Anda di halaman 1dari 57

Laporan Kasus:

POST ICTAL PSYHOSIS

Disusun oleh: dr. Aldo Valentino Thomas

Pembimbing dr. Kevin Sulay Wijaya, Sp.KJ


I. IDENTITAS PASIEN

Nama (inisial) : Ny. FP


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal lahir: Terap, 01-04-2008
Umur : 16 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Bukit Permai
Nomor Rekam Medis : 01-64-XX
II. STATUS PSIKIATRIK
Anamnesis: Alloanamnesis dari keluarga pasien
• Tempat : IGD RSUD Bangka Selatan
• Tanggal : 6 April 2024
• Waktu : 20:45 WIB
Keluhan Utama: Meracau
Riwayat Penyakit Sekarang: Keluarga pasien datang membawa pasien ke IGD RSUD
Bangka Selatan pada 6 April 2024 dengan keluhan pasien meracau menurut keluarga
pasien

Hari MRS:
3 tahun lalu: 2 hari lalu: Poli saraf: mengamuk
5 tahun lalu: Jatuh dari motor , Kejang tonik klonik Meracau, halusinasi,
Riwayat kejang kejang 2 menit, penurunan waham curiga
kesadaran Menantang dan
mengancam

- Tindakan percobaan bunuh diri (-)


- Tindakan mengancam orang lain (+): Pasien mengancam memukul orang
Riwayat Gangguan Sebelumnya:

• Riwayat gangguan psikiatri: (-)


• Riwayat gangguan medis: Riwayat kejang sejak 5 tahun lalu
• Riwayat penggunaan zat psikoaktif (NAPZA): (-)
Riwayat Kehidupan Pribadi:

1. Riwayat prenatal dan perinatal: Normal


2. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun): Normal
3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun): Normal
4. Riwayat masa kanak akhir (pubertas) dan remaja: Normal
5. Riwayat masa dewasa
• Riwayat pendidikan: Pelajar SMA.
• Riwayat pekerjaan: -
• Riwayat kehidupan beragama: Kehidupan beragama baik
• Riwayat kehidupan sosial/ activity: Tidak ada gangguan dalam kehidupan sosial pasien
• Riwayat pelanggaran hukum: Tidak ada
• Riwayat Seksual: Belum menikah, tidak ada riwayat seksual menurut keluarga
Riwayat Keluarga:

• Riwayat serupa pada keluarga pasien disangkal.


III. STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental pasien di IGD RSUD Bangka


Selatan pada tanggal 6 April 2024 pukul 21:00
A. Deskripsi Umum:
1. Penampilan: Pasien berpakaian santai dengan baju harian. Pakaian pasien tampak
berantakan. Pasien tidak mengunakan dandanan dan riasan pada wajahnya. Pasien
tampak sesuai usianya
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Pasien tampak gelisah, hiperaktif
3. Sikap terhadap pemeriksa: Pasien tidak kooperatif, sikap menantang

B. Pembicaraan:
Kuantitas pembicaraan pasien banyak, pembicaraan cepat, volume kuat, kontak mata
adekuat, mencerca dan meracau

C. Mood dan Afek


• Mood : Iritabel
• Afek : Appropriate
D. Gangguan Persepsi (Persepsi Panca indra)
1. Halusinasi : Terdapat halusinasi visual, pasien meracau mengenai orang yang
dilihatnya, dengan sikap mengancam dan menantang
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi: Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Pikir
1. Arus pikir :
• Produktivitas : Banyak ide
• Kontinuitas: Pembicaraan tangensial
• Hendaya berbahasa: Word salad
2. Isi pikir :
• Waham : Curiga
F. Sensorium dan Kognisi
1. Kesadaran:
a. Kesadaran Neurologik : Kompos mentis
b. Kesadaran Psikologik : Kesadaran terganggu
2. Inteligensia:
Taraf pengetahuan dan kecerdasan tidak dikaji.
3.Orientasi:
Gangguan orientasi terhadap tempat dan orang buruk, orientasi waktu baik (tahu saat
ditanya malam/siang)
4. Memori: Tidak dilakukan
5. Konsentrasi dan perhatian: Pasien mengalami kesulitan berkonsentrasi selama
proses pemeriksaan.
6. Kemampuan membaca dan menulis: Tidak dilakukan.
7. Kemampuan visuospasial: Tidak dilakukan
8. Pikiran abstrak: Tidak dilakukan
9. Kemampuan menolong diri sendiri: Pasien tidak dapat mengurus diri secara mandiri
dan baik.
G. Pengendalian Impuls
Pasien ditemukan impuls seperti membahayakan orang lain, agresif.

H. Judgment dan Tilikan


• Judgement: Sulit dinilai.
• Tilikan (Insight): Pasien tergolong tilikan derajat 1.

Tilikan 1: Menyangkal dirinya sakit


Tilikan 2: Mengakui dan menyangkal pada saat yang bersamaan
Tilikan 3: Menyalahkan faktor eksternal
Tilikan 4: Sadar bahwa sakit disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui
Tilikan 5: Sadar bahwa sakit, tetapi tidak dapat menerapkan pengetahuan (Tilikan intelektual)
Tilikan 6: Sadar sepenuhnya tentang penyakit dan tahu cara menerapkan pengetahuan
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus Status Generalis :
• Keadaan umum : Baik • Kepala : Normosefal
• Kesadaran : Compos Mentis • Mata : CA -/-, SI -/-
• Tekanan darah : 99/50 mmHg • Mulut : Mukosa basah, faring hiperemis -
• Nadi : 86 x/m • Leher : Pembesaran KGB - , dbn
• Suhu : 37.1 C • Pulmo : Pernapasan simetris, Perkusi sonor. Auskultasi Ves +/+,
• Laju Pernapasan : 20 x/m rh -/-, wh -/-
• SpO2 : 97% on RA • Cor: S1 S2 reguler, murmur - , gallop –
• Tinggi Badan : 155 cm • Perut : Datar, supel, BU +, NT –
• Berat Badan : 46 kg • Alat Gerak : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

B. Status Neurologik
• Meningeal sign:
• Kaku kuduk –
• Kuduk kaku –
• Brudzinski I –

• CN II-III pupil isokhor 3mm-3mm RCL+/+, RCTL +/+


• CN III/IV/VI Gerak bola mata dbn
• CN V Refleks kornea+/+
• CN VII Facial Palsy –
• CN XII Lingual Palsy -
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak Dilakukan
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA:
• Keluarga pasien membawa pasien ke IGD karena meracau sejak hari masuk
rumah sakit. Waham curiga. Halusinasi visual (+). Bersikap mengancam,
menantang, angkuh, agresif.
• Pasien sempat mengamuk di depan poli Neuro pagi hari SMRS, dibawa ke poli
Neuro karena keluarga khawatir melihat pasien meracau setelah kejang 2 hari
lalu.
• 2 hari lalu: Kejang grand mal, durasi 2 menit, penurunan kesadaran .
• 3 tahun lalu: Riwayat jatuh dari motor dan terbentur di kepala, sempat kejang
durasi <30 detik
• Berulang kali kejang sejak 5 tahun lalu, tidak pernah berobat sebelumnya.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK:
• Aksis I : Berdasarkan Ikhtisar Penemuan Bermakna, menurut PPDGJ-III/ DSM-IV
digolongkan Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan
Penyakit Fisik (F06) karena waham dan halusinasi, gangguan proses pikir akibat organik
• Aksis II : Belum ada diagnosis
• Aksis III : Epilepsi (post iktal)
• Aksis IV : Masalah keluarga (primary support group)
• Aksis V : Berdasarkan Skala Global Assessment of Functioning (GAF)
• - GAF Current : 20-11
• - GAF Highest Level Past Year (HLPY) : 100-91
• - GAF tertinggi pasien : 100
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
• Aksis I: F06 (Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi
Otak dan Penyakit Fisik)
• Aksis II : Belum ada diagnosis
• Aksis III : Epilepsi (post iktal)
• Aksis IV : Masalah keluarga (primary support group)
• Aksis V : GAF skor 20-11
IX. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : Epilepsi (post iktal)
2. Psikologik : Ditemukan mood distimia (iritabel), halusinasi visual,
waham curiga, gangguan proses dan arus pikir, hendaya berbahasa, impuls
membahayakan orang lain dan agresif,
3. Sosial / Keluarga / Budaya : Interaksi dengan keluarga pasien dan
lingkungan sekitar terganggu.
X. PROGNOSIS :

A. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis baik : C. Kesimpulan prognosisnya :


- Tidak ada riwayat gangguan jiwa -Ad vitam: Dubia ad malam
- Tidak ada riwayat gangguan jiwa keluarga -Ad functionam: Dubia ad malam
-Ad sanationam: Dubia ad malam
B. Faktor-faktor yang mendukung ke arah prognosis buruk :
- Tidak dapat bersosialisasi dengan baik, mengancam dan agresif
- Kesulitan melakukan pekerjaan, mengurus diri.
- Keluarga menolak rawat inap: Tidak mau menjaga pasien, ingin
berobat alternatif.
- Pasien tidak datang kontrol ke poli jiwa, atau ke rumah sakit jiwa
- Tidak pernah berobat untuk kejang
XI. TERAPI
Psikofarmaka:
• Rencana rawat bersama dr. Irfan, Sp.S. Keluarga pasien menolak rawat inap karena kesulitan jika harus menjaga
pasien, ingin berobat alternatif saja
• Pasien rawat jalan
Obat pulang:
• Risperidone tab 2 mg 2dd1 (1-0-1)
• Aripriprazole (Arinia) tab 10 mg 1dd1 (0-0-1/2)

Terapi dari poli Neuro:


• Fenitoin tab 100 mg 3dd1
• Vitamin B6 tab 10 mg 1dd1
• Asam folat tab 400 mcg 1dd1
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI

• Kelainan psikiatrik pada 50% epilepsi. Prevalensi lebih tinggi pada epilepsi fokal, terutama melibatkan lobus temporal.

• Studi epidemiologikal di Islandia oleh Gudmundson tahun 1966: Rerata psikosis 7.2% pada epilepsi.

• Studi-studi lain: Prevalensi psikosis lebih tinggi pada epilepsi dibandingkan umum, rerata 0.48 – 35.7%.

• Gaitatziz et al.: Prevalensi psikosis studi population based 2 – 7%, psikosis 10 – 19% pasien TLE atau epilepsi refrakter.

• Systematic review dan meta analysis Clancy et al: Data PUBMED, OVIDMEDLINE, PsychINFO dan Embase hingga 2010, 215 paper:

OR resiko psikosis pada epilepsi dibandingkan kontrol sebesar 7.8.

Prevalensi psikosis pada epilepsi 5.6% (95% CI: 4.8 – 6.4), lobus temporalis 7% (95% CI: 4.9 – 9.1).

Prevalensi psikosis interiktal 5.2% (95% CI: 3.3 – 7.2).

Prevalensi psikosis postiktal pada epilepsi sebesar 2% (95% CI: 1.2 – 2.8).

1. Braatz V., et al. (2021). Postictal psychosis in epilepsy: A Clinicogenetic study. Annals of neurology. 2021;90(3): 464-476.
2. Clancy MJ., et al. The prevalence of psychosis in epilepsy; a systematic review and meta-analysis. BMC psychiatr. 2014;14:1-9.
HISTOLOGI

A: Interneuron
B: Neuron motorik
C: Sinaps akson terminal dengan
neuron post sinaptik
D: Sel glial (Astrosit)

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
ANATOMI DAN FISIOLOGI

• Prosensefalon: Telensefalon (korteks serebri, hipokampus, amigdala, komponen ganglia basalis),


Diensefalon (talamus, hipotalamus)
• Mesensefalon -> midbrain.
• Rombensefalon: Metensefalon (pons, cerebellum) dan Myelensefalon (medulla spinalis)

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Korteks Serebri

Sel nonpiramidal berukuran kecil, menggunakan neurotransmitter GABA.


Skizofrenia: Lebih sedikit spines dendrit-dendrit basal sel piramidal di lapisan
ketiga korteks prefrontal

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
• Koneksi kortikokortikal :
1) Koneksi intrinsik
2) Asosiasi
3) Kalosal
Network Area otak Fungsi
Central Korteks prefrontal dorsolateral, Atensi, Memori kerja,
•Central executive network: DLPFC,
executive Korteks parietal posterior lateral Pengambilan
area multipel korteks parietal posterior lateral Keputusan, Deteksi
•Salience network: Korteks stimuli relevan
Salience Korteks singulata anterior, Deteksi stimuli relevan
singulata anterior (ACC), korteks prefrontal
korteks prefrontal ventromedial,
ventromedial (VMPFC), insula
Insula
•Default mode network: korteks Default Korteks prefrontal medial, Internal cognition
prefrontal Korteks singulata posterior, Theory of mind
medial, korteks singulata posterior, Korteks parietal posterior medial

medial korteks parietal posterior


•Disfungsi: masalah psikiatri.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Major synaptic relay station dari informasi yang mencapai korteks serebri
Talamus

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Sistem Talamokortikal
•Sensorik: Stimuli eksternal melalui nuklei intermediat korda spinalis
dan medula, sinaps dengan specific relay nuclei.
•Motorik: Dari regio asosiasi dan korteks motorik, ke batang otak dan
korda spinalis. Traktus kortikospinal dari korteks premotorik &motorik primer
lobus frontalis, akhir di korda spinalis (kontralateral)
•Asosiasi: Pertemuan regio sensori dan motorik korteks frontal. Input
dari korteks, nukleus asosiasi talamus, dll.
•Input terpengaruh oleh input modulatori nuklei batang otak (dopamin,
norepinefrin, serotonin).

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Sistem Serebelotalamokortikal
• Serebelum di fossa kranial posterior, inferior lobus oksipital
serebrum.
• Nuklei : fastigial, globosa dan emboliform, dentata (terbesar).
• Korteks memproses input ke serebelum, nuklei memproses
output.
• Kontrol motorik, regulasi postur, gait, pergerakan volunter.
Mungkin berperan dalam mediasi kognitif.
• Studi pencitraan: Skizofrenia: Abnormalitas serebelum,
talamus, korteks prefrontal.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Sistem Ganglia Basalis
Regulasi gerakan, terlibat dalam gangguan gerakan (diskinesia)

Fungsi kognitif.

Substansia nigra: Kompakta (dorsal) banyak sel, retikulata (ventral) jarang. Ada
neuromelanin, isi dopamin.

Kebanyakan dendrit pars mendapat sinaps dari pars retikulata (GABA)

• Neuron isi dopamin: dorsal tier dan ventral tier.


• Dorsal tier di mesensefalon ventral medial, di substansia nigra.
Ekspresi mRNA untuk DAT dan reseptor D2, isi kalbindin, proyeksi
aksonal ke striatum (input sistem limbik, asosiasi korteks serebri).
• Ventral tier tersusun padat di substansia nigra. mRNA untuk DAT Striatonigrostriatal dan
kortikostriatal:
dan D2, sedikit kalbindin, proyeksi ke regio sensorimotor striatum. IC (internal capsule), OMPFC
• Gangguan ventral tier (Parkinson), dorsal tier (skizofrenia).3 (orbital and medial prefrontal
cortex), S (shell), SNC
(substantia nigra pars compacta),
SNr (substantia nigra pars
reticulata), VTA (ventral
tegmental area)
3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of
Psychiatry. 2017;163(8)
Sistem Ganglia Basalis
• Dopamin di dorsal&medial -> striatum ventral&medial -> striatum dorsal&lateral.

• Input striatonigrostriatal: Korteks prefrontal medial dan orbital -> ventral striatum,
DLPFC -> striatum sentral, korteks premotor, motorik -> striatum dorsolateral.

• Kortikostriatal + striatonigrostriatal -> limbik, asosiatif, motorik.

• Aferen berakhir di striatum: kortikostriatal, nigrostriatal, talamostrital.

• Proyeksi kortikostriatal neokorteks dari sel piramid V&VI: glutamat.

• Aferen korteks sensorimotor berakhir di putamen, korteks regio asosiasi -> nukleus
kaudatus.

• Regio prefrontal -> kepala nukleus kaudatus.

• Aferen kortikal limbik, hipokampus, amigdala -> striatum ventral.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Sistem Limbik
Diagram sirkuit neural terkait
emosional

• Korteks limbik, formasi hipokampus, amigdala, area septal, hipotalamus, area talamus dan kortikal terkait.

• Korteks limbik: girus singulata (berbentuk C, dorsal korpus kalosum), dan girus parahipokampus.

• Singulata anterior subgenual: Brodmann 25, subkalosal Brodmann 32 dan 24, terkoneksi amigdala dan hipotalamus (depresi).

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
• Formasi hipokampus (girus dentata, hipokampus, kompleks subikular).
• Nuklei amigdala: Kompleks basolateral, grup amigdaloid sentromedial,
grup olfaktorius.
• Nuklei basolateral terkoneksi korteks temporal, insular, prefrontal.
• Amigdala sentromedial + Bed nucleus of stria terminalis (BNST) =
Extended amygdala
• Extended amygdala sentral terhubung ke batang otak viserosensorik
dan viseromotorik dan hipotalamus lateral
• Extended amygdala medial terhubung ke hipotalamus medial.
• Area septal adalah struktur substansia nigra diatas komisura anterior.
• Nuklei septal terkoneksi timbal balik dengan hipokampus, amigdala,
dan hipotalamus, terproyeksi ke beberapa struktur batak otak.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
• Hipotalamus: Regulasi sirkuit emosional, fungsi otonom, endokrin, somatik.

• Hubungan: Limbik, nuklei somatik & viseral batang otak, korda spinalis: Output
regulasi kelenjar pituitari.

• Nukleus suprakiasmatik (SCN): proyeksi dari retina, regulasi ritme diurnal.

• Nuklei supraoptic & paraventrikular isi oksitosin & vasopresin ke lobus posterior
pituitari. PVN melepaskan CRF ke portal (hormon pituitari anterior), regulasi area
otonomik simpatetik&parasimpatetik medula dan korda spinalis.

• Nukleus ventromedial (diet, reproduksi), posterior (nukleus posterior, mamilaris).

• Nuklei mamilari medial&lateral terima input hipokampus, proyeksi nuklei anterior.


Nukleus posterior (koneksi timbal balik dengan extended amygdala)

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Sirkuit neuron oreksin3

• Bagian lateral isi neuron densitas rendah.

• Saling terkoneksi dengan prosensefalon, batang otak, korda spinalis.


Sirkuit neural sistem limbik3
• Berisi neuron ekspresikan oreksin (hipokretin) A&B (tidur, sadar
(wakefulness))

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
Kejang
• Epilepsi adalah kejang berulang.

• Status epileptikus: kejang lama atau berulang tanpa fase pulih.

• Penyebab : genetik, trauma, stroke, inflamasi, neoplasma.

• Aktivitas elektrik akibat neuron hipereksitasi, depolarisasi post-


sinaptik. Mekanisme perubahan konduktivitas ionik, penurunan
inhibisi GABA kortikal, peningkatan eksitasi kortikal oleh glutamat.

• EEG: Manifestasi spike (tajam, transien, 20 - 70 milisekon).

• ILAE tahun 2010: Berdasarkan etiologi (genetik, struktural-


metabolik, tidak diketahui), awitan (kejang general dan fokal).

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
• Iktal: otomatisme dan aura psikis (mood, derealisasi, depersonalisasi, forced thinking). Halusinasi visual/auditorik.
• Gangguan kognitif dapat mengikuti status epileptikus dengan kejang fokal, diskognitif fokal, atau kejang absen.
• Kejang fokal berulang jika bermanifestasi sebagai aura psikis, sulit dibedakan dengan gangguan psikiatrik primer.
• Selain aura iktal, status epileptikus fokal bisa psikosis.
• Status epileptikus nonkonvulsif muncul dengan imobilitas, fleksibilitas lilin, negativisme menyerupai katatonia.
• EEG interiktal rekuren (periodic lateralizing epileptiform) berhubungan dengan perubahan kognitif fokal dan confusional lama.
• Alternating psychosis

Fase epilepsi Kelainan perilaku


Iktal Gejala psikis (aura)
Status non konvulsif: Kejang parsial sederhana, kejang fokal diskognitif
Katatonia
Peri iktal (prodromal, post Gejala prodromal: Iritabilitas, depresi, nyeri kepala (minimal 30 menit sebelum iktal)
iktal, campuran) Post ictal confusion
Psikosis peri iktal: Bersama peningkatan atau penurunan frekuensi kejang
Post iktal Psikosis post iktal (setelah interval lucid 2 – 72 jam, saat confusion post iktal hilang), durasi 16 – 432 jam
Inter iktal Psikosis interiktal (skizofreniform), hari-tahun, > 1 bulan , gg. kepribadian, Gastaut-Geschwind.

Bervariasi Gangguan mood (depresi, mania), ansietas (panik dan PTSD), agresi, kekerasan, hiposeksualitas, bunuh
diri

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
• Berbeda:
Kehilangan volume bilateral hipokampus&amigdala
Tanpa perbedaan volume total hipokampal
Penurunan volume hipokampal kiri
Penurunan volume substansia alba
Pembesaran amigdala bilateral.
• Sejak tahun 2004, studi morfometrik otak:
Penurunan substansia alba dan substansia nigra
Peningkatan atau penurunan ketebalan kortikal
penipisan kortikal pada girus frontal inferior
Penurunan substansia nigra lobus parietal kiri
Tanpa perubahan morfologi.
• Beberapa studi: Peningkatan ketebalan kortikal pada
psikosis pada epilepsy (cognitive control network dan
default mode network).
Pencitraan epilepsi: (A) Penurunan substansia alba epilepsi lobus temporal
dengan psikosis (TLE-P) atau tanpa psikosis (TLE-NonP), (B) Penurunan • Atrofi hipokampal posterior bilateral, dan fisura
signifikan substansia alba TLE-P, (C) Gangguan network substansia alba TLE-P hipokampal membesar signifikan.
dan TLE-NonP, (d) Area hipermetabolik TLE-P >TLE-NonP4

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
4. Sone D. Neurobiological mechanisms of psychosis in epilepsy: Findings from neuroimaging studies. Frontiers in Psychiatry. 2022;13
Faktor Predisposisi
• Ensefalitis dan trauma kepala
• Aktivitas epileptiform interiktal bilateral EEG, slowing EEG.
• Rekurensi kejang lobus temporalis kontralateral.
• Hipermetabolisme lobus temporalis dan frontalis bilateral, lobus frontalis dan temporalis ipsilateral,
area temporalis lateralis.
• Penghentian benzodiazepin pada epilepsi menyebabkan delirium dan psikosis.
• Hiperaktivitas kortikal pasien disfungsi serebral bilateral dan predisposisi genetik kelainan psikiatrik
• Lebih sering berkaitan dengan kejang kompleks parsial yang berlanjut ke kejang generalisata.
• Studi Umbricht et al. menemukan fokus bitemporal sering terjadi
• Asosiasi kuat antara epilepsi parsial kompleks, terutama lobus temporal dengan psikosis post iktal.5

5. Devinsky O. Postictal psychosis: common, dangerous, and treatable. Epilepsy currents. 2008;208(2): 31-34
Patofisiologi psikosis inter iktal kronik 5

Mekanisme patogenik yang mungkin berhubungan dengan psikosis post iktal 5

5. Devinsky O. Postictal psychosis: common, dangerous, and treatable. Epilepsy currents. 2008;208(2): 31-34
DIAGNOSIS
• DSM-5 tidak memiliki diagnostik eksklusif kelainan mental terkait epilepsi.
• Psikosis post iktal berdasarkan hubungan psikosis dengan kejang epileptik:
1. Pre-iktal
2. Iktal
3. Post iktal: Keadaan psikotik “clouded” karena gangguan fungsi kortikal
4. Psikosis inter-iktal: Melibatkan limbik (aktivitas elektrikal abnormal, lesi)
5. Psikosis akibat pengobatan epilepsi: Setelah medikasi atau pembedahan.

Kriteria diagnosis Logsdail dan Toone


• Psikosis: Kombinasi fluktuatif gangguan pikiran, halusinasi auditori
dan visual, delusi (grandiose, religius, persekutorik), paranoia,
perubahan afek (mania atau depresi), agresi.
• Post iktal: halusinasi visual, delusi grandiose dan religius, pressured
speech > interiktal.
• Psikosis interiktal: Delusi persekutori, perseptual, referensial, halusinasi
auditori sering pada psikosis interiktal.

5. Devinsky O. Postictal psychosis: common, dangerous, and treatable. Epilepsy currents. 2008;208(2): 31-34
6. Whitson J, Agrawal N. Epilepsy and psychosis. In The Comorbidities of Epilepsy. Academic Press. 2019;315-342
7. Depkes R.I. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
8. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK Unikas Atmajaya; 2019. pp. 22-30, 53
GANGGUAN MENTAL ORGANIK (PPDGJ III)

• Berdasarkan bukti penyakit, cedera, rudapaksa otak, berakibat pada disfungsi otak primer atau sekunder.

• Sindrom klinis Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik (F06) :

• a) Penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit sistemik berhubungan dengan salah satu sindrom

mental

• b) Adanya hubungan waktu (minggu atau bulan) antara perkembangan penyakit yang mendasarinya dengan

timbulnya sindrom mental

• c) Kesembuhan dari gangguan jiwa setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang diduga mendasarinya

• d) Tidak ada bukti penyebab alternatif dari sindrom mental (riwayat keluarga atau stres yang mempercepat)

(a) dan (b) membenarkan diagnosis sementara, bila keempat hal terpenuhi, kepastian diagnosis lebih bermakna.

Tak termasuk: gangguan mental yang berhubungan dengan delirium (F05.-)

gangguan mental yang berhubungan dengan demensia (F00 – F03)

7. Depkes R.I. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
8. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK Unikas Atmajaya; 2019. pp. 22-30, 53
Gangguan Waham Organik (F06.2)

• Didominasi oleh waham menetap atau berulang +/- halusinasi.

• Waham bizar, halusinasi, atau gangguan alam pikiran mungkin ada.

Pedoman Diagnostik (PPDGJ III)

• Kriteria umum penyebab organik harus dipenuhi.

• Harus ada waham (kejar, tubuh yang berubah, cemburu, penyakit, atau kematian diri atau orang lain).

• Halusinasi, gangguan alam pikiran, atau fenomena katatonik mungkin ada.

• Kesadaran dan daya ingat harus tak terganggu.

Termasuk: keadaan organik paranoid dan paranoid-halusinatorik

psikosis lir-skizofrenia pada epilepsi

Tak termasuk: gangguan psikotik akut dan sementara (F23.-)

gangguan psikotik akibat obat (F1x.5)

gangguan waham menetap (F22.-)


7. Depkes R.I. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
8. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK Unikas Atmajaya; 2019. pp. 22-30, 53
skizofrenia (F20.-)
DIAGNOSIS

• Identifikasi faktor provokatif dan mendiagnosis kejang:

• Pemeriksaan laboratorium rutin dan skrining toksin

• Tes neurodiagnosis digunakan: EEG kepala (sensitivitas 29 – 55%).

• EEG rutin sering normal dan harus diulang: Dengan manuver provokatif
(stimulasi photic, hiperventilasi, sleep deprived EEG) MRI Coronal T2-weighted (kiri) dan FLAIR (kanan)
menunjukkan sklerosis temporalis mesial kanan, sinyal
• CT scan dan MRI lebih tepat melihat fokus kejang. tinggi mengindikasikan gliosis.3

• Kandidat pembedahan: EEG invasif, SPECT scan, PET scan.

• PET scan: Hipermetabolisme interiktal fokus kejang, menilai keadaan


sebelum pembedahan.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
DIAGNOSIS BANDING
Halusinosis Gangguan Suasana Perasaan Gangguan Psikotik Akut dan Sementara (F23)
Organik (F06.0) Mood/Afektif Organik (F06.3)

• Halusinasi • Perubahan mood atau afek, a. Onset akut (2 minggu)


menetap berulang penyebab langsung b. Sindrom khas: Keadaan beraneka ragam, berubah cepat (polimorfik),
(visual, auditorik) gangguan serebral atau fisik gejala-gejala skizofrenik khas.
lain.
• Kesadaran penuh c. Adanya stres akut : Kira-kira 2 minggu sesudah ≥1 kejadian yang
• Gangguan afektif mengikuti menekan bagi kebanyakan orang dalam situasi dan lingkungan budaya yang
• Waham mungkin faktor organik, bukan respon sama.
• Daya tilikan utuh. emosional.
Kesedihan, kehilangan mitra atau pekerjaan tak terduga, perceraian, trauma
• Tak termasuk: psikologis karena peperangan, terorisme, penyiksaan.
gangguan mood atau afek Masalah berkepanjangan tidak boleh dimasukkan
nonorganik atau YTT (F30-F39)
d. Kesembuhan dalam 2-3 bulan, sering kali minggu atau hari.
gangguan afektif hemisferik
kanan (F07.8) Hanya sedikit yang menjadi keadaan menetap dan berhendaya.
• Pedoman Diagnostik
Tanpa gangguan memenuhi kriteria episode manik (F30.-) depresif (F32.-).
Tanpa penyebab organik, atau intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Kriteria 48 jam dan 2 minggu sebagai jangka waktu gejala-gejala psikotik
menjadi nyata dan mengganggu aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

7. Depkes R.I. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
8. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK Unikas Atmajaya; 2019. pp. 22-30, 53
TATA LAKSANA

• Pengobatan kejang pada beberapa kasus mengurangi psikosis peri-iktal, depresi, atau gangguan perilaku.

• Pertimbangan: Efek perilaku yang diakibatkan oleh obat antiepileptik.

• Karbamazepin dan valproat: Efek antimanik dan sedikit efek antidepresan, efikasi sebagai profilaksis episode manik.

• Karbamazepin dan valproat memperbaiki perilaku agresif.

• Karbamazepin dan etosuksimid menurunkan mood swing.

• Lamotrigin mencegah rekurensi episode depresif pada bipolar.

• Klonazepam, selain ansiolitik, juga suplemen terapi antimanik.

• Gabapentin dan pregabalin menurunkan ansietas, memperbaiki keadaan epilepsi.

• Perubahan ensefalopatik dapat terjadi pada level toksik dari semua obat antiepilepsi.

• Barbiturat memicu depresi, ide bunuh diri, sedasi, psikomotor lambat, hiperaktivitas paradoksikal pada usia sangat muda atau tua.

• Levetirasetam mungkin menyebabkan iritabilitas dan agresif.

• Gabapentin memicu perilaku agresif atau hipomania, dan vigabatrin (Sabril) memicu depresi.

3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
PENGOBATAN ANTIPSIKOTIK

• Generasi pertama (FGAP) dan generasi kedua (SGAP). Efek samping SGAP (ekstrapiramidal, diskinesia tardif) < FGAP.

• Lebih efektif pada gejala positif dibandingkan gejala negatif

• World Federation of Biological Psychiatry (WFSBP): Olanzapin, quetiapin atau risperidon sebagai lini pertama.

• Trial minimal 2 minggu. WFSBP: Pengobatan minimal 1 tahun pada episode pertama psikosis, maintenance 2 – 5 tahun episode multipel.

• Di luar epilepsi, benzodiazepin bukanlah pilihan untuk antipsikotik.

• Lithium terkadang sebagai augmentasi skizofrenia refrakter pengobatan, tetapi bukti efikasi rendah

• Studi-studi case report: Haloperidol, risperidon, paliperidone, aripiprazol jarang memicu kejang dibandingkan clozapin, olanzapin, quetiapin, chlorpromazin, thioridazin,

perphenazin.

6. Whitson J, Agrawal N. Epilepsy and psychosis. In The Comorbidities of Epilepsy. Academic Press. 2019;315-342
9. Agrawal N, Mula M. Treatment of psychoses in patients with epilepsy: an update. Therapeutic Advances in Psychopharmacology. 2019;9
10. Galletly C, et al. Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists clinical practice guidelines for the management of schizophrenia and related disorders. Australian & New Zealand Journal of
Psychiatry. 2016;50(5): 410-472.
6. Whitson J, Agrawal N. Epilepsy and psychosis. In The Comorbidities of Epilepsy. Academic Press. 2019;315-342
9. Agrawal N, Mula M. Treatment of psychoses in patients with epilepsy: an update. Therapeutic Advances in Psychopharmacology. 2019;9
Dosis antipsikotik oral. (a) dosis mungkin tidak dapat ditoleransi beberapa orang (b) dosis lebih rendah direkomendasikan pada gangguan ginjal (c)
tidak makan dan minum selama 10 menit post dosis (d) generasi pertama antipsikotik (e) dosis lebih tinggi boleh digunakan tetapi tidak umum
direkomendasikan karena resiko efek ekstrapiramidal (f) bersamaan dengan makanan 10

10. Galletly C, et al. Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists clinical practice guidelines for the management of schizophrenia and related disorders. Australian & New Zealand Journal of
Psychiatry. 2016;50(5): 410-472.
PROGNOSIS
•Kebanyakan epilepsi memiliki prognosis baik: Dapat dikontrol OAE, beberapa biasanya hilang saat dewasa.
•Kebanyakan pasien epilepsi tidak mengalami gangguan psikiatri
•Gangguan psikiatri jika kejang bertahun-tahun dan tidak terkontrol.
•Gangguan perilaku: OAE atau pembedahan menghilangkan agresi dan impulsivitas, tidak berpengaruh pada
psikosis dan perilaku bunuh diri.3
•Psikosis post iktal biasanya self limited.
•Umumnya psikosis post iktal respon benzodiazepin dan/atau obat antipsikotik atipikal dosis rendah.
•Studi longitudinal: setengah dari kasus psikosis post iktal rekuren, 15 – 20% menjadi psikosis interiktal kronik,
membutuhkan antipsikotik berkepanjangan.12
•Studi-studi menemukan perkembangan menjadi psikosis interiktal berkisar antara 13 – 39%. 13

12. Regala J, et al. Postictal Psychosis: Case Report and Literature Review. Case Reports in Psychiatry. 2023
13. Trimble M, et al. Postictal psychosis. Epilepsy & Behavior. 2010;19(2):159-161
ANALISA KASUS
• Gangguan Mental Lainnya Akibat Kerusakan Dan Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik (F06)

• DSM V: Psychotic Disorder Due to Another Medical Condition (F06): Dengan delusi (F06.2), Dengan halusinasi (F06.0)

• Psikosis post iktal sesuai kriteria diagnosis oleh Logsdail dan Toone

• Gangguan default mode network, central executive network, salience network pada skizofrenia

• Lobus frontotemporal karena gangguan default mode network -> halusinasi visual, emosional positif, agresivitas.

• Central executive network di korteks prefrontal dan lobus parietalis: pertimbangan, pengambilan keputusan -> Tidak mampu mempertimbangkan akibat

perilakunya.

• Salience (Anterior cingulate cortex, insula anterior, presupplementary motor areas, amigdala, hipotalamus, ventral striatum, talamus, girus

parahipokampal, lobus olfaktorius, VTA): Proses emosi, reward, motivasi limbik. -> moral reasoning dan regulasi emosi.

• Fungsi eksekutif terkait input dari korteks prefrontal (kontrol impuls, emosi, berpikir fleksibel, memori kerja, organisasi, task initiation, perencanaan&prioritas, self

monitoring): Gangguan kontrol emosi dan kontrol impuls -> ganglia basalis.

• Neuron ganglia basalis dorsal tier berhubungan dengan skizofrenia.


Dopaminergic Pathway:
1. Mesolimbik: (Skizofrenia, ADHD, addiksi)
Dopamin dari VTA (midbrain) -> ventral striatum (nukleus akumbens, tuberkel
olfaktorium):
Reward: Incentive salience (wanting), pleasure (liking), positive reinforcement
2. Mesokortikal: (ADHD, addiksi, skizofrenia)
Dopamin dari VTA -> korteks prefrontal
Fungsi eksekutif
3. Nigostriatal (Addiksi, chorea, penyakit Huntington, skizofrenia, ADHD, Tourette
syndrome, penyakit Parkinson)
Zona kompakta substansia nigra (midbrain) -> nukleus kaudatus, putamen (dorsal
striatum)
Motorik, reward
4. Tuberoinfundibular : Hiperprolaktinemia
Dopamin dari hipotalamus -> pituitari

14. Xu H., et al. The interplay of dopamine metabolism abnormalities and mitochondrial defects in the pathogenesis of schizophrenia. Translational
psychiatry. 2021;12(1): 464.
DAFTAR PUSTAKA
1. Braatz V., et al. Postictal psychosis in epilepsy: A Clinicogenetic study. Annals of neurology. 2021;90(3): 464-476.
2. Clancy MJ., et al. The prevalence of psychosis in epilepsy; a systematic review and meta-analysis. BMC psychiatr. 2014;14:1-9.
3. Hodo DW. Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. American Journal of Psychiatry. 2017;163(8)
4. Sone D. Neurobiological mechanisms of psychosis in epilepsy: Findings from neuroimaging studies. Frontiers in Psychiatry. 2022;13
5. Devinsky O. Postictal psychosis: common, dangerous, and treatable. Epilepsy currents. 2008;208(2): 31-34
6. Whitson J, Agrawal N. Epilepsy and psychosis. In The Comorbidities of Epilepsy. Academic Press. 2019;315-342
7. Depkes R.I. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993
8. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran FK Unikas Atmajaya;
2019. pp. 22-30, 53
9. Agrawal N, Mula M. Treatment of psychoses in patients with epilepsy: an update. Therapeutic Advances in Psychopharmacology. 2019;9
10. Galletly C, et al. Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrists clinical practice guidelines for the management of schizophrenia and
related disorders. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry. 2016;50(5): 410-472.
11. Centers for Medicare & Medicaid Services. (2015). Atypical Antipsychotics: U.S. Food and Drug Administration-Approved Indications and Dosages
for Use in Adults. Diunduh dari:
https://www.cms.gov/medicare-medicaid-coordination/fraud-prevention/medicaid-integrity-education/pharmacy-education-materials/downloads/atyp-
antipsych-adult-dosingchart11-14.pdf
. [28 April 2024]
12. Regala J, et al. Postictal Psychosis: Case Report and Literature Review. Case Reports in Psychiatry. 2023
13. Trimble M, et al. Postictal psychosis. Epilepsy & Behavior. 2010;19(2):159-161
14. Xu H., et al. The interplay of dopamine metabolism abnormalities and mitochondrial defects in the pathogenesis of schizophrenia . Translational
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai