Anda di halaman 1dari 26

Journal Reading

Astrositoma
Nazliah Awwaliah Rustam Syarbin
2018-84-077
Pembimbing :
dr. Semuel A. Wagiu, Sp.S

Departemen Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSUD. dr. M. Haulussy
Ambon
2019
Definisi dan Epidemiologi
Tumor otak tersering yang berasal dari sel astrosit di dalam otak dan tidak tumbuh pada jaringan luar

otak, medulla spinalis, serta bukan metastasis dari organ lainnya.

Insidensi pada perempuan lebih > laki-laki (2:1)

Glioma tersering pada orang dewasa adalah glioblastoma multiforme (GBM) sebesar 0,6-3,7/100.000

penduduk dengan usia tersering 75-84 tahun.


Klasifikasi (WHO,2016)
Anamnesis
Gejala dan tanda:
• Asimptomatis
• Sakit kepala (65%)
Tipe tegang (40-80%) bersifat tumpul dan konstan. Migrain (10%), progresif dan
memberat seiring waktu. Memberat saat: batuk, bersin, mengejan, malam hari. Sakit kepala ini
dapat terjadi akibat penekanan daerah otak yang peka terhadap nyeri
• Fatigue (60%)
• Mual-muntah (60%)
• Kejang (40%)
Tergantung lokasi tumor (tumor lobus frontalis dapat terjadi kejang fokal tonik yang
melibatkan satu ektremitas), lebih umum terjadi pada derajat rendah. Kejang fokal sampai
umum. Dapat terjadi akibat iritasi korteks serebral
Gejala dan tanda
• Kelemahan ekstremitas
• Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, bingung
• Gangguan penglihatan
• Gangguan sensorik-motorik
• Gangguan kognitif
• Ataksia
• Afasia

*Dapat menyerupai TIA (Transient Ischemic Attack), Stroke-like syndrome


Pemeriksaan Fisik
Tujuan: untuk membedakan gejala dan tanda tumor supratentorial dan infratentorial
Gejala dan tanda supratentorial: peningkatan tekanan intrakranial (TIK) karena massa
tumor/edema, blokade aliran CSS
Gejala fokalnya berupa defisit neurologis yang progresif akibat:
1. Destruksi parenkim otak oleh invasi tumor
2. Penekanan otak oleh tumor, edema, perdarahan
3. Penekanan saraf kranialis
Gejala dan tanda tumor infratentorial/fossa posterior berupa peningkatan TIK akibat:
1. Hidrosefalus
2. Penekanan langsung nucleus vagal/area postrema (vomiting center)

Efek massa pada hemisfer serebelum berupa:


1. Ataksia ekstremitas
2. Dismetria
3. Intention tremor
Gejala dan tanda lesi pada vermis berupa:
1. Broad based gait
2. Ataksia trunkal
3. Titubasi

Gejala dan tanda lesi di batang otak beripa gangguan saraf kranialis multipel
Pemeriksaan Penunjang
CT-scan
• Hipodense menunjukkan edema di sekitar tumor
• Low grade (I dan II) tidak menyerap kontras
• High grade (III dan IV) menunjukkan kalsifikasi, kista, ring enhance (meluas > 15 mm)

MRI
• Edema vasogenik
• Kompresi saraf kranialis, otak dan pembuluh darahnya
• MRI T2-weighted grade II menunjukkan hiperintensitas dan enhancement setelah
dimasukkan kontras
• Grade IV menunjukkan nekrosis (hipointens), edema
Klasifikasi Kernohan
Derajat:
1: CT-scan densitas rendah, MRI menunjukkan sinyal abnormal, efek massa tidak ada, tidak
meyangat
2: CT-scan densitas rendah, MRI menunjukkan sinyal abnormal
3: Efek massa tidak ada, tidak menyangat
4: Ring enhance/nekrosis
MRI Spektroskopi
MR spektroskopi untuk membedakan diagnosis banding, pemilihan lokasi biopsi, memantau
respon terapi, membedakan tumor terhadap efek terapi. Peningkatan nilai choline (Cho), laktat,
lipid, N-asetilaspartat (NAA)
Echo-time (TE) menunjukkan puncak mio-inositol yang rendah/tidak ada
Terjadi peningkatan rCBV (relative cerebral blood volume), ADC (apparent diffusion coefficient)
Penurunan fraksional anisotropi
DTI (Diffusion tensor imaging) lebih sensitif untuk mengevaluasi perubahan patologis yang mana
T2W1 tidak dapat memvisualisasikan
Patologi Anatomi
Grade I-II Grade III Grade IV

Hiperselularitas Rendah Rendah Sedang-khas

Pleomorfisme Rendah Rendah Sedang-khas

Proliferasi vaskular - + Umum,


pseudopolisading
Nekrosis jaringan - + Umum,
pseudopolisading
Pemeriksaan molekuler
Tujuan:
1. Identifikasi mutasi gen IDH (Isocytrate dehydrogenase)
2. Identifikasi status metilasi MGMT (untuk menentukan sensitivitas kemoterapi temozolamide
dan ko-delesi kromosom 1p dan 19q
Terapi
Tujuan:
1. Memperbaiki gangguan neurologis dan fungsi kognitif
2. Memperpanjang kelangsungan hidup penderita

Pengobatan: simptomatis, rehabilitative, psikologis


Modalitas (sesuai hasil histopatologis): pembedahan,radioterapi, kemoterapi
Terapi
Medikamentosa
• Steroid untuk menurunkan edema. Perhatikan efek samping obat (DM Tipe 2), dapat diberikan
obat PPI, H2-inhibitor.
• Anti-konvulsan
• OAE (Obat anti-epilepsi)
• Perhatikan interaksi antar-obat yang menginduksi sitokrom enzim P450 hepar (OAE (fenitoin,
karbamazepin) dan obat kemoterapi)
Pembedahan
• Awake craniotomy
• Microsurgical resection
• Reseksi maksimal (dibantu dengan iMRI dikombinasi dengan 5-ALA)
Kemoterapi
• PCV (Procarbazine, lomustine, vincristin)

Target therapy
• Untuk kemoresisten
• Temozolomide (TMZ) dan nimotuzumab (Anti-EGFR dan
Anti-VEGF)
Imunoterapi
• Masih tahap uji klinis fase I/II (imunoterapi adoptif dan aktif)
• Adoptif dimana sel imun diaktivasi secara ex-vivo/langsung ke sel tumor seperti
lymphokhine killer cells, sel T sitotoksik
• Aktif dimana respon imun distimulasi dengan memberikan sel tumor dan bagian
sekitarnya (protein tumor dan peptide MHC kelas 1)

Radioterapi
• Syarat: in-operable, adjuvant pasca-operasi, rekuren (tapi sudah dioperasi)
• Menggunakan 3D-conformal radiotherapy, radiotherapy, IMRT, VMAT, tomoterapi
Komplikasi
1. Stroke iatrogenic menyebabkan defisit neurologis (meningitis post-op, komplikasi perdarahan,
sesuai lokasi tumor) berupa gangguan kognitif, defisit motorik-sensorik, defisit visual-
perseptual, defisit saraf kranialis
2. Drug-induced liver injury
3. Gangguan hematologi, mual-muntah, radionekrosis pada parenkim otak
Prognosis
Tergantung tipe tumor; semakin rendah derajatnya, semakin lama pula kemungkinan
kelangsungan hidupnya
Observasi MRI otak setiap 2-6 bulan post-radioterapi, 2-4 bulan selama 3 tahun dan setiap 6
bulan setiapnya
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai