Anda di halaman 1dari 12

Sarah Kaltsum Ahzaab

240210120054
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum teknologi pengolahan roti, kue, cokelat, dan kembang gula kali

ini membahas mengenai pengujian berbagai bahan seperti uji daya serap tepung
terigu, uji gluten, uji aktivitas ragi, uji sirup gula, uji kelarutan gula, dan uji
pelelehan cokelat.
5.1

Uji Daya Serap Tepung Terigu dan Uji Gluten


Daya serap air atau Water absorption merupakan salah satu dari

berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas tepung terigu. Water absorption atau
daya serap tepung terigu merupakan kemampuan tepung terigu dalam menyerap
air (Forwardo, dkk., 2008).
Pengujian terhadap daya serap ini dapat dilakukan dengan menentukan
persentase jumlah air per berat tepung (gram) yang dibutuhkan hingga adonan
menjadi kalis. Formula perhitungan :

Uji gluten dilakukan dengan cara memisahkan gluten dengan pati yang
terdapat pada adonan tepung terigu. Menurut Anonima (2014), gluten adalah suatu
senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan
dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat
menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur
supaya tidak mudah robek. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar
protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein
tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas
pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya.
Gluten didapat dengan mencuci adonan pada air mengalir. Proses tersebut
akan melarutkan pati dan bahan-bahan terlarut yang lain, sedangkan massa seperti
karet dan basah yang tersisa adalah gluten basah (Bennion, 1980). Proses
pemisahan tersebut dinamakan proses Martin, yang dalam arti luas meliputi
penyiapan adonan air tepung dan mencuci pati dari adonan supaya hanya gluten
yang seperti karet yang tertinggal (Buckle et al., 1987).

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Adonan yang dibuat saat proses penyiapan adonan memiliki warna putih
kekuningan, aroma khas tepung, dan bertekstur keras. Sedangkan karakteristik
tepung terigu setelah pencucian pada semua sampel tepung terigu mengalami
perubahan yang nyata, terutama dari segi teksturnya yang berubah menjadi elastis
seperti karet. Keelastisan ini dapat diperiksa dengan cara jika gluten ditarik, maka
gluten akan terentang tetapi cenderung untuk kembali ke bentuk semula jika
gayanya tidak ada lagi. Ini disebabkan karena molekul-molekul gluten
membentuk gulungan sehingga berwatak seperti pegas. Mereka dapat terentang
tetapi akan kembali ke posisi semula karena genggaman oleh ikatan-ikatan silang
atas rantaian protein (Gaman & Sherrington, 1994).
Tabel 1. Uji Daya Serap Tepung Terigu dan Uji Gluten
Cakra
Tepung
Segitiga
Tepung
Kunci
Tepung
Kriteria
Kembar Gandum
Biru
Beras
Biru
Ketan
Putih
Putih
Putih
Warna
Coklat
Putih
Putih
gading
kekuningan
kekuningan
Khas
Khas
Khas
Adonan
Khas
Khas
Aroma
tepung
terigu
gandum
kue
beras
ketan
terigu
kenyal

Lunak
kasar

Empuk,
lembut,
kenyal

Kesat,
kenyal

lembut,
kenyal,
licin

kenyal,
kesat

32,0000

25,0000

32,9943

24,9999

25,4218

25,0115

18,2

16

20

18,4

12,5

23,5

56,88%

64,00%

60,60%

73,6%

44,17%

94,45%

Warna

Putih
gading
pucat

Coklat

Putih

Putih
kekuningan

Tekstur

kenyal

keras

Plastis,
lembut

Kenyal,
elastis

45,285

37,6333

45,207

37.8810

37,7804

39,1182

14,3231

1,807

10,106

6,0360

Tekstur
Berat
Tepung
(g)
Jumlah
Air (ml)
Daya
Serap
Air (%)

Berat
sebelum
dicuci
(g)
Berat
setelah
dicuci(g)

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Kriteria

Cakra
Kembar

Tepung
Gandum

Segitiga
Biru

Gambar

Tepung
Beras

Kunci
Biru

Tepung
Ketan

(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)


Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 1, didapat bahwa daya serap
air tertinggi dimiliki oleh tepung segitiga biru, diikuti cakra kembar dan kunci
biru. Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa kunci Biru
merupakan jenis terigu dengan kadar protein rendah. Tepung ini terbuat dari
gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Menurut Potter dan
Hotchkiss (1995), tepung terigu rendah protein mengandung gluten yang rendah
sehingga memiliki daya serap air yang rendah. Daya serap terigu ini menunjukkan
kualitas terigu dan adonan yang akan dihasilkannya. Terigu dengan daya serap
yang tinggi memiliki kualitas yang baik dan dapat menghasilkan volume adonan
yang lebih besar dibandingkan dengan terigu dengan daya serap yang kecil
terhadap air. Adonan yang akan dihasilkan bersifat elastis, mudah diuleni, dan
mudah digiling, sedangkan adonan dari terigu berprotein rendah bersifat sulit
diuleni, lengket, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.
Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar air
dalam

tepung (moisture) terlalu

tinggi

atau

tempat

penyimpanan

yang

lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan.
Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi
dari pada pembuatan mie dan biskuit. (Anonima, 2014).
Hasil pengamatan uji gluten pada tiga sampel tepung menunjukkan hasil
tepung segitiga biru memiliki kandungan gluten tertinggi, diikuti cakra kembar
dan kunci biru. Menurut Belitz and Grorsch (1999), protein tepung terigu tersusun
atas dua jenis protein pembentuk gluten dan protein bukan pembentuk gluten.
Protein bukan pembentuk gluten berkisar 15% (albumin, globulin, peptide, dan
enzim) dan protein gluten sebesar 65% (gliadin dan glutenin). Gluten bersifat
lentur dan elastis yang terutama ditentukan oleh glutenin dan sifat kerentangan
yang ditentukan oleh gliadin, sehingga adonan tepung mampu untuk
mengembang. Kesimpulannya adalah semakin tinggi kandungan protein dalam

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
tepung, semakin tinggi pula kadar glutennya. Berdasarkan literatur, hasil
pengamatan uji gluten sudah sesuai.
5.3

Uji Aktivitas Ragi


Ragi adalah agen pengembang pada adonan roti dengan menghasilkan CO2

dan memperlunak gluten dengan asam yang dihasilkan serta memberikan rasa dan
aroma yang khas pada roti. Semua jenis ragi yang digunakan pada pembuatan roti
adalah Saccharomyces cereviceae. Ragi beraktivitas optimal pada suhu 35o-40oC
dan ideal pada 38oC dengan kelembaban 80%. Ragi yang dijual di pasaran
beragam jenisnya, namun dalam pengujian ini digunakan ragi instan Fermipan.
Pengujian aktifitas ragi dilakukan dengan membuat adonan terlebih
dahulu, yaitu dengan mencampurkan 50gram terigu dengan larutan ragi (1 gram
ragi yang dilarutkan dalam 50 ml air hangat) lalu diuleni hingga adonan kalis.
Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam gelas yang sudah diolesi minyak
goreng. Pengolesan minyak goring dilakukan agar adonan tidak lengket pada
dinding gelas dan bebas mengembang tanpa halangan. Setiap 10 menit hingga 1
jam, adonan diamati pertambahan volumenya.
Tabel 2. Pertambahan Tinggi Adonan
Waktu Cakra Kembar (cm)
Segitiga Biru (cm)
0
2,5
3
10
3,7
3,5
20
5,0
4,8
30
5,5
5
40
5,6
5,2
50
5,7
5,2
60
5,7
5,2
(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)
Tabel 3. Sifat Adonan pada Aktivitas Ragi
CakraKembar
SegitigaBiru
Kriteria
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Warna

Putih
kekunin
gan

Putih
kekuning
an

Agak
Khas
asam
Ragi
Kenyal,
Tekstur
Kenyal
Kenyal
berongga
(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)
Aroma

Khas
Ragi

Putih
kekuning
an

Kunci Biru (cm)


2,5
3,8
4,2
4,5
4,5
4,5
4,5

KunciBiru
Awal
Akhir

Putih
kekuning
an

Putih
kekuning
an

Putih
kekuning
an

Agak
asam
Kenyal,
berongga

Khas
Ragi

Agak
asam
Kenyal,
berongga

Kenyal

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Hasil pengukuran menunjukkan aroma awal semua sampel sama yakni
aroma khas ragi, namun setelah penambahan ragi aroma adonan bertambah asam.
Warna ketiga tepung baik sebelum maupun setelah penambahan ragi mengubah
warana yakni tetap putih kekuningan, hal ini menunjukkan ragi tidak
mempengaruhi warna adonan. Tesktur setelah penambahan ragi membuat adonan
lebih kenyal dan berongga. Tinggi adonan yang paling besar yakni tepung Cakra
Kembar, disusul oleh tepung Segitiga Biru, dan terakhir tepung Kunci Biru. Hasil
praktikum tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh literatur, bahwa terigu
dengan kadar gluten yang tinggi memiliki kualitas yang baik dan dapat
menghasilkan volume adonan yang lebih besar dibandingkan terigu berprotein
rendah. Adonan yang akan dihasilkan bersifat elastis, mudah diuleni, dan mudah
digiling, sedangkan adonan dari terigu berprotein rendah bersifat sulit diuleni,
lengket, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.
Pengembangan ini terjadi akibat adanya aktivitas dari Saccharomyces
cereviceae. Proses pembuatan adonan meliputi proses pengadukan bahan dan
pengembangan adonan (dough development) sampai proses fermentasinya. Proses
pengadukan bahan baku roti erat kaitannya dengan pebentukan zat gluten,
sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktivitas fermentasi. Prinsipnya
proses pengaduan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten
sehingga struktur spiralnya akan berubah mnjadi sejajar satu dengan lainnya. Jika
struktur ini tercapai maka permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak
lengkat serta adonan akan mengembang pada titik optimum dimana zat gluten
dapat ditarik atau dikerutkan.
Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara
sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang
terbentuk sebagai hasil fermentasi dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang
juga mengembang dan membentuk film tipis. Dalam proses ini terlihat dua
kelompok daya yaitu daya poduksi gas dan daya penahan gas. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi daya produksi gas adalah konsentasi ragi roti, gula,
malt, makanan ragi dan susu selama berlangsungnya fermentasi. Hal ini nampak
pada adonan dimana, volume adonan pada gelas ukur yang diamati mengalami
peningkatan berbanding lurus dengan waktu pengembangan.

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054

Gambar 1. Adonan Tepung+ragi


(sumber: dokumentasi pribadi, 2015)
5.4

Uji Sirup Gula


Gula merupakan bahan baku utama pada pembuatan kembang gula.

Hampir semua kembang gula dibuat dengan memasak gula terlebih dahulu hingga
terbentuk sirup gula. Setiap suhu yang digunakan pada proses pemasakan tersebut
menghasilkan sirup gula dengan karakteristik yang berbeda-beda. Namun,
umumnya sirup gula berwarna kecoklatan akibat terjadinya proses karamelisasi.
Pengujian ini dilakukan dengan memanaskan 100 gram gula pasir pada
wajan dengan api sedang sambil terus diaduk. Termometer gula diletakkan diatas
gula tanpa mengenai dasar wajan karena akan menyebabkan kekeliruan
pengukuran suhu. Pada saat termometer menunjukkan suhu gula 105oC, 115oC,
122oC, 138oC, dan 154oC gula diambil sedikit lalu dijatuhkan ke dalam baskom
berisi air es untuk diamati karakteristik gumpalannya.
Tabel 4. Uji Sirup Gula
Kriteria

105

115

Warna

Putih
kekuningan

Putih
kekuningan
++

Aroma

Karamel +

Karamel ++

Tekstur

Keras, gula
keras

Keras,
gumpalan
kristal kecil

Rasa

Gula

Gula
karamel

(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)

Suhu (oC)
122 o
Coklat
muda
keemasan,
bintik putih
di dalam
Karamel ++
+
Keras,
lembut,
gumpalan
kristal
hilang
Karamel

138 o

154 o

coklat
keemasan

Coklat tua
keemasan

Karamel +
+++

Karamel +
++++

Keras,
mengkilap
halus

Keras,
mengkilap
halus

Karamel +
+

Karamel
sedikit
gosong

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari kelima suhu yang berbeda
menghasilkan sirup gula yang berbeda karakteristiknya. Makin tinggi suhu yang
digunakan makin gelap warnanya, hal ini karena terjadinya karamelisasi. Makin
tinggi suhu yang digunakan maka tekstur gula yang dihasilkan semakin keras,
aroma yang dihasilkan semakin gosong, dan rasa yang dihasilkan semakin pahit.
Perubahan warna menjadi semakin cokelat seiring dengan bertambahnya
suhu diakibatkan oleh adanya proses karamelisasi. Karamelisasi merupakan salah
satu reaksi pencoklatan non enzimatik yang melibatkan reaksi degradasi gula
tanpa adanya asam amino atau protein yang menghasilkan produk akhir berupa
polimer tanpa nitrogen berwarna coklat (Eskin et al., 1971). Menurut Eskin et al.
(1971), ketika gula dipanaskan hingga melebihi titik larutnya maka gula akan
mengalami reaksi pencoklatan. BeMiller dan Whistler (1996) menyatakan bahwa
pemanasan langsung terhadap karbohidrat terutama sukrosa dan gula pereduksi
tanpa melibatkan komponen mengandung nitrogen sehingga mengakibatkan
sebuah reaksi senyawa kompleks yang disebut juga dengan karamelisasi.
Selain

merubah

warna,

proses

karamelisasi

juga

menyebabkan

terbentuknya aroma dan citarasa yang khas. Namun, jika pemasakan yang
dilakukan berlebih maka rasa pahit akan timbul, seperti yang ditunjukkan pada
sirup gula dengan suhu 154oC.
5.5

Uji Kelarutan Gula

Tabel 5. Uji Kelarutan Gula


Jenis Gula
T
Deskripsi
Halus
49 detik Warna air gula keruh meninggalkan endapan
1 menit Warna air gula kekuningan, tidak meninggalkan
Pasir
53 detik endapan, ada kotoran
Kubus
13 menit Air gula jernih tanpa warna
13 menit
Batu
Air gula jernih tanpa warna
28 detik
(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gula yang paling mudah larut
adalah gula halus, disusul oleh gula pasir, gula kubus, dan terakhir gula batu.
Gula batu diperoleh dari kristal bening berukuran besar berwarna putih
atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh
yang mengalami kristalisasi secara lambat. Gula batu putih memiliki rekahan-

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
rekahan kecil yang memantulkan cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan
mengandung berbagai karamel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam
kristal. Gula bubuk didapat dari penghancuran secara mekanis sehingga tidak ada
cristal-kristal yang tertinggal. Terkadang gula ini dicampur dengan sedikit pati
atau bahan anti kempal untuk mencegah penggumpalan. Gula Granulasi (Gula
pasir) memiliki kristal-kristal gula berukuran kecil yang pada umumnya dijumpai
dan digunakan di rumah (gula pasir). Gula kristal terbuat dari gula bit atau tebu
berbentuk granulasi seperti gula pada umumnya. Dijual dalam bentuk gula
butiran/pasir atau dicetak dalam bentuk gula kubus. (Anonimb, 2014)
Kemudahan kelarutan gula ini dapat disebabkan karena bebapa hal, seperti
pertama luas permukan, semakin luas permukaanya maka proses pelarutan
semakin mudah akibat lebih banyaknya partikel yang kontak dengan air, hal ini
terlihat dari gula bubuk yang memiliki luas permuakaan paling besar memiliki
kemudahan kelarutan yang paling tinggi. Kedua, kecepatan pengadukan, semakin
cepat pengadukannya maka semakin cepat pula kelarutannya.
5.6

Uji Pelelehan Cokelat


Praktikum dilakukan menggunakan berbagai jenis cokelat seperti dark

chocolate, white chocolate, milk chocolate, dan dark+choco massa. Sampel


tersebut dilelehkan dan diamati warna, aroma, tekstur, waktu melting, dan suhu
melting (sebelum dan sesudah dilelehkan).
Tabel 6. Uji Pelelehan Cokelat
Dark chocolate
Kriteria
+ coccoa mass
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa

Coklat tua ++
Khas coklat
Padat
Pahit

Warna

Coklat tua ++

Aroma

Khas coklat

Tekstur

Kental, halus

Rasa

Pahit

Dark
chocolate
Awal
Coklat tua
Khas coklat
Padat
Pahit
Setelah meleleh
Coklat tua
Khas coklat +
++

Milk
chocolate

White
chocolate

Coklat
Coklat susu
Padat
Manis +

Putih
Susu +
Padat
Manis +++

Coklat
Khas coklat
susu

Putih

Kental, ada
gumpalan
Agak manis

Kental, ada
gumpalan
Manis ++

Khas susu
Kental ada
gumpalan
Manis +++

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Dark
chocolate
Setelah meleleh
Waktu
1 menit 13
23 detik
meleleh
detik
Suhu
90oC
50oC
(sumber:dokumentasi pribadi, 2015)
Kriteria

Dark chocolate
+ coccoa mass

Milk
chocolate
49 detik
42oC

White
chocolate
1 menit 14
detik
68oC

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna seluruh jenis coelat sebelum


dan sesudah pelelehan sama. Rasa ketiga jenis cokelat setelah pelelehan sama
dengan sebelum pelelehan. Menurut Anonimd (2011), dark chocolate yang
berkualitas tinggi memiliki kandungan gula yang sangat rendah dibandingkan
jenis cokelat lainnya dan oleh sebab itu rasanya lebih pahit. Menurut Anonimd
(2011), milk chocolate mengandung cairan cokelat lebih sedikit dari dark
chocolate, sehingga Milk chocolate tidak memiliki rasa cokelat yang terlalu tajam.
Waktu pelelehan dark chocolate+cocoa mass paling singkat dibandingkan
dengan kedua cokelat lainnya, hal ini disebabkan karena komposisi bahan terlarut
pada dark chocolate tidak sebanyak leleh paling lama, hal ini disebabkan karena
dibandingkan cokelat lainnya. Pelelehan white chocolate kurang lebih 3x lebih
lama dibandingkan waktu pelelehan dark chocolate hal ini disebabkan komposisi
milk chocolate yang lebih banyak. Menurut Anonimd (2011), cokelat susu terdiri
dari cokelat padat, susu, gula, lemak nabati, dan sedikit lesitin. Kandungan cokelat
padat di cokelat jenis ini lebih banyak dibandingkan cokelat pekat sedangkan
kandungan gulanya jauh lebih besar. Di Amerika Serikat cokelat susu harus
mengandung paling tidak 10% cokelat cair dan 12% susu padat. Sementara itu
peraturan dari Uni Eropsa mengharuskan kandungan cokelat padat minimal 25%
namun 20% di Kerajaan Inggris dan Irlandia.
White chocolate memiliki waktu pelelehan paling lama, hal ini disebabkan
karena komposisinya yang cukup banyak. Menurut Anonimd (2011), cokelat putih
memiliki komposisi yang hampir sama dengan cokelat susu namun tidak
mengandung cokelat padat melainkan menggunakan minyak cokelat (cocoa
butter). Cokelat putih paling tidak mengandung 20% minyak cokelat, 14% susu,
dan sekitar 55% gula dan bahan-bahan lainnya. Secara teknis, cokelat putih tidak
dapat dikategorikan sebagai cokelat karena tidak mengandung kakao ataupun
cokelat padat.

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
VI.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1. Urutan daya serap dari tertinggi hingga terendah adalah Cakra Kembar
Kunci biru > Segitiga Biru. Urutan yang seharusnya adalah Cakra Kembar
> Segitiga Biru > Kunci Biru.
2. Pemisahan gluten dari tepung terigu dapat dilakukan dengan proses
Martin.
3. Tepung tapioka, tepung beras, dan tepung maizena tidak mengandung
gluten.
4. Kadar gluten pada tepung terigu mempengaruhi daya serap tepung terigu,
semakin tinggi kandungan glutennya maka daya serap airnya makin tinggi
pula.
5. Kadar gluten pada tepung terigu mempengaruhi daya pengembangan
adonan akibat aktivitas ragi.
6. Aktivitas ragi dalam fermentasi roti, menghasilkan gas CO2 yang
terperangkap oleh struktur gluten, sehingga menyebabkan adonan roti
mengembang.
7. Pencoklatan pada gula yang dipanaskan akibat adanya reaksi karamelisasi.
8. Pada pembuatan sirup gula, semakin tinggi suhu pemasakan maka akan
menyebabkan semakin gelap warna sirup, semakin tajam aroma sirup,
semakin keras tekstur sirup, dan semakin pahit rasa sirup yang dihasilkan.
Gumpalan sirup yang dihasilkan pun semakin lengket, mudah patah, dan
ringan seiring dengan bertambahnya suhu pemasakan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonima.2014.Seputar Tepung Terigu. (Diakses tanggal 15 Maret 2015) dari
http://www.bogasari.com/tentang-kami/seputar-tepung-terigu.aspx
Anonimb.2014.Jenis-jenis Gula dan Berbagai Produk Terkait. (Diakses tanggal 15
Maret 2015) dari http://www.food-info.net/id/products/sugar/types.htm

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
Anonimc.2011. Available online at http://library.binus.ac.id/ (Diakses pada tanggal
15 Maret 2015)
Anonimd.2014. Milk Chocolate. Available online at http://m.joyofbaking.com/
(Diakses pada tanggal 15 Maret 2015)
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Second Ed. Berlin: Springer.
BeMiller, J. N. dan Whistler, R. L. 1996. Carbohydrates. Di dalam : Fennema, O.
R. (ed.). Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.
Bennion, M. 1980. The Science of Food. New York: John Willey and Sons.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H,
penerjemah. Jakarta: UI Press.
Eskin NAM, Anderson HM, dan Townsend RJ. 1971. Biochemistry of Food.
London: Academic Press.
Forwardo.,Lucia ., dan Sari P. 2008. Meraup Untung dari Usaha Camilan.
Transmedia, Jakarta.
Gaman, P.M, K.B, Sherington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.
Potter, N.N. & Hotchkiss, J. H. (1995). Food Science. CBS Publishers &
Distributors. New Delhi.

DISKUSI
1. Apa nama protein pada tepung terigu?
Jawab : Gluten. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang
bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti
agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan
kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak
telur supaya tidak mudah robek. Umumnya kandungan gluten
menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar
gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar

Sarah Kaltsum Ahzaab


240210120054
gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan
suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya.
2. Mengapa pada pengujian aktivitas ragi digunakan 3 jenis terigu?
apakah yang mempengaruhi tekstur adonan yang dihasilkan pada uji
aktivitas ragi?
Jawab : Penggunaan 3 jenis terigu bertujuan untuk mengetahui pengaruh
jenis terigu berdasarkan kadar proteinnya terhadap pengembangan
adonan oleh ragi. Tekstur adonan yang dihasilkan dipengaruhi
oleh kadar protein dalam masing-masing terigu. Semakin tinggi
kadar protein terigu, semakin tinggi pula pengembangan adonan.

3. Pada teori cara pengujian yang sudah saudara peroleh, setiap


tahapan suhu pemanasan gula dapat dibedakan dari tekstur gula
yang terbentuk?
Jawab : Semakin tinggi suhu pemanasan, maka tekstur gula yang
dihasilkan semakin keras. Pada suhu 105oC gula belum
seluruhnya melebur sehingga ketika dimasukkan kedalam air,
pori-pori kristal gula masih besar, porus dan teksturnya
rapuh/mudah retak. Namun ketika mencapai suhu 154oC gula
yang terbentuk keras akibat meleburnya seluruh gula.

Anda mungkin juga menyukai