Anda di halaman 1dari 7

Fenomena Rambut Gondrong di Kalangan Mahasiswa

Seni dan Sastra


Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas izin-Nyalah, kami
kelompok 3, dapat melaksakan penelitian, sebagai salah satu pemenuhan nilai tugas Mata
Kuliah Sosiologi Antropologi ini tepat pada waktunya.
Adapun Isi dari laporan yang kami buat ini adalah mengenai Fenomena Rambut
Gondrong di Kalangan Mahasiswa Seni dan Sastra yang kami lakukan pada tanggal 11
Oktober 2013 s/d 16 Oktober 2013, dengan narasumber beberapa mahasiswa yang aktif
berkecimpung dalam bidang seni dan sastra di lingkup Universitas Pendidikan Indonesia.
Tiada gading yang tak retak. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
melakukan baik penelitian maupun dalam penyelesaian laporan ini. Kritik dan saran yang
bersifat membangun tentu sangat kami harapkan demi kemajuan kami di masa yang akan
datang.

Wassalamualaikum Wr. Wb.














KELOMPOK 3


Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Dewasa kini sering kita temukan dalam kehidupan sehari hari orang orang
berjenis kelamin laki laki yang sengaja membiarkan rambutnya memanjang. Meski kita
tahu, rambut panjang biasanya dimiliki oleh orang orang berjenis kelamin perempuan.
Fenomena ini sudah ditangkap masyarakat dan dianggap bukan sesuatu yang asing.
Namun di balik itu semua, terdapat aspek sosiologi yang melekat yaitu Labelling yang
berarti pemberian julukan, cap atau merek yang diberikan masyarakat kepada seseorang.
Dalam kasus ini, masyarakat sering melabel bahwa orang yang berjenis kelamin laki laki
dan berambut panjang atau gondrong adalah orang yang berkecimpung dalam bidang seni
atau sastra.
Tentu saja, labelling yang dilakukan oleh masyarakat bukan tanpa sebab, maka dari
itu kami ingin mencari informasi terkait fenomena yang telah disebutkan dengan lebih
mempersempit lingkup penelitian melalui mahasiswa seni dan sastra di UPI.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa mahasiswa berambut gondrong identik dengan anak seni dan sastra?
2. Mengapa mahasiswa seni dan sastra memilih untuk berambut gondrong?

C. Hipotesis
Kebanyakan mahasiswa seni dan sastra berambut gondrong karena mereka merasa
bahwa itu adalah cara mereka untuk menyaluran seni pada diri sendiri. Selain itu didukung
oleh lingkungan kampus atau lingkungan senii yang selama ini menjadi tempat mereka
bersosialisasi.
Rambut gondrong dikatakan pula sebagai identitas seorang seniman atau sastrawan
walau tidak semuanya menerapkan hal ini.

D. Tujuan Penelitian
a. Memenuhi tugas mata kuliah sosiologi antropologi.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai fenomena rambut grondrong di kalangan
mahasiswa.
c. Lebih memahami mengenai labelling yang terjadi di kehidupan sehari hari.
d. Menjalin komunikasi yang baik antara mahasiswa Psikologi dan mahasiswa Seni dan Sastra
UPI.



BAB II
Kajian Pustaka
Teori Penjulukan (Labelling Theory) dari Howard Becker
Fenomena penjulukan terhadap kelompok dalam masyarakat sudah lama menjadi
fokus pengamatan Sosiologi. Kajian tentang penjulukan banyak dilakukan terhadap
kelompok atau orang yang memiliki perilaku menyimpang ketika mereka berinteraksi
dengan masyarakat yang telah memiliki standar norma atau aturan tertentu atau interaski
antara kelompok/orang deviant dengan non deviant.
Teori Penjulukan menekankan pada pentingnya melihat deviant dari sudut pandang
individu yang devian. Seseorang yang dikatakan menyimpang dan ia mendapatkan perilaku
devian tersebut, sedikit banyak akan mengalami stigma, dan jika itu dilakukan secara terus
menerus dirinya akan menerima atau terbiasa dengan sebutan itu (nubuat yang dipenuhi
sendiri). Menurut Howard Becker (1963), kelompok sosial menciptakan penyimpangan
melalui pembuatan aturan dan menerapkan terhadap orang-orang yang melawan aturan
untuk kemudian menjulukinya sebagai bagian dari outgrup mereka.
Teori penjulukan memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan
merupakan perlawanan terhadap norma, tetapi berbagai perilaku yang berhasil
didefinisikan atau dijuluki menyimpang. Deviant atau penyimpangan tidak inheren dalam
tindakan itu sendiri tetapi merupakan respon terhadap orang lain dalam bertindak,
penyimpangan dikatakan ada dalam mata yang melihat.
Proposisi kedua, penjulukan itu sendiri menghasilkan atau memperkuat
penyimpangan. Respon orang-orang yang menyimpang terhadap reaksi sosial menghasilkan
penyimpangan sekunderyang mana mereka mendapatkan citra diri atau definisi diri (self-
image or self definition) sebagai seseorang yang secara permanen terkunci dengan peran
orang yang menyimpang. Penyimpangan merupakan outcomeatau akibat dari kesalahan
sosial dan penggunaan kontrol sosial.
Ada dua konsep lain yang menarik dalam Teori Penjulukan:

1. Master Status
Teori penjulukan memiliki label dominant yang mengarah pada suatu keadaan yang
disebut dengan Master Status. Maknanya adalah sebuah label yang dikenakan (Dikaitkan)
yang biasanya terlihat sebagai karakteristik yang lebih atau paling panting atau menonjol
dari pada aspek lainnya pada orang yang bersngkutan.
Bagi sebagian orang julukan penyimpangan telah diterakan, atau yang biasa disebut
dengan konsep diri, mereka menerima dirinya sebagai penyimpang. Bagaimnapun hal ini
akan membuat keterbatasan bagi perilaku para penyimpang selanjutnya di mana mereka
akan bertindak.
Bagi para penyimpang sebutan tersebut menjadi menyulitkan, mereka akan mulai
bertindak selaras dengan sebutan itu. Dampaknya mungkin keluarga, teman, atau
lingkungannya tidak mau lagi bergabung dengan yang bersangkutan. Dengan kata lain orang
akan mengalami stigma sebagai penyimpang/menyimpang dengan berbagai
konsekwensinya, ia akan dikeluarkan dari kontak dan hubungan-hubungan yang yang ada
(konvensional). Kondisi seperti ini akan sangat menyulitkan yang bersangkutan untuk
menata identitasnya dari seseorang yang bukan deviant. Akibatnya, ia akan mencoba
malihat dirinya secara mendasar sebagai criminal, terutama sekarang ia mengetahui orang
lain memanggilnya sebagai jahat.
Melewati rentang waktu yang panjang di mana orang memperlakukannya sebagai
kriminal dalam berbagai hal dan ia mungkin akan kehilangan dan tidak akan mendapatkan
pekerjaan. Bahkan mungkin lama kelamaan akan mempercayai bahwa kejahatan adalah
jalan hidupnya, dan ia akan membangun keoneksinya dengan orang-orang yang memiliki
nasib yang sama dan menciptakan subkulturnya yag baru. Sekarang ia menjadi deviant
career.

2. Deviant Career
Konsep Deviant Career mengacu kepada sebuah tahapan ketika sipelanggar aturan
(penyimpang) memasuki atau telah menjadi devian secara penuh (outsider). Kai T. Erikson
dalam Becker (9 Januari 2005) menyatakan bahwa penyimpangan bukanlah suatu bentuk
periaku inheren, tetapi merupakan pemberian dari anggota lingkungan yang mengetahui
dan menyaksikan tindakan mereka baik langsung maupun tidak langsung.



BAB III
Metode Penelitian
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
(qualitative research). Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada penggunaan
metode studi kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba (Sayekti Pujosuwarno, 1992: 34)
yang menyebutkan bahwa pendekatan kualitatif dapat juga disebut dengan case study ataupun
qualitative, yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan subjek penelitian. Dengan keuntungan :
1. Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami
pembaca kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti
dan responden.

B. Langkah Penelitian
1. Tahap pra lapangan
Peneliti mencari subjek yang dapat dijadikan narasumber dan dalam kasus ini adalah
mahasiswa Seni dan Sastra. Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan
penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang digunakan dalam melakukan
penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Dalam tahap ini, peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber tersebut.

3. Tahap Analisis data
Dalam tahap ini, peneliti melakukan analisis pada data, untuk mendapatkan sebuah
kesimpulan.

4. Tahap Pelaporan
Penyelesaian dari segala tahap. Dan bertujuan untuk menyajikan data data yang
sudah dikumpulkan lalu dianalisis.

C. Subjek Penelitian
Melihat keterbatasan peneliti dan pendekatan penelitian yang digunakan, maka subyek
penelitian ditentukan berdasarkan ciri dan karakteristik tertentu. Adapun ciri dan karekteristik
yang digunakan yaitu:
1. Mahasiswa aktif berjenis kelamin laki laki dan berambut gondrong
2. Mahasiswa aktif seni dan sastra


D. Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin yaitu cara mengajukan pertanyaan yang
dikemukakan bebas, artinya pertanyaan tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang
masalah-masalah pokok dalam penelitian kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan
kondisi di lapangan (Sutrisno Hadi, 1994: 207). Dalam melakukan wawancara ini,
pewawancara membawa pedoman yang hanya berisi garis besar tentang hal-hal yang akan
ditanyakan.

2. Observasi
Penelitian ini menggunakan jenis observasi non partisipan dimana peneliti tidak ikut
serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang subjek lakukan, tetapi observasi dilakukan pada
saat wawancara.

Fenomena Rambut Gondrong di Kalangan
Mahasiswa Seni dan Sastra












Disusun Oleh :
Fajar Shoddiq
M. Fadillah Rizal
Raden Wahyu Zakia F.
Galiesta Intan S.
Vina Sita Ramayanti

Jurusan Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Unversitas Pendidikan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai