Anda di halaman 1dari 17

TEKSTIL SUMATERA

SELATAN
Nama Kelompok:
1. Widya Gatiningsih (16050404002)
2. Almira Yuniar Kalyca (16050404041)
 Tekstil tradisional Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat baik
pengaruh dari suku maupun bangsa lain.
 Kain-kain tradisional di wilayah kepulauan Indonesia ini pada awalnya
merupakan alat tukar/ barter yang dibawa oleh pedagang pendatang dengan
penduduk asli saat membeli hasil bumi dan rempah-rempah di Indonesia.
 Untuk di daerah Sumatera Selatan sendiri khususnya Palembang, kain tekstil
tradisionalnya berupa songket dan sangat beragam motifnya.
1. Tenun Songket Palembang (Sumatera Selatan)

 Songket adalah kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang
pakan sebagai hiasan dengan menyisipkan benang perak, emas atau benang
warna di atas benang lungsin. Kata songket itu sendiri berasal dari kata tusuk
dan cukit yang diakronimkan menjadi sukit, kemudian berubah menjadi
sungki, dan akhirnya menjadi songket.
 Kain tenun songket Palembang banyak dipakai oleh kaum perempuan dalam
upacara adat perkawinan, baik oleh mempelai perempuan, penari perempuan
maupun tamu undangan perempuan yang menghadirinya. Selain itu, songket
juga dipakai dalam acara-acara resmi penyambutan tamu (pejabat) dari luar
maupun dari Palembang sendiri.
 Pengerjaan kain tenun di Palembang umumnya dikerjakan secara sambilan
oleh gadis-gadis remaja yang menjelang berumah tangga dan ibu-ibu yang
sudah lanjut usia. Pada umumnya pembuatan songket dikerjakan oleh kaum
perempuan.
 Peralatan tenun songket Palembang pada dasarnya dapat dikategorikan
menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari
kayu dan bambu.
 Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua
tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau
polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian
tambahan dari benang pakan.
 a. Tahap Menenun Kain Dasar
 Dalam tahap ini yang ingin dihasilkan adalah hasil tenunan yang rata dan polos. Untuk itu, langkah
pertama yang dilakukan adalah benang yang sudah dikani, salah satu ujungnya direntangkan di
atas meja. Sedangkan, ujung lainnya dimasukkan kedalam lubang suri (sisir). Pengisian benang ini
diatur sedemikian rupa sehingga sekitar 25 buah lubang suri, setiap lubangnya dapat memuat 4
helai benang. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pinggiran kain. Sedangkan, lubang-lubang yang
lain, setiap lubangnya diisi dengan 2 helai benang.
 Setelah benang dimasukkan ke dalam suri dan disusun sedemikian rupa (rata), maka barulah
benang digulung dengan boom yang terbuat dari kayu. Pekerjaan ini dinamakan menyajin atau
mensayin benang. Setelah itu, pemasangan dua buah gun atau alat pengangkat benang yang
tempatnya dekat dengan sisir. Sesuai dengan apa yang dilakukan, pekerjaan ini disebut sebagai
pemasangan gun penyenyit. Selanjutnya, dengan posisi duduk, penenun mulai menggerakkan
dayan dengan menginjak salah satu pedal untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga
benang yang digulung dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati
seluruh bidang dayan) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya
melintang itu ketika dirapatkan dengan dayan yang ber-suri akan membentuk kain dasar.
 b. Tahap Pembuatan Ragam Hias
 Setelah kain dasar terwujud, maka tahap berikutnya (tahap yang kedua) adalah pembuatan
ragam hias. Dalam tahap ini kain dasar yang masih polos itu dihiasi dengan benang emas atau
sutera dengan teknik pakan tambahan atau suplementary weft. Caranya agak rumit karena untuk
memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-
bagian kain dipasangi gun kembang agar benang emas atau sutera dapat dimasukkan, sehingga
terbentuk sebuah motif. Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang
emas atau sutera itu harus dihitung satu-persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri
menurut hitungan tertentu, sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Selanjutnya, benang
tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan.
 Lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang
dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit
motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya,
bisa memerlukan waktu kurang lebih dua hingga enam bulan. Bahkan, seringkali lebih dari enam
bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain
sepanjang 5--10 sentimeter.
 Motif Ragam Hias Tenun Songket Palembang
 Motif-motif ragam songket Palembang pada umumnya terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
 1. motif tumbuh-tumbuhan (terutama bentuk stilisasi bunga-bungaan).
 2. motif geometris dan motif campuran antara tumbuh-tumbuhan.
 3. geometris.
 Beberapa nama ragam hias atau motif tenun songket Palembang antara lain:
lepus piham, lepus polos, lepus puler lurus,lepus puler ombak-ombak, lepus
bintang, lepus naga besaung, lepus bungo jatuh, lepus berantai,lepus lemas
kandang, tetes meder, bungo cino, bungo melati, bungo inten, bungo pacik,
bungo suku hijau, bungo bertabur, bungo mawar, biji pare, jando berhias, limas
berantai, dasar limai, pucuk rebung, tigo negeri dan emas jantung.
 Tenun Songket Palembang, jika dicermati secara seksama, di dalamnya
mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain:
1. Nilai kesakralan tercermin dari pemakaiannya yang umumnya hanya
mengenakannya pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada
kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan, upacara menjemput tamu dan
lain sebagainya.
2. Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian
rupa, sehingga memancarkan keindahan.
3. Nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses
pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
2. Kain Jumputan

 Terbuat dari sutera, pada zaman dahulu kain ini khusus dipakai oleh para
gadis palembang namun sekarang kain ini biasa dipakai pada saat acara adat
Palembang dan acara resmi lainnya. Kain jumputan mempunyai paduan warna
yang sangat khas umumnya berwarna mencolok seperti merah, hijau, kuning.
3. Kain Blongsong

 Terbuat dari tenunan kain katun, biasa digunakan oleh para wanita dewasa
atau ibu-ibu muda. Kain ini biasanya dipakai untuk upacara adat Palembang
seperti cukuran, tunangan namun dapat pula dipakai pada pesta perkawinan
sebagai pakaian penerima tamu.
4. Kain Tajung

 Khusus dipakai oleh kaum pria dewasa biasanya untuk menambah keindahan
bisa juga dipadankan dengan stelan jas atau pakaian teluk belanga. Kain ini
biasa digunakan pada saat pesta adat dan acara resmi lainnya, biasanya
terbuat dari tenunan kain sutera dengan motif dan warna yang menarik.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai