Eritroderma
Eritroderma
PENDAHULUAN
laki-laki dan perempuan 1,6:1 (Damayanti dkk, 2013). Diagnosis yang ditegakkan
lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat
mempengaruhi prognosis penderita (Mapar dkk, 2011).
Eritroderma dapat disebabkan oleh berbagai penyakit kulit yang telah
diderita sebelumnya. Faktor penyebab dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok
yaitu perluasan penyakit kulit sebelumnya (dermatosis primer), reaksi obat,
keganasan, dan idiopatik. Pemeriksaan histopatologi dapat mengidentifikasi kausa
eritroderma hingga 50% kasus, khususnya jika menggunakan biopsi multipel
(Vasconcellos dkk, 1995; Karakayli dkk, 1999).
Gambaran klinis yang menyertai eritroderma bervariasi. Beberapa studi
menyebutkan bahwa gejala pruritus merupakan manifestasi klinis tersering pada
eritroderma (Rym dkk, 2005; Jowkar dkk, 2006; Khaled dkk, 2010; Li dan Zheng,
2012). Gejala klinis tersering lainnya seperti kulit berskuama, limfadenopati,
kelainan kuku, demam, edema, dan hepato-splenomegali yang bervariasi dan
memiliki frekuensi berbeda di tiap wilayah (Pal dan Haroon, 1998; Sudho dkk,
2003; Rym dkk, 2005; Jowkar dkk, 2006; Yuan dkk, 2010; Kalsy dan Puri, 2013).
Temuan hasil laboratorium juga bervariasi pada kasus eritroderma.
Kelainan hasil laboratorium yang sering dijumpai yaitu kenaikan laju enap darah
(LED), leukositosis, eosinofilia, peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)-E, dan
anemia. Terdapat perbedaan frekuensi abnormalitas hasil laboratorium dari
beberapa studi. Anemia dilaporkan memiliki frekuensi tersering pada beberapa
studi (Pal dan Haroon, 1998; Sudho dkk, 2003). Yuan dkk (2010) menyebutkan
bahwa kenaikan C-reactive protein (CRP) merupakan kelainan hasil laboratorium
tersering yang dijumpai pada kasus eritroderma. Sedangkan leukositosis,
eosinofilia, kenaikan LED, dan peningkatan kadar IgE dilaporkan memiliki
frekuensi tersering pada studi-studi lainnya (Rym dkk, 2005; Jowkar dkk, 2006;
Earlia dkk, 2009; Hulmani dkk, 2014).
Pola etiologi dari eritroderma bervariasi di berbagai negara. Dermatosis
primer merupakan penyebab tersering eritroderma pada dewasa (Pal dan Haroon,
1998; Jowkar dkk, 2006; Yuan dkk, 2010; Li dan Zheng, 2012). Kalsy dan Puri
(2013) melaporkan bahwa erupsi obat merupakan penyebab tersering eritroderma
pada anak. Erupsi obat, keganasan (cutaneous T-cell lymphoma/CTCL), dan
idiopatik memiliki frekuensi bervariasi di beberapa laporan (Rym dkk, 2005;
Jowkar dkk, 2006; Earlia dkk, 2009; Hulmani dkk, 2014). Studi pendahuluan di
RSUP Dr. Sardjito menyebutkan bahwa etiologi yang mendasari kasus-kasus
eritroderma periode 2008-2012 yaitu psoriasis vulgaris (43.48%), dermatitis
kontak alergi (19.57%), erupsi obat (13.04%), psoriasis pustular generalisata
(5.43%), dermatitis seboroik (9.78%), mycoses fungoides (3.26%), dermatitis
kontak iritan (2.17%), dan dermatitis atopik (1.08%) (Damayanti dkk, 2013).
Pendekatan penegakan diagnosis pada kasus eritroderma tergantung pada
riwayat penyakit sebelumnya, seperti riwayat pemakaian obat atau medikasi lain.
Pasien dengan penyakit kulit sebelumnya yang rekalsitran dapat berkembang
menjadi eritroderma. Pada beberapa kasus eritroderma, penyakit yang mendasari
dapat ditegakkan dengan mudah, namun sebaliknya banyak kasus eritroderma
cukup sulit ditegakkan kausanya (Akhyani dkk, 2005; Li dan Zheng, 2012). Nilai
diagnostik dari pemeriksaan histopatologi eritroderma masih sering menjadi
perdebatan. Kesepakatan klinis dan histopatologi pada kasus eritroderma
bervariasi, berkisar antara 20 70% (Zip dkk, 1993; Pal dan Haroon, 1998;
Khaled dkk, 2010; Hulmani dkk, 2014). Tidak semua studi meneliti besarnya
kesepakatan klinis dan histopatologis (Sigurdsson dkk, 1996; Sudho dkk, 2003;
Jowkar dkk, 2006; Earlia dkk, 2009; Yuan dkk, 2010; Kalsy dan Puri, 2013).
B. Pertanyaan Penelitian
1.
2.
Apa etiologi yang mendasari pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito
periode 2009 - 2013?
3.
4.
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui variasi dan frekuensi gejala klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode 2009 2013.
2.
3.
Untuk
mengetahui
seberapa
besar
kesepakatan
antara
klinis
dan
histopatologis pada kasus eritroderma di RSUP Dr. Sardjito periode 2009 2013.
4.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang
variasi klinis, hasil laboratorium, gambaran histopatologi sehingga dapat
meningkatkan ketrampilan dalam mendiagnosis etiologi eritroderma.
2.
Bagi institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi
mengenai
variasi
gejala
klinis,
hasil
laboratorium,
dan
gambaran
E. Keaslian Penelitian
Penulis
melakukan
penelusuran
melalui
internet
Judul
penelitian
Pal dan
Haroon,
1998
Erythroderma: A
clinioetiologic
study of 90
cases
Sudho
dkk,
2003
Clinicopathological
study of
exfoliative
dermatitis
Disain
peneliti
an
Deskriptif,
retrospektif
Deskriptif,
retrospektif
Hasil
Rasio eritroderma laki-laki dan perempuan
2,8:1, rerata usia 41,6 tahun. Gejala klinis:
kelainan kuku (80%), keterlibatan mukosa
(36,6%), alopesia (30%), pulau kulit sehat
(14,4%), deck chair sign (5,5%). Hasil
laboratorium: anemia (72,2%), peningkatan
LED (50%), leukositosis (32,3%), eosinofilia
(17,7%). Etiologi: dermatosis (74,4%)
meliputi psoriasis (37,8%), dermatitis
(12,2%), iktiosis (7,8%), pemfigus foliaseus
(5,6%), obat dan keganasan masing-masing
5,5%. Kesepakatan klinis dan histopatologis
sebesar 27,7%.
Rasio laki-laki dan perempuan 1,5:1, insidensi
tertinggi pada usia 21-30 tahun (24%). Gejala
klinis: skuama (100%), pruritus (80%), eritem
(80%), kelainan kuku (64%), menggigil
(60%). Hasil laboratorium: anemia (20%),
kenaikan LED (20%), hipoproteinemia (12%).
Etiologi: psoriasis dan eksim tersering.
Persamaan dan
Perbedaan
Penelitian
dilakukan di
Lahore, Pakistan.
Subyek penelitian
dewasa saja.
Penelitian
dilakukan di
India. Subyek
penelitian dewasa
saja. Pada
penelitian tidak
menganalisis data
histopatologis dan
kesepakatannya
dengan klinis.
Rym
dkk,
2005
Erythroderm
a in adults:
A report of
80 cases
Potong
lintang,
observa
sional
Jowkar
dkk,
2006
Erythroderma: A
clinicopathol
ogical study
of 102 cases
Deskriptif,
retrospektif
Earlia
dkk,
2009
Penderita
eritroderma
di Instalasi
Rawat Inap
Kesehatan
Kulit dan
Kelamin
RSUD Dr.
Soetomo
Surabaya
Tahun 20052007
Deskriptif,
retrospektif
Yuan
dkk,
2010
Erythroderma: A
clinicaletiological
study of 82
cases
Deskriptif,
retrospektif
Penelitian
dilakukan di
Tunisia. Subyek
penelitian dewasa
saja.
Penelitian
dilakukan di Iran.
Subyek penelitian
dewasa saja.
Penelitian
dilakukan di
Surabaya,
Indonesia. Subyek
penelitian 15
sampai > 65
tahun. Pada
penelitian tidak
menganalisis data
histopatologis dan
kesepakatannya
dengan klinis.
Penelitian
dilakukan di Cina.
Subyek penelitian
dewasa saja. Pada
penelitian tidak
menyebutkan
berapa persen
kesepakatan klinis
dan
histopatologis.
Khaled
dkk,
2010
Acquired
erythroderma in adults:
A clinical
and
prognostic
study
Potong
lintang,
retrospektif
Li dan
Zheng,
2012
Erythroderma: A
clinical and
prognostic
study
Deskriptif,
retrospektif
Kalsy
dan Puri,
2013
Erythroderma in
children:
Clinicoetiological
study from
Punjab
Deskriptif,
retrospektif
Hulmani
dkk,
2014
Clinicoetiological
study of 30
erythroderma cases
from tertiary
center in
South India
Deskriptif,
retrospektif
Penelitian
dilakukan di
Tunisia. Subyek
penelitian dewasa
saja.
Penelitian
dilakukan di
Beijing, Cina.
Subyek penelitian
dewasa saja.
Penelitian
dilakukan di
Punjab, India.
Subyek penelitian
anak-anak saja.
Pada penelitian
tidak
menyebutkan
berapa persen
kesepakatan klinis
dan
histopatologis.
Peneliatian
dilakukan di
Mangalore, India.
Subyek penelitian
dewasa saja.