Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia sejak awal penciptaannya. Ini sesuai dengan
firman Allah yaitu “Allamah al bayan” yang artinya” Allah mengajarkan (manusia) pandai
berbicara(Q.S Ar-Rahman,55 : 4). Kata “albayan” dan kata “alqaul” merupakan dua kata kunci
untuk berkomunikasi yang digunakan dalam Alquran.(rahmat 1993: 35). Alquran menampilkan
enam prinsip yang sudah seyogyanya dijadikan pegangan saat berbicara:
1. Qaulan sadida, QS Annisa(4): 9, yaitu berbicara dengan benar.
2. Qaulan ma’rufa, QS Annisa(4): 8, yaitu berbicara dengan menggunakan bahasa yang
menyedapkan hati, tidak menyinggung atau menyakiti perasaan, sesuai dengan kriteria
kebenaran, jujur, tidak mengandung kebohongan, dan tidak berpura-pura.
3. Qaulan baligha, QS Annisa(4): 63, yaitu berbicara dengan menggunakan ungkapan yang
mengena, mencapai sasaran dan tujuan, atau membekas, bicaranya jelas, terang, tepat.
4. Qaulan maysura, QS Al-isra(4): 28, yaitu berbicara dengan baik dan pantas, agar orang
tidak kecewa.
5. Qaulan karima, QS Al-isra(17): 23, yaitu berbicara kata-kata mulia yang menyiratkan kata
yang isi, pesan, cara, serta tujuannya selalu baik, terpuji, penuh hormat, mencerminkan
akhlak terpuji dan mulia.
6. Qaulan layyina, QS Thaha (20): 44 yaitu berbicara dengan lembut.
HAKIKAT MANUSIA
HAKIKAT NILAI HAKIKAT BAHASA
LANDASAN TEORETIS
1
B. Beberapa Kajian Bahasa dan Kesantunan
1. Gaya ki sunda menyatakan “tidak”
Aziz dalam penelitiannya (2000) menemukan beberaapa faktor kesantunan orang sunda
dalam mengemukakan pikirannya, khususnya dalam menolak sesuatu pandangan atau
merespon penolakan. Reaksi penolakan dan menerima ditunjukkan melalui sejumlah
strategi, baik secara langsung dan lugas maupun terselubung (tak langsung). Analisis
terhadap penutur terhadap mitra tutur, perbedaan usia penutur dari mitra tutur, perbedaan
jenis kelamin, yang masing-masing diduga memilika pengaruh realisasi kesantunan sebuah
penuturan, menunjukkan bahwa faktor perbedaan usia merupakan variabel yang paling
menentukan realisasi kesantunan ki sunda.
2. Bahasa daerah dan budi pekerti bangsa
Djajasudarma (2001) meneliti bahasa daerah dan budi pekerti menyangkut pemahaman
bahwa dengan kemampuan komunikatif, gramatikal dan pragmati penutur bahasa daerah
memahami simbol-simbol bahasa daerah. Bahasa daerah digunakan sebagai alat batin yang
merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk suatu norma
kehidupan.
3. Strategi kesantunan dwibahasawan jawa-indonesia kajian pada wacana lisan bahasa
indonesia
Kuntarto (1999) dalam disertasinya menemukan tiga jenis strategi kesantunan, yaitu
strategi kesantunan: positif (bercanda, meloloh atau nglulu, menyatakan satu kelompok,
memperhatikan minat, keinginan, dan kebutuhan, dan menyatakan pujian), negatif
(menggunakan tuturan tidak langsung, bertanya, bersikap, pesimistik, meminimalkan
paksaan, menyatakan rasa hormat, dan meminta maaf), dan off the record (guyon parikena,
samudana, sasmita, pasemon, dan nggutuk lor kena kidul).
4. Undak usuk bahasa sunda
Tini Kartini dan Tim Fakultas keguruan sastra dan seni (1976/1977) mengemukakan
bahwa fungsi bahasa lemes dan bahasa kasar telah mengalami perubahan.
2
manusia diciptakan dan sebagai realitas pokok. Sedangkan aspek ruhaniyah berkaitan
dengan daya ruh yang dimiliki manusia.
B. Manusia: Nilai dan Bahasa
Manusia memilki rasa yang memungkinkan untuk dapat menghayati berbagai
fenomena yang baik dan indah. Memandang indahnya sesuatu tidaka kan dapat dilakukan
dengan menggunakan akal tetapi ia butuh penghayatan yang bersumber dari rasa.
Manusia dan nilai termasuk etika dan agama pada dasarnya merupakan dua hal yang
tidak bisa dipisahkan. Nilai etika yang bersifat potensial secara operasional melahirkan
hokum dan peraturan. Rasa kemanusiaan dapat dilihat dari perkataan dan perbuatannya
yang sesuai dengan norma, etika, maupun agama karena perkataan (bahasa) adalah media
wacana segala ilmu dan sekaligus metabudaya.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir dan sebagai individu memerlukan cara
mengaktualisasikan pikirannya agar dapat dipahami oleh manusia lainnya yang disebut
dengan komunikasi. Komunikasi pada dasarnya adalah hubungan yang saling dipahami
antara subjek dengan objek yang berkomunikasi. Bahasa dan komunikasi merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan sehinnga Alwasilah (1996: 16) menyebut bahwa hakikat
bahasa adalah komunikasi dan komunikasi merupakan alat atau cara untuk berinteraksi.
Bahasa yang memiliki makna dan nilai bagi para penuturnya disebut bahasa yang
santun. Selanjutnya, berbahasa bukanlah kemampuan yang datang begitu saja atau
dibawa sejak lahir, kemampuan berbahasa diperoleh melalui pendidikan. Semakin
terdidik seseorang, semakin berkualitas pula kemampuan berkomunikasinya.
3
5. Bahasa Santun Menurut Perspektif Islam
A. Kesantunan dalam Perspektif Al-Quran
Santun dalam istilah al-quran bisa diidentikkan dengan akhlak dari segi bahasa,
karena akhlak berarti ciptaan atau apa yang tercipta, datang, lahir dari manusia dalam
kaitan dengan perilaku. Perbedaan akhlak dengan santun dapat dilihat dari sumber dan
dampaknya. Akhlak datang dari Alloh sedangkan santun bersumber dari masyarakat.
Dari segi dampaknya, akhlak dampaknya dipandang baik oleh manusia atau masyarakat
sekaligus juga baik oleh Alloh swt. Sedangkan santun dipandang baik oleh masyarakat
tetapi tidak selalu dipandang baik menurut Alloh.
Dalam ayat yang lain al-quran menyebutkan: “maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada kedua orang tua perkataan: ‘ah’ dan jangan kamu membentak
mereka dan ucapakanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” QS Al Isra (17:23)
a. Qaulan sadida
b. Qaulan ma’rufa
c. Qaulan baligha
d. Qaulan karima
4
e. Qaulan maysura
f. Qaulan layyina
Ciri bahasa santun menurut enam prinsip di atas adalah ucapan yang memilki
nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, kebaikan, lurus, halus, sopan, pantas, penghargaan,
khidmat, optimism, indah, menyenangkan, logis, fasih, terang, tepat, menyentuh hati,
selaras, mengesankan, tenang, efektif, lunak, dermawan, lemah lembut dan rendah hati.
a. Prinsip kebenaran
b. Prinsip kejujuran
c. Prinsip keadilan
d. Prinsip kebaikan
e. Prinsip kelemahlembutan
f. Prinsip penghargaan
g. Prinsip kepantasan
h. Prinsip ketegasan
i. Prinsip kedermawanan
j. Prinsip kehati-hatian
k. Prinsip kebermakanaan
5
Leech mengembangkan maksim berbahasa santun dalam tujuh kategori, yaitu
maksim kebijksanaan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan simpati dan
ketepatan. Ketujuh maksim tersebut didasarkan kepada nilai yang berkembang di tengah
masyarakat pengguna bahasa.
7
b. Masyarakat
F. Strategi Sekolah dalam Pengembangan Bahasa Santun
Yang dimaksud dengan strategi sekolah adalah usaha atau cara-cara sekolah untuk
mewujudkan iklim pendidikan yang layak bagi terjadinya proses pendidikan perbahasa
santun.
1. Langkah-langkah pengembangan strategi berbahasa santun di sekolah
berdasarkan SWOT.
SWOT menurut Ranguti (2001: 18) adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness).
2. Strategi pembelajaran berbahasa santun
a. Strategi dasar pembelajaran berbahasa santun
b. Langkah-langkah strategi pembelajaran berbahasa santun
1) Tahapan langkah-langkah PBM.
Langkah 1: Persiapan (Pre-conditioning, readiness)
Langkah 2: Pembukaan dan penciptaan iklim belajar
Langkah 3: Pengecekan Iklim belajar
Langkah 4: Penguatan (re-enforcement)
Langkah 5: Evaluasi
Langkah 6: Penyimpulan dan Penutup
2) Prinsip-prinsip reaksi guru-siswi.
3) Sistem sosial.
4) Sistem penunjang.
c. Strategi berbahasa santun yang dapat digunakan bagi pembinaan akhlak karimah.
KOMENTAR
Buku ini hadir di saat orang-orang membutuhkan pembelajaran berbahasa santun seperti
sekarang ini. Hal ini disebabkan penggunaan bahasa di tengah-tengah masyarakat yang sudah
semakin menghawatirkan karena mereka terbiasa dengan bahasa yang sebenarnya tidak baik
ntuk dilestarikan. Dengan adanya buku ini kurang lebih akan membantu terciptanya kembali
lingkungan baerbicara santun yang dusah seharusnya dilestarikan. Buku ini mengandung
berbagai pesan yang sesuai dengan keadaan di masa sekarang yaitu perbaikan tata hidup
terutama dalam hal sopan santun khususnya berbicara. Buku ini berhasil menjadikan
8
permasalahan berbahasa menjadi permasalahan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat.
Dengan tutur bahasa yang cukup mudah untuk dimengerti, pengarang menyampaikan
pendidikan berbahasa dalam berbagai persepektif dari mulai Alquran hingga pendapat tokoh-
tokoh kontemporer. Yang paling penting tentu saja mengenai pembahasan bahasa santun dalam
persepektif pengetahuan umum yang membuat buku ini menjadi salah satu buku yang penting
untuk dipelajari karena menyangkut dengan akhlak, sopan santun dan cara bertutur yang baik
yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan.
Tidak akan ada hal yang sempurna kecuali Sang Maha Pencipta. Sebagai sebuah ciptaan
dari makhluk yang berupaya menghasilkan hal yang baik dan bermanfaat bagi yang lain buku ini
memiliki kekurangan. Yaitu tidak ditulisnya dalil-dalil Alquran yang digunakan dalam tulisan
Alquran (Arab). Namun kita tidak bisa menganggap hal ini sebagai sebuah kesalahan karena
mungkin saja pengarang memiliki maksud lain dalam hal ini..