Anda di halaman 1dari 49

Gangguan/Penyakit Pada Kehamilan

yang disebabkan oleh

MIKROORGANISME
DR. TIKA SASTRAPRAWIRA, M.KES.
Isi Materi
Penyakit infeksi pada ibu hamil ternyata bisa sangat berisiko bagi bayi yang dikandungnya. Hal ini tentu perlu
diwaspadai betul oleh para ibu yang juga tengah menunggu kedatangan buah hatinya. Setidaknya ada 12 penyakit
infeksi pada ibu hamil yang mesti diwaspadai karena bisa berdampak pada bayi yang dikandungnya.
1. Cacar Air
2. Infeksi CMV (cytomegalovirus) saat kehamilan
3. Infeksi Streptokokus grup B pada kehamilan
4. Infeksi yang ditularkan oleh hewan
5. Hepatitis B
6. Hepatitis C
7. Herpes saat hamil
8. HIV dalam kehamilan
9. Sindrom pipi tamparan saat hamil
10. Rubella (campak jerman) pada kehamilan
11. IMS dalam kehamilan
12. Virus zika
01
Cacar Air
Virus Varicella
Pengertian
Cacar air merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus Varicella zoster. Itulah sebabnya penyakit ini juga
dikenal dengan istilah varisela. Seperti penyakit lain yang
juga disebabkan oleh virus, cacar air dapat sembuh dengan
sendirinya (selflimiting disease).
Tentang Cacar Air

Cacar air umumnya diderita anak-anak di bawah usia


10 tahun. Namun, pada beberapa kasus, penyakit ini
juga dapat diderita orang dewasa. Bahkan pada orang
dewasa, gejalanya cenderung lebih berat dibandingkan
penderita anak-anak.

Biasanya, seorang hanya akan menderita cacar air satu


kali seumur hidupnya. Meski demikian, tidak menutup
kemungkinan Anda dapat terkena lebih dari satu kali.

Penderita yang terinfeksi virus ini ditandai dengan


munculnya ruam kemerahan berisi cairan yang sangat
gatal di seluruh tubuh.
Gejala Cacar Air

Gejala cacar air muncul setelah 10 hingga 21 hari tubuh terpapar virus Varicella. Gejala cacar air ditandai dengan :
1. Demam
2. Pusing
3. Lemas
4. Nyeri tenggorokan
5. Selera makan menurun.
6. Ruam merah, yang biasanya berawal dari perut, punggung, atau wajah, dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.
Penyebab Cacar Air

1. Belum pernah terkena cacar air.


2. Belum menerima vaksin cacar air, terutama ibu hamil.
3. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena menderita HIV, menggunakan obat
kotikosteroid, atau menjalani kemoterapi.
4. Bekerja di tempat umum, seperti di sekolah atau rumah sakit.
5. Bayi yang baru lahir dari ibu yang yang belum divaksinasi cacar air.
6. Berusia di bawah 12 tahun.
Penanganan Cacar Air
Penanganan cacar air bertujuan untuk mengurangi keparahan gejala yang dialami oleh pasien, baik dengan atau
tanpa bantuan obat dari dokter. Umumnya, penderita cacar air hanya perlu penanganan di rumah.

Hal yang perlu diperhatikan adalah istirahat yang cukup dan melakukan upaya agar sistem kekebalan tubuh
meningkat. Caranya adalah dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Selain itu perlu juga untuk
menjaga kebersihan kulit dengan tetap mandi dan mengeringkan tubuh perlahan dengan menggunakan handuk.

Selanjutnya, pastikan Anda merawat dengan seksama luka cacar air untuk mengurangi risiko infeksi bakteri.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain :
1. Bersihkan kulit dengan air dan sabun yang lembut.
2. Selalu jaga kebersihan tangan dengan rutin mencucinya.
3. Potong kuku agar tidak melukai kulit saat tidak sengaja menggaruk.
4. Jaga agar pakaian tetap kering dan bersih.
5. Untuk mencegah penyebaran cacar air, jangan beraktivitas di luar rumah dahulu sampai semua bintil
mengering dan mengelupas.
Pencegahan Cacar Air

Langkah pencegahan yang cukup efektif dalam menghindari terjadinya cacar air adalah dengan menjalani vaksinasi
cacar air.

Vaksinasi ini dianjurkan untuk anak kecil dan orang dewasa yang belum melakukan vaksinasi. Pada anak
kecil, penyuntikan vaksin Varicella atau cacar air pertama dilakukan pada umur 12 hingga 15 bulan, dan
penyuntikan lanjutan dilakukan ketika anak berusia 2 hingga 4 tahun. 

Sedangkan anak yang lebih besar dan dan orang dewasa perlu mendapat 2 (dua) kali vaksinasi, dengan perbedaan
waktu setidaknya 28 hari.
02
Infeksi CMV saat kehamilan

(cytomegalovirus) 
Pengenalan CMV
CMV adalah virus umum yang merupakan bagian dari
kelompok herpes, yang juga dapat menyebabkan luka dingin
dan cacar air.
Infeksi CMV sering terjadi pada anak kecil, namun sering juga
terjadi pada ibu hamil.
Infeksi dapat berbahaya selama kehamilan karena dapat
menyebabkan masalah bagi bayi yang belum lahir, seperti
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan atau kebutaan,
kesulitan belajar dan epilepsi.
CMV sangat berbahaya bagi bayi jika ibu hamil belum pernah
terinfeksi sebelumnya.
Sulit mungkin untuk mencegah infeksi CMV, tetapi ibu dapat
mengurangi risikonya dengan:

1. Rutin mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air panas,
terutama jika ibu telah mengganti popok, atau bekerja di tempat
penitipan anak atau pusat penitipan anak

2. Tidak mencium wajah anak kecil, lebih baik mencium kepala atau
memeluk mereka

3. Tidak berbagi makanan atau peralatan makan dengan anak kecil,


dan tidak minum dari gelas yang sama dengan mereka
Penyebab Cytomegalovirus

1. Penularan virus CMV dapat terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, hubungan seks, transplantasi
organ, atau donor darah. Virus CMV juga bisa menular dari ibu ke bayi saat persalinan atau menyusui.
2. Cytomegalovirus merupakan virus yang dapat bertahan dalam tubuh manusia untuk waktu yang lama, dalam
keadaan tidak aktif, dan tidak menimbulkan gejala apa-apa. Namun, virus sewaktu-waktu dapat aktif kembali,
biasanya ketika sistem kekebalan tubuh sedang melemah.
Faktor risiko cytomegalovirus

Infeksi cytomegalovirus dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan
risiko seseorang terinfeksi cytomegalovirus:
• Bekerja atau tinggal bersama dengan penderita infeksi cytomegalovirus
• Menerima transplantasi organ atau transfusi darah
• Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat menderita HIV/AIDS atau memiliki kebiasaan
merokok
• Mengonsumsi obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, seperti obat imunosupresan
• Sering berganti pasangan dalam melakukan aktivitas seksual
Gejala Cytomegalovirus

Infeksi cytomegalovirus pada orang dewasa yang sehat umumnya tidak menimbulkan gejala sama sekali. Meski
demikian, beberapa penderita bisa saja mengalami gejala berupa:
• Demam
• Nyeri otot
• Kelelahan
• Ruam kulit
• Sakit tenggorokan
• Pembengkakan kelenjar getah bening
• Nafsu makan menurun
• Sakit kepala
Gejala pada Janin dan Bayi

Infeksi CMV akan lebih berdampak pada bayi atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Pada janin
atau bayi, gejala infeksi CMV dapat terdeteksi setelah kelahiran atau beberapa tahun kemudian. Beberapa gejala
infeksi CMV yang dapat dialami oleh bayi baru lahir adalah:
• Kelahiran prematur dengan berat badan lahir rendah
• Ukuran kepala bayi kecil (mikrosefalus)
• Kulit dan mata berwarna kuning (penyakit kuning)
• Pembesaran hati dan penurunan fungsi hati
• Pembesaran limpa
• Bercak-bercak memar berwarna ungu pada kulit
• Pneumonia
Diagnosis Cytomegalovirus

Untuk mendiagnosis infeksi cytomegalovirus, awalnya dokter akan menanyakan gejala, kondisi dan riwayat
kesehatan, serta obat-obatan atau suplemen yang sedang dikonsumsi pasien.

Khusus bagi ibu hamil yang diduga terinfeksi CMV, dokter akan melakukan pemeriksaan tambahan berupa:
• USG kehamilan, untuk mendeteksi kelainan pada janin
• Amniosentesis (pemeriksaan air ketuban), untuk mendeteksi keberadaan virus CMV jika memang ditemukan
kelainan pada janin

Pada janin yang diduga terinfeksi CMV, dokter akan melakukan pemeriksaan 3 minggu setelah persalinan. CMV
pada bayi baru lahir dapat didiagnosis dengan pemeriksaan urine.
Pengobatan Cytomegalovirus

1. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penderita infeksi cytomegalovirus dengan sistem kekebalan tubuh
yang sehat dan hanya mengalami gejala ringan tidak membutuhkan pengobatan.

2. Obat yang umumnya diberikan adalah obat antivirus, contohnya valganciclovir dan ganciclovir. Obat ini tidak
dapat membunuh virus CMV secara menyeluruh. Namun, obat ini dapat memperlambat perkembangan virus
dalam tubuh, sehingga dapat meredakan gejala dan mengurangi risiko timbulnya komplikasi.
03
Infeksi Grup B Streptokokus

(GBS)
Pengertian GBS
Infeksi Grup B streptokokus (GBS, atau grup B strep)
memang jarang menyebabkan bahaya atau gejala.
Ini tidak menyebabkan masalah pada sebagian besar
kehamilan tetapi, dalam jumlah kecil, strep grup B dapat
menginfeksi bayi, biasanya sebelum atau selama
persalinan, yang menyebabkan penyakit serius.
Jika ibu sudah memiliki bayi yang mengalami infeksi
GBS, ibu harus mengonsumsi antibiotik selama
persalinan untuk mengurangi kemungkinan bayi baru
terkena infeksi.
Konsumsi antibiotik juga penting diresepkan jika
ibu pernah mengalami infeksi saluran kemih strep grup
B selama kehamilan sebelumnya.
Ibu dimungkinkan untuk diuji untuk GBS di akhir
kehamilan.
Penyebab GBS

1. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus tipe B. Bakteri ini dapat hidup di usus, vagina, dan bagian
akhir dari usus besar (rektum), serta tidak menimbulkan masalah. Terdapat faktor pemicu yang memengaruhi,
seperti umur dan kondisi kesehatan, sehingga bakteri ini dapat menimbulkan masalah.
2. Pada umumnya, bakteri ini tidak berbahaya bagi orang dewasa dengan kondisi sehat namun dapat
menyebabkan keguguran dan infeksi serius pada bayi. Pada bayi yang baru lahir, ini ditularkan melalui vagina
ibu.
Gejala
Ibu hamil yang terinfeksi bakteri streptokokus grup B biasanya menunjukkan gejala berikut:
• Infeksi kulit dan jaringan halus
• Infeksi paru (pneumonia)
• Infeksi saluran kemih
• Meningitis atau radang selaput otak
• Sepsis

Tidak setiap bayi yang lahir dari ibu yang dites positif akan terinfeksi. Namun, ada gejala yang mengindikasikan
bahwa ibu hamil berisiko lebih tinggi menginfeksi bayi.
Gejala-gejala tersebut meliputi:
• Persalinan atau pecah ketuban sebelum 37 minggu
• Ketuban pecah 18 jam atau lebih sebelum melahirkan
• Demam selama persalinan
• Infeksi saluran kemih akibat bakteri streptokokus selama hamil
• Memiliki bayi dengan infeksi streptokokus pada kehamilan sebelumnya

Jika ibu hamil terinfeksi dan tidak diobati atau ditangani, maka bayi yang akan dilahirkan berisiko mengalami
infeksi juga.
Pengobatan

1. Pengobatan dilakukan untuk memperkecil risiko pada ibu hamil dan janin. Jika ibu hamil positif terinfeksi
bakteri streptokokus tipe B, ibu hamil akan mulai meminum antibiotik segera setelah persalinan dimulai atau
ketuban pecah. Idealnya adalah empat jam sebelum melahirkan, atau jika proses persalinan cepat,
maka sebelum empat jam ibu hamil harus mengonsumsi antibiotik.

2. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko infeksi pada bayi. Namun biasanya jika janin sudah cukup umur,
tubuhnya cukup kuat untuk melawan bakteri ini.
Pencegahan

Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mengatasi streptokokus grup B. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mencegahnya:
• Jalankan pola hidup sehat dengan makan bergizi seimbang, cukup istirahat dan olahraga teratur untuk menjaga
daya tahan tubuh.
• Mencuci tangan teratur terutama sebelum makan.
• Pakai masker ketika mengalami gejala batuk, bersin dan gejala penyakit saluran napas lainnya.
• Jika mengalami luka di kulit lakukan perawatan luka dengan benar.
• Ibu hamil memeriksakan diri secara rutin untuk mendeteksi secara awal infeksi.
04
Infeksi yang ditularkan oleh
hewan
(Toksoplasma)
Toksoplasma
Infeksi pada ibu hamil yang ditularkan hewan bisa
sangat berisiko pada bayi yang dikandungnya.
Misalnya seperi infeksi parasit toksoplasma yang
ditularkan lewat kotoran kucing.
Ada juga infeksi dari mikroorganisme yang dibawa
domba yang dapat menyebabkan keguguran dan
toksoplasma.
—Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh
parasit Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat ditemukan pada
kotoran kucing, sayuran dan buah-buahan yang tidak dicuci
bersih, atau daging yang belum matang.

Jika masuk ke dalam tubuh manusia, T. gondii dapat bertahan pada kondisi


tidak aktif. Umumnya, infeksi parasit ini dapat dikendalikan oleh
sistem kekebalan tubuh sehingga tidak menimbulkan gejala. Meski
begitu, parasit ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius jika
terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh rendah atau ibu hamil.
Penyebab Toksoplasmosis

1. Toksoplasmosis terjadi ketika parasit Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini biasanya
menetap di dalam otot, otak, mata, atau otot jantung.

2. Selain masuk ke dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat menginfeksi hewan, terutama
kucing. T.gondii dapat berkembang di lapisan usus kucing dan bisa keluar bersama kotoran.

3. Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii melalui beberapa cara, yaitu:


• Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii
• Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii, terutama daging yang tidak dimasak
dengan matang
• Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin
• Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi
Faktor risiko toksoplasmosis

Toksoplasmosis dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang tertular infeksi ini, yaitu:
• Sedang hamil
• Menderita HIV/AIDS
• Mengonsumsi obat kortikosteroid atau imunosupresif jangka panjang
• Sedang menjalani kemoterapi
Gejala Toksoplasmosis
Pada ibu hamil, toksoplasmosis dapat menyebabkan janin di dalam kandungan mengalami gangguan pertumbuhan.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan keguguran, baik hanya ancaman (abortus iminens), tidak dapat dihindari (
abortus insipiens) atau yang komplit (abortus komplit), atau kematian janin bisa terjadi.

Sedangkan, pada bayi baru lahir, toksoplasmosis dapat menimbulkan beberapa gejala berikut:
• Kejang
• Pembesaran organ hati atau limpa
• Penyakit kuning pada bayi
• Ruam kulit
• Kepala tampak lebih kecil (mikrosefalus)

Bayi baru lahir yang terinfeksi parasit T.gondii juga mungkin tidak mengalami gejala apa pun. Akan tetapi,
beberapa gejala dapat timbul seiring bayi bertumbuh besar atau saat remaja.  Gejala yang dimaksud berupa
gangguan pendengaran, gangguan intelektual, atau infeksi berat pada mata.

Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis juga dapat mengalami gejala umum toksoplasmosis, seperti demam, nyeri
otot, atau kelelahan.
Diagnosis Toksoplasmosis

Sementara pada ibu hamil, akan melakukan pemeriksaan berupa:


• Amniosentesis, untuk mengetahui penularan infeksi toksoplasmosis pada janin dengan memeriksa sampel air
ketuban pada usia kehamilan di atas 15 minggu
• USG kehamilan, untuk menilai pertumbuhan dan mendeteksi kelainan pada janin

Jika hasil USG kehamilan menunjukkan gangguan pertumbuhan atau tanda-tanda kelainan pada janin, dokter akan
menyarankan pasien menjalani pemeriksaan rutin untuk mencegah terjadinya perburukan.

Setelah bayi lahir, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk melihat kemungkinan komplikasi toksoplasmosis
pada bayi. Jika komplikasi tidak terlihat, dokter akan menyarankan ibu memeriksakan bayi secara berkala hingga
anak berusia remaja.
Pengobatan Toksoplasmosis

1. Pada pasien yang sedang hamil, pengobatan akan dilakukan berdasarkan waktu terjadinya infeksi dan
pengaruh infeksi terhadap janin. Pengobatan harus disertai anjuran dan pengawasan ketat oleh dokter, karena
beberapa obat toksoplasmosis bisa menyebabkan cacat janin.
2. Salah satu obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah spiramycin. Obat ini diberikan bila infeksi terjadi
sebelum usia kehamilan 16 minggu. Apabila infeksi terjadi di atas usia kehamilan 16 minggu dan janin tertular
toksoplasmosis, dokter akan mempertimbangkan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin.
3. Pada bayi baru lahir, dokter akan meresepkan pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin, sampai bayi
berusia 1 tahun. Selama pengobatan, dokter akan terus memantau kondisi kesehatan bayi.
05
Hepatitis B

(HBV)
“Ada dua langkah yang dapat
dilakukan untuk mengatasi
hepatitis B pada ibu hamil.
Salah satunya adalah pemberian
vaksin yang memperkuat sistem
imunitas demi mencegah
perkembangan virus dalam
tubuh.”
Etiopatogenesis

Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul, berdiameter 42 nm yang termasuk dalam keluarga Hepadinaviridae
dan memiliki genom yang berbentuk sirkular dengan panjang molekul 3,2 kb terdiri dari molekul DNA ganda.

Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam mengkonfirmasi perkembangan infeksi
virus hepatitis B, yaitu HepatitisVirus B s antigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus hepatitis B,
Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator HBx yang berkaitan
dengan kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya dengan genom host serta kemampuannya dalam
menyebabkan suatu bentuk penyakit keganasan (onkogenisitas).
Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis B seperti pada umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil
dan wanita yang tidak hamil.

Pada kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik:
1. kelemahan,
2. kelelahan,
3. anoreksia,
4. mual,
5. sakit kepala,
6. nyeri otot,
7. dan demam derajat rendah.

Gejala seperti mual muntah pada stadium prodromal ini terkadang membingungkan dengan gejala yang timbul pada
wanita hamil muda tanpa penyakit hepatitis B. 
Diagnosis

Diagnosis sering didasarkan pada riwayat klinik, meningkatnya kadar ALT serta ditemukannya antigen hepatitis B
virus (HBsAg) di serum pasien.

Pemeriksaan tambahan seperti anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa kasus dimana pasien diduga
mengalami infeksi akut dengan kadar HBsAg negatif, pasien pada kasus ini harus dicurigai sedang berada pada
“fase jendela” (window phase).

Pada pasien dengan dugaan hepatitis B kronik harus dilakukan pemeriksaan HBsAg dan HBV DNA untuk
diagnosis, indikasi terapi dan untuk mengamati perkembangan dari pasien tersebut. Beberapa tes serologi penting
antara lain HBeAg yang menunjukkan kondisi pasien yang sangat infeksius, HBV DNA menunjukkan jumlah virus
dalam tubuh pasien, anti HBe atau HBeAg yang mengindikasikan bahwa pasien tersebut lebih kurang menular
dibandingkan dengan HBeAg positif.
Penatalaksanaan

1. Pada wanita hamil yang didiagnosis mengidap infeksi hepatitis B kronik pada awal kehamilan keputusan untuk
memulai terapi harus mempertimbangkan antara risiko dan keutungan pengobatan. Pengobatan biasanya
dimulai pada pasien dengan fibrosis hepatik atau dengan risiko dekompensasi. Terapi hepatitis B pada wanita
hamil biasanya ditunda sampai dengan trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal.

2. Penggunaan Peg-IFN (interferon) dikontraindikasikan pada kehamilan. Obat-obatan lain seperti lamivudin,
entecavir, dan adefovir dikategorikan dalam profil keamanan kehamilan kelas C. Telbivudin dan tenofovir
dikategorikan dalam profil keamanan kehamilan kelas B. Tenovofir lebih direkomendasikan sebagai terapi
karena risiko resistensi yang rendah. Bila pasien menjadi hamil pada saat menjalani terapi, maka pengobatan
perlu dievaluasi.
Kesimpulan
Infeksi hepatitis B masih merupakan masalah yang cukup sering dihadapi dalam praktik manajemen perempuan
hamil dan bayi baru lahir.

Transmisi hepatitis B perinatal tetap menjadi mode penularan virus yang awam terjadi, terutama pada daerah-
daerah dengan endemisitas tinggi.

Ketersediaan obat-obatan antivirus oral dalam beberapa dekade terakhir yang terbukti efektif mampu menekan
replikasi virus telah memberikan pertimbangan baru untuk memulai tatalaksana pada periode trimester ketiga demi
menurunkan risiko penularan.

Hal ini terutama penting pada perempuan hamil dengan tingkat viral load yang tinggi. Keputusan untuk memulai
atau menghentikan terapi harus dibuat berdasarkan pertimbangan risiko dan manfaat, kemampuan monitor dan
tindak lanjut, dan efek pada bayi yang mungkin terjadi.
06
Hepatitis C

Virus hepatitis C (HCV) 


Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit infeksi serius akibat


virus HCV yang menyerang hati (liver).

Penyakit ini menular melalui darah yang


terkontaminasi.
Penyebab dan Gejala
Umumnya, bila ibu hamil mengalami
hepatitis, beragam gejala khas akan
Kontaminasi ini mungkin terjadi pada
muncul, seperti:
orang yang:
• Mual dan muntah
• Pernah ditato atau ditindik
• Jaudince atau kulit dan mata
sebelumnya
berubah menjadi kekuningan
• Melakukan hubungan seks
• Nafsu makan menurun
dengan pasangan yang terinfeksi
• Kaki bengkak
HCV
• Berat badan turun
• Memiliki penyakit HIV
• Pernah transfusi darah
Namun, dalam beberapa kasus ibu
sebelumnya
hamil bisa saja tak mengalami gejala
apa pun.
Bahaya Hepatitis C pada Kehamilan

Pada banyak kasus, hepatitis C pada ibu hamil tidak terlalu memengaruhi kesehatan kandungan. Namun, ada
beberapa hal yang mungkin terjadi selama masa kehamilan.

1. Kadar SGPT Tidak Normal


• ibu hamil yang terinfeksi virus HCV saat hamil cenderung memiliki kadar SGPT yang rendah di trimester
kedua dan ketiga. Lantas setelah melahirkan, kadar SGPT biasanya akan meningkat.
• SGPT adalah salah satu nilai untuk mengetahui fungsi hati normal atau tidak. Di dalam tubuh, enzim SGPT
akan berubah jika fungsi hati mengalami gangguan.
• Untuk tahu apakah fungsi hati normal atau tidak, baiknya ibu hamil konsultasikan hal ini ke dokter.
Bahaya Hepatitis C pada Kehamilan

2. Kolestasis
• Riset yang dilaporkan dalam Clinics and Research in Hepatology and Gastroenterology tahun 2017,
mengungkapkan penyakit ini juga bisa sebabkan kolestasis.
• Kolestasis ditandai dengan rasa gatal yang berlebihan di beberapa bagian tubuh. Kondisi ini terjadi akibat
cairan empedu tidak mengalir dengan normal karena fungsi hati yang terganggu.
• Meski begitu, biasanya hal ini akan hilang dengan sendirinya setelah persalinan.
Bahaya Hepatitis C pada Kehamilan

3. Resiko Lain:
• Dalam beberapa penelitian, salah satunya riset yang dijabarkan pada jurnal Liver International, menyatakan
bahwa hepatitis C pada ibu hamil dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai kondisi tertentu.
• Kondisi tersebut seperti preeklampsia dan perdarahan saat persalinan. Namun, risiko tersebut umumnya terjadi
pada kasus hepatitis C yang sudh sangat parah hingga menyebabkan sirosis (gagal hati).
• Jadi, tidak semua ibu hamil mengalami hal ini meski terkena hepatitis saat hamil.
Penularan Hepatitis C ke Janin/Bayi

• Berdasarkan data dari The American College of Obstretricians and Gynecologist, sebanyak 4% ibu hamil yang
alami hepatitis saat hamil dapat menularkan virusnya pada janin. Peluangnya akan semakin tinggi jika ibu
hamil mengalami HIV.
• Penularan virus hepatitis dari ibu ke bayi bisa terjadi ketika janin masih di dalam kandungan, selama masa
persalinan, atau bahkan setelah Si Kecil lahir.
• Menurut riset dari the International Society of Perinatal Obstetricians, infeksi ini bisa menimbulkan risiko bayi
lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian saat lahir.
• Meski begitu, ibu hamil jangan keburu khawatir dulu. Dalam sebuah jurnal Pediatric Child Health, para ahli
menyebutkan bahwa tidak semua bayi akan mengalami hepatitis C meski telah memiliki virus HCV dari sang
ibu.
Pengobatan

1. Pengobatan hepatitis C tidak akan dilakukan jika ibu hamil masih mengandung. Hal ini karena obat-obatan
yang diberikan untuk penyakit infeksi tersebut dapat menyebabkan bayi lahir cacat.
2. Bayi juga akan diperiksa lebih lanjut apakah memiliki virus HCV di dalam tubuhnya. Namun pemeriksaan ini
baru akan dilakukan ketika Si Kecil berusia 18 bulan atau lebih.
3. Pasalnya, bayi yang baru lahir sampai usia 18 bulan memiliki antibodi terhadap virus HCV. Jadi, pemeriksaan
itu tidak akan akurat jika dilakukan sebelum bayi berusia 18 bulan.
07
Herpes
Herpes Simplex, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus herpes simplex tipe 1 dan 2 sedangkan
Herpes Zoster, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella-zoster atau virus yang berjenis sama dengan
penyebab cacar air.
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai