Anda di halaman 1dari 4

OPTIMASI BIODIESEL PADA MINYAK JELANTAH

Ainur Rohmah, Moch. Fajar Rizki, Raffty Setya Anindya, Rizky Widyastari, Shofia Fitriani Sanusi Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jalan Ir Haji Juanda, 15412, Indonesia

Abstrak Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri juga meningkat seiring meningkatnya pembangunan. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai sebagai alternative bagi bahan bakar dari mesin diesel. Metode yang dilakukan untuk pembuatan metil ester (biodiesel) dalam penelitian ini adalah esterifikasi kemudian dilanjutkan dengan transesterifikasi. tujuan proses esterifikasi dalam penelitian ini adalah untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester. Setelah esterifikasi, dilanjutkan dengan transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel) dengan menambahkan NaOH 5N sebanyak 1 gram sebagai penetral dan katalis menggunakan methanol 100 ml sebagai solvent. Pada praktikum ini hasil yang didapatkan, yaitu: kadar air biodisel sebesar 0%, karena gliserol yang dihasilkan terlalu besar dan padat, dan dengan menggunakan temperatur 60 0C selama satu jam. Dalam praktikum ini dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan biodiesel dengan menggunakan katalis NaOH gagal hal ini dikarenakan ketidak konstan-an saat dilakukannya pengadukan.

Pendahuluan Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak yang belum digunakan maupun minyak bekas dari penggorengan dan melalui proses transesterifikasi.Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk motor diesel, dan apat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BBX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal dengan nama B10, (Erliza, dkk, 2007:8). Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi (95%). Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu

triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8 C24). Komposisi asam lemak dalam minyak nabati menentukan sifat fisik kimia minyak, (Erliza, dkk, 2007: 11). Minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan untuk menggoreng. Dengan meningkatkan produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan minyak jelantah kian hari kian melimpah, (Erliza, dkk, 2007: 25). Penggunaan minyak goreng secara berulang akan mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak karena adanya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Akibat pemanasan yang berulangulang serta reaksi oksidasi yang terjadi di dalam minyak, minyak jelantah dapat mengandung senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida. Senyawa-senyawa radikal tersebut bersifat karsinogenik, oleh karena itu pemakaian minyak goreng yang berkelanjutan dapat mengganggu kesehatan manusia. Bila tak digunakan kembali, minyak jelantah biasanya dibuang begitu saja ke saluran pembuangan. Limbah yang terbuang ke pipa pembuangan dapat menyumbat pipa pembuangan karena pada suhu rendah minyak maupun lemak akan membeku dan mengganggu jalannya air pada saluran pembuangan. Minyak ataupun lemak yang mencemari perairan juga dapat mengganggu ekosistem perairan karena dapat menghalangi masuknya sinar matahari yang sangat dibutuhkan oleh biota perairan. Oleh karena itu diperlukan solusi untuk memanfaatkan limbah minyak goreng bekas, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat

menyerupai minyak diesel/solar. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa terjadi perubahan pada mesin diesel. Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel tradisional (berasal dari fosil), biodiesel lebih ramah lingkungan karena emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan petrodiesel, bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, angka setana (cetane number) berkisar antara 57-62, sehingga efisiensi pembakaran lebih baik. Selain itu, sifat biodiesel yang dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan yang baik pada piston, serta merupakan sumber energi yang terbaharui (renewable energy) memberikan keuntungan yang lebih dari penggunaan biodiesel (Oberlin Sidjabat 2003: 2). Beberapa peneliti menyatakan bahwa viskositas minyak nabati lebih tinggi dibandingkan minyak solar, hal tersebut menyebabkan minyak nabati tidak cocok bila digunakan langsung pada mesin diesel. Untuk itu agar viskositas minyak nabati sama dengan viskositas minyak solar, maka harus dilakukan pengubahan minyak nabati menjadi senyawa monoalkil ester melalui proses transesterifikasi. Transesterifikasi merupakan reaksi organik dimana suatu senyawa ester diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alcohol dari ester dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Sedikit berbeda dengan reaksi hidrolisis, pada reaksi transesterifikasi pereaksi yang digunakan bukan air melainkan alkohol. Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya yang lebih murah dibandingkan alkohol lain. Namun penggunaan alkohol lain

seperti etanol dapat menghasilkan hasil yang serupa (Fitria Yulistika 2006: 20). Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbedabeda sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas dan trigliserida dalam minyak menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol.

Hasil dan Pembahasan Minyak Jelantah = 100,02 gram Metanol NaOH = 100 ml = 2 gram

Biodiesel yang dihasilkan = 0 ml Pada praktikum ini, biodiesel dibuat menggunakan katalis NaOH 1 N dengan pelarut metanol. Dari hasil percobaan biodiesel yang dihasilkan yaitu 0 ml, yang terbentuk menjadi dua lapisan, dengan lapisan bawah gliserol dan lapisan atas berupa biodiesel (ester alkil). Namun pada bagian atas lapisan mengeras seperti agaragar berwarna keputihan , sehingga tidak ada biodiesel yang dihasilkan. Biodiesel ini kemudian dipanaskan kembali dengan tujuan agar lapisan yang mengeras dapat mencair kembali sehingga dapat dipisahkan kembali untuk diambil biodieselnya. Setelah satu hari, ternyata lapisan bagian atas biodiesel kembali mengeras. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah minyak yang digunakan, karena pada beberapa jenis minyak dapat menggumpal pada temperatur tertentu, yang kedua tidak konstannya laju pengadukkan, dan yang terakhir adalah katalis NaOH tidak efektif mempercepat reaksi biodiesel. Kesimpulan Biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah dengan katalis NaOH adalah sebanyak 0 mL hal ini disebabkan: 1. Minyak yang menggumpal pada tertentu digunakan temperatur

Metode penelitian Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker gelas, corong pisah, stirer, hot plate, batang pengaduk dan termometer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah minyak jelantah dan katalis NaOH.

Prosedur Penelitian NaOH dilarutkan dengan 50 mL metanol. Lalu 200 m l minyak jelantah dipanaskan sampai suhu 60 0C. Kemdian diaduk. Reaksi dibiarkan selama 30 menit, suhu dijaga agar tetap konstan. Setelah itu, hasil reaksi dimasukkan kedalam corong pemisah, dibiarkan sampai terjadi pemisahan yang sempurna. Lapisan ata (biodiesel) dan bawah adalah gliserol. Kemudian volume biodiesel yang dihasilkan (ml), uji densitas yang dihasilkan.

2. Tidak konstannya pengadukkan

laju

3. Katalis NaOH tidak efektif mempercepat reaksi biodiesel

Daftar Pustaka Setiawati, Evy. 2012. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN TEKNIK MIKROFILTRASI DAN TRANSESTERIFIKASI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR MESIN DIESEL. Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 2, 2012, Hal. 117-127. http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/19 /biodiesel-423260.html http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel

Anda mungkin juga menyukai