Anda di halaman 1dari 90

HUKUM PIDANA

Diah Pudjiastuti, S.H.,M.H.


Ilmu Hukum Pidana

Arti Sempit : bagian dari ilmu hukum Arti Luas : tidak terfokus pada
yang pada dasarnya mempelajari dan norma yang dilanggar saja tetapi
menjelaskan perihal hukum pidana juga membahas mengapa terjadi
yang berlaku di suatu negara pelanggaran atas norma-norma
(ius constitutum). tersebut, bagaimana upaya agar
norma itu tidak dilanggar dan
mengkaji serta membentuk
hukum pidana yang dicita-citakan
(ius constituendum)
Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana didefinisikan sebagai bagian aturan hukum dari suatu


negara yang berdaulat, berisi perbuatan yang dilarang, disertai
dengan sanksi pidana bagi yang melanggar, kapan dan dalam hal apa
sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksanaan pidana
tersebut yang pemberlakuannya dipaksakan oleh negara.
Pembagian Hukum Pidana

Materiil & Formil


Wilayah Hukum

Objektif & Subjektif Sumber Hukum

Adresat
Materiil-Formil & Objektif-Subjektif

Objektif/Jus Poenale : Suringa


Materiil > aturan hukum Perintah & larangan yang diancam pidana.
yang bersifat melarang atau Ketentuan mengenai upaya yang dapat digunakan
memerintahkan sesuatu jika norma itu dilanggar (penitentiaire). Aturan
yang menentukan kapan dan dimana berlakunya
disertai dengan ancaman
norma tersebut.
pidana  Hukum pidana
dalam keadaan diam

Vos : Aturan hukum objektif / hukum pidana


materiil yang mengatur keadaan yang timbul dan
tidak sesuai dengan hukum serta hukum acara
Formil > aturan hukum untuk beserta sanksi (penintentiair) aturan mengenai
menegakkan hukum pidana materiil  kapan, siapa dan bagaiman pidana dijatuhkan.
hukum acara pidana atau hukum pidana
dalam keadaan bergerak

Subjektif / Jus Puniendi


hak subjektif penguasa terhadap pemidanaan, berupa hak
menuntut pidana, menjatuhkan pidana dan melaksanakan
pidana.
Adresat Sumber Hukum Wilayah Berlaku

Setiap orang
Nasional Lokal

Subjek Hukum Khusus


Umum
Tertentu
Non-Kodifikasi
Kodifikasi

UU Pidana Bukan UU Pidana


Fungsi Hukum Pidana

Khusus :
Umum : 1. Melindungi kepentingan hukum.
Mengatur dan menyelenggarakan
kehidupan masyarakat agar tercipta dan 2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka
terpeliharanya ketertiban umum. menjalankan fungsi melindungi kepentingan hukum.

3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam


menjalankan fungsi melindungi kepentingan hukum.
Tujuan Hukum Pidana

Modern
Klasik

Melindungi anggota masyarakat dari tindakan Melindungi masyarakat dari kejahatan


yang sewenang-wenang dengan dasar pijakan: dengan dasar pijakan :

1. Asas Legalitas 1. Memerangi Kejahatan


2. Asas Kesalahan 2. Memperhatikan disiplin ilmu lain
3. Pidana Sebagai Pembalasan 3. Ultimum Remidium
Tujuan Pidana

Teori Relatif Teori Gabungan


Teori Absolut 1. Simons  Prevensi umum terletak
Pembalasan subjektif = pembalasan Prevensi umum, pidana ditujukan pidana yang diancamkan & subsidair –
kesalahan pelaku. Pembalasan objektif = kepada umum agar setipa orang sifat dari pidana terhadap pelaku –
prvensi khusus, menakutkan,
pembalasan terhadap perbuatan. tidak lagi melakukan kembali memperbaiki dan melenyapkan
kejahatan-kejahatan

Imanuel Kant  pidana adalah etik. Prevensi khusus, pidana


terhadap pelaku agar yang
Stahl  Pidana adalah keadilan Tuhan bersangkutan tidak lagi 2. Zevenbergens  jsifat pidana
mengulangi kembali kejahatan adalah pembalasan, tetapi bertujuan
yang ia lakukan. melindungi tertib hukum, karena
Herbart  Pidana adalah
respek terhadap hukum dan
nestapa penguasa. Pada hakekatnya pidana
adalah suatu ultimum remedium
Hegel  kejahatan adalah pengingkaran
terhadap hukum.
Tiga Masalah Pokok Hukum Pidana

Perbuatan Pertanggungjawaban Sanksi Pidana


Pemisahan Tegas Perbuatan Pidana
&
Pertanggungjawaban Pidana

Dalam hukum pidana di Indonesia Perbuatan Pidana dan Pertanggung


Jawaban Pidana DIPISAH secara tegas. Perbuatan pidana hanya mencakup
dilarangnya suatu perbuatan, sedangkan pertanggung jawab pidana
mencakup dapat – tidaknya dipidana sipembuat / sipelaku.

Dasar dari perbuatan pidana adalah ASAS LEGALITAS, sementara dasar


dari pertanggung jawaban pidana adalah TIDAK ADA PIDANA TANPA
KESALAHAN atau Geen Straf Zonder Schuld. Hal ini merupakan
perbedaan mendasar dengan hukum pidana Belanda yang TIDAK
MEMISAHKAN antara strafbaar van het feit dan strafbaar van de dader.
Istilah Perbuatan Pidana & Strafbaar Feit

1) Perbuatan yang dilarang.


2) Larangan dalam Undang-Undang.
3) Ada ancaman bagi barang siapa Strafbaar feit tidak sama dengan perbuatan pidana. Feit hanya
yang melanggar. diartikan sebagai kelakuan semata sedangkan Perbuatan diartikan
sebagai kelakuan dan akibat. Strafbaar Feit memadukan
perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana, sedangkan
perbuatan pidana tidak mengandung pertanggung jawaban
pidana.
Perbuatan

Kelakuan Akibat
(Handeling) (gevolg)
Elemen-Elemen Perbuatan Pidana

Schaffmeister, Keijzer & Sutorius Moeljatno


memenuhi unsur 1) Kelakuan & akbiat > Perbuatan
delik. 2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai
melawan hukum. perbuatan.
3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
dapat dicela.
4) Obyektief onrechtselement

5) Subyektif onrechtselement
Sejarah Asas Legalitas

Kitab Suci Kasus Jean Calas & Mauriac Kecaman terhadap putusan oleh
Al-Qur'an & Injil Antonie Calas Voltaire, Rosseau & Montesquieu

Article 4 Code Penal “Nulle


contravention, nul delit, nul crime, ne Article 8 Declaration des droits de L’homme
peuvent etre punis de peines, qui n’ et du citoyen (1789)  nul ne peut etre puni,
etaient pas prononcees par la loi, avant qu’en vertu d’une loi etabile et promulguee, Revolusi Perancis
qu’ils fussent commis.” anterieurement au delit et legalement
appliquee.

Pasal 1 WvS Belanda : Geen feit is


strafbaar dan uit kracht van eene
daaraan voorafgegane wettelijke Pasal 1 ayat (1) KUHP Indonesia
strafbepaling.
Asas Legalitas

Anselm von Feuerbach

Lehrbuch des peinlichen Recht

Nulla Paena Sinelege Nullum crimen sine poena


Nulla Poena Sine Crimine legali

Nullum Delictum, Nulla Poena, Sine Praevia Lege Poenue


Machteld Boot >> The formulation of the Gesetzlichkeitsprinzip in Article 1 StGb (Eine tat kann nur
bestraft werden, wenn die strafbarkeit geseztlich bestimmt war, bevor die Tat begangen wurde) is
generally considered to include four separate requirements. First, conduct can only be punished if the
punishability as well as the accompanying penalty had been determined before the offence was committed
(nullum crimen, noela poena sine lege praevia). Furthermore, these determinations have to be included
in statutes (Gesetze) : nullum crimen, noela poena sine lege scripta. These statutes have to be definite
(bestimmt) : nullum crimen, noela poena sine lege certa. Lastly, these statutes may not be applied by
analogy which is reflected in the axiom nullum crimen, noela poena sine lege stricta.
Makna Asas Legalitas

Schaffmeister
Moeljatno Groenhuijsen 1) Tidak ada pidana kecuali
berdasarkan ketentuan pidana
1) tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam 1. Pembuat undang-undang tidak boleh memberlakukan menurut UU.
dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum suatu ketentuan pidana berlaku mundur.
dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. 2) Tidak boleh beranalogi
2. Semua perbuatan yang dilarang harus dimuat dalam
3)Tidak ada pidana hanya
rumusan delik yang sejelas-jelasnya. kebiasaan
2) Dalam menentukan adanya
3. Hakim dilarang menyatakan bahwa terdakwa 4) Lex Certa
perbuatan pidana tidak boleh
melakukan perbuatan pidana didasarkan pada hukum
digunakan analogi.
tidak tertulis atau hukum kebiasaan. 5) Tidak berlaku surut = ex post
facto, non retroaktif = lex
4. Terhadap peraturan hukum pidana dilarang diterapkan praevia.
3) aturan-aturan hukum pidana tidak
berlaku surut. analogi.
6) Tidak ada pidana lain selain
dalam UU

7) Penuntutan pidana hanya


menurut cara sesuai UU.
Fungsi Asas Legalitas

Instrumental Melindungi

Dalam batas tertentu pelaksanaan kekuasaan Pelaksanaan kekuasaan tanpa batas


pemerintah dibolehkan. terhadap rakyat oleh negara.
Perkembangan Asas Legalitas

1.Titik berat pada individu  G.W.Paton Nulla Poena Sine Lege

2.Titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan  Nulla Poena sine CrimineAnslem von Feuerbach
Generale Preventie psychologische zwang.

3.Titik berat pada kedua unsur yang sangat penting yaitu agar orang menghindari perbuatan pidana dan
pemerintah tidak sewenang-wenang van Der Donk

4.Titik berat pada perlindungan hukum kepada negara dan masyrakat G.W.PatonNullum crimen sine poena
legali a crime is a socially dangerous act of commission or ommission as prescribed in a criminal law.
Pembatas Asas legalitas Verandering in de
Wetgeving
Pasal 1 ayat (2) KUHP

"Jika sesudah perbuatan dilakukan


ada perubahan dalam perundang-undangan,
dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa."
Gunstigste bepalingen

Formele Leer Beperkte materiil leer Onbeperkte materiil leer

Pembatasan Lex Termporis Delicti di Inggris & Swedia :

Inggris  Jika terjadi perubahan perundang-undangan,


terdakwa diadili dengan menggunakan aturan hukum yang lama.

Swedia Jika terjadi perubahan perundang-undangan,


terdakwa diadili dengan menggunakan aturan hukum yang baru.
Asas Teritorial
Pasal 2 KUHP
Hukum Pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang melakukan perbuatan pidana di Indonesia

Orang Tempat

1)Kepala Negara Par in parem in hebet in 1)Wilayah Kedutaan Besar


perium
2)Wilayah Angkatan Bersenjata
2)Duta Besar dan Konsul serta diplomat
3)Kapal berbendera negara asing
3)Petugas lembaga internasional
Perluasan
Asas Teritorial

Perluasan Teknis
Proteksi : Hukum pidana Indonesia berlaku atas perbuatan
pidana yang melanggar keamanan dan integritas atau
kepentingan vital ekonomi atau kepentingan lainnya yang
hendak dilindungi yang dilakukan di luar wilayah Indonesia 
Pasal 4 ke-1, ke-2 dan ke-3 KUHP
Subjektif Objektif

Prinsip Kewarganegaraan Universal : Hukum pidana Indonesia berlaku atas perbuatan pidana
yang melanggar kepentingan masyarakat internasional. Perbuatan
tersebut dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional atau delicta
jure gentium atau delit droit de gens  Pasal 4 ke 4 KUHP
Aktif

Pasif
NeBis In Idem
Pasal 76

Seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di


depan pengadilan dengan perkara yang sama  untuk
menjamin kepastian hukum, melindungi hak asasi
manusia dan mejaga keluhuran martabat hakim.
Geen Straf Zonder Schuld

Kemampuan bertanggung jawab Keadaan batin tertentu dari si Tidak dapat dipertanggungjawabkan
dari si pembuat. pembuat yang dihubungkan dengan suatu kejadian oleh si pembuat karena
kejadian. ada alasan penghapus
pertanggungjawaban

Sengaja Tidak Sengaja


SUBSTANSIAL ILMU HUKUM
PIDANA MATERIIL
– Perbuatan pidana
– Pertanggungjawaban pidana
– Sanksi pidana
Perbuatan yang memenuhi syarat
tertentu
• Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu” itu dimaksudkan
perbuatan yang dilakukan orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana.
• Perbuatan semacam itu dapat disebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau
disingkat “perbuatan jahat”.
• Oleh karena itu dalam perbuatan jahat tersebut harus ada orang yang melakukannya,
maka persoalan tentang ”perbuatan tertentu” itu diperinci menjadi 2 yaitu:
1. perbuatan yang dilarang dan;
2. orang yang melanggar larangan itu.
DEFINISI DELIK
NO TOKOH DEFINISI
1. KBBI Delik = tindak pidana  Perbuatan yg dpt dikenakan hukuman krn mrpk pelanggaran thd UU;
tindak pidana

2. PROF. MOELJATNO Delik = perbuatan pidana  Perbuatan yg dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertai ancaman (sangsi) yg berupa pidana ttt, bagi barang siapa yg melanggar larangan tsb,
asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kpd perbuatan (yaitu suatu keadaan
atau kejadian yg ditimbulkan o/ kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan
kpd orang yg menimbulkan kejadian itu.

3. E. UTRECHT Delik = peristiwa pidana  yg ditinjau adalah adalah peristiwa (feit) dari sudut hukum pidana.
Peristiwa itu sendiri adalah suatu pengertian yg konkrit yg hanya menunjuk kpd suatu kejadian
yg ttt saja, misalnya : kematian.
Lanjutan …... DEFINISI DELIK

NO TOKOH DEFINISI
4. VAN Delik = strafbaar feit  kelakuan orang (menselijke gedraging) yg
HAMEL dirumuskan dalam wet, yg bersifat melawan hukum, yg patut dipidana
(strafwaardig) & dilakukan dgn kesalahan.

5. SIMONS Delik = strafbaar feit  kelakuan (handeling) yg diancam dgn pidana, yg


bersifat melawan hukum, yg berhubungan dgn kesalahan & yg dilakukan o/
orang yg mampu bertanggung-jawab
SKEMA UNSUR – UNSUR DELIK
Kesengajaan sbg Maksud
(Oogmerk)
Kesengajaan dgn
KESENGAJAAN Keinsafan Pasti
(DOLUS) (Opzet als
Zekerheidsbewustzijn)
Kesengajaan dgn
Keinsafan Akan
Kemungkinan (Dolus
UNSUR Evantualis)
SUBJEKTIF Tak Berhati-hati
KEALPAAN Dapat Menduga
UNSUR (CULPA)
Kelalaian
DELIK
Perbuatan Aktif atau
PERBUATAN
UNSUR Positif (Act)
MANUSIA
OBJEKTIF Perbuatan Patif atau
AKIBAT Negatif (Omission)
PERBUATAN
SIFAT MELAWAN HUKUM (WEDERRECHTELIJKHEID)
& DAPAT DIHUKUM
KEADAAN-KEADAAN
(CIRCUMSTANCES)
Pembedaan Delik-Delik Lainnya :
NO DASAR PEMBEDAAN MACAM DELIK

1. Cara Perumusannya 1. Delik formal  yg dirumuskan adl tindakan yg dilarang (beserta hal/kedaan lainnya) dgn tidak
mempersoalkan akibat dr tindakan itu, ex : 160 (penghasutan), 209 (penyuapan), 247 (sumpah
palsu), 362 (pencurian)
2. Delik material  selain dilakukannya tindakan yg terlarang tsb, masih harus ada akibat yg timbul
krn tindakan itu, baru dpt dikatakan telah terjadi tindak pidana tsb sepenuhnya (voltooid), ex : 338
(pembunuhan), 378 (penipuan)

2. Cara Melakukan Tindak 1. Delik komisi  tindakan aktif (active handeling) yg dilarang yg u/ pelangarannya diancam pidana,
Pidana ex : dilarang membunuh (338), dilarang mencuri (362), dilarang berzina (284)
2. Delik omisi  tindakan pasif (passive handeling) yg diharuskan, yg jika tidak melakukannya
diancam dgn pidana, ex : 224 (keharusan jd saksi), 164 (wajib melaporkan kejahatan ttt)
3. Delik campuran  tindakan yg mrpk campuran delik komisi & delik omisi, ex : 306 (membiarkan
seseorang yg wajib dipeliharanya yg berakibat matinya orang itu); 194 (seorang penjaga palang pintu
KA yg tdk menutup pintu palang KA ketika KA lewat sehingga mengakibatkan kecelakaan KA &
matinya orang)
Lanjutan …..
Pembedaan Delik-Delik Lainnya :

NO DASAR PEMBEDAAN MACAM DELIK


3. Ada/ Tidaknya Pengulangan/ 1. Delik mandiri (zelfstandige delicten)  jk tindakan yg dilakukan itu hanya 1 kali, u/ mana
Kelanjutan petindak dipidana, ex : mencuri sepeda, menganiaya seseorang;
2. Delik berlanjut (voortgezette delicten)  jk tindakan yg sama berulang dilakukan & mrpk
atau dapat dianggap sbg kelanjutan tindakan semula, ex : Ayah yg setiap hari memukuli
anaknya, sopir yg setiap malam mengemudikan mobil tanpa lampu;
Delik ini erat kaitannya dengan Ps.64 KUHP ttg “gabungan tindak pidana”

4. Berakhir atau 1. Delik berakhir (aflopende delict)  tindakan sudah sempurna (vooltoid), jk petindak telah
Berkesinambungannya Suatu Delik melakukan suatu tindakan terlarang menurut UU
2. Delik berkesinambungan atau berkesiterusan (voortdurende delict)  dalam beberapa hal,
tindakan yg terlarang menurut UU tsb dilakukan secara berkesinambungan atau berjalan
terus dengan sendirinya.
Ex :
 Perampasan kemerdekaan seseorang (333), perampasan kemerdekaan itu sendiri jk tdk
diteruskan adalah delik berakhir.
 Penyertaan pd perusahaan judi (303)
 Penyertaan pd perkumpulan terlarang (169)
Lanjutan …..
Pembedaan Delik-Delik Lainnya :

NO DASAR PEMBEDAAN MACAM DELIK


5. Tindakan Terlarang tsb mrpk Kebiasaan 1. Delik bersahaja (enkel voudige delict)  .
dr Petindak atau tidak 2. Delik kebiasaan (samengestelde delict)  ex : kebiasaan u/ mencari nafkah dgn
memudahkan pencabulan antara orang lain (296), kebiasaan penadahan (481)

6. Pada Tindak Pidana itu Ditentukan 1. Delik biasa  ex : 362 (pencurian biasa), 338 (pembunuhan biasa)
Keadaan yg Memberatkan atau 2. Delik dikualifisir (diperberat)  ex : 363 terhadap 362 (pencurian), 340 terhadap 338
Meringankan Pidana (pembunuhan)
3. Delik diprivilisir (diperingan)  ex : 341 terhadap 338 (pembunuhan anak), 308
terhadap 305 & 306 (seorang ibu yg meninggalkan anaknya

Pd delik2 (2) & (3) mempunyai unsur2 yg dipunyai delik (1), disamping unsur keadaan yg
memberatkan pidana u/ (2) & unsur keadaan yg meringankan pidana u/ (3).

7. Bentuk Kesalahan Petindak 1. Delik kesengajaan (Delik Dolus)  diperlukan adanya kesengajaan, ex : Ps. 338
(pembunuhan), 354 (sengaja melukai berat orang lain)
2. Delik kealpaan (Delik Culpa)  orang sudah dpt dipidana bila kesalahannya itu
berbentuk kealpaan, ex : 359 (kealpaan yg menyebabkan matinya orang), 360
(kealpaan yg menyebabkan orang lain luka berat)
Lanjutan …..
Pembedaan Delik-Delik Lainnya :

NO DASAR PEMBEDAAN MACAM DELIK


8. Tindakan Terlarang tsb mrpk Kebiasaan 1. Delik bersahaja (enkel voudige delict)
dr Petindak atau tidak
2. Delik kebiasaan (samengestelde delict)  ex : kebiasaan u/ mencari nafkah dgn
memudahkan pencabulan antara orang lain (296), kebiasaan penadahan (481)

9. Apakah Tindak Pidana itu Mengenai 1. Delik umum


Hak Hidup (het bestaan) Negara,
Ketatanegaraan atau Pemerintahan 2. Delik politik
Negara Delik politik murni  ex : pemberontakan, penggulingan pemerintah)
Delik politik campuran  ex : mencuri dokumen negara
Delik politik koneksitas  ex : menyembunyikan senjata api

10. Perbedaan Subjek 1. Delik khusus (delict propria)  subjek dr delik khusus hanya orang2 atau golongan ttt
sbg petindak dr dr tindak pidana khusus ybs.
subjek dr delik khusus  ex : PNS, militer, dll
2. Delik umum (commune delicten)  subjek dr delik umum dlm KUHP pd umumnya
dirumuskan dgn “barang siapa”, yaitu siapa saja (setiap orang) sebagaimana ditentukan
Ps. 2 s.d. 9 KUHP
Lanjutan …..
Pembedaan Delik-Delik Lainnya :

NO DASAR PEMBEDAAN MACAM DELIK

11. Cara Penuntutan 1. Delik aduan


Petindak hanya dpt dituntut krn adanya aduan
2. Delik yg penuntutannya krn jabatan
Petindaknya dituntut o/ petugas, krn memang u/ itulah ia ditugaskan, tdk perlu ada
aduan
PENGERTIAN PIDANA

– Pidana : straf (Belanda)


– Prof. Sudarto : penderitaan yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu.
– Prof. Roeslan Saleh : reaksi atas delik yang berujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada
pembuat delik tersebut.
PENGERTIAN PIDANA

Prof. Muladi/Prof. Eddy :


– Pidana merupakan pengenaan nestapa/
penderitaan/akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
– Pidana dikenakan dengan sengaja oleh orang atau
lembaga yang berwenang.
– Pidana dikenakan kepada seseorang yang telah
melakukan perbuatan pidana menurut undang-undang.
TUJUAN PIDANA

– Teori Absolut.
– Teori Relatif.
– Teori Gabungan.
– Teori Kontemporer
KESALAHAN

– Mezger : kesalahan sebagai keseluruhan syarat yang memberi dasar pencelaan pribadi terhadap
pelaku perbuatan / tindak pidana
– Remmelink : pencelaan yang ditujukan oleh masyarakat yang menerapkan standar etis yang berlaku
pada waktu tertentu terhadap manusia yang melakukan perilaku menyimpang yang sebenarnya dapat
dihindari
– Kesalahan dalam pengertian psikologis : hubungan batin antara pelaku dengan perbuatan yang
dilakukannya
– Elemen kesalahan :
1. Kemampuan bertanggungjawab
2. Hubungan psikis pelaku dengan perbuatan yang dilakukan
3. Tidak ada alasan penghapus pertanggungjawaban pidana (alasan pembenar dan alasan pemaaf).
KEMAMPUAN
BERTANGGUNGJAWAB
– Van Hamel : ukuran mengenai kemampuan bertanggungjawab (bersifat kumulatif)
1. Mampu memahami secara sungguh-sungguh akibat dari perbuatannya
2. Mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat
3. Mempu untuk menentukan kehendak untuk berbuat

Pasal 44 ayat (1) KUHP : brangsiapa melakukan perbuatan yang tidak apat dipertanggungjawabkan
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggunya karena penyakit
maka tidak dipidana

Kemampuan bertanggungjawab untuk sebagian : kleptomanie, clustrophobie, pyromanie


Unsur pertanggungjawaban : memahami arti & akibat perbuatannya sendiri,
menyadari bahwa perbuatan itu tdk dibenarkan / dilarang oleh masyarakat,
menentukan kemampuan terhadap perbuatan2 itu. (Van Hamel)

Alasan Pembenar :
1. Perintah UU
2. Keadaan psikis orang tersebut / gila (Pasal 44 KUHP)
3. Overmacht (Pasal 48 KUHP) pembelaan darurat (Pasal 49 KUHP)
ALASAN PEMBENAR

– Yaitu alasan yg menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yg dilakukan
o/ terdakwa lalu mjd perbuatan yg patut & benar.

– Biasanya dalam titel 3 Buku Pertama yg dipandang orang sbg alasan pembenar adalah pasal2
sbb :
 49 (1), mengenai pembelaan terpaksa (noodweer);
 50, mengenai melaksanakan ketentuan UU;
 51 (1), melaksanakan perintah atasan;
 48, mengenai daya paksa (overmacht).
ALASAN PEMAAF

– Yaitu alasan yg menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yg dilakukan o/ terdakwa tetap


bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana,
karena tidak ada kesalahan.

– Biasanya dalam titel 3 Buku Pertama yg dipandang orang sbg alasan pemaaf adalah pasal2
sbb :
 49 (2), mengenai pembelaan yg melampaui batas;
 51 (2), penuntutan pidana tentang perintah jabatan yg tanpa wenang
 48, mengenai daya paksa (overmacht).
ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN

– Dikarenakan pemerintah menganggap bahwa a/ dasar utilitas atau kemanfaatannya kpd


masyarakat, sebaiknya tdk diadakan penuntutan. Kalau perkaranya tdk dituntut, tentunya yg
melakukan perbuatan tak dapat dijatuhi pidana.

– Alasan penghapus pidana dibagi mjd :


1. alasan penghapus pidana yg umum
 titel 3 Buku Pertama;
2. alasan penghapus pidana yg khusus
 ex : Ps. 310 (3).
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

– Asas kesalahan : tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld)
– Asas kesalahan : dasar dari pertanggungjawaban pidana
– Pertanggungjawaban pidana : Simons : suatu keadaan psikis sehingga penerapan
suatu ketentuan pidana dari sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut
– Lebih lanjut Simons : dasar adanya tanggungjawab dalam hukum pidana adalah
keadaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya
hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang
sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi.
– Elemen penting dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan
Teori tentang pertanggungjawaban pidana
a. Doktrin identifikasi yaitu perbuatan/kesalahan “pejabat senior” diidentifikasi sbg perbuatan/kesalahan
korporasi, disebut juga teori organ
b. Doktrin pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) bahwa majikan adalah penanggungjawab utama
dari perbuatan para buruh/karyawannya. Dapat dihubungkan ke majikan apabila ada pendelegasian
kewenangan dan kewajiban yg relevan menurut UU.
c. Doktrin pertanggungjawaban yg ketat menurut UU (strick liability), pertanggungjawaban pidana berdasarkan
UU
d. Doktrin Corporate culture model, korporasi dapat dipertanggungjawabkan dilihat dari prosedur, sistem
bekerjanya atau budaya kerja yg ada pada korporasi tersebut.
e. Doktrin of aggregation, doktrin yg memperhatikan kesalahan sejumlah orang scr kolektif yaitu terhadap
orang2 yg bertindak untuk dan atas nama suatu korporasi. Apabila terdapat sekelompok orang yg melakukan
suatu t.p namun orang tersebut bertindak untuk dan atas nama suatu korporasi atau untuk kepentingan
korporasi maka korporasi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban scr pidana.
f. Doktrin reactive corporate fault, dibawah kesalahan reaktif, korporasi membuat dirinya sendiri
bertanggungjawab untuk mengamati & melaporkan disiplin internal setelah sebuah pelanggaran terjadi & jg
menyelesaikan tanggungjawab tersebut.
Prinsip tanggungjawab
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan karena melakukan wanprestasi : mengakui pertanggungjawaban
berdasarkan hubungan kontrak
2. Prinsip tanggungjawab karena melakukan perbuatan melawan hukum. Lahir karena perbuatan yg merugikan kepada
orang lain mewajibkan orang yg krn salahnya mengganti kerugian tersebut.
3. Prinsip tanggungjawab pengganti, dlm situasi tertentu seseorang dpt dibebani tanggungjawab untuk kesalahan perdata
yg dilakukan orang lain.
4. Prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan, unsur kesalahan dlm prinsip ini mrpkan isu sentral yg hrs diperhatikan.
5. Prinsip tanggungjawab berdasarkan praduga bersalah, apabila kerugian timbul dlm suatu penyelenggara maka
berlakulah asumsi/anggapan bhw hrs bertanggungjawab atas kerugian yg terjadi.
6. Prinsip dianggap tidak harus bertanggungjawab , merupakan suatu bentuk tanggungjawab bersyarat, artinya korban hrs
membuktikan kesalahan pihak perusahaan/orang yg dipekerjakannya, apabila tdk dpt membuktikan maka ganti rugi tdk
dpt diberikan.
7. Prinsip tanggungjawab tanpa kesalahan, bahwa seseorang hrs bertanggungjawab ketika kerugian terjadi terlepas dari
ada tidaknya kesalahan pada dirinya sehingga aktor kesalahan bukan lagi unsur yg hrs dibuktikan di pengadilan.
• TP oleh anak (Psl 47  diubah Psl
81 UU No. 11 Thn 2012);
Dikurangi • Delik Percobaan (Pasal 53 ayat (2)
pidananya (3);
• Delik Pembantuan (pasal 57 ayat (1)
(2).
• Pemberatan krn Jabatan (ps. 52);
PERBUATAN MENCOCOKI Diperberat • Perbarengan (Ps.63-71);
RUMUSAN DELIK pidananya • Recidive (Ps. 486-488)

Dihapuskan
pidananya

ALASAN PENGHAPUS ALASAN PENGHAPUS GUGURNYA


PIDANA PENUNTUTAN MENJALANI PIDANA
Dasar-Dasar Alasan Penghapus Pidana

MVT Ilmu Pengetahuan

Inwendig uitwendig
Umum Khusus
Pasal 44, 48 – Ex, Psl 166,
51 KUHP Psl 221 ayt 2
Pertumbhn jiwa yg tdk Overmacht
sempurna Pemblln terpaksa
Umur yg msh sangat Melaks UU Alasan Alasan
muda pembenar
Melaks perintah jabtn Pemaaf

Menghapus sifat melawan hk-nya Prbtn Menghapus kesalahan pembuat


- Pembelaan terpaksa Psl 49 ayt 1, • Tdk mampu bertgjwb (Ps 44)
- Melaks UU 50, • Noodweer exces (49 ayt 2)
- Perintah jbtn 51 ayt 1 • Dg etikad baik melaks perintah jbtn yg tdk sah
ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Penghapus Pidana
Diatur dalam UU Di luar UU Putatief

Terjadi apbl seseorg


mengira tlh berbuat sst
dlm daya paksa atau
Menurut: • hak orang tua /hak guru; dlm keadaan pmbln drt
• Memorie van • hak yang timbul dari atau dlm mnjlkn UU
Toelichting pekerjaan; atau dlm melaks printh
(MvT); • ijin atau persetujuan; jbtn yg sah, pada
• Ilmu Pengetahuan; • Zaakwaarneming; kenyataannya tdk ada
• tidak ada unsur sifat alsn penghapus pidana
dan
melawan hukum tsb.
• doktrin dalam
meteriil;
hukum pidana;
• tidak ada kesalahan.
MvT

terletak pada diri di luar orang itu


orang itu
daya paksa, pmbln
karena pertumbuhan jiwa terpaksa, melaks printh
yang tidak sempurna atau
terganggu karena sakit dan
UU, dan melaks printh
umur yang masih muda  jbtan  Pasal 48, 49, 50,
Pasal 44 51
Ilmu Pengetahuan

Alsn penghapus pidana Alsn penghapus pidana


yang umum merupakan alasan yang khusus, merupakan alasan
penghapus pidana yang berlaku yang hanya berlaku untuk delik- delik
untuk tiap-tiap delik pada umumnya. tertentu saja.
Disebut pada pasal 44, 48 s/d 51
KUHP • Pasal 166 KUHP "Ketentuan-ketentuan pasal 164 dan 165
KUHP tidak berlaku pada orang yang karena pemberitahuan
itu mendapat bahaya untuk dituntut sendiri dst ….
Mengecualikan Pasal 164 dan 165.
• Pasal 164: mengetahui ada permufakatan jahat dan Pasal 165
mengetahui ada niat melakukan perbuatan 104, 106-108, dst;

• Pasal 221 ayat 2, yaitu perbuatan “ menyimpan orang


melakukan kejahatan ………………….” tidak dituntut jika ia
hendak menghindarkan penuntutan terhadap istri,
suami, dan orang-orang yang masih mempunyai hubungan
darah.

• Pasal 310 ayat (3) tidak merupakan pencemaran atau


pencemaran tertulis, bila perbuatan itu dilakukan demi
kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
PEMBEDAAN BERDASARKAN
DOKTRIN HUKUM PIDANA

Alasan pembenar Alasan pemaaf


Alasan pembenar menghapuskan Alasan pemaaf menghapusksn
sifat melawan hukumnya perbuatan : kesalahan si-pembuat pembuat tdk
• pembelaan terpaksa (Ps. 49); dpt dicela  prbtnnya tetap bersifat
• melak UU (Ps. 50); mlwn hkm:
• melaks perintah jabatan (Ps. 51) • tdk mampu brtgjwb (Ps.44);
• noodweer excess (Ps. 49 ayt 2);
• dg etikad baik melaks perintah
jabatan tdk sah (Ps 51 ayt 2).
1. Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44)
• tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya
karena kurang sempurna akal/jiwanya atau
terganggu karena sakit;

• harus ada hubungan kausal antara


perbuatan yang dilakukan dengan cacat
• Mengingat jenis penyakit
pertumbuhan/ penyakit jiwa yang diderita
jiwanya apa harus RS
oleh pembuat;
Jiwa ?
• Mengapa hanya 1 tahun,
Jika perbtn tdk dpt dipertgjwbkn krn jiwanya cacat
bagaimana sesudahnya ?
dlm tumbuhnya atau terganggu krn penyakit , hakim
dpt perintahkan ybs dimasukkan RS Jiwa paling
lama 1 tahun

Catatan:
• ada beberapa jenis penyakit jiwa yang
penderitanya hanya dapat
dipertanggungjawab sebagian;
• perbuatan lain yang bukan karena penyakit
jiwa, tetap dipertanggungjawabkan.
Metode untuk menentukan seseorang tidak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan

• Metode biologis  psikiater akan menyatakan terdakwa sakit


jiwa atau tidak;
• Metode psikologis menunjukkan hubungan antara keadaan
jiwa yang abnormal dengan perbuatannya;
• Metode campuran (metode biologis-psikologis)memperhatikan
keadaan jiwanya, kemudian keadaan jiwa ini dipernilai dengan
perbuatannya untuk dinyatakan tidak mampu bertanggung
jawab

KUHP menganut metode campuran (biologis-psikologis) dan dalam penetapan pidana


menggunakan sistim deskriptif normatif
2. Daya Paksa (Overmacht)
Pasal 48: "Tidak dipidana seseorang yang
melakukan perbuatan yang didorong oleh
daya paksa".
Apa yang dimaksud daya Paksa ?

MvT: "setiap kekuatan, setiap paksaan atau


tekanan yang tak dapat ditahan”
Apa yang dimaksud dengan “ yang tak dapat
ditahan”

"yang tak dapat di tahan“, memberi sifat kepada


tekanan atau paksaan

Bukan paksaan yang


mutlak

"tidak dapat ditahan" menunjukkan, bahwa menurut


akal sehat tak dapat diharapkan dari si-pembuat
untuk mengadakan perlawanan
Sifat Paksaan

vis absoluta vis compulsiva


(paksaan yang absolut) (paksaan yang relatif)

paksaan itu sebenarnya dapat ditahan tetapi


paksaan sama sekali
dari orang yang di dalam paksaan itu tak dapat
tak dapat di tahan.
diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan
perlawanan

Paksaan yang dimaksud


Pasal 48
Daya Paksa (Overmacht) Pasal 48
alasan pembenar atau pemaaf ?

Tidak ada kesatuan pendapat

Moeljatno Jonkers Utrecht:

sebagai alasan pemaaf, Dalam opticient arrest ada


karena perbuatannya tetap kewajiban yang sedemikian
melawan hukum, hebatnya untuk menolong
harus dilihat secara
sedangkan kesalahan orang lain, maka alasan
kasusistik
pembuatnya dihapus/ tidak pembenar
dicela
Apa bila perbuatan itu tidak diterima masyarakat,
tetapi seseorang harus melakukannya, maka disitu
ada alasan pemaaf.

Apabila perbuatan yang dilakukan itu diterima oleh


masyarakat, maka keadaan darurat itu merupakan
alasan pembenar, karena bertujuan menghapus anasir
melawan hukum.
Keadaan Darurat
(Noodtoestand)
Tidak diatur di dalam Pasal 48
doktrin memasukkan dalam pengertian
overmacht

ada keadaan dimana suatu kepentingan hukum dalam keadaan


bahaya, dan untuk menghindarkan bahaya itu terpaksa dilanggar
kepentingan hukum yang lain.

• Perbenturan antara dua kepentingan hukum;


• Contoh papan karnaendes;
• Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban
hukum.
• Contoh arrest kacamata;
• Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban
hukum ;
• Contoh arrest dokter tentara.
3. Pembelaan Darurat (Noodweer)
Pasal 49 (1) : "tidak dapat dipidana seseorang
yang melakukan perbuatan yang terpaksa
dilakukan untuk membela dirinya sendiri atau
orang lain, membela peri kesopanan sendiri
atau orang lain terhadap serangan yang
melawan hukum yang mengancam langsung
atau seketika itu juga".

Seolah-olah ada eigenrichting tetapi perbuatan itu


tidak dipidana, dengan syarat.
Syarat pembelaan darurat

1). Harus ada serangan. Tidak terhadap semua serangan, ttp yg:
a. seketika;
b. yang langsung mengancam;
c. melawan hokum;
d. ditujukan pada badan, peri-kesopanan dan harta benda.
2). Ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu.
e. pembelaan harus dan perlu diadakan;
f. pembelaan harus menyangkut kepentingan-kepentingan yang disebut dalam undang-
undang yakni adanya serangan pada badan (lijf), peri-kesopanan (eerbaarheid) dan harta-
benda (goed) kepunyaan sendiri atau orang lain.
Azas subsidiaritas dan proporsionalitas dalam
Pembelaan Darurat

– Asas subsidiaritas berhubungan dengan alat atau cara dalam


melakukan perbuatan pembelaan. Pembelaan dilakukan dengan
menempuh jalan yang seringan-ringannya, sehingga tidak
merugikan orang lain.
– Azas proporsionalitas berhubungan dengan keseimbangan antara
penyerangan dan pembelaan atau keseimbangan antara perbuatan
pembelaan dan kepentingan yang diserang.
Perbedaan antara keadaan darurat dgn pembelaan terpaksa

Keadaan Darurat Pembelaan Terpaksa


Dpt dilihat adanya perbtrn antr kept Situasi yg dihadapi perbtn yg bersft
hkm-kept hkm, kept hkm-kwjbn mlwn hkm
hkm, kwjbn hk-kwjbn hkm

Tdk perlu ada serangan Hrs ada serangan

Org bertindak berdsr berbgi kept/ Syarat pembelaan itu ditentukan scr
alasan limitatif

Ada yg berpendapat sbg alsn Sbg alasan penghapus sifat mlwn


pemaaf, ada yg sebg alsn pembenar hkm
4. Pembelaan Darurat Melampaui Batas , Pasal
49 ayat (2) (Noodweer Exces)
Pasal 49 ayat (2) “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas
yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat
karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”.

Syarat:
• pembelaan itu perlu dan harus diadakan;
• pembelaan melampaui batas dilakukan sebagai akibat yang
langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat;
• Antara kegoncangan jiwa tersebut dan serangan harus ada
hubungan kausal. Kegoncangan jiwa yang hebat dikarenakan
adanya penyerangan dan bukan karena sifatnya yang mudah
tersinggung
5. Menjalankan Peraturan Undang-Undang
(Psl 50)

– Pasal 50 KUHP:”Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan


ketentuan Undang-Undang, tidak dipidana”;
– UU dalam arti materiil  setiap peraturan yang dibuat oleh alat pembentuk
perundang-undangan yang umum.;
– Tindakan harus dilakukan secara patut, wajar dan masuk akal. Dhi harus ada
keseimbangan antara tujuan yang hendak dicapai dengan cara melaksanakannya.
– menembak mati seorang pengendara sepeda yang melanggar peraturan lalu lintas adalah
cara yang tidak patut, wajar dan masuk akal.
6. Melaksanakan Perintah Jabatan,
Psl. 51 ayat (1)
– Pasal 51 ayat 1 : “barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”.
– merupakan alasan penghapus pidana yang bersandarkan pada perintah yang sah.
– perintah itu dikatakan sah, apabila perintah itu berdasarkan tugas, wewenang
atau kewajiban yang didasarkan kepada sesuatu peraturan.
– Antara orang yang diperintah dan orang yang memerintah harus ada hubungan
jabatan, ada hubungan sub-ordinasi, meskipun sifatnya sementara.
– Pelaksanaan perintah harus patut dan wajar, seimbang dan tidak boleh
melampaui batas kepatutan;
7. Melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah
dengan etikad baik (Psl. 51 ayat 2)

– Pasal 51 ayat 2 “Perintah jabatan tanpa wenang, tidak menghapuskan pidana, kecuali jika
yang diperintah dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang
dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”.
– Perbuatan orang ini tetap bersifat melawan hukum, akan tetapi pembuatnya tidak dipidana,
apabila memenuhi syarat-syarat:
– Jika perintah yang pada kenyataanya tidak sah itu, dikiranya perintah yang sah (secara patut ia
mengira bahwa perintah itu adalah sah/ dengan iktikad baik dikiranya perintah itu sah);
– Perintah itu terletak dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah.
– pelaksanaan perintah itu ada dalam batas wewenangnya  Seorang bawahan mengira bahwa
perintah atasan untuk memukul tahanan adalah sah maka ia_tetap dapat dipidana, karena
memukul seorang tahanan tidak termasuk wewenang dari seorang anggota polisi
ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN

Diatur di dalam KUHP Di luar KUHP

• Abolisi dan
• ne bis in idem, • Amnesti
• terdakwa meninggal • Praktek penyampingan
dunia, perkara serba ringan (dahulu
• daluwarsa, pernah dinyatakan dalam
Penjelasan Umum Undang-
• penyelesaian di luar acara,
undang No. 13/1961)
dan • tidak menuntut perkara demi
• tidak adanya aduan pada Kepentingan umum
delik-delik aduan. berdasarkan asas
opportunitas
Alasan Penghapusan Penuntutan
(KUHP)
1.Tdk penuhi Pasal 2-8
2.Ps 61,63  penerbit (berkaitan dg brg cetakan)
3.Tdk ada pengaduan Pada delik aduan;
4. a. Ne bis in idem (Pasal 76)
b. Terdakwa meninggal (Pasal 77)
c. Daluwarsa (Pasal 78)
d. shicking (Pasal 82)
ne bis in idem (Psl. 76)

– untuk menjaga keluhuran hakim;


– kepastian hukum jika tidak ada azas ini maka orang yang sudah diputus bebas
tetap akan was-was krn ada kemungkinan dituntut kembali;
– syarat penggunaan pasal 76 KUHP:
– orang yang dituntut orang yang itu juga;
– Perbuatan yang dituntut adalah perbuatan yang itu juga
– Terhadap perkara itu telah diputus oleh hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
Alasan terdakwa meninggal dunia
( pasal 77 KUHP)

– kesalahan tidak dapat dialihkan kepada orang lain;


– Meliputi juga ketika terdakwa masih hidup tetapi kemudian meninggal dunia,
atau terdakwa meninggal dunia setelah mengajukan permohonan banding atau
kasasi;
– apabila pemeriksaan perkara memperoleh keputusan "bebas dari tuduhan", dan
bukan pemidanaan/ atau tindakan masih tetap berguna.
Alasan daluwarsa
( 78 - 81 KUHP).
– Latar belakang yang mendasari:
– daya ingat manusia terbatas;
– Alat bukti sudah rusak;
– Prevensi general sudah melemah;
– Selama jk wtk itu tersangka dianggap telah menjalankan nestapa;
Tenggang waktu daluwarsa

– satu tahun apabila mengenai kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan dengan
percetakan;
– waktu enam tahun apabila mengenai kejahatan yang diancam pidana denda,
kurungan atau penjara paling lama tiga tahun;
– dua belas tahun apabila mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara lebih dari tiga tahun, dan
– delapan belas tahun apabila mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana mati.
mulai berlakunya tenggang waktu
daluwarsa
– hari berikutnya sesudah perbuatan pidana dilakukan, kecuali:
– saat hasil kejahatan pemalsuan/pengrusakan uang, meterai , surat dipergunakan
( pasal 244, 253, 263 KUHP);
– saat sesudah dibebaskan/meninggal dunia orang yang langsung menjadi korban
perampasan kemerdekaan dari kejahatan pasal 328, 329, 330, 333 KUHP, dan
– saat penyerahan daftar Burgerlijke Stand ke panitera pengadilan sebagai pelanggaran
pasal 556, 558a KUHP.
Penghentian Daluwarsa

– karena tindakan penuntutan, asal diketahui oleh org yg dituntut dan telah
diberitahukan menurut aturan umum;
– Penundaan daluwarsa karena perselisihan prae yudisial;
Apa yang dimaksud Tindakan
Penuntutan ?
– apabila jaksa memberitahukan kepada hakim mengenai adanya perkara pidana
yang ditandai dengan mengirimkan daftar perkara,
– terdakwa ditahan oleh jaksa atau perpanjangan penahanan yang dimintakan
kepada hakim; dan
– apabila semua tindakan itu diberitahukan/ diketahui oleh terdakwa, maka hal itu
ada tindakan penuntutan sebagaimana ditentukan dalam pasal 80 KUHP.
Penyelesaian di luar acara
(Pasal 82 KUHP)
– disebut lembaga penebusan (afkoop) atau juga disebut lembaga hukum
perdamaian (schikking);
– Dilakukan terhadap:
– pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja;
– pembayaran denda harus sebanyak maksimum ancaman pidana denda beserta dengan
biaya lain yang harus dikeluarkan, atau penebusan harga tafsiran bagi barang yang
terkena perampasan; dan
– harus bersifat sukarela dari inisiatif terdakwa sendiri yang sudah cukup, umur.
Alasan tidak adanya'pengaduan
pada delik aduan
– Perkara delik aduan yang tidak dipenuhi syarat pengaduan menjadi alasan
wewenang penuntutan hapus atau gugur.
– Delik aduan yang relatif ada jika syarat pengaduan harus ditujukan kepada orang
tertentu, seperti kejahatan pencurian di kalangan keluarga menurut pasal 367 KUHP.
– Delik aduan yang absolut pengaduan yang bersifat umum pengaduan tidak terbatas
pada orang tertentu yang diadukan saja, seperti ketentuan delik aduan pasal 284
KUHP harus diartikan pengaduan terhadap pelaku laki-laki berarti pula pengaduan
terhadap pelaku perempuan.
GUGURNYA MENJALANI PIDANA

– Putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan tetap wajib di­jalankan,
ttp berdasarkan alasan tertentu, sebelum putusan tersebut dijalankan dapat
menjadi gugur karena:
a. terpidana telah meninggal dunia,
b. daluwarsa,
c. Grasi (di luar KUHP).
Jangka waktu daluwarsa
gugurnya menjalani pidana

– semua pelanggaran dalam tenggang waktu 2 tahun,


– kejahatan percetakan dalam tenggang waktu 5 tahun,
– kejahatan lainnya sama dengan ketentuan pasal 78 KUHP ditambah 1/3.
JENIS PIDANA (1)

KUHP :
– Pidana Pokok
1. Pidana Mati.
2. Pidana Penjara.
3. Pidana Kurungan.
4. Pidana Denda.
5. Pidana Tutupan (UU No. 20/1946).
– Pidana Tambahan
1. Perampasan Barang Tertentu.
2. Pencabutan Hak Tertentu.
3. Pengumuman Putusan Hakim.
JENIS PIDANA (2)
RUU KUHP (2015):
– Pidana Pokok
1. Pidana Penjara.
2. Pidana Tutupan.
3. Pidana Pengawasan.
4. Pidana Denda.
5. Pidana Kerja Sosial.
– Pidana Tambahan
1. Perampasan Barang Tertentu/Tagihan.
2. Pencabutan Hak Tertentu.
3. Pengumuman Putusan Hakim.
4. Pembayaran Ganti Kerugian
5. Pemenuhan Kewajiban Adat.
– Pidana Mati : pidana pokok bersifat khusus.
JENIS PIDANA (3)
UU No. 11/2012 :
– Pidana Pokok
1. Pidana Peringatan.
2. Pidana Dengan Syarat : (a) Pembinaan di luar
lembaga; (b) Pelayanan masyarakat; atau
(c) Pengawasan.
3. Pelatihan Kerja.
4. Pembinaan Dalam Lembaga.
5. Penjara.
– Pidana Tambahan
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana .
2. Pemenuhan kewajiban adat.
PERUMUSAN JENIS PIDANA

– SISTEM TUNGGAL : hanya satu jenis pidana pokok.


– SISTEM ALTERNATIF : dua jenis pidana pokok atau lebih
dengan kata sambung ”atau”.
– SISTEM KUMULASI : dua jenis pidana pokok atau lebih
dengan kata sambung ”dan”.
– SISTEM KUMULASI-ALTERNATIF : dua jenis pidana pokok
atau lebih dengan kata sambung ”dan/atau”.
PERUMUSAN ANCAMAN PIDANA

– Sistem Indefinite Sentence : hanya dibatasi


maksimumnya, minimumnya mengikuti minimum umum
(sistem maksimum khusus).
– Sistem Indeterminate Sentence : dibatasi maksimum
maupun minimumnya (sistem minimum khusus).
– Sistem Definite Sentence : pidana bersifat pasti dan tidak
ada minimum maupun maksimumnya.
PIDANA BERSYARAT

– Esensi : pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim tidak


perlu dijalani terpidana apabila memenuhi syarat-syarat
tertentu.
– Syarat Umum :
1. Pidana penjara maksimal 1 tahun/
pidana kurungan/pidana denda
tertentu.
2. Tidak melakukan tindak pidana selama
waktu tertentu (masa percobaan).
– Syarat Khusus : wajib lapor, ganti rugi, dan syarat lainnya.
PEMBEBASAN BERSYARAT

– Esensi : terpidana tidak perlu menjalani sisa pidana


(penjara) apabila memenuhi syarat-syarat tertentu.
– Syarat Umum :
1. Sudah menjalani 2/3 pidana penjara
(minimum 9 bulan).
2. Tidak melakukan tindak pidana selama
waktu tertentu (masa percobaan).
– Syarat Khusus : kelakuan terpidana.
SANKSI PIDANA

• Beberapa pengertian atau makna tentang sanksi pidana sebagai berikut :

1. Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif( pencegahan) terhadap terjadinya


pelanggaraan-pelanggaran norma hukum.
Pengaruh ini tidak hanya ada bila sanksi pidana itu benar- benar diterapkan terhadap
pelanggaran yang konkrit tetapi sudah ada, karena sudah tercantum dalam peraturan
hukum.
Perlu diingat bahwa sebagai alat kontrol, fungsi hukum pidana adalah subsider artinya
hukum pidana hendaknya baru diadakan apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
2. Sanksi yang tajam dalam hukum pidana membedakannya dari lapangan hukum yang
lainnya.
Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-norma
yang diakui dalam hukum.
Oleh karena itu mengapa hukum pidana harus dianggap sebagai ultimum redium yaitu obat
terakhir apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lain tidak mempan.
3. Dalam sanksi hukum pidana terdapat suatu yg tragis (sesuatu yang menyedihkan)
sehingga hukum pidana dikatakan sebagai mengiris dagingnya sendiri atau sebagai
pedang bermata dua.
Maksud dari ucapan itu adalah bahwa hukum pidana yang melindungi benda hukum
(nyawa, harta, benda, kehormatan) dalam pelaksanaannya ialah apabila terdapat
pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengadaan perlukaan terhadap
benda hukum si pelanggar sendiri.
4. Hukum pidana itu merupakan hukum sanksi belaka. Hukum pidana tidak memuat norma-
norma baru, Norma-normayang ada dalm cabang hukum lainnya dipertahankan dengan
ancaman pidana.
Oleh karena itu hukum pidana disebut sebagai accesoir terhadap hukum lainnya.
– Dalam KUHP tidak ada disebutkan istilah2 alasan pembenar & alasan pemaaf. Titel ke-3 dr Buku
Pertama KUHP hanya menyebutkan : alasan2 yg menghapuskan pidana.

– Dalam teori hukum pidana alasan2 yg menghapuskan pidana dibedakan mjd : alasan pembenar, alasan
pemaaf dan alasan penghapus tuntutan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai