Presented by: Dharmawan A. Purnama Untuk Bolang IDI cabang Jakarta Timur April 2023 Pendahuluan USA 40 juta penderita gangguan tidur kronis
Membuat disfungsi pada pekerjaan dan aktifitas sosial dan
distress bagi penderitanya
Banyak bukti: korelasi bermakna antara kurang tidur dan
kecelakaan lalu lintas
Gangguan tidur menyebabkan 38.000 kematian
kardiovaskular dan memerlukan biaya > 16 milyar dolar AS/tahun untuk mengatasinya.
Biaya tak langsung seperti kecelakaan, barang rusak, rawat
inap sampai kematian mencapai 100 milyar dolar AS
Banyak dokter masih tidak menganggap gangguan ini
serius walaupun tetap meresepkan obat hipnotik-sedatif. Pendahuluan (2) Gangguan tidur yang sering dikeluhkan di AS: insomnia, apnoe tidur obstruktif, restless legs syndrome & nocturnal myoclonus (RLS & NM) serta narkolepsi.
Narkolepsi termasuk hipersomnia
Lainnya berkaitan dengan insomnia Tidur Normal Kebutuhan fisiologis tidur orang dewasa tidak sama
Ada yang ‘short sleeper’
Ada yang ‘long sleeper’
Pada umumnya orang dewasa tidur 7-8 jam sehari (1/3 waktu hidupnya untuk tidur)
Kualitas tidur lebih penting daripada kuantitas tidur
Kebutuhan tidur sesuai usia berbeda-beda
Kondisi emosional seseorang akan mempengaruhi kebutuhan tidurnya dalam rentang normal tak ada distres dan hendaya Tidur Normal (2) Dua fase tidur:
NREM (non rapid eye movement): stadium
1,2,3,4 Stadium 3-4 disebut SWS (slow wave sleep) tidur dalam
REM (rapid eye movement) tidur paradoks.
Gelombang otak = terjaga, ereksi penis dan paralisis otot besar The Stages of Sleep Three standard psychophysiological bases for defining stages of sleep: Electroencephalogram (EEG) Electrooculogram (EOG) Electromyogram (EMG) of the neck The subject sleep several nights in the sleep laboratory The Stages of Sleep The Stages of Sleep Fungsi Tidur Ada 3 teori yang sering dikemukakan para ahli:
1. Fungsi restorasi sel-sel tubuh
2. Teori evolusi (hibernasi) untuk menyimpan energi 3. Teori hipnotoksin Insomnia Sindrom kesulitan tidur berulang, baik kesulitan memulai tidur dan atau mempertahankan tidur sehingga timbul hendaya pada siang hari.
Prevalensinya per tahun 30-45% populasi
dewasa
Dapat dibedakan menjadi insomnia primer
dan sekunder Insomnia (2) Insomnia primer dibagi menjadi 6 tipe: 1. Insomnia psikofisiologis 2. Insomnia paradoks 3. Insomnia akibat gangguan penyesuaian 4. ‘Inadequate sleep hygiene’ 5. Insomnia idiopatik 6. Perilaku insomnia pada anak: - Berkaitan dengan onset tidur - Berkaitan dengan pembatasan tidur Insomnia (3) Insomnia sekunder adalah gejala insomnia yang disebabkan oleh kondisi medis, gangguan psikiatrik dan penyalahgunaan zat
Insomnia karena kondisi medis:
- Penyakit endokrin dan metabolik - Penyakit infeksi - Neoplasma - GERD - OSAS - Geriatrik neurodegeneratif
Insomia karena masalah neurologis:
- ‘chronic pain’ - Lesi di SSP - Parkinson - Stroke - epilepsi Butir-butir diagnostik sindrom insomnia Membutuhkan waktu lebih dari ½ jam untuk tertidur atau tidur kembali setelah terbangun sehingga siklus tidur tidak utuh dan menimbulkan keluhan gangguan Kesehatan
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
bermanifestasi dalam gejala penurunan kemampuan kerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Sindrom insomnia dapat dibagi dalam 3 tipe:
- Transient insomnia: berlangsung 2-3 hari - Shortterm insomnia : berlangsung sampai dengan 3 minggu - Longterm insomnia: berlangsung dalam waktu yang lama dan biasanya disebabkan oleh kondisi medik atau psikiatrik tertentu Penatalaksanaan insomnia Menatalaksana penyakit yang mendasari
Memperhatikan hygiene tidur menyangkut
keadaan lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan tidur. Diperlukan konseling, psikoterapi dan terapi perilaku
* Melatonin dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan tidur karena kekacauan irama sirkadian (jet lag). Farmakoterapi Tiga aksi yang harus diperhatikan dari farmakoterapi: 1. Memfasilitasi mulainya tidur 2. Mempertahankan tidur 3. Menyebabkan sedasi di siang hari berikutnya
Pemilihan obat ditinjau dari sifat gangguan tidur:
- Initial insomnia: ‘short acting’ benzodiazepin (triazolam), golongan imidazopyridine (Zolpidem) dan golongan antihistamin (Diphenhydramine) Dual Orexine Antagonis (Lemborexant) - Delayed insomnia: golongan antidepresan (trisiklik, tetrasiklik, trazodone, mirtazapine) - Broken insomnia : golongan fenobarbital dan ‘long acting’ benzodiazepin (diazepam, nitrazepam)
(lavender), homeopathy, terapi relaksasi dan pemijatan. Restless Legs Syndrome (RLS) & Nocturnal Myoclonus (NM) Ditandai fleksi cepat dan stereotipik dari otot- otot tungkai, kaki dan kadang pinggul yang berhubungan dengan kondisi terjaga berulang sepanjang malam. Diagnosis dapat ditegakkan dengan: 1. Analisa di sleep lab. 2. Pengamatan rekan tidur pasien
Prevalensinya 5% dari populasi umum
Pada lansia bisa 44-58% Angka kejadian meningkat sesuai dengan meningkatnya usia, jarang terjadi pada anak dan tak ada predisposisi gender. Restless Legs Syndrome (RLS) & Nocturnal Myoclonus (NM) (2) Penyebab pasti tidak diketahui, diduga:
Keterlibatan sistem dopaminergik (abnormalitas
reseptor D3) di jaras mesolimbik dengan beberapa modulasi sistem opioid. Bisa juga mencakup gangguan sistem vaskular atau sistem saraf perifer dan sentral. Anemia besi adalah penyebab yang perlu disingkirkan di sini karena sering menjadi penyebab yang mendasari penyakit. Hal ini karena besi merupakan kofaktor enzim sintesis (hidroksilase tirosin) dan terlibat pada beberapa reseptor dopaminergik. Restless Legs Syndrome (RLS) & Nocturnal Myoclonus (NM) (3) Penyebab lain dapat mencakup: -Penggunaan obat SSRI -Penggunaan antidepresan trisiklik -Putus zat antikonvulsan, barbiturat atau hipnotik -Neuropati perifer -Parkinson -Gagal ginjal -Arthritis rheumatoid -Gagal jantung kongestif -Minuman berkadar kafein tinggi (gaya hidup?) Penatalaksanaan dan farmakoterapi Terapi utama adalah menyingkirkan penyakit dasar, penambahan suplemen besi dan pengurangan konsumsi kafein
periodik waktu tidur pada RLS dengan uremia. Apnoe Tidur Obstruktif Penyebab insomnia maupun hipersomnia Prevalensinya meningka sesuai usia, obesitas dan perokok. Pada lansia paria 27% dan 19% wanita Faktor gender, pria 2-5 kali > wanita Kelainan anatomis adalah faktor penting, mendengkur adalah gejala umum Terjadi pada fase NREM dan REM tidur dangkal dan berkomplikasi neuropsikiatri dan kardiovaskular Faktor risiko lain adalah genetik, endokrin (hipotiroidisme dengan miksedema), stroke, alkoholik, hipnotik dan opioid. Penatalaksanaan dan farmakoterapi Mengatasi penyakit yang mendasarinya termasuk modifikasi perilaku (menghentikan konsumsi alkohol, hipnotik, opioid, menghindari tidur telentang dan mengurangi mendengkur)
Menurunkan berat badan
Terapi farmakologi dengan:
- Dekongestan nasal - Oksigen
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Terapi bedah: seperti uvulopalatopharyngoplasty Kesimpulan Gangguan tidur adalah gangguan yang cukup sering dijumpai, kompleks dan meliputi banyak aspek medis maupun psikologis dari penderitanya. Gangguan ini merupakan masalah serius dan penting yang masih sering luput dari fokus perhatian para klinikus saat ini
Insomnia adalah bentuk gangguan tidur yang
sering dikeluhkan pasien-pasien di AS dan Indonesia.
Pendekatan multi disiplin kedokteran dalam
mengatasi gangguan tidur mutlak diperlukan karena kompleksitas masalah dan banyaknya penyakit-penyakit yang mendasari gangguan tidur. Kepustakaan 1. Zarcone. V, Dement. W. Diagnosis and Treatment of Sleep Disorders in Psychiatry for the Primary Care Physician. Baltimore: The William & Wilkins Company. 1979; page 303-15 2. Abad. VC, Guilleminault. C. Diagnosis and Treatment of Sleep Disorders: a brief review for clinicians in Dialogues in Clinical Neurosciences Vol. 5 No. 4. Paris: Les Laboratoires Servier. 2003; page 371-88 3. Williams. A. Alih bahasa : Suharsono. Dok, Saya Nggak Bisa Tidur. Jakarta : Pustaka Delapratasa. 1999. 4. Kalat. JW. Biological Psychology. 8th ed. North Carolina, USA:Wadsworth Thomson Learning. 2004. Hal: 271-87 5. Sadock. BJ, Sadock. VA. “Normal Sleep and Sleep Disorders” in Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: 2003. Hal: 756-81 6. Surilena. Gangguan Tidur Pada Lansia dan Penangannya dalam Majalah Jiwa. Tahun XXXVII No.3. Jakarta: Yayasan Dharmawangsa. Juli 2004. Hal. 55-65 7. Musadik. K. Fisiologi Tidur dalam Majalah Jiwa. Tahun XXV No.2. Jakarta: Yayasan Dharmawangsa. Juni 1992. Hal. 49-55 8. Maslim. R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3th ed.Jakarta : 2001. Hal. 42-46 9. Lumbantobing. SM. Gangguan Tidur. Jakarta: Penerbit FKUI. 2004. 10. Thorpy MJ. Classification of Sleep Disorders dalam Principles and Practice of Sleep Medicine. 4 th ed. . Philadelphia: Elsevier Saunders: 2005. Hal: 615-19 11. Wlash J, Roehrs T, Roth T. Pharmacology Treatment of Primary Insomnia dalam Principles and Practice of Sleep Medicine. 4 th ed. . Philadelphia: Elsevier Saunders: 2005. Hal: 749-59