Anda di halaman 1dari 24

ALUR LAYANAN TATA LAKSANA

OKUPASI PADA KASUS


KECELAKAAN KERJA DAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA
Dr. David R. Wibowo, Sp.Ok
Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi
PENDAHULUAN
 Setiap dokter spesialis/subspesialis dalam menjalankan praktiknya mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.
Catatan: dalam UU 17/2023 ttg Kesehatan, selain kompetensi, dibutuhkan juga kewenangan 
kewenangan klinis  diatur lebih lanjut dalam PP
 Menurut standar akreditasi RS (STARKES-2022), pelayanan klinis yang diberikan oleh para dokter
yang merawat pasien (termasuk Sp.Ok) harus sesuai dengan surat penugasan klinis (clinical
appointment) dan rincian kewenangan klinis  berorientasi pada patient safety.
 PP 88/2019 tentang Kesehatan Kerja  dalam upaya pemulihan kesehatan, selain dilakukan
pemulihan medis, juga dilakukan pemulihan kerja, yang dilaksanakan melalui program kembali
kerja.
 Pekerja yang mengalami sakit atau kecelakaan termasuk akibat kerja memerlukan pemulihan kerja
 program kembali kerja  terutama pada pekerja dengan tuntutan pekerjaan khusus atau
mengalami penyakit/kecelakaan yang termasuk risiko tinggi dari segi medis.
 Pada kasus KK-PAK, Sp.Ok menjadi rujukan bagi penegakan diagnosis PAK, program kembali kerja,
serta penilaian kecacatan  melalui mekanisme JKK oleh bapel JKK (BP Jamsostek, PT. TASPEN, dan
PT. ASABRI)
LATAR BELAKANG
 Angka KK-PAK semakin meningkat  Program Kembali Kerja semakin dibutuhkan
 Angka Kecelakaan Kerja menurut data BP Jamsostek:
 2019: 210.789 orang (4.007 orang fatal)
 2020: 221.740 orang (3.410 orang fatal)
 2021: 234.370 orang (6.552 orang fatal).
 Jumlah kasus penyakit akibat kerja:
 2019: 44 kasus
 2020: 71 kasus
 2021: 1.123 kasus (mayoritas COVID-19 Akibat Kerja)
 Program kembali kerja  bertujuan agar pekerja sakit/cedera dapat segera kembali kerja
dengan waktu sesegera dan seefisien mungkin.
 Tata Laksana Okupasi adalah pelayanan khusus dalam bidang Kedokteran Okupasi terutama pada
individu pekerja, meliputi:
1. Program Kembali Kerja
a) Penilaian Laik Kerja
b) Penilaian Kembali Kerja

2. Penilaian Kecacatan
MENGAPA PERLU PROGRAM KEMBALI KERJA? (1)

 American College of Occupational and Environmental Medicine (ACOEM, 2006) 


Pekerja yang berhenti bekerja selama 12 minggu, kemungkinan untuk dapat
kembali kerja menurun hingga 50% bila tidak segera dilakukan intervensi dini baik
medis maupun okupasi sesudah mengalami cedera atau penyakit.
 Permasalahan yang terjadi pada pekerja yang sakit atau kecelakaan:
1) Berhadapan dengan bahaya potensial di tempat kerja (faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi,
dan psikososial) yang dapat memperberat penyakit/cedera atau menghambat pemulihan
2) Selesai pengobatan  “sembuh” (?)  tidak selalu berarti kesehatan pulih seperti semula 
mengganggu pekerjaan atau bahkan membahayakan keselamatan kerja
3) Diskriminasi pekerja yang mengalami gangguan kesehatan, cedera dan cacat meskipun pekerja
mampu dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan pemberi kerja
4) Ancaman PHK bila pekerja mengalami penyakit tertentu, cedera dan cacat, bahkan otomatis
PHK sepihak apabila sakit 12 bulan berturut-turut.
5) Pemotongan gaji secara berkala kelipatan 25% tiap 3-4 bulan apabila sakit berkepanjangan.
 UU 8/2016 ttg tentang Penyandang Disabilitas  perusahaan swasta wajib
mempekerjakan minimal 1 persen penyandang disabilitas dari seluruh jumlah
pekerjanya
MENGAPA PERLU PROGRAM KEMBALI KERJA? (2)

 Penerapan Program Kembali


Kerja yang baik selain dapat
menjaga produktivitas pekerja,
juga dapat:
1. Membuat biaya pengobatan
lebih efisien dan efektif
2. Menurunkan Jumlah Hari Kerja
Hilang (Lost Time Injury = LTI)
dalam audit Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3), dan
3. Meminimalkan besaran santunan
Sementara Tidak Mampu
Bekerja (STMB) oleh BP
Jamsostek
PENJELASAN TENTANG TATA LAKSANA OKUPASI
PADA PEKERJA UNTUK MEMPERKUAT PELAYANAN
YANG DILAKUKAN OLEH SP.OK DI FASYANKES
LAYANAN KEDOKTERAN OKUPASI PADA
PEKERJA

 Umumnya dilakukan atas dasar rujukan.


 Sp.Ok berperan dalam tata laksana okupasi pada pekerja
yang mengalami kecelakaan atau penyakit  sesuai
dengan amanat PP 88/2019 tentang Kesehatan Kerja.
 Tata laksana okupasi terutama dilakukan pada pekerja
yang mempunyai tuntutan pekerjaan khusus atau
mengalami kondisi medis berisiko tinggi.
 Perlu ada SPO khusus yang mengatur alur tata laksana
okupasi yang dilakukan oleh Sp.Ok.
Untuk diberikan kepada Pasien saat Untuk diberikan kepada Pasien saat Penilaian
Penilaian Laik Kerja Awal/Lanjutan Laik Kerja Akhir (Penilaian Kembali Kerja)

Sumber:
Acuan Menyusun Program
RTW (menurut buku Fitness
to Work dari Oxford)
Contoh Estimasi Waktu Kembali Kerja Pasca Tindakan Operasi Dihubungkan Dengan
Pekerjaan
Tindakan/ Sedentary – Sedentary – Active Light Heavy Manual Physically
Prosedur admin light manual Manual Demanding
Appendektomi 1 minggu 1 minggu 1-2 minggu 2-3 minggu > 3 minggu
(laparoscopic)
Appendektomi 2 minggu 2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu > 6 minggu
(open)
Angioplasty or 3-7 hari 3-7 hari 1 minggu 2-4 minggu 6 minggu
coronary stents Catatan: dilarang mengemudi kendaraan pribadi selama 1 minggu, dan dilarang
for stenosis mengendarai kendaraan bermotor umum selama 6 minggu
Fraktur digiti 0-6 minggu 0-6 minggu 0-6 minggu 12 minggu 12 minggu
(tergantung (tergantung (tergantung
lokasi jari) lokasi jari) lokasi jari)
Fraktur clavicula 2-6 minggu 2-6 minggu 6-10 minggu 12 minggu 12 minggu

Operasi ruptur 6-8 minggu 8 minggu 8-10 minggu 12 minggu 12 minggu


tendon
Amputasi 6-12 minggu 6-12 minggu 12-26 minggu 26 minggu > 26 minggu,
anggota gerak kemungkinan
bawah tidak laik kerja

Catatan: estimasi waktu kembali kerja dapat berubah tergantung kondisi pasien (ada tidaknya komplikasi)

Sumber: Fitness for Work, The Medical Aspect, 6 th ed, Oxford University Press
Contoh Estimasi Waktu Kembali Kerja Pasca Operasi Mata
Hazardous, e.g.
Tindakan/ Prosedur Sedentary Manual Safety Critical
working at height
Katarak 1 hari 2 minggu 2 minggu 6 minggu
(phacoemulsification)
Operasi glaukoma 1 minggu 1 bulan 1 bulan 3 bulan
Eksisi pterigium 1 minggu 2 minggu 4 minggu 4 minggu
Retinal detachment repair 2 minggu 2 bulan 2 bulan 3 bulan
Abrasi kornea 1 hari 2 hari 1 minggu 2 minggu
Corneal foreign body 1 hari 2 hari 1 minggu 2 minggu
Chemical burns – acid 1-3 bulan 1-3 bulan 1-3 bulan 1-3 bulan
Chemical burns – alkali 1-6 bulan 1-6 bulan 2-6 bulan Kemungkinan
tidak laik kerja
Trauma tumpul mata Bervariasi, Bervariasi, Bervariasi, Kemungkinan
tergantung tergantung tergantung tidak laik kerja
beratnya kondisi beratnya kondisi beratnya kondisi
cedera cedera cedera
Trauma tembus mata Bervariasi, Bervariasi, Bervariasi, Kemungkinan
tergantung tergantung tergantung tidak laik kerja
beratnya kondisi beratnya kondisi beratnya kondisi
cedera cedera cedera
Intraocular foreign body 2 minggu 2 bulan 2 bulan 3 bulan

Sumber: Fitness for Work, The Medical Aspect, 6 th ed, Oxford University Press
ALUR Pasien kasus KK-PAK

RUJUKAN
TATA
Kategori berat Kategori sedang Kategori ringan
atau pekerjaan
pasien termasuk

LAKSANA risiko tinggi

OKUPASI
Dirujuk ke Sp.Ok saat kondisi INSTALASI
emergensi tertangani dan
hemodinamik stabil
RAWAT INAP

PADA PASIEN Penilaian Laik


Kerja (awal)

KASUS KK- Dirujuk ke Sp.Ok sebelum genap 12


Kontrol ulang ke poli okupasi
PAK minggu tidak masuk kerja
INSTALASI
RAWAT JALAN
Penilaian Laik Penilaian Laik
Kerja (lanjutan) Kerja (awal)

Sudah dapat
Tidak masuk kerja?

Ya

Dirujuk ke Sp.Ok apabila sudah selesai pengobatan

Penilaian Kembali Kerja


dan/atau Penilaian
Kecacatan apabila
diperlukan

Penutupan kasus KK-


PAK oleh Sp.Ok
 Penilaian kelaikan kerja awal di IGD atau di instalasi rawat inap RS
terutama ditujukan pada kasus-kasus kecelakaan yang tergolong berat atau
kompleks, seperti:
a. Kasus multiple trauma, sehingga memerlukan penanganan lebih dari
satu DPJP klinis;
b. Kasus-kasus lain yang diperkirakan masa rawat inapnya mencapai 2
minggu atau lebih (dapat mengacu pada Clinical Pathway masing-
masing kasus), misalnya kasus-kasus pasca perawatan di HCU/ICU/ICCU
(termasuk kasus luka bakar luas, kasus cedera kepala sedang/berat,
dll.), pasca tindakan kraniotomi, dll.;
c. Kasus trauma yang kompleks atau yang cenderung menyebabkan
disabilitas, dalam hal ini disabilitas permanen ataupun disabilitas
sementara yang cukup lama, misalnya fraktur terbuka, fraktur
kominutif, fraktur multipel, kasus amputasi mayor, meniscus tear,
ruptur tendon, atau kasus-kasus trauma lainnya yang diperkirakan dapat
menyebabkan pasien sementara tidak mampu bekerja dalam kurun
waktu yang tidak dapat ditentukan.
 Penilaian kelaikan kerja awal di instalasi rawat inap RS juga dapat dilakukan
pada pekerja dengan pekerjaan berisiko tinggi atau safety-critical jobs,
seperti:
a. Operator mesin produksi,
b. Pengemudi kendaraan berat (termasuk awak mobil tangki atau kendaraan
pengangkut bahan berbahaya),
c. Pengemudi kendaraan umum atau transportasi massal (bus, truk, masinis, pilot),
d. Pekerja lapangan di daerah terpencil (remote area, on/off shore)
e. Security,
f. Pemadam kebakaran (fireman),
g. Petugas Emergency Response Team (termasuk driver ambulans),
h. Pekerja di ketinggian,
i. Pekerja di confined space,
j. Penyelam/teknik bawah air,
k. Teknisi mekanik/elektrikal,
l. dll. (termasuk kasus-kasus kecelakaan di tempat kerja yang disebabkan oleh
peralatan atau mesin yang digunakan pekerja)
 Untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit yang belum dilakukan penilaian kelaikan kerja
awal di instalasi rawat inap oleh Sp.Ok, pasien kasus KK-PAK dirujuk ke dokter spesialis
kedokteran okupasi untuk dilakukan Penilaian Kelaikan Kerja di pelayanan rawat jalan,
sebelum genap 12 minggu terhitung setelah masuk RS pertama kali, misalnya pada kasus-
kasus yang dianggap kategori sedang, contohnya:
a. Kasus fraktur tertutup tanpa komplikasi (tidak terdapat delayed healing, infeksi sekunder,
dll.), namun membutuhkan penyesuaian kerja;
b. Kasus-kasus lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai kasus berat maupun kasus ringan,
contoh sebagai berikut:
i. Post ORIF dengan plate and screw,
ii. Kasus amputasi digiti, atau fingertip injury di mana terdapat komplikasi berupa joint
stiffness dan/atau neuropati,
iii. Fraktur Le Fort,
iv. Combustio derajat 2-3 yang bersifat lokal tetapi mengenai daerah persendian,
v. Terjadi gangguan fungsi panca indera (akibat komplikasi trauma secara langsung maupun
tak langsung),
vi. Kasus-kasus Penyakit Akibat Kerja,
vii. Dll. (termasuk semua kasus yang membutuhkan penyesuaian kerja secara temporer
ataupun permanen)
 Pada kasus Kecelakaan Kerja yang dianggap termasuk kategori
ringan cukup dilakukan Penilaian Kembali Kerja (dan Penilaian
Kecacatan jika terdapat kecacatan), seperti contoh sebagai
berikut:
a. Kasus fingertip injury, khususnya yang terindikasi terdapat kecacatan;
b. Kasus-kasus cedera ringan lainnya, namun Pasien membutuhkan rekomendasi penyesuaian
kerja secara permanen (misalnya: terjadi trauma psikis pasca kecelakaan, terjadi kontraktur
ringan, atau terdapat gangguan fungsi ringan lainnya, dll)

 Penilaian kelaikan kerja akhir (Penilaian Kembali Kerja) dan/atau


Penilaian Kecacatan dilakukan setelah pasien sembuh total atau
minimal telah mencapai maximum medical improvement (MMI),
dan dilakukan atas rujukan dari DPJP utama atau dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi (Sp.KFR), atau atas permintaan
pemberi kerja.
Form 3b KK3 Diisi Oleh Setiap Dokter Pemeriksa Sesuai
Dengan Kompetensi dan Kewenangan Klinisnya

Note: poin nomor 10 dan 11 sebaiknya diisi oleh Sp.Ok


ANCAMAN PIDANA BAGI DOKTER YANG
MEMBERI KETERANGAN TIDAK SESUAI
DALAM UU 01/2023 TTG KUHP
PENUTUP

 Perlu dukungan manajemen RS untuk melakukan pengawasan terhadap alur


pasien, dalam hal:
 Lamanya pasien tidak masuk kerja
 Penutupan kasus KK-PAK.
 Perlu adanya SDM yang membantu melakukan asesmen untuk:
 Menilai kondisi berat ringannya pasien
 Menilai berat ringannya pekerjaan pasien, yang mana termasuk berisiko tinggi atau safety
critical jobs
 Case manager untuk merekomendasikan rujukan ke Sp.Ok
 Rujukan ke Sp.Ok tergantung berat ringannya kasus atau jenis pekerjaan pasien:
 Kasus berat atau pekerjaan risiko tinggi  konsul saat di rawat inap
 Kasus ringan-sedang  konsul saat di rawat jalan (< 12 minggu istirahat sakit)
 Pengisian form 3bKK3 dan 3bPAK3 dilakukan oleh masing-masing dokter pemeriksa
sesuai kompetensi dan kewenangan klinisnya
Questions?

Anda mungkin juga menyukai