Betari R. 2020. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp Dan Kertas Indonesia Di Pasar China
Betari R. 2020. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp Dan Kertas Indonesia Di Pasar China
RATIH BETARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di
Pasar China adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Ratih Betari
NIM H34160081
ABSTRAK
RATIH BETARI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China. Dibimbing oleh
HARIANTO.
Kata kunci: ekspor, kertas, Ordinary Least Square (OLS), pulp, RCA
ABSTRACT
RATIH BETARI. Analysis of Competitiveness and Factors that Affect
Indonesian Pulp and Paper Export in the Chinese Market. Supervised by
HARIANTO.
Indonesian pulp and paper are potential commodities with high competition
in the world. Changes in the domination of the global pulp and paper market is an
opportunity for Indonesia to expand Indonesía’s market share and improve its
export performance, especially in the Chinese market, which is one of the largest
consumer in the world as well as the main destination country of Indonesian pulp
and paper export. This study aims to analyze the competitiveness and factors
affecting the demand for exports of Harmonized System (HS) 4703 pulp and HS
4802 paper in China over the period 2001-2018. The Revealed Comparative
Advantage (RCA) index shows that Indonesia's pulp and paper have comparative
competitiveness compared to the four main exporting countries in the Chinese
market. Ordinary Least Square (OLS) regression estimation results show that HS
4703 pulp export volume is statistically influenced by China's real per capita GDP
and RCA index while HS 4802 paper export volume is statistically influenced by all
variables in the regression model except the real exchange rate variable.
RATIH BETARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China
Nama : Ratih Betari
NIM : H34160081
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2019 ini ialah daya saing dan
perdagangan internasional, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia di Pasar China.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, pikiran, arahan, dan kasih sayang yang tidak dapat
terhitung selama penulis menyelasaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Suharno, MA.Dev selaku dosen evaluator kolokium yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam memperbaiki skripsi ini.
3. Feryanto, SP, M.Si selaku dosen moderator seminar hasil dan dosen penguji
utama yang telah memberikan banyak saran, masukan, dan ilmu baru dalam
memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik.
4. Triana Gita Dewi, SE, M.Si selaku dosen penguji dari Komisi Akademik
Dept. Agribisnis yang telah memberikan saran dan masukan dalam
memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik.
5. Kedua orang tua, Bapak Almudi dan Ibu Suratmi, saudara penulis Andina
Tamami, Atik Syaifudin, dan Tri Rahayu Agustina, serta Keluarga Besar
Eyang Singadiwirya termasuk Hamad dan Aris M yang senantiasa
memberikan dukungan materil maupun non-materil berupa doa dan kasih
sayang yang tidak dapat terhitung kepada penulis.
6. Margaretta Mia D yang telah banyak memberikan dukungan baik merupakan
materil maupun non-materil serta memberikan dukungan yang terbaik selama
penulis menyelesaikan kuliah di IPB.
7. M. Hanif Wisanggeni yang telah memberikan warna kehidupan untuk
penulis, selalu memberikan dukungan terbaik berupa materil maupun non-
materil, selalu menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka, memberikan
semangat dan motivasi yang membangun selama penulis di IPB.
8. Teman-teman Keluarga Masa Gitu (Tasya, Yola, Dilla) yang selalu
memberikan dukungan dan kenangan terbaik selama penulis berada di IPB.
9. Teman-teman satu bimbingan penulis (Adji, Nurul, dan Ihsan) yang
memberikan semangat dan saran dalam membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Departemen Agribisnis dan teman-
teman Agribisnis 53 yang telah membantu penulis dan berbagi pengalaman
dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis maupun semua
pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2020
Ratih Betari
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
kontribusi besar terhadap total nilai ekspor industri pengolahan adalah industri pulp
dan kertas. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa industri kertas dan pulp masuk
kedalam sepuluh besar komoditas primer yang memiliki kontribusi terbesar
terhadap nilai ekspor Indonesia.
Kinerja industri pulp dan kertas yang digambarkan melalui kontribusi nilai
ekspor nasional dapat dikatakan cukup baik. Pada tingkat yang lebih tinggi, secara
internasional kinerja industri pulp dan kertas dapat dibuktikan melalui posisi
Indonesia yang menempati posisi keempat sebagai eksportir wood pulp dunia di
tahun 2017 (FAO 2017), peringkat tersebut naik dari tahun sebelumnya yang
menempati peringkat kelima dunia. Sedangkan industri kertas belum memasuki
lima besar sebagai negara eksportir kertas dan barang dari kertas. Namun, peluang
Indonesia untuk dapat mencapai peringkat lima besar dunia sebagai negara
eksportir utama dunia sangat memungkinkan karena adanya kecenderungan
dominasi pasar pulp dan kertas oleh negara-negara NORSCAN (North America and
Scandinavia) yang semakin berkurang sehingga dominasi pasar bergeser ke Asia
dan negara-negara Amerika Selatan untuk memenuhi permintaan dunia (DJIAK
2009). Pergeseran dominasi pasar dunia pada komoditas pulp dapat dilihat pada
Tabel 2 yang menunjukkan bahwa dominasi pasar berdasarkan kuantitas ekspor
wood pulp mulai dikuasai oleh Brazil selama periode 2010-2018 dengan CAGR
(Compound Annual Growth Rate) sebesar 6.27 persen yang sebelumnya masih
didominasi oleh Kanada.
3
Tabel 2 Jumlah Ekspor Wood Pulp Negara Eksportir Pulp dan Kertas Terbesar
Periode 2010-2018
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 CAGR
Negara
Juta Ton (%)
Brazil 8.79 8.88 8.91 9.85 11.03 11.97 13.52 13.84 15.19 6.27%
Canada 9.31 9.68 9.91 9.82 9.68 9.91 9.90 9.91 9.74 0.50%
Chili 3.38 4.02 4.33 4.56 4.67 4.42 4.65 4.49 4.69 3.70%
Finland 2.16 2.48 2.71 3.07 3.00 3.14 3.51 3.66 4.04 7.22%
Indonesia 2.57 2.96 3.20 3.72 3.50 3.40 3.53 4.59 4.23 5.68%
Sweden 3.24 3.15 3.33 3.43 3.45 3.48 3.25 3.32 3.55 1.04%
US 7.88 8.84 7.91 8.08 7.88 7.76 7.80 7.98 7.84 -0.06%
Jepang 0.41 0.39 0.35 0.45 0.39 0.41 0.34 0.37 0.37 -1.01%
Sumber: FAOSTAT
Tabel 3 Jumlah Ekspor Paper and paperboard Negara Eksportir Pulp dan Kertas
Terbesar Periode 2010-2018
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 CAGR
Negara
Juta Ton (%)
Brazil 1.97 1.94 1.76 1.75 1.72 1.92 1.94 1.96 1.85 -0.67
Canada 9.46 9.18 7.87 8.23 8.41 7.62 7.27 7.21 7.49 -2.57
Chili 0.63 0.64 0.58 0.53 0.50 0.48 0.47 0.47 0.52 -2.16
Finland 10.82 10.45 9.88 9.86 9.74 9.85 9.56 9.78 10.03 -0.83
Indonesia 3.91 3.73 3.75 3.94 4.01 4.01 3.83 4.35 4.81 2.32
Sweden 9.77 10.45 9.96 10.13 9.58 9.81 9.56 9.95 9.56 -0.23
US 10.30 11.34 12.12 12.12 12.07 11.61 11.06 11.61 11.53 1.26
Jepang 1.64 1.12 0.98 1.23 1.42 1.51 1.71 1.96 2.18 3.17
Sumber: FAOSTAT
dan Asia, dan peningkatan peran limbah kertas yang digunakan kembali dalam
produksi kertas global. Bogdanski (2014) mengindikasikan bahwa semua trend
tersebut membuat industri di negara-negara seperti Kanada yang fokus terhadap
keunggulan komparatif sumber daya alamnya mengalami penurunan pangsa pasar.
Hannold (2009) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa produksi kertas di
Amerika Utara dalam satu dekade mengalami penurunan yang sebelumnya
memiliki jumlah produksi sebesar 35 persen dari total produksi dunia yang
kemudian turun menjadi 26 persen pada tahun 2007. Pada Tabel 4 ditunjukkan
bahwa penurunan jumlah produksi negara-negara NORSCAN terus berlanjut
sampai saat ini dikarenakan jumlah produksi kertas Kanada yang mengalami
penurunan cukup besar berdasarkan nilai CAGR (Compound Annual Growth Rate)
selama periode 2009-2018 sedangkan produksi kertas Amerika Serikat, Finland,
dan Sweden dapat dikatakan mengalami stagnansi selama periode tersebut.
Other
Newsprint 4%
7%
Sanitary
8%
Melihat industri pulp dan kertas yang tumbuh dan berkembang dengan pesat,
serta menurunnya dominasi pasar oleh negara-negara NORSCAN membuat ekspor
komoditas pulp dan kertas memiliki peluang pasar yang masih terbuka untuk dapat
terus mengembangkan kinerjanya dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam
memenuhi kebutuhan kertas dunia. Namun, momentum menurunnya dominasi
pasar oleh NORSCAN tersebut tidak hanya menjadi peluang bagi Indonesia tetapi
bagi negara-negara lainnya di Asia dan Amerika Selatan.
Peluang tersebut menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mengikuti arus
perdagangan internasional untuk pasar pulp dan kertas. Indonesia harus dapat
memanfaatkan peluang tersebut ditengah persaingan global pasar pulp dan kertas
yang ditandai dengan penerapan peraturan yang semakin ketat terkait isu
lingkungan bertema Green Economic oleh dunia Internasional (Wulandari 2013).
Pada skema Green Economic yang didalamnya terdapat kebijakan ekolabel secara
menyeluruh pada setiap produk kayu tropis tentu akan berdampak pada akses pasar
dan daya saing internasional termasuk pada industri pulp dan kertas (Karina 2009).
Permintaan konsumen akan eco-labelling yang semakin tinggi dimana setiap
konsumen ingin menjadi konsumen yang “greener” daripada konsumen lain
menjadi tantangan dalam perdagangan pulp dan kertas seluruh dunia sebab skema
ekolabel akan mendistorsi informasi, harga, dan arus perdagangan pada suatu
produk akibat dari konsumen yang lebih mementingkan label tersebut
7
Perumusan Masalah
Tabel 5 Konsumsi Wood Pulp dan Paper and paperboard Dunia Tahun 2017
Wood Pulp Paper and Paperboard
Region
(1000 tonnes) (%) (1000 tonnes) (%)
Asia 65 654 35.59 203 984 49.64
North America 54 057 29.30 74 905 18.23
Europe 50 298 27.27 91 291 22.22
Latin America 9 937 5.39 28 705 6.99
Oceania 2 468 1.34 4 182 1.02
Africa 2 050 1.11 7 833 1.90
Total 184 464 100 410 900 100
Sumber: FAO 2019
Dikenal sebagai konsumen pulp dan kertas dunia, China juga diketahui
sebagai negara tujuan utama ekspor pulp dan kertas Indonesia. Dapat dilihat pada
Tabel 6 bahwa proporsi ekspor pulp Indonesia secara agregat didominasi oleh
China sebesar 71.2 persen atau sebesar 1 887 823 ribu USD dari total ekspor ke
seluruh dunia sebesar 2 649 365 ribu USD. Begitu pun dengan proporsi ekspor
kertas Indonesia, secara agregat ekspor kertas Indonesia saat ini didominasi oleh
pasar China sebesar 13.5 persen atau sebesar 607 109 ribu USD dari total ekspor ke
seluruh dunia sebesar 4 483 133 ribu USD. Proporsi nilai ekspor yang besar tersebut
salah satunya disebabkan oleh hubungan bilateral antara Indonesia dengan China
yang telah berlangsung sejak lama. Hubungan antara Indonesia dengan China
menjadi semakin intensif dengan dimulainya ASEAN-China Free Trade
Agreement yang ditandatangi pada 4 November 2002 dan diratifikasi melalui
KEPPRES No. 48 pada 16 Juni 2004. ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) dinilai dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa
pasar pulp dan kertas Indonesia di China sebab dengan adanya kerjasama tersebut
akan mengeliminasi hambatan perdagangan yang terjadi.
dissolving grades), 4706 (Pulp from fibres derived recovered paper or paperboard
or of other fibrous cellulosic material excluding wood), dan 4707 (waste and scrap
of paper and paperboard). Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa produk pulp Indonesia
yang memiliki nilai ekspor terbesar ke China adalah pulp dengan kategori pulp
chemical wood pulp, soda or sulphate, other than dissolving grades yang memiliki
kode Harmonized System (HS) 4703. Komoditas pulp selanjutnya yang banyak di
ekspor ke China adalah pulp dengan kode HS 4702 (chemical wood pulp, dissolving
grades) sedangkan komoditas pulp dengan kode HS 4706 proporsi Indonesia untuk
melakukan impor masih lebih besar jika dibandingkan dengan ekspor begitu pun
untuk komoditas pulp HS 4707 sehingga jumlah yang diekspor tidak besar.
Produk kertas Indonesia yang memiliki nilai ekspor terbesar ke seluruh dunia
dengan kode HS empat digit adalah kertas dengan kode HS 4802 (uncoated paper
for writing, printing, office machine), 4803 (paper, household, sanitary, width>36
cm), 4805 (other uncoated paper and paperboard), 4810 (paper, paperboard, clay,
inorganic coated at least one side), dan 4820 (office books ,forms, exercise books,
folders, binders). Berdasarkan data International Trade Center (ITC), nilai ekspor
kertas Indonesia ke China didominasi oleh kategori kertas uncoated paper for
writing, printing, office machine (HS 4802). Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa
permintaan ekspor produk kertas dengan kode HS 4802 di pasar China memiliki
nilai ekspor yang besar dibandingkan dengan produk kertas lainnya yang diekspor
oleh Indonesia. Komoditas kertas selanjutnya yang memiliki permintaan ekspor
terbesar adalah produk kertas dengan kode HS 4805 yang kemudian diikuti oleh
produk kertas HS 4803. Nilai CAGR komoditas kertas HS 4803 atau dikenal
dengan kertas wajah memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kertas HS 4805 yang merupakan salah satu kategori dari kertas packaging. Nilai
CAGR dari permintaan komoditas kertas HS 4803 Indonesia di China adalah
sebesar 39.73 persen, sedangkan nilai CAGR dari permintaan komoditas kertas HS
4805 Indonesia di China adalah sebesar 15.56 persen.
China yang merupakan salah satu pasar terbesar bagi komoditas pulp dan
kertas tentunya tidak hanya memiliki satu supplier. Jumlah permintaan akan pulp
dan kertas yang sangat banyak di China menjadikan Indonesia memiliki banyak
pesaing dalam memenuhi permintaan pulp dan kertas di China sekaligus
menciptakan persaingan di pasar tersebut. Ditambah dengan kecenderungan
dominasi pasar NORSCAN yang bergeser ke Amerika Selatan dan Asia membuat
Indonesia memiliki persaingan yang semakin besar di pasar China.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana daya saing komoditas pulp dan kertas Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara eksportir utama di pasar China?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan ekspor pulp HS 4703 dan
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
negara ini berdasarkan peringkat tertinggi negara mitra dalam melakukan impor
pulp dan kertas Indonesia secara keseluruhan.
Analisis daya saing dalam penelitian ini dilakukan terhadap empat negara-
negara pesaing utama Indonesia di pasar China dimana untuk komoditas pulp
negara pesaingnya meliputi Brazil, Kanada, Chile, dan Amerika Serikat sedangkan
untuk komoditas kertas negara pesaingnya meliputi Jepang, Sweden, Thailand, dan
Amerika Serikat. Selanjutnya, penelitian ini akan mengkaji perdagangan antara
Indonesia dengan China dari sisi permintaan ekspor. Hal ini dikarenakan China
sebagai negara pengimpor utama pulp dan kertas dunia cenderung memiliki banyak
supplier, sehingga Indonesia memiliki pesaing yang dapat merebut pangsa ekspor
pulp dan kertas Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia yang berperan sebagai
supplier harus dapat memenuhi potensi pasar tersebut, sehingga perlu diketahui
bagaimana kondisi pasar pulp dan kertas di pasar China dengan melihat faktor-
faktor apa saja yang akan memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas
Indonesia di China.
TINJAUAN PUSTAKA
paperboard yang berada pada keadaan yang lemah dikarenakan adanya pengenaan
Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Countervailing Duty (CVD) yang
menyebabkan harga produk tersebut naik dan kalah bersaing dengan negara
pengekspor lainnya. Sementara itu, keunggulan kompetitif yang diukur dengan
menggunakan Constant Market Share Analysis (CMSA) dimiliki produk newsprint
dan printing and writing sedangkan produk other paper-paperboard tidak memiliki
keunggulan kompetitif karena tingkat produksi tidak mencapai skala ekonominya
pada periode 2004-2012 sehingga saat itu Indonesia lebih memilih melakukan
impor daripada ekspor.
Penelitian yang serupa dilakukan oleh Safitri (2014) yang menganalisis daya
saing produk pulp dan kertas Indonesia. Hasil penelitian berdasarkan pengukuran
RCA ditemukan bahwa kertas dan pulp Indonesia memiliki daya saing komparatif
di pasar China, namun hal tersebut tidak sejalan dengan perhitungan yang dilakukan
dengan metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yang menemukan bahwa
kertas dan pulp Indonesia memiliki daya saing yang lemah di pasar China. Hal
tersebut terjadi karena daya tawar produsen produk tersebut di pasar internasional
rendah, yang kemudian dibuktikan oleh penelitian Lubis (2013) yang juga
menyebutkan bahwa sebagian produk pulp Indonesia memiliki daya tawar yang
rendah di negara ASEAN, Australia, China, Jepang, Republik Korea, dan Selandia
Baru yang diukur dengan menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP),
akan tetapi daya saing produk pulp Indonesia masih jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan kertas. Walaupun demikian, adanya liberalisasi ACFTA
dinilai dapat meningkatkan kinerja perdagangan yang menyebabkan daya saing
produk-produk ekspor kehutanan di China menjadi lebih tinggi jika dibandingkan
negara-negara ASEAN lainnya (Lubis 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, industri pulp dan
kertas Indonesia dapat dikatakan memilki daya saing komparatif yang cukup kuat
di beberapa negara tujuan ekspor. Namun, jika dilihat berdasarkan keunggulan
kompetitif posisi Indonesia masih terbilang lemah jika dibandingkan dengan negara
pesaing lain yang melakukan ekspor pulp dan kertas di pasar internasional.
Keunggulan kompetitif produk agroindustri termasuk pulp dan kertas yang lemah
turut ditentukan oleh efisiensi biaya produksi. Inefisiensi dalam eksploitasi sumber
daya alam dan pemakaian tenaga kerja yang tidak sesuai dengan keahliannya dapat
mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, sehingga harga jual komoditas menjadi lebih
tinggi dari negara lain (Nihayah 2012).
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, dalam mengukur daya
saing industri pulp dan kertas Indonesia maupun produk sector kehutanan lainnya
digunakan beragam metode, yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA),
Constant Market Share Analysis (CMSA), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP). Penelitian ini akan menggunakan metode analisis Revealed Comparative
Advantage (RCA) merujuk pada penelitian Wulandari (2017), Raharjo (2014), dan
Wulandari (2013). Perbedaan penelitian penulis dengan ketiga penelitian tersebut
penulis juga membandingkan nilai RCA dari empat negara pesaing utama di pasar
China untuk masing-masing komoditas yang digunakan dalam penelitian ini.
13
volume ekspor kertas Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Evasari (2014) dan Sari (2014). Selain itu, didukung oleh studi
Duval dan Utokham dalam UN ESCAP (2009) yang menjelaskan bahwa tarif dalam
perdagangan internasional hanya memengaruhi sebagian kecil dari total biaya yang
diperlukan dalam perdagangan di Asia. Dalam hasil penelitiannya juga dikatakan
bahwa fasilitasi perdagangan seperti mengeliminasi prosedur yang rumit dalam
perdagangan yang kompetitif lebih berpengaruh secara langsung karena dapat
meningkatkan daya saing ekspor.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu yang terdapat
pada komoditas, variabel independen, dan alat analisis yang digunakan. Penelitian
ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor pulp dan kertas Indonesia
dari sisi permintaan ekspor pada komoditas ekspor disaggregate pulp dan kertas,
yaitu terhadap kode HS 4703 (chemical wood pulp, soda or sulphate, other than
dissolving grades) dan kertas dengan kode HS 4802 (uncoated paper for writing,
printing, office machine) ke negara tujuan utama ekspor Indonesia, yaitu China.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya metode yang
pengujian yang dilakukan beragam, yaitu Ordinary Least Square (OLS), Error
Correction Model (ECM), dan Gravity Model. Hal tersebut menunjukkan bahwa
alat analisis tersebut dapat digunakan dan valid dalam menentukan faktor-faktor
apa saja yang dapat memengaruhi ekspor. Penggunaan alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini sama seperti yang digunakan oleh Heldini (2008) dan Veronika
(2008), yaitu dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Ada
pun variabel independen yang akan dipakai, yaitu harga ekspor masing-masing
komoditas pulp dan kertas, nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi, populasi negara
China, GDP riil per kapita negara China, harga ekspor kertas HS 4803 Indonesia
dan harga ekspor pulp HS 4702, nilai RCA masing-masing komoditas, dan tarif
impor pulp dan kertas di China. Pemilihan variabel didasarkan pada teori
permintaan ekonomi yang diduga berpengaruh besar terhadap permintaan ekspor
dan telah diuji oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan variabel
tersebut merujuk pada penelitian Heldini (2008), Veronika (2008), dan Wulandari
(2017). Selain itu, penelitian ini juga melihat elastisitas dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependennya agar lebih mudah untuk
diinterprestasikan.
KERANGKA PEMIKIRAN
Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi di setiap negara (Todaro 2006). Pernyataan tersebut didukung oleh
Salvatore (1997) yang menyatakan bahwa perdagangan internasional merupakan
17
P P P Sb
ekspor B
Pb
Sa Sd
Pd
A
Pa
impor
P Q Q Q
Qa Qd Qb
Keterangan:
Kiri: Negara A, negara pengekspor (Indonesia)
Kanan: Negara B, negara pengimpor (China)
Tengah: Pasar Internasional
18
Permintaan Ekspor
Dalam perdagangan internasional, kegiatan yang sering ditemui salah satunya
adalah kegiatan ekspor. Kegiatan ekspor pada dasarnya dipengaruhi oleh adanya
penawaran ekspor dan permintaan ekspor yang dapat dijelaskan dengan fungsi
berikut:
Xt = f(SXt, DXt)
Keterangan:
Xt: Ekspor komoditas suatu negara ke negara tujuan
SXt: Penawaran ekspor negara eksportir
DXt: Permintaan ekspor negara pengimpor
Permintaan adalah sejumlah barang yang ingin dibeli oleh konsumen, dimana
jumlah pembelian ditentukan oleh harga barang tersebut (Mankiw 2006).
Hubungan antara harga suatu barang dan/atau jasa dengan jumlah barang dan/atau
yang diminta dijelaskan dalam sebuah hukum permintaan. Mankiw (2006)
mengemukakan bahwa hukum permintaan adalah jika harga suatu barang
meningkat, maka permintaan terhadap barang tersebut akan menurun dan
sebaliknya jika harga suatu barang menurun, maka permintaan terhadap barang
tersebut akan meningkat, ceteris paribus. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
teori permintaan merupakan teori yang menjelaskan besarnya jumlah barang yang
diminta oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor
19
yang memengaruhi permintaan suatu barang adalah harga barang dan/atau jasa itu
sendiri, harga barang dan/atau jasa lain, pendapatan masyarakat, selera, jumlah
penduduk, dan faktor lainnya.
Permintaan ekspor suatu komoditas menurut Lipsey (1995) merupakan
hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditas yang akan dibeli konsumen
selama periode tertentu pada suatu tingkat harga tertentu. Permintaan pasar suatu
komoditas merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan
individu terhadap suatu komoditas. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara.
Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu harga komoditas (PXt), harga komoditas lain (PYt), kurs mata uang (ERt),
pendapatan atau GDP negara tujuan ekspor (Yt), populasi (Popt), dan faktor-faktor
lainnya (Zt). Secara keseluruhan fungsi permintaan ekspor suatu komoditas dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Populasi
Menurut Lipsey et al. (1995), jumlah penduduk suatu menjadi salah satu
faktor penting dalam kegiatan ekspor karena memiliki hubungan yang kuat dan
positif dengan banyaknya komoditi yang diminta. Kenaikan jumlah penduduk akan
menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan
naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat
harga akan lebih banyak. Begitupun dengan yang dikemukakan oleh Salvatore
20
Harga Ekspor
Harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kegiatan ekspor.
Menurut model ekonomi, harga dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi yaitu
sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, harga memiliki hubungan
positif terhadap jumlah produk ekspor yang ditawarkan. Namun, pada sisi
permintaan harga memiliki hubungan negatif terhadap jumlah produk ekspor yang
diminta oleh negara importir. Merujuk pada teori permintaan konsumen (consumer
demand theory), berdasarkan Gambar 5 jika harga suatu komoditi meningkat maka
permintaan terhadap suatu komoditi menurun sehingga ekspor akan menurun,
begitupun sebaliknya. Rumus umum harga ekspor dijabarkan pada persamaan:
Nilai Ekspor
Harga Ekspor =
Volume Ekspor
P S
P1
P0
D
Q
0 S0 S1 D1 D0
Gambar 5 Pengaruh Kenaikan Harga Ekspor Terhadap Volume Ekspor
Sumber: Lipsey 1995
Nilai Tukar
Nilai tukar menurut Salvatore (1997) merupakan harga mata uang suatu
negara terhadap mata uang negara asing. Harga mata uang yang dinyatakan dalam
mata uang lain dapat dijual atau dibeli (Lipsey 1995). Para ekonom membedakan
nilai tukar atau kurs menjadi dua, yaitu kurs riil dan kurs nominal. Nilai tukar
nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar atau
kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantar dua negara yang disebut
juga sebagai terms of trade (Mankiw 2006).
Hubungan yang terjadi antara kurs riil dengan kurs nominal yaitu kurs riil di
kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara
(Mankiw 2006). Hubungan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal dirumuskan
sebagai berikut:
Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6, pada gambar diketahui bahwa kurs
riil memiliki pengaruh terhadap kondisi makroekonomi dari suatu negara. Mankiw
mengatakan bahwa kurs riil tidak berbeda dengan harga relatif. Apabila nilai tukar
riil suatu negara terhadap negara lain tinggi atau mengalami apresiasi, maka harga
barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan harga barang-barang dalam negeri
akan relatif lebih mahal. Harga relatif dalam negeri yang lebih mahal akan
menimbulkan permintaan barang luar negeri meningkat, sehingga akan
meningkatkan jumlah impor dan menyebabkan defisit neraca perdagangan.
Sebaliknya, apabila nilai tukar riil suatu negara terhadap negara lain rendah atau
mengalami depresiasi, maka harga barang-barang dalam negeri akan dinilai relatif
murah dan harga barang-barang luar negeri dinilai relatif mahal, sehingga akan
menimbulkan peningkatan jumlah permintaan barang dalam negeri untuk diekspor
ke luar negeri (Mankiw 2006). Peningkatan permintaan ekspor tersebut akan
menyebabkan surplus pada neraca perdagangan.
NX (ɛ)
Defisit Surplus
Ekspor Neto, NX
0
menunjukkan adanya permintaan neto atas mata uang domestik yang berasal dari
luar negeri yang akan dipakai untuk membeli barang-barang domestik akibat dari
penurunan nilai tukar riil (Mankiw 2006). Sedangkan garis vertikal (S-I) merupakan
arus modal keluar neto. Garis vertikal tersebut merupakan kelebihan tabungan (S)
atas investasi (I), dimana tabungan dan investasi tidak memiliki hubungan dengan
kurs riil. Dengan demikian, perpotongan garis (S-I) dengan ekspor neto (NX) akan
menentukan kurs ekuilibrium.
Hambatan Tarif
Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis untuk
melindungi barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman barang-barang
sejenis yang diimpor dari luar negeri dalam jumlah yang tidak sedikit. Tarif adalah
hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor yang
melintasi daerah pabean (custom area). Tarif impor pada hakekatnya merupakan
suatu tindakan diskriminatif yang digunakan suatu negara untuk mencapai berbagai
tujuan, yaitu diantanya untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan
dengan produk sejenis yang berasal dari impor, meningkatkan penerimaan negara,
mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain (Salvatore 1997).
Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif yaitu:
a. Tarif impor (import tariff), yaitu tarif yang dikenakan terhadap komoditas yang
diimpor dari negara lain. Tujuannya untuk melindungi produk dalam negeri.
Dengan adanya tarif impor, arus barang-banrang impor akan terkendali.
b. Tarif ekspor (export tariff), yaitu pajak yang dikenakan terhadap komoditi yang
akan diekspor ke luar negeri. Tujuannya untuk membatasi ekspor yang
berlebihan sehingga kebutuhan domestik terlebih dahulu tercukupi
Ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu:
a. Tarif Ad Valorem, yaitu bea yang nilainya dinyatakan dalam persentase dari
harga yang dikenakan bea tersebut (persen x harga barang).
b. Tarif Specific (Tarif Normal), yaitu bea yang nilainya dikenakan sebagai beban
tetap unit barang yang diimpor.
c. The Compound Tarrif (Tarif Campuran), yaitu gabungan antara tarif spesifik dan
ad valorem.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor pulp dan kertas terbesar
di dunia. Peluang Indonesia untuk memperluas pangsa pasarnya serta menjadi
negara eksportir utama dunia sangat memungkinkan karena adanya kecenderungan
dominasi pasar pulp dan kertas oleh negara-negara NORSCAN (North America and
Scandinavia) yang semakin berkurang. Didukung oleh potensi hutan Indonesia
yang melimpah yang disertai dengan penerapan Sustainable Forest Management
(SFM) menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang dapat memanfaatkan
momentum menurunnya dominasi pasar pulp dan kertas oleh NORSCAN.
Masalah yang dihadapi Indonesia bersamaan dengan adanya momentum
penurunan dominasi pasar adalah momentum tersebut tidak hanya menjdi peluang
bagi Indonesia tetapi juga bagi negara-negara lainnya di Asia dan Amerika Selatan.
Persaingan yang terjadi ditandai dengan ekspansi kapasitas produksi pulp dan
23
kertas yang terjadi di negara-negara Amerika Selatan dan Asia ditengah terjadinya
penurunan produksi di negara-negara NORSCAN. Selain itu, permintaan
konsumen akan produk yang ramah lingkungan membuat isu perdagangan terkait
lingkungan yang bertema Green Economic semakin diusungkan. Hal tersebut
berdampak pada munculnya kebijakan-kebijakan mengenai isu lingkungan yang
dapat menentukan persaingan dalam perdagangan komoditas pulp dan kertas sebab
produsen yang tidak memenuhi persyaratan dari kebijakan tersebut dapat
kehilangan pasarnya dan konsumen beralih ke produsen lain.
Selain adanya momentum penurunan dominasi pasar, pertumbuhan konsumsi
pulp dan kertas secara global yang masih mengalami peningkatan juga menjadi
peluang yang masih terbuka lebar bagi Indonesia untuk dapat terus
mengembangkan kinerja ekspornya. Salah satu negara yang memiliki permintaan
yang besar terhadap komoditas pulp dan kertas dunia adalah China. Selain menjadi
pasar yang besar secara global, China juga merupakan pasar utama Indonesia.
Perdagangan antara Indonesia dengan China memiliki peluang yang semakin besar
dalam bersaing dengan negara-negara pesaing utama dengan diberlakukannya
ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dapat mengeliminasi
hambatan dalam perdagangan komoditas pulp dan kertas.
Berdasarkan uraian yang telah dilakukan, perlu dilakukan analisi daya saing
untuk mengetahui persaingan komoditas pulp dan kertas. di pasar China. Selain itu,
kondisi pasar pulp dan kertas di China perlu diketahui untuk mengetahui faktor apa
saja yang memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas di pasar China agar
produk Indonesia dapat memenuhi potensi pasar tersebut dalam bersaing dengan
produk pesaingnya di pasar China.
Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat gambaran umum perkembangan
volume ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 di pasar China. Selain
perkembangan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia di pasar China, juga
dilakukan analisis perkembangan dari masing-masing determinan ekonomi yang
akan digunakan dalam penelitian ini. Setelah itu, dilakukan analisis daya saing pulp
dan kertas Indonesia dilihat dari aspek perdagangan internasional berupa kegiatan
ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China yang dianalisis dengan menggunakan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA).
Analisis determinan yang diduga memengaruhi ekspor kertas dan pulp
Indonesia di pasar China dianalisis menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS) dengan menggunakan data sekunder tahunan periode 2001 sampai 2018.
Komoditas yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah produk pulp
dengan kode HS (Harmonized System) digit empat berdasarkan United Nations
Commodity Trade (UN Comtrade), yaitu HS 4703 (chemical wood pulp, soda or
sulphate, other than dissolving grades) dan produk kertas dengan kode HS 4802
(uncoated paper for writing, printing, office machine). Pemilihan komoditas ini
berdasarkan jumlah nilai ekspor terbesar komoditas pulp dan kertas yang dieskpor
ke China. Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
harga ekspor masing-masing komoditas pulp dan kertas, nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi, populasi negara China, GDP riil per kapita negara China, nilai
RCA masing-masing komoditas, tarif impor masing-masing komoditas pulp dan
kertas di China serta harga ekspor kertas tisu (HS 4803) pada model kertas dan
harga ekspor pulp HS 4702 pada model pulp.
24
Hipotesis Penelitian
ekspor meningkat maka akan menurunkan volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia sebagai permintaan dari negara tujuan ekspor.
3. Harga ekspor barang lain, yaitu kertas HS 4803 dan pulp HS 4702 akan
berpengaruh positif terhadap volume ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China.
Artinya, semakin tinggi harga ekspor kertas HS 4803 Indonesia ke China maka
volume ekspor kertas HS 4802 akan semakin besar, demikian juga dengan harga
ekspor pulp HS 4702, semakin tinggi harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke
China maka volume ekspor pulp HS 4703 akan semakin besar .
4. Nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi berpengaruh negatif terhadap volume
ekspor kertas dan pulp Indonesia. Apabila nilai tukar riil rupiah terhadap
renminbi menurun, maka harga komoditas pulp dan kertas Indonesia dinilai
relatif lebih murah sehingga akan meningkatkan jumlah permintaan ekspor pulp
dan kertas dari Indonesia.
5. GDP riil per kapita China berpengaruh positif terhadap volume ekspor kertas
dan pulp Indonesia. Apabila GDP riil per kapita China meningkat, maka daya
beli masyarakat China dalam mengonsumsi pulp dan kertas akan meningkat.
Peningkatan tersebut akan mendorong naiknya volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia.
6. Populasi China berpengaruh positif terhadap volume ekspor kertas dan pulp
Indonesia. Jumlah populasi negara tujuan ekspor yang meningkat akan maka
jumlah permintaan suatu komoditas juga akan ikut meningkat.
7. Tarif impor yang diterapkan oleh China terhadap komoditas pulp dan kertas
Indonesia berpengaruh negatif terhadap volume ekspor pulp dan kertas
Indonesia. Apabila tarif impor yang diberlakukan oleh China terhadap produk
Indonesia meningkat, maka permintaan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia
ke China akan menurun.
8. Nilai RCA pulp dan kertas Indonesia di China berpengaruh positif terhadap
volume ekspor pulp dan kertas Indonesia. Apabila komoditas pulp HS 4703 dan
kertas HS 4802 memiliki daya saing komparatif yang kuat di pasar China maka
akan meningkatkan permintaan volume ekspor kedua komoditas tersebut di
pasar China.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber atau instansi terkait. Data yang
digunakan adalah data data deret waktu (time series) selama 18 tahun (2001-2018).
Pemilihan periode selama 18 tahun tersebut dikarenakan keterbatasan data yang
dapat diakses sehingga analisis yang lebih mendalam tidak dapat dilakukan.
Ketersediaan data pada penelitian ini diperoleh dari Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia (Kemenperin), International Trade Centre (ITC), Badan Pusat
Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag), Food
and Agricultural Organization Statistics (FAO), World Development Indicators
World Bank (WDI-Worldbank), United Nations Conference on Trade and
26
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan
kuantitatif. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan gambaran
umum perdagangan pulp dan kertas Indonesia ke China dengan melihat
perkembangan volume ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China untuk masing-
masing komoditas, perkembangan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi,
perkembangan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802, perkembangan
harga ekspor kertas HS 4803, dan perkembangan harga ekspor pulp HS 4702,
perkembangan tarif impor untuk komoditas pulp dan kertas Indonesia yang berlaku
di China. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komparatif
komoditas pulp dan kertas Indonesia dan analisis regresi untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China.
Data yang diperoleh akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Excel dan Eviews 9.
27
Dimana:
i = negara
j = komoditas
n = total negara
t = total komoditas
Eij = Nilai ekspor kertas Indonesia ke China (US$)
Eit = Nilai ekspor total negara Indonesia ke China (US$)
Enj = Nilai ekspor pulp dan kertas dari dunia ke China (US$)
Ent = Nilai ekspor total semua komoditas dunia ke China (US$)
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi variabel random (error
term) menyebar secara normal atau tidak. Apabila terdapat penyimpangan terhadap
asumsi distribusi normalitas maka masih akan tetap menghasilkan penduga
koefisien regresi linear, tidak berbias dan terbaik. Penyimpangan asumsi normalitas
ini akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah contoh diperbesar. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengubah bentuk nilai peubah yang semula nilainya
absolut ditransformasikan menjadi bentuk lain seperti kuadratik, respirokal dan lain
sebagainya sehingga akan menghasilkan distribusi yang normal (Gujarati 2006).
Uji normalitas dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitas yang dihasilkan
melalui tes Jarque Bera. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata yang
digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel random dalam model tersebut
sudah menyebar normal.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, dimana heteroskedastisitas terjadi
jika varian dari nilai residual tidak konstan untuk semua pengamatan pada model
regresi. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Gujarati (2006) menyatakan bahwa model regresi yang baik adalah model yang
homoskedasitas (tidak terjadi heteroskedasitas). Salah satu cara untuk mengatasi
masalah ini yaitu dengan metode Generalized Least Square (GLS) yang merupakan
metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasikan dengan
memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). Uji heteroskedastisitas dapat
menggunakan tes Breusch-Pagan-Godfrey (B-P-G) dengan melihat nilai
probabilitas F statistik (F-hitung). Jika nilai F-hitung lebih besar dari taraf nyata
yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari
penyimpangan heteroskedastisitas. Penggunaan B-P-G test merujuk pada Davidson
dan MacKinnon (1993) yang menyatakan bahwa B-P-G test merupakan salah satu
29
tes terbaik secara statistik jika residual pada estimasi terdistribusi secara normal
atau telah melewati tes normalitas.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji adanya hubungan linier antara
variabel independen. Firdaus (2011) menyatakan bahwa semakin kecil korelasi di
antara variabel independen, maka semakin baik model yang akan diperoleh. Suatu
model dapat diduga mengandung multikolinearitas apabila nilai R 2 cukup tinggi
(antara 0.7-1) tetapi banyak koefisien regresi pasial yang tidak signifikan secara
individu (Firdaus 2011). Cara mendeteksi multikoliniersitas adalah dengan
menggunakan Spearman’s Rho Correlation, apabila angka korelasi lebih kecil dari
0.8 maka dapat dikatakan model terbebas dari penyimpangan multikolinearitas.
Atau dapat juga dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Faktor (VIF).
Apabila nilai VIF < 10, berarti tidak terdapat multikoneliaritas (Setiawan dan
Kusrini 2010).
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada korelasi yang tinggi
antar error (ɛ) suatu model. Uji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model
dapat diketahui dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hasil estimasi
statistik dengan nilai Durbin Watson (DW) tabel. Apabila nilai DW berada pada
daerah non-autokorelasi mendekati dua, maka dapat disimpulkan bahwa model
tersebut bebas dari penyimpangan autokorelasi. Berikut tabel distribusi nilai Durbin
Watson (DW):
2. Kriteria Statistika
Pengujian secara stastistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang digunakan dalam penelitian berpengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen. Terdapat beberapa kriteria pengujian secara statistik yang dapat
digunakan, yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan, uji statistik-F dan uji
statistik-t. Uji statistik-F digunakan untuk melihat apakah model penduga yang
digunakan dalam penelitian sudah layak untuk menduga parameter dari fungsi
permintaan ekspor. Uji statistik-t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi
dari masing-masing variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen.
Uji F
Uji F merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independent variabel) yang diuji secara simultan berpengaruh
signifikan atau tidak terhadap variabel tak bebas (Gujarati 2006). Pengujian
dilakukan dengan membandingkan nilai kritis F dengan nilai F-hitung pada
distribusi F yang terdapat pada hasil analisis. Hipotesis pengujian dinyatakan
sebagai berikut:
H0: β1 = β2 = ...= β9 = 0
H1: paling sedikit ada satu β yang tidak sama dengan nol
Jika p-value < α (tolak H0), maka variabel independen yang diuji secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika p-
value > α (terima H0), maka variabel independen yang diuji secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Uji T
Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing
variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai probabilitas T statistik
(t-hitung) dari masing-masing variabel independen dengan memperhatikan tingkat
signifikan (α). Jika Prob. T-stat variabel independen lebih kecil dari taraf nyata
yang ditentukan, maka kesimpulannya adalah variabel independen secara parsial
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Apabila Prob. T-stat variabel
independen lebih besar dari taraf nyata yang ditentukan, maka variabel independen
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Perumusan Model
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan tinjauan pustaka yang telah
dilakukan maka perumusan model permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia di
pasar China adalah sebagai berikut:
keterangan:
β0 = Intercept
β1,2,3,..,n = Konstanta masing-masing variabel independen
EXPpulpt = Volume ekspor pulp kode HS 4703 Indonesia ke China pada tahun t (ton)
GDPjt = GDP riil per kapita China pada tahun t (USD)
RERijt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Renminbi pada tahun t (IDR/CNY)
PX4703t = Harga ekspor pulp kode HS 4703 pada tahun t (USD/ton)
PX4702t = Harga ekspor pulp kode HS 4702 pada tahun t (USD/ton)
RCApulpt = Nilai indeks RCA komoditas pulp HS 4703 Indonesia ke China
i = Indonesia
j = China
t = Periode 2001-2018
ɛijt = Error
keterangan:
β0 = Intercept
β1,2,3,..,n = Konstanta masing-masing variabel independen
EXPKertast = Volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia ke China pada tahun t (ton)
GDPjt = GDP riil per kapita China pada tahun t (USD)
RERijt = Nilai tukar riil Rupiah terhadap Renminbi pada tahun t (IDR/CNY)
PX4802t = Harga ekspor kertas kode HS 4802 pada tahun t (USD/ton)
PX4803t = Harga ekspor kertas tisu kode HS 4803 pada tahun t (USD/ton)
RCApulpt = Nilai indeks RCA komoditas kertas HS 4802 Indonesia ke China
TMijt = Tarif impor komoditas kertas HS 4802 pada tahun t ke China (persen)
i = Indonesia
j = China
t = Periode 2001-2018
ɛijt = Error
Yi = α + β2 Xi + ui
∂Y/QY ∂Y X
E= = x
∂X/X ∂X Y
X
= β2 x
Y
keterangan:
b = koefisien regresi
x = nilai rata-rata x
y = nilai rata-rata y
Pada model regresi dengan fungsi regresi semi-log atau ada variabel
independen yang dinyatakan dalam bentuk persen maka elastisitas pada fungsi
persamaan tersebut (Gujarati 2004) adalah sebagai berikut:
Yi = α + β2 lnXi + ui
β2
∂Y = x ∂X
X
∂Y X β2
x =
∂X Y Y
33
3500000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
Perkembangan Harga Ekspor Pulp (HS 4703) dan Kertas (HS 4802) Indonesia
di Pasar China
Perkembangan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 ke China
secara umum memiliki tren meningkat selama periode 2001 sampai dengan 2018.
Pergerakan harga ekspor pulp HS 4703 dan kertas HS 4802 ke China mengalami
penurunan yang signifikan pada tahun 2009. Penurunan harga ekspor tersebut
merupakan dampak negatif dari krisis ekonomi global yang terjadi pertengahan
tahun 2008 di Amerika Serikat. Krisis ekonomi global tersebut menyebabkan
jumlah permintaan ekspor pulp dan kertas di China menurun, penurunan
permintaan tersebut kemudian diikuti oleh menurunnya harga pulp dan kertas.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4703 4802
Setelah terjadinya penurunan harga ekspor yang signifikan tahun 2009, harga
ekspor pulp HS 4703 kembali ke posisi awal di tahun 2010 yang kemudian
mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2016.
Serupa dengan pergerakan harga ekspor pulp HS 4703, harga ekspor kertas HS
4802 juga mengalami kenaikan di tahun 2010 yang kemudian mengalami
penurunan dan tetap stagnan pada tahun-tahun berikutnya sampai tahun 2016.
Pada tahun 2016, harga ekspor pulp dan kertas Indonesia ke China kembali
mengalami penurunan. China yang juga diketahui sebagai produsen pulp dan kertas
mengalami kelebihan penawaran pada saat itu, akibatnya China meningkatkan
kegiatan ekspor pulp dan kertas di wilayah Asia, termasuk Indonesia, dari yang
sebelumnya tujuan ekspor terbesar adalah Amerika dan Eropa. Hal tersebut
kemudian menyebabkan harga ekspor pulp dan kertas Indonesia mengalami
penurunan agar dapat bersaing dengan pulp dan kertas China yang lebih murah dan
menghindari kelebihan penawaran (oversupply). Tahun berikutnya pada 2017,
harga pulp dan kertas kembali mengalami peningkatan. Peningkatan telah terjadi
sejak kuarter terakhir tahun 2016. Harga pulp semakin melambung tinggi akibat
adanya pelarangan impor kertas bekas yang berlaku di China sejak Agustus 2017
(CNHPIA 2017).
35
Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia di Pasar China
Kertas tisu merupakan salah satu kebutuhan yang tidak lepas dari kehidupan
di China. China diketahui menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah
konsumsi kertas tisu yang besar selain Eropa Barat dan Amerika Utara. Konsumsi
kertas tisu di China yang paling banyak adalah jenis tisu toilet dan tisu wajah,
sedangkan tisu rumah tangga (household) penggunaannya masih sedikit di China
walaupun di wilayah bagian China yang lebih sejahtera memiliki permintaan yang
tinggi untuk jenis kertas tisu tersebut (He dan Barr 2004). Hal ini dikarenakan
budaya dan kebiasaan China yang menganggap penggunaan tisu rumah tangga
seperti tissue towel dan napkin adalah sesuatu yang boros dan mereka lebih memilih
menggunakan kain yang dapat digunakan kembali.
Selain menjadi negara yang memiliki jumlah konsumsi terbesar, China juga
merupakan produsen terbesar kertas tisu. Hingga akhir 80-an industri kertas tisu di
China masih sangat rendah akibat terisolasi dari teknologi serta tren global dan
terbatas hanya pada beberapa produk saja. Dalam beberapa dekade kemudian
industri kertas tisu di China berubah secara drastis. Berdasarkan data dari RISI, dari
tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, tingkat pertumbuhan konsumsi tisu global
tidak pernah melebihi 4 persen per tahun. Namun, selama periode yang sama,
tingkat pertumbuhan konsumsi kertas tisu di China tidak pernah lebih rendah dari
6.6 persen. Pada tahun 2018 pasar kertas tisu China lebih besar dari Eropa Barat
dan mendekati Amerika bagian Utara. Pasar China mengkonsumsi 22.4 persen dari
total konsumsi kertas tisu dunia sebesar 38.8 juta ton (RISI 2019).
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Gambar 10 Perkembangan Harga Ekspor Kertas Tisu (HS 4803) Indonesia ke China
tahun 2001-2018 (dalam USD/Kg)
Sumber: ITC (diolah)
Seiring dengan pertumbuhan pasar kertas tisu yang sangat cepat, China
National Household Paper Industri Association (CNHPIA) dalam Year in Review
2017 mengatakan bahwa laju pertumbuhan impor kertas tisu yang dilakukan oleh
China juga merupakan yang terbesar dari jenis kertas lainnya, dimana salah satu
pasokan kertas tisu terbesar di China berasal dari Indonesia disamping Jepang dan
Taipei. Pada Gambar 10 dapat dilihat perkembangan harga kertas tisu HS 4803 di
China memiliki pergerakan yang berfluktuatif pada periode 2001 hingga 2018.
36
Selama periode tersebut, harga ekspor tisu mengalami penurunan pada tahun 2002
dan 2003 yang kemudian meningkat kembali sampai tahun 2008. Sama seperti
harga pulp HS 4703 dan kertas HS 4802, harga kertas HS 4803 juga mengalami
penurunan di tahun 2009 akibat dari resesi global (the great recession) yang terjadi
pada saat itu.
Selanjutnya penurunan harga ekspor kertas tisu (HS 4803) Indonesia di pasar
China kembali terjadi di tahun 2013 sampai dengan 2017. Berdasarkan tinjauan
yang dilakukan oleh CNHPIA, pada tahun-tahun tersebut produksi kertas tisu di
China sedang mengalami overcapacity sehingga menyebabkan harga kertas tisu di
China menjadi turun. Ditambah dengan persaingan yang semakin kuat di pasar
China, hal tersebut menyebabkan Indonesia menurunkan harganya untuk
menghindari risiko tidak mendapat keuntungan (risk of unprofitability) di pasar
China.
tahun 2009 akibat dari krisis ekonomi global. Pergerakan selanjutnya harga ekspor
kembali ke harga semula sebelum resesi global yang kemudian turun kembali pada
tahun 2015 dan 2017. Penurunan tersebut dikarenakan ekonomi China yang
melambat serta adanya perbedaan antara softwood dan hardwood kraft pulps.
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
2500
2000
1500
1000
500
0
Gambar 12 Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia terhadap China tahun 2001-
2018
Sumber: World Bank (diolah)
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Gambar 13 Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) Riil per Kapita China
tahun 2001-2018 (constant USD 2010)
Sumber: World Bank
4 dari 13 merupakan kertas yang termasuk kedalam kategori Highly Sensitive List
(HSL) dan sisanya masuk kedalam kategori Sensitive List (SL). Berdasarkan data
dari World Trade Organization (WTO) dan Ditjen PPI Kemendag, tarif pada kertas
HS 4802 selama periode 2001 sampai dengan 2018 telah turun dari tarif rata-rata
sebesar 12 persen pada tahun 2001 menjadi 5.5 persen di tahun 2018.
Analisis Daya Saing Komoditas Pulp HS 4703 dan Kertas HS 4802 Indonesia
dan Empat Negara Pesaing Terbesar di Pasar China
Tabel 12 Nilai Rata-Rata RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir Utama di
Pasar China Periode 2001-2018
Amerika
Indonesia Brazil Chile Kanada
Serikat
Nilai Rata-
11.63 7.62 15.04 17.49 1.40
rata RCA
Daya saing Indonesia untuk komoditas pulp HS 4703 selama periode 2001
sampai dengan 2018 memiliki rata-rata indeks RCA lebih dari 1. Hal yang sama
juga dimiliki oleh empat negara eksportir terbesar pulp HS 4703 di China selain
Indonesia, yaitu Brazil, Chile, Kanada, dan Amerika Serikat. Selama periode 2001
sampai dengan 2018, nilai RCA komoditas pulp 4703 di pasar China tertinggi
dimiliki oleh Kanada dengan rata-rata nilai RCA sebesar 17.49 yang diikuti oleh
Chile di posisi kedua dengan nilai rata-rata RCA sebesar 15.05. Di posisi
selanjutnya ada Indonesia dengan rata-rata nilai RCA sebesar 11.63 yang kemudian
diikuti oleh Brazil dan Amerika Serikat dengan nilai rata-rata RCA masing-masing
sebesar 7.62 dan 1.40 (Tabel 12). Posisi pulp HS 4703 Indonesia yang masih berada
dibawah Kanada dan Chile menunjukkan bahwa Kanada dan Chile memiliki
keunggulan komparatif yang lebih kuat untuk komoditas pulp 4703 di pasar China
dibandingkan dengan Indonesia dan kedua negara lainnya.
41
Gambar 14 Perkembangan Nilai RCA Pulp HS 4703 Lima Negara Eksportir Utama
di Pasar China Periode 2001-2018
Tabel 14 Nilai Rata-Rata RCA Kertas HS 4802 Lima Negara Eksportir Utama di
Pasar China Periode 2001-2018
Amerika
Indonesia Jepang Thailand Sweden
Serikat
Nilai Rata-
22.83 1.33 4.18 3.30 0.58
rata RCA
Kemudian dapat dilihat pada Gambar 15 bahwa posisi daya saing Indonesia
untuk komoditas kertas HS 4802 selama periode 2001 sampai dengan 2018
memiliki perkembangan nilai RCA tertinggi diantara negara-negara eksportir
utama lainnya di pasar China dengan nilai RCA Indonesia selama periode tersebut
untuk komoditas kertas HS 4802 mengalami fluktuasi dengan tren meningkat.
Sedangkan perkembangan nilai RCA komoditas kertas HS 4802 negara Jepang,
Thailand, Sweden, dan Amerika Serikat mengalami pergerakan yang lebih sedikit
dan cenderung meningkat untuk negara Thailand dan Sweden.
Indonesia Jepang Thailand Sweden US
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Nilai RCA Indonesia yang tinggi dikarenakan pangsa nilai ekspor komoditas
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sangat besar. Nilai RCA Indonesia
mencapai nilai tertingginya pada tahun 2015, dimana Indonesia berhasil
44
meningkatkan nilai ekspornya dari 69 juta USD pada tahun sebelumnya menjadi
121 juta USD pada 2015. Kemudian selama dua tahun terakhir, yaitu tahun 2017-
2018 pangsa nilai ekspor Indonesia mencapai kurang lebih setengah dari dari total
nilai ekspor dunia yang melakukan ekspor komoditas kertas HS 4802 ke China.
Dengan pangsa nilai ekspor yang besar tersebut komoditas kertas HS 4802
Indonesia dapat dikatakan memiliki daya saing komparatif yang sangat kuat di
pasar China. Daya saing komparatif yang tinggi dikarenakan potensi luas hutan
yang dimiliki oleh Indonesia. Walaupun luas hutan Amerika Serikat lebih besar
dibandingkan dengan Indonesia, akan tetapi proporsi ekspor kertas HS 4802 dengan
total komoditas yang diekspor oleh Amerika ke China sangat kecil sehingga
menyebabkan RCA indeks yang dimiliki juga kecil.
Alasan lain yang menjadi penyebab Indonesia memiliki daya saing yang
tinggi dapat disebabkan oleh harga kertas Indonesia yang lebih murah dibandingkan
dengan harga keempat negara pesaingnya (Lampiran 2). Harga Indonesia yang
lebih rendah dikarenakan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam biaya
produksi yang rendah. Berdasarkan hasil riset Research Information Systems Inc.
(RISI) pada kuartal IV tahun 2005 biaya produksi bahan baku kertas Indonesia,
yaitu pulp serat pendek relatif lebih murah dimana cash cost Indonesia sebesar
US$ 184 sedangkan di Amerika Serikat kurang lebih US$ 385, Brazil sekitar
US$ 120, dan negara-negara Scandinavia kurang lebih sebesar US$ 400 pada tahun
yang sama (DJIAK 2009; Lang 2008). Selain itu, daya saing kertas Indonesia yang
lebih tinggi jika dibandingkan negara di Asia terutama Jepang disebabkan oleh
kualitas kertas Indonesia memiliki kualitas yang lebih bagus serta kertas yang
dihasilkan juga putih dan bersih berbeda dengan produk kertas Jepang yang lebih
mahal dan kertas yang dihasilkan berwarna putih tetapi sedikit kekuningan (Annisa
2017).
Jarque-Bera 0.040618
1
Probability 0.979896
0
-199999 1 200001 400001
2. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas digunakan untuk meilhat hubungan linear
antara variabel independen di dalam model. Uji asumsi klasik mensyaratkan
46
bahwa regresi OLS harus terbebas dari multikolinearitas atau terbebas dari
kondisi dimana variabel independen saling berhubungan. Pengujian
moltikolinearitas pada model dapat dilihat melalui Variance Inflation Faktors
(VIFs). Hasil perhitungan VIF pada seluruh variabel yang terdapat pada model
regresi pulp HS 4703 menunjukkan nilai VIF tidak lebih besar dari 10 yang
berarti model regresi tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi klasik
multikolineritas. Hasil uji multikolinearitas model regresi pulp HS 4703 dapat
dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Pulp HS 4703
Variabel Nilai VIF
C NA
GDP 4.096225
RER 1.589026
HX4702 1.182656
HXPULP 3.305007
RCA4703 2.076606
3. Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi klasik autokorelasi pada model regresi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey atau dapat disebut juga dengan uji
Lagrange-Multiplier (LM test). Apabila nilai Prob. F-Statistic lebih besar dari
taraf nyata 5 persen (0.05) maka tidak terjadi masalah autokorelasi. Pada model
regresi pulp HS 4703 didapatkan hasil Prob. F-Statistic lebih besar dari 0.05
yaitu nilainya sebesar 0.053. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
masalah autokorelasi pada model regresi tersebut. Hasil uji autokorelasi pada
model pulp HS 4703 dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Pulp HS 4703
F-statistic 2.423563 Prob. F(2,10) 0.1386
Obs*R-squared 5.876441 Prob. Chi-Square(2) 0.0530
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan menggunakan
Breusch Pagan-Godfrey Test. Penyimpangan heteroskedastisitas merupakan
kondisi dimana varian dari nilai residual tidak konstan untuk semua pengamatan
pada model regresi. Ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dapat
dilihat melalui nilai Prob. F-statistic (F-hitung). Apabila nilai Prob. F-statistic
lebih besar dari taraf nyata 5 persen (0.05) maka tidak terjadi heteroskedastisitas
pada variabel yang digunakan. Pada hasil perhitungan dengan menggunakan
metode Breusch Pagan-Godfrey Test didapatkan nilai Prob. F-statistic lebih
besar dari taraf nyata 5 persen (0.05), yaitu sebesar 0.11. Artinya, model regresi
pulp HS 4703 tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisitas dan telah
memenuhi asumsi klasik heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas pada
model pulp HS 4703 dapat dilihat pada Tabel 18.
47
Tabel 18 Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas pada Model Pulp HS 4703
F-statistic 2.253585 Prob. F(5,12) 0.1155
Obs*R-squared 8.716835 Prob. Chi-Square(5) 0.1209
Scaled explained SS 4.310572 Prob. Chi-Square(5) 0.5056
Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 15, koefisien
determinasi (R2) memiliki nilai sebesar 0.941360. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa 94.13 persen keragaman variabel dependen atau volume ekspor pulp HS
4703 ke China dapat dijelaskan secara linear oleh variabel independen di dalam
model. Sedangkan 5.87 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
2. Uji F
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 15 ditunjukkan
nilai Prob. F-statistic sebesar 0.000001. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai
Prob. F-statistic lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen di
dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas (dependen).
3. Uji T
Berdasarkan uji parsial dengan menggunakan uji T pada taraf nyata 5
persen (0.05), didapatkan hasil yaitu dua dari lima variabel independen yang
berpengaruh signifikan secara statistik terhadap volume ekspor pulp HS 4703 ke
China. Variabel-variabel independen yang berpengaruh signifikan ditunjukkan
melalui nilai Prob. t-Statistic yang lebih kecil dari taraf nyata satu persen (0.01),
lima persen (0.05) atau sepuluh persen (0.1). Variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan tersebut adalah GDP riil per kapita negara China
dan posisi daya saing Indonesia yang digambarkan melalui nilai RCA
(RCA4703). Sedangkan variabel independen lainnya, yakni nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi (RER), harga ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke pasar China
(HXpulp), dan harga ekspor pulp HS 4702 berpengaruh tidak signifikan terhadap
volume ekspor pulp Indonesia di pasar China.
ekonomi dalam pernyataan Krugman dan Obstfeld (2009) didukung oleh studi
teoritis lainnya Ethier (1973); Clark (1973); Baron (1976); Cushman (1986); Peree
dan Steinherr (1989); et cetera dalam Baum et al. (2000) yang menyatakan bahwa
pada saat mata uang domestik terapresiasi terhadap mata uang luar negeri, maka
komoditas ekspor cenderung lebih mahal dibandingkan dengan komoditas impor
dari luar negeri. Harga relatif komoditas ekspor yang mahal tersebut akan
menurunkan daya saing komoditas tersebut dan menurunkan permintaan ekspor
oleh negara pengimpor.
Penelitian dengan hasil serupa, nilai tukar riil berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap permintaan volume ekpor suatu komoditas, ditemukan didalam
penelitian Azizah dan Beik (2015) pada ekspor Indonesia ke negara-negara OIC
dan Hujala (2013) pada perdagangan recovered paper sebagai pengganti pulp
sedangkan pada perdagangan bleached softwood kraft pulp memiliki hasil positif
tidak signifikan. Wang dan Barrett (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis
pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan Taiwan dengan Amerika Serikat
menyatakan ada beberapa alasan mengapa nilai tukar memiliki pengaruh yang kecil
dan tidak signifikan terhadap suatu kegiatan ekspor. Salah satu alasannya adalah
adanya hubungan bisnis jangka panjang antara negara yang bersangkutan dengan
negara mitra yang dapat mengeliminasi risiko dari perubahan nilai tukar. Selain itu,
nilai tukar yang berpengaruh tidak signifikan tersebut dapat diakibatkan oleh nilai
tukar yang relatif stabil (Azizah dan Beik 2015). Pada penelitian ini ada hubungan
jangka panjang yang terjadi antara Indonesia dengan China dimana China
membutuhkan pasokan pulp HS 4703 sebagai bahan baku bagi industri kertas di
China, didukung oleh harga produksi yang rendah di Indonesia menyebabkan
Indonesia menjadi salah satu negara pemasok utama di China. Hubungan tersebut
kemudian berlanjut kedalam sebuah Free Trade Agreement antara negara-negara
ASEAN dengan China (ACFTA) yang bertujuan untuk mengurangi hambatan
perdagangan yang terjadi antar negara-negara tersebut. Dapat dilihat juga pada
Gambar 12 dimana pergerakan nilai tukar rupiah terhadap China cenderung stabil
dengan sedikit fluktuasi, sesuai dengan pernyataan Azizah dan Beik (2015).
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas nilai tukar riil
rupiah terhadap renminbi terhadap permintaan ekpor sebesar -0.27. Hal tersebut
menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China kurang responsif
terhadap perubahan nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi dan bersifat inelastis.
Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan nilai tukar riil rupiah
terhadap renminbi sebesar satu persen maka permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di China akan menurun sebesar 0.27 persen. Perubahan yang terjadi
akibat perubahan nilai tukar dapat dikatakan sangat kecil pengaruhnya pada
permintaan ekspor pulp HS 4703 di China. Hal tersebut dikarenakan China tidak
memiliki lahan yang dapat ditanami tumbuhan potensial sebagai bahan baku
industri pulp dan kertas dengan begitu pasokan pulp China sangat bergantung pada
impor.
Hasil penelitian pada variabel harga ekspor pulp HS 4702 sesuai dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan harga ekspor pulp HS 4702 memiliki
pengaruh positif terhadap volume ekspor pulp HS 4703 Indonesia ke China.
Hubungan yang positif tersebut menunjukkan bahwa komoditas pulp HS 4702
Indonesia di pasar China merupakan komoditas subtitusi dari komoditas pulp HS
4703. Hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa semakin
tinggi harga subtitusi (Py) maka permintaan akan komoditas Y menurun dan
permintaan akan komoditas X meningkat.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor pulp HS 4703
Indonesia di pasar China (Lampiran 3), didapatkan nilai elastisitas harga ekspor
pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China terhadap permintaan ekpor pulp HS 4703
sebesar 0.018. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan harga
ekspor pulp HS 4702 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka permintaan
ekspor pulp HS 4703 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.018 persen.
Nilai elastisitas harga ekspor HS 4702 terhadap permintaan ekspor HS 4703 sangat
kecil dan bersifat inelastis, bahkan mendekati inelastis sempurna. Hal tersebut
menunjukkan bahwa permintaan ekspor pulp HS 4703 di China hampir tidak
responsif terhadap perubahan harga ekspor pulp HS 4702 Indonesia ke pasar China.
permintaan ekspor pulp HS 4703 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.53
persen.
6
Series: Residuals
Sample 2001 2018
5
Observations 18
4 Mean 1.50e-10
Median -2721.721
Maximum 67190.75
3 Minimum -71319.37
Std. Dev. 37945.70
2 Skewness -0.006281
Kurtosis 2.351972
1 Jarque-Bera 0.315073
Probability 0.854246
0
-50000 0 50000
2. Uji Multikolinearitas
Hasil perhitungan VIF pada seluruh variabel yang terdapat pada model
regresi kertas HS 4802 menunjukkan nilai VIF tidak lebih besar dari 10 yang
berarti model regresi tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi klasik
multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas model regresi kertas HS 4802 dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas pada Model Kertas HS 4802
Variabel Nilai VIF
C NA
GDP 6.321258
RER 3.667880
HX4802 5.326564
HX4803 3.115284
TIM4802 6.761051
RCA4802 1.845990
3. Uji Autokorelasi
Pengujian asumsi klasik autokorelasi pada model regresi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey atau dapat disebut juga dengan uji
Lagrange-Multiplier (LM test). Pada model regresi kertas HS 4802 didapatkan
hasil Prob. F-Statistic lebih besar dari 0.05 yaitu nilainya sebesar 0.3286. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model
regresi tersebut. Hasil uji autokorelasi pada model kertas HS 4802 dapat dilihat
pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi pada Model Kertas HS 4802
F-statistic 1.262654 Prob. F(2,9) 0.3286
Obs*R-squared 3.943977 Prob. Chi-Square(2) 0.1392
54
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas pada model dilakukan dengan menggunakan
Breusch Pagan-Godfrey Test. Pada hasil perhitungan dengan menggunakan
metode Breusch Pagan-Godfrey Test didapatkan nilai Prob. F-statistic lebih
besar dari taraf nyata 5 persen (0.05), yaitu sebesar 0.3567. Artinya, model
regresi kertas HS 4802 tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisitas dan telah
memenuhi asumsi klasik heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas pada
model kertas HS 4802 dapat dilihat pada Tabel 22.
Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 19, koefisien
determinasi (R2) memiliki nilai sebesar 0.848207. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa 84.82 persen keragaman variabel dependen atau volume ekspor kertas HS
4802 ke China dapat dijelaskan secara linear oleh variabel independen di dalam
model. Sedangkan 15.18 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
2. Uji F
Berdasarkan hasil estimasi model yang terdapat pada Tabel 19 ditunjukkan
nilai Prob. F-statistic sebesar 0.000582. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai
Prob. F-statistic lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen di
dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas (dependen).
3. Uji T
Berdasarkan uji parsial dengan menggunakan uji T didapatkan hasil yaitu
lima dari enam variabel independen yang berpengaruh signifikan secara statistik
terhadap volume ekspor kertas HS 4802 ke China. Variabel-variabel independen
yang berpengaruh signifikan secara statistik ditunjukkan melalui nilai Prob. t-
Statistic yang lebih kecil dari taraf nyata satu persen (0.01), lima persen (0.05)
atau sepuluh persen (0.1). Variabel independen yang berpengaruh secara
signifikan tersebut adalah GDP riil per kapita negara China (GDP), harga kertas
HS 4802 (HX4802), harga ekspor kertas HS 4803 (HX4803), tarif impor kertas
HS 4802 di China (TIM4802), dan indeks RCA kertas HS 4802 (RCA4802)
sedangkan variabel nilai tukar riil rupiah terhadap renminbi (RER) pada model
permintaan ekspor kertas HS 4802 berpengaruh negatif tidak signifikan.
3
Professional Risk Opinion. Paper and Paper Products – Investment Cycle Turns Positive [Industri Research].
October 29, 2018.
58
Pada keadaan tersebut, makanan mahal akan semakin mahal dan roti menjadi
makanan termurah yang bisa mereka dapatkan, dengan begitu mereka akan
memakan roti lebih banyak walaupun harganya meningkat.
Hasil analisis secara keseluruhan dapat dilihat adanya benang merah antara
teori permintaan elastisitas dengan kondisi pasar di China yang telah dijelaskan
sebelumnya. Berdasarkan pada hasil analisis, dapat dikatakan bahwa semakin
sejahtera negara China maka akan semakin mendorong negara tersebut untuk
memajukan tingkat literasi negaranya, dengan begitu permintaan kertas HS 4802
akan semakin meningkat. Akan tetapi peningkatan kesejahteraan negara China
membuat barang lain yang sudah mahal menjadi semakin mahal, sehingga
peningkatan harga ekspor kertas HS 4802 Indonesia tidak akan memengaruhi
permintaan ekspor oleh China sebab China akan tetap mengkonsumsi kertas HS
4802 dengan Indonesia yang menjadi pemasok utama karena harga yang murah.
Koefisien variabel tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China memiliki
nilai sebesar 54 280.12 yang mana nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap
kenaikan tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar 1 persen
maka akan menaikkan volume ekspor kertas HS 4802 sebesar 54 280.12 ton, cateris
paribus.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas permintaan ekspor kertas HS 4802
Indonesia di pasar China (Lampiran 4), didapatkan nilai elastisitas tarif impor kertas
HS 4802 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor kertas HS 4802
sebesar 0.36. Nilai tersebut memiliki arti bahwa setiap terjadi peningkatan tarif
impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China sebesar satu persen maka
permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China akan meningkat sebesar 0.36
persen. Nilai elastisitas tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar China
terhadap permintaan ekspor kertas HS 4802 menunjukkan bahwa permintaan
ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China kurang responsif terhadap tarif impor
kertas HS 4802 Indonesia di pasar China atau bersifat inelastis.
Hasil penelitian pada variabel tarif impor kertas HS 4802 Indonesia di pasar
China tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menduga bahwa variabel tarif
impor kertas HS 4802 akan memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan
volume ekspor kertas HS 4802 Indonesia di China. Pengaruh yang negatif tersebut
dapat disebabkan oleh proteksionisme industri yang terjadi di China. Produk kertas
Indonesia diketahui menjadi subtitusi dari produk kertas domestik di China
dikarenakan kualitas barang yang lebih bagus dan harga yang lebih murah daripada
produk domestik (Zhuang et al. 2005), akan tetapi ketergantungan terhadap impor
yang semakin meningkat dapat menyebabkan China melakukan peningkatan tarif
impor untuk melindungi industri domestiknya. Hal ini sejalan dengan temuan
Nasrudin et al (2015) pada kelompok pertanian seperti kelapa sawit, karet bahwa
dalam ACFTA proteksi (pengenaan tarif) untuk sensitive/high sensitive produk
seperti komoditas kertas dalam penelitian ini dilakukan untuk perlindungan
produsen dalam negeri. Selain itu, Zhuang et al. (2005) juga menyebutkan bahwa
ketergantungan China terhadap impor kertas tersebut yang juga menyebabkan
elastisitas permintaannya menjadi berkurang.
RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar China terhadap permintaan ekpor sebesar
1.07. Hal tersebut menunjukkan bahwa permintaan ekspor kertas HS 4802 di China
responsif terhadap perubahan indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia ke pasar China
dan bersifat elastis, bahkan mendekati unitary elastic. Nilai tersebut memiliki arti
bahwa setiap terjadi peningkatan indeks RCA kertas HS 4802 Indonesia di pasar
China sebesar satu persen maka permintaan ekspor kertas HS 4802 Indonesia di
China akan meningkat sebesar 1.07 persen.
Kesimpulan
Saran
kualitas yang dihasilkan sama seperti pulp dengan bahan baku kayu. Selain itu,
pengembangan teknologi terhadap mesin-mesin yang dapat memperkecil biaya
produksi atau menggunakan bahan bakar pengganti gas dalam proses produksi.
2. Kebutuhan akan pulp dan kertas di China yang tinggi menjadi peluang bagi
Indonesia untuk semakin meningkatkan kinerja ekspornya. Indonesia harus
dapat mempertahankan keunggulan biaya produksi yang dimiliki agar pulp dan
kertas Indonesia tetap memiliki harga yang lebih murah dengan kualitas yang
lebih bagus dari negara-negara pesaingnya.
3. Pengaruh GDP riil per kapita China menunjukkan bahwa daya beli negara China
cukup tinggi sehingga Indonesia perlu meningkatkan promosi produk pulp dan
kertas dalam meningkatkan kinerja ekspornya, terutama promosi terkait eco-
labelling sebab komoditas pulp dan kertas sangat sensitif terhadap isu
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi L. 2016. Pengaruh Exchange Rate dan GDP terhadap Ekspor dan Impor di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Surabaya (ID): Universitas Dr.
Soetomo.
Annisa RA. 2017. Proses penyelesaian sengketa dumping ekspor kertas fotocopy
Indonesia ke Jepang tahun 2012. JOM FISIP, 4(2).
Anugrah IR. 2013. Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor
Kertas Indonesia: Sebelum dan Sesudah Asean-China Free Trade Area
(ACFTA) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[APKI] Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia. 2016. Opportunities and Challenges
of Indonesian Pulp and Paper Industri. Jakarta (ID): Asosiasi Pulp dan Kertas
Indonesia.
Apridar. 2009. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan Permasalahan
dalam Aplikasinya, Edisi Peratama. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Arsyad L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta (ID): STIE YKPN.
Azizah N, Beik IS. 2015. Forecast and Determinants of Indonesia’s Export to The
OIC Mmember Countries. Conference Paper.
Balassa B. 1965. Trade liberalization and “revealed” comparative advantage. The
Manchester School: 99-123.
Barr C. 2000. Profits on Paper: The Political-Economy of Fiber, Finance, and Debt
in Indonesia’s Pulp and Paper Industries. Banking on Sustainability: A
Critical Assessment of Structural Adjustment in Indonesia’s Forest and
Estate Crop Industries. CIFOR and WWF-International.
Baum FC, Kaglayan M, Ozkan N. 2000. Nonlinear effects of exchange rate volatily
on the volume of bilateral experts. Working paper July 2002, Boston College.
Bender S, Li K-W. 2002. The changing trade and revealed comparative advantages
of Asian and Latin American manufacture exports. Center Discussion Paper
No. 843, Economic Growth Center, Yale University.
Berg P, Lingqvist O. 2019. Pulp, paper, and packaging in the next decade:
Transformational Change. McKinsey & Company.
62
Biro Riset LM FEUI. 2012. Analisis Industri Pulp dan Kertas Dunia: Masukan bagi
Pengelola BUMN. Jakarta (ID): Biro Riset LM FEUI.
Bogdanski BEC. 2014. The rise and the fall of the Canadian pulp and paper sector.
The Forestry Chronicle, 90(6): 785-793.
Borjesson MH dan Ahlgren EO. 2015. Pulp and Paper Industri. Technology Brief
I07 May 2015. Energy Technology Systems Analysis Programme (ETSAP).
Bowen HP. 1983. On the theoretical interpretation of indicies of trade intensity and
revealed comparative advantage. Weltwirtschaftliches Archiv, 119: 464-472.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Analisis Komoditas Ekspor 2012-2018, Sektor
Pertanian, Industri, dan Pertambangan. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Nilai Ekspor Migas dan Non Migas Indonesia
(Juta US$), 1975-2018 [internet]. [diunduh 7 Maret 2020]. Tersedia pada:
www.bps.go.id/linkTabelDinamis/view/id/897
[CEPI] Confederation of Europe Paper Industries. 2019. CEPI Key Statistics 2018.
Brussels (EU): Confederation of Europe Paper Industries.
[CNHPIA] China National Household Paper Industri Association. 2018. Year in
Review: Top News in China Tissue Paper Industri in 2017 [internet].
[diunduh pada 5 Juni 2020]. Tersedia pada:
https://en.cnhpia.org/class/view?id=46
Davidson R dan MacKinnon JG. 1993. Estimation and Inference in Econometrics.
New York (US): Oxford University Press.
[DJIAK] Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia. 2009. Raodmap Industri
Kertas. Jakarta (ID): Departemen Perindustrian, Kementerian Perindustrian.
[DJPHPL] Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. 2018. Rencana
dan Realisasi Produksi Kayu Bulat di IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI
periode 2011-2018. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
[EPN] The Environmental Paper Network. 2018. The State of The Global Paper
Industri, Shiffting Seas: New Challenges and Opportunities for Forests,
People and the Climate.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2019. FAO
Statistics Forest Products 2017. Rome (EU): Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Fatimah WS. 2018. Analisis Daya Saing
dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Ekspor Kopi Indonesia ke
Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Firdaus M. 2011. Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif, Edisi Kedua, Cetakan
Pertama. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2015. Pelanggaran Perusahaan Hutan Tanaman
Industri (HTI) dan Pembiayaan “Stusi Kasus PT. Toba Pulp Lestari dan
APRIL Group”. Bogor (ID): Forest Watch Indonesia.
Gallastegui IG. 2002. The Use of Eco-labels: A Review of the Literature. European
Environment, 12: 316-331.
Gebrina R. 2019. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Teh
(camellia sinesis) di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
63
Zhuang Z, Ding L, Li H. 2005. China’s pulp and paper industry: A review. School
of Economics, Georgia Institute of Technology.
Zulfiandri. 2012. Kebijakan Nilai Tukar Mata Uang Cina 2005-2010 [Tesis].
Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
67
LAMPIRAN
Keterangan:
Xij = Nilai ekspor kertas Indonesia ke China (1000 US$)
Xit = Nilai ekspor total negara Indonesia ke China (1000 US$)
Xnj = Nilai ekspor pulp dan kertas dari dunia ke China (1000 US$)
Xnt = Nilai ekspor total semua komoditas dunia ke China (1000 US$)
68
Lampiran 2 Harga ekpor kertas HS 4802 lima negara eksportir utama di pasar China
Indonesia Jepang Thailand Sweden US
Tahun
US/Kg
2001 0.500357 0.79291 0.630949 0.517911 0.763258
2002 0.584538 0.72408 1.304435 0.623315 0.848054
2003 0.596647 0.803928 0.718861 0.748472 0.90275
2004 0.626902 0.822057 0.715433 0.868242 1.058615
2005 0.610603 0.870897 0.729625 0.98833 1.029386
2006 0.643957 0.818475 0.749122 0.887911 1.06228
2007 0.705282 0.825023 0.82507 0.961902 1.0405
2008 0.726818 0.941537 0.981919 1.620126 1.159885
2009 0.609489 0.973197 1.012085 0.978147 1.258842
2010 0.71964 1.021084 1.037478 1.499446 1.332601
2011 0.709173 1.113669 1.055776 1.449258 1.389014
2012 0.731883 1.161181 0.98945 0.989091 1.244455
2013 0.730587 1.033106 1.067933 0.862449 1.146781
2014 0.723277 1.023135 0.967694 0.860547 1.402266
Sumber: ITC
69
RIWAYAT HIDUP