Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

Airo Dhanaris Simorangkir


07120080010

Identitas
Nama
: Tn. E
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 54 tahun
Agama
:Islam
Status marital
: Menikah
Pekerjaan
: Polisi
Alamat
: Cipinang, Jakarta Timur
Tanggal masuk RS : 13 Januari 2013
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2013

Anamnesis
KELUHAN UTAMA

Rasa lemah pada kedua tangan dan kaki sejak


20 jam SMRS.
KELUHAN TAMBAHAN

Pasien sering merasa bingung dan lambat


merespon pada saat berbicara dengan orang
sekitarnya.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD Rumah Sakit POLRI


tanggal 13 Januari 2013 dengan keluhan
lemah pada kedua tangan dan kaki sejak 20
jam SMRS.
keluhan tersebut muncul pertama kali pada
saat pasien bangun dari tidurnya, dikatakan
pasien tidak dapat bangun dan membutuhkan
bantuan untuk ke kamar mandi.

Keluhan tersebut dikatakan pasien sudah pernah timbul


sejak 2 bulan yang lalu, namun pasien mengatakan
bahwa intensitasnya munculnya keluhan tersebut
semakin lama semakin sering dan juga dikatakan
kelemahan yang dirasakan juga semakin meningkat.
Keluarga pasien juga mengeluhkan sejak 2 bulan SMRS,
pasien dikatakan menjadi lambat dalam berkomunikasi
dan sering terlihat bingung. Apabila keluarga pasien
menanyakan sesuatu kepada pasien, pasien akan lama
dalam menjawab dan terkadang jawaban yang
diberikan tidak berhubungan dengan pertanyaanya.

Pasien dikatakan mengeluhkan adanya keluhan


sakit kepala yang muncul bersamaan dengan
keluhan lemah tersebut. Sakit kepala tersebut
dikatakan hilang timbul. Terasa seperti ditusuktusuk, tanpa faktor pemicu, dan tidak ada faktor
yang memperberat ataupun yang memperingan
Selain itu pasien juga sempatmemiliki keluhan
muntah sebanyak 2x 1 hari SMRS. Muntah tersebut
dikatakan berisi makanan dan pasien tidak
mengetahui muntah pasien menyemprot atau tidak.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

3 bulan SMRS pasien pernah mengatakan


pernah terkena infeksi pada telinga, pasien
mengatakan telinga kanan pasien sempat
keluar cairan dan sering terasa nyeri, tetapi
keluhan tersebut hilang sendiri tanpa pasien
melakukan pengobatan.
Menurut keluarga pasien, Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,
diabetes, kolesterol, atau penyakit-penyakit

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Menurut keluarga pasien, tidak ada anggota


keluarga pasien yang memiliki keluhan yang
serupa.
RIWAYAT PENGOBATAN DAN ALERGI
Menurut keluarga pasien, Pasien tidak sedang
dalam pengobatan penyakit apapun dan tidak
memiliki riwayat alergi.
RIWAYAT KEBIASAAN
Menurut keluarga pasien, Pasien tidak pernah
merokok dan bukan peminum alkohol.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18

Januari 2013
Keadaan umum
Kesadaran

: Tampak tenang
: E4V5M6

Tanda tanda vital:


Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Pernafasan
: 20 x/menit
Nadi
Suhu

: 82 x/menit
: 36,5C

STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal, tidak terdapat bekas luka, distribusi rambut
merata
Mata : Mata simetris, pupil isokor, si -/-, ca -/Hidung : Bentuk hidung normal, tidak ada deviasi septum, secret -/Mulut : Bentuk bibir dan mukosa normal, tidak ada hipersaliva, uvula
dan tonsil tidak terlihat adanya kelainan
Telinga : Bentuk simetris, aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks :
- Cor : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo:Suara nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Supel, datar, nyeri tekan (-), hepar dan spleen tidak teraba,
BU Ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema di keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik

STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksaan Rangsang Meningeal:
Kaku kuduk : Brudzinski I : Brudzinski II
:Kernig sign : Laseque sign : -

Nervus Cranialis
N. I : Penciuman pasien tidak terganggu
N. II : Penglihatan lapang pandang pasien tidak terganggu,

visus terdapat rabun jauh pada kedua mata pasien


N. III/IV/VI : Gerakan bola kedua mata normal, pupil
isokor, refleks pupil terhadap cahaya pada kedua mata
normal
N. V :
Sensorik : V1, V2, V3 : TAK
Refleks Kornea : TAK
Motorik : Pasien dapat membuka rahang dan menggigit

dengan normal, tidak terlihat adanya atrofi pada otot-otot


rahang

N. VII :
Sensorik : Pengecapan 2/3 anterior lidah normal
Motorik :
Mengernyitkan dahi : simetris
Mengernyitkan alis : simetris
Memejamkan mata : simetris
Meringis : simetris
Menggembungkan pipi : simetris
Mencucu : simetris
Plika nasolabialis normal

N. VIII :
Gesekan jari
N. IX :

: TAK

Sensorik : Pengecapan 1/3 posterior lidah normal


Motorik : Refleks menelan normal

N. X :
Arcus faring
: Simetris
Letak uvula : Tidak terlihat
N. XI :
Mengangkat bahu
: Simetris kanan dan kiri.
Memalingkan kepala : Simetris kanan dan kiri.
Kekuatan otot aksesorius : TAK

N. XII :
Posisi lidah
Posisi lidah
Atrofi lidah
Artikulasi

di dalam mulut
: tepat di tengah
saat menjulur : tepat di tengah
: tidak ada atrofi
: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Motorik
Kekuatan otot :
Ekstremitas atas : 5555 / 5555
Ekstremitas bawah : 5555 / 5555

Tonus :
Ekstremitas atas : normotonus / normotonus
Ekstremitas bawah : normotonus / normotonus
Klonus :
Patella

: (-)
Achilles : (-)

Trophy :
Ekstremitas atas dan bawah : eutrophy / eutrophy

Refleks Fisiologis :
Biceps : +2/+2
Triceps : +2/+2
Patella : +2/+2
Achilles : +2/+2
Refleks Patologis :
Hoffman Tromnner
Babinski : -/Chaddock : -/Schaefer: -/Gordon : -/Oppenheim : -/-

: -/-

Pemeriksaan Sensorik
Eksteroseptif
Rangsang Raba
Rangsang Nyeri
Rangsang Suhu

: TAK
: TAK
: TAK

Proprioseptif
Rangsang Getar
Posisi : TAK

: TAK

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom


BAB : TAK
BAK : TAK
Berkeringat : TAK
Pemeriksaan Fungsi Luhur
MMSE tidak dilakukan

Pemeriksaan Koordinasi
Disdiadokinesia : Tidak terganggu
Tes Telunjuk Hidung
: Tidak terganggu

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

15,9 gr/dl

13-16 gr/dl

Leukosit

6.500/ul

5000-10000/ul

Hematokrit

48%

40-48%

Trombosit

167.000/ul

150.000-400.000/ul

Hitung jenis leukosit

Basofil

0-1

Eosinofil

1-2

Batang

2-6

Segmen

77

50-70

Limfosit

22

20-40

Monosit

2-8

20

<15

SGOT

40,4

< 31 U/L

SGPT

19,1

< 40 U/L

Kolesterol total

254 mg/dl

< 200 mg/dl

Asam Urat

8,0 mg/dl

3,4-7,0 mg/dl

Creatinin

0,8 mg/dl

0,5-1,3

Glukosa darah 2 jam PP

130

<140

Glukosa darah puasa

98

70-110

Laju Endap Darah


Tes Fungsi Liver

Lemak lengkap

B. CT scan Kepala
Kesan: Multipel
nodul hiperdens
(sebagian dengan
sentral hipodens)
yang tersebar di
parenkim otak yaitu
lobus frontalis,
parietalis, dan
temporal kanan kiri,
serta pada thalamus
kiri dengan edema
perofokal

C. Foto rontgen
thorax
Kesan :
Cardiomegali
(LV), Pulmo curiga
ada massa pada
paru kanan
dengan infiltrat di
sekitarnya, efusi
pleura kanan.

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis

:Cephalgia,
: hemisfer serebri lobus
frontalis, parietalis, dan temporal kanan kiri,
serta pada thalamus kiri.
Diagnosis Etiologis : Abses serebri

DIAGNOSIS BANDING
Tumor otak

PENATALAKSANAAN
Observasi tanda tanda vital (TD, N, RR, T)
Injeksi Dexamethasone 3x1 amp
Injeksi Rantin 3x1 amp
Injeksi ceftriaxone 2x2 gr
Injeksi ketorolac 2x30 mg
Injeksi flagil 1x500mg
Simvastatin 1x10
Non medikamentosa :

Istirahat yang cukup

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam

: Dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka

Definisi
Abses otak adalah infeksi supuratif fokal

intrakranial yang berawal dari cerebritis yang


terlokalisir pada parenkim dan menyebabkan
terkumpulnya pus yang diliputi oleh kapsul
well-vascularized.

Etiologi
Mikroorganisme : bakteri, jamur parasit
Faktor predisposisi :
1.
2.
3.
4.
5.

Contiguous purulent spread


Hematogenous or metastatic spread
Head trauma
Neurosurgical prosedure
immunosupression

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar melalui klep vena

menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya


tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber
infeksinya.
Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian
anterior atau inferior lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis.
Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus
frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus
temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena
kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau
kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar
ke dalam serebelum.

Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran
Perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak
Secara hematogen dari tempat yang jauh
Secara langsung seperti trauma kepala dan
operasi kraniotomi.

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus

pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai


udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan.
Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu
terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi
sehingga membentuk suatu rongga abses.
Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi

jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak


berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis
yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris.

patofisiologi
Invasi organisme

peradangan

nekrosis

abses

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)


Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel.
Yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3.
Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut
cerebritis.
Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis.
Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris
dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen.
Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat
besar

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)


Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke

arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis

Respon Imun pada abses


otak
Penjagaan otak khusus

terhadap bahaya yang


dating melalui lintasan
hematogen, yang
dikenal sebagai sawar
darah otak atau blood
brain barrier.
Pada toksemia dan
septicemia, sawar
darah otak terusak dan
tidak lagi bertindak
sebagai sawar khusus.

Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak

sangat protektif, namun ia menghambat


penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik.
Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang
efektif dan juga tidak memiliki lintasan
pembuangan limfatik untuk pemberantasan
infeksi bila hal itu terjadi.
Maka berbeda dengan proses infeksi di luar
otak, infeksi di otak cenderung menjadi
sangat virulen dan destruktif.

Manifestasi Klinis
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan

dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan


membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.

Lokasi

Lobus frontalis

Tanda dan Gejala

1. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal

Sumber Infeksi

Sinus paranasal

2. Letargi, apatis, disorientasi


3. Hemiparesis /paralisis
4. Kontralateral
5. Demam tinggi
6. Kejang

Lobus temporal

1. Dispagia
2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum

1. Ataxia ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Infeksi pada telinga teng

Berdasarkan patogenesisnya, gejala dan tanda klinis dapat

dibagi menjadi empat stadia yaitu :


1. Stadium inisial, demam tidak terlalu tinggi, rasa mengantuk,
kehilangan konsentrasi, kehilangan nafsu makan, nyeri kepala
serta malaise, kadang-kadang mual dan muntah non proyektil.
2. Stadium laten, secara klinis tidak jelas karena gejala
berkurang, terdapat malaise, kurang nafsu makan dan nyeri
kepala yang hilang timbul.
3. Stadium manifes : kejang fokal atau afasia pada abses lobus
temporal, pada abses serebelum terjadi ataksia atau tremor.
Nyeri kepala hebat disertai mual dan muntah proyektil dianggap
khas untuk penyakit intrakranial.
4. Stadium akhir berupa kesadaran menurun dari sopor sampai
koma dan akhirnya meninggal, karena ruptur abses ke dalam
sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium


disertai pemeriksaan penunjang lainnya.
Selain itu penting juga untuk melibatkan
evaluasi neurologis secara menyeluruh,
mengingat keterlibatan infeksinya.
Pemeriksaan CT scan sensitifitasnya dapat
mencapai 90% untuk mendiagnosis abses
serebri.

Membedakan antara abses dan tumor

(glioblastoma, metastasis) :
Umur penderita
Ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan

biasanya uniform
Diameter ring
Rasio lesi dan ring.
Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari
kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan
mengapa daughter abscess biasanya berkembang di
medial.

penatalaksanaan
Manajemen abses otak dipengaruhi oleh status

neurologis pada pasien, lokasi abses, jumlah dan


ukuran dari abses serta tahap pembentukan abses
Target : menghilangkan infeksi dan mengurangi

efek masssa
Pilihan terapi :
1. Medikamentosa
2. Pembedahan : aspirasi dan eksisi

Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 2-3 kali per hari,


mg/KgBBt/Hari

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari

IV

Metronidazole (Flagyl)

3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

setiap 4 jam,

2 grams

IV

Vancomycin

setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

dilakukan bila tindakan operatif tidak dapat dilakukan pada

pasien dengan:
1. lesi multiple;
2. diameter lesi 15 cm;
3. lokasi pada daerah yang berbahaya; atau
4. bila terdapat infeksi bersamaan seperti meningitis atau
ependimitis.
.Syarat-syarat :
1. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak membaik
dengan trial antibiotika selama satu minggu
2. Accessible (tercapai secara pembedahan) dan diameter
cukup besar untuk menimbulkan efek massa.
3. Tidak didapatkan kontraindikasi pembedahan

komplikasi
Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel

atau keruangan subarakhnoidal,


penyumbatan cairan serebrospinalis
hidrosefalus,
edema otak
herniasi tentorial

Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan

abses otak secara signifikan berkurang,


dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan
atau MRI dan antibiotic yang tepat
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.

Thank You

Anda mungkin juga menyukai