Anda di halaman 1dari 74

SINDROMA

GERIATRI

OLEH : NURUL AMALIYAH


FK UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
DEFINISI

 Gerontologi : ilmu yang mempelajari proses menua & semua aspek biologi,
sosiologi yang terkait dengan proses penuaan
 Geriatri : cabang ilmu kedokteran yang menitikberatkan pada
pencegahan,diagnosis,pengobatan dan pelayanan kesehatan pada usia lanjut
KARAKTERISTIK
PASIEN GERIATRI

1. Usia > 60 tahun


2. Multipatologi
3. Tampilan klinis tidak
khas
4. Polifarmasi
5. Fungsi organ menurun
6. Gangguan status
fungsional
7. Gangguan nutrisi
Bagaimana Proses Menjadi Tua?
Gaya hidup
Sel menjadi
GENETIK Mengkerut

Jaringan menjadi
Rusak
LINGKUNGAN
Organ tubuh
Menjadi tua
Menua

 Proses normal
 Dewasa sehat “frail”
 Cadangan sistem fisiologis berkurang
 Menurun kemampuan usila berespon terhadap stres
 Rentan terhadap penyakit
SINDROM GERIATRI

Kumpulan gejala dan atau tanda klinis, dari satu atau lebih
penyakit, yang sering dijumpai pada pasien geriatri.

- Perlu penatalaksanaan segera


- Identifikasi penyebab
- Comprehensive geriatric assessment
SINDROM GERIATRIK
( GERIATRIC GIANT )

 Sindrom serebral
 Gangguan saraf otonom
 Jatuh
 Gangguan kesadaran dan kognitif
 Inkontinensia (urin dan alvi)
 Penyakit tulang dan patah tulang
 Dekubitus
FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN OTONOM

 Penurunan asetil kolin karena adanya penurunan ensim kolin asetilase


 Terjadinya perubahan morfologis mk jumlah reseptor kolin menurun
 Perubahan patologik t.u penyakit pembuluh darah otak mengakibatkan iskemia
atau infark otak---- gangguan otonom
HIPOTENSI ORTOSTATIK

 Hipotensi postural
 Penurunan tekanan sistolik  20 mmHg

dari sikap berbaring ke sikap tegak, 2 menit


 Prevalensi 20 – 30 % pada usia > 65 th
Mekanisme Pengaturan Tekanan
Darah
 Tensi dipertahankan oleh refleks baroreseptor di sinus
karotikus. Saat perubahan posisi dari tidur ke berdiri
terjadi penurunan mendadak vol darah (700cc) di
dada menuju kaki- venus return menurun - isi
sekuncup turun tensi turun. Kompensasi saraf
simpatik melalui baroreseptor vasokontriksi
arteritensi tetap
ETIOLOGI
1. Perubahan fisiologik pada lansia :
 gangguan fungsi otonom
 gangguan elastisitas dinding pembuluh darah
2. Patologik
 hipovolemia, demam dll.
 gangguan neurologik :
 polineuropati, stroke
3. Obat :
 diuretik, anti hipertensif, anti psikotik / anti depresan
GAMBARAN KLINIK
1. Dapat asimtomatik
(kompensasi oto-regulasi)
2. Simtomatik
 pusing, berputar, pandangan kabur
 lemah, cepat lelah, sukar konsentrasi
 keluhan saluran cerna
 keluhan sistim kardiovaskuler
 gangguan regulasi panas
PENGOBATAN
a). Non farmakologik
 tidur dengan bantal ( 30 cm )
 diit tinggi garam
 hindarkan tirah baring yang lama

b). Farmakologik
 obat pilihan : fludrokortison  ekspansi volume
darah
efek samping : hipertensi, edema, gagal jantung
 vasokonstriktor
 caffein ( 2 cangkir kopi = 200 – 250 mg )
HOMEOTERMIK

 Hipotermik
 Hipertermik
 Predominan pada usia lanjut
 Morbiditas & Mortalitas 
Gangguan regulasi temperatur:

 Pengaturan suhuhipotalamus merupakan termostat. Bila suhu telah ditetapkan


dan lalu terjadi keadaan tertentu menyebabkan suhu lebih rendah / tinggi
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan suhu.
 Pada lansia fungsi regulasi ini terganggu hipo/ hiperthermi
TEMPERATUR TUBUH

N : Temp. 36,7 °C,Aksiler,± 2 SD,Subuh


(Maxine dkk. 1997)
 Temperatur sentral : Esofagus, Meatus auditorius ext, Rektal
 Temp. rektal (Vaginal) 0,5 °C > Oral
 Temp. urine (Uritemp) 34,8 – 35 °C Rektal
 Sifat diurnal, terendah subuh, tertinggi sore fluktuasi 1 °C
 Upaya penyelarasan temperatur :
 Radiasi (65 %)
 Penguapan (20-30 %)
 Konduksi
KEDARURATAN GERIATRIK
 Kegagalan fungsi homeostatik
 Sifat penyakit pada usia lanjut

PATOFISIOLOGI DISREGULASI TEMPERATUR


HIPERTERMI HIPOTERMI
1. Gangguan deteksi panas 1. Gangguan deteksi dingin
2. Nilai ambang panas  2. Nilai ambang dingin 
3. Daya vasodilatasi  3. Daya vasokontriksi 
4. Gangguan daya berkeringat 4. Gangguan daya menggigil
5. Cadangan sistem 5. Daya pembentukan panas 
kardiovaskuler 
HIPOTERMI

 Temperatur tubuh  35 °C
rektal
 Hipotermi eksidental
(tidak disengaja / spontan)
 Mortalitas 35 - 50 %
KLINIS HIPOTERMI EKSIDENTAL
TEMP. TUBUH GEJALA
36 °C Vasokontriksi perifer, Menggigil
35 °C Lemah, Kulit teraba dingin, Apati, Bicara tidak jelas,
Cara berjalan kacau
34 – 33 °C Koordinasi jelek, Konfusio
32 – 31 °C Bradikardi, Bradipnoe
30 – 29 °C Tremor, Kejang, Kulit dingin
EKG : Gel-J, AF lambat, PR
28 – 27 °C Resiko VF ; Hipotensi, Reflex tendo (-); Trombosis,
Pankreatitis, Koma
26 – 24 °C Ventrikel fibrilasi, Edem paru
< 23 °C Apnoe, Reflekx pupil (-), kulit sangat dingin; Nadi
(-), Cardiac arrest, EKG isoelektrik
PENGELOLAAN
 PEMANASAN BERTAHAP, NAIK 0,5 °C TIAP JAM
 Temperatur kamar 25 °C
 Selimut hangat
 Monitor tekanan darah
 Lain – lain : mis ; infus hangat

 KOMPLIKASI :
 TERJADI VASODILATASI EKSTENSIF :
 Hipotensi
 Iskemia organ-2 ( cor )
 Temperatur sentral

 PADA TEMPERATUR TUBUH  28 °C


Pemanasan cepat, di ICU
HIPERTERMI
(ENVIRONMENTAL HEAT ILLNESS)

1. Heat stress
2. Heat fatigue
3. Heat syncope
4. Heat cramps
5. Heat exhaustion
6. Heat stroke
 Tipe klasik
 Tipe exersional

(Sumber : the national institute on aging, 1998)


HEAT STROKE
Life threatening medical
emergency
Mortalitas 80 %
 Temperatur tubuh  40,6°C
rektal
 Gangguan SSP
 Anhidrosis
Kegagalan multi organ, Koma,
mati
PENGELOLAAN HEAT STROKE
 Mencegah > Mengobati
 Mengenal faktor – faktor resiko
 Terapi simptomatik
 Konduksi
 Penyaluran panas

Suhu turun 39 °C / jam 1


TERAPI HIPERTEMI
TATALAKSANA HEAT STROKE
STABILITAS BADAN DIPERTAHANKAN OLEH:

 Sistem sensorik: visus,pendengaran,vestibuler &proprioseptif


 Sistem saraf pusat : merupakan respon mototrik dari sistem sensorik
 Kognitif : demensia - jatuh
 Muskuloskeletal : murni milik lansia -- gangg. Gait.

 Gangg.gait terjadi krn : penurunan ROM


 penurunan kekuatan otot
 kelemahan extremitas bwh,
 perpenjangan waktu reaksi/respon
JATUH
 Mendadak terbaring / terduduk
 Di lantai / tempat yang lebih rendah
 Dengan / tanpa kehilangan kesadaran / luka
( Reuben, 1996 )

PREVALENSI
•  1/3 orang usia lanjut di masyarakat jatuh / tahun
•  10 – 25 %, patah tulang / perawatan di rumah sakit
FALL (s)
 “a true Geriatric Giant”
 Peristiwa jatuh tampak pada skema di bawah ini
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Kondisi fisik & Obat – obatan


neuropsikiatrik Yang diminum
FALLS
Penurunan Visus ( jatuh ) Alat – alat bantu
& Pendengaran jalan

Perubahan neuro
muskuler, Lingkungan yang
Gaya berjalan & reflek tidak mendukung
postural karena menua (berbahaya)
KOMPLIKASI

 Perlukaan : - jaringan lunak ( lecet,sobek)


 - patah tulang ( kolum femur )
 - subdural hematom
 Perawatan rumah sakit : imobilisasi, iatrogenik
 Disabilitas : akibat perlukaan, tak percaya diri
 Risiko masuk panti jompo
 Mati
Penatalaksanaan:

 Pencegahan :
- identifikasi dan eliminir f.risiko
- penilaian keseimbangan/gait
- mengatur/mengatasi f.situasi
 Pendekatan diagnostik : assesment geriatri
 Pengobatan
Proses Berkemih Normal

A D

Otot
dasar
panggul

Keterangan:
A. Syaraf parasimpatik kolinergik  kontraksi m. detrusor VU
B. Syaraf simpatik relaksasi m. detrusor VU dengan menghambat
parasimpatik
C. Syaraf simpatik relaksasi m. detrusor VU ( adrenergik)
D. Syaraf simpatik  kontraksi leher VU dan uretra ( adrenergik)
E. Syaraf somatik (n pudenda)  kontraksi otot dasar panggul
Proses Defekasi Normal

Peristaltik usus dipengaruhi:


- Refleks gastroileal
- Refleks postural
Kolon
Transversum Sensasi berak
Rectum teregang
Mekanisme pengaturan BAB:
Kolon • Sudut anorektal
Kolon desenden • Spincter ani externa
asendens
• Bentuk anus yang menguncup
seperti katub
Kolon sigmoid
cecum Rektum

Spincter ani
INKONTINENSIA URIN

 Bukan diagnosis, hanya suatu gejala.


 Batasan : Suatu pengeluaran urin tanpa disadari,
jumlah dan frekwnsi cukup gangguan kesehatan &
sosial
 Prevalensi : 7%  & 12%  umur>70 th AS
15- 50 % pasien psikogeriatri
10%  & 15%  umur >65th Aus
 Hanya 30% melapor ke dokter.
KOMPLIKASI

Kesehatan : Psikososial :
 Kurang minum  dehidrasi  Malu menarik diri dari lingkungan
 ISK berulang  Kehilangan percaya diri
 Depresi
 Di masukkan institusi
PERUBAHAN PADA LANSIA

 Mobilitas terbatas:-kelemahan lokomotor


-penurunan pancaindra
 Penyakit komorbid : DM, CHF,CRF dll
 Anatomi : Daya regang/kontraksi VU ↓
Sisa urin meningkat
Kelemahan spincter uretra int/ext & atropi oue
Kelemahan otot dasar panggul
Kerusakan/gangguan syaraf otonom
Striktura uretra/ prostat hipertropi
PENYEBAB INKONTINENS URIN

 Kelainan urologi/ Saluran kemih: infeksi, batu, tumor, divertikel.


 Kelainan neurologik: post stroke, gangguan otonom, trauma med.spinalis,
demensia, kesadaran menurun.
 Lain-lain: imobilitas, situasi tempat berkemih < <, kondisi kejiwaan, dll
Berdasar kejadian, inkontinensia urin dibagi :

 Inkontinensia akut : Delirium


Restriksi, retensi
Infeksi, Inflamasi,
impaksi feses
Pharmasi, poliuri
 Inkontinens kronik:
Tipe urgensi
Tipe stress
Tipe over flow/ luapan :Retensio urin pe  tek hidrostatik
Tipe Fungsional : masalah bukan pada saluran kemih
Tipe stress
- Pengeluaran urin di luar kemauan
- Jumlah sedikit
Patofisiologi ;
- Tekanan intra Abdomen yang mendadak
(batuk, bersin, tertawa, olahraga)
- Kelemahan otot dasar panggul
- Tidak begitu berpengaruh pada kualitas hidup

Terapi Khusus Θ
Tipe Urgensi
- Diluar kemauan, mendadak, Tdk dapat ditahan
- Kemampuan Menunda Berkemih Θ
- timbul Sensasi kandung kemih penuh

Urin cukup banyak


Gangguan Neurologi :
- Pengaturan rangsangan saraf
- Instabilitas dari otot detrusor
M2 Kontraksi otot
detrusor
M3
Pusat Saraf :
- Strok, Demensia, Parkinson,Medula Spinalis
Gangguan Non Neurologi : Sistitis, batu, divertikel
kandung kemih
Tipe Luapan “Overflow”
- Biasanya hanya sedikit urin yang keluar

Patofisiologi :
Desakan Mekanik dari dalam kandung
kemih sangat tegang saat penuh karena
bendungan Bocor keluar

Penyebab :
- Pembesaran prostat
- Kista / Penyempitan Uretra
- Gangguan kontraksi kandung kemih oleh
karena Diabetik Neuropati
Tipe Fungsional
- Urin keluar dini
- Disebabkan karena gangguan fisik /
mobilitas, kognitif, atau
situasi lingkungan yang belum siap
- Faktor Psikologik : Marah, Depresi
Sering Terdapat kombinasi lebih dari satu
macam tipe inkontinensia urin pada satu
penderita.

Penting :
- Menentukan tipe inkontinensia urin, untuk
merencanakan manajemen inkontinensia yang tepat.
Sindroma Serebral
Kumpulan gejala yang terjadi akibat perubahan patologik
dari aliran darah

Manifestasi sindroma serebral


• Drop attack (serangan roboh)
• Serangan otak sepintas ( TIA = transient ischaemic
attack)
• Penyakit pembuluh darah otak (stroke)
• Arteritis
Pembuluh darah otak pd lanjut usia
Banyak dijumpai plak ateroma pada sistim karotis
• Daerah bifurcatio khususnya pangkal arteri karotis interna
• Sirkulus willisii fungsinya terganggu  penyempitan menyeluruh

Degenerasi diskus intervertebralis


• Kadar air sangat turun, fibrokartilago meningkat, perubahan pada
Mukopolisakarida  diskus menonjol ke perifer  mendorong periost 
alami kalsifikasi  osteofit  spondilosis servikalis
• Total merupakan 25% seluruh kolumna vertebralis 
DEGENERASI :
• Osteofit  menekan arteri vertebralis sampai oklusi
• Panjang kolum servikal berkurang  arteri vertebralis berkelok-
Kelok  dapat tertekuk  oklusi
DAMPAK PADA SIRKULASI DARAH

• irkulasi darah otak pada lanjut usia sangat rentan terhadap


perubahan, baik perubahan posisi tubuh maupun faktor lain
(tekanan)

• Gerakan leher tertentu (akiba arteri vertebralis berkelok-


kelok)  insufisiensi sirkulasi daerah batang otak  pusing /
kepala ringan  DROP ATTACK

• Kelainan vaskuler (aterosklerosis dan ikroaneurisma)


INFARK LAKUNER atau PERDARAHAN KECIL-KECIL
SINDROMA KLINIS OTAK
1. SINDROMA KLINIS YANG BERKAITAN DENGAN SELURUH OTAK
• Apraxia, dgn kaku otot, reflek primitif meningkat dan tendensi untuk
condong ke belakang
• Gangguan jalan (Gait)
• Demensia
• Inkontinensia

2. SINDROMA KLINIS UTAMANYA BERKAITAN DENGAN TERITORIAL


PEMBULUH KAROTIS
• Serangan otak sepintas (TIA : Transient Ischaemic Attack)
• Penyakit pembuluh darah otak (Stroke : completed, in evolution)
• Arteritis sel raksasa (giant cell arteritis = arteritis temporalis)

• TERPENTING : DROP ATTACK DAN TIA


DEFINISI

Dekubitus :
Kerusakan / kematian kulit sampai jaringan
Di bawah kulit, bahkan menembus otot
Sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
Pada suatu area secara terus menerus
Sehingga mengakibatkan
Gangguan sirkulasi darah setempat
Ulkus terjadi disebabkan gangguan aliran darah setempat
& juga keadaan umum penderita
Area terjadi dekubitus :
Tempat diatas tonjolan tulang & tidak dilindungi cukup
dgn lemak subkutan ( misal : sakrum, trokanter mayor,
spina ischiadica anterior superior, tumit, siku )
Usia Lanjut  Potensi Besar Dekubitus (akibat perubahan kulit
karena tambahnya usia) :
• Berkurangnya Jaringan Lemak Subkutan
• Berkurangnya jaringan kolagen dan elastik
• Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada
Kulit  kulit lebih tipis dan rapuh

TIPE ULKUS DEKUBITUS

1. TIPE NORMAL ( beda suhu ± 2,5 0 C, sembuh dlm 6 minggu )


2. TIPE ARTERIOSKLEROTIK ( beda suhu < 10 C, 16 minggu )
3. TIPE TERMINAL ( penderita akan meninggal, tak dapat sembuh )
Patofisiologi Terjadinya Dekubitus
Faktor Tekanan
• TEKANAN DARAH KAPILER : 16 Mmhg – 33 Mmhg 
KULIT UTUH IMOBIL : TEKANAN DAERAH SAKRUM : 60 – 70
Mmhg; DAERAH TUMIT : 30 – 45 Mmhg.  Daerah Iskemik 
Nekrosis Jaringan Kulit
• Percobaan Binatang :
Sumbatan Total Kapiler < 2 Jam  Reversibel

Faktor Mekanik
• Faktor Teregangnya Kulit.
• Faktor Terlipatnya Kulit.

Shearing forces & folding skin


Iskemi  nekrosis
Penutupan arteriole
Trunk 4%

Upper Limbs 3%
Sacrum 31%
Trochanters 10%
Buttocks 27%

Lower Limbs 5%
Heels 20%
Penderita berbaring terlentang diatas kasur busa biasa

Penderita berbaring terlentang diatas kasur biasa, tetapi


dibantu dengan beberapa bantal kecil penyangga tubuh
Penderita berbaring diatas kasur khusus (kasur anti dekubitus) dgn
memakai sistim gelombang udara yg naik turun bergantian

Penderita berbaring diatas kasur air, dgn temperatur air dpt diatur sesuai yg diinginkan
A

A
A

A B A B

Shearing force. A : tekanan kompresi. B : shearing force

Area bahaya akibat kulit terlipat


Area bahaya pd posisi
lateral
A

Area bahaya
pd posisi
telentang Lipatan gluteal

Area dimana terjadi lipatan kulit. A : tekanan kompresi


Revisi Stadium Luka Tekan

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2007


 Suspected Deep Tissue Injury
 Perubahan warna (merah, ungu) pd kulit yang utuh atau vesikel
berisi darah karena kerusakan jaringan lunak di bawahnya akibat
tekanan atau regangan
 Unstageable
 Kerusakan seluruh lapisan kulit dengan luka yang
tertutup oleh krusta dan/atau pus yang kental
Pencegahan
BEST TREATMENT OF PRESSURE ULCER
IS AVOIDANCE!

 Sebagian besar kejadian luka tekan dapat dicegah


(preventable)
 Penting utk melakukan upaya pencegahan dan edukasi
 Harus berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang ada
(evidence-based)
Pencegahan (1)
 Identifikasi pasien yang berisiko dan faktor-faktor risikonya
 risk assessment tool: Braden Scale, Norton Scale
 Mempertahankan dan meningkatkan toleransi kulit
terhadap tekanan
 inspeksi dan dokumentasi kondisi kulit setiap hari
 hindari penggunaan rubbing pd tulang yg menonjol
 kenali dan eliminir sumber kelembaban
 teknik positioning, transfer, dan reposisi yang benar
 kaji status nutrisi
 lakukan program rehabilitasi medik sedini mungkin: aktivitas,
mobilisasi, range of motion
Pencegahan (2)

 Melindungi kulit dari pengaruh mekanik eksternal


 reposisi dengan frekuensi yang disesuaikan kondisi pasien

 menghindari tonjolan tulang dari kontak langsung, baik


dengan posisi atau alat tertentu
 meminimalkan regangan atau gesekan yang terjadi saat
memindahkan atau transfer pasien
 penggunaan alat-alat untuk redistribusi tekanan

 bila memungkinkan, pasien diminta untuk melakukan


perubahan posisi sendiri
PENCEGAHAN
CONT..
Penatalaksanaan (1)

 Identifikasi adanya luka tekan


 Pengkajian awal
 terhadap luka tekan: lokasi, stadium, ukuran, wound bed, eksudat,
nyeri, dan status kulit sekitarnya
 anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap
 pengkajian komplikasi dan komorbiditas
 pengkajian status nutrisi
 pengkajian terhadap nyeri
 evaluasi psikososial
 pengkajian terhadap risiko timbulnya luka tekan baru
Penatalaksanaan (2)

 Penatalaksanaan terhadap luka


 Debrideman: menyingkirkan media infeksi, mempercepat
penyembuhan, membantu menentukan kedalaman luka
 Pembersihan luka: dengan air/normal salin, antiseptik tidak
rutin diberikan
 Menutup luka: menjaga kelembaban dan kebersihan luka

 Pengendalian terhadap kolonisasi


bakteri
 Mengobati infeksi
MATUR NUWUN

Anda mungkin juga menyukai