Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 1

MODUL KARDIOVASKULAR

PEMICU 2
Disusun oleh:
Ryan Arifin
(I11110011)
Esti Nur Ekasari
(I11110025)
Vidia Asriyanti
(I11110031)
Fadilla Safira
(I11110051)
Mulyadi
(I111100 )
Erika Fitriani
(I11110046)
Ika Purwanti
(I11110057)
Wasis Setyo
(I11109043)
Chikita A.S
(I11109060)
Rosalinda
(I11109062)
Guntiar Rachmaddiansyah
(I11108068)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2012

PEMICU 2
Tuan G, 45 tahun, memiliki hobi olahraga karate yang dapat dilakukannya tanpa
keluhan. Tuan G juga memiliki kebiasaan merokok 20 batang sehari, namun amat jarang
melakukan pemeriksaan kesehatan. Ayahnya meninggal mendadak pada umur 60 tahun. Saat
ini Tuan G disuruh oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan. Pada pemeriksaan jasmani tampak sehat, tekanan darah 160/95 mmHg, nadi
80x/mnt,suhu 360 C, pernafasan 14x/mnt. Pemeriksaan lainnya normal. Berat badan 68 kg,
tinggi badan 172 cm.

DATA SEKUNDER
PEMERIKSAAN
HASIL
Hemoglobin
14, 1
Leukosit
220.000
Hematokrit
42
Kreatinin
0,8
Kolesterol total
268
LDL
166
HDL
30
Trigliserida
250
Gula darah puasa
140
Gula darah 2 jam PP 215
Ureum
28
Asam urat
6,5
Kalium serum
3,9
Natrium serum
137
Foto thorak normal
EKG: Irama sinus, Hipertrofi ventrikel kiri

NILAI NORMAL
13-18
150.000-350.000
40-52
0,7-1,5
150-310
<130
45-65
20-160
70-110
<140
10-38
2,5-9
3,5-5,2
135-145

KEYWORDs

Tn. G, 45 tahun, laki-laki


Memiliki hobi olahraga (Karate) yang dapat dilakukan tanpa keluhan
Kebiasaan merokok 20 batang/hari
Ayahnya meninggal mendadak pada usia 60 tahun
Jasmani tampak sehat
TD: 160/90 mmHg, N: 80 kali/menit, T: 360 C, R: 14 kali/menit
BB: 72 kg, TB: 172 cm (IMT: 24,33)

RUMUSAN MASALAH

Faktor-faktor resiko terjadinya Hipertensi pada Tn. G?

ANALISIS MASALAH
Tn. G, 45 tahun

Pem Fis

Riwayat

Hobi Karate
Merokok 20 batang/hari
Jarang periksa kesehatan
Ayah meninggal mendadak
usia 60 thn

TD: 160/90 mmHg


N: 80 kali/menit
R: 14 kali/menit
T: 360 C
BB: 72 kg TB: 172 cm
IMT: 24,33

Usia >45 thn

Merokok, 20
btg/hari

Ayah meninggal
usia 60 thn

Menurunnya
Elastisitas Vaskuler

Nikotin
meningkat

Riwayat
keluarga

TD: 160/90
mmHg

Hipertensi
Edukasi

HIPOTESIS
Faktor-Faktor Penyebab Hipertensi pada Tn. G adalah Usia, Riwayat Keluarga, Merokok
dan Jenis Kelamin

LEARNING ISSUEs

Hipertensi
Faktor Resiko Penyebab Hipertensi
Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit Jantung Koroner
Patofisiologi Peningkatan Tekanan Darah
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital dan Fisik Jantung
Radiologi
Elektrokardiogram (EKG)
Studi Kasus
- Pengaruh Zat-zat Rokok terhadap Tubuh
- Patofisiologi bradipnea
- Pengaruh IMT pada Hipertensi
- Edukasi

PEMBAHASAN LEARNING ISSUEs


1. HIPERTENSI
1.1 Definisi
Hipertensi adalah level tekanan darah dimana di atas level tersebut intervensi
terapeutik terbukti menurunkan risiko perkembangan penyakit kardiovaskular.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut
usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg.
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus
sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah sistolik <120 dan atau
diastolic <80 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer
dan kardiak output.
1.2 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebab, dibagi dua jenis:
Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini
tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi.
Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain
hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari
kasus-kasus hipertensi.
Kategori menurut JNC VIII
Kategori
Normal
Pre Hipertensi
Hipertensi
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3

Sistolik
< 120 mmHg
120-139 mmHg

Diastolik
< 80 mmHg
80-89 mmHg

140-159 mmHg
160-179 mmHg
180 mmHg

90-99 mmHg
100-109 mmHg
110 mmHg

1.3 Etiologi hipertensi


Peningkatan denyut jantung yang disebabkan stimulasi hormonal dan simpatik yang

abnormal dari nodus SA


Peningkatan volume sekuncup disebabkan oleh peningkatan volume plasma yang

mencerminkan peningkatan volume diastol


Mengkonsumsi garam

Hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total
Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang
tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal
saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang
berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan
kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau
TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan
garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan
renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah
penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan
tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
sistolik.
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa
secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan
dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.
Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.

1.4 Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di


pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

1.5 Faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor risiko hipertensi, antara lain:


1. Faktor genetik (tidak dapat dimodifikasi)
a. Usia; hipertensi umumnya berkembang antara usia 35 55 tahun.
b. Etnis; etnis Amerika keturunan Afrika berisiko tinggi terkena hipertensi.
c. Keturunan; 30 60% kasus hipertensi diturunkan secara genetis.
2. Faktor lingkungan (dapat dimodifikasi)
a. Diet; makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah.
b. Obesitas; risiko meningkat dengan bertambahnya berat badan.
c. Merokok; merokok dapat menurunkan HDL, meningkatkan koagulabilitas
darah, merusak endotel yang akan memicu terjadinya aterosklerosis.
d. Penyakit lain; diabetes melitus tipe II meningkatkan risiko peningkatan
tekanan darah 2 kali lipat. Diabetes melitus dapat meningkatkan kadar LDL
teroksidasi dan merusak endotel yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
1.6 Manifestasi Klinis

Sakit kepala, muntah, mual disebabkan peningkatan tekanan darah intracranial.

Pandangan kabur .

Edema disebabkan peningkatan tekanan kapiler .

Nokturia terjadi akibat peningkatan aliran darah ginjal dan infiltrasi glomerulus.

1.7 Komplikasi

Hipertensi dapat menyebabkan beberapa penyakit pada sistem kardiovaskular.

Diantaranya : penyakit jantung koroner (PJK), stroke, Aneurisma aorta.

Dapat juga menyerang organ lain,seperti mata (retinopati),ginjal (gagal ginjal).

2. PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI


1.1 Definisi
Hipertensi heart disease (HHD) atau penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang
diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

2.1 Pathofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai
akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini
ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk,
dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi
dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial koroner
yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan
massa miokard.
2.2 Gambaran radiologis
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat kerana hipertrofi
konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan
bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta ascenden dan
descenden melebar dan berkelok (pemanjangan aorta/elongasio aorta).Dasar
Kelainan : Kegagalan fungsi jantung akibat hipertensi.
2.3 Diagnosis
A.Keluhan Pokok
Keluhan hipertensi
Sesak napas
Nyeri dada
B.Tanda Penting
Kardiomegali
Bunyi jantung meningkat
Bising sistolik
Bunyi S4
Dispnu.

C.Pemeriksaan Laboratorium
Elektrolit darah
D.Pemeriksaan Khusus
EKG
Foto dada
Ekokardiografi : LVH (Left Ventricle Hypertrophy).
2.4 Komplikasi
1.Gagal jantung kiri
2.Aniurisme desekans aorta
3.Penyakit Jantung Koroner (PJK)
2.5 Penatalaksanaan
A.Terapi Umum
1. Istirahat
2. Diet
Berat badan di turunkan bagi yang obes
Rendah garam , alcohol dan kolestrol
3.Medikamentosa
Obat pertama : Diuretik :
o HCT
o Furosemid
o Spironolakton
Bloker beta
ACE-inhibitor
Digitalis
Obat alternative : B.Terapi Komplikasi -

2.6 PROGNOSIS
Tergantung dari penyulit yang muncul.

3. PENYAKIT JANTUNG KORONER


Kebutuhan oksigen miokardium dapat terpenuhi jika terjadi keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen. Penurunan suplai oksigen miokard dapat membahayakan
fungsi

miokardium.

Penyakit

jantung

koroner

disebabkan

oleh

adanya

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Bila kebutuhan


oksigen miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan
kebutuhan oksigen terjadi pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard,
hipertensi, hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam
jumlah yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan.
Empat faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen jantung, yaitu frekuensi
denyut jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan penyempitan
arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan penyebab tersering, penurunan aliran
darah (cardiac output), peningkatan kebutuhan oksigen miokard, dan spasme arteri
koroner.
Suply

Demand

Suply

Demand

Suply

Demand

3.1 Patogenesis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteria koronaria


yang paling sering ditemukan. Pada aterosklerosis koroner terdapat penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa pada arteria koronaria sehingga mempersempit lumen pembuluh darah
koroner. Pada tunika intima timbul endapan lipid yang mengandung banyak kolesterol.
Lalu timbul kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa,
kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler. Terjadi perubahan degeneratif dinding arteria
dan penyempitan lumen arteria koronaria.
3.2 Patofisiologi
Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan
nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).
Ventriekel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan
infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan
tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan
PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST.
Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan
cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang
mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.
Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat
menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina
pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil ialah nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul
saat melakukan aktifitas dan rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit serta hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP) yaitu pada UAP nyeri dada timbul pada

saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri.
Angina Varian merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri
koroner.
Infark
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel
yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami
nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Faktor Resiko

Aterosklerosis

P Suplai Darah Miokard

Iskemia Miokard

Nekrosis/Infark Miokard

P Kontraktilitas Miokard

P Curah Jantung

Gagal Jantung

Kematian
3.3 Faktor Resiko
Faktor Resiko Ireversibel :

Faktor Resiko Reversibel :

Usia

Hiperlipidemia, hiperkolesterol

Jenis kelamin

Hipertensi

Riwayat Keluarga / genetik

Merokok

Ras

Diabetes mellitus
Obesitas
Stress psikologik
Tipe kepribadian
Kurang aktifitas olahraga

3.4 Manifestasi Klinis


Tanpa gejala
Angina pektoris
Infark miokard akut
Aritmia
Payah jantung
Kematian mendadak

3.5 Diagnosis
Anamnesis
Apakah adanya gejala nyeri dada yang harus dibedakan dengan nyeri dada bukan
jantung, jika berasal dari jantung harus dibedakan apakah berasal dari koroner atau
bukan. Perlu dianamnesis juga apakah ada riwayat infark sebelumnya serta faktor
faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes, merokok, riwayat keluarga yang menderita

sakit jantung koroner dan juga adanya stress. Terdapat faktor pencetus sebelumnya
seperti aktivitas fisik berat, stress emosi.
Nyeri dada
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardial pasien IMA dan merupakan
pertanda awal dalam pengelolaan pasien. Sifat nyeri dada angina adalah sebagai berikut :
1. Lokasi : berada pada substernal, retrosternal, dan prekordial
2. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat seperti
ditusuk, diperas atau dipelintir
3. Penjalaran : ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dapat juga ke lengan kanan.
4. Adanya faktor pencetus : aktivitas fisik, emosi, udara dingin dan sesudah makan.
5. Gejala yang menyertai : keringat dingin, cemas, lemas, mual, muntah serta sulit
bernafas.
6. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau memakan obat nitrat. Nyeri
juga terdapat pada perikarditis akut, emboli paru, gangguan gastroinstestinal dan
lain sebagainya.
Pemeriksaan fisik
Pasien terlihat cemas, pada ekstrimitas pucat dan dingin. Kombinasi nyeri dada >
30 menit dan banyak keringat dicurigai STEMI. Peningkatan suhu sampai 38oC, disfungsi
ventrikulas S4 dan S3 gallop, penurunan instensitas bunyi jantung pertama dan spit
paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik.
EKG
Terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T,
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Dilakukan 10
menit setelah pasien datang ke IGD.
Pemeriksaan laboratorium
Pertanda adanya nekrosis jantung, selnya akan mengelurakan enzim yang dapat
dapat diukur

1. CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan
mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari.
Operasi jantung, miokarditis dan injuri otot juga meningkatkan CKMB.
2. cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark
miokard, dan mencapai puncak setelah 10 24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5 14 hari sedangkan cTn I setelah 5 -10 hari.
Pemeriksaan enzim lainnya
1. Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4 8 jam.
2. Creatini kinase meningkat setelah setelah 3 8 jam mencapai puncak setelah 10
36 jam dan kembali normal dalam 3 4 hari.
3. Lactat dehydrogenase (LDH) men igkat setelah 24 28 jam mencapai puncak 3
6 hari kembali normal dalam 8 14 hari
4. Juga terjadi leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam
setelah nyeri dan menetap dalam 3 -7 hari, leukosit dapat mencapai 12000
15000/ul.
3.6 Pengobatan
Tujuan pengobatan:
1. Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian.
Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut
dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya
hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan (i) mengurang progresif plak
(ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi
endotel, dan akhirnya (iii) mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau
pecahnya plak. Obat yang digunakan: Obat Antitrombotik: aspirin dosis rendah,
antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine; obat
penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitors; Beta-blocker; Calcium channel
blockers (CCBs).
2. Untuk memperbaiki gejala dan iskemi
Obat yang digunakan yaitu nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Betablocker, CCBs.
Tatalaksana Umum

Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang
perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan bahwa
kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi
gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi,
diabetes, dislipidemia, dll. Perlu ditangani secara baik (lihat selanjutnya pada bab
pencegahan). Cara pengobatan PJK yaitu pengobatan farmakologis dan revaskularisasi
miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya menyembuhkan.
Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyebab
agar progresi penyakit dapat dihambat.
Pengobatan Farmakologik
1. Aspirin dosis rendah
Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat
utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan, bahwa dosis 75150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena
itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien PJK kecuali bila ditemui
kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan diberi jangka lama namun perlu
diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi.
Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin
lainnya.
2. Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine
Merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel
lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap
aspirin. AHA/ACC guidelines update 2006 memasukkan kombinasi aspirin dan
clopidogrel harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent, lebih 1
bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan lebih
6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
3. Obat penurun kolesterol
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi
primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa
statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study),
ASCOTT-LLA atorvastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi.
Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme lain
(pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dll.

Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi


kerusakan miokard akibat tindakan. Target penurunan LDL kolesterol adalah <
100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan
menurunkan LDL kolesterol < 70 mg/dl.
4. ACE-Inhibitor/ARB
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada pasien
dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi antara lain HOPE study,
EUROPA study dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan ARB
(Angiotensin-II-receptor blocker).
5. Nitrat
Pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator sehingga
preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun sehingga dengan
demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan
pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran
darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak
respons dengan nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark
miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
6. Penyekat
Penyekat menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor -1 yang
dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat
dilakukan dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi
terpenting pemberian penyekat adalah riwayat asma bronkial, serta disfungsi
bilik kiri akut.
7. Antagonis kalsium
Mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium dapat mengurangi keluhan pada
pasien yang telah mendapat nitrat atau penyekat ; selain itu berguna pula pada
pasien yang mempunyai kontraindikasi penggunaan penyekat . Antagonis
kalsium tidak disarankan bila terdapat penurunan fungsi ventrikel kiri atau
gangguan konduksi atrioventrikel.
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina
stabil menurut ESC (European Society of Cardiology) 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang
spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau riwayat
intoleransi aspirin) (level evidence A).

2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner (level
evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor,
seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan
disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah
mendapat infark miokard (level evidence A).

4. PATOFISIOLOGI PENINGKATAN TEKANAN ARTERI


Peran system saraf
Salah satu fungsi system saraf dalam pengaturan sirkulasi adalah kemampuannya
untuk menimbulkan peningkatan tekanan arteri secara cepat, sehingga seluruh fungsi
vasokonstiktor dan kardioakselerator system saraf simpatis dirangsang secara bersamaan.
Pada saat yang sama, terjadi inhibisi resifrokal

dari sinyal penghambat vagal

parasimpatis kejantung. Akibatnya, timbul 3 perubahan utama secara serentak yang


masing-masing membantu meningkatkan tekanan arteri:
1. Hampir seluruh arteriol dalam sirkulasi sistemik akan berkonstriksi sehingga akan
meningkatkan tahanan perifer total dan tekanan arteri.
2. Pembuluh besar lain dalam sirkulasi, terutama vena, akan berkonstriksi dengan
kuat. Keadaan ini akan menggantikan darah yang keluar dari pembuluh darah
besar di perifer kearah jantung, sehingga meningkatkan volume darah dalam
ruang jantung. Peregangan jantung kemudian menyebabkan jantung berdenyut
dengan kekuatan yang lebih besar sehingga memompa darah dalam jumlah yang
lebih besar pula, hal ini juga akan meningkatkan tekanan arteri.
3. Akhirnya, jantung secara langsung dirangsang oleh system saraf otonom, yang
selanjutnya memperkuat pompa jantung. Keadaan ini banyak disebabkan oleh
peningkatan frekuensi denyut jantung , kadang-kadang sampai sebesar tiga kali
normal. Selain itu, sinyal saraf simpatis mempunyai pengaruh langsung yang
signifikan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas otot jantung, hal ini juga
akan meningkatkan kemampuan jantung untuk memompa volume darah yang
lebih besar. Selama perangsangan simpatis yang kuat, jantung dapat memompa
darah sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan keadaan normal. Hal ini turut

berperan dalam menimbbulkan peningkatan akut tekanan arteri yang lebih tinggi
lagi.
Peningkatan Tekanan Arteri Selama Kerja Fisik- Hasil Penting Peningkatan
Rangsang Simpatis
Salah satu efek paling penting dari peningkatan aktivitas simpatis saat kerja fisik
adalah untuk meningkatkan tekanan

arteri. Hal ini akibat

dari berbagai efek

perangsangan , antara lain (1) vasokonstriksi arteriol dan arteri kecil pada sebagian
besar jaringan tubuh kecuali pada otot yang aktif (2) peningkatan aktivitas pemompaan
oleh jantung dan (3) peningkatan hebat tekanan pengisian sistemik

rata-rata yang

terutama disebabkan oleh kontraksi vena. Efek-efek ini bekerja bersama-sama yang
akhirnya selalu meningkatkan tekanan arteri Selama kerja fisik. Kenaikan ini dapat
sekecil 20 mmHg atau sebesar 80 mmHg bergantung pada keadaan sewaktu melakukan
kerja fisik. Bila seseorang melakukan kerja fisik dalam keadaan tegang tetapi hanya
menggunakan sedikit otot saja, respons simpatis tetap terjadi di seluruh tubuh. Pada
beberapa otot yang aktif, terjadi vasodilatasi tetapi pada semua tempat lain di tubuh
terutama terjaid efek vasokonstriksi yang seringkali meningkatkan tekanan arteri ratarata sampai setinggi 170 mmHg.
Peningkatan Tekanan Arteri Selama Kerja Otot dan Jenis Stress Lainnya
Contoh penting kemampuan system saraf untuk meningkatkan tekanan arteri
adalah adalah peningkatan tekanan selama kerja otot. Selama kerja berat, otot-otot sangat
membutuhkan peningkatan aliran darah. Sebagian peningkatan ini akibat vasodilatasi
lokal pada vascularisasi otot yang disebabkan oleh peningkatan metabolism sel-sel otot.
Sebagian peningkatan lainnya

akibat peningkatan serentak tekanan arteri yanfg

disebabkan oleh perangsangan simpatis pada sirkulasi secara keseluruhan selama kerja
fisik. Pada kerja fisik yang paling berat, tekanan arteri meningkat sekitar 30-40% yang
akan meningkatkan aliran darah sampai sebesar dua kali lipat lebih banyak.
Peningkatan tekanan arteri selama kerja fisik terutama akibat dari efek berikut;
ketika area motorik otak menjadi teraktivasi untuk menyebabkan kerja fisik, pada kerja
fisik yang bersamaan sebaian besar system pengaktivasi

retikuler pada batang otak

juga teraktivasi, yang melibatkan peningkatan perangsangan yang sangat besar diarea

vasokonstriktor dan kardioakselerator di pusat vasomotor. Keadaan ini akan meningkat


tekanan arteri dengan segera untuk menyetarakan besarnya peningkatkan aktivitas otot.
Pada banyak jenis stress lain di samping kerja otot, peningkatan tekanan darah
yang serupa juga dapat terjadi. Sebagai contoh, selama terjadi rasa takut yang ekstrem,
tekanan

arteri kadang-kadang

meningkat sampai

dua kali normal dalam waktu

beberapa detik. Keadaan ini disebut reaksi alarm, dan hal ini meningkatkan tekanan
arteri yang dapat dengan segera menyediakan darah bagi setiap atau seluruh otot tubuh
yang mungkin harus memberi respons segera untuk menimbulkan gerakan lari menjauh
dari bahaya.

Kenaikan Volume Cairan Dapat Meningkatkan Tekanan Arteri


Meningkatkan Curah Jantung atau Tahanan Perifer Total.

dengan

Skema ini menggambarkan bahwa, seluruh mekanisme


kenaikan volume

yang mengakibatkan

cairan ekstrasel akan meningkatkan terkanan arteri. Urutan

peristiwanya adalah (1) kenaikan volume cairan ekstrasel (2) meningkatkan volume
darah yang (3) meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata yang (4) meningkatkan
aliran balik darah vena ke jantung, yang (5) meningkatkan curah jantung yang (6)
meningkatkan tekanan arteri.
Ada dua cara yang dapat meningkatkan tekanan arteri melalui kenaikan curah
jantung. Salah satu cara tersebut adalah pengaruh langsung kenaikan curah jantung
dalam meningkatkan tekanan, dan yang lainnya adalah pengaruh tidak langsung yang
menyebabkan kenaikan tahanan vascular perifer melalui autoregulasi aliran darah.
Bila darah yang mengalir melalui suatu jaringan jumlahnya berlebihan, maka
pembuluh darah jaringan setempat akan berkonstriksi dan menurunkan aliran darahnya
kembali normal. Fenomena ini disebut autoregulasi, yang secara sederhana berarti
pengaturan aliran darah

oleh jaringan itu sendiri. Bila kenaikan

volume darah

meningkatkan curah jantung, aliran darah di seluruh jaringan tubuh akan meningkat
sehingga mekanisme autoregulasi ini akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah di
seluruh tubuh. Keadaan ini selanjutnya akan meningkatkan tahanan perifer lokal .

Pada akhirnya karena tekanan arteri sama dengan curah jantung dikali tahanan
perifer lokal, maka peningkatan sekunder pada

tahanan perifer total yang disebabkan

oleh mekanisme autoregulasi sangat membantu dalam meningkatkan tekanan arteri.


Sebagai contoh, kenaikan curah jantung yang hanya sebesar 5-10% dapat meningkatkan
tahanan arteri dari tekanan arteri rata-rata normal sebesar 100 mmHg menjadi 150
mmHg. Bahkan peningkatan curah jantung yang sedikit ini sering tidak dapat diukur.

5. PEMERIKSAAN TANDA VITAL


Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi

adanya

perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada fungsi
tubuh. Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat menunjukkan keadaan
metabolisme dalam tubuh, denyut nadi dapat menunjukkan perubahan pada sistem
kardiovaskular, frekuensi pernapasan dapat menunjukkan fungsi pernapasan, dan tekanan
darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler, yang dapat dikaitkan dengan
denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktifitas berat atau dalam
keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem
tubuh. Prosedur pemeriksaan tanda vital yang dilakukan pada pasien meliputi pengukuran
suhu, pemeriksaan denyut nadi, pemeriksaan pernapasan dan pengukuran tekanan darah.
a. Pengukuran Suhu
Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai keseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila
pengeluaran panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh vasodilatasi,
berkeringat, hiperventilasi dan lain lain. Demikian sebaliknya, bila pembentukan panas
meningkat maka nilai suhu tubuh akan menurun. Kondisi ini dapat dilihat pada
peningkatan metabolisme dan kontraksi otot. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan
secara oral, rektal, axila. Pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang
suhu tubuh.
a.
Cara pemeriksaan suhu oral.
1.
Jelaskan prosedur pada klien
2.
Cuci tangan

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
b.

Gunakan sarung tangan


Atur posisi pasien
Tentukan letak bawah lidah
Turunkan suhu thermometer di bawah 34C - 35C
Letakkan thermometer dibawah lidah sejajar dengan gusi
Anjurkan mulut dikatupkan selama 3 5 menit
Angkat thermometer dan baca hasilnya
Catat hasil
Bersihkan thermometer dengan kertas tisu
Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih dan keringkan
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Pemeriksaan suhu rectal


1.
Jelaskan prosedur pada klien.
2.
Cuci tangan.
3.
Gunakan sarung tangan.
4.
Atur posisi pasien dengan posisi miring.
5.
Pakaian diturunkan sampai dibawah glutea.
6.
Tentukan thermometer dan atur pada nilai nol lalu oleskan vaselin.
7.
Letakkan telapak tangan pada sisi glutea pasien dan masukkan
thermometer kedalam rectal jangan sampai berubah tempatnya dan ukur
8.
9.
10.
11.
12.

suhu.
Setelah 3-5 menit angkat thermometer.
Catat hasil.
Bersihkan thermometer dengan kertas tisu.
Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih dan keringkan.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

c. Pemeriksaan suhu aksila


1.
Jelaskan prosedur pada klien.
2.
Cuci tangan.
3.
Gumakan sarung tangan.
4.
Atur posisi pasien.
5.
Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan
6.
7.

tisu.
Turunkan thermometer dibawah suhu 34-35 c.
Letakkan thermometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi diatas

8.
9.
10.
11.
12.

dada.
Setelah 3-10 menit thermometer diangkat dan dibaca hasilnya.
Catat hasil.
Bersihkan thermometer dengan kertas tisu.
Cuci dengan air sabun, desinfektn, bilas dengan air bersih dan keringkan.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

b. Pemeriksaan denyut nadi


Nilai denyut nadi merupakan indikator untuk menilai sistem kardiovaskular.
Denyut nadi dapat diperiksa dengan mudah menggunakan jari tangan (palpasi) atau
dapat juga dilakukan dengan alat elektronik yang sederhana maupun canggih.
Pemeriksaan denyut nadi dapat dilakukan pada daereh arteri radialis pada pergelangan
tangan, arteri brakhialis pada siku bagian dalam, arteri karotis pada leher, arteri
temporalis, arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, dan arteri frontalis pada bayi. Tujuan
pemeriksaan denyut nadi adalah untuk mengetahui denyut nadi (irama, frekuensi, dan
kekuatan) dan menilai fungsi sistem kardiovaskular.
Cara pemeriksaan denyut nadi :
1.
Jelaskan prosedur pada klien.
2.
Cuci tangan.
3.
Atur posisi pasien.
4.
Letakkan kedua lengan telentang di sisi tubuh.
5.
Tentukan letak arteri .
6.
Periksa denyut nadi dengan menggunakan ujung jari telunjuk, tengah,
7.

manis.
Tentukan frekuensinya per menit dan keteraturan irama, dan kekuatan

8.
9.

denyut.
Catat hasil.
Cuci tangan.

c. Pemeriksaan pernapasan
Nilai pemeriksaan pernapasan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
sistem pernapasan yang terdiri dari mempertahankan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam paru dan pengaturan keseimbangan asam basa. Tujuan
pemeriksaan pernapasan adalah mengetahui frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
dan menilai kemampuan fungsi pernapasan.
Cara pemeriksaan pernapasan :
1.
Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien
4. Hitung frekuensi dan irama pernapasan
5. Catat hasil
6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
d. Pemeriksaan tekanan darah
Nilai tekanan darah merupakan indikator untuk menilai sistem kardiovaskuler
bersamaan dengan pemeriksaan nadi. Pemeriksaan tekanan darah dapat di ukur dengan
dua metode. Metode langsung yaitu metode yang menggunakan kanula atau jarum yang

di masukkan ke dalam pembuluh darah yang dihubungkan dengan menometer. Metode


ini merupakan cara yang paling tepat untuk menentukan tekanan darah, tetapi
memerlukan persyaratan dan keahlian khusus. Metode tak langsung yaitu metode yang
menggunakan sfigmomanometer. Pengukuran tak langsung ini menggunakan dua cara
yaitu palpasi yang mengukur tekanan sistolik dan auskultasi yang dapat mengukur
tekanan sistolik dan diastolik dan cara ini memerlukan alat stetoskop.
Cara pemeriksaan tekanan darah :
1. Penderita dalam keadaan istirahat atau sedikitnya 30 menit sesudahnya
2. Siapkan tensimeter dan stetoskop
3. Penderita dalam keadaan duduk atau berbaring
4. Lengan dalam keadaan bebas dan rileks , dibebaskan dari tekanan pakaian secara
rapi dan tidak terlalu ketat, kira-kira 2,5 sampai 5 cm di atas fossa cubiti
5. Tempatkan lengan penderita sedemikian sehingga siku dalam keadaan sedikit fleksi
6. Carilah arteri brachialis, biasanya terletak di sebelah tendon biseps
7. Dengan satu jari meraba arteri brachialis, pompa manset sampai kira-kira 20 sampai
30 mmHg atas tekanan pulsasi arteri brachialis menghilang
8. Turunkan tekanan manset secara perlahan-lahan sampai denyut nadi arteri brachialis
teraba kembali, inilah tekanan sistolik palpatoir
9. Ambillah stetoskop, pasang membrane stetoskop pada arteri brachialis
10. Pompa manset kembali, sampai kurang lebih 20 sampai 30 mmHg diatas tekanan
sistolik palpatoir
11. Kemudian secara perlahan turunkan dengan kecepatan kira-kira 2 sampai 3 mmHg
perdetik. Perhatikan saat dimana denyut jantung arteri brachialis terdengar. Inilah
tekanan sistolik
12. Lanjutkan dengan penurunan tekanan manset sampai suara denyutan melemah dan
kemudian menghilang. Tekanan pada saat itu adalah tekanan diatolik.
Pengukuran tekanan darah dalam berbagai posisi :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan tekanan darah,
diantaranya :
1. Gaya gravitasi.
Secara teori sebenarnya posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap denyut nadi dan
tekanan darah. Hal ini karena ada efek gravitasi bumi. Pada saat berbaring gaya gravitasi
pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horisontal sehingga
tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak terlalu memompa. pada saat duduk maupun
berdiri kerja jantung dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya

gravitasi sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. Tetapi dalam percobaan kali ini
kami dapatkan hasil dimana tekanan darah berbaring lebih tinggi daripada pada saat
duduk. Hal ini merupakan kesalahan pemeriksa dalam melakukan pengukuran.

2. Pengaruh latihan fisik terhadap denyut nadi dan tekanan darah.


Hasil percobaan menunjukkan ada peningkatan denyut nadi, tekanan sistolik, dan
tekanan diastolik setelah melakukan latihan fisik seperti lari-lari maupun push up. Hal ini
disebabkan karena perubahan yang besar dalam sistem sirkulasi dan pernapasan. Pada
menit pertama terjadi kenaikan denyut nadi dan tekanan darah yang drastis karena masih
belum biasa melakukan hal tersebut tapi lama kelamaan tekanan darah dan denyut nadi
menurun karena kerja jantung kembali normal.

3. Pengaruh kerja otot.


Kerja otot sangat berpengaruh terhadap besarnya tekanan darah seseorang,
terutama yang sehabis beraktivitas. Ketika kita beraktivitas maka otot-otot akan saling
berkontraksi. Dalam proses kontraksi, otot memerlukan banyak suplai oksigen untuk
memenuhi kebutuhan akan energi. Darah sebagai media yang bertujuan untuk menyuplai
O2 harus segera memenuhinya. Oleh karena itu, curah jantung akan ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan darah dan selanjutnya akan meningkatakan aliran darah. Selain itu,
perangsang impuls simpatis menyebabkan vasokonstriktor pembuluh darah pada tubuh
kecuali pada otot yang aktif, terjadi vasodilatasi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan
darah meningkat setelah melakukan aktifitas fisik. Selain itu otot-otot yang sedang
berkontraksi menekan pembuluh darah di seluruh tubuh. Akibatnya terjadi pemindahan
darah dari pembuluh perifer ke jantung dan paru-paru. Inilah yang meningkatkan curah
jantung yang selanjutnya meningkatkan tekanan darah.
Posisi yang paling baik untuk dilakukan pengukuran tekanan darah adalah posisi
berbaring karena saat berbaring posisi jantung relatif sejajar dengan bagian tubuh yang
dilakukan pengukuran (lengan kanan ataupun kiri), sehingga tekanan pada daerah
tersebut mungkin tidak jauh berbeda dengan pompaan jantung. Sedangkan saat posisi
duduk, jantung harus memompa ke atas (secara logika lebih berat) sehingga tekanan

darah menjadi tidak stabil. Selain karena posisi dan aktifitas, tekanan darah seseorang
juga dipengaruhi oleh suhu. Suhu tubuh harus selalu dijaga agar tetap berada pada suhu
normal saat dilakukan pengukuran. Hal ini bertujuan agar organ tubuh dapat bekerja
dengan normal. Jika terjadi perubahan temperatur tubuh, maka beberapa fungsi organ
tubuh juga terganggu (dalam hal ini jantung).

6. ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)
Elektrokardiogram adalah suatu representasi dari potensial listrik otot jantung
yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan menggunakan sebuah alat bernama
elektrokardiograf. Melalui EKG (atau ada yang lazim menyebutnya ECG {in English:
Electro Cardio Graphy}) kita dapat mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas
elektrik jantung melalui gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di
kertas EKG
a. Irama jantung
Irama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari impuls
yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena Cava Superior di
atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana terdapat gelombang P yang
diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung juga harus teratur/ reguler, artinya jarak antar
gelombang yang sama relatif sama dan teratur. Misalkan saya ambil gelombang R, jarak
antara gelombang R yang satu dengan gelombang R berikutnya akan selalu sama dan
teratur.

Irama Sinus, yakni adanya gelombang P, dan setiap gelombang P harus diikuti
oleh kompleks QRS. Ini normal pada orang yang jantungnya sehat.
Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada kompleks QRS
sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada gelombang P. Ini menunjukkan
adanya blokade impuls elektrik jantung di titik-titik tertentu dari tempat jalannya
impuls seharusnya (bisa di Nodus SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA Nodus
AV, atau setelah nodus AV), dan ini abnormal.
Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan teratur.
Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi di arteri
karotis, radialis dan lain-lain.
Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama dan
tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-pasien aritmia
jantung.

b. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama 1 menit.
Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam, Normal: HR berkisar antara
60 100 x / menit.

Bradikardi= HR < 60x /menit


Takikardi= HR > 100x/ menit

c. Aksis
Aksis jantung adalah, proyeksi jantung jika dihadapkan dalam vektor 2 dimensi.
Vektor 2 dimensi disini maksudnya adalah garis-garis yang dibentuk oleh sadapansadapan pada pemeriksaan EKG. Sadapan (Lead) EKG biasanya ada 12 buah yang dapat
dikelompokkan menjadi 2:
1. Lead bipolar, yang merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda/ lead standar,
yaitu lead I, II dan III.
2. Lead unipolar, yang merekam perbedaan potensial listrik pada satu elektroda yang
lain sebagai elektroda indiferen (nol). Ada 2: (a) unipolar ekstrimitas (aVL, aVF,
dan aVR); (b) unipolar prekordial (V1, V2, V3, V4, V5 dan V6)
Setiap lead memproyeksikan suatu garis/ vektor tertentu. Urutannya bisa
dilihat dari gambaran berikut ini:
Aksis jantung normal (positif) adalah antara -30 sampai dengan 120 (ada
yang mendefinisikan sampai 100 saja). Sebenarnya ini adalah proyeksi dari arah
jantung sebenarnya (jika normal dong ). Pada kertas EKG, kita bisa melihat
gelombang potensial listrik pada masing-masing lead. Gelombang disebut positif jika
arah resultan QRS itu ke atas, dan negatif jika ia kebawah. Berikut ini arti dari
masing-masing Lead:
Lead I = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri
(LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+).
Lead II = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri
(LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-), dan kaki kiri bermuatan positif
(+)
Lead III = merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF),
dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+)
Lead aVL = merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri
bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen
(potensial nol)
Lead aVF = merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri
bermuatan positif (+), tangan kiri dan tangan kanan nol.
Lead aVR = merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan
kanan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri nol.
Secara elektrofisiologi, arus potensial listrik jantung berasal dari SA node lalu
meluncur ke AV node, bundle His, cabang septal dan sampai ke serabut purkinje.
Arus itu bermuatan negatif (-). Jika arus itu menuju lead yang bermuatan positif (+),
maka di kertas EKG akan muncul gelombang ke atas, kalau arus itu menjauhi lead
yang bermuatan (+) tersebut, maka di kertas EKG akan muncul sebagai gelombang
ke bawah.
Arah gelombang di lead aVR bernilai negatif (gelombangnya terbalik), karena
arah arus jantung berlawanan dengan arah lead/ menjauhi lead, sedangkan di leadlead lainnya bernilai positif (gelombangnya ke atas)

Cara menentukan aksis dari kertas EKG itu adalah:


1. Lihat hasil di Lead I, perhatikan resultan gelombang di kompleks QRS. Jika
resultan gaya Q, R dan S nya positif, (maksudnya jika gelombang R-nya lebih
tinggi daripada jumlah Q dan S {bisa dihitung jumlah kotaknya}), maka lead I =
positif (+). Jika R-nya lebih rendah daripada jumlah Q dan S, maka lead I =
negatif (-). Ini semacam resultan gaya.
2. Lihat hasil di Lead aVF, perhatikan hal yang sama, apakah lead aVF nya positif
atau negatif.
Jika masih ragu lihat lagi di Lead II (lead II hasilnya lebih bagus karena letak lead II
searah dengan arah jantung normal). tentukan apakah lead II nya positif atau negative
Aksis Normal = ketiga lead tersebut bernilai positif, artinya jantung berada di antara
aksis -30 sampai dengan 120 (ada yang menyebutkan sampai 100 saja).
LAD (Left Axis Deviation), artinya aksis / arah proyeksi jantungnya bergeser ke
kiri, atau di atas 3o. Kalau demikian tentu gak mungkin aVF atau lead II nya
positif. Ini biasa terjadi jika adanya pembesaran ventrikel kiri/ LVH (Left
Ventricular Hypertrophy), sehingga arah jantungnya jadi ga normal lagi, agak
naik. Misalnya pada pasien-pasien hipertensi kronis dsb.

RAD (Right Axis Deviation), artinya aksisnya bergeser ke kanan, atau di atas
120. Kalau ke kanan tentu lead I-nya akan negatif, sedangkan aVF dan II positif.
Biasanya ini terjadi jika adanya pembesaran jantung kanan/ RVH (Right
Ventricular Hypertrophy).

d. Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang
normal:
lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)
tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
Normal
Tidak normal:
P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet,
bisa karena hipertrofi atrium kiri.
P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah,
bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium
kiri.
e. PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.
Normalnya 0,12 0,20 detik (3 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada blokade
impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.

f. Kompleks QRS
Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R
dan S. Normalnya:
Lebar = 0.06 0,12 detik (1,5 3 kotak kecil)
tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:
- Gelombang Q: adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P. Tentukan
apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:
durasinya > 0,04 (1 kotak kecil)
dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.
- Variasi Kompleks QRS
QS, QR, RS, R saja, rsR, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan kelainan
tertentu.

Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S.
Normalnya 0,06 0,12 detik (1,5 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal atau
memanjang.
g. Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35
h. ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T.
Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi ventrikel.
Yang dinilai:
Normal: berada di garis isoelektrik
Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)
Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)
i. Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai adalah:
Normal: positif di semua lead kecuali aVR
Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)

7. RADIOLOGI JANTUNG
Untuk mengetahui adanya kelainan patologis/abnormalitas pada jantung
dapat digunakan berbagai pemeriksaan penunjang setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Salah satu pemeriksaan yang digunakan luas
adalah teknik pencitraan/radiologi, karena dapat menyajikan
gambaran

yang

baik

dan

diagnosis.

Pemeriksaan

membantu

radiologi

dalam

jantung

menegakkan

sendiri

memiliki

beberapa modalitas, yaitu:

a. Chest X-Ray
Chest x-ray merupakan pemeriksaan x-ray yang digunakan untuk
melihat dinding dada, struktur tulang iga dan diafragma serta organorgan dalam seperti jalan napas, paru, jantung dan arteri besar/aorta.
Chest x-ray juga merupakan modalitas untuk melihat/mendiagnosa
keadaan patologis seperti pneumonia dan gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan

x-ray

sendiri

merupakan

pemeriksaan

dengan

menggunakan tabung pemancar gelombang x-ray menembus objek


(pasien) dan ditangkap oleh detektor/film di sisi lain. Jaringan padat
seperti tulang akan memberikan warna putih (karena menyerap
gelombang x-ray) sedangkan jaringan lunak memberikan warna lebih
gelap/hitam (karena melewatkan gelombang). Untuk memaksimalkan
hasil (distorsi minimal dll) maka jarak antara tabung pemancar dan
detektor/film dibuat sejauh 6 kaki. Pemeriksaan pada orang dewasa
digunakan gelombang dengan dosis 0,06 mSv (Sv=Sievert).
Pemeriksaan ini merupakan teknik non invasif, di mana pasien
cukup disuruh berdiri di depan mesin sambil menahan napas (inspirasi
maksimal).

Gambar

diambil

pada

dua

proyeksi,

yaitu

PA

(posteroanterior) atau AP (anteroposterior) dan lateral (LAT). Selain itu

dapat juga digunakan proyeksi lain, seperti obliq atau dekubitus.


Umumnya yang digunakan adalah proyeksi PA dan LAT, sedangkan
proyeksi AP digunakan pada keadaan khusus seperti pasien yang tidak
bisa bangun dari tempat tidur.
Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah tidak ada residu radiasi
di tubuh, tidak ada efek samping, serta cepat dan murah (cocok
digunakan untuk situasi darurat). Pemeriksaan ini dikontraindikasikan
pada wanita hamil dengan usia kandungan di bawah enam bulan.

b. Echocardiography

Echocardiography

merupakan

pemeriksaan

dengan

menggunakan ultrasound (gelombang suara) frekuensi 2-6 MHz.


Indikasi penggunaan echocardiography adalah untuk melihat fungsi
ventrikel,

kelainan

jantung

kongenital,

penyakit

jantung

katup,

kardiomiopati, efusi perikardial, adanya massa (tumor) dan penyakit


aorta proksimal.
Karena echocardiography dapat menghasilkan gambar/frame
dengan

inherensi

(jumlah

potongan)

yang

tinggi,

maka

echocardiography dapat digunakan untuk melihat pergerakan struktur


pada jantung. Ecocardiography dengan kombinasi Doppler digunakan

untuk melihat fungsi ruang-ruang jantung, katup jantung dan adanya


pintas-pintas

(shunt, seperti

ASD

atau

VSD)

dalam

jantung.

Keuntungan dari penggunaan echocardiography ini adalah biaya yang


terjangkau, digunakan luas, memberikan informasi yang banyak, tidak
invasif, pasien tidak terpapar radiasi dan dapat diaplikasikan pada
pasien dengan kondisi kritis (bedside usage) serta hasilnya dapat
langsung

diketahui.

Namun

penggunaan

echocardiography

membutuhkan keterampilan dan keterlibatan operator ahli.

ini

c. Nuclear medicine
Nuclear

medicine

radionuklida)

umumnya

(pencitraan
digunakan

jantung

untuk

menggunakan

pasien

yang

diduga

mengalami iskemia miokard atau infark, kanker dll. Pemeriksaan ini


merupakan
radioaktif

pemeriksaanyang

membutuhkan

(radiofarmaceutic/radiotracer)

injeksi

secara

komponen

intravena

yang

memiliki affinitas terhadap miokardium. Komponen ini terlokalisasi


pada miokardium di daerah cedera dan memiliki energi dalam bentuk
pancaran sinar gamma. Sebuah detektor radioaktivitas seperti kamera
gamma/PET scan/probe digunakan untuk menangkap pancaran sinar
gamma tersebut dan melihat sebarannya. Pasien akan disuruh
melakukan

aktivitas

fisik

atau

diberikan

obat-obatan

untuk

meningkatkan kerja jantung dan aliran darah sehingga dinilai secara


berkala.

Oleh

karena

itu,

pemeriksaan

ini

dilakukan

untuk

mengevaluasi pasien dengan angina atau nyeri dada atipikal. Di


beberapa tempat, modalitas ini dikombinasikan dengan CT atau MRI
untuk menghasilkan gambaran yang lebih baik dan lengkap.

d. Computed Tomography (CT)


Indikasi penggunaan CT adalah untuk melihat lebih rinci massa
yang terdapat di mediastinum atau paru (setelah pemeriksaan chest xray), untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan abnormalitas aorta
dan menilai emboli paru. Saat ini, beberapa ahli menggunakan CT
untuk

menilai

kalsium

di

arteri

koroner

dan

memprediksi

cardiovascular events di masa yang akan datang. Dengan adanya CT

helical dan multislice menghasilkan gambaran yang lebih baik dalam


potongan aksial, coronal, sagital dan oblik. Penggunaan zat kontras
diperlukan untuk melihat keadaan anatomi jantung dan abnormalitas
seperti diseksi atau emboli paru.

e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Penggunaan MRI memiliki beberapa keuntungan seperti tidak
menggunakan radiasi pengion dan dapat menyajikan data morfologi
dan

fisiologi.

MRI

menggunakan

magnet

untuk

menghasilkan

gambaran melalui manipulasi atom hidrogen di tubuh. Proton/inti atom


hidrogen akan diarahkan oleh gelombang radio dan ditangkap oleh coil
kemudian diproses di komputer untuk menghasilkan pencitraan.
Keunggulan lain dari MRI adalah mampu membedakan gambaran
berbagai jaringan (berdasarkan daya serapnya), noninvasif dan tidak
membutuhkan

zat

kontras

(walau

pada

beberapa

pemeriksaan

digunakan zat kontras gadolinium). Indikasi penggunaan MRI adalah


untuk

melihat

adanya

kelainan

kongenital,

massa

intrakardiak,

gangguan katup, abnormalitas aorta (terutama diseksi aorta), emboli


paru, serta derajat dan komposisi aterosklerosis.

Pemeriksaan ini dikontraindikasikan untuk wanita hamil, dan


sangat hati-hati penggunaannya pada pasien dengan alat pacu
jantung, implan koklear atau klip pembuluh darah pada penderita
aneurisma.

f. Cardiac arteriography
Arteriography/arteriogram merupakan teknik pencitraan arteri
dengan menggunakan zat intravena dan x-ray. Teknik ini dapat
digunakan untuk melihat arteri di jantung, otak, ginjal dan bagian lain
tubuh. Pasien akan diberikan obat sedatif agar rileks. Selanjutnya
materi kontras dimasukkan melalui sebuah vena/arteri (biasanya di
daerah paha) dan x-ray digunakan untuk melihat aliran zat kontras di
dalam pembuluh darah.[4]

8. PERAN JANTUNG DALAM PENGATURAN TEKANAN DARAH


Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan mengontrol curah
jantung, resistensi perifer total dan volume darah. Tekanan darah arteri rata-rata adalah
gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata
dilakukan dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume total.
Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan, yaitu tekanan tersebut harus
cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup karena tanpa tekanan ini, otak
dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat; alasan yang kedua adalah
tekanan tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi
jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya

pembuluh-pembuluh halus. Penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah
jantung dan resistensi perifer total, yang dapat dirumuskan dengan :
Tekanan Darah Arteri Rata-Rata = Curah Jantung x Resistensi Perifer Total
Di lain sisi ada faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung dan resistensi
perifer total, sehingga pengaturan tekanan darah menjadi sangat kompleks. Perubahan
setiap faktor tersebut akan merubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan
kompensatorik pada variable lain sehingga tekanan darah konstan. Faktor yang
mempengaruhi curah jantung, yaitu kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup.
Kecepatan denyut jantung ditentukan oleh pengaruh saraf otonom, sedangkan volume
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena dan aktivitas simpatis. Aliran balik vena
ditentukan oleh katup vena, efek penghisapan jantung, tekanan yang terjadi pada darah
oleh kontraksi jantung, peningkatan aktivitas simpatis, pompa otot rangka, pompa
respirasi, peningkatan volume darah.
Faktor yang mempengaruhi resistensi perifer total, yaitu jari-jari arteriol dan
viskositas darah. Jari-jari arteriol ditentukan oleh kontrol intrinsik dan kontrol ekstrinsik.
Kontrol intrinsik digunakan untuk menyesuaikan aliran darah melalui suatu jaringan
dengan kebutuhan metabolik jaringan tersebut dan diperantarai oleh faktor-faktor
jaringan yang bekerja pada otot polos arteriol. Kontrol intrinsik meliputi perubahan
metabolik lokal menyangkut oksigen, karbodioksida dan metabolit lain, pengeluaran
histamin, respon miogenik terhadap peregangan. Kontrol ektrinsik digunakan untuk
mengatur tekanan darah dan terutama diperantarai oleh pengaruh simpatis dan otot-otot
polos arteriol.Kontrol ekstrinsik meliputi aktivitas simpatis, epinefrin dan norepinefrin,
angiotensin II, dan vasopresin. Sedangkan viskositas darah dipengaruhi oleh jumlah sel
darah merah dan konsentrasi protein plasma. Aliran darah ke suatu jaringan tergantung
pada gaya pendorong berupa tekanan darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi
arteriol-arteriol jaringan tersebut. Karena tekanan arteri tergantung pada curah jantung
dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteriol
di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri
yang adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami
vasodilatasi, tetapi juga ke otak, yang harus mendapat pasokan darah konstan. Oleh
karena itu, variable kardiovaskuler harus terus-menerus diubah untuk mempertahankan
tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan akan darah berubah-ubah.

Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor di dalam


sirkulasi. Apabila reseptor mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, akan dimulai
serangkaian respons refleks untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya.
Penyesuaiannya terdiri dari penyesuaian jangka pendek dan penyesuaian jangka penjang.
Penyesuaian jangka pendek (dalam beberapa detik) dilakukan dengan mengubah curah
jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf otonom
pada jantung, vena, dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang (dalam beberapa menit atau
hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan memulihkan keseimbangan
garam dan air melalui mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus.
Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan
darah jangka pendek. Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan
refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta
pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai
usaha untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Reseptor terpenting yang berperan
dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah adalah sinus karotikus dan baroreseptor
lengkung aorta, yang merupakan mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan
arteri rata-rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor-reseptor tersebut terhadap
fluktuasi tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor tekanan, karena
perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolic dapat mengubah tekanan nadi tanpa
mengubah tekanan rata-rata.
Baroreseptor memberikan informasi secara kontinu mengenai tekanan darah
dengan menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan di dalam arteri. Jika
tekanan arteri meningkat, potensial reseptor di kedua baroreseptor akan meningkat, bila
tekanan darah menurun, kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh
baroreseptor akan menurun juga.
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri
adalah pusat kontrol kardiovaskuler yang terletak di medulla di dalam batang otak.
Sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat control kardiovaskuler mengubah
rasio antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung dan
pembuluh darah). Jika karena suatu hal dan tekanan arteri meningkat di atas normal,
baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta akan meningkatkan kecepatan

pembetukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Setelah mendapat informasi


bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan potensial aksi tersebut,
pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan
meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini
menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan
vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan
resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal.
Sebaliknya, jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor
menurun yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung
dan vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas
eferen ini menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup
disertai oleh vasokonstriksi arteriol dan vena. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah naik
kembali normal.
Refleks Baroreseptor untuk memulihkan Tekanan Darah ke Normal :
a. Refleks baroreseptor sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah

b.

Refleks
baroreseptor sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah

Efek Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis pada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan
Darah Arteri Rata-rata :

9. STUDI KASUS
a. Pengaruh Zat Pada Rokok Terhadap Tubuh
Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut :
1. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang
terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga
di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan
alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya
ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf
pusat. Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif.
Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam
Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya
bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni
saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan
menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.
Nikotin dapat menstimulasi peningkatan seksresi dari katekolamin
(adrenalin) yang dikeluarkan sistem saraf simpatis sehingga menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah yang menyebabkan hipertensi. Selain itu, nikotin
juga secara tidak langsung membuat jantung berdenyut cepat sebagai kompensasi
terhadap vasokontriksi pembuluh darah.
2. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau.
Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang
atau karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan
oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan
sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok
paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan
kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, M., 1997).
Karbon Monoksida diketahui memiliki kemampuan berikatan lebih kuat
pada HB dibandingkan dengan oksigen. Sehingga jika CO diikat lebih banyak di

dalam tubuh menyebabkan kekurangan oksigen dan suasana darah asam. Untuk
mempertahankan keadaan homeostasis maka jantung memompa lebih cepat dan
paru bekerja lebih cepat untuk memenuhi defisit oksigen dalam tubuh. keadaan ini
diikuti dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan spasme yang menyebabkan
hipertensi.
3. Tar.
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paruparu. Kadar tar pada rokok antara 0,5-35 mg per batang. Tar merupakan suatu zat
karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru. Bila
paru-paru tidak adekuat maka proses pertukaran O2 CO2 inadekuat. Akibatnya
terjadi insufisiensi O2 yang menyebabkan kompensasi vasokonstriksi pembuluh
darah yang memicu hipertensi.

4. Kadmium.
Kadmium adalah zat dalam rokok yang dapat meracuni jaringan tubuh
terutama ginjal/bersifat nefrotoksik.Ginjal adalah salah satu organ yang
berfungsi mengatur tekanan darah dan volume darah. Bila fungsi ginjal
terganggu maka akan mempengaruhi tekanan darah salah satunya
hipertensi.kadmium juga diketahui bersifat perusak dinding pembuluh darah.
Akibatnya terjadi peradangan dan memicu penyumbatan pembuluh darah.
5. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar
dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan.
Bila pernapasan inadekuat akan memicu masalah pada kardiovaskular. Salah satu
dampak yang dapat dihasilkan adalah hipertensi.
6. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap
dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit.nitro
oksida juga dapat menyebabkan abnormalitas pengaturan sistem saraf sehingga
menyebabkan terganggunya proses vasokonstriksi dan dilatasi pembuluh darah
7. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas
enzim vasodilator. Akibatnya pembuluh darah sulit berdilatasi dan menyebabkan
hipertensi timbul. Selain itu, fenol bersifat perusak endotel yang memicu
penyumbatan pembuluh darah.
8. Hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar
dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi
pigmen) metabolisme dan enzim vasodilator.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi /Edukasi

Perubahan gaya hidup

Mengurangi asupan garam dan lemak

Mengurangi asupan alkohol

Berhenti merokok

Mengurangi BB

Meningkatkan aktifitas fisik

Olahraga teratur

Menghindari stress

Istirahat

c. Pengaruh IMT terhadap terjadinya Hipertensi


Obesitas atau kelebihan berat badan akan meningkatkan kerja jantung dan dapat
menyebabkan hipertrofi jantung dalam jangka lama dan tekanan darah akan cenderung
naik.

KESIMPULAN

Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi pada Tn. G adalah Usia, Riwayat Keluarga,
Merokok dan Jenis Kelamin

DAFTAR PUSTAKA

Andreas & Willson (2008). Patofisiologi : konsep penyakit. Edisi 5.


Jakarta : EGC

Anwar Bahri T. 2004. Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner. FK-USU.

Chen M, Pope T, Ott D. 2004. Basic Radiology. US: McGraw-Hill


Companies.

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Satu Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Departemen Farmakologi dan Terapeuetik FKUI. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:

FKUI
Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta. Penerbit Erlangga.

Elizabeth J. C (2005) . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.

Gray, Huon H, dkk. 2002.Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Medical Series
Mia, S, dan Chandra, H. (2009). Bahan bahan berbahaya dalam kehidupan. Cetakan I.
Bandung. Penerbit Salamadani Pustaka Semesta.

Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner
Akut. 2006. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Departemen Kesehatan.
Jakarta.

Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Jakarta: EGC.


Sargowo, Djanggan. 2008. Penanda Biokimia Pada Sindroma Koroner Akut. Malang.
W.Sudoyo, Arudkk. 2009. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam, Jilid II Edisi V. Jakarta :

Interna Publishing.
Tierney, L.M., McPhee, S.J., dan Papadakis, M.A., 2006, Current Medical Diagnosis &
Treatment, Edisi 45, 343-350, Lange Medical Books, McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai