Anda di halaman 1dari 10

penulisan

hadis dan
perkembang
annya
ADELLA REFANDA FITRI (03020120029)
ALFI SYAHRI MAJID (03020120033)
Pro dan kontra penulisan hadis
Dari beberapa catatan tentang hadits pada masa Nabi saw, ada 2 hal penting yang perlu dikemukakan.
Yaitu, larangan menulis hadits dan perintah menulis hadits. Pada awalnya Nabi saw melarang para
sahabat untuk menulis hadits karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara ayat-ayat Al-Qur’an
dengan hadits. Namun demikian, harus pula dipahami bahwa larangan itu tidak bersifat umum. Artinya
larangan penulisan hadits itu terkait dengan daya hafal masing-masing sahabat.Dinarasikan Abu Sa’id
al- Khudri ra., Rasulullah saw. Bersabda: janganlah anda menulis haditsku, barang siapa yang menulis
haditsku walaupun secuil selain dari pada penulisan Al-Qur’an. Maka hendaknya ia memusnahkan
tulisan hadits itu (HR. Muslim).Dengan argumentasi hadis tersebut mereka memahami bahwa:
1. Hadits Nabawi itu tidak perlu, yang diperlukan hanyalah Al-Qur'an. Kalau hadits itu diperlukan
tentu Nabi juga memerintah shahabat untuk menulisnya sebagaimana penulisan Al-Qur'an.
2. Tidak perlunya hadits Nabawi didukung informasi Al-Qur'an bahwa nabi Muhammad itu adalah
manusia biasa seperti kita, maka logikanya bukan hanya Nabi yang memiliki otoritas dalam menafsirkan
Al Qur an,akan teteapi semua manusia mempunyai kebebasan(liberalisasi) dalam memahami al-quran

Meskipun demikian, ada juga riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa pada masa Rasul ada sebagian sahabat yang memiliki
lembaran-lembaran (sahifah) yang berisi tentang catatan hadis, misalnya Abdullah ibn Amr ibn al-Ash dengan lembarannya
yang diberi nama alSahifah al-Shadiqah, dinamakan demikian karena ia menulis secara langsung dari Rasulullah sendiri,
sehingga periwayatannya di percaya kebenarannya.
Begitu juga dengan Ali ibn Abi Thalib dan Anas ibn Malik, keduanya sama-sama memiliki catatan hadis. Hal ini bukan berarti
mereka melanggar akan larangan Rasul tentang penulisan hadis, namun karena memang ada riwayat lain yang menyatakan
bahwa Rasul mengizinkan para sahabat untuk menulis hadis, sebagaimana diriwayatkan bahwa para sahabat melarang
Abdullah ibn Amr ibn al-Ash yang selalu menulis apa saja yang didengarkannya dari Rasulullah, karena menurut mereka
Rasul terkadang dalam keadaan marah, sehingga ucapannya tidak termasuk ajaran syar’i, tetapi setelah diadukan pada
Rasulullah, beliau bersabda:
“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi zat yang jiwaku berada ditanganNya, tidak keluar dari mulutku kecuali
kebenaran.”
Dari sini dapat dilihat bahwa ada dua riwayat yang berbeda, satu riwayat menyatakan bahwa Nabi melarang penulisan hadis dan
di riwayat lain menyatakan bahwa Rasul mengizinkannya. Dalam memandang hal ini, para ulama berbeda pendapat, dan
secara garis besar terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa riwayat yang melarang penulisan hadis dinasakh
oleh riwayat yang mengizinkannyaMenurut
mereka, pelarangan penulisan hadis oleh Nabi terjadi pada awal-awal Islam, karena dikhawatirkan adanya percampuran antara
hadis dan ayat al-Qur’an, jadi hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kemurnian ayat al-Qur’an.Namun ketika kekhawatiran
tersebut mulai hilang karena para sahabat telah mengetahui dan terbiasa dengan susunan
kalimat-kalimat al-Qur’an, sehingga mereka bisa membedakan mana ayat al-Qur’an dan mana yang bukan, maka Rasul
mengizinkan mereka untuk menuliskan hadis.
.
 
Hadis pada masa rasulullah
dan sahabat
01. 02. 03. 04.
Pada masa Pada masa tabi’in
rasulullah masa Masa tabi’i al-
masa ini dikenal
Wahyu yang diturunkan Allah
dijelaskan Nabi melalui
khulafaurrasyidin sebagai masa menyebarnya tabiin
Pada masa ini perhatian para periwayatan hadis. Ini merupakan Cara periwayatan hadis pada
perkataan, perbuatan, dan sebuah kemudahan bagi para Tabi’in masa tabi’i al-tabi’in adalah bi
sahabat masih terfokus pada
taqrirnya. Sehingga apa yang untuk mempelajari hadis. Metode lafdzi, yaitu dengan lafadz.
pemeliharaan dan penyebaran
didengar dan disaksikan oleh yang dilakukan para Tabi’in dalam Karena kodifikasi hadis mulai
al-Qur’an, maka periwayatan
para sahabat merupakan mengoleksi dan mencatat hadis yaitu dilakukan di akhir masa tabi’in.
hadis belum begitu
pedoman bagi amaliah dan melalui pertemuan-pertemuan Kodifikasi pada masa ini telah
berkembang dan masih ada
ubudiah mereka Para sahabat dengan para sahabat, selanjutnya menggunakan metode yang
pembatasan dalam
pun dapat secara mereka mencatat apa yang telah di sistematis, yaitu dengan
periwayatan. Oleh karena itu
langsung memperoleh hadis dapat dari pertemuan tersebut. mengelompokkan hadis-hadis
para ulama menganggap
dari Rasulullah yang ada sesuai dengan bidang
masa ini sebagai masa
SAW sebagai sumber hadis. bahasan
pembatasan periwayatan
Hadis pada masa kodifikasi
Kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti
codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Sedangkan menurut
istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi secara
resmi yang berdasar pada perintah khalifah dengan melibatkan beberapa
personil yang ahli di bidang hadis, bukan di lakukan secara individual
ataupun demi kepentingan sendiri. Jadi, kodifikasi hadis adalah
penulisan, penghimpunan, dan pembukuan hadis Nabi Muhammad
SAW yang dilakukan atas perintah resmi dari khalifah Umar ibn
Abd al-Aziz, khalifah kedelapan dari Bani Umayyah yang kemudian
kebijakannya ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah
sampai pada masa hadis terbukukan dalam kitab hadis
para sahabat terpencar ke berbagai wilayah. Mereka memiliki hadits
baik yang dihafal maupun yang sudah ditulisnya ke tempat penugasan
masing masing. Sehingga di berbagai wilayah bermunculan Islamic
centre sebagai pusat kajian Al-Qur'an dan hadits.Pasca wafatnya
Umar bin Khattab, kebijakan itu dilanjutkan oleh khalifah Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, sehingga untuk menguasai hadits hadits
Nabi pada waktu itu tidaklah mudah, Seseorang harus melakukan
rihlah (outboun) ke berbagai wilayah untuk menemui para sahabat
dan kader-kadernya. Pada masa inilah lahir para ulama madzhab,
sehingga bukan mustahil saat ditanya suatu persoalan, mereka belum
menemukan hadits yang spesifik, akhirnya terpaksa memberikan
jawabandengan pendekatan ijtihad murni yang dampaknyabisa benar
bisa salah Imam Ahmad memang dikenal getol menghimpun hadits,
namun imam Malik justru hanya mengandalkan hadits-hadits yang
masih tersisa di kalangan ulama Madinah.
ketika Umar bin Abdul Aziz sebagai Untuk merealisasikan kenyataan di
khalifah ke-8 dinasti Umaiyah samping, khalifah menyuruh atau
memerintahkan al-Zuhri untuk mengintruksikan kepada gubernur
menghimpun hadits yang oleh ulama Madinah, Abu Bakar ibn Muhammad ibn
sebagai tonggakawalpengkodifikasian Amr ibn Hazm untuk mengumpulkan
hadits secara resmi (bukan dianggap hadits yang ada padanya dan pada tabi'in
penulisan hadits. karena penulisan hadits muncul kodifikator wanita, 'Amrah binti
sudah terjadi sejak zaman Rasulullah 'Abdurrahman, seorang ahli fiqih murid
saw) Di bawah kekuasaan khalifah Umar AishahKhalifah juga mengirimkan surat-
ibn Abdul Azizmerasa perlu pembukuan suratnya ke seluruh wilayah Islam
hadits oleh karena pada sahabat (sisa supaya berusaha membukukan hadits
sahabat yang masih hidup) mulai yang ada pada ulama yang berdomisili di
terpencar di beberapa wilayah kekuasaan wilayah mereka masing-masing
Islam, bahkan tidak sedikit jumlahnya
yang telah meninggal dunia. Keadaan ini
membuat khalifah Umar ibn Abdal-Aziz
tergerak untuk membukukan hadits.
Hadis pada masa pasca
kodifikasi
Para ulama' berusaha untuk memilah atau menyisihkan antara hadits dengan fatwa
sahabat atau tabi'in. Ulama' hadits berusaha untuk membukukan hadits hadits Nabi
saw secara mandiri, tanpa mencampurkan fatwa sahabat dan tabi'in. Karena itulah,
ulama' hadits banyak menyusun kitab-kitab musnad yang bebas dari fatwa sahabat
dan tabi'in. Meskipun demikian, upaya untuk membukukan hadits dalam sebuah
kitab musnad ini bukan tanpa kelemahan. Salah satu kelemahan yang dapat
diungkap adalah belum disisihkannya hadits-hadits, termasuk hadits palsu yang
sengaja disisipkan untuk kepentingan kepentingan golongan tertentu Melihat
kelemahan di atas ulama hadits tergerak untuk menyelamatkan hadits dengan
membuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menilai kesahihan suatu hadits.
Hadis pasca kodifikasi

Awal Abad Pertengahan Abad IV-VI h Abad VII-


iiih
menyusun kitab-kitab
Abad iiih VIII H
disusun kitab masa pemeliharaan, masa penghimpunan dan
musnad yang yang didalamnya penertiban, pembukuan hadis secara
memuat hadis Nabi benar-benar penambahan, sistematik
dan memisahkannya termuat dan (al-Jam’u wa at-Tanzhim)
dari perkataan hadis penghimpunan
sahabat dan yang shahih. hadis
fatwa tabi’in

Sumber:Sistematika Kodifikasi Hadis Nabi dari Tinjauan Sejarah, ADDIN: Media Dialektika Ilmu Islam
Thank you
1. question

2. question

3. question

Anda mungkin juga menyukai