Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Tuba kataralis merupakan salah satu penyakit telinga bagian tengah yang
sering dijumpai. Penyakit ini paling banyak dijumpai pada anak-anak dan dewasa,
dimana dijumpai adanya gangguan fungsi tuba eustachius. Gangguan fungsi tuba
eustachius merupakan tanda yang paling penting pada penyakit infeksi telinga bagian
tengah, karena dapat menimbulkan ketulian mulai dari yang ringan sampai yang
berat, tergantung pada proses yang timbul pada tuba eustachius dan dipengaruhi oleh
lamanya penyakit yang diderita sehingga penanggulangannya memerlukan tindakan
mulai dari yang sederhana sampai tindakan operasi1,2
Tuba kataralis lebih sering menyerang anak-anak usia di bawah 7 tahun,
dimana 70% anak berusia di bawah 7 tahun mengalami tuba kataralis. Angka kejadian
pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis seperti
infeksi, alergi, tumor dan abnormalitas palatum. Dalam perjalanannya tuba kataralis
akan memicu terjadinya inflamasi yang lebih berat pada telinga seperti otitis media
serosa dan otitis media akut. Juga dapat menjadi penyebab ketulian pada anak.
Pemahaman mengenai patofisiologi, faktor risiko, dan penatalaksanaan tuba
kataralis dipelukan untuk penanganan lebih dini sehingga tidak terjadi kerusakan
lebih pada telinga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tuba Eustachius
Sebelum membahas mengenai tuba kataralis lebih lanjut ada baiknya kita
mengetahui struktur dari tuba Eustachius itu sendiri. Tuba Eustachius, merupakan
sebuah bangunan yang berbentuk tabung yang berjalan dari telinga tengah ke
nasofaring. Tuba Eustachius telah dikenal sejak zaman yunani kuno oleh Aristoteles,
tetapi kemudian dinamapakai oleh Bartolomeus Eustachius (1520-1574) sebagai
ketua ahli ekonomi di Roma dan orang yang pertama kali mendeskripsikan anatomi
tuba Eustachius. Hal ini tidak dipublikasi sehingga 200 tahun kemudian setelah
kematiannya, didapatkan satu buku yang berjudul Epistola de Audius Organis 1,2,3
Fungsi tuba Eustachius adalah untuk proteksi, aerasi dan drainase telinga
tengah. Bila terjadi oklusi dapat menyebabkan peradangan pada telinga tengah (otitis
media). Tuba Eustachius juga disebut tuba otofaringeal kerana menghubungkan
telinga ke faring. 1,2,3

Gambar 1 : Struktur tuba Eustachius

Tuba Eustachius terdiri dari tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring
dan sepertiganya terdiri atas tulang. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru
terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke dalam telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Otot-otot dari sistem tuba Eustachius membantu
membuka dan menutup tuba agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 2 : Tuba Eustachius pada anak dan dewasa


Panjang tuba pada orang dewasa sekitar 36mm dan terbentang pada bagian
depan, bawah dan medial dari dinding anterior kavum timpani terhadap nasofaring.
Aksis tuba membentuk sudut 30o terhadap bidang horizontal dan 45o terhadap bidang
sagital median. Daerah tuba dibahagi menjadi dua, yaitu bagian tulang dan kartilago.
Bagian tulang merupakan bagian posterior sepertiga tuba, dilapisi oleh mukosa,
panjangnya sekitar 12mm, berhubungan langsung dengan timpani anterior dan
hampir selalu dalam keadaan terbuka, kemudian kebawah dan menyempit disebut
istmus. Bagian tulang hanya mempunyai peran sedikit atau bahkan tidak ada dalam
mekanisme pembukaan tuba. Fungis istmus adalah membantu melindungi telinga
tengah dari sekret nasofaring. Schwartzbart (1994) mengatakan bahawa bagian tulang
dari tuba disebut sebagai protimpanum. 1,2,3

Bagian kartilago merupakan bagian anterior dua pertiga tuba yang memiliki
panjang sekitar 24mm yang terdiri dari jaringan fibrokartilago berbentuk triangular
dengan diameter vertikal 2-3 mm dan diameter horizontal 3-4 mm, pada bagian apex
akan menyempit yang juga merupakan bagian tersempit dari tulang. Ke bawah secara
langsung menjadi membran mukosa dari bagian lateral nasofaring. Umumnya bagian
kartilago ini dalam keadaan tertutup oleh tekanan jaringan tuba Estachius. 1,2,3
Tuba Eustachius dilapisi oleh mukosa yang mengandung sel-sel goblet dan
kelenjar mukus. Lapisan paling luar adalah epitel bersilia yang bergerak ke arah
nasofaring. Makin dekat ke telinga tengah terlihat sel-sel goblet dan kelenjar mukus
semakin berkurang dan mukosa silia juga menghilang. Jumlah sel goblet pada dasar
tuba lebih banyak dibandingkan bagian atap, dengan konsentrasi terbanyak berada di
area tengah tuba bagian kartilago. Bagian superior tuba banyak berperan pada
ventilasi telinga tengah, sedangkan bagian inferior telinga tengah berfungsi sebagai
proteksi telinga tengah. Mekanisme pertahanan mukosilier tuba Eustachius menetap
segera setelah lahir.1,2,3
Pada bagian inferolateral tuba terdapat lapisan lemak yang disebut lemak
Ostman yang ikut membantu proses penutupan tuba. Selain itu, lemak ini membantu
melindungi tuba Eustachius dan telinga tengah terhadap sekret nasofaring.

1,2,3

Bagian

kartilago dari tuba ditunjang oleh otot-otot yang berfungsi untuk mengontrol patensi
tuba. Otot-otot tersebut adalah tensor veli palatine, levator veli palatine,
salphingopharyngeus dan tensor tympani.

1,2,3

Otot tensor veli palatine berasal dari

dinding tulang fosa scaphoid dan dari seluruh panjang ujung tulang rawan yang
pendek yang membentuk bagian atas dinding depan dari tuba kartilago. Otot
memanjang ke bawah, membentuk tendon yang pendek yang membelok ditengahtengah dan sekeliling pterygoid humulus. Tensor veli palatine memisahkan tuba
Eustachius dari gangliaon optik, saraf mandibular dan cabangnya, korda timpani dan
arteri meningea media. 1,2,3
Salphingopharingeus adalah otot lembut yang menyentuh pada ujung faring
dari tuba Eustachius dan bercampur dengan otot bawah palatofaringeus. Levator veli
palatine berasal dari 2 bagian, antara lain bagian bawah permukaan kartilago tuba dan
4

bagian bawah permukaan tulang petrosa. Pada awalnya, levator terletak dibawah tuba
kemudian menyilang ke tengah dan bergabung menjadi palatum mole. 1,2,3
Persarafan berasal dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina yang
merupakan cabang dari nervus maksilaris (V2) yang mensuplai persarafan ostium.
Saraf spinosus berasal dari saraf mandibula (V3) yang mensuplai persarafan bagian
kartilago. Plexus timpani berasal dari nervus glossopharingeal mensuplai persarafan
bagian tulang tuba Eustachius. 1,2,3
2.2 Fungsi Fisiologi Tuba Eustachius
Fungsi fisiologi dari Tuba Eustachius ada 3 yaitu ventilasi atau pengaturan
tekanan dari telinga tengah, perlindungan telinga tengah dari sekresi nasofaring dan
tekanan suara, pembersihan dan penyaluran sekresi telinga tengah ke nasofaring.1,2,3
a. Ventilasi dan regulasi tekanan
Tuba Eustachius yang normal pada saat istirahat menutup, kira-kira ada
sedikit tekanan udara telinga tengah negatif. Pembukaan yang berulang dari tuba
Eustachius secara aktif mengatur tekanan atmosfir agar tetap seimbang. 1,2,3
Tuba Eustachius membuka pada saat menelan atau menguap dengan kontraksi
otot veli palatine. Tensor veli palatine yang tidak berfungsi efektif pada palatum
durum menyebabkan disfungsi tuba Estachius. Cara kerja dari otot veli palatine
masih tidak jelas. Kontribusi pada permukaan tuba Eustachius masih
dipertanyakan. 1,2,3
Fungsi ventilasi dari tuba Eustachius anak kurang efisien daripada pada orang
dewasa. Infeksi sistem pernafasan bagian atas yang berulang-ulang dan
pembesaran adenoid pada anak-anak akan menyebabkan terjadinya penyakit
telinga tengah pada anak. Bagaimanapun, pada saat anak tumbuh, fungsi tuba
Eustachius membaik dan sebagai bukti berkurangnya frekuensi terjadinya otitis
media dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. 1,2,3
Normalnya, tuba Eustachius membuka berulang-ulang, secara stabil mengatur
tekanan bagian tengah antara +50 mm dan -50 mm H 2O. Tekanan di atas dan di
bawah +50 mm -50mm H2O, tidak mengindikasikan akan terjadi penyakit telinga
5

tengah. Sekitar 1 ml udara dapat diserap dari bagian tengah telinga dalam jangka
waktu 24 jam. Sel-sel sistem mastoid berfungsi sebagai penyimpanan gas bagian
tengah telinga. 1,2,3
b. Perlindungan telinga tengah dari sekresi nasofaring dan tekanan suara
Tuba Eustachius menyalurkan secara normal sekresi dari telinga tengah
dengan sistem pengangkutan mukosiliari dan dengan berulangnya pembukaan atau
penutupan aktif tuba yang memperbolehkan sekresi mengalir ke nasofaring. 1,2,3
Kekacauan dari sistem penutupan bagian tengah telinga, seperti perforasi
membran timpani atau setelah operasi mastoid, terkadang menyebabkan refluks
dari sekresi nasofaring ke dalam tuba menyebabkan otorhea. Demikian juga
dengan mengenduskan hidung yang kuat dapat menciptakan tekanan tinggi pada
nasofaring menuju telinga tengah. 1,2,3
Sebaliknya, tekanan negatif bagian tengah

telinga seperti saat berada

dipesawat atau saat penyelaman dapat menyebabkan penyumbatan tuba


Eustachius. Hal ini dapat menyebabkan stagnasi dari sekresi dan efusi berkumpul
ditelinga tengah menyebabkan barotrauma. 1,2,3
Bagian tengah juga diproteksi oleh pertahanan lokal imunologi dari epitel
respiratori dari tuba Eustachius, begitu juga pertahanan mukosiliari yang
melakukan fungsi pembersihan. Protein surfaktan imunoreaktif yang ada di paru
diisolasi dari bagian tengah telinga dari hewan dan manusia ternyata mempunyai
fungsi proteksi yang sama pada bagian tengah telinga. 1,2,3
c. Pembersihan dan penyaluran sekresi telinga tengah ke nasofaring
(Drainase)
Penyaluran sekresi dan pengeluaran benda asing dari telinga tengah
dikerjakan oleh sistem mukosiliari dari tuba Eustachius. Mukosa bagian tengah
telinga bekerjasama dengan otot tuba Eustachius melakukan fungsi penbersihan
dan juga membantu mengatur tekanan permukaan didalam lumen tuba. 1,2,3
Model flask yang diperkenalkan oleh Bluestone dan rekannya menjelaskan
lebih baik konfigurasi dari anatomi tuba Eustachius dalam proteksi dan drainase
telinga tengah. Pada model ini, tuba Estachius dan sistem bagian tengah telinga
6

menyerupai botol dengan leher yang panjang dan sempit. Mulut dari botol
mempresentasikan ujung nasofaring, bagian sempit leher mempresentasikan
istmus, bagian tengah telinga dan sistem mastoid mempresentasikan badan dari
botol tersebut. 1,2,3
Cairan yang mengalir melalui leher botol tersebut tergantung dari tekanan
pada ujung botol, radius dan panjang dari leher botol serta kekentalan dari cairan.
Aliran cairan berhenti pada bagian leher yang sempit kerana diameternya yang
kecil, juga karena tekanan udara positif pada ruang dari botol. Tetapi hal ini tidak
menjadi pertimbangan tugas dari otot tensor veli palatine pada perbukaan
nasofaringeal orifisium tuba Eustachius. 1,2,3
2.3 Definisi Tuba Kataralis
Kata Catarrh berasal dari bahasa yunani katarrhein. Katar yang berarti
turun dan rhein yang bererti mengalir. Jika diartikan dapat berarti lapisan eksudat
yang tebal yang terdiri dari mukus dan sel darah putih yang disebabkan oleh
pembengkakan dari membran mukosa dikepala yang merupakan respon dari suatu
infeksi. Ini merupakan gejala peradangan yang biasa ditemukan pada flu dan batuk,
tetapi dapat pula ditemukan pada pasien dengan infeksi dari adenoid, infeksi telinga
tengah, sinusitis atau tonsilitis. Keluhan yang sering tampak pada tuba kataralis
adalah tersumbatnya hidung dan tuba eustachius yang menyebabkan penderita dapat
mendengar suara sendiri. Beberapa usaha yang terus dikembangkan adalah
bagaimana mengurangi atau menghilangkan sumbatan tuba tersebut. 1,2,3
Tuba kataralis terbagi atas 2, yaitu :
1. Tuba kataralis akut.
Disebabkan oleh edema dari mukosa tuba eustachius, hingga lumen tertutup.
Akibat udara dalam kavum timpani tidak berhubungan lagi dengan udara yang
ada dalam faring, sehingga udara direabsorbsi dan terjadi vakum dalam
kavum timpani, akibat terjadi retraksi membrana timpani.1
2. Tuba kataralis kronis.

Dapat terjadi bila penyembuhan tuba kataralis akut tidak sempurna dan
adanya kelainan-kelainan dalam hidung, sinus, pallatum mole dan nasofaring.1
2.4 Etiologi
Tuba kataralis merupakan hasil dari reaksi peradangan. Tuba kataralis
disebabkan oleh peradangan membran mukosa yang menyebabkan membran mukosa
tersebut menjadi hipersekresi sebagai upaya untuk mengurangi peradangan itu
sendiri.4 Selain itu juga akibat adanya hipertrofi jaringan sekitar tuba ataupun tumor
dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis. Berikut beberapa contoh keadaan yang
menyebabkan terjadinya tuba kataralis.
a. Tuba kataralis akut1 :

Penyakit hidung (rhinitis akut), dalam sinus dan nasofaring.


Deviasi dari septum.
Poliposis nasi.
Hipertropi khonka nasalis.
Tamponade Bellocq.
Tumor pada nasofaring.
Palatoschisis

b. Tuba kataralis kronik1 :

Adenoiditis kronis dengan hyperplasia.


Adenoiditis kronis.
Sinusitis kronis.
Rhinitis alergi atau kronis
Hypertropi konkha nasi.
Poliposis nasi.
Sikatrik atau perlengketan nasofaring terutama pada fossa Rosen-

Muller.
Kerusakan torus tularis sebagai komplikasi adenoidektomi.
Deviasi septum nasi posterior.
Stenosis atau malformasi langit-langit.
Paralysis atot-otot palatum.
Tumor nasofaring

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis dapat


dijabarkan sebagai berikut

a. Hipertrofi adenoid
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba Eustachius
yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga
tengah akibat tuba Eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya
sumbatan.5
b. Tumor Nasofaring
Gangguan pendengaran merupakan salah satu gejala dini dari penyakit
ini, disamping gejala dini lain yang berupa hidung buntu atau hidung keluar
darah, tetapi gejala tersebut sering tidak terpikir oleh dokter pemeriksa
bahawa penyebabnya adalah tumor ganas di nasofaring, sehingga baru
diketahui bila penyakit sudah dalam keadaan lanjut.6
Gangguan pendengaran kadang-kadang disertai juga keluhan rasa penuh
di telinga, telinga berbunyi atau rasa nyeri ditelinga. Banyak penulis
mengatakan, bahawa lokasi permulaan tumbuh tumor ganas nasofaring paling
sering adalah di fosa Rosenmuller, sebab daerah tersebut merupakan daerah
peralihan epitel. Dalam penyebarannya, tumor dapat mendesak tuba
Eustachius serta mengganggu pergerakan otot Levator Palatini yang berfungsi
membuka tuba, sehingga fungsi tuba terganggu dan mengakibatkan gangguan
pendengaran berupa menurunnya pendengaran tipe konduksi yang bersifat
reversible.6
c. Peradangan
Sering menyerang pada balita, salah satu faktor penyebabnya adalah
karena saluran penghubung antara telinga tengah dengan atap tengkorak yang
berdekatan dengan lubang hidung bagian belakang (Eustachius) pada anak
balita, yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang belum
sempurna.7
Anatomis yang lebih pendek, lebih sempit dan lebih mendatar
dibandingkan orang dewasa. Akibatnya saluran ini dengan mudah dapat
tersumbat, misalnya karena terjadinya infeksi baik pada hidung, sinus,
adenoid maupun tonsil. Dengan adanya cairan atau pembengkakan selaput
lendir di dalam saluran Eustachius yang tersumbat itu dapat berlanjut jadi
9

peradangan. Penyebab peradangannya antara lain karena adanya infeksi pada


cairan yang menyumbat bagian telinga tengah ini.7
d. Alergi
Alergi adalah satu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat
dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks
dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.8
Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE,
mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperan dalam proses
inflamasi. Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan
beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut
organ sasaran dan pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang
kompleks sehingga menimbulkan edema pada jaringan yang mengalami
inflamasi8
e. Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan dibagian dalam telinga yang disebabkan
oleh tidak samanya tekanan udara dikedua gendang pendengar. 1
2.5 Patofisiologi
Tuba eustachius berfungsi mengatur tekanan kavum timpani (ventilasi) agar
tekanan udara dalam telinga tengah sama dengan tekanan udara luar, mengalirkan
keluar sekret dari telinga tengah dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
telinga tengah.1,2,3,4
Obstruksi tuba eustachius yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang telah
disebutkan di atas akan menyebabkan terhalangnya udara masuk ke telinga tengah.
Sehingga udara yang ada di dalam kavum timpani tidak berhubungan lagi dengan
udara yang di dalam faring, udara yang ada dalam kavum timpani direabsorbsi
sehingga menyebabkan tekanan negative yang akan menarik membrane timpani
hingga menyebabkan retraksi membran timpani.1,2,3
Apabila penyakit ini tidak segera diobati, dapat berlanjut menjadi bentuk
kronis dari tuba kataralis, dimana akibat adanya vakum dalam kavum timpani akan
menyebabkan efusi dan transudasi dari mukosa dan ini biasanya terjadi pada chronic
10

total obstruction.1,2,3 Dimana hal itu akan berkembang menjadi suatu keadaan otitis
media serosa dan apabila terjadi infeksi bakteri ke telinga tengah akan menyebabkan
otitis media akut

Gambar 3 : Oklusi tuba yang menyebabkan perbedaan tekanan udara


2.6 Manifestasi Klinis
a. Tuba kataralis akut
Gejala :

Telinga terasa tertekan, rasa penuh,


Telinga berdengung.
Bila menelan mengeluarkan ingus, atau menguap merasa sedikit sakit dan
sekonyong-konyong pendengaran jelas kembali, tetapi akhirnya tertutup

lagi.
Pendengaran berkurang.
Autofonie (mendengar suara sendiri pada telinga yang sakit karena
bertambahnya resonansi dari suara sendiri).1,3

Pada otoskopi didapatkan :

Membran timpani sedikit hiperemis, reflek cahaya berubah, jika sudah


lama dapat terjadi retraksi.1,3

b. Tuba kataralis kronis


Gejala :

Telinga rasa penuh, rasa tertekan.

11

Tinnitus, autofonie
Telinga berbunyi, ingusan, rasa pening.
Pendengaran berkurang.
Bila ada tersendat terasa ada air didalam telinga.1,3

Pada otoskopi didapatkan:

Membrana timpani tertarik ke dalam (retraksi), reflek cahaya mengecil,


tempatnya berubah atau hilang sama sekali.1,3

Tuba kataralish kronik terbagi atas 3 stadium :


1.

Tuba kataralis kronika simpleks (penyempitan eustachius yang menahun)


tejadi karena oedem dari mukosa dan timbulnya jaringan submukus.1,3

2.

Bentuk eksudatif
Tejadi pemyempitan tuba eustachius akan tetapi didalam kavum timpani
terdapat cairan, ini disebabkan adanya pembendungan urat-urat darah
sehingga cairan masuk ke kavum timpani.1,3
Otoskopi :

Membrana timpani kelihatan agak membiru atau lebih mengkilat dan


agak kekuning-kuningan.
Dijumpai meniscus seperti garis hitam bila cairan tidak penuh atau
garis putih oleh karena cahaya.
Permukaan cairan tetap horizontal, walaupun posisi kepala kita
ubah.1,3

3.

Bentuk hipertropi
Terjadi pembentukan jaringan didalam kavum timpani dan tuba eustachius
sehingga mengakibatkan perlengketan, pendengaran berkurang dan sukar
untuk sembuh kembali.1,3 Perlengketan dapat timbul antara gendang
telinga dengan promontorium antara tulang-tulang pendengaran dengan
sekitarnya, hingga pergerakkan tulang-tulang terganggu.1,3
Otoskopi :
Membrana timpani tipis (atropi), melekat pada promontorium, terdapat
penebalan timpani hingga warnanya kabur.1,3

12

2.7 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa manuver yang dapat dilakukan untuk memperbaiki fungsi
tuba Eustachius. Hal yang sederhana dapat dengan menelan, sehingga mengaktifkan
otot-otot dibelakang tenggorokan yang membantu membukanya tuba Eustachius.
Mengunyah permen karet, minum atau makan membantu penelanan. Menguap lebih
baik karena mengaktifkan otot lebih kuat.9
Jika telinga terasa penuh, kita dapat memaksa untuk membuka tuba
Eustachius dengan cara mengambil nafas dalam, dan menghembuskan sembari
menutup hidung dan mulut. Jika terasa berbunyi pada telinga berarti tuba Eustachius
terbuka dengan baik. Tetapi jika permasalahan masih ada walaupun sudah melakukan
manuver harus segera diperiksa dokter.9
Jika fungsi tuba sedang terganggu seperti sedang flu, sinusitis, infeksi telinga
atau serangan alergi, disarankan untuk menunda perjalanan penggunakan pesawat
atau menyelam, karena dapat menyebabkan keadaan yang membahayakan, terutama
organ pendengaran. Pada bayi dan balita, mereka tidak dapat menyamakan tekanan
sendiri secara aktif sehingga harus diberikan minuman atau permen. Karena dengan
menelan tuba Eustachius terbuka dan fungsi menyamakan tekanan dapat terjadi.9
Karena kebanyakan tuba kataralis disebabkan oleh infeksi dan inflamasi pada
saluran napas maka pengobatan ditujukan untuk menghentikan penyebabnya.
Pengobatan untuk rhinosinusitis virus pada orang dewasa didasarkan pada
vasokonstriktor, sering dikaitkan dengan agen anti-histamin dan dengan tindakan
atropinergik. Kontribusi yang mungkin timbul dari agen atropinergik murni saat ini
sedang dalam evaluasi. Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) tampaknya tidak
memiliki pengaruh dan penggunaan preparat kortikosteroid tidaklah tepat karena
tidak memiliki indikasi.9
Pada seorang pasien yang sedang dengan sumbatan pada hidung upaya yang
pertama adalah menegakkan diagnosis yang benar. Karena pengobatan tidak selalu
diperlukan dan apabila diberikan pengobatan haruslah seimbang dengan resiko
terapinya. Jika pasien memiliki masalah yang akut seperti rhinitis dan sinusitis.
Sebuah dekongestan topikal mungkin merupakan pengobatan yang paling efektif,
tetapi ini tidak boleh berlangsung lebih dari beberapa hari dan pasien harus
diperingatkan agar tidak membeli obat serupa untuk dipergunakan lebih lama.9
13

Dalam kasus yang lebih kronis seperti alergi atau rhinitis vasomotor,
pengobatan oral adalah yang terbaik. Simpatomimetik secara oral (pseudoefedrin atau
phenylephrine) mungkin sudah cukup, atau antihistamin saja sudah dapat membantu
dalam rhinitis alergi. Kombinasi produk sering efektif tetapi haruslah diingat tentang
kontraindikasi dan pencegahan untuk masing-masing bahan.9
Penyebab lain dapat ditangani dengan tindakan pembedahan seperti hipertrofi
adenoid atau fibroma nasofaring di operasi, polip hidung diekstrasi dan septum
deviasi dikoreksi.
Komplikasi yang ditimbulkan jarang terjadi bila penyakit cepat diketahui dan
di terapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila berlanjut
maka komplikasi yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pendengaran berkurang
tau total.1
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama

: KW

Umur

: 45 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Bali

Pendidikan

: SMA

Status Perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Jalan Cokroaminoto Denpasar

Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2015


3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Telinga kiri nyeri
14

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik THT RS Indera Provinsi Bali dengan keluhan
telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan
nyerinya semakin memberat sekitar dua hari sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan
telinga terasa nyeri tersebut dirasakan hilang timbul. Saat nyeri pada telinganya
muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri. Selain itu pasien
juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta pendengarannya
berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Pasien mengalami batuk dan pilek
sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan hidung tersumbat yang dirasakan lebih
berat pada hidung sebelah kiri. Saat pilek hidung pasien berair dan mengeluarkan
cairan berwarna bening. Batuk dikatkan berdahak dan pasien sulit untuk
mengeluarkannya. Riwayat demam dan sakit tenggorokan disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.
Riwayat sering bersin-bersin, pilek yang sering kambuh, dikatakan pernah namun
tidak terlalu sering. Keluhan batuk lama, telinga berair disangkal oleh pasien. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, dan diabetes
melitus.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan untuk mengatasi keluhan ini
sebelum dating ke RS Indera.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan seperti yang dialami
oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, dan diabetes mellitus
pada keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan
sebelumnya.
Riwayat Sosial Ekonomi

15

Pasien merupakan seorang pegawai swasta. Waktu pasien lebih banyak


dihabiskan di rumah setelah pulang dari bekerja. Riwayat merokok dan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum

: Baik

Skor Nyeri

: 3/10

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4 V5 M6

Denyut Nadi

: 80 kali/menit

Respirasi

: 18 kali/menit

Temperatur Axila

: 36,5 oC

Status General
Mata

: Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterus -/-

THT

: Sesuai status THT

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening -/- pembesaran kelenjar


tiroid - / -

Thorak

: Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)


Pulmo: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Abdomen

: Distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Hangat + +
+

Edema

Status Lokalis THT


Telinga

16

Kiri

Kanan

Retraksi - / +
Hiperemi - / +
Reflex cahaya + / suram
Telinga
Daun telinga
Nyeri Tekan Tragus
Nyeri Tarik Aurikuler
MAE

Kanan
Bentuk normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang

Kiri
Bentuk normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang

Membrane timpani

Intak

Retraksi, hiperemis

Discharge
Tumor
Mastoid

Reflex cahaya +
Tidak ada
Tidak ada
Normal

Reflex cahaya (suram)


Tidak ada
Tidak ada
Normal

Tes Pendengaran
Rinne
Schwabah
Weber

Kanan
Kiri
+
Normal
Memanjang
Lateralisasi ke telinga yang sakit (kiri)

Hidung
Anterior
Posterior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri
17

Kongesti

Kongesti

Hidung
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Sekret
Mukosa
Tumor
Konka
Sinus
Koana

Kanan
Normal
Normal
Tidak ada deviasi
Serous
Hiperemi
Tidak ada
Kongesti
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi

Kiri
Normal
Normal
Tidak ada deviasi
Serous
Hiperemi
Tidak ada
Kongesti
Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi

Tenggorok

Tonsil
Kiri

Tonsil
Kanan

Tenggorok
Dispneu
Sianosis
Mukosa
Dinding belakang faring
Stridor
Suara
Tonsil

Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Granulasi (-), post nasal drip (-)
Tidak ada
Normal
T1/T1 tenang

3.4. Resume
Pasien perempuan umur 45 tahun, suku Bali, datang ke Poliklinik THT RS
Indera Provinsi Bali dengan keluhan telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu
sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan nyeri dirasakan hilang timbul dan saat nyeri

18

pada telinganya muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri.
Selain itu pasien juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta
pendengarannya berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Pasien mengalami
batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan hidung tersumbat yang
dirasakan lebih berat pada hidung sebelah kiri. Saat pilek hidung pasien berair dan
mengeluarkan cairan berwarna bening. Riwayat demam dan sakit tenggorokan
disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan lokalis THT ditemukan MAE kedua telinga lapang,
discharge tidak ada membran timpani kiri retraksi berwarna hiperemis dengan refleks
cahaya yang berkurang dan suram, pada hidung kiri dan kanan ditemukan mukosa
hiperemis dan kongesti.
3.5. Diagnosis Banding
-

Tuba kataralis akut auricula sinistra et causa rhinitis akut


Otitis media akut auricula sinistra fase hiperemis

3.6. Diagnosis Kerja


-

Tuba kataralis akut auricula sinistra et causa rhinitis akut

3.7. Penatalaksanaan
-

Pseudoefedrin HCL 60 mg setiap 8 jam


Triprolidin HCL 2,5 mg setiap 8 jam
Asam mefenamat 500 mg dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam apabila

terasa sakit pada telinga.


Ambroxol 30 mg setiap 8 jam

KIE :
-

Lakukan manuver untuk membuka tuba eusthacius seperti menelan,


menguap, menghembuskan nafas dalam sambil menutup mulut dan

hidung (valsava manuever) sampai telinga terasa terbuka.


Menghindari minuman dingin dan makanan yang dapat memicu

timbulnya keluhan
Istirahat yang cukup

19

Hindari bepergian dengan pesawat atau kegiatan menyelam saat pilek

atau menderita ISPA


Kontrol apabila keluhan menetap
Setelah mengkonsumsi obat antihistamin sebaiknya menghindari aktivitas
seperti berkendara.

3.8. Prognosis
Dubius ad bonam.

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis yang telah dilakukan didapatkan pasien mengalami keluhan
telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan
nyerinya semakin memberat sekitar dua hari sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan
telinga terasa nyeri tersebut dirasakan hilang timbul. Saat nyeri pada telinganya
muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri. Selain itu pasien
juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta pendengarannya
berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Berdasarkan gejala yang
disebutkan oleh pasien tersebut mengarahkan pada diagnosis tuba kataralis akut
dimana sesuai dengan tinjauan pustaka yang telah disebutkan di atas, dimana pada
20

pasien ini gejala yang didapatkan adalah telinga terasa nyeri, suara sendiri yang
bergema, serta pendengaran yang berkurang dan telinga terasa tidak nyaman.
Pasien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu mengalami batuk dan pilek,
disertai dengan hidung tersumbat yang dirasakan lebih berat pada hidung sebelah kiri.
Saat pilek hidung pasien berair dan mengeluarkan cairan berwarna bening. Riwayat
demam dan sakit tenggorokan disangkal oleh pasien. Hal ini menandakan sebelum
terjadi keluhan pada telinga terdapat suatu infeksi dan inflamasi akut pada hidung
pasien yang dapat disebabkan oleh virus. Sesuai dengan patofisiologi tuba kataralis
yang merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyempitan dan obstruksi dari tuba
eustachius, yang salah satunya disebabkan oleh edema mukosa hidung dan berlanjut
pada edema mukosa tuba akibat adanya infeksi. Pasien belum pernah mengalami hal
yang sama sebelumnya, namun riwayat bersin-bersin dan pilek hilang timbul, serta
riwayat atopi disangkal oleh pasien yang cenderung mengarahkan pada keadaan akut
dimana faktor risiko terjadinya keadaan kronis kurang mendukung.
Berdasarkan pemeriksaan THT didapatkan membran timpani telinga kiri
hiperemi dan refleks cahaya berkurang dan suram yang menandakan adanya retraksi,
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pada tuba kataralis akut gambaran
otoskopi ditemukan membrana timpani sedikit hiperemis, reflek cahaya berubah, jika
sudah lama dapat terjadi retraksi. Dari patofisiologi juga menyebutkan bahwa
obstruksi tuba menyebabkan terhalangnya udara masuk ke telinga tengah, sehingga
udara yang ada dalam kavum timpani direabsorbsi sehingga menyebabkan tekanan
negatif yang akan menarik membrane timpani hingga menyebabkan retraksi membran
timpani.
Pemeriksaan hidung juga menghasilkan adanya hiperemi pada mukosa hidung
dan kongesti konka serta sekret serous encer yang mengindikasikan infeksi virus
mengakibatkan rhinitis akut yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis.
Dari anamnesis di atas disimpulkan pasien mengalami tuba kataralis aurikula
sinistra et causa rhinitis akut. Pendekatan penatalaksanaan yang dilakukan adalah
dengan menangani penyebab obstruksi tuba eustachius tersebut. Pada pasien ini
didapatkan rhinitis akut sebagai penyebabnya, yang menyebabkan adanya kongesti
mukosa hidung dan edema mukosa tuba. Pemberian dekongestan pseudoefedrin 60

21

mg setiap 8 jam bertujuan untuk mengurangi kongesti. Pemberian antihistamin


Triprolidin HCL 2,5 mg setiap 8 jam bertujuan untuk mengurangi edema yang
merupakan respon inflamasi yang salah satunya disebabkan oleh mediator inflamasi
seperti histamin. Selain itu diharapkan efek sedasi yang dihasilkan menyebabkan
pasien dapat beristirahat dengan lebih baik, sehingga imunitas pasien membaik dan
dapat mempercepat penyembuhan dari infeksi dan tidak terjadi infeksi sekunder
bakteri. Dimana kita ketahui rhinitis akut akibat virus merupakan self limiting
disease, yang dapat sembuh sendiri apabila tidak ada infeksi bakteri sekunder yang
memerlukan antibiotik. Asam mefenamat merupakan salah satu OAINS yang dapat
berfungsi sebagai analgetik yang dapat diberikan apabila pasien mengalami nyeri
pada telinganya. Pasien juga diberikan ambroxol tablet 30 mg setiap 8 jam yang
bertujuan untuk mengencerkan dahak sehingga pasien dapat beristirahat dan keluhan
batuknya berkurang. Pasien juga disarankan melakukan manuver valsava untuk
membuka tuba eustachius, menghindari minuman dingin, serta bepergian dan
menyelam dengan pesawat untuk menghindari barotrauma.
BAB V
SIMPULAN

Tuba kataralis dapat disebabkan oleh peradangan yang menyebabkan edema


mukosa sehingga terjadi obstruksi pada tuba eustachius sehingga berakibat pada
retraksi membran timpani. Tuba kataralis dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Pada anamnesis pasien ditemukan keluhan telinga kiri terasa nyeri, autofoni, serta
pendengaran berkurang, yang diawali oleh pilek dan batuk bedahak. Pada
pemeriksaan THT didapatkan retraksi membran timpani kiri serta kongesti konka dan
hiperemi mukosa hidung. Pasien disimpulkan mengalai tuba kataralis akut auricular
sinistra et causa rhinitis akut. Penatalaksaanaan pada pasien ini diberikan untuk
menangani penyebab obtruksi tuba yaitu pemberian dekongestan pseudoefedrin 60
mg setiap 8 jam, antihistamin untuk mengurangi edema berupa Triprolidin HCL 2,5
mg setiap 8 jam, ambroxol 30 mg setiap 8 jam dan analgetik asam mefenamat apabila
22

terjadi nyeri di telinga. Juga dilakukan KIE untuk melakukan valsava manuver serta
menghindari faktor risiko.

23

Anda mungkin juga menyukai