$)
Enj = Nilai ekspor pulp dan kertas dari dunia ke China (US$)
Ent = Nilai ekspor total semua komoditas dunia ke China (US$)

Nilai indeks suatu komoditas berdasarkan RCA memiliki dua kemungkinan,


yaitu:
1. Nilai RCA>1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas pulp dan kertas di dalam
ekspor total negara Indonesia lebih besar dari pangsa rata-rata komoditas yang
bersangkutan dalam ekspor semua negara (dunia). Artinya negara Indonesia
memiliki daya saing komparatif yang kuat.
2. Nilai RCA<1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas pulp dan kertas di dalam
ekspor total negara Indonesia lebih kecil dari pangsa rata-rata komoditas yang
bersangkutan dalam ekspor semua negara (dunia). Artinya negara Indonesia
memiliki daya saing komparatif yang lemah.

Keunggulan menggunakan indeks RCA adalah indeks ini


mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten
dengan perubahan produktivitas di dalam suatu ekonomi dan faktor relatif (Bender
dan Li 2002). Selain itu, indeks ini juga dapat mengurangi dampak pengaruh dari
campur tangan pemerintah, sehingga dengan begitu keunggulan komparatif suatu
komoditi komoditas dari waktu ke waktu dapat terlihat terlihat jelas.
Kelemahan metode RCA yang paling mendasar adalah asumsi bahwa setiap
negara dianggap mengekspor semua komoditas (Bowen 1983) sehingga indeks
RCA tidak dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan sedang berlangsung
sudah optimal atau belum, serta tidak dapat memprediksi pola keunggulan produk-
produk yang berpotensi di masa mendatang.
28

Pengujian Model Analisis Regresi


Dalam pengujian model regresi linier ada beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan model yang paling baik untuk dipilih. Pada umumnya
digunakan tiga kriteria kesesuaian model seperti berikut.

1. Pengujian Asumsi Klasik Kriteria Ekonometrika


Menurut teorema Gauss-Markov, analisis OLS (Ordinary Least Square) akan
menghasilkan estimator yang baik yang dikenal dengan BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator) apabila model regresi tersebut memenuhi asumsi-asumsi dari
model regresi linear klasik. Penaksir OLS ini mepunyai sifat linear, tidak bias, dan
memiliki nilai varian yang paling kecil dalam kelompok penaksir tak bias linear
dari sebuah parameter (Gujarati 2006). Apabila asumsi normalitas, linearitas,
independen, dan homogenitas tidak terpenuhi maka tingkat signifikansi yang
diperoleh menjadi tidak valid (Grafen dan Hails 2002). Pada pengujian model untuk
mendapatkan hasil estimasi yang bersifat BLUE, maka perlu dilakukan pengujian-
pengujian sebagai berikut:

Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi variabel random (error
term) menyebar secara normal atau tidak. Apabila terdapat penyimpangan terhadap
asumsi distribusi normalitas maka masih akan tetap menghasilkan penduga
koefisien regresi linear, tidak berbias dan terbaik. Penyimpangan asumsi normalitas
ini akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah contoh diperbesar. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengubah bentuk nilai peubah yang semula nilainya
absolut ditransformasikan menjadi bentuk lain seperti kuadratik, respirokal dan lain
sebagainya sehingga akan menghasilkan distribusi yang normal (Gujarati 2006).
Uji normalitas dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas yang dihasilkan
melalui tes Jarque Bera. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel random dalam model tersebut
sudah menyebar normal.

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, dimana heteroskedastisitas terjadi
jika varian dari nilai residual tidak konstan untuk semua pengamatan pada model
regresi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Gujarati (2006) menyatakan bahwa model regresi yang baik adalah model yang
homoskedasitas (tidak terjadi heteroskedasitas). Salah satu cara untuk mengatasi
masalah ini yaitu dengan metode Generalized Least Square (GLS) yang merupakan
metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasikan dengan
memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). Uji heteroskedastisitas dapat
menggunakan tes Breusch-Pagan-Godfrey (B-P-G) dengan melihat nilai
probabilitas F statistik (F-hitung). Jika nilai F-hitung lebih besar dari taraf nyata
yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari
penyimpangan heteroskedastisitas. Penggunaan B-P-G test merujuk pada Davidson
dan MacKinnon (1993) yang menyatakan bahwa B-P-G test merupakan salah satu
29

tes terbaik secara statistik jika residual pada estimasi terdistribusi secara normal
atau telah melewati tes normalitas.

Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji adanya hubungan linier antara
variabel independen. Firdaus (2011) menyatakan bahwa semakin kecil korelasi di
antara variabel independen, maka semakin baik model yang akan diperoleh. Suatu
model dapat diduga mengandung multikolinearitas apabila nilai R 2 cukup tinggi
(antara 0.7-1) tetapi banyak koefisien regresi pasial yang tidak signifikan secara
individu (Firdaus 2011). Cara mendeteksi multikoliniersitas adalah dengan
menggunakan Spearman’s Rho Correlation, apabila angka korelasi lebih kecil dari
0.8 maka dapat dikatakan model terbebas dari penyimpangan multikolinearitas.
Atau dapat juga dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Faktor (VIF).
Apabila nilai VIF < 10, berarti tidak terdapat multikoneliaritas (Setiawan dan
Kusrini 2010).

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada korelasi yang tinggi
antar error (ɛ) suatu model. Uji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model
dapat diketahui dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hasil estimasi
statistik dengan nilai Durbin Watson (DW) tabel. Apabila nilai DW berada pada
daerah non-autokorelasi mendekati dua, maka dapat disimpulkan bahwa model
tersebut bebas dari penyimpangan autokorelasi. Berikut tabel distribusi nilai Durbin
Watson (DW):

Tabel 10 Selang statistik Durbin Watson (DW) serta keputusannya


Nilai Durbin Watson (DW) Kesimpulan
Kurang dari 1.10 Ada autokorelasi
1.10 < DW < 1.54 Tidak ada kesimpulan
1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokorelasi
2.46 < DW < 2.90 Tidak ada kesimpulan
Lebih dari 2.91 Ada autokorelasi
Sumber: Firdaus 2004

2. Kriteria Statistika
Pengujian secara stastistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang digunakan dalam penelitian berpengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen. Terdapat beberapa kriteria pengujian secara statistik yang dapat
digunakan, yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan, uji statistik-F dan uji
statistik-t. Uji statistik-F digunakan untuk melihat apakah model penduga yang
digunakan dalam penelitian sudah layak untuk menduga parameter dari fungsi
permintaan ekspor. Uji statistik-t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi
dari masing-masing variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen.

Koefisien Determinasi (R2)


Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang dapat
menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel
30

dependen. Menurut Gujarati (2007), koefisien determinasi merupakan ukuran


deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dan ramalannya. Nilai untuk uji
koefisien determinasi berkisar 0 – 1. Semakin besar koefisien determinasi maka
model semakin baik (Nachrowi dan Usman 2002).

Uji F
Uji F merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independent variabel) yang diuji secara simultan berpengaruh
signifikan atau tidak terhadap variabel tak bebas (Gujarati 2006). Pengujian
dilakukan dengan membandingkan nilai kritis F dengan nilai F-hitung pada
distribusi F yang terdapat pada hasil analisis. Hipotesis pengujian dinyatakan
sebagai berikut:

H0: β1 = β2 = ...= β9 = 0
H1: paling sedikit ada satu β yang tidak sama dengan nol

Jika p-value < α (tolak H0), maka variabel independen yang diuji secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika p-
value > α (terima H0), maka variabel independen yang diuji secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Uji T
Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing
variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai probabilitas T statistik
(t-hitung) dari masing-masing variabel independen dengan memperhatikan tingkat
signifikan (α). Jika Prob. T-stat variabel independen lebih kecil dari taraf nyata
yang ditentukan, maka kesimpulannya adalah variabel independen secara parsial
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Apabila Prob. T-stat variabel
independen lebih besar dari taraf nyata yang ditentukan, maka variabel independen
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Perumusan Model
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan tinjauan pustaka yang telah
dilakukan maka perumusan model permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia di
pasar China adalah sebagai berikut:

1. Persamaan Pulp HS 4703


Pada pengujian model pulp HS 4703 pertama kali ditemukan adanya
penyimpangan multikolinearitas. Penyimpangan ini diakibatkan oleh korelasi
antara variabel independen GDP riil per kapita China dengan variabel jumlah
populasi China memiliki korelasi yang tinggi, yaitu 0.99 (Tabel 11). Penyimpangan
multikolinearitas yang terjadi tersebut dapat dilakukan dengan menghilangkan
salah satu variabel yang memiliki korelasi tinggi tersebut dimana dalam penelitian
ini peneliti menghilangkan variabel populasi di China pada model persamaan pulp
HS 4703.
31

Tabel 11 Korelasi Antar Variabel Independen pada Model Pulp HS 4703


GDP HX4702 HXPULP POPULASI RCA4703 RER
GDP 1.00 0.19 0.80 0.99 -0.53 0.27
HX4702 0.19 1.00 0.22 0.21 -0.39 -0.08
HXPULP 0.80 0.22 1.00 0.82 -0.56 8.14E-05
POPULASI 0.99 0.21 0.82 1.00 -0.58 0.18
RCA4703 -0.53 -0.39 -0.56 -0.58 1.00 0.26
RER 0.27 -0.08 8.14E-05 0.18 0.26 1.00

Perumusan model ekonometrik pulp dan kertas yang digunakan dalam


penelitian ini setelah dilakukan penghilangan variabel populasi terdiri dari variabel
terikat (dependen) berupa volume ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke China dan
lima variabel bebas (independen) yaitu GDP riil per kapita China, nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi, harga ekspor barang itu sendiri (pulp HS 4703), harga
ekspor barang lain (pulp HS 4702), dan nilai indeks RCA komoditas pulp HS 4703
Indonesia ke China. Pada model pulp tidak dimasukkan variabel tarif impor
dikarenakan China tidak mengenakan bea masuk untuk komoditas pulp HS 4703
sehingga model yang digunakan daalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

EXPpulpt = β0 + β1 GDPjt + β2 RERijt + β3 PX4703t + β4 PX4702t + β5 RCApulpt + ɛijt

keterangan:
β0 = Intercept
β1,2,3,..,n = Konstanta masing-masing variabel independen
EXPpulpt = Volume ekspor pulp kode HS 4703 Indonesia ke China pada tahun t (ton)
GDPjt = GDP riil per kapita China pada tahun t (USD)
RERijt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Renminbi pada tahun t (IDR/CNY)
PX4703t = Harga ekspor pulp kode HS 4703 pada tahun t (USD/ton)
PX4702t = Harga ekspor pulp kode HS 4702 pada tahun t (USD/ton)
RCApulpt = Nilai indeks RCA komoditas pulp HS 4703 Indonesia ke China
i = Indonesia
j = China
t = Periode 2001-2018
ɛijt = Error

2. Persamaan Model Kertas HS 4802


Perumusan model ekonometrik kertas HS 4802 sama seperti pada perumusan
model pulp HS 4703 dimana pada pengujian model pertama kali ditemukan
penyimpangan multikolinearitas akibat korelasi yang tinggi antara GDP riil per
kapita dengan populasi. Masalah penyimpangan multikolinearitas tersebut diatasi
dengan menghilangkan variabel populasi dengan begitu perumusan model
ekonometrik kertas HS 4802 adalah sebagai berikut:

EXPkertast = β0 + β1 GDPjt + β2 RERijt + β3 PX4802t + β4 PX4803t + β5 RCAkertast + β6


TMijt + ɛijt
32

keterangan:
β0 = Intercept
β1,2,3,..,n = Konstanta masing-masing variabel independen
EXPKertast = Volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia ke China pada tahun t (ton)
GDPjt = GDP riil per kapita China pada tahun t (USD)
RERijt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Renminbi pada tahun t (IDR/CNY)
PX4802t = Harga ekspor kertas kode HS 4802 pada tahun t (USD/ton)
PX4803t = Harga ekspor kertas tisu kode HS 4803 pada tahun t (USD/ton)
RCApulpt = Nilai indeks RCA komoditas kertas HS 4802 Indonesia ke China
TMijt = Tarif impor komoditas kertas HS 4802 pada tahun t ke China (persen)
i = Indonesia
j = China
t = Periode 2001-2018
ɛijt = Error

Pengaruh independen dalam suatu analisis regresi akan lebih mudah


diinterprestasikan jika dalam bentuk elastisitas. Elastisitas permintaan merupakan
ukuran derajat kepekaan yang menunjukkan perubahan kuantitas permintaan akan
suatu barang akibat adanya perubahan dari faktor-faktor lain pada kurva permintaan
yang sama. Gujarati (2006) menyatakan bahwa elastisitas di dalam sebuah regresi
berganda mengukur elastisitas parsial dari variabel tak bebas (dependent) terhadap
variabel penjelas (independent) yang bersangkutan, dengan mempertahankan
semua variabel lain pada tingkat yang konstan. Elastisitas tersebut dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut:

Yi = α + β2 Xi + ui

∂Y/QY ∂Y X
E= = x
∂X/X ∂X Y

X
= β2 x
Y

keterangan:
b = koefisien regresi
x = nilai rata-rata x
y = nilai rata-rata y

Pada model regresi dengan fungsi regresi semi-log atau ada variabel
independen yang dinyatakan dalam bentuk persen maka elastisitas pada fungsi
persamaan tersebut (Gujarati 2004) adalah sebagai berikut:

Yi = α + β2 lnXi + ui

β2
∂Y = x ∂X
X

∂Y X β2
x =
∂X Y Y
33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perkembangan Determinan Ekonomi dalam Perdagangan


Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China

Perkembangan Volume Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia ke China


Perkembangan volume ekspor pulp Indonesia dengan kode HS 4703 ke China
cenderung berfluktuatif dan memiliki tren meningkat selama periode 2001 sampai
dengan 2018. Hal yang sama juga terjadi pada perkembangan permintaan ekspor
kertas HS 4802 di pasar China. Volume ekspor pulp 4703 Indonesia ke China
berada di titik tertinggi pada tahun 2017, yaitu sebesar 3.15 juta ton. Pada tahun
tersebut, pulp 4703 mengalami kenaikan volume ekspor sebesar 978 ribu ton atau
sebesar 45 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan perkembangan komoditas
kertas HS 4802 selama priode tersebut kertas HS 4802 Indonesia mencapai titik
tertinggi di tahun 2018 dengan jumlah ekspor sebesar 420 ribu ton. Akan tetapi,
kenaikan volume ekspor kertas HS 4802 tertinggi berada di tahun 2017. Pada tahun
2017, kenaikan volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China kurang
lebih sebesar 82 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut diakibatkan oleh
adanya pelarangan impor limbah kertas yang dilakukan oleh China sejak Agustus
2017 dalam rangka memperbaiki isu lingkungan yang terjadi di China. Pelarangan
tersebut membuat pasokan bahan baku industri pulp dan kertas di China berkurang,
dengan begitu terjadi peningkatan jumlah impor pulp dan kertas di China.

3500000

3000000

2500000

2000000

1500000

1000000

500000

Pulp 4703 Kertas 4802

Gambar 8 Perkembangan Volume Ekspor Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802


Indonesia ke China tahun 2001-2018 (ton)
Sumber: ITC
34

Perkembangan Harga Ekspor Pulp (HS 4703) dan Kertas (HS 4802) Indonesia
di Pasar China
Perkembangan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 ke China
secara umum memiliki tren meningkat selama periode 2001 sampai dengan 2018.
Pergerakan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 ke China mengalami
penurunan yang signifikan pada tahun 2009. Penurunan harga ekspor tersebut
merupakan dampak negatif dari krisis ekonomi global yang terjadi pertengahan
tahun 2008 di Amerika Serikat. Krisis ekonomi global tersebut menyebabkan
jumlah permintaan ekspor pulp dan kertas di China menurun, penurunan
permintaan tersebut kemudian diikuti oleh menurunnya harga pulp dan kertas.

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

4703 4802

Gambar 9 Perkembangan Harga Ekspor Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802


Indonesia ke China tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg)
Sumber: ITC (diolah)

Setelah terjadinya penurunan harga ekspor yang signifikan tahun 2009, harga
ekspor pulp HS 4703 kembali ke posisi awal di tahun 2010 yang kemudian
mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2016.
Serupa dengan pergerakan harga ekspor pulp HS 4703, harga ekspor kertas HS
4802 juga mengalami kenaikan di tahun 2010 yang kemudian mengalami
penurunan dan tetap stagnan pada tahun-tahun berikutnya sampai tahun 2016.
Pada tahun 2016, harga ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China kembali
mengalami penurunan. China yang juga diketahui sebagai produsen pulp dan kertas
mengalami kelebihan penawaran pada saat itu, akibatnya China meningkatkan
kegiatan ekspor pulp dan kertas di wilayah Asia, termasuk Indonesia, dari yang
sebelumnya tujuan ekspor terbesar adalah Amerika dan Eropa. Hal tersebut
kemudian menyebabkan harga ekspor pulp dan kertas Indonesia mengalami
penurunan agar dapat bersaing dengan pulp dan kertas China yang lebih murah dan
menghindari kelebihan penawaran (oversupply). Tahun berikutnya pada 2017,
harga pulp dan kertas kembali mengalami peningkatan. Peningkatan telah terjadi
sejak kuarter terakhir tahun 2016. Harga pulp semakin melambung tinggi akibat
adanya pelarangan impor kertas bekas yang berlaku di China sejak Agustus 2017
(CNHPIA 2017).
35

Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia di Pasar China
Kertas tisu merupakan salah satu kebutuhan yang tidak lepas dari kehidupan
di China. China diketahui menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah
konsumsi kertas tisu yang besar selain Eropa Barat dan Amerika Utara. Konsumsi
kertas tisu di China yang paling banyak adalah jenis tisu toilet dan tisu wajah,
sedangkan tisu rumah tangga (household) penggunaannya masih sedikit di China
walaupun di wilayah bagian China yang lebih sejahtera memiliki permintaan yang
tinggi untuk jenis kertas tisu tersebut (He dan Barr 2004). Hal ini dikarenakan
budaya dan kebiasaan China yang menganggap penggunaan tisu rumah tangga
seperti tissue towel dan napkin adalah sesuatu yang boros dan mereka lebih memilih
menggunakan kain yang dapat digunakan kembali.
Selain menjadi negara yang memiliki jumlah konsumsi terbesar, China juga
merupakan produsen terbesar kertas tisu. Hingga akhir 80-an industri kertas tisu di
China masih sangat rendah akibat terisolasi dari teknologi serta tren global dan
terbatas hanya pada beberapa produk saja. Dalam beberapa dekade kemudian
industri kertas tisu di China berubah secara drastis. Berdasarkan data dari RISI, dari
tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, tingkat pertumbuhan konsumsi tisu global
tidak pernah melebihi 4 persen per tahun. Namun, selama periode yang sama,
tingkat pertumbuhan konsumsi kertas tisu di China tidak pernah lebih rendah dari
6.6 persen. Pada tahun 2018 pasar kertas tisu China lebih besar dari Eropa Barat
dan mendekati Amerika bagian Utara. Pasar China mengkonsumsi 22.4 persen dari
total konsumsi kertas tisu dunia sebesar 38.8 juta ton (RISI 2019).

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Gambar 10 Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia ke China
tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg)
Sumber: ITC (diolah)

Seiring dengan pertumbuhan pasar kertas tisu yang sangat cepat, China
National Household Paper Industri Association (CNHPIA) dalam Year in Review
2017 mengatakan bahwa laju pertumbuhan impor kertas tisu yang dilakukan oleh
China juga merupakan yang terbesar dari jenis kertas lainnya, dimana salah satu
pasokan kertas tisu terbesar di China berasal dari Indonesia disamping Jepang dan
Taipei. Pada Gambar 10 dapat dilihat perkembangan harga kertas tisu HS 4803 di
China memiliki pergerakan yang berfluktuatif pada periode 2001 hingga 2018.
36

Selama periode tersebut, harga ekspor tisu mengalami penurunan pada tahun 2002
dan 2003 yang kemudian meningkat kembali sampai tahun 2008. Sama seperti
harga pulp HS 4703 dan kertas HS 4802, harga kertas HS 4803 juga mengalami
penurunan di tahun 2009 akibat dari resesi global (the great recession) yang terjadi
pada saat itu.
Selanjutnya penurunan harga ekspor kertas tisu (HS 4803) Indonesia di pasar
China kembali terjadi di tahun 2013 sampai dengan 2017. Berdasarkan tinjauan
yang dilakukan oleh CNHPIA, pada tahun-tahun tersebut produksi kertas tisu di
China sedang mengalami overcapacity sehingga menyebabkan harga kertas tisu di
China menjadi turun. Ditambah dengan persaingan yang semakin kuat di pasar
China, hal tersebut menyebabkan Indonesia menurunkan harganya untuk
menghindari risiko tidak mendapat keuntungan (risk of unprofitability) di pasar
China.

Perkembangan Harga Ekspor Pulp (HS 4702) Indonesia di Pasar China


Pulp HS 4702 merupakan jenis dissolving wood pulp yang biasa digunakan
untuk produksi rayon sebagai bahan baku tekstil. Hasil dari HTI Pulp menghasilkan
dua jenis serat, yaitu serat panjang dan serta pendek. Serat panjang ditujukan untuk
produksi dissolving wood pulp sedangkan pulp kertas dapat diproduksi
menggunakan serat pendek dan juga serat panjang. Perbedaan dari keduanya yaitu,
serat yang berada pada kertas biasanya dapat didaur ulang sedangkan serat pada
dissolving wood pulp tidak dapat didaur ulang kembali.
China merupakan negara dengan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang
besar. Tekstil menjadi salah satu industri paling penting di China, bahkan industri
tekstil memiliki peran yang besar di dunia. Perkembangan industri tekstil tersebut
berdampak kepada peningkatan produksi serta konsumsi dissolving wood pulp.
China merupakan konsumen terbesar dan produsen terbesar kedua untuk pulp jenis
tersebut. konsumen sekaligus produsen terbesar pulp jenis dissolving wood pulp. Di
China biasanya menggunakan dua jenis bahan baku untuk tekstil, yaitu cotton linter
pulp (CLP) dan dissolving wood pulp (DWP). Produksi CLP biasanya diproduksi
oleh manufaktur khusus tekstil di China sedangkan DWP dapat menggunakan
mesin yang sama dengan produksi pulp untuk kertas (Liu et al. 2016). Akan tetapi
produksi pulp jenis ini di China sangat rendah, pada tahun 2014 utilisasi kapasitas
yang terpakai hanya 29.13%. Produksi yang rendah akibat dari biaya bahan baku
yang mahal serta harga pasar yang lebih rendah membuat China mengalihkan
produksinya ke othe pulp/fibre products dan mengurangi produksi untuk dissolving
pulp (Shen et al 2014 dalam Liu et al. 2016). Kebutuhan yang banyak dan pasokan
domestik yang sedikit membuat China perlu melakukan impor untuk memenuhi
kebutuhannya. Indonesia diketahui menjadi salah satu pemasok terbesar ke China
disamping menjadi pemasok terbesar pulp HS 4703.
Perkembangan harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia di pasar China dapat
dilihat pada Gambar 11 yang menunjukkan pergerakan yang berfluktuatif. Harga
yang menunjukkan nilai 0 mengindikasikana bahwa pada tahun tersebut tidak
terjadi atau terjadi kegiatan ekspor dalam jumlah yang sangat sedikit untuk
komoditas tersebut dari Indonesia ke China. Pola grafik harga ekspor pulp HS 4702
di China memiliki pola yang serupa dengan pergerakan grafik harga ekspor kertas
tisu HS 4803 Indonesia ke China. Dapat dilihat pada Gambar 11, kenaikan harga
terjadi pada tahun 2003 sampai dengan 2007 yang kemudian harganya turun di
37

tahun 2009 akibat dari krisis ekonomi global. Pergerakan selanjutnya harga ekspor
kembali ke harga semula sebelum resesi global yang kemudian turun kembali pada
tahun 2015 dan 2017. Penurunan tersebut dikarenakan ekonomi China yang
melambat serta adanya perbedaan antara softwood dan hardwood kraft pulps.

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Gambar 11 Perkembangan Harga Ekspor Pulp HS 4702 Indonesia ke China tahun


2001-2018 (dalam USD/Kg)
Sumber: ITC (diolah)

Perkembangan Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Reminbi


Nilai tukar riil Indonesia terhadap China mengalami pergerakan yang
berfluktuatif namun tren yang dimiliki cenderung stabil. Sejak 2001 pergerakan
nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi menunjukkan penurunan, Indonesia
mencapai level terendahnya pada tahun 2006 dengan nilai tukar sebesar Rp 1 300
per Renminbi. Penurunan nilai tukar riil ini terjadi karena China melakukan pegged
mata uang renminbi terhadap dolar Amerika antara tahun 1994 sampai dengan
pertengahan 2005 pada angka 8.28 Renminbi per satu Dolar Amerika. Selanjutnya
pada 21 Juli 2005, China mengumumkan nilai tukar renminbi menjadi “adjustabel,
based on market supply and demand with reference to exchange rate movements of
currencies in a basket”. Nilai tukar renminbi disesuaikan terhadap dolar Amerika
menjadi 8.11 renminbi per satu dolar Amerika (Zulfiandri 2012). Hal tersebut
menunjukkan bahwa terjadi apresiasi nilai tukar renminbi sebesar 2.1 persen yang
mengindikasikan bahwa harga di China menjadi lebih murah sehingga nilai tukar
riil rupiah terhadap renminbi menjadi turun.
38

2500
2000
1500
1000
500
0

Gambar 12 Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia terhadap China tahun 2001-
2018
Sumber: World Bank (diolah)

Nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi mengalami peningkatan sampai


dengan tahun 2009 dan kembali turun pada tahun 2010. Hal ini tidak terlepas dari
kebijakan China yang mengalami penyesuaian nilai tukar setelah Juli 2005, dimana
nilai tukar renminbi dibiarkan mengambang namun tetap terkontrol (managed
floating exchange rate) sampai dengan pertengahan 2008 dan kembali lagi pada
fixed exchange rate system hingga Juni 2010 (Zulfiandri 2012).
Pergerakan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi mencapai pada level
tertinggi di tahun 2015 selama periode 2001 sampai dengan 2018. Pada Agustus
2015, China melakukan devaluasi mata uangnya yang menyebabkan mata uang
China melemah (depresiasi) selama tiga hari. Pelemahan ini dilatarbelakangi oleh
pertumbuhan ekonomi China yang mengalami perlambatan, ditandai dengan
jatuhnya harga saham serta menurunnya kinerja ekspor. Sebelumnya diketahui
pertumbuhan ekspor China telah mengalami penurunan selama sepuluh tahun
terakhir dan pada Juli 2015 produk ekspor China turun sebesar 8.3 persen (yoy)
(LPS 2015). Dapat dilihat pada Gambar 12, nilai tukar riil rupiah terhadap China
mengalami kenaikan yang mengindikasikan bahwa harga barang-barang di China
menjadi lebih murah dan harga Indonesia menjadi mahal sehingga permintaan
ekspor China mengalami penurunan. Adanya kebijakan devaluasi tersebut
menyebabkan harga produk impor yang berasal dari Indonesia menjadi mahal di
China. Dengan begitu harga barang-barang di China menjadi lebih murah, dapat
dilihat pada Gambar 12 di tahun selanjutnya nilai tukar riil rupiah terhadap China
mengalami penurunan.

Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) Riil per Kapita China


China merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Strategi pembangunan ekonomi China yang sukses selama masa reformasi hingga
sekarang berhasil menjadikan China sebagai negara perekonomian terbesar
berpenghasilan menengah keatas (upper middle income). Reformasi ekonomi yang
terjadi di China mendorong peningkatan output dan sumber daya sebagai investasi
tambahan dalam perekonomian China menuju efisiensi ekonomi yang lebih tinggi
dan menyebabkan peningkatan GDP China. Dapat dilihat pada Gambar 13 dimana
perkembangan GDP riil per kapita China selama periode 2001 sampai dengan 2018
mengalami pertumbuhan positif, yang artinya GDP riil China juga mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
39

9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Gambar 13 Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) Riil per Kapita China
tahun 2001-2018 (constant USD 2010)
Sumber: World Bank

Perkembangan Kebijakan Tarif Impor terhadap Pulp dan Kertas di China


Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan China diketahui telah
berlangsung sejak 1950-an yang kemudian saat ini berkembang melalui kerangka
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Sebelum adanya kerjasama
ACFTA, kebijakan tarif impor yang diberlakukan China pada produk pulp dan
kertas menggunakan tarif Most Favoured Nation (MFN) yang berlaku untuk
seluruh negara yang tidak memiliki kerjasama. Adanya kerjasama antara ASEAN
dengan China ini memiliki tujuan untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan
perdagangan baik tarif maupun non-tarif dalam meningkatkan aliran perdagangan
antar negara anggota ACFTA. Dalam kerangka perjanjian ACFTA, negara-negara
anggota ACFTA saling memberikan preferential treatment di sektor barang, jasa,
dan investasi. Pada sektor barang, preferential treatment yang menjadi komponen
utamanya adalah prefential tariff. Dengan adanya preferential tariff ini, tarif impor
yang digunakan menjadi lebih rendah dari tarif most favored nation (MFN) yang
diberlakukan terhadap produk impor dari negara-negara diluar skema FTA.
Preferential tariff dalam skema perdagangan ACFTA ditetapkan atas dasar
urutan kategori produk yang paling siap diliberalisasikan terlebih dahulu (Setiawan
2012). Kategori Early Harvest Package (EHP) adalah kategori produk yang paling
cepat diliberalisasikan, kemudian diikuti oleh kategori produk Normal Track (NT).
Pada kategori produk Normal Track (NT), tahap terakhir jadwal penurunan tarif
menjadi 0% dijadwalkan pada tahun 2010 (NT 1) yang kemudian untuk beberapa
komoditas mundur selama dua tahun sampai tahun 2012 (NT 2). Kategori yang
paling akhir untuk diliberalisasikan adalah kategori Sensitive Track (ST). Pada
kategori ST, produk-produknya terbagi kedalam tiga sub-kategori, yaitu kategori
Sensitive List (SL), kategori Highly Sensitive List (HSL), dan kategori General
Exclusion List (GEL).
Berdasarkan ACFTA Tariff Reduction Schedule-China yang dikeluarkan oleh
Ditjen PPI (Perundingan Perdagangan Internasional) Kementerian Perdagangan,
China tidak memberlakukan tarif impor untuk produk pulp 4703, sedangkan untuk
produk kertas China memberlakukan tarif impor yang tergolong kedalam kategori
Sensitive Track (ST). Kertas HS 4802 memiliki 13 subheading enam digit, dimana
40

4 dari 13 merupakan kertas yang termasuk kedalam kategori Highly Sensitive List
(HSL) dan sisanya masuk kedalam kategori Sensitive List (SL). Berdasarkan data
dari World Trade Organization (WTO) dan Ditjen PPI Kemendag, tarif pada kertas
HS 4802 selama periode 2001 sampai dengan 2018 telah turun dari tarif rata-rata
sebesar 12 persen pada tahun 2001 menjadi 5.5 persen di tahun 2018.

Analisis Daya Saing Komoditas Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802 Indonesia
dan Empat Negara Pesaing Terbesar di Pasar China

Analisis Daya Saing Komoditas Pulp HS 4703 Indonesia di Pasar China


Analisis daya saing pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 di pasar China diukur
menggunakan pendekatan Revealed Comparative Advantage (RCA). Hasil indeks
RCA itu sendiri diketahui dapat menunjukkan keunggulan komparatif antara
pangsa pasar ekspor komoditas dari suatu negara terhadap pangsa pasar komoditas
yang sama dari seluruh dunia. Apabila hasil indeks RCA suatu komoditas dari suatu
negara memiliki nilai lebih dari satu, maka negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif atas komoditas tersebut di pasar yang dituju. Semakin tinggi nilai RCA
yang dimiliki suatu negara atas suatu komoditas, maka semakin kuat daya saing
komoditas tersebut di pasar yang dituju, sehingga untuk mempertahankan posisi
tersebut negara yang bersangkutan disarankan untuk mengembangkan
komoditasnya melalui spesialisasi. Sebaliknya, apabila hasilnya lebih kecil dari
satu maka keunggulan komparatif suatu negara atas komoditas tersebut rendah atau
berada di bawah rata-rata dunia, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
daya saingnya.

Tabel 12 Nilai Rata-Rata RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir Utama di
Pasar China Periode 2001-2018
Amerika
Indonesia Brazil Chile Kanada
Serikat
Nilai Rata-
11.63 7.62 15.04 17.49 1.40
rata RCA

Daya saing Indonesia untuk komoditas pulp HS 4703 selama periode 2001
sampai dengan 2018 memiliki rata-rata indeks RCA lebih dari 1. Hal yang sama
juga dimiliki oleh empat negara eksportir terbesar pulp HS 4703 di China selain
Indonesia, yaitu Brazil, Chile, Kanada, dan Amerika Serikat. Selama periode 2001
sampai dengan 2018, nilai RCA komoditas pulp 4703 di pasar China tertinggi
dimiliki oleh Kanada dengan rata-rata nilai RCA sebesar 17.49 yang diikuti oleh
Chile di posisi kedua dengan nilai rata-rata RCA sebesar 15.05. Di posisi
selanjutnya ada Indonesia dengan rata-rata nilai RCA sebesar 11.63 yang kemudian
diikuti oleh Brazil dan Amerika Serikat dengan nilai rata-rata RCA masing-masing
sebesar 7.62 dan 1.40 (Tabel 12). Posisi pulp HS 4703 Indonesia yang masih berada
dibawah Kanada dan Chile menunjukkan bahwa Kanada dan Chile memiliki
keunggulan komparatif yang lebih kuat untuk komoditas pulp 4703 di pasar China
dibandingkan dengan Indonesia dan kedua negara lainnya.
41

Indonesia Brazil Chile Canada US


35
30
25
20
15
10
5
0

Gambar 14 Perkembangan Nilai RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir Utama
di Pasar China Periode 2001-2018

Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa perkembangan nilai RCA Kanada,


Chile, Indonesia dan Brazil di pasar China sama-sama mengalami fluktuasi dengan
tren yang menurun, sedangkan nilai RCA Amerika Serikat di pasar China
mengalami peningkatan dan cenderung stagnan. Grafik yang menunjukkan
penurunan tersebut mengindikasikan bahwa spesialisasi produk pulp HS 4703 di
pasar China mengalami penurunan terhadap total nilai ekspor suatu negara di pasar
China. Jika melihat pada grafik, grafik nilai RCA Indonesia berada di atas Brazil
padahal jika berdasarkan nilai ekspor pulp HS 4703 Brazil memiliki nilai ekspor
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia (Lampiran 1). Walaupun begitu,
proporsi nilai ekspor komoditas pulp HS 4703 Brazil terhadap total nilai ekspor
Brazil ke China masih rendah sehingga menyebabkan nilai RCA yang rendah juga.
Berbeda dengan Indonesia, walaupun nilai ekspor komoditas pulp Indonesia lebih
rendah daripada Brazil, akan tetapi hal tersebut juga diiringi oleh nilai total ekspor
Indonesia ke pasar China yang juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
Brazil, dengan begitu akan dihasilkan proporsi nilai ekspor komoditas pulp HS
4703 terhadap nilai total ekspor Indonesia ke China yang cukup besar. Hal ini
memiiki arti bahwa pulp HS 4703 menjadi komoditas unggulan bagi Indonesia
dalam melakukan ekspor ke pasar China.
Secara keseluruhan persaingan pulp sampai saat ini masih didominasi oleh
pulp Kanada mengingat Kanada sejak dahulu telah menguasai pasar pulp dunia
karena faktor luas hutan dan produktivitasnya yang tinggi. Selain itu, pembangunan
pabrik baru atau “greenfield projects” di negara-negara barat (Kanada, Amerika
Serikat, Finland, Sweden) selama lebih dari satu dekade sudah tidak dilakukan lagi,
negara-negara tersebut lebih memilih untuk memproduksi dengan menggunakan
pabrik yang sudah ada sehingga meningkatkan efisiensi biaya dan daya saing pada
industri pulp di Kanada (Borjesson dan Ahlgren 2015). Dapat dilihat pada Tabel 13
berikut, Kanada memiliki daya saing komparatif dari sisi produksi jika
dibandingkan dengan Indonesia dan negara lainnya.
42

Tabel 13 Produksi Wood Pulp Dunia tahun 2013-2017


Produksi Wood Pulp (1000 ton)
2013 2014 2015 2016 2017
Dunia 173 354 177 227 177 433 181 271 183 988
Canada 18 053 17 277 17 180 17 037 16 839
USA 49 055 50 107 49 368 49 534 46 520
Brazil 15 492 16 845 17 813 19 409 20 187
Chile 5 157 5 209 5 117 5 145 5 193
China 10 445 10 974 11 014 11 781 12 199
Indonesia 6 677 6 677 6 677 6 677 7 677
Jepang 8 841 9 066 8 875 8 809 8 921
Finland 10 520 10 471 10 450 10 920 10 840
Rusia 7 200 7 703 8 074 8 352 8 547
Sweden 11 725 11 531 11 622 11 579 12 152
Sumber: FAO Yearbook Forest Products 2017

Selanjutnya, negara Amerika Selatan yang menjadi pesaing Indonesia di


pasar China untuk komoditas pulp adalah Brazil dan Chile. Kedua negara tersebut
merupakan negara dengan produktivitas industri pulp yang tinggi dan berorientasi
kepada ekspor. Brazil mengalami pertumbuhan industri seiring dengan berdirinya
institusi teknologi dan pendidikan yang kemudian didukung oleh peran pemerintah
serta pelaku industri dalam mengadopsi teknologi baru dan eksplorasi terhadap
potensi tanaman eukaliptus sebagai sebuah strategi untuk mengejar ketinggalan
yang diadopsi industri pulp dan kertas disana sejak awal. Berbeda dengan Brazil,
pengembangan teknologi industri di Chile belum banyak terjadi sehingga Chile
lebih mengutamakan untuk berinvestasi pada keunggulan komparatifnya seperti
ketersediaan bahan baku dan biaya tenaga kerja yang rendah serta membangun
pengetahuan lokal mengenai bisnis lingkungan (Lima-Toivanen 2012).
Masalah yang dihadapi Indonesia dalam persaingan komoditas pulp salah
satunya terkait pada permasalahan produktivitas penanaman bahan baku pulp yang
masih rendah. Pengembangan HTI pulp yang mengalami peningkatan pada
kenyataannya tidak diiringi dengan kecepatan laju realisasi penanaman bahan baku
pulp yang diketahui sampai tahun 2018 realisasi pengembangan HTI kayu serat
pulp masih berada di angka 3.8 juta hektar dari alokasi luas HTI yang tersedia
sebesar 10.79 ha (Kemenperin 2018). Permasalahan utama dari laju realisasi
penanaman bahan baku yang lambat ini dikarenakan adanya sengketa lahan dengan
masyarakat terutama pada hutan adat (Kementerian Kehutanan 2014).
Penyebab lain yang mengakibatkan daya saing pulp Indonesia rendah dapat
dilihat dari sisi biaya produksi, walaupun produksi pulp Indonesia memiliki daya
saing biaya yang baik akan tetapi harga bahan baku kayu di Indonesia saat ini lebih
mahal jika dibandingkan dengan Brazil dan Chile1. Biaya gas yang semakin mahal2
juga menyebabkan daya saing pulp Indonesia lebih rendah jika dibandingkan
dengan Chile dari sisi biaya.
1
[PWC] PricewaterhouseCoopers LLP. Opportunities for Indonesian Paper Exporters in Europe: Trends,
Markets and the Environment. 2nd High Level Dialogue, 20 March 2012.
2
Indonesia Investment. 2017. Pulp and Paper Industry Indonesia Challenges and Opportunities [diunduh pada
23 Juli 2020]. Tersedia pada: https://www.indonesia-investments.com/id/news/todays-headlines/pulp-and-
paperindustry- indonesia-challenges-and-opportunities/item7738
43

Analisis Daya Saing Komoditas Kertas HS 4802 Indonesia di Pasar China


Persaingan di pasar China untuk komoditas kertas HS 4802 didominasi oleh
Indonesia, Jepang, Thailand, Sweden, dan Amerika Serikat. Berdasarkan Tabel 14,
hampir seluruh negara eksportir utama di pasar China memiliki nilai rata-rata lebih
dari satu, hal tersebut menunjukkan bahwa negara-negara tersebut memiliki daya
saing yang kuat untuk komoditas kertas HS 4802 di pasar China. Namun, Amerika
Serikat merupakan negara dari lima negara yang memiliki nilai ekspor komoditas
kertas 4802 terbesar ke China yang memiliki nilai rata-rata RCA kurang dari satu.
Nilai rata-rata RCA kurang dari satu ini menunjukkan bahwa produk kertas HS
4802 Amerika Serikat memiliki daya saing komparatif yang rendah di pasar China
dibandingkan dengan negara lainnya.

Tabel 14 Nilai Rata-Rata RCA Kertas HS 4802 Lima Negara Eksportir Utama di
Pasar China Periode 2001-2018
Amerika
Indonesia Jepang Thailand Sweden
Serikat
Nilai Rata-
22.83 1.33 4.18 3.30 0.58
rata RCA

Kemudian dapat dilihat pada Gambar 15 bahwa posisi daya saing Indonesia
untuk komoditas kertas HS 4802 selama periode 2001 sampai dengan 2018
memiliki perkembangan nilai RCA tertinggi diantara negara-negara eksportir
utama lainnya di pasar China dengan nilai RCA Indonesia selama periode tersebut
untuk komoditas kertas HS 4802 mengalami fluktuasi dengan tren meningkat.
Sedangkan perkembangan nilai RCA komoditas kertas HS 4802 negara Jepang,
Thailand, Sweden, dan Amerika Serikat mengalami pergerakan yang lebih sedikit
dan cenderung meningkat untuk negara Thailand dan Sweden.
Indonesia Jepang Thailand Sweden US
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Gambar 15 Perkembangan Nilai RCA Kertas HS 4802 Lima Negara Eksportir


Utama di Pasar China Periode 2001-2018

Nilai RCA Indonesia yang tinggi dikarenakan pangsa nilai ekspor komoditas
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sangat besar. Nilai RCA Indonesia
mencapai nilai tertingginya pada tahun 2015, dimana Indonesia berhasil
44

meningkatkan nilai ekspornya dari 69 juta USD pada tahun sebelumnya menjadi
121 juta USD pada 2015. Kemudian selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2017-
2018 pangsa nilai ekspor Indonesia mencapai kurang lebih setengah dari dari total
nilai ekspor dunia yang melakukan ekspor komoditas kertas HS 4802 ke China.
Dengan pangsa nilai ekspor yang besar tersebut komoditas kertas HS 4802
Indonesia dapat dikatakan memiliki daya saing komparatif yang sangat kuat di
pasar China. Daya saing komparatif yang tinggi dikarenakan potensi luas hutan
yang dimiliki oleh Indonesia. Walaupun luas hutan Amerika Serikat lebih besar
dibandingkan dengan Indonesia, akan tetapi proporsi ekspor kertas HS 4802 dengan
total komoditas yang diekspor oleh Amerika ke China sangat kecil sehingga
menyebabkan RCA indeks yang dimiliki juga kecil.
Alasan lain yang menjadi penyebab Indonesia memiliki daya saing yang
tinggi dapat disebabkan oleh harga kertas Indonesia yang lebih murah dibandingkan
dengan harga keempat negara pesaingnya (Lampiran 2). Harga Indonesia yang
lebih rendah dikarenakan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam biaya
produksi yang rendah. Berdasarkan hasil riset Research Information Systems Inc.
(RISI) pada kuartal IV tahun 2005 biaya produksi bahan baku kertas Indonesia,
yaitu pulp serat pendek relatif lebih murah dimana cash cost Indonesia sebesar
US$ 184 sedangkan di Amerika Serikat kurang lebih US$ 385, Brazil sekitar
US$ 120, dan negara-negara Scandinavia kurang lebih sebesar US$ 400 pada tahun
yang sama (DJIAK 2009; Lang 2008). Selain itu, daya saing kertas Indonesia yang
lebih tinggi jika dibandingkan negara di Asia terutama Jepang disebabkan oleh
kualitas kertas Indonesia memiliki kualitas yang lebih bagus serta kertas yang
dihasilkan juga putih dan bersih berbeda dengan produk kertas Jepang yang lebih
mahal dan kertas yang dihasilkan berwarna putih tetapi sedikit kekuningan (Annisa
2017).

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor Pulp


(HS 4703) Indonesia di Pasar China

Pengujian Kesesuaian Model Pulp HS 4703

Model permintaan ekspor pulp dengan kode HS 4703 di pasar China


dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Model yang
telah ditentukan pada metode penelitian kemudian diolah dengan menggunakan
Eviews 9. Pengujian model dilakukan dengan menggunakan uji asumsi klasik dan
uji statistik yang selanjutnya dianalisis berdasarkan kriteria ekonominya (variabel
independen dalam model). Uji asumsi klasik terdiri dari uji autokorelasi, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Uji statistik terdiri dari
uji koefisien determinasi (R2), uji F, dan uji T. Hasil estimasi model dapat dilihat
pada Tabel 15 dengan persamaan sebagai berikut:

Volume Ekspor HS 4703 = -557 979.2 + 448.03GDPt – 274.81RERt – 667


875.4HXPulpt + 74 366.24HX4702t + 71
568.16RCAPulpt + ɛ
45

Tabel 15 Hasil Estimasi Model Pulp HS 4703


Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -557 979.2 602 452.6 -0.93 0.373***
GDP 448.03 52.89 8.47 0.000*
RER -274.81 306.15 -0.89 0.387***
HXPULP -667 875.4 990 255.1 -0.67 0.512***
HX4702 74 366.24 157 215.1 0.47 0.644***
RCA4703 71 568.16 20 867.92 3.43 0.005*
R-squared 0.941360
Adjusted R-squared 0.916927
F-statistic 38.52801
Prob(F-statistic) 0.000001
*signifikan pada taraf 1 persen
** signifikan pada taraf 5 persen
*** signifikan pada taraf 10 persen

Uji Asumsi Klasik


1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada model pulp HS 4703 dilakukan untuk melihat apakah
residual yang diperoleh dari model regresi terdistribusi secara normal atau tidak.
Pengujian dilakukan dengan melihat nilai probabilitas yang dihasilkan melalui
melalui Jarque-Bera Test. Apabila hasil pengujian model menunjukkan nilai
Prob. Jarque-Bera hitung lebih besar dari taraf nyata (α) 5 persen atau 0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa residual pada model terdistribusi secara normal. Hasil
pengujian pada model pulp HS 4703 menunjukkan hasil Prob. Jarque-Bera
sebesar 0.97. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Prob. Jarque-Bera lebih
besar dari taraf nyata 5 persen atau lebih besar dari 0.05. Artinya, residual yang
terdapat pada model terdistribusi secara normal dan telah memenuhi asumsi
klasik normalitas. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 16.
8
Series: Residuals
7 Sample 2001 2018
Observations 18
6
Mean 1.62e-10
5 Median 23414.14
Maximum 395470.3
4 Minimum -299272.5
Std. Dev. 172532.4
3 Skewness 0.029141
Kurtosis 3.225300
2

Jarque-Bera 0.040618
1
Probability 0.979896
0
-199999 1 200001 400001

Gambar 16 Hasil Uji Normalitas Model Pulp HS 4703

2. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas digunakan untuk meilhat hubungan linear
antara variabel independen di dalam model. Uji asumsi klasik mensyaratkan
46

bahwa regresi OLS harus terbebas dari multikolinearitas atau terbebas dari
kondisi dimana variabel independen saling berhubungan. Pengujian
moltikolinearitas pada model dapat dilihat melalui Variance Inflation Faktors
(VIFs). Hasil perhitungan VIF pada seluruh variabel yang terdapat pada model
regresi pulp HS 4703 menunjukkan nilai VIF tidak lebih besar dari 10 yang
berarti model regresi tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi klasik
multikolineritas. Hasil uji multikolinearitas model regresi pulp HS 4703 dapat
dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Pulp HS 4703
Variabel Nilai VIF
C NA
GDP 4.096225
RER 1.589026
HX4702 1.182656
HXPULP 3.305007
RCA4703 2.076606

3. Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi klasik autokorelasi pada model regresi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey atau dapat disebut juga dengan uji
Lagrange-Multiplier (LM test). Apabila nilai Prob. F-Statistic lebih besar dari
taraf nyata 5 persen (0.05) maka tidak terjadi masalah autokorelasi. Pada model
regresi pulp HS 4703 didapatkan hasil Prob. F-Statistic lebih besar dari 0.05
yaitu nilainya sebesar 0.053. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
masalah autokorelasi pada model regresi tersebut. Hasil uji autokorelasi pada
model pulp HS 4703 dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Pulp HS 4703
F-statistic 2.423563 Prob. F(2,10) 0.1386
Obs*R-squared 5.876441 Prob. Chi-Square(2) 0.0530

4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan menggunakan
Breusch Pagan-Godfrey Test. Penyimpangan heteroskedastisitas merupakan
kondisi dimana varian dari nilai residual tidak konstan untuk semua pengamatan
pada model regresi. Ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dapat
dilihat melalui nilai Prob. F-statistic (F-hitung). Apabila nilai Prob. F-statistic
lebih besar dari taraf nyata 5 persen (0.05) maka tidak terjadi heteroskedastisitas
pada variabel yang digunakan. Pada hasil perhitungan dengan menggunakan
metode Breusch Pagan-Godfrey Test didapatkan nilai Prob. F-statistic lebih
besar dari taraf nyata 5 persen (0.05), yaitu sebesar 0.11. Artinya, model regresi
pulp HS 4703 tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisitas dan telah
memenuhi asumsi klasik heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas pada
model pulp HS 4703 dapat dilihat pada Tabel 18.
47

Tabel 18 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas pada Model Pulp HS 4703
F-statistic 2.253585 Prob. F(5,12) 0.1155
Obs*R-squared 8.716835 Prob. Chi-Square(5) 0.1209
Scaled explained SS 4.310572 Prob. Chi-Square(5) 0.5056

Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 15, koefisien
determinasi (R2) memiliki nilai sebesar 0.941360. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa 94.13 persen keragaman variabel dependen atau volume ekspor pulp HS
4703 ke China dapat dijelaskan secara linear oleh variabel independen di dalam
model. Sedangkan 5.87 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.

2. Uji F
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 15 ditunjukkan
nilai Prob. F-statistic sebesar 0.000001. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai
Prob. F-statistic lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen di
dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas (dependen).

3. Uji T
Berdasarkan uji parsial dengan menggunakan uji T pada taraf nyata 5
persen (0.05), didapatkan hasil yaitu dua dari lima variabel independen yang
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap volume ekspor pulp HS 4703 ke
China. Variabel-variabel independen yang berpengaruh signifikan ditunjukkan
melalui nilai Prob. t-Statistic yang lebih kecil dari taraf nyata satu persen (0.01),
lima persen (0.05) atau sepuluh persen (0.1). Variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan tersebut adalah GDP riil per kapita negara China
dan posisi daya saing Indonesia yang digambarkan melalui nilai RCA
(RCA4703). Sedangkan variabel independen lainnya, yakni nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi (RER), harga ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China
(HXpulp), dan harga ekspor pulp HS 4702 berpengaruh tidak signifikan terhadap
volume ekspor pulp Indonesia di pasar China.

GDP Riil per kapita China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel GDP riil per
kapita negara China sebesar 0.000. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 1
persen (0.01) yang menunjukkan bahwa GDP riil per kapita negara China
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap permintaan ekspor pulp HS 4703
di pasar China pada taraf nyata 1 persen.
Koefisien variabel GDP riil per kapita negara China memiliki nilai sebesar
448.03. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa GDP riil per kapita negara China
memiliki hubungan positif dengan volume permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China. Interprestasinya adalah apabila GDP riil per kapita China
mengalami peningkatan sebesar 1 USD maka permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China akan mengalami peningkatan sebesar 448.03, cateris
48

paribus. Hasil penelitian didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang


dilakukan oleh Mashari (2019), Riyani et al. (2018), dan Morosari (2018) yang
menemukan bahwa GDP riil negara tujuan berpengaruh positif signifikan terhadap
permintaan ekspor suatu komoditas. Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis awal
penelitian yang menyatakan bahwa hubungan antara GDP riil per kapita China
dengan permintaan ekspor pulp HS 4703 bernilai positif. Hal ini didasarkan pada
pernyataan Lipsey (1995) yang mengatakan bahwa kenaikan pendapatan suatu
negara akan meningkatkan permintaan akan suatu komoditas.
Peningkatan permintaan ekspor pulp di China didorong oleh kegiatan
ekonomi yang dapat digambarkan melalui nilai GDP per kapita. Studi penelitian
yang dilakukan Forstall dalam USITC (2006) menyatakan bahwa konsumsi kertas
per kapita di negara yang telah berkembang pada umumnya lebih tinggi daripada di
negara yang sedang berkembang. Dengan begitu, permintaan kertas yang
meningkat juga akan meningkatkan permintaan pulp. Dalam penelitian ini
pertumbuhan GDP riil per kapita China mengalami kenaikan positif yang
signifikan, ditambah dengan permintaan kertas di China yang juga mengalami
pertumbuhan tentunya hal tersebut akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor
bahan baku produksi kertas, yakni permintaan ekspor pulp HS 4703 di China. Hal
tersebut didukung oleh penelitian Li et al. (2002) dalam penelitiannya mengenai
transisi ekonomi dan permintaan terhadap industri kertas (paper and paperboard)
di China yang menyatakan bahwa selama ekonomi terus mengalami pertumbuhan
maka permintaan juga akan terus tumbuh.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas GDP riil per
kapita China terhadap permintaan ekpor sebesar 1.27. Hal tersebut menunjukkan
bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China responsif terhadap GDP riil per
kapita China dan bersifat elastis. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi
peningkatan GDP riil per kapita China sebesar satu persen maka permintaan ekspor
pulp HS 4703 Indonesia di China akan meningkat sebesar 1.27 persen.

Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Renminbi


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi sebesar 0.387. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata
10 persen (0.1) yang menunjukkan bahwa secara statistik nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi berpengaruh tidak signifikan terhadap permintaan ekspor pulp
HS 4703 di pasar China pada taraf nyata 10 persen.
Koefisien variabel nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi memiliki nilai
sebesar -274.81. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa nilai tukar riil memiliki
hubungan negatif dengan volume permintaan ekspor pulp HS 4703 Indonesia di
pasar China. Interprestasinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi atau rupiah mengalami apresiasi sebesar 1 Rupiah maka
permintaan ekspor pulp HS 4703 Indonesia di pasar China akan mengalami
penurunan sebesar 274.81 ton, cateris paribus.
Hasil penelitian pada variabel nilai tukar riil sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa hubungan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi bernilai
negatif dengan permintaan volume ekspor pulp HS 4703 di China. Pada hipotesis
disebutkan bahwa apabila terjadi penguatan nilai tukar rupiah terhadap renminbi
akan menyabkan permintaan ekspor menurun. Hasil tersebut sesuai dengan teori
49

ekonomi dalam pernyataan Krugman dan Obstfeld (2009) didukung oleh studi
teoritis lainnya Ethier (1973); Clark (1973); Baron (1976); Cushman (1986); Peree
dan Steinherr (1989); et cetera dalam Baum et al. (2000) yang menyatakan bahwa
pada saat mata uang domestik terapresiasi terhadap mata uang luar negeri, maka
komoditas ekspor cenderung lebih mahal dibandingkan dengan komoditas impor
dari luar negeri. Harga relatif komoditas ekspor yang mahal tersebut akan
menurunkan daya saing komoditas tersebut dan menurunkan permintaan ekspor
oleh negara pengimpor.
Penelitian dengan hasil serupa, nilai tukar riil berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap permintaan volume ekpor suatu komoditas, ditemukan didalam
penelitian Azizah dan Beik (2015) pada ekspor Indonesia ke negara-negara OIC
dan Hujala (2013) pada perdagangan recovered paper sebagai pengganti pulp
sedangkan pada perdagangan bleached softwood kraft pulp memiliki hasil positif
tidak signifikan. Wang dan Barrett (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis
pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan Taiwan dengan Amerika Serikat
menyatakan ada beberapa alasan mengapa nilai tukar memiliki pengaruh yang kecil
dan tidak signifikan terhadap suatu kegiatan ekspor. Salah satu alasannya adalah
adanya hubungan bisnis jangka panjang antara negara yang bersangkutan dengan
negara mitra yang dapat mengeliminasi risiko dari perubahan nilai tukar. Selain itu,
nilai tukar yang berpengaruh tidak signifikan tersebut dapat diakibatkan oleh nilai
tukar yang relatif stabil (Azizah dan Beik 2015). Pada penelitian ini ada hubungan
jangka panjang yang terjadi antara Indonesia dengan China dimana China
membutuhkan pasokan pulp HS 4703 sebagai bahan baku bagi industri kertas di
China, didukung oleh harga produksi yang rendah di Indonesia menyebabkan
Indonesia menjadi salah satu negara pemasok utama di China. Hubungan tersebut
kemudian berlanjut kedalam sebuah Free Trade Agreement antara negara-negara
ASEAN dengan China (ACFTA) yang bertujuan untuk mengurangi hambatan
perdagangan yang terjadi antar negara-negara tersebut. Dapat dilihat juga pada
Gambar 12 dimana pergerakan nilai tukar rupiah terhadap China cenderung stabil
dengan sedikit fluktuasi, sesuai dengan pernyataan Azizah dan Beik (2015).
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi terhadap permintaan ekpor sebesar -0.27. Hal tersebut
menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China kurang responsif
terhadap perubahan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi dan bersifat inelastis.
Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi sebesar satu persen maka permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di China akan menurun sebesar 0.27 persen. Perubahan yang terjadi
akibat perubahan nilai tukar dapat dikatakan sangat kecil pengaruhnya pada
permintaan ekspor pulp HS 4703 di China. Hal tersebut dikarenakan China tidak
memiliki lahan yang dapat ditanami tumbuhan potensial sebagai bahan baku
industri pulp dan kertas dengan begitu pasokan pulp China sangat bergantung pada
impor.

Harga Ekspor Pulp HS 4703 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel harga ekspor
pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China sebesar 0.512. Nilai tersebut lebih besar
dari taraf nyata 10 persen (0.1) yang menunjukkan bahwa harga ekspor pulp HS
50

4703 Indonesia ke pasar China secara statistik berpengaruh tidak signifikan


terhadap volume permintaan ekspor pulp HS 4703 di pasar China pada taraf nyata
10 persen.
Koefisien variabel harga ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China
memiliki nilai sebesar -667 875.4 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap kenaikan harga ekspor pulp Indonesia ke pasar China sebesar 1 USD/Kg
maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 667 875.4 ton, cateris paribus.
Penelitian dengan hasil serupa, harga ekspor berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap permintaan volume ekpor suatu komoditas, ditemukan didalam penelitian
Veronika (2008) pada permintaan ekspor wood Indonesia di Singapura. Penelitian
yang ditemukan pada Umutesi dan Gor (2013) dalam penelitiannya pada kegiatan
ekspor di Kenya yang menyatakan bahwa produk kertas dan tekstil memiliki harga
yang inelastis dan berpengaruh tidak signifikan terhadap kegiatan ekspor Kenya ke
negara tujuan.
Hasil penelitian pada variabel harga ekspor pulp HS 4703 sesuai dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan harga ekspor pulp HS 4703 bernilai
negatif dengan permintaan volume ekspor pulp HS 4703 di China. Hasil tersebut
didukung oleh teori ekonomi hukum permintaan bahwa kurva permintaan akan
dipengaruhi oleh harga barang tersebut, sehingga apabila terjadi peningkatan harga
barang tersebut maka akan menurunkan jumlah permintaan, ceteris paribus.
Pengaruh yang kecil dan kurang signifikan terhadap permintaan pulp HS 4703 di
China dapat dikarenakan harga merupakan hambatan yang kecil bagi China sebab
potensi sumber daya alam yang tidak memadai menjadikan industri pulp di China
sangat bergantung pada impor. Selain itu adanya perjanjian bisnis antara mitra
dagang yang didalamnya terdapat kesepakatan harga menyebabkan perubahan
harga memiliki pengaruh yang kecil (Prasetyo, Marwanti, dan Darsono 2017).
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas harga ekspor
pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China terhadap permintaan ekpor sebesar -0.19.
Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China kurang
responsif terhadap perubahan harga ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China
dan bersifat inelastis. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan
harga ekspor pulp HS 4703 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka
permintaan ekspor pulp HS 4703 Indonesia di China akan menurun sebesar 0.19
persen.

Harga Ekspor Pulp HS 4702 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel harga ekspor
pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China sebesar 0.644. Nilai tersebut lebih besar
dari taraf nyata 10 persen (0.1) yang menunjukkan bahwa harga ekspor pulp HS
4702 Indonesia ke pasar China secara statistik berpengaruh tidak signifikan
terhadap volume permintaan ekspor pulp HS 4702 di pasar China pada taraf nyata
10 persen. Koefisien variabel harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China
memiliki nilai sebesar 74 366,24 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap kenaikan harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China sebesar 1
USD/Kg maka akan meningkatkan volume ekspor pulp HS 4703 sebesar 74 366.24
ton, cateris paribus.
51

Hasil penelitian pada variabel harga ekspor pulp HS 4702 sesuai dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan harga ekspor pulp HS 4702 memiliki
pengaruh positif terhadap volume ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke China.
Hubungan yang positif tersebut menunjukkan bahwa komoditas pulp HS 4702
Indonesia di pasar China merupakan komoditas subtitusi dari komoditas pulp HS
4703. Hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa semakin
tinggi harga subtitusi (Py) maka permintaan akan komoditas Y menurun dan
permintaan akan komoditas X meningkat.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas harga ekspor
pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China terhadap permintaan ekpor pulp HS 4703
sebesar 0.018. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan harga
ekspor pulp HS 4702 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka permintaan
ekspor pulp HS 4703 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.018 persen.
Nilai elastisitas harga ekspor HS 4702 terhadap permintaan ekspor HS 4703 sangat
kecil dan bersifat inelastis, bahkan mendekati inelastis sempurna. Hal tersebut
menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China hampir tidak
responsif terhadap perubahan harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China.

Nilai RCA Pulp HS 4703 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel indeks RCA
pulp HS 4703 Indonesia di pasar China sebesar 0.005. Nilai tersebut lebih kecil dari
taraf nyata 1 persen (0.01) yang menunjukkan bahwa indeks RCA pulp HS 4703
Indonesia di pasar China secara statistik berpengaruh signifikan terhadap volume
permintaan ekspor pulp HS 4703 di pasar China pada taraf nyata 1 persen. Koefisien
variabel indeks RCA pulp HS 4703 Indonesia di pasar China memiliki nilai sebesar
71 568.16 yang mana nilai tersebut mengindikasikan bahwa setiap terjadi
penguatan posisi daya saing pulp HS 4703 Indonesia di pasar China sebesar 1
satuan maka akan meningkatkan volume ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke China
sebesar 71 568.16 ton, cateris paribus.
Hasil estimasi variabel indeks RCA terhadap permintaan ekspor pulp HS
4703 di China sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa indeks
RCA berpengaruh positif terhadap permintaan volume ekspor pulp Indonesia. Hasil
penelitian serupa ditemukan pada penelitian Safitri dan Kartiasih (2019) dan
penelitian Bosani et al. (2014) terhadap ekspor komoditas nanas Indonesia. Hal
tersebut memiliki arti bahwa semakin kuat daya saing pulp HS 4703 Indonesia di
pasar China maka akan meningkatkan permintaan ekspor komoditas pulp HS 4703
di China. Pada produk pulp HS 4703, semakin tinggi daya saing komparatif
Indonesia yang digambarkan dengan semakin baik pengelolaan hutan dan
produktivitasnya maka volume pulp yang akan diekspor ke China juga akan
meningkat.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas indeks RCA pulp
HS 4703 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor sebesar 0.53. Hal
tersebut menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China kurang
responsif terhadap perubahan indeks RCA pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China
dan bersifat inelastis. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan
indeks RCA pulp HS 4703 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka
52

permintaan ekspor pulp HS 4703 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.53
persen.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor


Kertas (HS 4802) Indonesia di Pasar China

Pengujian Kesesuaian Model Kertas HS 4802

Model permintaan ekspor kertas dengan kode HS 4802 di pasar China


dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Model yang
telah ditentukan diolah dengan menggunakan Eviews 9. Pengujian model dilakukan
dengan menggunakan uji asumsi klasik dan uji statistik. Uji asumsi klasik terdiri
dari uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
normalitas. Uji statistik terdiri dari uji koefisien determinasi (R 2), uji F, dan uji T.
Hasil estimasi model dapat dilihat pada Tabel 19 dengan persamaan sebagai
berikut:

Volume Ekspor HS 4802 = -469 764 + 38.14GDPt – 117.02RERt + 756


103.2HX4802t – 385 953.3HX4803t + 54
280.12TIM4802t + 7 062.55RCA4802t + ɛ

Tabel 19 Hasil Estimasi Model Kertas HS 4802


Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -469 764.0 276 463.7 -1.699 0.117
GDP 38.14 15.09 2.527 0.028**
RER -117.02 106.85 -1.095 0.297***
HX4802 756 103.2 360 484.1 2.097 0.059***
HX4803 -385 953.3 135 392.8 -2.851 0.016**
TIM4802 54 280.12 21 035.77 2.580 0.026**
RCA4802 7 062.55 1 936.48 3.647 0.004*
R-squared 0.848207
Adjusted R-squared 0.765411
F-statistic 10.24451
Prob(F-statistic) 0.000582
*signifikan pada taraf 1 persen
** signifikan pada taraf 5 persen
*** signifikan pada taraf 10 persen

Uji Asumsi Klasik


1. Uji Normalitas
Hasil pengujian pada model kertas HS 4802 menunjukkan hasil Prob.
Jarque-Bera sebesar 0.85. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai Prob.
Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata 5 persen atau lebih besar dari 0.05.
Artinya, residual yang terdapat pada model terdistribusi secara normal dan telah
memenuhi asumsi klasik normalitas. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada
Gambar 17.
53

6
Series: Residuals
Sample 2001 2018
5
Observations 18

4 Mean 1.50e-10
Median -2721.721
Maximum 67190.75
3 Minimum -71319.37
Std. Dev. 37945.70
2 Skewness -0.006281
Kurtosis 2.351972

1 Jarque-Bera 0.315073
Probability 0.854246
0
-50000 0 50000

Gambar 17 Hasil Uji Normalitas Model Kertas HS 4802

2. Uji Multikolinearitas
Hasil perhitungan VIF pada seluruh variabel yang terdapat pada model
regresi kertas HS 4802 menunjukkan nilai VIF tidak lebih besar dari 10 yang
berarti model regresi tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi klasik
multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas model regresi kertas HS 4802 dapat
dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Kertas HS 4802
Variabel Nilai VIF
C NA
GDP 6.321258
RER 3.667880
HX4802 5.326564
HX4803 3.115284
TIM4802 6.761051
RCA4802 1.845990

3. Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi klasik autokorelasi pada model regresi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey atau dapat disebut juga dengan uji
Lagrange-Multiplier (LM test). Pada model regresi kertas HS 4802 didapatkan
hasil Prob. F-Statistic lebih besar dari 0.05 yaitu nilainya sebesar 0.3286. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model
regresi tersebut. Hasil uji autokorelasi pada model kertas HS 4802 dapat dilihat
pada Tabel 21.

Tabel 21 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Kertas HS 4802
F-statistic 1.262654 Prob. F(2,9) 0.3286
Obs*R-squared 3.943977 Prob. Chi-Square(2) 0.1392
54

4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan menggunakan
Breusch Pagan-Godfrey Test. Pada hasil perhitungan dengan menggunakan
metode Breusch Pagan-Godfrey Test didapatkan nilai Prob. F-statistic lebih
besar dari taraf nyata 5 persen (0.05), yaitu sebesar 0.3567. Artinya, model
regresi kertas HS 4802 tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisitas dan telah
memenuhi asumsi klasik heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas pada
model kertas HS 4802 dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas pada Model Kertas HS


4802
F-statistic 1.242169 Prob. F(6,11) 0.3567
Obs*R-squared 7.270045 Prob. Chi-Square(6) 0.2966
Scaled explained SS 1.835335 Prob. Chi-Square(6) 0.9342

Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 19, koefisien
determinasi (R2) memiliki nilai sebesar 0.848207. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa 84.82 persen keragaman variabel dependen atau volume ekspor kertas HS
4802 ke China dapat dijelaskan secara linear oleh variabel independen di dalam
model. Sedangkan 15.18 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.

2. Uji F
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 19 ditunjukkan
nilai Prob. F-statistic sebesar 0.000582. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai
Prob. F-statistic lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen di
dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas (dependen).

3. Uji T
Berdasarkan uji parsial dengan menggunakan uji T didapatkan hasil yaitu
lima dari enam variabel independen yang berpengaruh signifikan secara statistik
terhadap volume ekspor kertas HS 4802 ke China. Variabel-variabel independen
yang berpengaruh signifikan secara statistik ditunjukkan melalui nilai Prob. t-
Statistic yang lebih kecil dari taraf nyata satu persen (0.01), lima persen (0.05)
atau sepuluh persen (0.1). Variabel independen yang berpengaruh secara
signifikan tersebut adalah GDP riil per kapita negara China (GDP), harga kertas
HS 4802 (HX4802), harga ekspor kertas HS 4803 (HX4803), tarif impor kertas
HS 4802 di China (TIM4802), dan indeks RCA kertas HS 4802 (RCA4802)
sedangkan variabel nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi (RER) pada model
permintaan ekspor kertas HS 4802 berpengaruh negatif tidak signifikan.

GDP Riil per kapita China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel GDP riil per
kapita negara China sebesar 0.028. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5
persen (0.05) yang menunjukkan bahwa GDP riil per kapita negara China secara
55

statistik berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor kertas HS 4802 di


pasar China pada taraf nyata 5 persen.
Koefisien variabel GDP riil per kapita negara China pada persamaan model
ini memiliki nilai sebesar 38.14. Koefisien tersebut menunjukkan bahwa GDP riil
per kapita negara China memiliki hubungan positif dengan volume permintaan
ekspor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China. Interprestasinya adalah apabila
GDP riil per kapita China mengalami peningkatan sebesar 1 USD maka permintaan
ekspor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China akan mengalami peningkatan
sebesar 38.14 ton, cateris paribus. Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis awal
penelitian yang menyatakan bahwa hubungan antara GDP riil per kapita China
dengan permintaan ekspor kertas HS 4802 bernilai positif.
Hasil penelitian didukung oleh beberapa penelitian terdahulu dengan hasil
serupa, GDP riil negara tujuan berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan
ekspor, yang dilakukan oleh Li et al. (2002) pada perdagangan industri paper and
paperboard, Heldini (2008) terhadap perdagangan kertas Indonesia ke Amerika,
Hujala et al. (2013) pada permintaan ekspor bleached hardwood kraft pulp, Marina
(2016) pada ekspor kertas ke Amerika Selatan, dan Riyani et al. (2018) pada
permintaan ekspor komoditas pertanian Indonesia di Tiongkok. Seperti yang telah
disebutkan pada analisis permintaan pulp HS 4703, hubungan yang bersifat positif
dikarenakan adanya peningkatan daya beli penduduk di China yang menyebabkan
permintaan kertas HS 4802 meningkat. Forstall dalam studinya menyebutkan
bahwa pertumbuhan permintaan kertas di China akan terus didorong oleh adanya
perkembangan kegiatan ekonomi dan perluasan industri kertas di China. Walaupun
digitalisasi mengurangi penggunaan kertas percetakan namun hasil penelitian Latta
et al. (2015) menyebutkan bahwa internet tidak berpengaruh terhadap konsumsi
kertas jenis printing and writing di wilayah Asia. Selain itu, digitalisasi
menyebabkan personal computer semakin meningkat yang menyebabkan
peningkatan konsumsi kertas jenis office paper (Hujala 2011) yang merupakan
salah satu jenis dari kertas HS 4802.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas GDP riil per
kapita China terhadap permintaan ekpor sebesar 1.14. Hal tersebut menunjukkan
bahwa permintaan ekspor kertas HS 4802 di China responsif terhadap perubahan
GDP riil per kapita China dan bersifat elastis. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap terjadi peningkatan GDP riil per kapita China sebesar satu persen maka
permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China akan meningkat sebesar 1.14
persen.

Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap Renminbi


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi pada model permintaan kertas HS 4802 sebesar 0.2968.
Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 10 persen (0.1) yang menunjukkan bahwa
nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi secara statistik berpengaruh tidak
signifikan terhadap permintaan ekspor kertas HS 4802 di pasar China pada taraf
nyata 10 persen.
Koefisien variabel nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi pada model
permintaan kertas HS 4802 memiliki nilai sebesar -117.02. Koefisien tersebut
menunjukkan bahwa nilai tukar riil memiliki hubungan negatif dengan volume
56

permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China. Interprestasinya


adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi atau rupiah
mengalami apresiasi sebesar 1 Rupiah maka permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China akan mengalami penurunan sebesar 117.02 ton, cateris
paribus.
Hasil penelitian pada model permintaan kertas HS 4802 sama hasilnya
dengan model permintaan pulp HS 4703 dimana variabel nilai tukar riil sesuai
dengan hipotesis dugaan yang menyatakan bahwa hubungan nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi bernilai negatif dengan permintaan volume ekspor kertas HS
4802 di China. Pada hipotesis disebutkan bahwa apabila terjadi penguatan nilai
tukar rupiah terhadap renminbi akan menyabkan permintaan ekspor menurun.
Seperti yang telah dibahas pada hasil estimasi pulp HS 4703, pernyataan
Wang dan Barrett (2007) mengenai adanya hubungan bisnis jangka panjang antara
negara yang bersangkutan dengan negara mitra dagang dapat mengeliminasi risiko
dari perubahan nilai tukar. Selain itu, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap China
juga cenderung stabil dengan sedikit fluktuasi, sesuai dengan pernyataan Azizah
dan Beik (2015).
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi terhadap permintaan ekpor kertas HS 4802 sebesar -1.23.
Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan ekspor kertas HS 4802 di China
responsif terhadap perubahan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi dan bersifat
elastis. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi sebesar satu persen maka permintaan ekspor kertas HS
4802 Indonesia di China akan menurun sebesar 1.23 persen. Berbeda dengan pulp,
elastisitas pada kertas HS 4802 yang lebih besar dapat dikarenakan oleh China yang
juga memproduksi kertas di negaranya sehingga ketergantungannya pada impor
dapat dikatakan kecil. Berbeda dengan pulp HS 4703 yang memiliki
ketergantungan sangat tinggi oleh pasokan pulp dari luar negeri sehingga
menyebabkan perubahan nilai tukar akan memberikan pengaruh yang kecil
terhadap permintaan. Hal tersebut didukung oleh dugaan Ghodsi et al. (2016) yaitu
untuk produk impor yang dapat disubtitusikan dengan produk sejenis yang
diproduksi di dalam negeri memiliki elastisitas yang lebih tinggi dan volume
perdagangan yang lebih rendah.

Harga Ekspor Kertas HS 4802 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel harga ekspor
kertas HS 4802 Indonesia ke pasar China sebesar 0.059. Nilai tersebut lebih besar
dari taraf nyata 10 persen (0.1) yang menunjukkan bahwa harga ekspor kertas HS
4802 Indonesia ke pasar China secara statistik berpengaruh signifikan terhadap
volume permintaan ekspor kertas HS 4802 di pasar China pada taraf nyata 10
persen.
Koefisien variabel harga ekspor kertas HS 4802 Indonesia ke pasar China
memiliki nilai sebesar 756 103.2 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap kenaikan harga ekspor kertas HS 4802 Indonesia ke pasar China sebesar 1
USD/Kg maka akan menaikkan volume ekspor kertas HS 4802 sebesar 756 103.2
ton, cateris paribus. Namun hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis dalam
penelitian ini yang menduga hubungan harga ekspor kertas HS 4802 bernilai negatif
57

dengan permintaan volume ekspor kertas HS 4802 di China. Hipotesis dugaan


tersebut didasarkan pada teori ekonomi hukum permintaan bahwa kurva permintaan
suatu barang akan dipengaruhi oleh harga barang tersebut, sehingga apabila terjadi
peningkatan harga barang tersebut maka akan menurunkan jumlah permintaan,
ceteris paribus. Akan tetapi, hasil estimasi pada variabel harga ekspor kertas HS
4802 menunjukkan hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu
hubungannya bernilai positif. Hasil serupa pada penelitian ini ditemukan pada
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anugrah (2013) terhadap perdagangan
kertas Indonesia ke negara-negara ACFTA. Dalam penelitian Anugrah (2013)
disebutkan bahwa hasil yang positif tersebut diakibatkan dari peningkatan harga
kertas Indonesia ke negara tujuan tidak melebihi dari harga internasional sehingga
tetap terjadi peningkatan permintaan dari negara tujuan karena harga kertas
Indonesia relatif lebih murah.
Jika melihat kondisi pasar kertas di China, China diketahui masih mengalami
pertumbuhan permintaan untuk kertas jenis uncoated paper yang mana salah
satunya adalah kategori HS 4802 (uncoated paper for writing, printing, office
machine). Kertas kategori printing and writing di China memiliki pertumbuhan
yang diukur melalui CAGR sebesar 4.5% dengan segmen sebesar 30 persen berasal
dari pasar kertas domestik. Meningkatnya literasi dan pendidikan di China melalui
skema Hak Pendidikan (Right to Education) menjadi alasan terjadinya
pertumbuhan kertas di China yang menyebabkan peningkatan pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan3. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh China
untuk mendukung kemajuan literasi penduduknya adalah dengan memberlakukan
harga yang rendah untuk kertas jenis uncoated paper yang digunakan untuk
textbooks, exercise books, dan notebook pada pendidikan (He dan Barr 2004).
Selanjutnya, pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa harga Indonesia lebih
rendah daripada harga kertas HS 4802 negara-negara pesaing utamanya, yaitu
Jepang, Thailand, Sweden, dan Amerika Serikat. Harga ekspor kertas Indonesia
yang rendah dapat menjadi alasan megapa China memiliki permintaan ekspor yang
tinggi untuk kertas jenis ini dari Indonesia, sebab harga yang rendah tersebut dapat
mendukung kebijakan pemerintah China mengenai pemberlakuan harga rendah
pada komoditas jenis tersebut dalam memajukan literasi penduduknya.
Hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di
pasar China (Lampiran 4) menunjukkan nilai elastisitas harga ekspor kertas HS
4802 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor adalah sebesar 3.37.
Didasarkan pada teori elastisitas permintaan, pengaruh positif harga ekspor kertas
HS 4802 terhadap permintaan kertas HS 4802 Indonesia di China dapat
mengindikasikan bahwa kertas HS 4802 Indonesia merupakan barang giffen di
China. Namun penelitian mengenai barang giffen belum ada yang dapat
memastikan apakah suatu komoditas merupakan benar-benar tergolong kedalam
barang giffen atau bukan.Marshall melalui bukunya yang berjudul Principles of
Economics, didalamnya menyebutkan bahwa barang giffen yang ditunjukkan
melalui konsumsi roti digambarkan dengan kenaikan pada harga roti membuat
pengeluaran keluarga miskin menjadi semakin besar dan meningkatkan marjinal
utilitas mereka atas uang, sehingga mereka harus mengurangi konsumsi daging.

3
Professional Risk Opinion. Paper and Paper Products – Investment Cycle Turns Positive [Industri Research].
October 29, 2018.
58

Pada keadaan tersebut, makanan mahal akan semakin mahal dan roti menjadi
makanan termurah yang bisa mereka dapatkan, dengan begitu mereka akan
memakan roti lebih banyak walaupun harganya meningkat.
Hasil analisis secara keseluruhan dapat dilihat adanya benang merah antara
teori permintaan elastisitas dengan kondisi pasar di China yang telah dijelaskan
sebelumnya. Berdasarkan pada hasil analisis, dapat dikatakan bahwa semakin
sejahtera negara China maka akan semakin mendorong negara tersebut untuk
memajukan tingkat literasi negaranya, dengan begitu permintaan kertas HS 4802
akan semakin meningkat. Akan tetapi peningkatan kesejahteraan negara China
membuat barang lain yang sudah mahal menjadi semakin mahal, sehingga
peningkatan harga ekspor kertas HS 4802 Indonesia tidak akan memengaruhi
permintaan ekspor oleh China sebab China akan tetap mengkonsumsi kertas HS
4802 dengan Indonesia yang menjadi pemasok utama karena harga yang murah.

Harga Ekspor Kertas Tisu HS 4803 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel harga ekspor
kertas tisu HS 4803 Indonesia ke pasar China sebesar 0.016. Nilai tersebut lebih
kecil dari taraf nyata 5 persen (0.05) yang menunjukkan bahwa harga ekspor kertas
tisu HS 4803 Indonesia ke pasar China secara statistik berpengaruh signifikan
terhadap volume permintaan ekspor kertas HS 4802 di pasar China pada taraf nyata
5 persen.
Koefisien variabel harga ekspor kertas tisu HS 4803 Indonesia ke pasar China
memiliki nilai sebesar -385 953.3 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa
setiap kenaikan harga ekspor kertas tisu HS 4803 Indonesia ke pasar China sebesar
1 USD/Kg maka akan menurunkan volume ekspor kertas HS 4802 sebesar 385
953.3 ton, cateris paribus. Hasil penelitian pada variabel harga ekspor kertas tisu
HS 4803 tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan harga
ekspor kertas tisu HS 4803 memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor
kertas HS 4802 Indonesia ke China. Hubungan yang negatif tersebut menunjukkan
bahwa komoditas kertas tisu HS 4803 Indonesia bukan merupakan komoditas
subtitusi dari komoditas kertas HS 4802 Indonesia di pasar China.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas harga ekspor
kertas tisu HS 4803 Indonesia ke pasar China terhadap permintaan ekpor kertas HS
4802 sebesar -2.57. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan
harga ekspor kertas tisu HS 4803 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka
permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China akan meningkat sebesar 2.57
persen. Nilai elastisitas harga ekspor kertas tisu HS 4803 terhadap permintaan
ekspor kertas HS 4802 menunjukkan bahwa permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di China responsif terhadap harga ekspor kertas tisu HS 4803 dan bersifat
elastis.

Tarif Impor Kertas HS 4802 Indonesia di China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel tarif impor
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar 0.0256. Nilai tersebut lebih kecil
dari taraf nyata 5 persen (0.05) yang menunjukkan bahwa tarif impor kertas HS
4802 Indonesia di pasar China secara statistik berpengaruh signifikan terhadap
volume permintaan ekspor kertas HS 4802 di pasar China pada taraf nyata 5 persen.
59

Koefisien variabel tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China memiliki
nilai sebesar 54 280.12 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap
kenaikan tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar 1 persen
maka akan menaikkan volume ekspor kertas HS 4802 sebesar 54 280.12 ton, cateris
paribus.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas tarif impor kertas
HS 4802 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor kertas HS 4802
sebesar 0.36. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan tarif
impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka
permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.36
persen. Nilai elastisitas tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China
terhadap permintaan ekspor kertas HS 4802 menunjukkan bahwa permintaan
ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China kurang responsif terhadap tarif impor
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China atau bersifat inelastis.
Hasil penelitian pada variabel tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar
China tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menduga bahwa variabel tarif
impor kertas HS 4802 akan memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan
volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China. Pengaruh yang negatif tersebut
dapat disebabkan oleh proteksionisme industri yang terjadi di China. Produk kertas
Indonesia diketahui menjadi subtitusi dari produk kertas domestik di China
dikarenakan kualitas barang yang lebih bagus dan harga yang lebih murah daripada
produk domestik (Zhuang et al. 2005), akan tetapi ketergantungan terhadap impor
yang semakin meningkat dapat menyebabkan China melakukan peningkatan tarif
impor untuk melindungi industri domestiknya. Hal ini sejalan dengan temuan
Nasrudin et al (2015) pada kelompok pertanian seperti kelapa sawit, karet bahwa
dalam ACFTA proteksi (pengenaan tarif) untuk sensitive/high sensitive produk
seperti komoditas kertas dalam penelitian ini dilakukan untuk perlindungan
produsen dalam negeri. Selain itu, Zhuang et al. (2005) juga menyebutkan bahwa
ketergantungan China terhadap impor kertas tersebut yang juga menyebabkan
elastisitas permintaannya menjadi berkurang.

Nilai RCA Kertas HS 4802 Indonesia di Pasar China


Uji parsial (uji t) menunjukkan nilai Prob. t-Statistic variabel indeks RCA
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar 0.004. Nilai tersebut lebih kecil
dari taraf nyata 1 persen (0.01) yang menunjukkan bahwa indeks RCA kertas HS
4802 Indonesia di pasar China secara statistik berpengaruh signifikan terhadap
volume permintaan ekspor kertas HS 4802 di pasar China pada taraf nyata 1 persen.
Koefisien variabel indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar China memiliki
nilai sebesar 7 062.554 yang mana nilai tersebut mengindikasikan bahwa setiap
terjadi penguatan posisi daya saing kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar
1 satuan maka akan meningkatkan volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia ke
China sebesar 7 062.554 ton, cateris paribus.
Hasil estimasi variabel indeks RCA terhadap permintaan ekspor kertas HS
4802 di China sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa indeks
RCA berpengaruh positif terhadap permintaan volume ekspor kertas HS 4802
Indonesia. Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS
4802 Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas indeks
60

RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor sebesar
1.07. Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan ekspor kertas HS 4802 di China
responsif terhadap perubahan indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia ke pasar China
dan bersifat elastis, bahkan mendekati unitary elastic. Nilai tersebut memiliki arti
bahwa setiap terjadi peningkatan indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar
China sebesar satu persen maka permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di
China akan meningkat sebesar 1.07 persen.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan maka dapat diambil


kesimpulan dari penelitian ini, yaitu:
1. Indonesia memiliki daya saing komparatif yang kuat di pasar China untuk
komoditas pulp HS 4703 dan kertas HS 4802. Daya saing komparatif komoditas
pulp HS 4703 di pasar China masih lebih rendah dari Kanada dan Chile, hal
tersebut dikarenakan produktivitas Indonesia lebih rendah jika dibandingkan
dengan Kanda dan Chile. Sedangkan untuk komoditas kertas HS 4802 Indonesia
daya saing komparatif Indonesia yang digambarkan melalui indeks RCA
memiliki daya saing komparatif yang lebih unggul dari empat negara pesaing di
pasar China sebab Indonesia memiliki keunggulan harga yang murah akibat dari
biaya produksi yang lebih rendah.
2. Hasil analisis model pulp HS 4703 memiliki dua dari lima variabel yang
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap volume ekspor, yaitu variabel
GDP riil China dan variabel nilai indeks RCA pulp HS 4703 Indonesia di pasar
China. Jika dilihat dari elastisitasnya, variabel GDP riil China merupakan satu-
satunya variabel yang sangat responsif pengaruhnya terhadap volume ekspor
pulp HS 4703 Indonesia ke China. Pada model kertas HS 4802, hasil analisisnya
memiliki lima dari enam variabel yang memiliki pengaruh signifikan secara
statistik terhadap volume ekspor kertas HS 4802, yaitu variabel GDP riil China,
harga ekspor kertas HS 4802, harga ekspor kertas HS 4803, tarif impor kertas
HS 4802, dan variabel nilai indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar
China. Jika dilihat dari elastisitasnya, hanya variabel tarif impor yang pengaruh
perubahannya kurang responsif terhadap volume ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa hal yang dapat


disarankan adalah sebagai berikut:
1. Efisiensi terhadap penanaman tanaman yang ditujukan untuk industri pulp dalam
menjaga ketersediaan pasokan untuk industri pulp dan kertas serta peningkatan
efisiensi produksi perlu dilakukan, salah satunya adalah pemerintah dapat
memperbanyak kerjasama dengan negara lain untuk mengadopsi teknologi baru
yang dapat menggantikan peran bahan baku kayu pada industri pulp dengan
61

kualitas yang dihasilkan sama seperti pulp dengan bahan baku kayu. Selain itu,
pengembangan teknologi terhadap mesin-mesin yang dapat memperkecil biaya
produksi atau menggunakan bahan bakar pengganti gas dalam proses produksi.
2. Kebutuhan akan pulp dan kertas di China yang tinggi menjadi peluang bagi
Indonesia untuk semakin meningkatkan kinerja ekspornya. Indonesia harus
dapat mempertahankan keunggulan biaya produksi yang dimiliki agar pulp dan
kertas Indonesia tetap memiliki harga yang lebih murah dengan kualitas yang
lebih bagus dari negara-negara pesaingnya.
3. Pengaruh GDP riil per kapita China menunjukkan bahwa daya beli negara China
cukup tinggi sehingga Indonesia perlu meningkatkan promosi produk pulp dan
kertas dalam meningkatkan kinerja ekspornya, terutama promosi terkait eco-
labelling sebab komoditas pulp dan kertas sangat sensitif terhadap isu
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Adi L. 2016. Pengaruh Exchange Rate dan GDP terhadap Ekspor dan Impor di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Surabaya (ID): Universitas Dr.
Soetomo.
Annisa RA. 2017. Proses penyelesaian sengketa dumping ekspor kertas fotocopy
Indonesia ke Jepang tahun 2012. JOM FISIP, 4(2).
Anugrah IR. 2013. Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor
Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah Asean-China Free Trade Area
(ACFTA) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[APKI] Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia. 2016. Opportunities and Challenges
of Indonesian Pulp and Paper Industri. Jakarta (ID): Asosiasi Pulp dan Kertas
Indonesia.
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan Permasalahan
dalam Aplikasinya, Edisi Peratama. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Arsyad L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta (ID): STIE YKPN.
Azizah N, Beik IS. 2015. Forecast and Determinants of Indonesia’s Export to The
OIC Mmember Countries. Conference Paper.
Balassa B. 1965. Trade liberalization and “revealed” comparative advantage. The
Manchester School: 99-123.
Barr C. 2000. Profits on Paper: The Political-Economy of Fiber, Finance, and Debt
in Indonesia’s Pulp and Paper Industries. Banking on Sustainability: A
Critical Assessment of Structural Adjustment in Indonesia’s Forest and
Estate Crop Industries. CIFOR and WWF-International.
Baum FC, Kaglayan M, Ozkan N. 2000. Nonlinear effects of exchange rate volatily
on the volume of bilateral experts. Working paper July 2002, Boston College.
Bender S, Li K-W. 2002. The changing trade and revealed comparative advantages
of Asian and Latin American manufacture exports. Center Discussion Paper
No. 843, Economic Growth Center, Yale University.
Berg P, Lingqvist O. 2019. Pulp, paper, and packaging in the next decade:
Transformational Change. McKinsey & Company.
62

Biro Riset LM FEUI. 2012. Analisis Industri Pulp dan Kertas Dunia: Masukan bagi
Pengelola BUMN. Jakarta (ID): Biro Riset LM FEUI.
Bogdanski BEC. 2014. The rise and the fall of the Canadian pulp and paper sector.
The Forestry Chronicle, 90(6): 785-793.
Borjesson MH dan Ahlgren EO. 2015. Pulp and Paper Industri. Technology Brief
I07 May 2015. Energy Technology Systems Analysis Programme (ETSAP).
Bowen HP. 1983. On the theoretical interpretation of indicies of trade intensity and
revealed comparative advantage. Weltwirtschaftliches Archiv, 119: 464-472.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Analisis Komoditas Ekspor 2012-2018, Sektor
Pertanian, Industri, dan Pertambangan. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Indonesia
(Juta US$), 1975-2018 [internet]. [diunduh 7 Maret 2020]. Tersedia pada:
www.bps.go.id/linkTabelDinamis/view/id/897
[CEPI] Confederation of Europe Paper Industries. 2019. CEPI Key Statistics 2018.
Brussels (EU): Confederation of Europe Paper Industries.
[CNHPIA] China National Household Paper Industri Association. 2018. Year in
Review: Top News in China Tissue Paper Industri in 2017 [internet].
[diunduh pada 5 Juni 2020]. Tersedia pada:
https://en.cnhpia.org/class/view?id=46
Davidson R dan MacKinnon JG. 1993. Estimation and Inference in Econometrics.
New York (US): Oxford University Press.
[DJIAK] Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia. 2009. Raodmap Industri
Kertas. Jakarta (ID): Departemen Perindustrian, Kementerian Perindustrian.
[DJPHPL] Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. 2018. Rencana
dan Realisasi Produksi Kayu Bulat di IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI
periode 2011-2018. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
[EPN] The Environmental Paper Network. 2018. The State of The Global Paper
Industri, Shiffting Seas: New Challenges and Opportunities for Forests,
People and the Climate.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2019. FAO
Statistics Forest Products 2017. Rome (EU): Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Fatimah WS. 2018. Analisis Daya Saing
dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Ekspor Kopi Indonesia ke
Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Firdaus M. 2011. Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif, Edisi Kedua, Cetakan
Pertama. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2015. Pelanggaran Perusahaan Hutan Tanaman
Industri (HTI) dan Pembiayaan “Stusi Kasus PT. Toba Pulp Lestari dan
APRIL Group”. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia.
Gallastegui IG. 2002. The Use of Eco-labels: A Review of the Literature. European
Environment, 12: 316-331.
Gebrina R. 2019. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Teh
(camellia sinesis) di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
63

Ghodsi M, Grϋbler J, Stehrer R. 2016. Import Demand Elasticities Revisited.


Vienna Institute for International Economic Studies.
Giorgio R. 2007. Empirical Evidence on the North-South Trade Flows: an
Augmented Gravity Model. Munich (DEU): Germany.
Gonarsyah. 2007. Tentang Pendefinisian Daya Saing Komoditas Berbasis
Sumberdaya Alam. Bahan Ajar Perdagangan Internasional Lanjutan. Program
Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Grafen A. Hails R. 2002. Modern Statistic for the Life Science. New York (US):
Oxford University Press.
Gujarati DN. 2004. Basic econometrics, 4th edition. New York (US): McGraw Hil
Companies, Inc.
Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi JA: Penerjemah; Saat S.;
Hardani W: Editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Essentials of
Econometrics.
Hannold V. 2009. Developments in the Sourcing of Raw Materials for the
Production of Paper. United States Intenational Trade Commission (USITC),
Journal of International Commerceand Economics.
He D dan Barr C. 2004. China’s pulp and paper sector: an analysis of supply-
demand and medium term projections. International Forestry Review, 6(3-4):
254-266.
Heldini N. 2008. Analisis Pangsa Pasar Industri Kertas Indonesia di Pasar
Internasional [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayat H. 2007. Pulp and Paper Industriesin Japan and Indonesia: from the
Viewpoint od Pilitical Ecology. VRF Series No. 427.
Hujala M. 2011. The Role of Information and Communication Technologies in
Paper Consumption. International Journal of Business Information System,
7(2): 121-135.
Hujala M, Arminen H, Hill RC, Puumalainen K. 2013. Explaining the shifts of
International Trade in Pulp and Paper Industri. Forest Science, 59(2):211-
222.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.
Karina FT. 2009. Analisis Dayasaing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap
Lingkungan dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Karlinda F. 2012. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Mutiara di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2020. Perkembangan Ekspor NonMigas
(Sektor) Periode 2015-2020 [internet]. [diunduh 7 Maret 2020]. Tersedia
pada: www.statistik.kemendag.go.id/growth-of-non-oil-and-gas-export-
sectoral
[KLKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
2018. Status Hutan dan Kehutanan Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
[KLKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
2019. Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2018. Jakarta (ID):
Pusat Data Informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia.
64

Krugman PR and Obstfeld M. 2009. International Economics Theory and Policy,


8th edition. Addison Wesley Publishing Company.
Kuraesin D. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor dan Impor
Pulp di Negara Eksportir dan Importir Utama Dunia [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Lang C. 2008. Plantation, poverty, and power: Europe’s role in the expansion of the
pulp industry in the south. Swedish Society for Nature Conservation.
Latta GS, Plantinga AJ, Sloggy MR. 2015. The Effects of Internet Use on Global
Demand for Paper Products. J.For 114(4): 433-440.
Li H, Luo J, McCarthy P. 2002. Economic Transition and Demand Patterns:
Evidence from China’s Paper and Paperboard Industri. International
Conference of the Integration of the Chinese Economies, Hong Kong.
Lindert PH, Kindleberger CP. 1993. Ekonomi internasional, Edisi Ke-8.
Penerjemah Buhanuddin Abdullah. Jakarta (ID): Erlangga.
Lipsey GR, Courant NP, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar mikroekonomi
jilid kesatu, edisi kesepuluh. Jakarta (ID): Bina Rupa Aksara.
Liu Y, Shi L, Cheng D, He Z. 2016. Dissolving Pulp Market and Technologies:
Chinese Prospective – A Mini Review. BioResources 11(3): 7902-7916.
[LPS] Lembaga Penjamin Simpanan. 2015. Perekonomian dan Perbankan Agustus
2015. Jakarta (ID): Lembaga Penjamin Simpanan..
Lubis A. 2013. Daya Saing, Kinerja Perdagangan, dan Dampak Liberalisasi Produk
Kehutanan. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 7(1):37-54.
Lubis AD, Nuryanti S. 2011. Analisis dampak ACFTA dan kebijakan perdagangan
kakao di pasar domestic dan China. Analisis Kebijakan Pertanian 9(2):143-
156.
Mankiw NG. 2006. Makroekonomi, Edisi Ke-6. Liza F, Nurmawan I, Penerjemah.
Hardani W, Barnadi D, Saat S, Editor. Terjemahan dari: Macroeconomics 6th
edition. Jakarta (ID): Erlangga.
Manurung M, Rahardja P. 2004. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta (ID): Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Marina M. 2016. Analisis Kinerja Ekspor Kertas Indonesia ke Amerika Selatan
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mashari S. 2019. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Ekspor Udang Beku dan Udang Olahan Indonesia di Pasar Internasional
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nachrowi DN, Usman H. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta (ID): PT.
Raja Grafindo Persada.
Nasrudin, Sinaga BM, Firdaus M, Walujadi D. 2015. Dampak ASEAN-China Free
Trade Agreement (ACFTA) terhadap kinerja perekonomian dan sektor
pertanian Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 9(1): 1-23.
Nicholson W. 1999. Mikro Ekonomi Intermediates dan Aplikasinya, Edisi ke-
delapan. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Nihayah DM. 2012. Kinerja Daya Saing Komoditas Sektor Agroindustri Indonesia.
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 19(1):37-48.
Prasetyo A, Marwanti S, Darsono. 2017. The Influence of Exchange Rate on
Indonesia CPO Export. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 18(2): 159-174.
65

Prihadi N, Nugroho B, Dudung D, Wijayanto N. 2010. Keunggulan Kompetitif dan


Komparatif Kemitraan Industri dan Rakyat Untuk Membangun Hutan di
Pulau Jawa. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 7(2):117-126.
Raharjo DL. 2014. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Produk Olahan
Rotan Indonesia di Kawasan ASEAN dan Tiongkok [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ratana DS, Achsani NA, Andati T. 2012. Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata
Uang Terhadap Ekspor Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis, 9(3):154-
162.
RISI. 2019. Global Tissue Market Outlook, North American market in a very
dynamic phase. Massachusetts (US): Fastmarkets RISI.
Riyani, Darsono, dan Ferichani M. 2018. Analysis of Export Demand for
Indonesian Agricultural Commodities by the Chinese Market. Journal of
Agribusiness and Rural Development Research Vol.4 No.2.
Safitri D. 2014. Analisis Daya Saing Komoditas Pulp dan Kertas Indonesia di
Negara Importir Utama [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sari KR. 2014. Daya Saing, Hambatan Non-Tarif dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Ekspor Kayu Lapis Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Simangunsong BC, Wulandari RA. 2016. Analisis daya saing produk pulp dan
kertas Indonesia di pasar dunia. Jurnal Ilmu Teknologi Kayu Tropis, 14(1):87-
101.
Soviandre E, Musadieq MA, Fanami D. 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi
ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat. Jurnal Administrasi Bisnis,
14(2):1-8.
Sugiharti L, Esquivias MA, Setyorani B. 2019. The impact of exchange rate
volatility on Indonesia’s top exports to the five main export markets. Surabaya
(ID): Universitas Airlangga.
Umutesi A, Gor SO. 2013. Price Elasticities of Kenya’s Exports. International
Journal of Sustainable Development, 06(12): 86-104.
[UN ESCAP] Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. 2009.
Asia-Pacific Trade and Investment Report 2009: Trade-led Recovery and
Beyond. New York (US): United Nations.
[USITC] U.S International Trade Commission. The Effects of Increasing Chinese
Demand on Global Commodity Markets. Washington DC (US): USITC.
Vural T. 2016. Effect Real Exchange Rate on Trade Balance: Commodity Level
Evidence from Turkish Bilateral Trade Data. Procedia Economics and
Finance 38(2016): 499-507.
Wang K dan Barrett CB. 2007. Estimating the effects of exchange rate volatily on
export volume. Journal of Agricultural and Resource Economics, 32(2): 225-
255.
Wulandari K. 2017. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Ekspor Kertas Indonesia ke Negara Tujuan Utama (Periode Tahun 2010-
2014) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wulandari RA. 2013. Analisis Dayasaing Industri Pulp dan Kertas Indonesia di
Pasar Internasional [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yusuf R, Tajerin. 2007. Strategi Pemasaran Komoditas Perikanan Indonesia.
Jakarta (ID): Balai Besar Riset Sosek Kelautan dan Perikanan.
66

Zhuang Z, Ding L, Li H. 2005. China’s pulp and paper industry: A review. School
of Economics, Georgia Institute of Technology.
Zulfiandri. 2012. Kebijakan Nilai Tukar Mata Uang Cina 2005-2010 [Tesis].
Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
67

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perbandingan nilai ekspor Indonesia dengan Brazil pada komoditas


pulp HS 4703 di pasar China
Indonesia Brazil
Tahun
Xij Xit Xnj Xnt
2001 237388 2200670 122465 1902122
2002 342365 2902948 109150 2520979
2003 364390 3802530 259386 4533363
2004 262588 4604733 252164 5441746
2005 338854 6662354 230104 6834997
2006 496953 8343571 347783 8402369
2007 449393 9675513 385553 10748814
2008 742302 11636504 614810 16522652
2009 450150 11499327 891956 21003886
2010 644937 15692611 908952 30785906
2011 803379 22941005 1062499 44314595
2012 848786 21659503 1012518 41227540
2013 1098097 22601487 1347488 46026153
2014 1087434 17605944 1424202 40616108
2015 1086888 15045332 1645659 35607524
2016 969163 16785586 1809468 35133590
2017 1628425 23049296 2146769 47488449
2018 1772499 27126932 3216114 64205647
Sumber: ITC

Keterangan:
Xij = Nilai ekspor kertas Indonesia ke China (1000 US$)
Xit = Nilai ekspor total negara Indonesia ke China (1000 US$)
Xnj = Nilai ekspor pulp dan kertas dari dunia ke China (1000 US$)
Xnt = Nilai ekspor total semua komoditas dunia ke China (1000 US$)
68

Lampiran 2 Harga ekpor kertas HS 4802 lima negara eksportir utama di pasar China
Indonesia Jepang Thailand Sweden US
Tahun
US/Kg
2001 0.500357 0.79291 0.630949 0.517911 0.763258
2002 0.584538 0.72408 1.304435 0.623315 0.848054
2003 0.596647 0.803928 0.718861 0.748472 0.90275
2004 0.626902 0.822057 0.715433 0.868242 1.058615
2005 0.610603 0.870897 0.729625 0.98833 1.029386
2006 0.643957 0.818475 0.749122 0.887911 1.06228
2007 0.705282 0.825023 0.82507 0.961902 1.0405
2008 0.726818 0.941537 0.981919 1.620126 1.159885
2009 0.609489 0.973197 1.012085 0.978147 1.258842
2010 0.71964 1.021084 1.037478 1.499446 1.332601
2011 0.709173 1.113669 1.055776 1.449258 1.389014
2012 0.731883 1.161181 0.98945 0.989091 1.244455
2013 0.730587 1.033106 1.067933 0.862449 1.146781
2014 0.723277 1.023135 0.967694 0.860547 1.402266
Sumber: ITC
69

Lampiran 3 Hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703


Indonesia di pasar China
GDP riil Harga Harga
Ekspor Nilai Indeks
per kapita Pulp HS Pulp HS
Pulp tukar riil RCA
China 4703 4702
Average 1583855.28 4497.83 1576.36 0.45 0.38 11.63
Koefisien 448.0314 -274.806 -667875.4 74366.24 71568.16
Elastisitas 1.272318 -0.273506 -0.190214 0.017934 0.525759
70

Lampiran 4 Hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802


Indonesia di pasar China
GDP riil
Harga Harga
Ekspor per Nilai Tarif Indeks
Kertas Kertas HS
Kertas kapita tukar riil Impor RCA
HS 4802 4803
China
Average 150202.72 4497.83 1576.36 0.669466 0.999018 6.467 22.8320
Koefisien 38.1427 -117.02 756103.2 -385953.3 54280.12 7062.56
Elastisitas 1.14219 -1.2281 3.370013 -2.56703 0.361379 1.07356
71

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 September 1998. Penulis adalah


anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Almudi dan Ibu Suratmi.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Tanjung Barat 07 dan lulus
tahun 2010. Selanjutnya penulis pendidikan SMP Negeri 41 Jakarta. Pada 2013
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 28 Jakarta dan lulus pada tahun
2016. Penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam bebrapa kepanitian kampus,
diantaranya adalah bendahara 2 The 7th Bogor Art Festival dan kepala divisi
hubungan eksternal the 2nd National Economic and Management Olympiad. Selain
itu penulis juga aktif dalam kegiatan sosial seperti volunteer di luar kampus dan
internship.

Anda mungkin juga menyukai