Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL :


INDIVIDU”
DISUSUN OLEH:
Gerald S. Lima frederich r.p.g
Ezra Y.G.Bili afrizal b.s
Aditia satoli
Adelia c.y
Adryan s.m
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
2022

 KATA PENGANTAR

 Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini
dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Internasional, semester
III.
 Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,dari teman-teman kelompok,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam doa
dan memotivasi penulis dalam penyelesaikan makalah ini.
 Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Internasional, yang telah memberikan tugas, materi kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikannya.
 Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
 KATA PENGANTAR

 Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini
dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Internasional, semester
III.
 Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,dari teman-teman kelompok,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam doa
dan memotivasi penulis dalam penyelesaikan makalah ini.
 Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Internasional, yang telah memberikan tugas, materi kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikannya.
 Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
 DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR...........................................................................................
 DAFTAR ISI.........................................................................................................
 BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
 1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
 1.3 Tujuan........................................................................................................................
 BAB IIPEMBAHASAN.......................................................................................
 2.1.......................................
 2.2..........
 2.3 ........................................................................
 BAB III PENUTUPAN.........................................................................................
 3.1 Kesimpulan................................................................................................................
 3.2 Saran..........................................................................................................................
 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

 Negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum


internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di
kalangan para sarjana sebelumnya. Hukum Internasional adalah
pemegang (segala) hak dan kewajiban yang telah ditentukan di dalam
Hukum Internasional itu sendiri. Subjek Hukum Internasional dapat pula
diartikan sebagai pengemban hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
diatur di dalam suatu kaidah Hukum Internasional. Salah satu yang
menjadi subjek Hukum Internasional adalah negara yang merdeka dan
berdaulat, artinya haruslah negara yang berdiri sendiri dan tidak
tergantung kepada keberadaan negara lain. Namun dikarenakan oleh
zaman yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan, maka baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh
pula terhadap subjek Hukum Internasional. Pengaruh yang dimaksud
tersebut adalah munculnya berbagai macam subjek Hukum Internasional
selain negara (non-state actor).
RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana sejarah perkembangan individu menjadi Subyek Hukum Internasional ?
2.Bagaimana konsep pertanggungjawaban secara individu
3.Apa saja unsur pertanggungjawaban individu

 BAB II
 PEMBAHASAN

 2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN INDIVIDU SEBAGAI SUBYEK HUKUM


INTERNASIONAL
 Perkembangan yuridis tentang kedudukan individu dalam arti terbatas sudah agak
lama dianggap sebagai subyek hukum internasional. Menurut Krabbe dalam bukunya “Die
Moderne Staatsidee” yang ditulis pada pada tahun 1906 mengatakan bahwa “…individual only
may be subject of law… including international law…” Peristiwa lain yang menandai kedudukan
individu sebagai subyek hukum internasional yaitu dengan dicantumkannya individu dalam
perjanjian Versailles (Treaty of Versailles) tahun 1919 antara Jerman dengan Inggris, Perancis,
dan sekutu-sekutunya. Pasal 297 dan 304 dari perjanjian tersebut memberikan ke­mungkinan
bagi orang perorangan untuk mengajukan perkara kehadapan mahkamah-mahkamah
arbitrase internasional. Ketentuan serupa diatur pula didalam perjanjian Upper-sile-sia pada
tahun 1922 antara Jerman dan Polandia.
 Ketentuan selanjutnya dapat ditemukan didalam Keputusan Mahkamah Internasional
Permanen (Permanent court of International Justice) dalam perkara Kereta Api Danzig (Danzig
Rail way official’s case) pada tahun 1928, yang menyatakan bahwa apabila suatu perjanjian
internasional, memberikan hak-hak tertentu kepada orang perorangan, maka hak-hak itu
harus diakui dan mempunyai daya laku (dapat diterima) di dalam hukum internasional,
artinya diakui oleh suatu badan Peradilan Internasional.
 Ketentuan serupa ditemukan pula didalam keputusan Mahkamah
Penjahal Perang yang dilaksanakan di Nu­remberg dan Tokyo,
 terhadap bekas pemimpin-pemimpin Perang Jerman dan Jepang setelah
Perang Dunia II sebagai individu atau orang perorangan yang
melakukan perbuatan- perbuatan yang dikualifikasikan sebagai
kejahalan. Pengadilan Penjahal Perang ini didirikan dalam suatu
perjanjian antara Inggris, Perancis, Rusia, dan USA di London, pada
tanggal 8 Agustus 1945 yang dikenal dengan nama perjanjian London.
Menurut pendapat Mahkamah Kejahalan Perang hanya dapat dilakukan
oleh individu, dan bukan oleh suatu kesatuan seperti negara. Sedangkan
menurut Mahkamah Peradilan Nuremberg dan Tokyo kejahalan-
kejahalan yang dilakukan oleh bekas pemimpin Jerman dan Jepang
dapat dikategorikan kedalam: (1) Kejahalan terhadap perdamaian.; (2)
Kejahalan terhadap perikemanusiaan; dan (3) Kejahalan-kejahalan
perang (yaitu pelanggaran terhadap hukum perang) dan permufakatan
jahal untuk mengadakan kejahalan-kejahalan tersebut.
 2.2.BAGAIMANA KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN SECARA INDIVIDU
 1.Konsep Pertanggung jawaban Secara individu

 Pada masa yang lalu, doktrin positivisme ortodoks secara jelas menegaskan
 bahwa negara adalah satu-satunya subyek hukum internasional. Dalam
 perkembangannya melalui perjanjian-perjanjian internasional beberapa entitas
 diberikan kapasitas oleh hukum sebagai international legal person, maka doktrin
 ini tidak bisa dipertahankan lagi. Individu adalah salah satu subyek hukum yang
 terbilang baru dalam hukum internasional, dimana isu mengenai status dan
 kedudukannya muncul seiring dengan berkembangnya perlindungan hak asasi
 manusia (HAM) secara global. Hal tersebut secara bersamaan mengakui bahwa
individu dapat bertanggung jawab atas tindakan tertentu. Dengan demikian, fiksi
hukum bahwa dalam skema internasional individu tidak dapat berpartisipasi,
 sehingga ia tidak dapat bertanggung jawab atas tindakannya, telah dihapuskan.
 Terlebih khusus dalam HHI, individu dianggap memiliki hak dan kewajiban
untuk
 menjamin penghormatan terhadap norma-norma HHI.
Keberlakuan prinsip pertanggungjawaban yang berlaku bagi individu
sebagai subyek hukum sama halnya dengan negara yang juga adalah subyek
hukum, dimana setiap pelanggaran dan pengabaian akan kewajiban meminta

pertanggungjawaban .
 2.3.APA SAJA UNSUR PERTANGGUNGJAWABAN INDIVIDU

 1.Unsur pertanggungjawaban individu


 Sekalipun ada banyak perjanjian-perjanjian internasional yang memberikan


 perlindungan terhadap lingkungan hidup dalam keadaan perang, namun banyak
 juga diantaranya yang sama sekali tidak mengatur mengenai pertanggungjawaban,
khususnya pertanggungjawaban oleh individu. Memahami unsur-unsur
 pertanggungjawaban pidana individu, penulis secara khusus mengacu ketentuan
 dalam Statuta Roma 1998 sebagai instrumen hukum yang memberikan
 kewenangan kepada Mahkamah Pidana Internasional untuk memeriksa, mengadili
 dan memutus perkara tindak pidana hukum internasional, salah satunya kejahatan
 perang.46
 Seorang individu dapat dituntut untuk bertanggung jawab karena melakukan
 pelanggaran di bawah hukum internasional, tanpa mempersoalkan status dan
 hubungannya dengan sebuah negara.
 A.Unsur Subyektif (Mental Element)

 Unsur subyektif mengarah pada keadaan tertentu dimana niat kejahatan


 sudah tercokol dalam pikiran seorang pelaku (actus non facit reum nisi mens sit
 rea), atau yang lebih dikenal sebagai mens rea.
 48 Pasal 30 Statuta Roma 1998
 mendeskripsikan unsur subyektif yang disyaratkan dalam tanggungjawab pidana
 bagi individu.

 hal penting yang membentuk mental element untuk


 pertanggungjawaban pidana individu adalah niat (intent) dan pengetahuan
 (knowledge). Demikian pula penegasan Majelis Hakim Mahkamah Pidana
 Internasional, yang menyatakan bahwa Pasal 30 Statuta Roma 1998
 mengkodifikasikan unsur mental (mental element) sebagai salah satu syarat dalam
 memenuhi unsur-unsur kejahatan yang menjadi yuridiksinya. Hal tersebut
 mendefinisikan bahwa keadaan pikiran seseorang menjadi syarat untuk
 membangun pertanggungjawaban pidana atas semua kejahatan yang diatur dalam
 Pasal 6 hingga Pasal 8 Statuta Roma 1998.
 Pasal 30 ayat (2) Statuta Roma 1998 mencantumkan dua ciri-ciri seseorang
 disebut memiliki niat (intent). Yang pertama, dalam hubungannya
dengan
 kejahatan yang dilakukan, orang tersebut bermaksud untuk ikut serta
dalam
 bertindak. Maksud atau niat tersebut telah didahului dengan kesadaran
untuk memutuskan bahwa ia akan berkontribusi baik secara aktif
maupun pasif dalam
 melakukan suatu kejahatan. Yang kedua, dalam hubungannya dengan
 konsekuensi, orang tersebut bermaksud untuk mengakibatkan terjadinya
suatu hal
 atau memiliki kesadaran bahwa tindakannya akan mengakibatkan
terjadinya hal
 tertentu. Artinya bahwa akibat dari kejahatan yang dilakukan sudah
dapat
 diprediksi sebelumnya.
 B.Unsur Obyektif (Physical Element)

 Unsur obyektif dalam pertanggungjawaban pidana secara individual


 mengharuskan adanya keterlibatan sebagai bentuk kontribusi dalam melakukan
 suatu kejahatan. Gagasan tentang keterlibatan secara langsung harus dipahami sebagai keterlibatan
fisik atas terjadinya sebuah kejahatan. Oleh karenanya,
 unsur obyektif dikenal juga sebagai physical element atau actus reus. Dalam
 pengertian ini, keterlibatan secara langsung tersebut harus berpengaruh terhadap
 pelaksanaan kejahatan ketika dikombinasikan dengan unsur niat dan
 pengetahuan.

 Adapun bentuk-bentuk kontribusi yang bisa diberikan oleh individu dalam


 kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana secara individual, Pasal 25 ayat (3)
 (a) Statuta Roma 1998 menyebutkan bahwa seorang individu dapat dihukum
 karena melakukan tindakan pidana, apabila ia melakukannya:
 secara individu;
 bersama-sama dengan orang lain
 melalui orang lain.

 Kemudian berdasarkan Pasal 25 ayat (3) (b), (c), dan (d), bentuk tindakan individu yang
 dianggap sebagai keterlibatan dalam kejahatan, yaitu:
 memerintahkan, membujuk, atau mendorong
dilakukanya suatu kejahatan
 bertindak untuk membantu atau mempermudah
terjadinya kejahatan dengan berbagai cara
 berkontribusi dalam kejahatan yang dilakukan
secara berkelompok untuk mencapai tujuan yang
sama.


BAB III
PENUTUP
 3.1.KESIMPULAN
 Individu merupakan subjek internasional yang utama
karena memiliki kapasitas aktif maupun pasif.kapasitas aktif
berarti ilmu hukum memberikan peran terhadap individu
sebagai aktor atau pelaku dari ketentuan normative yang
dihasilkan dari hukum internasional.
 3.2.SARAN
 Ada banyak sekali sumber-sumber penting mengenai
individu dalam hukum internasional.Dalam hal ini
keterikatan individu dengan hukum internasional merupakan
suatu aspek yang tidak bisa dipisahkan.setiap individu harus
tahu peran serta pedoman hidupnya dalam aspek hukum.

Anda mungkin juga menyukai