Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN


VAKSIN MENINGITIS
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Agama

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Aini Zulalina
Khayun Wismantara
Pratama Ady Putra
Sri Lestari
Nur Rofikoh Bil Karomah
Diah Retnani

( P1337420114051 )
( P1337420114053 )
( P1337420114055 )
( P1337420114057 )
( P1337420114059 )
( P1337420114061 )

Reguler B

JURUSAN DIII KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG
2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami

dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Semarang , 7 April 2015

Penulis

LEMBAR PENGESAHAN
Makalah dengan judul Pandangan Ialam Dalam Pengunaan Vaksin Meningitis
ini telah disetujui dan disahkan pada
Hari
:
Tanggal :
Tempat
: POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN

KESEHATAN

SEMARANAG

Mengetahui,
Dosen Pengampu
Nur Aksin, S,Ag.,MSI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan..................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian vaksin meningitis..............................................................................4
B. Hukum mengenai vaksin meningitis...................................................................5
C. Hukum vaksin meningitis jika mengandung enzim babi..................................10
D. Hukum vaksin meningitis jika tidak mengandung enzim babi.........................12
E. Analisis..............................................................................................................13
3

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................................15
B. Saran..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Vaksin meningitis adalah vaksin yang disuntikkan kepada para Jemaah haji
yang hendak melaksanakan ibadah haji dengan tujuan mencegah penularan
meningitis meningokokus.
Sedangkan meningitis itu sendiri merupakan penyakit radang selaput
otak.Penyakit ini terjadi pada meningen, yaitu selaput (membran) yang melapisi
otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri, ataupun jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan
berpindah ke dalam cairan otak.Banyak ahli kesehatan berpendapat penyebab
penyakit meningitis adalah virus yang umumnya tidak berbahaya dan akan pulih
tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik.
Namun meningitis yang disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi
serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan

belajar,

bahkan

bisa

menyebabkan

kematian.Sedangkan

meningitis

yang

disebabkan oleh jamur sangat jarang.Jenis ini umumnya dideritaoleh orang yang
daya tahan tubuhnya menurun seperti pada penderita HumanImmunodeficieny
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS).
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya
Streptococcus pneumoniae (pneumonoccus).Bakteri ini yang paling umum
menyebabkan meningitis pada bayi atau anak-anak.Jenis bakteri ini juga yang bisa
menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).Bakteri lainnya
adalah jenis Neisseria meningitidis (meningococcus).Bakteri inimerupakan
penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumenie.Meningitis terjadi
akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya
masuk ke dalam peredaran darah.
Selain itu, meningitis dapat disebabkan oleh virus, ditularkan melalui batuk,
bersin, ciuman, sharingmakan atau sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan
merokok bergantian dalam satu batangnya.Penularan meningitis kerap terjadi,
termasuk dalam pelaksanaan ibadah haji. Dalam pelaksanaan ibadah haji pada
tahun 2000 lalu, sebanyak 14 orang jemaah haji Indonesia tertular penyakit ini.
Sebanyak 6 orang dari 14 penderita meningitis tersebut meninggal di Arab Saudi
dengan penyebab kematian meningitis meningokokus serogrup W-135.Angka
tersebut bertambah pada tahun 2001 menjadi 18 penderita dan enam di antaranya
meninggal di Arab Saudi.4.
Arab

Saudi

memang

dikenal

sebagai

negara

endemik

penyakit

meningitis.Maka, untuk melindungi jemaah haji atau umrah dari kemungkinan


tertular dan menularkan meningitis kepada orang lain, maka jemaah tersebut perlu
divaksinasi meningitis.Sejak tahun 2002, Kementerian Kerajaan Arab Saudi telah
mengharuskan negara yang mengirimkan jemaah haji untuk diberikan vaksinasi
meningitis meningokokus dan menjadikannya syarat pokok dalam pemberian visa
haji dan umrah.
Kebijakan tersebut diperbaharui dengan Nota Diplomatik Kedubes Kerajaan
Saudi Arabia di Jakarta No 211/94/71/577 tanggal 1 Juni 2006 yang ditujukan
kepada Departemen Luar Negeri tanggal 7 Juni 2006. Isinya memastikan suntik
meningitis vaksinasi meningitis meningokokus ACYW 135 bagi semua jemaah

haji, umrah, dan tenaga kerja wanita atau tenaga kerja Indonesia yang akan masuk
ke Arab Saudi. Yang menjadi persoalan, kontroversi tajam kemudian muncul
seputarvaksin ini setelah adanya pernyataan vaksin ini mengandung enzim
babi.Kontroversi ini melibatkan berbagai pihak yang terlibat penyelenggaraan haji
baik langsung atau tidak, seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Ulama
Indonesia, Departemen Agama, Departemen Kesehatan, dan AMPHURI (Asosiasi
Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), produsen vaksin, dan
calon jemaah haji.
Kontroversi ini berawal dari pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia
Sumatera Selatan K.H. Sodikun, 24 April 2009, yang menyatakan bahwa penelitian
Lembaga Pengawasan Penelitian Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM MUI) Sumatera Selatan dan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang

menemukan

kandungan

enzim

babi

pada

vaksin

meningitis

meningokokus ACWY 135.5 Pada Rabu, 20 Mei 2009, berlangsung pertemuan


antara produsen vaksin, yaitu GSK (Glaxo Smith Kline) di hadapan berbagai pihak.
Dalam pertemuan itu terungkap bahwa meski pada hasil akhirnya vaksin meningitis
itu tidak lagi mengandung enzim babi, namun dalam prosesnya masih
menggunakan enzim babi. Kesimpulan ini sejalan dengan penjelasan Ketua Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Husniah Rubiana Thamrin , yang pernah
menyatakan bahwa tidak ad kandungan babi dalam vaksin karena penggunaan
enzim hanya untuk proses pemisahan bahan vaksin dari media.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah sebelumnya Majelis Ulama
Indonesia Pusat mengeluarkan fatwa keharaman vaksin itu pada tanggal 8 Mei
2009 yang lalu.Melalui salah seorang ketuanya, K.H. Umar Shihab, komisi fatwa
Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan bahwa haram hukumnya menggunakan
vaksin yang mengandung babi.Akan tetapi, karena tidak adavaksin yang lain,
Majelis Ulama Indonesia menetapkan penggunaan vaksin tersebut boleh dilakukan
karena keadaan darurat. Dalam hal ini yang menjadi perhatian penulis adalah
bagaimana penggunaan vaksin meningitis bagi calon jemaah haji menurut hukum
Islam dan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan serta tanggung
jawab dinas kesehatan kota Bandung dalam hal pemberian vaksin meningitis yang
mengandung unsur babi dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh Majelis Ulama

Indonesia dalam pemecahan masalah tersebut sehubungan status hukum


penggunaan vaksin meningitis tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud vaksin meningitis ?
2. Bagaimana hukum islam mengenai vaksin meningitis ?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas dalam pembuatan makalah

2.

ini bertujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai pengertian vaksin meningitis
Mengetahui dan memahami bagaimana vaksin meningitis menurut hukum islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Vaksin Meningitis
Vaksin meningitis adalah sejenis vaksin yang disuntikkan kedalam tubuh agar
tubuh kita kebal terhadap penyakit meningitis.Fungsi meningitis ini adalah sebagai
tameng dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria Meningitis.Banyak
ahli kesehatan berpendapat penyebab penyakit meningitis adalah virus yang
umumnya tidak berbahaya dan akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang
spesifik. Namun meningitis yang disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan
kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya
kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian.Sedangkan meningitis
yang disebabkan oleh jamur sangat jarang.Jenis ini umumnya diderita oleh orang
yang daya tahan tubuhnya menurun seperti pada penderita HIV/AIDS.
Faktor-faktor

pemicu

terjangkitnya

penyakit

meningitis

yaitu:

1. Daya tahan tubuh lemah.Tinggal ditempat yang padat.


2. Bergaul langsung dengan penderita atau kontak langsung melalui air ludah,
dahak, ingus dan debu.
Tanda-tanda dan gejala yang muncul yaitu;

a. Panas mendadak
b.Perut mual dan muntah
c. Bicara tidak menentu (mengigau)
d. Kaku kuduk
e. Sakit kepala
f. Demam
g.Sakit pada leher
Ada beberapa penjelasan dari hasil Audit Tim Auditor LPPOM MUI ke tiga
perusahaan tentang vaksin meningitis, yaitu :
a. Tim Auditor Glaxo Smith Kline Becham Pharmaceutical Belgium, yang
menyatakan antara lain bahwa dalam prosen produksi vaksin diperusahaan
ini pernah bersentuhan dengan bahan yang tercemar babi.
b. Tim auditor Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i, yang menyatakan antara
lain bahwa dalam proses produksi vaksin di perusahaan ini tidak
bersentuhan dengan babi atau bahan yang tercemar babi dan telah melalui
proses pencucian.
c. Tim auditor Zheijiang Tianyuan Bio Pharmaceutical Co.Ltd., yang
menyatakan antara lain bahwa dalam proses produksi vaksin diperusahaan
ini tidak bersentuhan dengan babi atau bahan yang tercemar babi dan telah
melalui proses pencucian.[6]

B.

Hukum Mengenai Vaksin Meningitis


Meningitis merupakan penyakit berbahaya dan menular yang disebabkan
oleh mikroorganisme, seperti virus atau bakteri, yang menyebar dalam darah dan
menyebabkan radang selaput otak sehingga membawa kerusakan kendali gerak,
pikiran bahkan kematian. Penyakit Meningitis atau radang selaput otak dan
sumsum tulang belakang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria Meningitis.
Bakteri Neisseria meningitis, bakteri ini sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian.
Komisi Fatwa MUI menetapkan fatwa tentang hukum penggunaan
Vaksin Meningitis prosuk dari ketiga produsen tersebut bagi jamaah Haji dan atau
Umrah, sebagai pedoman bagi pemerintah, umat Islam dan pihak-pihak lain yang
memerlukannya.

Dasar hukum yang di gunakan antara lain:


1. Firman Allah SWT, Q.S Al-Baqoroh:17



Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, da binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan
tetapi, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS.
)Al Baqarah: 173
2. Q.S.Al-Maidah:3








Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam biantang buas, kecuali yang
)sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan
)yang disembelih untuk behala (QS. Al Maidah : 3
3. Q.S.Al-Anam:145



Artinya:
Katakanlah Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau memakan itu bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi,
karena sesungguhnya semua itu kotor, atau bianatang yang disembelih atas

nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya)


sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.(QS. Al-Anam:
145)
4. Hadits-hadits Nabi SAW, antara lain:





Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar An Namari telah


menceritakan kepada kami Syu'bah dari Ziyad bin 'Ilaqah dari Usamah bin
Syarik ia berkata, "Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
dan para sahabatnya, dan seolah-olah di atas kepala mereka terdapat burung.
Aku kemudian mengucapkan salam dan duduk, lalu ada seorang Arab badui
datang dari arah ini dan ini, mereka lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah
boleh kami berobat?" Beliau menjawab: "Berobatlah, sesungguhnya Allah 'azza
wajalla tidak menciptakan penyakit melainkan menciptakan juga obatnya,
kecuali satu penyakit, yaitu pikun."
Sumber
: AbuDaud
Kitab
: Pengobatan
Bab
: Berobat
No. Hadist
: 3357






Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubadah Al Wasithi telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami
Isma'il bin 'Ayyasy dari Tsa'labah bin Muslim dari Abu Imran Al Anshari dari
Ummu Ad Darda dari Abu Ad Darda ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat,
dan menjadikan bagi setiap penyakit terdapat obatnya, maka berobatlah dan
jangan berobat dengan sesuatu yang haram!"
Sumber : Abu Daud
Kitab : Pengobatan

10

Bab : Obat-obatan yang dilarang


No. Hadist : 3376
5. Kaidah-kaidah tentang sad adzariah:
a. Pendapat para ulama, antara lain
Pendapat Imam al-Zuhri yang menegaskan ketidakbolehan berobat dengan
barang najis.
Imam Zuhri (w.124 H) berkata,Tidak halal meminum air seni manusia
karena suatu penyakit yang diderita, sebab itu adalah najis, Allah berfirman:
Dihalalkan bagimu yang baik-baik (suci) (QS.Al Maidah: 5).
Dan Ibnu Masud (w 32 H) berkata tentang sakar (meminum keras), Allah
tidak menjadikan obatmu pada suatu yang diharamkan atasmu
Pendapat Imam al-Nawawi yang menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak
diyakini kenajisan dan atau kesuciannya, maka ditetapkan hukum kesucian
sesuai hukum asalnya:Sesuatu yang tidak diyakini kenajisan dan
kesuciannya, dan pada umumnya hal seperti itu adalah najis (terkena najis),
maka status hukumnya ada dua pendapat; hal ini disebabkan terjadi
taarudh(pertentangan) antara status hukum asal (suci) dengan status hukum
yang zahir (umumnya terkena najis). Pendapat yang lebih kuat (azhar)
adalah (pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu tersebut adalah) suci
karena mengamalkan (memberlakukan) status hukum asal. Yang termasuk
seperti masalah ini adalah pakaian dan perabot peminum khamar (minuman
keras), pakaian jagal (juru potong hewan) dan anak-anak yang tidak
menjaga diri dari najis, lumpur jalanan yang tidak diyakini terkena najis
(dan ada kemungkinan terkena najis), kuburan yang diragukan pernah
digali, wadah milik orang kafir yang menyakini penggunaan najis sebagai
suatu ajaran agama seperti orang Majusi, serta pakaian orang Yahudi dan
Nasrani yang menekuni pembuatan khamar dan yang selalu bersentuhan
dengan babi.
b. Keterangan Menteri Kesehatan RI pada tanggal 9 Juli 2010
Menyatakan bahwa sampai saat ini kebijakan mewajibkan para pengunjung
Arab Saudi memakai vaksin meningitis masih tetap berlaku.
c. Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa pada tanggal 10 Juni 2010, 12 Juni
2010, 16Juni 2010, tanggal 22 Juni 2010, 24 Juni 2010, tanggal 30 Juni
2010, 9 Juli 2010 dan 16 Juli 2010, yang antara lain:

11

Bahwa produk vaksin yang dalam proses produksinya pernah


bersentuhan dengan bahan yang tercemar babi dinyatakan telah
memanfaatkan (intifa) babi.
Bahwa produk vaksin yang dalam proses produksinya tidak bersentuhan
dengan babi atau bahan yang tercemar babi tapi bersentuhan dengan
bahan najis selain babi dapat disucikan kembali.
Pencucian dalam produksi vaksin diperusahaan Novartis Vaccine and
Diagnotics S.r.i dan Zheijiang Tianyuan Bio Pharmaceutical Co. Ltd
dipandang telah memenuhi ketentuan pencucian secara syara (tathhir
syaraan)
Ketentuan Hukum:
1.Vaksin Mencevax ACW135Y hukumnya Haram.
2.Vaksin Menveo Meningococcal dan Vaksin Meningococcal hukumnya Halal.
3.Vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin meningitis yang Halal
4.Ketentuan dalam Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa
bagi orang yang melaksanakan haji wajib atau umrah wajib boleh
menggunakan vaksin meningitis

haram karena al-hajah (kebutuhan

mendesak) dinyatakan tidak berlaku lagi.


C. Hukum Vaksin Jika Mengandung Enzim Babi
Jika vaksin mengandung zat babi, maka hukum yang perlu diterapkan pada
fakta ini adalah hukum berobat (al-tadawi / al-mudaawah) dengan zat yang
najis.Sebab babi adalah zat yang najis.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya berobat dengan
suatu zat yang najis atau yang haram. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, [Beirut :
Darul Fikr], 1990, Juz I hal. 384). Dalam masalah ini paling tidak ada 3 (tiga)
pendapat :
1. Jumhur ulama mengharamkan berobat dengan zat yang najis atau yang haram,
kecuali dalam keadaan darurat. (Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz I hal. 492; AzZuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, [Damaskus : Darul Fikr],
1996, Juz IX hal. 662; Imam Syaukani, Nailul Authar, Juz XIII hal. 166).

12

2. Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama Syafiiyah
(bermazhab Syafii) menghukumi boleh (jawaz) berobat dengan zat-zat yang
najis. (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalih Al-Ahkam,
[Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah], 1999, Juz II hal. 6; Imam Ash-Shanani,
Subulus Salam, Juz VI hal. 100).
3. Sebagian ulama lainnya, seperti Taqiyuddin an-Nabhani, menyatakan makruh
hukumnya berobat dengan zat yang najis atau yang haram.( Taqiyuddin anNabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III hal. 116).
Menurut kami, pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam masalah ini adalah
pendapat ketiga, yang memakruhkan berobat dengan zat yang najis atau yang
haram, karena dalilnya lebih kuat.
Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, dalam Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah
(3/116), berobat dengan benda yang najis/haram hukumnya makruh, bukan haram.
Dalil kemakruhannya dapat dipahami dari dua kelompok hadis :Pertama, hadishadis yang mengandung larangan (nahi) untuk berobat dengan sesuatu yang
haram/najis. Kedua, hadis-hadis yang yang membolehkan berobat dengan sesuatu
yang haram/najis.Hadis kelompok kedua ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa
larangan yang ada pada kelompok hadis pertama bukanlah larangan tegas (haram),
namun larangan tidak tegas (makruh).
Hadis yang melarang berobat dengan sesuatu yang haram/najis, misalnya
sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,Sesungguhnya Allah-lah yang
menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia menjadikan obat bagi setiap-tiap
penyakit.Maka berobatlah kamu dan janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang
haram.(HR Abu Dawud, no 3376). Sabda Nabi SAW janganlah kamu berobat
dengan sesuatu yang haram (wa laa tadawau bi-haram) menunjukkan larangan
(nahi) berobat dengan sesuatu yang haram/najis.
Namun menurut Imam An-Nabhani, hadis ini tidak otomatis mengandung
hukum haram (tahrim), melainkan sekedar larangan (nahi). Maka, diperlukan dalil

13

lain sebagai indikasi/petunjuk (qarinah) apakah larangan ini bersifat jazim/tegas


(haram), ataukah tidak jazim (makruh).
Di sinilah Imam An-Nabhani berpendapat, ada hadis yang menunjukkan
larangan itu tidaklah bersifat jazim (tegas). Dalam Sahih Bukhari terdapat hadis,
orang-orang suku Ukl dan Urainah datang ke kota Madinah menemui Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam lalu masuk Islam. Namun mereka kemudian sakit
karena tidak cocok dengan makanan Madinah. Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam lalu memerintahkan mereka untuk meminum air susu unta dan air
kencing unta (Sahih Bukhari, no 226; Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari,
1/367). Dalam Musnad Imam Ahmad, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah
memberi rukhshash (keringanan) kepada Abdurrahman bin Auf dan Zubair bin
Awwam untuk mengenakan sutera karena keduanya menderita penyakit kulit. (HR
Ahmad, no. 13178).
Kedua hadis ini menunjukkan bolehnya berobat dengan sesuatu yang najis
(air kencing unta), dan sesuatu yang haram (sutera). (Fahad bin Abdullah Al-Hazmi,
Taqrib Fiqh Ath-Thabib, hal. 74-75).
Kedua hadis inilah yang dijadikan qarinah (indikasi) oleh Imam An-Nabhani
bahwa larangan berobat dengan sesuatu yang najis/haram hukumnya bukanlah
haram, melainkan makruh.Maka dari itu, hukum vaksin meningitis andai
mengandung zat babi yang najis, hukumnya adalah makruh, bukan haram. Hukum
makruh ini berarti lebih baik dan akan berpahala jika seorang jamaah haji tidak
disuntik vaksin meningitis. Namun jika disuntik dia tidak berdosa.
D. Hukum Vaksin Jika Tidak Mengandung Enzim Babi
Jika vaksin tidak mengandung zat babi, maka hukum yang perlu diterapkan
pada fakta ini adalah hukum berobat (al-tadawi / al-mudaawah) itu sendiri.Sebab
tujuan vaksinasi ini adalah dalam rangka pengobatan yang bersifat pencegahan
(wiqayah, preventif).

14

Para ulama berbeda pendapat dalam hal hukum berobat.Sebagian ulama


berpendapat hukum berobat adalah boleh (mubah) seperti Imam Syaukani (Lihat
Nailul Authar, Bab Ath-Thib) dan Imam Taqiyuddin An-Nabhani (Lihat
Muqaddimah Ad-Dustur). Namun sebagian ulama lainnya, seperti Syaikh Abdul
Qadim Zalum, menyatakan hukum berobat adalah mustahab (sunnah). (Lihat
kitabnya Hukmu Asy-Syari fi Al-Istinsakh, hal. 30).
Menurut kami, pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam masalah ini adalah pendapat
terakhir, yang mensunnahkan berobat, karena dalilnya lebih kuat.
Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Hukmu Asy-Syari fi AlIstinsakh, hal. 30-33 menerangkan sunnahnya berobat.Menurut beliau, memang
terdapat hadis-hadis yang mengandung perintah (amr) untuk berobat. Namun
perintah dalam hadis-hadis tersebut tidaklah menunjukkan hukum wajib (li alwujub), melainkan menunjukkan hukum mandub (sunnah) (li an-nadb),
dikarenakan terdapat hadis-hadis yang menjadi qarinah (indikasi) bahwa perintah
yang ada sekedar anjuran, bukan keharusan.
Hadis yang mengandung amr (perintah) berobat antara lain sabda Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam : : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali
menciptakan penyakit, Allah juga menciptakan obatnya, maka berobatlah kamu.
(HR Ahmad). Hadis ini mengandung perintah (amr) untuk berobat (maka
berobatlah kamu) (Arab :fa-tadaawaw).
Namun perintah ini disertai qarinah (indikasi) yang menunjukkan hukum
sunnah, bukan hukum wajib. Misalkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam,Akan masuk surga dari umatku 70.000 orang tanpa hisab.Para
sahabat bertanya,Siapa mereka itu wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam menjawab,Mereka itu adalah orang-orang yang tidak melakukan
ruqyah (berobat dengan doa), tidak melakukan tathayyur (menimpakan kesialan
pada pihak tertentu), dan tidak melakukan kay (berobat dengan cara mencos tubuh
dengan besi panas). Dan mereka bertawakkal hanya kepada Tuhan mereka. (HR
Muslim). Hadis ini membolehkan kita untuk tidak berobat.Jadi ini merupakan
qarinah (indikasi) bahwa perintah berobat pada hadis sebelumnya adalah perintah
15

yang tidak tegas (ghairu jazim), yaitu hukumnya sunnah/mandub, bukan perintah
yang tegas (jazim), yang hukumnya wajib. Jadi, hukum berobat adalah sunnah
(mandub). Tidak wajib. (Abdul Qadim Zallum, Hukmu Asy- Syari fi Al-Istinsakh,
hal. 33).
Maka dari itu, hukum vaksin meningitis andai tidak mengandung zat babi,
hukumnya adalah sunnah atau mandub.

E. ANALISIS
Meningitis merupakan penyakit berbahaya dan menular yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus atau bakteri, yang menyebar dalam darah dan
menyebabkan radang selaput otak sehingga membawa kerusakan kendali gerak,
pikiran bahkan kematian.Untuk melindungi jamaah haji agar tidak terserang
penyakit tersebut maka diperlukan adanya vaksin meningitis., tentunya dengan
menggunakan vaksin meningitis yang terbuat dari bahan bahan yang halal.
Adapun vaksin meningitis yang terbuat atau tercemar dari enzim babi hukumnya
adalah haram, dengan alasan sebagai berikut:







Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam biantang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih
untuk behala (QS. Al Maidah : 3)
Dari ayat diatas jelas bahwa daging babi itu haram termasuk yang adadidalam
kandungannya.Dan vaksin yang menggunakan bahan yang tercemar atau ada
kandungan enzim babinya adalah haram.

16

Al-Quan, Sunnah, Ijma para ulama menetapkan bahwasannya haji itu


merupakan

fardu

ain

bagi

muslimin

dan

muslimat

yang

sanggup

melaksanakannya. Didalam hadits riwayat Ahmad menyebutkan bahwasannya


haji hanya sekali, barangsiapa yang menambah maka itu adalah sunnah. Jadi
mengerjakan haji berulang kali adalah sunnah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis merupakan penyakit berbahaya dan menular yang disebabkan
oleh mikroorganisme, seperti virus atau bakteri, yang menyebar dalam darah dan
menyebabkan radang selaput otak sehingga membawa kerusakan kendali gerak,
pikiran bahkan kematian.Vaksin meningitis adalah sejenis vaksin yang
disuntikkan kedalam tubuh agar tubuh kita kebal terhadap penyakit
meningitis.Fungsi meningitis ini adalah sebagai tameng dari penyakit yang
disebabkan

oleh

bakteri

Neisseria

Meningitis.Maka

untuk

melindungi

masyarakat utamanya jamaah haji agar bisa beribadah dengan sebaik-baiknya


perlu adanya vaksin meningitis dan tentunya menggukan bahan yang
halal.Vaksin yang sudah tercemar dan terbuat dari bahan babi maka hukumnya
haram.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas mengingat terdapat khilafiyah di
kalangan ulama dalam hukum berobat dengan sesuatu yang najis/haram ini,
maka menurut kami, sebaiknya kita mencari vaksin yang bahannya suci (tidak
najis) dan tidak diharamkan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Habsyi, Bagir. 1999. Fiqih Praktis Menurut Al-Quan, As-Sunnah, dan Pendapat
Para Ulama. Bandung: Mizan
Arifin, Agus. 2009. Peta Perjalanan Haji dan Umrah. Jakarta: PT Gramedia
Ashshiddieqy, TM Hasbi.1999.Pedoman Haji.Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Sudjadi, Bagod. 2007. Biologi Sains dalam Kehidupan.Ghalia Indonesia Printing.
Tim Penyusun. 1975. Himpunan Fatwa MUI sejak 1975. Jakarta: Erlangga
[1]Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung: Mizan, 2000), cet II, hlm. 378
[2]Tim Penyusun, Himpunan Fatwa, (Jakarta: Erlangga, 1975), hlm. 718
[3]Bagod Sudjadi, Biologi Sains dalam Kehidupan, (Surabaya: Ghalia Indonesia
Printing), cet 1, hlm. 104
[4]Agus Arifin, Peta Perjalanan Haji dan Umrah, (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm 98
[5]Op.cit
[6]Ibid, hl

18

Anda mungkin juga menyukai