Anda di halaman 1dari 97

1

Kasus 4
Penyakit Menular
Seorang anak berusia 6 tahun dibawa oleh ibunya ke praktek dokter untuk
konsultasi. Ibu khawatir karena dikelas anaknya banyak yang sakit gondongan.
Sesuai dengan pengetahuan ibu gondongan itu penyakit menular, sehingga ia
khawatir anaknya akan tertular juga. Dokter menenangkan si ibu dan menjelaskan
selama sistem imun anaknya baik tidak akan mudah tertular oleh agen penyakit
termasuk virus.
STEP 1
1. Gondongan adalah penyakit yang terjadi akibat infeksi virus yang sifatnya
menular pada kelenjar parotis sehingga menyebabkan pembengkakan
contohnya virus paramyxovirus.
2. Virus adalah parasit yang berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel
organ bersifat parasit obligat mengandung sejumlah kecil asam nukleat.
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sebutkan macam-macam agen infeksi beserta strukturnya?


Bagaimana cara agen infeksi menyebabkan penyakit?
Bagaimana cara agen infeksi menyebabkan sawar tersebut rusak?
Bagaimana mekanisme respon peradangan terhadap agen infeksi?
Bagaimana cara mikroba menghindari dari sistem imun?
Bagaimana mekanisme sel pejamu oleh virus?
Bagaimana gejala yang timbul dari penyakit gondongan?

STEP 3
1. a. Prion
b. virus
c. bakteri
d. klamidia
e. parasit protozoa
f. fungus
g. cacing
A. Bakteri
: berukuran 0,1 sampai dengan 600 Mm
1. cocus ( bulat ) :
a. Diprokoki
b. Strekoki

c. Tetrat
d. Sacinae
e. Strafikoki
2. basilus
a. Diplobasili
b. Streptobasili
B. Virus
: bersama sel yang hidup mengandung asam nukleat
dilindungi kapsul yang terdiri dari protein yang bernama kapsid , ukuran
virus 20-30 nm
C. Parasit
a. zooparasit (berupa hewan)
1. protozoa ( sel 1)
2. metazoa (sel banyak) contohnya serangga dan cacing
b. Fitoparasit ( berupa tumbuhan)
1. Bakteri
2. Fungus
c. Spirochaeta dan virus
D. Klamidia

: ukuran 200-1000 nm

E. Mikoplasma
F. Fungus
G. Cacing

: ukuran 125-320 nm
: ukuran 2-200 Mm
: ukuran 3mm-10 m

2. a. Berkontak masuk ke sel pejamu mengakibatkan kematian sel


b. Patogen yang mengeluarkan endotoksin dan eksotoksin menyebabkan
kematian sel
c. Patogen dapat memicu respon sel pejamu yang mungkin memperparah
kerusakan jaringan
3. Sawar ( pelindung)
a. Kulit

: struktur permeabel

b. Saluran pernapasan
: mukus akan mengeluarkan zat kimiawi
sehingga mukus akan kental dam menginfeksi
c. Saluran cerna

: HCL dilambung akan menyebabkan bakteri

flora
4. a. Peradangan Polimornukleus Supuratif
b. Peradangan Mononukleus

c. Peradangan Sitopatik Sitopraliferatif


d. Peradangan Nekrotikon
e. Peradangan kronis dan pembentukan jaringan parut
5. a. Tetap tidak dapat diakses
b. Memecah antibodi
c. Mengubah-ubah / melepaskan antigen
d. Menyebabkan supresi imun spesifik / non spesifik
6. a. Translokasi
b. Insersi Genom
c. Fusi membran
d. Endositosis
7. a. Demam ringan sampai dengan sedang 12-24 jam, suhu 38,9-40 C
b. Lemas
c. Sakit Kepala
d. Kelenjar Parotis membengkak
e. Tidak nafsu makan
f. Menyebabkan komplikasi seperti radang testis atau radang pankreas.

STEP 4
1. A. Bakteri

: sel tunggal , tidak memiliki inti plasma dan RE,

mempunyai membran
Struktur umum :
a. Cokus

1. Diplokokus ( Bakteri tetap berpasangan setelah membelah) contoh


bakteri Niseria ghonorhaeae
2. Streptokokus : membentuk seperti rantai misalnya streptococus
spp
3. Tetrat : membentuk persegi empat contohnya Mikrococus luteus
4. Sarcinae
: membentuk persegi delapan contohnya Sarcina
spp
5. Staphilococus : membentuk seperti buah anggur contohnya
Staphilococus aureus
b. Basilus
: berbentuk seperti batang atau silindris misalnya E.coli,
Micobacterium tuberculosis
1. Diplobasili ( bakteri tetap berpasangan setelah membelah)
2. Streptobasili ( membentuk seperti rantai ) misalnya Basilus
Megatrium
Bakteri berdasarkan pewarnaan Gram :
a. Gram positif
: membran dalam
peptidoglikan
b. Gram negatif

dikelilingi

lapisan

: 2 lapis membran ganda yang dipisahkan

lapisan peptidoglikan
B. Parasit
a. Parasit dibedakan menurut tempatnya
1. Endoparasit : hidup di dalam organ tubuh hospes contohnya cacing
2. Ekloparasit : hidup pada permukaan hospes ( Infestasi) contohnya tuma
b.Menurut keperluan akan hospes dibagi dalam :
1. Parasit obligat : tidak dapat hidup tanpa hospes
2. Parasit fakultati : meskipun memerlukan hospes untuk sebagian
makanannya

c.Menurut jumlah spesies hospes yang dapat dihinggapi


1. Parasit monoksen

hanya

menghinggapi

satu

spesies

contohnya Ascaris Lumbricoides, hanya dapat hidup pada manusia


2. Parasit poliksen
: dapat menghinggapi babi, tikus, manusia dll

hospes

d.Menurut lamanya menetap di hospes


1. Parasit permanen
2. Parasit temporer
C. Jamur
2. Endotoksin

langsung

pada

kerusakan

jaringan

mengeluarkan

prostaglandin
Eksotoksin

: merangsang makrofag untuk mengeluarkan Interleukin I

perubahan suhu dan kemotaksis dari miotrofil


3.Sawar Pejamu

: mencegah akses mikroba ke tubuh serta penyebaran ke

seluruh jaringan
a. Kulit
Lapisan kulit luar padat dan berkeratin, mengandung mikroba residen secara
terus menerus diperbaharui, Ph kulit rendah (5,5) dan ada asam lemak
menghambat pertumbuhan mikroba. Kulit basah lebih permeabel terhadap
mikroorganisme contohnya HPV , sifilis. Infeksi oleh aureus atau jamur kulit
diperparah dengan panas dan lembab. Larva skistosoma mengeluarkan
kolagenase, elastase dan enzim untuk melarutkan matriks ekstrasel.
b.Saluran Urogenital
Saluran kemih dalam keadaan normal steril karena beberapa kali dalam
sehari. ISK ( Infeksi saluran kemih) wanita 10 kali lebih rentan daripada pria
karena jarak kulit dengan kandung kemih perempuan 5cm sedangkan pria 20 cm.
Jika ISK menyebar ke ginjal akan terjadi pielonefritis akut atau kronis
c.Saluran nafas
10000 mikroorganisme ( virus, bakteri, fungus) terhirup tiap hari. Mikroba
besar lapisan mukosiliaris yang melapisi hidung dan SPA. Mikroorganisme mukus
( sekresi oleh sel goblet) diangkut oleh gerakan silia ke bagian belakang

tenggorokan kemudian ditelan atau dikeluarkan organisme lebih kecil melalui


alveoli kemudian difagosit oleh makrofag.
d.Saluran cerna

: HCL di lambung sehingga menyebabkan bakteri flora, air

liur mengandung antigen dan antibodi.


4. a. Polimorponukleus supuratip

: reaksi umum terhadap kerusakan jaringan

akut
b. Mononukleus

: Sebukan dipus yang berdiri dari sel mononukleus di

intertisium , gambaran umum semua proses peradangan kronis, tetapi apabila


terjadi secara akut, sebukan ini sering merupakan respon terhadap virus, bakteri
intrasel dan parasit intrasel.
c.Sitopatik-Sitoproliperatip

: reaksi ditimbulkan oleh virus, ditandai

dengan kerusakan sel pejamu individual dengan sedikit atau tanpa respons
peradangan pejamu.
d. Nekrotikans

: diakibatkan oleh bakteri (c.perfringens) yang

menyebabkan kerusakan jaringan yang cepat dan berat, mengakibatkan kematian


sel
e. Kronis dan pembentukan jaringan parut peradangan ini merupakan jalur
akhir infeksi seperti yang terjadi pada inflamasi.
5. Bakteri mempunyai kapsid yang terbentuk dari lipopolisakarida yang terdiri
dari asam sialat menyebabkan resisten terhadap makrofag dan menyebabkan
penghambatan komplemen dan maknvasi produk komplemen.
6. Mekanisme infeksi sel pejamu oleh virus. Virus memasuki sel pejamu setelah
menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara :
1. Translokasi, virus menembus membran sel yang utuh
2. Insersi Genom, virus yang menempel menginjeksikan material genetik direk ke
dalam sitoplasma
3. Fusi membran, isi genom virus dimasukkan kedalam sitoplasma sel pejamu

4. Endositosis yang diatur oleh reseptor permukaan yang mengikat dan transpor
melalui klatrin kadang menimbulkan fusi kedalam endosom intraseluler.
Lisogenik
1.
2.
3.
4.
5.

Virus menembus membran sel yang utuh


Virus menempel dan menginjeksikan material genetik
DNA/RNA virus bersatu dengan sel pejamu
Proses atau fungsi normal dari sel penjamu terganggu
Virus bereplikasi.

Bagan :

Cara agen
infeksi
menyebabkan

Respon
peradangan
terhadap agen
infeksi

Mekanisme
rusaknya sawar
oleh agen infeksi

Agen Infeksi

Mekanisme virus
memasuki sel
pejamu

Cara mikroba
menghindari sistem
imun

Macam macam struktur


agen infeksi
Sawar Pejamu

a.
b.
c.
d.

Otak
Urogenital
Kulit
Saluran
pencernaan
e. Saluran
napas
f. Hati
g. Ginjal

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bakteri
Virus
Fungus
Parasit
Cacing
Klamidi
a
g. Prion

STEP 5
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sebutkan macam-macam agen infeksi beserta strukturnya?


Bagaimana cara agen infeksi menyebabkan penyakit?
Bagaimana cara agen infeksi menyebabkan sawar tersebut rusak?
Bagaimana mekanisme respon peradangan terhadap agen infeksi?
Bagaimana cara mikroba menghindar dari sistem imun?
Bagaimana mekanisme sel pejamu oleh virus?

STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Macam-macam agen infeksi dan strukturnya
Agen infeksi adalah organisme hidup atau kuasi hidup atau partikel yang
menyebabkan penyakit menular. Penyakit menular yang juga dikenal sebagai
penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang dapat ditularkan, baik secara
langsung maupun melalui perantara. Macam-macam agen infeksi yang
berpotensi menjadi penular penyakit pada manusia meliputi virus, klamidia,

riketsia dan mikoplasma, bakteri, jamur, protozoa serta cacing. Agen infeksi
tersebut bersifat parasit, dimana organisme tersebut sangat tergantung pada
hospesnya yang menjadi tempat untuknya menggantungkan hidup dan
pembiakan. Parasitologi ialah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup
untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan
maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu
(parasites = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu). Pembagian parasit
adalah sebagai berikut:
a. Zooparasit = parasit yang berupa hewan, dibagi dalam:
1) Protozoa = hewan yang bersel satu seperti ameba
2) Metazoa = hewan yang bersel banyak yang dibagi lagi dalam helmintes
cacing) dan artropoda (serangga)
b. Fitoparasit = parasit yang berupa tumbuh-tumbuhan, yang terdiri dari:
1) Bakteri
2) Fungus (jamur)
c. Spirochaeta dan Virus (Rukmono, 2011)
Dalam parasitologi kedokteran dipelajari zooparasit yang termasuk dalam
golongan protozoa, helmintes, artropoda, dan fitoparasit, yaitu fungus.
Parasitisme mencakup setiap hubungan timbal balik suatu spesies dengan
spesies lain untuk kelangsungan hidupnya. Simbiosis menunjukkan hubungan
permanen antara dua jenis jasad yang tidak dapat hidup terpisah. Mutualisme
menunjukkan hubungan dua jenis jasad yang menguntungkan bagi keduanya.
Dalam hal komensalisme suatu jenis jasad mendapat keuntungan tetapi yang
lain tidak dirugikan. Istilah parasitisme menunjukkan bahwa satu jenis jasad
mendapat makanan dan lindungan dari jenis jasad lain yang dirugikannya dan
mungkin dibunuhnya. Sebenarnya parasit tidak bermaksud membunuh
hospesnya tanpa membahayakan dirinya sendiri, yang berlainan sekali dengan
pemangsa (predator) yang membunuh terlebih dahulu sebelum makan
mangsanya. Spesies yang dihinggapi parasit disebut hospes, yang mungkin
menderita berbagai kelainan fungsi dan organ sehingga dapat menimbulkan
kelainan. (Rukmono, 2011)
Parasitologi kedokteran mempelajari parasit yang menghinggapi manusia
dan dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Parasit dapat dibagi dalam
berbagai golongan menurut sifat-sifatnya:
a. Menurut tempat hidupnya, parasit dapat dibagi dalam ektoparasit dan
endoparasit. Ektoparasit hidup pada permukaan hospes (infestasi), seperti

10

tuma, sedang endoparasit hidup di dalam organ tubuh hospes, seperti cacing
gelang di rongga usus muda manusia.
b. Menurut keperluan akan hospes, parasit dibagi dalam parasit obligat dan
parasit fakultatif. Parasit obligat tidak dapat hidup tanpa hospes, seperti
cacing perut, dan mati jika dikeluarkan dari hospes. Parasit fakultatif,
meskipun memerlukan hospes untuk sebagian makanannya, dapat hidup
tanpa hospes misalnya nyamuk yang sebenamya dapat hidup dengan cairan
tumbuh-tumbuhan dan air gula.
c. Menurut jumlah spesies hospes yang dapat dihinggapi, parasit dibagi
menjadi parasit monoksen dan parasit poliksen. Parasit monoksen hanya
menghinggapi satu spesies hospes, misalnya Ascaris lumbricoides hanya
dapat hidup pada manusia. Parasit poliksen dapat menghinggapi berbagai
spesies hospes, misalnya Trichinella spiralis yang menghinggapi babi, tikus,
manusia dll.
d. Menurut lamanya menetap pada hospes, parasit dibagi menjadi parasit
permanen dan parasit temporer. Cacing Ascaris lumbricoides merupakan
parasit permanen, karena ia menetap dalam usus manusia selama hidupnya,
sedangkan nyamuk dan sengkenit merupakan parasit temporer, karena hanya
sewaktu waktu menghinggapi hospes untuk mendapat makan (darah).
(Rukmono, 2014)
Dalam mempelajari parasit perlu dikenal berbagai istilah dan definisi.
Dalam daur hidup parasit ditemukan berbagai stadium. Pada helmintes dikenal
stadium dewasa, telur dan larva, sedang pada protozoa dikenal stadium
trofozoit (vegetatif) dan kista. Berbagai stadium ini pada spesies-spesies
tertentu dapat mempunyai istilah tersendiri. Jasad tempat hidup parasit disebut
hospes. Hospes definitif menunjukkan hospes tempat parasit hidup, tumbuh
menjadi dewasa dan berkembang biak secara seksual, sedangkan hospes
perantara adalah hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang
siap ditularkan kepada manusia (hospes). Hospes reservoar meuunjukkan
hewan yang mengandung parasit yang merupakan sumber infeksi bagi
manusia. Hospes paratenik adalah hewan yang dapat mengandung stadium
infektif parasit tanpa menjadi dewasa dan stadium infektif ini dapat ditularkan
dan menjadi dewasa pada hospes definitif. Vektor adalah suatu jasad (biasanya
serangga) yang dapat menularkan parasit pada manusia dan binatang, misalnya:

11

nyamuk Anopheles adalah vektor parasit malaria, nyamuk Culex adalah vektor
filariasis. (Rukmono, 2014)
Dibawah ini merupakan penjabar lebih mendalam mengenai macammacam agen infeksi yang dapat menyerang sistem tubuh manusia:
A. Protozoa
Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam
bentuk koloni. (Proto (J) = pertama; zoon = hewan). Tiap protozoa
merupakan kesatuan lengkap yang sanggup melakukan semua fungsi
kehidupan yang pada jasad lebih besar dilakukan oleh sel-sel khusus.
Sebagian besar protozoa hidup bebas di alam, tetapi beberapa jenis hidup
sebagai parasit pada manusia dan binatang. (Gandahusada, 2011)
a. Morfologi dan lingkaran hidup
Pada umumnya protozoa mempunyai dua stadium yaitu bentuk
vegetatif atau stadium trofozoit (trophos = makan) atau bentuk
proliferatif yang bergerak, dan bentuk kista (cystis = kandung) yang
tidak aktif. Ukurannya kecil sekali, hanya beberapa mikron sampai 40
mikron. Protozoa yang terbesar adalah Balantidium coli yang berukuran
70 mikron. Bentuk protozoa ada yang bulat, lonjong, simetris bilateral
atau tidak teratur. (Gandahusada, 2011)
Protozoa terdiri dari inti (satu atau lebih) dan sitoplasma. Inti
merupakan bagian penting yang diperlukan untuk mempertahankan
hidup dan untuk reproduksi. Inti terdiri atas selaput inti (membran inti)
yang meliputi retikulum halus (serabut inti) yang akromatik, cairan inti,
kariosom (karyosoma, endosoma, nucleolus) dan butir-butir kromatin.
Pada inti vesikular butir-butir kromatin berkumpul membentuk satu
masa atau tersebar merata. Pada inti padat terdapat lebih banyak butirbutir kromatin dan hanya sedikit cairan inti. Struktur inti, terutama
susunan kromatin dan kariosom, penting untuk membedakan spesies.
Sitoplasma terdiri atas endoplasma, bagian dalam yang lebih besar, dan
ektoplasma, bagian luar yang tipis. (Gandahusada, 2011)
Endoplasma yang berbutir-butir dan mengandung inti mengurus
gizi sel dan reproduksi. Endoplasma berisi pula vakuol makanan,
makanan cadangan, benda asing, vakuol kontraktil dan benda
kromatoid. Pada Mastigophora mungkin ada kinetoplas, yang terdiri

12

dari dua bagian, benda parabasal dan blefaroplas, yaitu tempat keluar
flagel. (Gandahusada, 2011)
Ektoplasma tampak jernih dan homogen. Fungsinya sebagai alat
pergerakan, mengambil makanan, ekskresi, respirasi dan bertahan diri.
Alat pergerakan ialah bagian dari ektoplasma yang menonjol atau
memanjang, berupa: (a) pseudopodium (kaki palsu), (b) flagel (bulu
cambuk), (c) bulu getar (cilium) dan (d) membran bergelombang. Alat
pergerakan digunakan untuk memperoleh makanan dan untuk bereaksi
terhadap rangsangan fisik dan kimia. Pada Flagellata dan Ciliata
pergerakan tampak sangat aktif, sedangkan pada Sporozoa pergerakan
hampir tidak kelihatan, kecuali pada beberapa stadium tertentu dalam
daur hidupnya. Pseudopodium pada Rhizopoda membentuk pergerakan
ameboid; bulu getar secara ritmis menggerakkan Ciliata; flagel yang
dibantu oleh membran bergelombang menggerakkan Mastigophora ke
segala jurusan. (Gandahusada, 2011)
Makanan dimasukkan melalui setiap tempat pada ektoplasma atau
dimasukkan melalui tempat khusus. Beberapa spesies memasukkan
makanan melalui perisotom, langsung ke dalam sitostorn (cytostom,
mulut rudimenter) dan kemudian melalui sitofaring (cytopharynx) yang
berbentuk tabung ke dalam endoplasma. Cara mengambil makanan
dilakukan

dengan

penyerapan

makanan

cair

(osmosis)

atau

pengambilan bahan padat melalui ektoplasma atau sitostom. Dalam


vakuol kernuclian makanan diubah bentuknya oleh enzim. Benda yang
tidak dapat dicernakan dikeluarkan ke permukaan badan atau melalui
lubang khusus, yaitu sitopig. Ekskresi dilakukan dengan tekanan
osmosis dan difusi. Pada beberapa spesies, vakuol kontraktil bekerja
sebagai alat ekskresi. Protozoa bernapas secara langsung dengan
mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, atau secara
tidak langsung dengan mengambil oksigen yang dilepaskan oleh
aktivitas enzim dan persenyawaan kompleks. (Gandahusada, 2011)
Pada bentuk trofozoit terdapat selaput tipis yang tidak memberi
bentuk tetap pada golongan ameba, tetapi memberi bentuk tetap pada
golongan lain, misalnya pada Ciliata dan Mastigophora. Pada bentuk

13

kista terdapat selaput yang kuat, disebut dinding kista yang dibentuk
oleh ektoplasma bila keadaan lingkungan kurang menguntungkan.
Bentuk kista diperlukan untuk kelangsungan hidup di luar badan hospes
dan sebagai pertahanan terhadap zat pencernaan di saluran pencernaan.
Bentuk kista, selain berfungsi untuk bertahan (misalnya pada
Balantidium coil), juga dapat berfungsi untuk reproduksi (misalnya
pada ameba, Flagelata). (Gandahusada, 2011)
Kelangsungan hidup protozoa berdasarkan kemampuan reproduksi
yang tinggi. Reproduksi pada protozoa berlangsung secara aseksual dan
seksual. (Gandahusada, 2011)
a) Pembiakan aseksual
1) Belah pasang
Pada tipe ini satu parasit membelah menjadi dua parasit yang
sama bentuknya. Misalnya pada ameba, Mastigophora, Ciliata.
(Gandahusada, 2011)
2) Skizogoni
Pada tipe ini inti membelah menjadi banyak, dan masing-masing
inti diliputi oleh protoplasma sehingga terbentuk banyak
merozoit. (meros (J) = bagian). (Gandahusada, 2011)
3) Beberapa spesies berkembangbiak pada stadium kista. Inti
membelah

sehingga

waktu

ekskistasi

tiap

kista

dapat

mengeluarkan beberapa trofozoit baru. (Gandahusada, 2011)


b) Pembiakan seksual
Pada pembiakan seksual dibentuk sel kelarnin, yaitu
makrogametosit dan mikrogametosit yang setelah belah reduksi
menjadi makrogamet dan mikrogamet. Setelah terjadi pembuahan
terbentuk zigot (zygosis = menjadi satu). Inti zigot membelah
menjadi banyak dan menjadi sporozoit (sporos = benih; zoon =
hewan). Proses ini disebut sporogoni. (Gandahusada, 2011)
c) Pembiakan aseksual dan seksual bergantian. Pembiakan dengan cara
ini dapat terjadi pada Sporozoa. (Gandahusada, 2011)
b. Pembagian dalam kelas
Protozoa yang merupakan parasit pada manusia dibagi dalam empat
kelas:
1. Rhizopoda (rhiz (J) = akar; podium = kaki)
Manusia merupakan hospes enam spesies ameba yang hidup
dalam rongga usus besar yaitu Entamoeba histolytica, Entamoeba

14

coli, Entamoeha hartmanni, Jodamoeba btschii, Dientamoeba


fragilis, Endolimax nana dan satu spesies ameba yang hidup dalam
mulut, yaitu Entamoeba gingivalis. Semua ameba ini tidak patogen,
hidup sebagai komensal pada manusia, kecuali E. histolytica yang
dapat menjadi patogen. (Adjung, 2011)

Gambar 1.1 Entamoeba histolytica (Zaman, 2014)


Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3
stadium yaitu (1) bentuk histolitika, (2) bentuk minuta dan (3)
bentuk kista. (Adjung, 2011)
Bentuk histolitika dan bentuk minuta adalah bentuk trofozoit.
Perbedaan antara kedua bentuk trofozoit tersebut adalah bahwa
bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang
lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika berikuran 20 - 40
mikron (sel darah merah 7 mikron); mempunyai inti entameba yang
terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di
bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang
dibentuk dan ektoplasma, besar dan lebar seperti daun, dibentuk
dengan mendadak, pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir halus,
biasanya tidak mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi
mengandung sel darah merah. Bentuk histolitika mi patogen dan
dapat hidup di jaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina.
Bentuk ini berkembangbiak secara belah pasang di jaringan dan
dapat merusak jaringan tersebut, sesuai dengan nama spesiesnya
Entamoeba histolytica (histo=jaringan, lysis=hancur). (Adjung,
2011)

15

Bentuk minuta adalah bentuk pokok (esensial); tanpa bentuk


minuta daur hidup tidak dapat berlangsung; besarnya 10 - 20 mikron.
Inti

entameba

terdapat

di

endoplasma

yang

berbutir-butir.

Endoplasma tidak mengandung sel darah merah tetapi mengandung


bakteri dan sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak
bila membentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk perlahanlahan

sehingga

pergerakannya

lambat.

Bentuk

minuta

berkembangbiak secara belah pasang dan hidup sebagai komensal di


rongga usus besar, tetapi dapat berubah menjadi bentuk histolitika
yang patogen. (Adjung, 2011)
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, besarnya 10 - 20
mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan
ada inti entameba. Dalam tinja bentuk ini biasanya berinti 1 atau 4,
kadang-kadang terdapat yang berinti 2. Di endoplasma terdapat
benda kromatoid yang besar, menyerupai lisong dan terdapat juga
vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap
sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda.
Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya
tidak ada lagi. Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan
bentuk infektif. (Adjung, 2011)
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta
di rongga usus besar manusia, berkernbangbiak secara belah pasang,
kemudian dapat membentuk dinding dan berubah menjadi bentuk
kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya dinding kista,
bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan
manusia. Bila kista matang tertelan, kista tersebut sampai di lambung
masih dalam keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asam
lambung. Di rongga usus halus dinding kista dicernakan, terjadi
ekskistasi dan keluarlah bentuk-benttik minuta yang masuk ke
rongga usus besar. (Adjung, 2011)
Bentuk minuta dapat berubah menjadi bentuk histolitika yang
patogen dan hidup di mukosa usus besar dan dapat rnenimbulkan
gejala. Dengan aliran darah, bentuk histolitika dapat tersebar ke

16

jaringan hati, paru dan otak. Infeksi terjadi dengan menelan kista
matang. (Adjung, 2011)

Gambar 1.2 Daur hidup Entamoeba histolytica (Adjung, 2011)


2. Mastigophora
Mastigophora atau flagelata adalah protozoa yang mempunyai
flagel (cambuk), terdiri dari 2 golongan:
a. Flagellata traktus digestivus yang hidup di rongga usus dan
mulut (contohnya: Giardia lamblia) dan flagellata traktus
urogenital yang hidup di vagina, uretra dan prostat (contohnya:
Trichomonas) (Adjung, 2011)

17

Gambar 1.3 Kista Giardia lamblia (Zaman, 2014).


b. Flagellata darah dan jaringan yang hidup dalam darah dan di
jaringan tubuh atau alat dalam (contohnya: Leishmania dan
Trypanosoma) (Adjung, 2011)

Gambar 1.3 Leishmania. Terletak dalam sel makrofag dalam


hati (Zaman, 2014).
Flagellata mempunyai 1 inti atau lebih dari 1 inti dan alat
pergerakan (alat neuromotor) yang terdiri kinetoplas dan flagel.
Kineptoplas terdiri dari blefaroplas, kadang-kadang ada benda
parabasal. Aksonema merupakan bagian flagel yang terdapat di
dalam badan parasit. Kadang-kadang ada struktur yang tampai
sebagai satu garis mulai dari anterior sampai ke posterior disebut
aksostil. Di samping badan parasit terdapat membran bergelombang
dan kosta merupakan dasarnya. Beberapa spesies flagellata
mempunyai sitostoma. Parasit ini berkembang biak secara belah
pasang longitudinal. (Adjung, 2011)
3. Ciliophora = Ciliata
Balantidium coli adalah protozoa terbesar pada manusia. Parasit
ini ditemukan di seluruh dunia yang beriklim subtropik dan tropik,
tetapi frekuensinya rendah. Juga di Indonesia parasit ini jarang
ditemukan pada manusia. (Rasad, 2011)

18

Gambar 1.5 Balantidium coli (Zaman, 2014).


Parasit ini mempunyai dua bentuk yaitu bentuk vegetatif dan
bentuk kista. Bentuk vegetatif adalah lonjong, besarnya 60-70
mikron. Pada bagian anterior yang agak menyempit, terdapat
sitostom yang berfungsi sebagai mulut. Bagian posterior bentuknya
agak melebar, pada daerah ini ditemukan sitopig (cytopyge) yang
berfungsi untuk rnengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan lagi.
Pada seluruh permukaan badan terdapat bulu getar (silium) yang
tersusun dalam baris-baris longitudinal. Pada sitostom terdapat bulu
getar yang agak panjang. Fungsi bulu getar adalah untuk bergerak
dan mengambil makanan. Di sitoplasma terdapat dua buah inti yang
khas yaitu satu makronukleus besar yang berbentuk seperti ginjal,
dan satu mikronukleus kecil yang bulat. Selain inti ditemukan juga
1-2 buah vakuol kontraktil dan banyak vakuol makanan. Bentuk
vegetatif selain bentuk yang masih makan juga merupakan bentuk
yang berfungsi untuk berkembangbiak dengan cara belah pasang
transversal. Mula-mula mikronukleus yang mernbelah, diikuti oleh
makronukleus dan sitoplasma sehingga menjadi dua organisme baru.
Kadang-kadang tampak pertukaran kromatin (konjugasi). (Rasad,
2011)
Bentuk kista, berukuran kira-kira 60 mikron, lonjong dan
berdinding tebal. Bentuk kista hanya mempunyai makronukleus.
Kista yang hidup, mempunyai bulu getar yang masih bergerak.
Bentuk kista tidak untuk berkembangbiak: fungsinya hanya untuk
bertahan. Kista dalam tinja dapat hidup 1-2 hari pada suhu kamar.

19

Parasit ini hidup di selaput lendir usus besar terutarna di daerah


sekum. Bentuk kista merupakan bentuk infektif. Bila kista tertelan,
terjadi ekskistasi di usus halus. Dari satu kista keluar satu bentuk
vegetatif yang segera berkembangbiak dan membentuk koloni di
selaput lendir usus besar. Bentuk kista dan bentuk vegetative keluar
bersama tinja hospes. Infeksi terjadi bila bentuk kista tertelan.
(Rasad, 2011)

Gambar 1.6 Daur hidup Balantidium coli (Rasad, 2011)


4. Sporozoa
Parasit yang termasuk Sporozoa berkembangbiak secara
aseksual (skizogoni) dan seksual (sporogoni) secara bergantian.
Kedua cara berkembangbiak ini dapat berlangsung dalam satu
hospes; hal itu ditemukan pada Coccidia. Pada Haemosporidia
(Plasniodium) diperlukan dua hospes yang berlainan jenis. Parasit ini
hidup di luar maupun di dalam sel dari bermacam-macam organ
vertebrata dan invertebrata. (Gandahusada, 2011)
Spesies dari Sporozoa yang dapat menghinggapi manusia
adalah yang termasuk:
a) Coccidia: genus Eimeria, genus Isospora dan genus Toxoplasma.

20

Gambar 1.7 Kista Toxoplasma (Zaman, 2014)


Parasit ini hidup pada berbagai mamalia, burung dan ikan,
termasuk manusia, Parasit ini terdapat di seluruh dunia, tetapi
lebih banyak ditemukan di negeri beriklim panas. (Gandahusada,
2011)
Coccidia digolongkan berdasarkan bentuk ookista yang
khas dan ukuran besarnya yang bervariasi, serta bentuk dan
jumlah sporoblas dan sporozoit yang berbeda. (Gandahusada,
2011)
Ookista mempunyai dinding, di sitoplasmanya terdapat satu
inti. Inti ookista membelah dan membentuk sporoblas. Pada
perkembangan selanjutnya sporoblas membentuk clinding dan
menjadi sporokista. Di dalam sporokista dibentuk sporozoit.
Coccidia hidup dalam sel epitel usus muda. Dalam sel ini terjadi
siklus aseksual, yaitu skizogoni. Ookista yang berisi sporokista
ditemukan dalam tinja. (Gandahusada, 2011)
Bila sporokista matang tertelan oleh hospes, di rongga usus
muda dindingnya akan pecah dan keluarlah sporozoit yang
berbentuk lonjong dan kecil. Sporozoit akan masuk ke sel epitel
usus muda dan menjadi trofozoit. Trofozoit dalam sel epitel usus
muda membesar sampai hampir mengisi seluruh sel, kemudian
intinya membelah menjadi banyak (skizon), diikuti oleh
pembagian protoplasma, sehingga terbentuk merozoit. Bila
skizon matang pecah, merozoit memasuki sel hospes lain,
tumbuh menjadi trofozoit dan mulai lagi dengan skizogoni

21

sampai beberapa kali. Sebagian merozoit setelah menjadi


trofozoit mulai dengan proses sporogoni. Pada proses ini
dibentuk gametosit dalam sel epitel usus muda. Sebagian
trofozoit membentuk makrogametosit dan sebagian membentuk
mikrogametosit. Satu makrogametosit berkembang menjadi satu
makrogamet, sedangkan satu mikrogametosit berkembang
menjadi beberapa mikrogamet. Setelah makrogamet dibuahi oleh
mikrogamet, terbentuk zigot yang kemudian disebut ookista,
setelah pembentukan dinding ookista. Di dalam ookista dibentuk
sporoblas, yang pada perkemb angan selanjutnya menjadi
sporokista.

Di

dalam

sporokista

dibentuk

sporozoit.

(Gandahusada, 2011)
Pada genus Isospora, ookista matang berisi 2 sporokista
yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Pada genus
Eimeria, ookista matang berisi 4 sporokista yang masing-masing
mengandung 2 sporozoit. (Gandahusada, 2011)
b) Haemosporidia: genus Plasmodium.
Parasit malaria termasuk genus Plasmodium. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu: Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Pada
kera ditemukan spesies-spesies parasit malaria yang hampir sama
dengan parasit manusia, antara lain adalah Plasmodium
cynomolgi menyerupai Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi
menyerupai Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae;
Plasmodium

rodhaini

pada

chimpanzee

di

Afrika

dan

Plasmodium brasilianum pada kera di Amerika Selatan sama


dengan Plasmodium malariae pada manusia. Manusia dapat
diinfeksi oleh parasit malaria kera secara alami dan secara
eksperimental, begitupun sebaliknya dapat terjadi. (Pribadi,
2011)
Daur hidup keempat spesies malaria pada manusia
umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen
(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual
(skizogoni) dalam badan hospes vertebrata. (Pribadi, 2011)

22

Gambar 1.8 Nyamuk Anopheles (Zaman, 2014).


Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu daur eritrosit dalam
darah (skizogoni eritrosit) dan daur dalam sel parenkim hati
(skizogoni eksoeritrosit) atau stadium janingan dengan skizogoni
pra-eritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit
masuk dalam sel hati dan skizogoni eksoeritrosit sekunder yang
berlangsung dalam hati. Hasil penelitian pada malaria primata
menunjukkan bahwa ada dua populasi sporozoit yang berbeda,
yaitu sporozoit yang secara langsung mengalami pertumbuhan
dan sporozoit yang tetap tidur (dormant) selama periode
tertentu (disebut hipnozoit) sampai menjadi aktif kembali dan
mengalami pembelahan skizogoni. Pada infeksi P. falciparum
dan P. malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati
sebelum daur dalam darah dimulai; sesudah itu daur dalam hati
tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale daur
eksoeritrosit

berlangsung

terus

sampai

bertahun-tahun

melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama


(bila tidak diobati) disertai banyak relaps. (Pribadi, 2011)
(1) Parasit dalam hospes vertebrata (hospes perantara)
Fase jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang
mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurya menusuk
hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk
melalui probosis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit
segera masuk dalam peredaran darah dan setelah 1/2 jam-1
jam masuk dalam sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh

23

fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan


berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni pra-eritrosit.
Inti parasit membelah diri berulang-ulang dan skizon
jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi
besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai
oleh pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti
sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan
ukuran 1.0 sampai 1.8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi
tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. (Pribadi,
2011)
Fase ini berlangsung beberapa waktu, tergantung dari
spesies parasit malaria. Pada akhir fase pra-eritrosit, skizon
pecah, merozoit keluar dan masuk di peredaran darah.
Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid
hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale
sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa
waktu (sampai kira-kira 3 bulan) menjadi aktif kembali dan
mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini
dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps jangka
panjang (long term relapse) atau rekurens (recurrence).
(Pribadi, 2011)
Fase dalam darah atau eritrosit. Waktu antara
permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam
darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan
dengan masa tunas atau inkubasi yang berhubungan dengan
timbulnya gejala klinik penyakit malaria. Merozoit yang
dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit.
Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil;
beberapa di antaranya mengandung vakuol sehingga
sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada di kutubnya.
Oleh karena sitoplasma mernpunyai bentuk lingkaran, maka
parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan,
bentuknya berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini

24

disebut trofozoit. Parasit mencernakan hemoglobin dalam


enitrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen malaria
(kombinasi

protein

dan

hematin).

Pigmen

yang

mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai


butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam
yang makin jelas pada stadium lanjut. Setelah masa
pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual
melalui proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti
parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih
kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma
untuk membentuk skizon. Skizon matang mengandung
bentuk-bentuk bulat kecil, terdiri dari inti dan sitoplasma
yang disebut merozoit. Setelah proses skizogoni selesai,
eritrosit pecah dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah
(sporulasi). Kemudian merozoit memasuki eritrosit baru
dari generasi lain dibentuk dengan cara yang sama. Pada
daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara berulang-ulang
selama

infeksi

dan

menimbulkan

parasitemia

yang

meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh


respons imun hospes. (Pribadi, 2011)
Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan
perubahan pada eritrosit, yaitu menjadi lebih besar, pucat
dan bertitik-titik. Perubahan ini khas untuk spesies parasit.
Daur skizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam pada P.
vivax dan P. male, kurang dari 48 jam pada P. falciparuni
dan 72 jam pada P. malariae. Pada stadium permulaan
infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (broods)
parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda sehingga
gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas.
(Pribadi, 2011)
Setelah 2 atau 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian
merozoit tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut
gametogoni (gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh

25

tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai


bentuk yang berbeda pada berbagai spesies: pada P.
falciparum bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah
matang; pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua
spesies Plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit
betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma berwarna
biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan
(mikrogametosit) sitoplasma berwama biru pucat atau
merah muda dengan inti besar dan difus. Kedua macam
gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen. (Pribadi,
2011)
(2) Parasit dalam hospes invertebrata (hospes definitif)
Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes
manusia yang mengandung parasit malaria, parasit aseksual
dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat
tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi
4 sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang
seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron,
menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan
kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya
berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan
dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah basah
yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau garnet jantan
disebut mikrogamet; makrogametosit mengalami proses
pematangan (maturasi) dan menjadi gamet betina atau
makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik
oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil tempat
masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung.
Hasil pembuahan disebut zigot. (Pribadi, 2011)
Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang
tidak bergerak, tetapi dalarn waktu 18 - 24 jam menjadi
bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti cacing
ini berukuran panjang 8 - 24 mikron dan disebut ookinet.

26

Ookinet kemudian menembus dinding lambung melalui sel


epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk
bulat, disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung
Anopheles berkisar antara beberapa buah sampai beberapa
ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga
merupakan bulatan-bulatan semi-transparan, berukuran 40 80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan
besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap
spesies Plasmodium. Bila ookista makin membesar dan
intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti
yang sudah membelah-belah dikelilingi oleh protoplasma
yang merupakan bentuk-bentuk memanjang pada bagian
tepi sehingga tampak sejumlah besar bentuk-bentuk yang
kedua ujungnya runcing dengan inti

di tengahnya

(sporozoit) dan panjangnya 10 - 15 mikron. Kemudian


ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak
dalam rongga badan nyamuk untuk mencapai kelenjar liur.
Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini
mengisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit
dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah
hospes perantara. (Pribadi, 2011)

27

Gambar 1.9 Daur hidup parasit malaria (Pribadi, 2011).


B. Cacing
Berdasarkan taksonomi, helmint (cacing) dibagi menjadi:
1) Nemathelminthes (cacing gilik)
Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk Nemathelminthes
(Kelas Nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan
transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Dalam parasitologi
kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus
yang hidup di usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan
berbagai alat tubuh. (Margono, 2011)
a. Nematoda Usus
(1) Ascaris lumbricoides
Cacing ini sering menginfeksi anak dibawah umur, telurnya
sangat tahan hidup sampai berbulan-bulan. Cacing ini banyak
menginfeksi anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia. Cacing
jantan berukuran panjang 15-31 cm dengan diameter 2-4 mm,
dan betinanya berukuran panjang 20-40 cm dan diameter 3-6
mm. (Margono, 2011)

28

Gambar 1.10 Makroskopik cacing Ascaris lumbriocoides


dewasa (Prianto, 2006).
Cacing dewasa hidup dalam usus halus (usus kecil),
memakan sari makan dalam usus (diduga menembus mukosa
usus untuk menghisap darah). Kopulasi (kawin) terjadi dalam
usus. Cacing betina dapat memproduksi telur sampai 27 juta
butir/ekor, dengan ukuran telur 60-70 m X 40-50 m. Kulit
telur transparan dengan diselaputi lendir albumin yang
berwarna kecoklatan. (Margono, 2011)
Telur yang dibuahi membentuk zigot dan keluar bersama
feses. Zigot berkembang pada suhu optimun (15,5-30oC), mati
pada suhu 38oC. Pada kondisi alamiah telur berkembang dalam
tanah aerobik dan membentuk larva didalam telur selama 10-14
hari (pada fase ini bila tertelan tidak menyebabkan infeksi).
Tetapi bila bentul L1 berkembang dan membentuk L2 dalam
telur, maka telur tersebut menjadi telur infektif. (Margono,
2011)
Bilamana telur infektif tertelan maka L2 menetas dan secara
aktif menembus dinding mukosa usus dan terbawa ke hati
melalui saluran limfe usus atau venula usus. Dari hati larva
terbawa kebilik kanan jantung dan kemudian ke paru-paru
melalui arteri paru-paru. Larva biasanya tinggal dalam paru
selama beberapa hari dan tumbuh bergerak melewati kapiler
masuk kedalam alveoli. Kemudian bergerak ke bronchioli,
bronchi, trachea menuju glottis. Penderita terbatuk dan larva

29

tertelan dan masuk kedalam saluran pencernaan menuju usus


halus kemudian menjadi dewasa. (Margono, 2011)
Selama proses migrasi tersebut larva tumbuh dari ukuran
200 m sampai 300 m. Ecdysis terjadi dalam usus halus
dalam selang waktu 25-29 hari setelah larva tertelan. Hanya
larva yang mencapai moulting yang ke 4 yang dapat hidup
menjadi dewasa. (Margono, 2011)

Gambar 1.11 Daur hidup Ascaris lumbricoides (cacing gelang)


(Margono, 2011)
(2) Cacing Tambang (hookworm)
Salah satu spesies dari cacing tambang yang dapat
menyerang manusia adalah Ancylostoma duodenale. Infeksi
parasit cacing ini banyak di laporkan di Eropa Selatan, Afrika
Utara, India, China, Asia Tenggara, Amerika dan Kepulauan
Karibia. Cacing ini adalah cacing kait (hook worm) pertama
yang diketahui daur hidupnya pada tahun 1896 oleh Arthur
Loos. Cacing jantan panjangnya 8-11 mm, betina 10-13 mm.
(Margono, 2011)

30

Cacing betina dapat bertelur dalam jumlah 25000-30000


butir/hari pada kondisi lembab dan dingin atau pada suhu
optimum 23oC-30oC, sehingga telur menetas menjadi larva
kemudian menjadi cacing muda yang infektif. Cacing muda
melakukan penetrasi melalui kulit hospes definitif, kemudian
mengikuti aliran darah masuk kedalam paru-paru, alveoli,
bronchus kemudian ke pharinx. Kemudian cacing tertelan
masuk kedalam intestinum dan bergerak dan mengait dinding
intestinum memakan darah dan jaringan eksudat. Cacing betina
kemudian bertelur dan dikeluarkan melalui feses. (Margono,
2011)

Gambar 1.12 Cacing tambang yang melekat pada membrana


mukosa (Zaman, 2014).
(3) Trichuris trichura
Kebanyakan anak balita sering terinfeksi oleh cacing ini
baik melalui air minum yang terkontaminasi maupun

telur

cacing yang menempel pada tangan waktu bermain. Cacing


dewasa panjangnya sekitar 30-50 mm, dimana cacing jantan
lebih kecil daripada cacing betina. (Margono, 2011)
Cacing betina bertelur sekitar 3000-10.000 butir/hari dan
keluar melalui feses. Telur berkembang membentuk embrio
setelah 21 hari dalam tanah yang lembab. Bila telur tersebut
tertelan, larva infekstif akan menetas di dalam usus halus dan
masuk kedalam kripta liberkuhn. Dalam waktu singkat larva
berkembang masuk kembali kedalam lumen usus dan

31

bermigrasi kedaerah ileo-cecal dan menjadi dewasa setelah 3


bulan. Cacing dewasa dapat hidup sampai beberapa tahun,
sehingga sejumlah besar cacing dewasa dapat tertimbun dalam
tubuh satu orang, walupun dalam suatu daerah penderita infeksi
baru relatif kecil. (Margono, 2011)

Gambar 1.13 Daur hidup Trichuris trichura (Margono, 2011)

Gambar 1.14 Trichuris berada di lapisan superfisial epitel


usus. Parasit membentuk saluran kecil
dimana

ujung

(Zaman, 2014).
(4) Strongyloides stercoralis

anteriornya

melengkung

32

Cacing ini merupakan salah satu cacing nematoda yang


terkecil yang sering menginfeksi orang dan hewan, seperti
anjing,

kucing

dan

ruminansia.

Cacing

S.

papillosus

menginfeksi hewan domba, S. ransoni, pada babi dan S. ratti


pada tikus. Cacing betina panjangnya 2,0-2,5 mm, dan yang
jantan sekitar 0,7 mm. (Margono, 2011)

Gambar 1.15 Larva yang baru dari Strongyoides stercoralis


(Zaman, 2014).
Cacing betina menancapkan bagian depan tubuhnya
(anterior end) didalam mukosa usus halus dan sampai kedalam
sub mukosa. Cacing dewasa tersebut juga kadang dijumpai dala
sistem saluran nafas, kantong empedu dan dalam pankreas.
Cacing betina memproduksi telur yang telah berembrio dan
dikeluarkan dalam submukosa atau lumen usus. Telur
berukuran 50-58 um x 30-34 um. Telur tersebut menetas
didalam submukosa atau waktu masuk kedalam lumen usus,
dan cacing muda

berada dalam lumen usus kemudian

dikeluarkan melalui feses. Cacing muda bentuk filaria akan


menginfeksi hospes melalui pori kulit atau tertelan masuk
slauran pencernaan. Cacing muda yang masuk melalui kulit
akan terbawa aliran darah menuju paru dan masuk kedalam
alveoli, bergerak ke trachea yang kemudian menjadi dewasa
dan bertelur didalam usus halus. Sedangkan yang masuk
melalui mulut, akan langsung menjadi dewasa didalam usus

33

halus. Cacing dewasa juga dapat hidup diluar hospes (free


living adults), yaitu didalam tanah dan bertelur yang kemudian
menetas dan menjadi cacing muda yang infektif dan dapat
menginfeksi hospes. Tetapi bila tidak menginfeksi, cacing juga
dapat tumbuh menjadi dewasa dan dapat memproduksi telur.
Sehingga disini ada dua bentuk dar hidup yaitu daur hidup
heterogenik dan daur hidup homogenik. (Margono, 2011)
Bilaman cacing muda berkesempatan moulting dua kali
pada saat turun kebawah saluran cerna, cacing tersebut dapat
melakukan penetrasi dalam mukosa bagian bawah malalui
darah dan terus menjadi dewasa lagi dalam usus. Proses
tersebut disebut Autoinfeksi. (Margono, 2011)

Gambar 1.16 Daur hidup Strongyoides stercoralis (Margono,


2011).
(5) Enterobius vermicularis

34

Gambar 1.17 Cacing dewasa Enterobius vermicularis


(Zaman, 2014).
Cacing ini banyak menyerang anak balita diseluruh dunia,
terutama didaerah tropik. Tetapi kejadian infeksi dilaporkan
juga didaerah Alaska, daerah subtropik Florida, Sanfransisco
California dan sebagainya. Dilaporkan paling sedikit 500 juta
orang terinfeksi oleh parasit ini. Cacing betina panjang 8-13
mm dan jantan 1-5 mm. (Abidin, 2011)
Infeksi mudah terjadi karena telur mudah tersebar dimanamana dan telur dapat bertahan berminggu-minggu pada kondisi
yang lembab dan dingin. Telur berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu 6 jam pada suhu tubuh. Telur yang
mengandung fase L3 akan menetas didalam duodenum dan
bergerak ke usus halus (usus kecil), akan mengalami moulting
dua kali sebelum menjadi dewasa dan fase tersebut cacing
mencapai ileo-cecal. Total waktu sejak telur tertelan dan
menjadi dewasa adalah 15-43 hari. Cacing dewasa biasanya
tinggal di daerah ileo-cecal, tetapi mereka sering bergerak
sepanjang saluran gastro-intestinal dari lambung sampai ke
anus. Cacing memakan sel epithel usus dan bakteri dalam usus.
Cacing betina yang mengandung telur bergerak didalam lumen
intestinum dan sering keluar melalui anus sampai ke perianal.
Di daerah sekitar anus (perianal) cacing betina tersebut
mengeluarkan telurnya sampai 4600-16000 butir telur. Cacing
betina mati segera setelah mengeluarkan telur dan cacing jantan

35

mati setelah kopulasi. Sehingga biasanya banyak ditemukan


cacing betina daripada cacing jantan didalam tubuh hospes.
(Abidin, 2011)
Bilamana pada lipatan perianal tidak dibersihkan dalam
waktu yang lama, telur yang menempel pada daerah tersebut
akan menetas dan larva bergerak masuk kedalam anus
kemudian

menuju

usus.

Proses

tersebut

dinamakan

Retrofection. Proses penetasan telur di dalam intestinum


tidak pernah terjadi, kecuali bilamana terjadi konstipasi.
(Abidin, 2011)

Gambar 1.18 Daur hidup Enterobius vermicularis


(Abidin, 2011)
b. Nematoda Jaringan
(1) Wucheria brancofti
Cacing ini menyebabkan penyakit disebut Elephantiasis,
karena pembengkakan yang luar biasa pada bagian tubuh
manusia (terutama kaki). Penyakit ini juga disebut filariasis
yang menyerang orang daerah Afrika Tengah, delta sungai Nile,
Turki, India, Asia Tenggara, India Timur, Kepulauan Oceania,
Australia dan Amerika Selatan. Filariasis menyebabkan

36

gangguan fisiologi yang besar pada tentara Amerika yang


bertugas di Pasifik pada Perang Dunia ke II. Cacing berukuran
panjang 40 mm dan diameter 100 m pada cacing jantan;
cacing betina panjang 6-10 cm dan diameter 300 m. (Partono,
2011)
Cacing betina bersifat ovovivipar dan mengeluarkan ribuan
mikrofilaria disekitar cairan limfe. Mikrofilaria kemudian
bergerak kedalam jaringan, tetapi kebanyakan terikut aliran
darah melalui duktus thoracalis. Secara periodik mikrofilaria
berada dalam sistem darah perifer dan kemudian menghilang
dari lokasi tersebut. Jumlah paling besar ditemukan mikrofilaria
dalam darah perifer adalah pada malam hari jam 10 sampai jam
2 pagi. Pada waktu itulah nyamuk menghisap darah penderita
sehingga banyak mikrofilaria terbawa oleh nyamuk tersebut. Di
dalam saluran pencernaan nyamuk selama 2-6 jam, kemudian
menembus dinding lambung menuju menuju otot bagian dada
nyamuk dan mengalami moulting, 2 hari kemudian mengalami
fase ke 2 dan berada berbagai organ. Kemudian berkembang
menjadi bentuk filaria (filariform), filaria muda dengan ukuran
1,4-2 mm dan merupakan bentuk infektif ini bergerak melalui
aliran darah nyamuk menuju labium atau proboscis dan akan
mengeluarkan filaria pada waktu nyamuk menggigit kulit
manusia dan mencapai pembuluh darah limfe akan menjadi
dewasa. (Partono, 2011)

37

Gambar 1.19 Daur hidup Wuchereria bancrofti (Partono, 2011).


Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk
Culex quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa
nyamuk Aedes. Biasanya parasit ini tidak ditularkan oleh
nyamuk Mansonia. (Partono, 2011)

Gambar 1.20 Cacing dewasa Wuchereria bancrofti pada


saluran limfe (Zaman, 2014).
(2) Loa-loa
Loa-loa adalah cacing mata yang menyebabkan penyakit
disebut

loaiasis

swelling/fugitive

atau

pembengkakan

swelling).

Penyakit

Calabar
banyak

(Calabar
dilaporkan

menginfeksi orang di hutan hujan (rain forest) Afrika Barat dan


Sudan. (Ilahude, 2011)

38

Cacing dewasa hidup dibawah kulit daerah punggung,


pinggang, axila, penis dan mata. Mikrofilaria ditemukan secara
periodik di sirkulasi darah perifer pada waktu siang hari dan di
daerah paru pada waktu malam hari. Hospes intermedier adalah
lalat Chrysops yang menggigit kulit dan menghisap darah
sehingga membawa mikrofilaria dalam tubuh hospes tersebut.
Setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga,
mikrofilia tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan
kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan
manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi
dan cacing betina mengeluarkan mikrofilia. (Ilahude, 2011)

Gambar 1.21 Cacing dewasa Loa-loa pada conjunctival sac.


(Zaman, 2014)
(3) Onchocerca volvulus
Infeksi cacing ini telah dilaporkan di daerah Afrika, Arab,
Guatemala, Meksiko, Venezuela dan Colombia. Morfologinya
mirip dengan W. brancofti. Cacing betina berukuran 33,550
cm x 270-400 mikron dan cacing jantan memiliki panjang 1942 mm x 130 x 210 mikron. (Ilahude, 2011)
Cacing dewasa berlokasi dibawah kulit dan akan terbentuk
kapsula karena reaksi tubuh hospes. Bilamana berlokasi dekat
tulang seperti persendian atau diatas tulang kepala, nodule yang
permanen akan terjadi. (Ilahude, 2011)
Mikrofilaria berada dalam kulit kemudian terhisap oleh
lalat penghisap darah atau lalat hitam atau black fly (Simulium

39

damnosum) sebagai hospes intermedier. Bagian mulut lalat


tidak menembus terlalu dalam, berisi cairan kental yang penuh
dengan mikrofilaria. Fase pertama dari larva cacing bergerak
dari saluran cerna lalat ke otot dada. Kemudian mengalami
moulting yang kemudian moulting lagi menjadi larva infektif
menjadi bentuk filaria (filariform), filaria muda bergerak kearah
mulut lalat dan akan menginfeksi hospes definitif baru. Filaria
tumbuh menjadi dewassa tinggal dibawah kulit selama kurang
dari 1 tahun. Cacing biasanya berpasangan. Cacing yang berada
dibawah kulit atau dibawah kulit yang lebih dalam akan
memproduksi mikrofilaria. Mikrofilaria kemudian menginvasi
kepermukaan kulit dan akan terhisap oleh hospes intermedier.
(Ilahude, 2011)

Gambar 1.22 Cacing dewasa Onchocerca volvulus pada


nodul. Cacing terpotong pada level yang
berbeda (Zaman, 2014)
2) Platyhelminthes (cacing pipih)
Platyhelminthes dibagi menjadi Kelas Trematoda (cacing daun)
dan Kelas Cestoda (cacing pita).
a. Trematoda (cacing daun)
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda,
filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya
cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma,
mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum).

40

Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas


Digenea, yang hidup sebagai endoparasit. (Hadidjaja, 2011)
Pada umumnya cacing trematoda ditemukan di RRC, Korea,
Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India dan Afrika.
Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski
di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi, Heterophyydae
di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.
(Hadidjaja, 2011)
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif
cacing trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, babi,
tikus, burung, luak, harimau dan manusia. Menurut tempat hidup
cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi
dalam:
(1) Trematoda hati (liver flukes): Clonorchis sinensis, Opisthorchis
felineus, Opisthorchis viverrini dan Fasciola.

Gambar 1.23 Fasciola buski (kiri) dan Clonorchis sinensis


(2) Trematoda

(kanan) (Zaman, 2014).


usus (intestinal flukes): Fasciolopsis

Echinostomatidae dan Heterophyidae.

Gambar 1.24 Echinostoma spp (Zaman, 2014)


(3) Trematoda paru (lung flukes): Paragonimus westermani.

buski,

41

Gambar 1.25 Paragonimus westermani (Zaman, 2014).


(4) Trematoda darah (blood flukes): Schistosoma japonicum,
Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium.

Gambar 1.26 Schistosoma japonicum jantan dan betina.


Cacing terletak pada saluran ginekofor dari
yang jantan dan terlihat gelap. (Zaman,
2014)
b. Cestoda (cacing pita)
Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum
Platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus
vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata.
Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya
pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna atau saluran vaskular
dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang disebut proglotid
yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantan dan betina.
(Mahfudin, 2011)
Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat,
disebut skoleks, yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait.

42

Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusia


umumnya adalah Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana,
Echinococcus granulosus, E.multilocularis, Taenia saginata dan T.
solium. (Mahfudin, 2011)
Manusia merupakan hospes Cestoda ini dalam bentuk:
(1) Cacing dewasa, untuk spesies D. latum, T. saginata, T. solium, H.
nana, H. diminuta, Dipylidium caninum.
(2) Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, T. solium, H. nana, E.
granulosus, Multiceps. (Mahfudin, 2011)
Sifaf-sifat umum dari Cestoda adalah dadan cacing dewasanya
terdiri atas:
a. Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat,
dilengkapi dengan batil isap atau dengan lekuk isap.
b. Leher, yaitu tempat pertumbuhan badan.
c. Strobila, yaitu badan yang terdiri atas segmen-segmen yang
disebut proglotid. Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan
alat kelamin jantan dan betina yang lengkap; keadaan ini disebut
hermafrodit. Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri
melalui lubang uterus. Embrio di dalam telur disebut onkosfer
berupa embrio heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infektif
dalam hospes perantara. (Mahfudin, 2011)
Infeksi terjadi dengan menelan larva bentuk infektif atau
menelan telur. Pada Cestoda dikenal dua ordo:
(1) Pseudophyllidea
Pseudophyllidea mempunyai skoleks dengan 2 lekuk isap
(bothrium = Suctorial groove). Lubang genital dan lubang uterus
terletak

di

tengah-tengah

proglotid.

Telur

mempunyai

operkulum, berisi sel telur, dan dikeluarkan bersama tinja.


Dalam air, sel telur tumbuh menjadi onkosfer. Telur menetas dan
keluarlah korasidium, yaitu embrio yang mempunyai banyak
silium. Korasidium dimakan oleh hospes perantara I yang
tergolong Copepoda (Cyclops, Diaptomus), dan tumbuh menjadi
proserkoid. (Mahfudin, 2011)
Cyclops yang mengandung parasit dimakan oleh hospes
perantara II (ikan, kodok). Dalam hospes perantara II ini larva
tumbuh menjadi pleroserkoid (sparganum) yang merupakan

43

bentuk infektif. Yang tennasuk Pseudophyllidea adalah cacing


Diphyllobothrium latum dan D. mansoni (Diphyllobothrium
binatang). (Mahfudin, 2011)

Gambar 1.27 Diphyllobothrium latum (Zaman, 2014)


(2) Cyclophyllidea
Cyclophyllidea mempunyai skoleks dengan 4 batil isap
dengan atau tanpa rostelum yang berkait-kait, lubang kelamin
terdapat di pinggir proglotid, dapat unilateral atau bilateral
selang-seling. Lubang uterus (uterine pore) tidak ada. Proglotid
yang gravid merupakan kantong telur yang keluar bersama tinja.
Telur yang berisi onkosfer tumbuh dalani hospes perantara dan
menjadi bentuk infektif. (Handojo, 2011)
Ordo Cyclophyllidea termasuk kelas Cestoidea. Cacingcacing ini dikenal dengan nama umum cacing pita. Cacing
Cyclophyllidea yang penting di Indonesia adalah Taenia
saginata dan Taenia solium. (Handojo, 2011)

44

Gambar 1.28 Gambaran morfologi Taenia saginata dan Taenia solium


(Zaman, 2014)
a. Taenia saginata
Cacing ini adalah kosmopolit, didapatkan di Eropa,
Timur Tengah, Afrika, Asia, Amerika Utara, Amerika Latin,
Rusia dan juga Indonesia. Hospes definitif dari cacing pita
Taenia

saginata

adalah

manusia,

sedangkan

hewan

memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi, kerbau


dan lainnya adalah hospes perantaranya. Nama penyakitnya
disebut teniasis saginata. (Handojo, 2011)
Cacing pita Taenia saginata adalah salah satu cacing pita
yang berukuran besar dan panjang; terdiri dari kepala yang
disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian
ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000 - 2000 buah. Panjang
cacing dapat 4- 12 meter atau lebih. Skoleks hanya berukuran
1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot
yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas
tidak jelas, dan di dalamnya tidak terlihat struktur tertentu.
Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa
(immature), yang dewasa (mature), dan mengandung telur
atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa,
belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada proglotid
yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel
testis yang berjumlah 300 - 400 buah, tersebar di bidang
dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke rongga
kelamin (genital atrium), yang berakhir di lubang kelamin
(genital pore). Lubang kelamin ini letaknya selang-seling
pada sisi kanan atau kiri strobila. Di bagian posterior lubang
kelamin dekat vas deferens, terdapat tabung vagina yang
berpangkal pada ootip. (Handojo, 2011)
Ovanum terdiri dari 2 lobus, berbentuk kipas, besarnya
hampir sama. Letak ovarium di sepertiga bagian posterior dan
proglotid. Vitelaria letaknya di belakang ovarium dan
merupakan kumpulan folikel yang eliptik. (Handojo, 2011)

45

Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip, dan menjulur


ke bagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan
telur, maka cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah
15 -30 buah pada satu sisiny dan tidak memiliki lubang
uterus (porus uterinus). Proglotid yang sudah gravid letaknya
terminal dan sering terlepas dari strobila. Proglotid ini dapat
bergerak aktif, kecuali dengan tinja atau keluar sendiri dari
lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-kira 9 buah
proglotid dilepas. Proglotid ini bentuknya lebih panjang
daripada lebar. Telur mempunyai embriofor, yang bergarisgaris radial, berukuran 30-40 x 20-30 mikron, meliputi suatu
embrio heksakan yang dinamkan onkosfer. Telur yang baru
keluar dari uterus masih diliputi selaput tipis yang disebut
lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira
100.000

buah

telur.

Waktu

proglotid

dilepas

dari

rangkaiannya dan menjadi koyak: cairan putih susu yang


mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior
proglotid tersebut, terutama bila proglotid berkontraksi waktu
gerak. Telur-telur ini melekat pada rumput bersama tinja, bila
orang berdefekasi di padang rumput; atau karena tinja yang
hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang memakan
rumput yang terkontaminasi dihinggapi cacing gelembung,
oleh karena telur yang tertelan dicerna dan embrio heksakan
menetas. Embrio heksakan di saluran pencemaan ternak
menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau
darah, dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di selasela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung, disebut
sistiserkus bovis, yaitu tempayak dari Taenia saginata.
Peristiwa ini terjadi setelah 12 - 15 minggu. (Handojo, 2011)
Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi tempayak
tersebut adalah otot maseter, paha belakang dan punggung.
Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah 1 tahun
cacing gelembung ini biasanya mengalami degenerasi,

46

walaupun ada yang dapat hidup sampai 3 tahun. (Handojo,


2011)
Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang
dimasak kurang matang termakan oleh manusia, skoleksnya
keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi, dan
melekat pada mukosa usus halus seperti yeyunum. Cacing
gelembung tersebut dalam waktu 8 - 10 minggu menjadi
dewasa. Biasanya di rongga usus hospes terdapat seekor
cacing atau lebih. (Handojo, 2011)

Gambar 1. 29 Daur hidup Taenia saginata (Handojo, 2011)


b. Taenia solium
Hospes definitif cacing pita tersebut adalah manusia,
sedangkan hospes perantaranya adalah manusia dan babi.
Manusia yang dihinggapi cacing dewasa Taenia Solium, juga
menjadi hospes perantara cacing ini. Nama penyakir yang
disebabkan oleh cacing dewasa adalah teniasis solium, dan
yang disebabkan stadium ternp ayaknya adalah sistiserkosis.
(Handojo, 2011)
Taenia solium adalah kosmopolit, akan tetapi tidak akan
ditemukan di negara-negara Islam. Cacing tersebut banyak

47

ditemukan di Negara negara yang mempunyai banyak


peternakan babi, dan di tempat daging babi banyak disantap
seperti di Eropa (Czeckoslovakia, Croatia, Serbia), Amerika
Latin, Cina, India, Amerika Utara dan juga di beberapa
daerah di Indonesia. (Handojo, 2011)
Cacing pita Taenia solium, berukuran panjang kira-kira
2-4 meter, dan kadang.kajang sampai 8 meter. Cacing ini
seperti cacing Taenia saginata, terdirii dri skoleks, leher dan
strobila, yang terdiri dari 800 - 1000 ruas proglotid. Skoleks
yang globular berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4
buah batil isap dengan rostelum yang mengandung 2 baris
kait-kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah. Seperti
Taenia saginata, strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang
belum

dewasa

(immature),

dewasa

(mature),

dan

mengandung telur (gravid). Gambaran alat kelamin pada


proglotid dewasa sama dengan Taenia saginata, kecuali
jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150 - 200 buah.
Bentuk proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir
sama dengan lebarnya. Jumlah cabang uterus pada proglotid
gravid adalah 7 - 12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin
letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau kiri
strobila secara tidak beraturan. Proglotid gravid berisi kirakira 30.000-50.000 buah telur. Seperti pada Taenia saginata,
telurnya keluar melalui celah robekan pada proglotid. Telur
tersebut bila termakan oleh hospes perantara yang sesuai,
maka dindingnya dicerna, dan embrio heksakan keluar dari
telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran getah
bening atau darah. Embrio heksakan kemudian ikut aliran
darah dan menyangkut di jaringan otot babi. Embrio
heksakan

cacing

gelembung

(sistiserkus)

babi,

dapat

dibedakan dari cacing gelembung sapi, dengan adanya kaitkait di skoleks yang tunggal. Cacing gelembung tersebut
biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan pundak

48

babi. Hospes perantara lain kecuali babi, adalah monyet,


unta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia.
Tempayak tersebut berukuran 0,6-1,8 cm. Bila daging babi
yang mengandung tempayak sistiserkus dimakan oleh
manusia, dinding kista dicerna, skoleks mengalami evaginasi
untuk kemudian melekat pada dinding usus halus seperti
yeyunum. Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi
dewasa, dan melepaskan proglotid dengan telur. (Handojo,
2011)

Gambar 1.30 Daur hidup Taenia solium (Handojo, 2011)


C. Jamur
Jamur adalah kelompok organisme eukariotik berbentuk sel atau
benang bercabang, mempunyai dinding dan selulosa atau kitin atau
keduanya, mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti,
tidak mempunyai kiorofil dan berkembang biak secara aseksual atau
seksual. Ilmu yang mempelajari jamur disebut mikologi. Mikologi
kedokteran ialah ilmu yang mempelajari jamur serta penyakit yang
ditimbulkannya pada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
disebut mikosis. Mikosis yang mengenai permukaan badan yaitu kulit,

49

rambut dan kuku disebut mikosis superfisialis. Mikosis yang mengenal


alat dalam disebut mikosis profunda atau mikosis sistemik. (Susilo, 2011)
Jamur seperti hewan dan sebagian besar kuman, untuk hidupnya
memerlukan zat organik sebagai sumber energi, sehingga jamur disebut
sebagai jasad yang betsifat heterotrop. Hal ini berbeda dengan tumbuhtumbuhan yang bersifat autotrop karena berklorofil sehingga dapat
membentuk karbohidrat dari air dan karbon dioksida dengan bantuan sinar
matahani. Jamur menggunakan enzim untuk mengubah zat organik untuk
pertumbuhannya sehingga jamur merupakan saprofit atau parasit. Seperti
pada kuman, sistem enzim jamur dapat mengubah selulosa, karbohidrat
dan zat organik lain yang berasal dan tumbuh-tumbuhan, binatang,
serangga dan lain- lain yang mati menjadi zat anorganik yang dibutuhkan
oleh tumbuh-tumbuhan. (Susilo, 2011)
Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang
lembab.

Tetapi

jamur

juga

dapat

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di


seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas. Di alam bebas terdapat
lebih dari 200.000 spesies jamur. Diduga jumlahnya antara 200.000
sampai 500.000 spesies jamur. Perbedaan jumlah spesies yang besar ini
disebabkan karena banyak sinonim diberikan pada jamur yang sama oleh
peneliti yang berlainan. Kadang-kadang perbedaan yang kecil dipakai
sebagai alasan untuk memberi nama baru. Dari sekian banyak jamur ini
diperkirakan 100 spesies bersifat patogen terhadap manusia. Tetapi jamur
yang biasanya bersifat sebagai saprofit dapat menimbulkan kelainan pada
manusia bila keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan jamur tersebut.
Keadaan tersebut disebut faktor predisposisi. (Susilo, 2011)
Jamur yang biasanya menimbulkan penyakit pada manusia, hidup
pada zat organik atau di tanah yang mengandung zat organik yaitu humus,
tinja binatang atau burung. Dalam keadaan demikian jamur tersebut dapat
hidup terus-menerus sebagai saprofit tanpa melalui daur sebagai parasit
pada manusia. Sebaliknya jamur juga dapat hidup dalam atau pada
permukaan larutan zat anorganik di laboratorium. Morfologi jamur
mencakup:

50

a) khamir, yaitu sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong atau memanjang


yang berkembang-biak dengan membentuk tunas dan membentuk
koloni yang basah atau berlendir (Susilo, 2011)
b) kapang yang terdiri dari sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut
hifa. Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel,
atau tidak bersekat dan disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman
dari hifa, baik yang multiselular atau senositik, disebut miselium.
(Susilo, 2011)
Kapang membentuk koloni yang menyerupai kapas atau padat.
Bentuk kapang atau khamir tidak mutlak karena terdapat jamur yang dapat
membentuk kedua sifat tersebut dalam keadaan yang berbeda dan disebut
sebagai jamur yang dimorfik. Di samping itu terdapat khamir yang
membentuk tunas yang memanjang yang bertunas lagi pada ujungnya
secara terus menerus sehingga berbentuk seperti hifa dengan penyempitan
pada sekat-sekat dan disebut hifa semu. Anyaman dari hifa semu disebut
miselium semu. Hifa dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih dan
bersifat sebagai:
a) Hifa vegetatif,

yaitu

berfungsi

mengambil

makanan

untuk

pertumbuhan.
b) hifa reproduktif yaitu yang membentuk spora.
c) hifa udara yaitu yang berfungsi mengambil oksigen. (Susilo, 2011)
Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual. Spora aseksual
disebut talospora (thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari
hifa reproduktif. Spora yang termasuk talospora ialah:
a) blastospora, yaitu spora yang berbentuk tunas pada permukaan sel,
ujung hifa atau pada sekat atau septum hifa semu.
b) artrospora, yaitu spora yang dibentuk langsung dari hifa dengan
banyak septum yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa
tersebut terbagi menjadi banyak artrospora yang berdinding tebal.
c) kiamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah
atau yang menonjol ke lateral, dan disebut kiamidospora terminal,
interkaler dan lateral. Diameter klamidospora tersebut lebih lebar dari
hifa yang membentuk, dan berdinding tebal.
d) aleuniospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa
khusus yang disebut konidiofora. Aleuriospora ini uniselular dan kecil,

51

disebut mikrokonidia (mikro aleuriospora); atau multiselular, besar


atau panjang, disebut makrokonidia (makro aleuriospora).
e) sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam ujung hifa yang
menggelembung, disebut sporangium. (Susilo, 2011)
Spora seksual dibentuk oleh dua sel atau hifa. Yang termasuk
golongan spora seksual ialah:
a) zigospora, yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang sejenis.
b) oospora, yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang tidak sejenis.
c) askospora, yaitu spora yang terdapat di dalam askus yang dibentuk
oleh dua sel atau dua jenis hifa.
d) basidiospora, yaitu spora yang dibentuk pada basidium sebagai hasil
penggabungan dua jenis hifa. (Susilo, 2011)
Seperti hifa, spora dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih.
Berdasarkan sifat koloni, hifa dan spora yang dibentuk oleh kapang atau
khamir, jamur dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1. Actinomycetes
Actinomycetes

tergolong

bakteri

tetapi

karena

penyakit

yang

ditimbulkannya mirip dengan beberapa penyakit jamur, maka secara


tradisional dimasukkan dalam mikologi. (Susilo, 2011)
2. Myxomycetes
Bentuk vegetatif terdiri dari sel-sel yang motil. Karena pada stadium
lanjut sel-sel tersebut bergabung dan membentuk bagian-bagian yang
mirip sporulasi jamur, maka kelas ini digolongkan dalam mikologi.
(Susilo, 2011)
3. Chytridiomycetes
Kapang dari kelas tersebut mempunyai hifa senositik. Salah satu spesies
adalah patogen pada manusia (Rhinosporidiun seeberi). (Susilo, 2011)
4. Zygomycetes
Bersama dengan Oomycetes, yang patogen untuk binatang air dan
turnbuh-tumbuhan, dahulu digolongkan dalam Phycomycetes. Kelas
kapang ini juga mempunyai hifa senositik. Genus-genus dari ordo
Mucorales yang termasuk kelas Zygomycetes, yaitu Mucor, Rhizopus,
Absidia, Mortierella dan Cunninghamella menyebabkan mikosis pada
manusia dan beberapa jems binatang. (Susilo, 2011)
5. Ascomycetes
Kapang dari kelas ini membentuk askospora dalam askus. Meskipun

52

sebagian besar merupakan saprofit atau penyebab penyakit tumbuh


tumbuhan, penyebab penyakit jamur sistemik pada manusia juga
termasuk dalam kelas ini. (Susilo, 2011)
6. Basidiomycetes
Kapang dari kelas ini membentuk basidiospora. Meskipun sebagian
besar kapang dari kelas ini patogen untuk pohon-pohon dan sejenis
gandum, satu spesies yaitu Filobasidiella neoformans (stadium seksual
dari Cryptococcus neoformans) merupakan salah satu jenis patogen
yang penting pada manusia. (Susilo, 2011)
7. Deuteromycetes (Fungi imperfecti)
Yang digolongkan dalam kelas ini ialah semua kapang yang belum
dikenal stadium seksualnya. (Susilo, 2011)
Infeksi fungi atau mikosis dapat menghasilkan berbagai penyakit
pada manusia. Mikosis bervariasi dari infeksi superfisial lapisan luar
sampai infeksi pada organ dalam (otak, jantung, paru, hati, dan ginjal).
Karena sebaian besar fungi patogen adalah patogen oportunis, maka status
imunologis pasien sangat menentukan terjadinya mikosis. (Sulaeman,
2011)
Infeksi fungi dapat diklasifikasi berdasarkan letak infeksi, jalur
ekuisisi, dan jenis virulensi. Berdasarkan letak infeksi, maka mikosis
dibedakan menjadi mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan,
dan mikosis dalam. Mikosis superfisial adalah infeksi fungi pada lapisan
permukaan kulit. Mikosis kutan dan subkutan adalah infeksi fungi pada
lapisan kutan dan subkutan kulit. Mikosis dalam adalah infeksi fungi pada
organ dalam seperti otak, jantung, hati, dan ginjal. Gerbang masuk mikosis
dalam adalah saluran pernafasan dan pencernaan. (Sulaeman, 2011)
a. Mikosis Superfisialis
Pada infeksi jamur superfisial yaitu pada stratum korneum, rambut,
dan kuku, dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu 1) yang disebabkan
oleh jamur bukan golongan dermatofita dan 2) yang disebabkan oleh

53

jamur golongan dermatofita dan disebut dermatofitosis. (Sulaeman,


2011)
1) Mikosis superfisialis bukan dermatofitosis
(a) Petiriasis versikolor atau disebut juga panu, disebabkan oleh
jamur Malassezia furfur, dan mudah ditemukan pada kulit
penderita dan tampak sebagai spora bulat dan hifa pendek. Lesi
dimulai dengan bercak kecil tipis yang kemudian menjadi
banyak dan menyebar disertai adanya sisik. Manusia terkena
infeksi ini bila hifa atau spora jamur penyebab melekat pada
kulit. (Sulaeman, 2011)
(b) Otomikosis merupakan penyakit jamur pada liang telinga yang
disebabkan

oleh

berbagai

jamur,

yang

terbanyak

ialah

Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizopus dan Candida.


(Sulaeman, 2011)
(c) Piedra adalah infeksi jamur pada rambut, ditandai dengan
benjolan (nodus) sepanjang rambut dan disebabkan oleh Piedra
hortai (black piedra) atau Trichosporon beigelii (white piedra).
(Sulaeman, 2011)
(d) Tinea nigra palmaris disebabkan oleh Cladosporium werneckii
adalah infeksi jamur superficial yang asimtomatik pada stratum
korneum telapak tangan atau kaki dan menimbulkan bercakbercak berwarna tengguli hitam. (Sulaeman, 2011)
2) Dermatofitosis
Di

dalam

mikrobiologi

kedokteran

dikenal

istilah

dermatomikosis dan dermatofitosis. Istilah dermatomikosis diartikan


semua penyakit kulit, kuku dan rambut yang disebabkan oleh semua
jamur, termasuk pitiriasis versikolor, kandidiasis kulit dan lesi kulit
pada penyakit jamur sistemik. Dermatofitosis ialah mikosis

54

superfisialis yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang


mempunyai sifat dapat mencernakan keratin. Golongan jamur ini
terdiri atas 3 genus, yaitu Trycophyton, Microsporum dan
Epidermophyton. Enam species utama penyebab Dermatofitosis di
Indonesia

adalah

Trichophyton

rubrum,

Trichophyton

mentagrophites, Microsporum canis, Microcrosporum gypseum,


Trichophyton concentricum dan Epidermophyton floccosum. Letak
lesi dapat di berbagai bagian tubuh misalnya kulit kepala (tinea
capitis), janggut (tinea barbae), tungkai kaki (tinea pedis: "athlete's
foot"), telapak dan punggung kaki (tinea cruris). (Sulaeman, 2011)
b. Mikosis subkutan
Terdapat 3 tipe mikosis subkutan, yaitu kromoblastomikosis,
misetoma, dan sporotrikosis. Kromoblastomikosis merupakan mikosis
subkutan yang dicirikan dengan lesi verrucoid kulit (biasanya terjadi di
ekstremitas bawah), analisis histologi memunculkan sel muriform yang
menjadi ciri infeksi ini. Kromoblastomikosis tidak pernah menginfeksi
lapisan dalam seperti otot, tulang, dan tendon. Misetoma merupakan
infeksi subkutan yang dapat merusak otot, tulang, dan tendon.
Kromoblastomikosis disebabkan oleh Fonsecaea pedrosoi, Fonsecaea
compacta, Cladosporium carionii, and Phialophora verrucosa.
Misetoma disebabkan oleh Pseudallescheria boydii dan Nocardia
brasiliensis.

Sporotrikosis

merupakan

infeksi

fungi

Sporothrix

schenckii. Fungi ini biasanya menginfeksi jaringan subkutan di daerah


melalui perlukaan. Sporotrikosis dapat menyebar melalui saluran
limfatik. (Sulaeman, 2011)
c. Mikosis Dalam
Mikosis dalam disebabkan oleh fungi patogen dan fungi patogen
oportunis. Fungi patogen merupakan fungi yang secara alami dapat
menginfeksi inang, sedangkan fungi patogen oportunistik hanya dapat
menginfeksi inang jika sistem imun inang terkompromi (misalnya

55

pasien kanker, transplantasi organ, pembedahan, dan AIDS). Gerbang


masuk fungi patogen ini biasanya melalui saluran pernafasan,
sedangkan fungi patogen oportunis melalui saluran pernafasan dan
pencernaan atau peralatan medis intravaskuler inang. (Sulaeman, 2011)
Fungi

patogen

Histoplasma

sestemik

capsulatum,

termasuk

Coccidioides

Blastomyces

immitis,

dermatitidis,

dan

Paracoccidioides brasiliensis. Fungi patogen oportunis termasuk


Cryptococcus neoformans, Candida spp., Aspergillus spp., Penicillium
marneffei, the Zygomycetes, Trichosporon beigelii, dan Fusarium spp.
(Sulaeman, 2011)
Kebanyakan mikosis dalam primer merupakan infeksi selama
perjalanan di daerah endemik fungi patogen. Artrokonidoa C. immitis
dapat terhirup dan berubah menjadi sferula dalam paru. Kebanyakan
kasus kokidiomikosis menghasilkan infeksi ringan pada pasien yang
menghirup artrokonidia, tetapi pada pasien yang terinfeksi paru
sebelumnya, kokidiomikosis dapat menyebar ke otak, tulang, dan
tempat lainnya. (Sulaeman, 2011)
Histoplasmosis merupakan infeksi primer paru akibat menghirup
konidia Histoplasma capsatum. Bentuk H. Capsatum berubah menjadi
khamir (blastokonidia) di dalam paru. Penyebaran blastokonidia dapat
mencapai nodus limfatikus, limpa, hati, sumsum tulang, dan otak.
Histoplasmosis dicirikan dengan pertumbuhan intrasel fungi patogen
dalam makrofag. (Sulaeman, 2011)
d. Mikosis Oportunis
(1) Kandidiasis
Kandidiasis disebabkan oleh C. albicans dan Candida spp.
lainnya.
superfisial

Kandidiasis
dan

dapat

kandidiasis

dibedakan
dalam.

menjadi

kandidiasis

Kandidiasis

superfisial

56

melibatkan infeksi permukaan mukosa dan epidermal pada rongga


mulut, farinx, esofagus, usus, kantong kemih, dan vagina. Saluran
pencernaan dan kateter intravaskular merupakan gerbang masuk
Candida, sehingga menghasilkan kandidiasis dalam (viseral).
Kandidiasis dalam meliputi organ ginjal, hati, limfa, otak, mata,
jantung, dan organ lainnya. (Sulaeman, 2011)
(2) Aspergilosis
Aspergilosis disebabkan oleh fungi patogen oprtunis
Aspergillus spp. Fungi ini masuk ke paru dan menyebar ke organ
lainnya seperti otang, ginjal, hati, jantung, dan tulang. Selain
saluran pernafasan, gerbang masuk aspergilosis adalah perlukaan
kulit. Penurunan kuantitas neutrofil sirkuler merupakan faktor
kunci resiko perkembangan aspergilosis invasif. (Sulaeman, 2011)
(3) Zigomikosis
Zigomikosis disebabkan oleh Rhizopus, Rhizomukor,
Absidia, Mucor, atau anggota Zigomycetes lainnya. Sindrom
rhinoserebral yang terjadi pada pasien diabetes dan ketoasidosis,
neutropenia,
zigomikosis.

dan

kortikosteroid

Zigomycetes

dan

merupakan

faktor

Aspergillus

utama

mempunyai

kecenderungan menginvasi peredaran darah. (Sulaeman, 2011)


D.

Bakteri

Bakteri adalah prokariot yang tidak memiliki inti sel dan retikulum
endoplasma. Orang sehat normal dikolonisasi hampir 10 12 bakteri di kulit, 1010
bakteri di mulut, dan 1014 bakteri dalam saluran cerna.(Kumar,2010)
Dalam taksonomi, bakteri adalah salah satu dari dua sub divisi mayor pada
kingdom prokariot yaitu bakteri dan archaebacteria. Ciri menarik yang sama-sama
dimiliki archaebacteria dan eukariot adalah adanya intron di dalam gen.
(Brooks,2014)

57

Gambar1. 31 Macam-macam bakteri menurut bentuk dan letak flagel.


Dalam klasifikasi, bakteri dapat dibedakan berdasarkan:
a. Bentuknya
1) Basil
Bakteri yang digolongkan basil memiliki bentuk seperti tongkat
atau batang atau silinder.Basil ini akan dibagi lagi menjadi sebagai
berikut:
a) Monobasil, yaitu bakteri berbentuk batang yang ,tidak
berpasangan

atau

membentuk

kelompok.Contohnya

Escherichia coli, Lactobacillus, Salmonela thyposa


b) Diplobasil, yaitu bakteri basil yang selalu berpasangan (berdua)
dengan spesies yang sama. Contohnya
c) Streptobasil, yaitu bakteri basil yang membentuk rantai panjang
dengan spesies yang sama. Contohnya Bacillus anthracis,
Azotobacter
2) Coccus
Bakteri yang digolongkan coccus memiliki bentuk bulat seperti
bola.Kelompok coccus juga dapat dibagi menjadi :
a) Monococcus, yaitu bakteri berbentuk bulat yang tidak
berpasangan

atau

membentuk

kelompok.

Contohnya

monococcus gonorrhoe
b) Diplococcus, yaitu bakteri coccus yang selalu berpasangan
(berdua) dengan spesies yang sama. Contohnya diplococcus
pneumonia
c) Streptococcus, yaitu bakteri coccus yang membentuk rantai
panjang dengan spesies yang sama. Contohnya Streptococcus
pyogenes

58

d) Staphylococcus, yaitu bakteri coccus yang membentuk


gerombolan berbrntuk seperti buah anggur. Contohnya
Staphylococcus aureus
e) Tetracoccus, yaitu bakteri coccus yang membentuk kelompok
terdiri dari 4 bakteri coccus
f) Sarcina, yaitu bakteri coccus

yang

berkelompok

dan

membentuk seperti kubus. Contohnya Sarcina luten


3) Spiral
Sesuai dengan namanya, bakteri ini berbentuk spiral atau
panjang berkelok-kelok.Contohnya Spirillum sp.
4) Vibrio
Bakteri vibrio berbentuk batang yang membengkok seperti
koma (,). Contohnya Vibrio cholerae
5) Spirochaeta
Bakteri spirochaeta berbentuk batang berbelit-belit panjang
dan memiliki sangat banyak belitan. Contohnya Spirochaeta patida
b. Tempat terdapatnya flagel
1) Atrichate
Bakteri yang tidak memiliki flagel sama sekali pada seluruh
tubuhnya. Contohnya Escherichia Coli
2) Monotrichate
Bakteri yang memiliki hanya satu flagel di salah satu ujungnya.
Contohnya Vibrio cholerae
3) Amphiticate
Bakteri yang memiliki 2 flagel pada kedua ujungnya(masingmasing ujung memiliki 1 flagel). Contohnya Pseudomonas
aeruginosa
4) Lophotricate
Bakteri yang memiliki banyak flagel pada ujungnya baik salah satu
ujung maupun kedua ujungnya. Contohnya Rhodospirillum rubrum
5) Peritrichate
Bakteri yang memiliki banyak flagel pada seluruh tubuhnya.
Contohnya Salmonella thyposa

59

Gambar1.32 Macam bakteri berdasarkan letak flagelnya.


c. Suhu aktivasinya
1) Bakteri Psikrofil, dapat hidup pada suhu 0oC-30oC, dengan suhu
optimum 15oC
2) Bakteri Mesofil, dapat hidup pada suhu 15oC-55oC, dengan suhu
optimum 25oC-40oC
3) Bakteri thermofil, dapat hidup pada suhu 40oC-75oC, dengan suhu
optimum 25oC-40oC
d. Pewarnaan gram
1) Gram positif
Bakteri gram positif memiliki dinding sel sederhana yang terdiri
dari selapis membran plasma yang diliputi oleh selapis tebal
peptidoglikan(40-50%), ia tidak memiliki lipopolisakarida, terdiri
dari 10% protein dan 2% lipid,mengandung asam teikoat dan akan
menunjukan

warna

ungu

saat

diberi

pewarnaan

gram.

(Campbell,2003)
2) Gram negatif
Bakteri gram negatif memiliki dinding sel yang lebih kompleks,
terdiri dari 2 lapis membran plasma yang dipisahkan oleh selapis
tipis peptidoglikan(5%-20%), ia memiliki lipopolisakarida yang
bersifat toksik yang juga menjadikannya lebih berbahaya
dibandingkan bakteri gram positif selain karena memiliki 2
membran sel, Bakteri gram negatif memiliki kandungan protein
mencapai 60% dan kandungan lipid mencapai 20%, ia tidak
mengandung asam teikoat dan akan memberikan warna merah saat
diberi pewarnaan gram.(Campbell,2003)

60

Gambar1.33. Perbedaan membran sel bakteri gram positif dan negatif.

Gambar 1.34. Perbedaan bakteri gram positif dan negatif setelah diberi
pewarnaan gram(skematis).

Gambar1. 35. Perbedaan bakteri gram positif dan negatif setelah diberi
pewarnaan gram.
E. Virus

61

Gambar1. 36. Diagram skematik yang menggambarkan komponen partikel


virus lengkap (virion). A: Virus yang berselubung dengan simetri
ikosahedral. B: Virus dengan simetri heliks.(Brooks,2014)
Virus adalah agen penyebab infeksi yang berukuran paling kecil (diameter
berkisar dari sekitar 20 nm sampai sekitar 300 nm). Genom virus hanya
mengandung satu jenis asam nukleat (RNA atau DNA). Asam nukleat dibungkus
dalam selubung protein, yang dikelilingi oleh membran yang mengandung lipid.
Seluruh unit infeksius disebut virion. Virus bersifat inert dalam lingkungan
ekstraselular; virus hanya bereplikasi dalam sel yang hidup, menjadi parasit pada
tingkat genetik. Asam nukleat virus mengandung informasi penting untuk
memerintahkan sel pejamu yang terinfeksi agar menyintesis makromolekul
spesifik virus yang diperlukan untuk produksi turunan virus. Selama siklus
replikatif, dihasilkan banyak salinan asam nukleat virus dan protein selubung.
Protein selubung menyatu membentuk kapsid, yang membungkus dan
menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan ekstrselular dan
mempermudah pelekatan dan penetrasi virus ketika berkontak dengan sel-sel
rentan yang baru. Infeksi virus mungkin sedikit atau tidak mempunyai efek pada
sel pejamu atau dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel.(Brooks,2014)
Dunia virus sangat beraneka ragam. Virus mempunyai struktur, susunan
dan ekspresi genom, serta strategi replikasi dan transmisi yang sangat bervariasi.
Kisaran pejamu untuk virus tertentu dapat beragam atau sangat terbatas. Virus
diketahui menginfeksi organisme uniselular seperti mikoplasma, bakteri, dan alga
serta serta semua hewan dan tanaman tingkat tinggi. (Brooks,2014)
Sifat berikut telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi virus. Jumlah
informasi yang tersedia pada setiap kategori tidak sama untuk semua virus. Cara
virus digolongkan berubah secara cepat. Sekuens genom sekarang sering
dilakukan dini dalam identifikasi virus, dan perbandingan dengan data dasar
menyingkirkan kebutuhan untuk mendapatkan data yang lebih klasik (densitas
ringan virion, dil.). Data sekuens genomik adalah kriteria taksonomik yang
berkembang (misal, ordo gen) dan dapat memberikan dasar bagi identifikasi
famili virus baru.(Brooks,2014)

62

a.Morfologi virion, termasuk ukuran, bentuk, jenis simetris, ada atau tidak
adanya peplomer, dan ada atau tidak adanya membran.
b. Sifat genom virus, termasuk jenis asam nukleat (DNA atau RNA), ukuran
genom dalam kilobasa (kb) atau pasangan kilobasa (kbp), rantainya (tunggal
atau ganda), apakah linear atau sirkular, sensasi (positif, negatif, ambisense),
segmen (angka, ukuran), urutan nukleotida, kandungan G + C, dan adanya
gambaran khusus.
c.Sifat fisikokimia virion, meliputi massa molekular,densitas ringan, stabilitas
pH, stabilitas termal, dan kerentanan terhadap agen-agen fisik dan kimia,
terutama eter dan detergen.
d. Sifat protein virus, adalah jumlah, ukuran, dan aktivitas fungsional
protein-protein struktural dan nonstruktural, sekuens asam amino,
modifikasi (glikosilasi, fosforilasi, miristilasi), dan aktivitas fungsional
khusus (transkriptase, reverse transcriptase, neuraminidase, aktiviras fusi).
e.Susunan dan replikasi genom, adalah ordo gen, jumlah dan posisi pola
pembacaan terbuka, strategi replikasi (pola transkripsi, translasi), dan
tempat selular (akumulasi protein, assembly virion, pelepasan virion).
f. Sifat antigenik.
g. Sifat biologi, termasuk kisaran pejamu alami, cara transmisi, hubungan
vektor, patogenisitas, tropisme jaringan, dan patologi
Suatu sistem telah dibuat yang memisahkan virus kedalam kelompok
utama-disebut famili-berdasarkan morfologi virion, struktur genom, dan cara
replikasi. Nama-nama famili virus mempunyai akhiran -viridae.
Dalam setiap famili, subdivisi yang disebut genus biasanya didasarkan
pada perbedaan fisikokimia atau serologi. Kriteria yang digunakan untuk
menjelaskan genus bervariasi di antara famili-famili. Nama genus ditandai dengan
akhiran -virus.
Pada

empat

famili

(Poxviridae,

Herpesviridae,

Paruoviridae,

Paramyxoviridae), pengelompokkan yang lebih besar yang disebut subfamili telah


diterangkan, menggambarkan kompleksitas hubungan di antara sejumlah virus.
Ordo virus dapat digunakan untuk mengelompokkan famili-famili virus yang
mempunyai ciri khas umum yang sama. Saat ini, satu ordo saja yang telah

63

didefinisikan: Mononegavirales, meliputi famili Filoviridae, Paramyxoviridae,


dan Rhabdoviridae.
Pada tahun 2000, International Committee on Taxonomy of Viruses telah
menyusun lebih dari 4000 virus hewan dan tanaman menjadi 56 famili, 9
subfamili, dan 233 genus, dengan ratusan virus masih belum ditetapkan. Akhirakhir ini, 24 famili merupakan virus yang menginfeksi manusia dan hewan. Sifat
famili utama pada virus hewan yang mempunyai anggota yang penting karena
menimbuikan penyakit pada manusia. Sifat-sifat tersebut dibahas secara ringkas di
bawah ini:
a. Virus dengan asam nukleat DNA
1) Parvovirus
Virus-virus yang sangat kecil dengan ukuran partikel sekitar
18-26 nm. Partikel tersebut mempunyai simetri kubik, dengan
32 kapsomer, tetapi tidak mempunyai selubung. Genomnya
merupakan DNA beruntai tunggal, linear, dan berukuran 5,6 kb.
Replikasi hanya terjadi di dalam sel-sel yang aktif membelah;
pembentukkan kapsid terjadi di dalam nukles sel-sei yang
terinfeksi. Banyak parvovirus yang bereplikasi secara otonom,
tetapi virus satelit yang berkaitan dengan adenovirus bersifat
cacat, memerlukan adanya adenovirus atau herpesvirus sebagai
"pembantu". Parvovirus manusia B 19 bereplikasi dalam sel-sel
eritroid imatur dan menyebabkan beberapa akibat yang
merugikan, termasuk krisis aplastik, penyakit kelima, dan
kematian janin
2) Poliomavirus
Virus-virus bersifat resistan terhadap eter, tahan terhadap
panas, tidak berselubung, dan kecil (40 nm) yang mempunyai
simetri kubik, dengan 72 kapsomer. Genomnya berupa DNA
beruntai ganda, sirkular, dan berukuran 5 kbp. Agen-agen
tersebut

mempunyai

siklus

pertumbuhan

yang

lambat,

merangsang sintesis DNA sel, dan bereplikasi dalam nukieus.


Poliomavirus manusia yang dikenal adalah virus JC, agen
penyebab leukoensefalopati multifokal progresif, dan virus BK,

64

penyebab nefropati pada resipien transplan. SV40 juga


menginfeksi manusia dan ditemukan dari tumor manusia.
Kebanyakan

spesies

hewan

memiliki

satu

atau

lebih

poliomaviius. Spesies tersebut menimbulkan infeksi laten dan


kronik

dalam

pejamu

alaminya,

dan

semuanya

dapat

menimbulkan tumor pada beberapa spesies hewan. Dahulu,


poliomavirus merupakan bagian famili Papovaviridae sebelum
terpecah menjadi dua famili.
3) Papilomavirus
Dahulu juga merupakan anggota famili Papovaviridae. Pada
banyak hal serupa dengan poliomavirus, retapi dengan genom
yang lebih besar (6,8-8,4 kbp) dan ukuran partikel (55 nm).
Terdapat banyak genotipe papilomavirus manusia, yang dikenal
juga sebagai virus "kondiloma' (kutil); jenis-jenis tertentu
merupakan agen penyebab kanker genital pada manusia.
Papilomavirus sangat spesifik jaringan dan pejamu. Banyak
spesies hewan membawa papilomavirus.
4) Adenovirus
Virus-virus yang tidak memiliki selubung, berukuran
sedang (70-90 nm), memperlihatkan simetri kubik, dengan 252
kapsomer. Serat-serat keluar dari kapsomer verteks. Genomnya
merupakan DNA beruntai ganda, linear dengan ukuran 26-45
kbp. Replikasi terjadi dalam nukleus. Pola pembelahan
kompleks menghasilkan
mRNA. Sekurang-kurangnya 47 jenis menginfeksi manusia,
terutama di membran mukosa, dan beberapa jenis dapat
menetap

dalam

jaringan

limfoid.

Beberapa

adenovirus

menyebabkan penyakit pernapasan akut, konjungtivitis, dan


gastroenteritis.

Beberapa

adenovirus

manusia

dapat

menimbulkan tumor pada hamster yang baru lahir. Ada banyak


serotipe yang menginfeksi hewan
5) Hepadnavirus
Virus kecil (40-48 nm) yang mengandung molekul DNA
beruntai ganda sirkular yang berukuran 3,2 kbp. Partikel DNA
virus mengandung untai tunggal besar. Virion yang membawa

65

polimerase

DNA

mampu

membuat

molekul

tersebut

sepenuhnya beruntai ganda. Replikasi terdiri dari perbaikan gap


beruntai tunggal dalam DNA, transkripsi RNA, dan transkripsi
RNA terbalik untuk membuat DNA genomik. Virus terdiri dari
inti nukleokapsid ikosahedral 27 nm dalam selubung yang
hampir menempel yang mengandung lipid dan antigen
permukaan virus. Protein permukaan secara khas dihasilkan
berlebih selama replikasi virus, yang terjadi di dalam hati, dan
dilepaskan ke dalam aiiran darah. .Hepadnavirus menyebabkan
hepatitis akut dan kronik; infeksi persisten berisiko tinggi
menimbulkan

kanker

hati.

Tiga

jenis

virus

diketahui

menginfeksi mamalia dan lainnya yang menginfeksi bebek.


6) Herpesvirus
Famili virus yang besar dengan diameter 150-200 nm.
Nukleokapsid berdiameter 100 nm, dengan simetri kubik dan
162 kapsomer, dikelilingi oleh selubung yang mengandung
lipid. Genomnya merupakan DNA beruntai ganda, linear,
dengan ukuran 125 kbp sampai lebih dari 240 kbp. Adanya
sekuens pengulangan internal dan terminal menghasilkan
beberapa bentuk isomerik pada DNA genomik. Virion
mengandung lebih dari 30 protein. Infeksi laten dapat
berlangsung sepanjang hidup pejamu, biasanya dalam sel
gangiia atau limfoblastoid. Herpesvirus manusia antara lain
herpes simpleks jenis 1 dan 2 (lesi orai dan genital), virus
varisela-zoster (cacar air dan herpes zoster), sitomegalovirus,
virus

Epstein-Barr

(mononukleosis

infeksiosa

dan

menyebabkan neoplasma pada manusia), herpesvirus manusia


6 dan 7 (limfotropik T), dan herpesvirus manusia 8
(menyebabkan sarkoma Kaposi). Herpesvirus lain terdapat
pada banyak hewan
7) Poxvirus

66

Virus besar berbentuk ovoid atau batu bata yang


mempunyai panjang 220-450 nm x lebar 140-260 nm x tebal
140-250 nm. Struktur partikel kompleks, dengan selubung yang
mengandung lipid. Genomnya merupakan DNA beruntai
ganda, tertutup secara kovalen, linear, dengan ukuran 130-375
kbp.Partikel poxvirus mengandung sekitar 100 protein,
termasuk beberapa yang dengan aktivitas enzimatik, seperti
polimerase RNA yang bergantung DNA (DNA dependent RNA
polymerase). Replikasi seluruhnya terjadi dalam sitoplasma sel.
Semua poxvirus cenderung menimbulkan lesi kulit. Beberapa
bersifat

patogenik

terhadap

manusia

(cacar,

vaksinia,

moluskum kontagiosum); beberapa yang patogenik lainnya


bagi hewan dapat menginfeksi manusia (cacar sapi, cacar
monyet)
b. Virus dengan asam nukleat RNA
1) Picornavirus
Virus-virus bersifat resistan eter, berukuran kecii (28-30
nm) yang mempunyai simetri kubik. Genom RNAnya
merupakan untai tunggal dan positive-sense (yaitu, dapar
berperan sebagai mRNA), dan berukuran 7,2-8,4 kb. Kelompok
tersebut yang menginfeksi manusia adalah enterovirus (virusvirus polio-, coxsachie-, dan echovirus serta virus-virus yang
tidak tergolongkan), rinovirus (lebih dari 100 serotipe yang
menyebabkan

selesma),

dan

hepatovirus

(hepatitis

A).

Rinovirus labil dalam asam dan mempunyai densitas tinggi;


enterovirus stabil dalam asam dan mempunyai densitas yang
lebih

rendah.

manifestasi

Picornavirus

penyakit

kaki

menginfeksi
dan

mulut

hewan
pada

dengan

sapi

dan

ensefalomiokarditis pada hewan pengerat.


2) Astrovirus
Ukurannya sama seperti picornavirus (28-30 nm), tetapi
partikel memperlihatkan skema berbentuk bintang yang jelas
pada permukaannya. Genomnya merupakan RNA beruntai

67

tunggal, positive sense, linear, ukuran 7,2-7,9 kb. Agen-agen


tersebut dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia dan
hewan
3) Calicivirus
Sama seperti picornavirus tetapi sedikit lebih besar (27- 40
nrn).

Partikel

tampak

mempunyai

cekungan

berbentuk

mangkuk pada permukaannya. Genomnya merupakan RNA


beruntai tunggal, positiue-sense, berukuran 7,4-7,7 kb; virion
tidak mempunyai selubung. Patogen manusia yang penting
adalah virus Norwalk, penyebab gastroenteritis akut epidemik.
Agen-agen lain menginfeksi kucing dan singa laut serta
primata.
4) Reovirus
Virus-virus bersifat resistan terhadap eter, tidak berselubung,
berukuran sedang (60-80 nm) yang mempunyai simetri
ikosahedral. Partikel mempunyai dua atau tiga selubung protein
dengan saluran yang membentang dari permukaan ke inti; duri
pendek membentang dari permukaan virion. Genomnya
merupakan RNA bersegmen, beruntai ganda, linear dengan
total ukuran 1.6-27 kbp. Setiap segmen RNA mempunyai
ukuran berkisar dari 680 sampai 3900 bp. Rcplikasi terjadi
dalam sitoplasma; penyusunan kembali segmen genom terjadi
dengan mudah. Reovirus manusia mencakup rotavirus, yang
mernpunyai

gambaran

berbentuk

seperti

roda

dan

menyebabkan gastroenteritis. Reovirus yang serupa secara


antigen menginfeksi banyak hewan. Genus Coltivirus melipuri
virtss Colorado tick fever pada manusia
5) Arbovirus
Pengelompokkan ekologi (bukan famili virus) virus yang
mempunyai sifat fisis dan kimiawi yang beragam. Semua virus
tersebut (terdapat lebih dari 350) mempunyai siklus yang
kompleks yang melibatkan artropoda sebagai vektor yang
membawa virus ke pejamu vertebrata melalui gigitan. eplikasi

68

virus

tampaknya

tidak

membahayakan

artropoda

yang

terinfeksi. Arbovirus menginfeksi manusia, mamalia, burung,


dan ular serta menggunakan nyamuk serta sengkenit sebagai
vektor. Patogen manusia adalah virus dengue, virus demam
kuning, virus ensefalitis, dan lain-lain. Arbovirus termasuk
dalam beberapa famili virus, termasuk togavirus, flavivirus,
bunyavirus, rabdovirus, arenavirus, dan reovirus
6) Togavirus
Banyak arbovirus yang merupakan patogen manusia utama,
disebut alfavirus-serta virus rubela-masuk dalam kelompok ini.
Virus-virus tersebut mempunyai selubung yang mengandung
lipid dan bersifat sensitif eter, serta genomnya merupakan RNA
positiue-sense, beruntai tunggal, dengan ukuran.9,7-11,8 kb.
Virion mempunyai selubung dan berukuran 50-70 nm.
Pematangan partikel virus melalui budding dari membran sel
pejamu. Contohnya adalah virus ensefalitis kuda timur. Virus
rubela tidak mempunyai vektor artropoda
7) Flavivirus
Virus berselubung, berdiameter 40-60 nm, mengandung
RNA positiue-sense beruntai tunggal. Ukuran genom bervariasi
dari 9,5 kb (hepatitis C) sampai 10,7 kb (flavivirus) sampai I2,5
kb (pestivirus). Virion matang berkumpul dalam sisterna
retikulum endoplasma. Kelompok arbovirus ini adalah virus
demam kuning dan virus dengue. Kebanyakan anggotanya
ditularkan melalui artropoda pengisap-darah. Virus hepatitis C
tidak mempunyai vektor yang dikena
8) Arenavirus
Virus berselubung, pleomorfik yang mempunyai ukuran
berkisar dari 50 sampai 300 nm. Genomnya merupakan RNA
yang bersegmen, sirkular, untai-tunggal yang bersifat negatiuesense dan ambisense, total ukuran 10-14 kb. Replikasi terjadi
dalam sitopiasma yang perakitannya melalui budding pada
membran plasma. Virion menyatu dengan ribosom sel pejamu
selama pematangan, yang menyebabkan partikel mempunyai

69

gambaran "seperti pasir". Kebanyakan anggota famili tersebut


bersifat unik bagi daerah Amerika tropis (yaitu, kompleks
Tacaribe). Semua arenavirus yang patogen terhadap manusia
menyebabkan infelsi kronik pada hewan pengerat. Satu
contohnya adalah virus demam Lassa di Afrika. Virus tersebut
memerlukan keadaan isolasi maksimum dalam laboratorium
9) Coronavirus
Partikel berselubung dengan ukuran 80 sampai 220 nm
yang mengandung genom tak bersegmen RNA untai tunggal,
positive-sense, berukuran 20-30 kb; nukleokapsid mempunyai
diameter 10-20 nm, dan berbentuk heliks. Coronavirus
menyerupai

orthomyxovirus

tetapi

mempunyai

tonjolan

permukaan berbentuk daun bunga yang tersusun di pinggir,


seperti

korona

matahari.

Nukleokapsid

coronavirus

berkembang dalam sitoplasma dan matang melalui proses


budding ke dalam vesikel sitoplasma. Virus-virus tersebut
mempunyai
coronavirus

rentang
manusia

pejamu

yang

sempit.

menyebabkan

Kebanyakan

penyakit

saluran

pernapasan atas akut yang ringan-"flu"-tetapi coronavirus baru


yang diidentifikasi pada tahun 2003 menyebabkan sindrom
respirasi

akut

yang

berat

(SARS).

Torovirus,

yang

menyebabkan
gastroenteritis, membentuk genus yang berbeda. Coronavirus
hewan menyebabkan infeksi persisten dan meliputi virus
hepatitis tikus serta virus bronkitis infeksius burung.
10) Retrovirus
Virus sferis berselubung (diameter 80-100 nm) yang
memiliki genom yang mengandung salinan duplikat RNA
untai-tunggal, positive-sense, linear dengan polaritas yang sama
seperti mRNA virus. Masing-masing RNA monomer berukuran
7-11 kb. Partikel mengandung nukleokapsid heliks dalam
kapsid ikosahedral. Replikasi bersifat unik; virion mengandung
enzim reverse transcriptase yang menghasilkan salinan DNA
pada genom RNA. DNA tersebut menjadi bentuk sirkular dan

70

berintegrasi menjadi DNA kromosom pejamu. Kemudian virus


bereplikasi dari salinan DNA "provirus" yang terintegrasi.
Perakitan virion terjadi melalui proses budding pada membran
plasma. Pejamu tetap terinfeksi secara kronis. Retrovirus
tersebar luas; juga terdapat provirus endogen yang disebabkan
oleh

infeksi

terdahulu

pada

sel-sel

germinal

yang

ditransmisikan sebagai gen-gen yang diwariskan pada sebagian


besar spesies. Termasuk dalam kelompok tersebut adalah virus
leukemia dan sarkoma pada hewan dan manusia, virus busa
pada primata, dan lentivirus. Retrovirus menyebabkan sindrom
imunodefisiensi

didapat

(AIDS)

dan

memungkinkan

identifikasi onkogen selular


11) Orthomyxovirus
Virus berselubung 80-120 nm dengan ukuran sedang
mempunyai simetri helifts. Partikel berbentuk bundar atau
filamentosa, dengan tonjolan permukaan yang mengandung
aktivitas neuraminidase atau hemaglutinin. Genomnya merup
akan RNA untai-tunggal, negative-sense, bersegmen, linear,
dengan total ukuran 10-13,6 kb. Setiap segmen berkisar dari
900 sampai 2350 nukleotida. Heliks nukleoprotein interna
berukuran 9-15 nm. Selama replikasi, nukleokapsid dirakit
dalam nukleus, sedangkan hemaglutinin dan neuraminidase
berkumpul di dalam sitoplasma. Pematangan virus melalui
budding pada membran sel. Semua orthomyxovirus adalah
virus influenza yang menginfeksi manusia atau hewan. Sifat
bersegmen genom virus menyebabkan penyusunan kembali
genetik dengan cepat saat dua virus influenza menginfeksi sel
yang sama, kemungkinan yang membantu berkembangnya
angka variasi alami yang tinggi pada virus influenza. Transmisi
dari spesies iain dianggap menjelaskan timbulnya strain
pandemi manusia baru pada virus influenza A
12) Bunyavirus
Partikel berselubung 80-20 nm, berbentuk sferis atau
pleomorfik. Genom tersusun atas RNA ambisense atau

71

negatiue-sense, untai-tunggai, sirkular, bersegmen rangkap tiga,


dengan

ukuran

keseluruhan

11-21 kb.

Partikel

virion

mengandung tiga nukleokapsid simetrik heliks, sirkular,


berdiameter sekitar 2,5 nm dan panjang 200-3000 nm.
Replikasi terjadi dalam sitoplasma, dan selubung diperoleh
meialui budding ke dalam Golgi. Kebanyakan virus tersebut
ditransmisikan ke vertebrata melalui artropoda (arbovirus).
Hantavirus ditransmisikan tidak melalui artropoda ttapi
melalui hewan pengerat yang terinfeksi persisten, melalui
aerosol

ekskreta

yang

terkontamiasi.

Virus

tersebut

menyebabkan demam berdarah dan nefropati serta sindrom


pulmonal berat
13) Bornavirus
Virus berbentuk sferis (80-125 nm) dan berselubung.
Genomnya merupakan RNA negative-sense, tidak bersegmen,
untai-tunggai, linear, dan berukuran 8,5-10,5 kb. Virus ini
bersifat unik di antara virus-virus RNA negative-sense, tidak
bersegmen, replikasi dan transkripsi genom virus terjadi dalam
nukleus. Virus penyakit borna bersifat neurotropik pada hewan;
postulat hubungan penyakit ini dengan gangguan neuropsikiatri
manusia tidak terbukti
14) Rabdovirus
Virus berselubung yang menyerupai peluru, berbentuk
pipih pada satu ujung dan bulat pada ujung lain, berukuran
sekitar 75 X 180 nm. Selubung mempunyai duri berukuran 10
nm.

Genomnya

merupakan

RNA

negatiuesense,

tidak

bersegmen, untai-tunggal, linear, dengan ukuran 13-16 kb.


Partikeinya dibentuk melalui budding dari membran sel.
Kisaran pejamu virus luas. Virus rabies merupakan anggota
dari kelompok ini
15) Paramyxovirus
Serupa dengan orthomlxovirus tetapi lebih besar (150- 300
nm). Partikelnya bersifat pleomorf. Nukleokapsid interna
berukuran 13-18 nm, dan berat molekul RNA yang negative-

72

sens e, tidak bersegmen, untai-tunggal, dan linear adalah 16-20


kb. Nukleokapsid maupun hemaglutinin terbentuk dalam
sitoplasma. Virus yang menginfeksi manusia adalah parotitis,
campak, parainfluenza, dan virus sinsitial pernapasan. Kisaran
pejamu virus ini sempit. Kebalikan dengan virus influenza,
paramlxovirus secara genetis stabil
16) Filovirus
Virus pleomorfik berselubung yang dapat tampak sangat
panjang dan seperti benang. Khas mempunyai lebar 80 nm dan
panjang sekitar 1000 nm. Selubung mengandung peplomer
besar. Genomnya merupakan RNA untai tunggal, negativesense, linear, mempunyai ukuran 19,1 kb. Virus Marburg dan
Eboia menyebabkan demam berdarah berat di Afrika.
Penanganan virus ini memerlukan kondisi isolasi maksimum
(Keamanan hayati Tingkat 4)
17) Virus-virus lain
Informasi tidak

cukup

untuk

membuat

klasifikasi.

Kelompok virus ini adalah adalah virus hepatitis E, beberapa


virus gastroenteritis, dan agen-agen yang menyebabkan
beberapa penyakit virus "lambat" atau tidak konvensional,
termasuk gangguan neurologi degeneratif seperti penyakit kuru
atau Creutzfeldt-Jakob atau scrapie pada domba
18) Viroid
Berbagai agen infeksius kecil yang menyebabkan penyakit
pada tanaman. Viroid adalah agen-agen yang tidak sesuai
dengan definisi virus klasik. Virus ini adalah molekul asam
nukleat (BM 70.000-120.000) tanpa selubung protein. Viroid
tanaman merupakan molekul RNA untai tunggal berbentuk
sirkular tertutup secara kovalen yang terdiri dari sekitar 360
nukleotida dan dengan struktur seperti batang berpasangan basa
tinggi. Viroid bereplikasi
dengan mekanisme baru secara keseluruhan. RNA viroid tidak
menyandikan produk protein apa pun; mekanisme penyakit
tanaman yang berat yang disebabkan oleh viroid tidak

73

diketahui. Sampai saat ini, viroid terdetelai hanya pada


tanaman; tidak satu pun terdapat pada hewan atau ,manusia.
19) Prion
Partikel infeksius hanya terdiri nukleat yang dapat dideteksi
dari protein tanpa asam Sangat resistan terhadap inaktivasi oleh
panas, formaldehid, dan sinar ultraviolet yang menginaktifkan
virus. Protein prion disandikan oleh gen selular tunggal.
Penyakit prion, disebut "ensefalopati spongiformis yang dapat
disebarkan," termasuk snapie pada domba, penyakit sapi gila,
dan penyakit kuru serta Creutzfeldt-Jakob pada manusia. Prion
tidak tampak seperti virus

2. Cara agen infeksi menyebabkan penyakit


Terdapat tiga mekanisme umumny agen infeksi menyebabkan penyakit,
yang terdiri atas :
1) Agen infeksi berkontak atau masuk ke dalam sel pejamu dan secara
langsung menyebabkan kematian sel.
2) Patogen dapat mengeluarkan endotoksin atau eksotoksin yang
mematikan sel yang terletak jauh, mengeluarkan enzim yang
menguraikan komponen jaringan, atau merusak pembuluh darah dan
menyebabkan cedera iskemik.
3) Patogen dapat memicu respons sel pejamu yang mungkin memperparah
kerusakan jaringan, biasanya melalui mekanisme yang diperantarai oleh
imun.
A. Mekanisme Cedera Akibat Virus
Virus merusak sel pejamu dengan masuk ke dalam sel dan
bereplikasi di sel pejamu. Virus memiliki protein permukaan spesifik
(ligan) yang berikatan dengan protein pejamu tertentu (reseptor) yang
banyak diantaranya diketahui fungsinya. Sebagai contoh, HIV berikatan
dengan cara CD4 yang berperan dalam aktivasi sel T, dan ke reseptor
kemokin;EBV berikatan dengan resptor komplemen di makrofag dan
rinovirus berikatan dengan intercelluler adhesion molecule 1 (ICAM-1;

74

molekul perekat intrasel 1) pada sel mukosa. Untuk beberapa virus


pemeriksaan kristalografi sinar X daoat mengidentifikasi bagian spesifik
protein perlekatan virus yang berikatan dengan segmen tertentu ke sel
pejamu.
Ada tidaknya protein sel pejamu yang memungkinkan virus
melekat adalah salah satu penyebab tropisme virus, atau kecenderungan
virus tertentu untuk menginfeksi sel tertentu dan tidak ada sel yang lain.
Sebagai contoh, virus influenza bereplikasi di sel epitel saluran napas,
yang mengekspresikan suatu protease yang penting untuk memecah dan
mengaktifkan glutinin pada permukaaan virus. Penyebab kedua tropisme
virus adalah kemapuan virus memperbanyak diri di beberapa sel, tetapi
tidak di sel lain. Sebagai contoh papopavirus JC, yang menyebabkan
leukoenselopati, terbatas pada oligodendroglia pada susunan saraf pusat
karena, sekuensi promotor pada enhancer DNA yang terletak di hulu
virus JC aktif di sel glia, tetapi tidak aktif di neuron atau sel endotel.
Setelah melekat, seluruh virion, atau suatu bagian yang
mengandung genom dan polimerase esensial, masuk ke dalam
sitoplasma sel melalui :
a. Translokasi virus utuh menembus membran plasma.
b. Fusi selubung protein dengan membran sel.
c. Endositosis yang diperantarai oleh reseptor serta fusi dengan
membran endosom.
Di dalam sel virus melepaskan selubungnya, memisahkan genom
dari komponen strukturalnya, dan kehilangan daya infektivitasnya. Virus
kemudian memperbanyak diri, menggunakan enzim yang khas untuk
setiap famili virus. Sebagai contoh, RNA polimerasi digunakan oleh virus
RNA negative-sense untuk menghasilkan RNA messenger (m-RNA)
possitive-sense, sedangkan reserve transcriptase digunakan oleh
retrovirus untuk menghasilkan DNA dari cetakan RNA. Enzim spesifik
virus ini merupakan titik-titik yang dapat digunakan oleh obat untuk
menghambat replikasi virus. Subkelompok HIV yang terdapat di Afrika
sebelah selatan sangan virulen karena transkripsinya sangat ditingkatkan
oleh sitokin peradangan, seperti tumor necrosis factor (TNF;faktor
nekrosis tumor), yang diinduksi oleh infeksi mikroba lain. Virus juga

75

menggunakan enzim pejamu untuk mensintesis dirinya, dan enzim


semacam ini mungkin terdapat di sebagian tetapi tidak semua jaringan.
Genom virus dan protein kapsid yang baru dibentuk kemudian disusun
menjadi virion dalam inti sel atau sitoplasma dan dibebaskan secara
langsung (virus tidak berkapsul) atau menonjol melalui membran plasma
(virus berkapsul).
Virus mematikan sel pejamu dan menyebabkan kerusakan jaringan
melalui beberapa cara :
a) Virus mungkin menghambat sintesis DNA, RNA, atau protein
sel pejamu. Sebagai contoh, virus polio menginaktifkan capbinding protein, yang esensial untuk translasi m-RNA virus
polio.
b) Protein virus mungkin menembus membran plasma sel pejamu
dan secara langsung merusak integritasnya atau mendorong fusi
sel (HIV, campak, dan virus herpes).
c) Virus bereplikasi secara efisien dan melisiskan sel pejamu.
Sebagai contoh, sel epitel pernapasan mati oleh multiplikasi
besar-besaran rinovirus atau virus influenza, sel hati oleh virus
demam kuning dan neuron oleh virus polio atau virus rabies.
d) Protein virus di permukaan sel pejamu mungkin dikenali oleh
sistem imun, dan limfosit pejamu menyerang sel yang terinfeksi
virus. Sebagai contoh, gagal hati akut sewaktu infeksi HBV
mungkin dipercepat oleh ligan Fas di limfosit T sitotoksik, yang
mengikat reseptor Fas dipermukaan hepatosit dan memicu
apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel sasaran.
Respiratory syntitical virus, penyebab utama infeksi saluran
napas bawah pada bayi, menyebabkan pelepasan sitokin
interleukin-4 (IL-4) dan IL-5 dari sel T helper tipe

TH

2 yang

masing-masing mengaktifkan sel mast dan eosinofil, serta


memicu mengi dan asma.
e) Virus juga dapat merusak sel yang terlibat dalam pertahanan
antimikriba pejamu sehingga terjadi infeksi sekunder. Sebagai
contoh,

kerusakan

epitel

pernapasan

akibat

virus

76

mempermudah timbulnya pneumonia yang disebabkan oleh


pneumokokus atau organisme Haemophillus, sedangkan HIV
menurunkan limfosit T helper CD4+ dan membuka gerbang
untuk membanjirinya berbagai infeksi oportunistik.
f) Kematian suatu jenis sel oleh virus dapat merusak sel lain yang
bergantung pada intergritas sel tersebut. Denervasi akibat
serangan virus polio pafa neuron motorik menyebabkan atrofi,
dan kadang-kadang kematian sel otot rangka sebelah distal.
g) Infeksi virus lambat (misal, panensefalitis sklerotikans subakut
yang disebabkan oleh virus campak) memuncak pada penyakit
progresif berat setelah masa laten yang panjang.
B. Mekanisme Cedera Akibat Bakteri : Adhesin dan Toksin Bakteri
Kerusakan jaringan pejamu oleh bakteru bergantung pada
kemampuan bakteri melekat dan masuk ke sel pejamu atau mengeluarkan
toksin. Kordinasi antara perlekatan bakteri dan pengeluaran toksin
merupakan hal yang sangat penting bagi virulensi bakteri sehingga gen yang
mengkode protein perekat dan toksin sering dikendalikan bersama oleh
sinyal lingkungan spesifik. Sebagai contoh, perubahan suhu, osmolaritas,
atau pH memicu sintesis 20 protein yang berbeda oleh Bordetella pertussis,
termasuk hemaglutinin filamentosa, protein fimbrie, dan toksin pertusis.
Demikian juga virulensi bakteri E. coli enterotoksik bergantung pada
ekspresi protein perekat yang memungkinkan bakteri melekat ke sel epitel
usus serta membentuk dan mengeluarkan tokisn labil-panas atau stabilpanas yang menyebabkan sel usus mengeluarkan cairan isotonis.
1) Adhesin Bakteri
Adhesin bakteri adalah molekul yang mengikatkan bakteri
ke sel pejamu. Jenis adhesin terbatas, tetapi rentang spesifisitas
sel pejamunya luas. Permukaan kokus gram-positif misalnya
streptokokus ditutupi oleh dua jenis molekul yang mungkin
memperantarai perlekatan bakteri ke sel pejamuu. Pertama,
asam lipoteikoat merupakan molekul hidrofobik yang berikatan
dengan permukaan semua sel eukariot, tetapi memiliki afinitas

77

yang lebih tinggi terhadap reseptor tertentu di sel darah dan di


epitel mulut. Kedua, suatu adhesin nonfibrilar yang disebut
protein F berikatan dengan fibronektin, suatu protein matriks
ekstrasel yang ditemukan di sebagian besar sel. Protein M, yang
membentuk fibril di permukaan bakteri gram-positif dan kapsul
karbohidratnya mencegah fagositosis oleh makrofag pejamu.
Pada kasus pneumokokus, terdapat bentuk transparan (memiliki
kapsul tipis) yang beradaptasi untuk melekat ke epitel
nasofaring dan bentuk opak (kapsul tebal) yang beradaptasi
untuk bertahan hidup dalam darah.
Fimbria, atau pili, di permukaan batang dan kokus gramnegatif adalah struktur filamentosa nonflagela yang terdiri atas
pengulangan

subunit.

Pili

seks

digunakan

untuk

mempertukarkan gen yang terdapat di plasmid atau transposon


dari satu bakteri ke bakteri lain, sebagian besat pili
memperantarai perlekatan bakteria ke sel pejamu. Untuk
berbagai

bakteri

(misal,

Myobacterium,

Pseudomonas,

Neisseria), pangkal subunit yang melekatkan pilus ke dinding


sel bakteri tidak banyak berbeda, di ujung pili terdapat
komponen protein minor yang menentukan ke sel pejamu mana
mikroba akan melekat (tropisme bakteri). Pada E.coli, berkaitan
dengan infeksi tertentu (misalnya, protein tipe I mengikat
manosa dan menyebabkan infeksi saluran kemih bagian
bawahm protein tipe P mrngikat galaktosa dan menyebabkan
pielonefritis, protein tipe S mengikat asam sialat dan
menyebabkan meningits). Satu bakteri dapat mengekspresikan
lebih dari satu jenis pilus (misal, protein I dan II pada
gonokokus). Molekul lain di permukaan bakteri gram-negatif
yang penting untuk virulensi adalah lipopolisakarida dan kapsul
karbohidrat.
Tidak seperti virus, yang menginfeksi beragam sel pejamu,
bakteri intrasel fakultatif kevug terbatas dan menginfeksi sel
epitel (Shigella dan E.coli enteropasif), makrofag (M.

78

Tuberculosis, M.leprae), atau keduanya (S.typhii). Protein


bakteri yang berperan untuk perlekatan sering diatur bersama
dan diekspor oleh mesin sekretorik tipe III, yang mengangkut
protein menembus selubung bakteri dan menyuntikkannya ke
dalam sitosol sel sasaran. Sebagian besar bakteri ini melekat ke
integrin sel pejamu, protein membran plasma yang mengikat
komplemen,

atau

protein

matriks

ekstrasel,

termasuk

fibronektin, laminin, dan kolagen. Sebagai contoh, organisme


Legionella, M. tuberculosis, dan protozoa Leishmania melekat
ke CR3, sel resptor untuk komplemen C3bi. E.coli enteropatik
mengeluarkan suatu protein yang masuk ke membran plasma
sel sasaran dan digunakan oleh bakteri sebagai tempat
perlekatan tambahan. Shigella mengeluarkan protein yang
menyebabkan reorganisasi kerangka (cytoskeleton) sel epitel
sasaran dan membungkus bakteri. Setelah berada di dalam
sitoplama, Shigella dan E.coli menghambat sintesis protein
pejamu, membelah diri dan pesat dan dalam 6 jam melisiskan
sel pejamu. Sebaliknya, organisme Salmonella dan Yerisinia
bereplikasi di dalam sel fagolisosom makrofag, sedangkan
organisme

Myobacterium

dan

Legionella

menghambat

pengasaman yang biasanya terjadi setelah endosom menyatu


dengan lisosom. Di dalam fagolisosom, organisme Salmonella
mengeluarkan rangkaian kedua protein melalui aparatus tipe III,
sedangkan organisme Legionella menggunakan perangkat
sekretorik tipe IV untuk mengaggu proses endotoksis. Tanpa
adanya respons imun selular pejamu, banyak organisme yang
terus-menerus berkembang biak di dalam makrofag (misal,
kusta lepromatosa, infeksi M.avium-intecellulare pada pasien
AIDS), tetapi makrofag aktif dapat mematikan berbagai
organisme atau membatasi pertumbuhannya.
2) Endotoksin Bakteri
Endotoksin bakteri adalah suatu lipopolisakarida (LPS)
yang merupakan komponen struktural dinding sel luar pada

79

bakteri gram-negatif. Lipopolisakarida terdiri atas suatu jangkar


asam lemak rantai-panjang (lipid A) yang berhubungan dengan
suatu rantai guka (sebagai inti) keduanya sama untuk semua
bakteri gram-negatif. Pada gula inti ini melekat berbagai rantai
karbohidrat (antigen O), yang digunakan untuk menentukan
serotipe dan membedakan berbagai bakteri. Semua aktivitas
biologis endotoksin berasal dari lipid A dan gula inti. Aktivitas
tersebut diperantarai oleh efek langsung endotoksin dan melalui
induksi sitokin pejamu seperti IL-1, TNF dan lainnya.
Superantigen
bakteri
(misalnya,
enterotoksin
Staphylococcus dan toksin sindrom syok toksik) menyebabkan
demam, syok, dan gagal multiorgan melalui mekanisme yang
berbeda dengan yang digunakan endotoksin. Superantigen
bakteri melekat ke molekul kompleks histokompabilitas mayor
(MHC) kelas II di permukaan banyak sel penyaji antigen
(antifeb precenting cells, APC). APC mengandung superantigen
ini kemudian merangsang banyak sel T untuk mengeluarkan IL2

dalam

jumlah

pembentukan

besar,

berlebihan

yang
TNF

akhirnya
dan

sitokin

menyebabkan
lain

yang

menyebabkan gangguan sistemik.


3) Eksotoksin Bakteri
Eksotoksin bakteri adalah protein yang dikeluarkan dan
secara langsung menyebablan cedera sel serta menentukan
manifestasi penyakit. Sebagai contoh, faktor letal, yaitu
eksotoksin Bacillus anthracis, kemungkinan besar merupakan
penyebab pes kelima dan keenam di Mesir. Karena antraks
membentuk spora, yang resisten panas dan menginfeksi melalui
aerosol, bakteri ini memiliki potensi besar sebagai senjata
biologis. Toksin difteri terdiri atas fragmen B (ujung karboksil)
dan fragmen A (ujung amino), yang disatukan oleh sebuah
jembatan disulfida. Toksin mengikat glikoprotein di permukaan
sel sasaran via ujung karboksilnya dan masuk endosom asam,
tempat toksin menyatu dengan membran endosom dan masuk

80

ke sitoplasma sel. Di dalam sitoplasma, ikatan disukfida toksin


difteri mengalami reduksi dan putus, membebaskan fragmen A
amino yang secara enzimitas aktif. Fragmen ini mengkatalisis
pemindahan kovalen adenosin difosfat (ADP)-ribosa dari
niotinamida adenin dinukleotida (NAD) ke EF-2 (elongation
factor pada sintesis polipeptida) dan menyebabkannya inaktif.

3. Sawar pejamu terhadap infeksi dan bagaimana sawar tersebut rusak


A. KULIT
Kulit manusia secara normal di huni oleh beragam spesies bakteri
jamur, termasuk beberapa yang oportunistik, seperti S. epidermis dan C.
albicans.
Lapisan kulit luar yang padat dan berkeratin serta mengandung mikroba
residen secara terus menerus dilepaskan dan diperbarui. pH kulit yang
rendah (sekitas 5,5) dan adanya asam lemak juga menghambat
pertumbuhan mikroba, tetapi kulit yang basah lebih permeabel terhadap
mikroorganisme.
Sebagian besar mikroorganisme lain masuk melalui lesi kulit,
termasuk tusukan superficial (infeksi jamur), luka dalam (stafilokokus),
luka bakar (pseudomonas aeruginosa), dan lecet di kaki akibat tekanan
atau diabetes (infeksi multibakteri). Kateter intravena pada pasien rawat
inap sering menyebabkan bakteremia oleh Staphylococcus spp. atau
organisme gram-negatif. Tusukan jarum, baik secara sengaja (misalnya
tukar menukar jarum pada pemakai narkotik suntik) atau tidak sengaja
(petugas kesehatan tertusuk jarum suntik), menimbulkan pajanan ke darah
yang mungkin terinfeksi dan dapat menularkan HBV, HCV, dan HIV.
Gigitan oleh kutu, pijal, nyamuk, tungau, dan lice menembus kulit dan
menularkan

beragam

organisme

infeksiosa,

termasuk

arbovirus

(menyebabkan demam kuning dan ensefalitis), riketsia, bakteri (pes,


penyakit Lyme), protozoa (malaria, leismaniasis), dan cacing (filariasis).
Gigitan hewan dapat menyebabkan infeksi oleh bakteri anaerob atau virus
rabies yang mematikan.

81

B. SALURAN UROGENITAL
Walaupun urine dapat menunjang pertumbuhan banyak bakteri,
saluran kemih dalam keadaan normal steril karena dibilas beberapa kali
sehari. Perempuan mengidap infeksi saluran kemih (ISK) 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan lelaki, karena jarak antara kandung kemih dan
kulit yang dipenuhi oleh bakteri (yaitu panjang uretra) adalah 5 cm pada
perempuan, dibandingkan dengan 20 cm pada lelaki. Selain itu, anak
perempuan dan lelaki dengan obstruksi aliran kemih dan/atau refluks urine
ke dalam ureter jauh lebih rentan terhadap ISK. Apabila ISK menyebar
secara retrograd dari kandung kemih ke ginjal, terjadi pielonefritis akut
atau kronis, yang merupakan penyebab gagal ginjal yang dapat dicegah.
Patogen yang menginfeksi saluran kemih (terutama bakteri dari daerah
perianal atau dari pasangan seksual yang terinfeksi [misal, Gonococcus])
adalah patogen yang paling mudah melekat ke epitel saluran kemih.
Sebagian besar ISK akut disebabkan oleh beberapa strain E.coli yang
memiliki fimbria adheren, sedangkan infeksi kronis disebabkan oleh
Proteus, Pseudomonas, klebsiella, atau Enterococcus spp., yang sering
kebal terhadap obat.
C. SALURAN NAPAS
Sekitar 10.000 mikroorganisme, termasuk virus, bakteri, dan
fungus, terhirup setiap hari oleh setiap penduduk kota. Jarak yang
ditempuh oleh berbagai mikroorganisme ini di sistem pernapasan
bebanding terbalik dengan ukuran mereka. Mikroba besar terperangkap di
lapisan mukosiliris yang melapisi hidung dan saluran napas atas.
Mikroorganisme terperangkap di mukus yang dikeluarkan oleh sel goblet
dan kemudian diangkut oleh gerakan silia ke bagian belakang tenggorokan
tempat mikroorganisme tersebut ditelan atau dikeluarkan. Organisme yang
lebih kecil daripada 5 mikrometer berjalan secara langsung ke alveoli,
tempat organisme tersebut difagositosis oleh makrofag alveolus atau
neutrofil yang direkrut ke paru oleh berbagai sitokin.
Kerusakan pada sistemn pertahanan mukosiliaris terjadi akibat
cedera berulang pada para perokok dan pasien dengan fibrosis kistik,

82

sedangkan cedera akut terjadi pada pasien yang diintubasi dan mereka
yang mengalami aspirasi asam lambung.
D. SALURAN CERNA
Sebagian besar patogen saluran cerna ditularkan melalui makanan
atau minuman yang tercemar bahan feses. Oleh karena itu, pembuangan
kotoran yang sesuai sanitasi, meminum air bersih, mencuci tangan, dan
memasak makanan dengan benar dapat mengurangi pajanan. Apabila
hygiene kurang, penyakit diare akan merajalela.
Sistem pertahanan normal terhadap patogen yang tertelan antara
lain adalah (1) cairan lambung yang asam, (2) lapisan mukus kental yang
menutupi usus, (3) enzim litik pancreas dan deterjen empedu, dan (4)
sekresi antibodi immunoglobulin A (IgA).
Organisme patogen harus bersaing dengan bakteri komensal
penghuni tetap dalam usus bagian bawah yang berjumlah besar untuk
memperebutkan nutrien, dan semua mikroba usus secara intermiten
dikeluarkan melalui defekasi. Pertahanan pejamu melemah apabila
keasaman lambung berkurang, mendapat antibiotik yang menyebabkan
ketidakseimbangan bakteri flora normal atau terjadi hambatan peristalsis
atau obstruksi mekanis.

4 .Mekanisme . respon peradangan terhadap agen infeksi


Secara umum terdapat pola histologis reaksi jaringan :
A. Peradangan Polimorfonukleus Supuratif
Reaksi umum terhadap kerusakan jaringan akut. Ditandai dengan
peningkatan permeabilitas vascular dan eksudasi neutrophil. Neutrophil
tertarik pada tempat infeksi akibat pelepasan kemoatraktan dari bakteri
piogenik yang cepat membelah yang memicu respons ini, terutama
kokus gram-positif ekstrasel dan batang gram-negatif. Kemotraktan
bakteri antara lain peptide bakteri, yang semuanya mengandung residu Nformil metionin di terminal anionnya dan dikendali oleh reseptor spesifik
pada neutrophil. Selain itu, bakteri menarik neutrophil secara tidak
langsung dengan mengeluarkan endotoksin,yang merangsang makrofag

83

untuk mengeluarkan IL-1 atau TNF, atau dengan memecah komplemen


menjadi peptide kemoatraktan C5a. Berkumpulnya neutrofil menyebabkan
terbentuknya pus. Ukuran besi eksudatif dapat sangat bervariasi ,dari
mikroabses kecil yang terbentuk di banyak organ saat sepsis sekunder
akibat kolonisasi katup jantung, hingga peregangan tuba fallopii oleh pus
yang disebabkan oleh N.gonorrhoeae (gonokokus),sampai keterlibatan
difus meningen sewaktu infeksi H. influenzae, atau pneumonia, dan
beberapa lobus paru terkena. Seberapa besar tingkat destruksivitas suatu
lesi bergantung pada lokasi dan organisme yang terlibat. Sebagai contoh,
pneumokokus biasanya tidak mengenai dinding alveolus paru dan
menyebabkan pneumonia lobaris yang memungkinkan remisi (Gambar 911), sedangkan stafilokokus dan Klebsiella spp.merusak dinding alveolus
dan membentuk abses , yang selanjutnya akan diikuti pembentukan
jaringan parut. Faringitis bakteri sembuh tanpa sekuele , sedangkan
peradangna bakteri akut yang tidak diobati dapat merusak sebuah sendi
dalam hitungan hari. (Robbins,2014)

Gambar 1.37 Pneumonia pneumokokus. Perhatikan eksudat


polimorfonukleus intra-alveolus dan septum alveolus yang tetap utuh.
B. Peradangan Mononukleus
Sebukan difus yang terutama terdiri atas sel mononukleus di interstisium
merupakan gambaran umum semua proses peradangan kronis, tetapi
apabila terjadi secara akut, subukan ini sering merupakan respon terhadap
virus, bakteri intrasel, atau parasite intrasel. Selain itu, spikokaeta dan
cacing menyebabkan peradangan kronis. Jenis sel mononukleus yang
predominan di dalam suatu lesi peradangna bergantung pada respon imun

84

pejamu terhadap organisme. Sebagai contoh, pada lesi primer dan


sekunder sifilis ditemukan banyak sel plasma (gambar 9-12), sedangkan
pada infeksi HBV atau infeksi virus otak yang predominan adalah limfosit.
Limfosit ini mencerminkan imunitas selular terhadap pathogen atau sel
yang terinfeksi pathogen. Pada ekstrem yang lain,makrofag yang dipenuhi
oleh M. avium-intracelluare ditemukan banyak jaringan pada pasien
AIDS, yang tidak memiliki sel T helper dan tidak dapat membentuk respon
imun terhadap organisme. Pada infeksi M.leprae dan leismaniasis kutis,
sebagian orang membentuk respon imun yang kuat sehingga lesi mereka
hanya mengandung sedikit organisme, sedikit

makrofag, dan banyak

limfosit; yang lain, dengan respon imun lemah, memiliki lesi yang
mengandung banyak organisme, banyak makrofag, dan sedikit limfosit.
Peradangan granulomatosa adalah bentuk tersendiri dari peradangan
mononukleus yang biasanya dipicu oleh agen infeksi yang relative lambat
membelah (misalnya M.tuberculosis) dan oleh agen yang ukrannya
relatifbesar (misalnya telur skistosoma). Peradangan granulomatosa
hampir selalu mencerminkan reaksi imun selular. (Robbins,2007)

Gambar 1.38 sifilis sekunder di dermis dengan infiltrat


limfloplasmasitik di sekiar pembuluh darah dan poliferasi endotel.
C. Peradangan Sitopatik-Sitoproliferatif
Reaksi ini, biasanya ditimbulkan oleh virus, ditandai dengan kerusakan sel
pejamu individual, dengan sedikit atau tanpa respon peradangan pejamu.
Beberapa virus membelah diri di dalam sel dan membentuk agregat virus
yang hanya dapat dilihat badan inklusi (misal, CMV, adenovirus) atau
memicu
sel
untuk
menyatu
dan
membentuk
polikarion
(misal,campak,virus herpes). Kerusakan sel fokal dapat menyebabkan sel
epitel teregang satu sama lain dan membentuk bula (misal, kulit genital
oleh HPV atau popul berumbilikasi pada moluskum kontagiosum oleh

85

virus pox). Akhirnya, dapat menyebabkan perubahan displastik dan kanker


pada sel epitel dan limfosit . (Robbins,2014)

Gambar 1.39Lepuh pada infeksi herves di mukosa.


D. Peradangan Nekrotikans
c. perfingens dan organisme lain yang mengeluarkan toksin poten
menyebabkan kerusakan jaringan yang demikian cepat dan berat sehingga
kematian sel menjadi gambaran yang dominan. Karena hanya sedikit sel
peradangan yang terlibat, lesi ini mirip infrak, dengan kerusakan atau
hilangnya pewarnaan ini sel basofilik dan dipertahankannya kerangka sel.
Klostridia sering merupakan patogen oportunistik yang masuk dalam
jaringan otot melalui trauma tembus atau infeksi usus pada pejamu
neutropenik. Demikian juga parasite E.histolytica menyebabkan ulkus
kolon dan abses hati yang ditandai dengan kerusakan jaringan yang luas
disertai nekrosis perkijuan tanpa sebukan peradangan. Kadang-kadang
virus dapat menyebabkan peradangan nekrotikans apabila kerusakan sel
pejamu sedemikian meluas dan berat;sebagai contoh, mungkin terjadi
kerusakan total lobus temporalis otak oleh virus herpes atau hati oleh
HBV. (Robbins,2014)

Gambar 1.40 infeksi schistosoma haematobium di kandung kemih


dengan banyak telur yang terkalsifikasi dan pembentukan jaringan
parut luas.
E. Peradangan Kronis dan Pembentukan Jaringan Parut
Jalur umum akhir yang terjadi pada banyak infeksi adalah peradangan
kronis, yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut luas
(misal,salpingitis gonokokus kronis). Infeksi HBV kronis dapat
menyebabkan sirosis hati, pada infeksi tersebut terbentuk septum pada
fibrosa yang mengelilingi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi.

86

Untuk sebgaian organisme yang bersifat relative inert, respons


pembentukan jaringan parut yang berlebihan oleh pejamu merupakan
penyebab utama penyakit (missal, fibrosispipe-stemdihati akibat telur
skistosoma atau guma sifilis tersier di hati, susunan saraf pusat, dan
tulang). (Robbins,2014)
Pola reaksi jaringan ini bermanfaat untuk menganalisis proses infeksi,
tetapi pola tersebut sering tumpang tindih. Sebagai contoh, lesi kulit pada
leismaniasis dapat menandung dua region histopatologik yang berlainan :
daerah tengah berulkus berisi oleh neutrofil dan region perifer
mengandung infiltrate campuran limfosit dan sel moninukleus, tempat
parasit leismania berada. Paru seorang AIDS mungkin terinfeksi oleh
CMV, yang menyebabkan sitolisis, dan pada saat yang sama oleh
pneumocystis, yang menyebabkan peradangan interstisium. Pola
peradangan serupa juga dapat ditemukan pada respons jaringan terhadap
zat kimia atau fisik serta pada penyakit peradangan yang sebabnya tidak
diketahui (missal,sarkoidosis). (Robbins,2014)
Jelas bahwa banyak factor yang berkaitan dengan patogen dan pejamu
memodifikasi perkembangan dan sifat penyakit infeksi dan prognosisnya.
Walaupun mikroba yang berpotensi emnjadi patogen sangat beragam,
sebagian besar infeksi disebabkan oleh sejumlah kecil agen yang berbeda
menurut daerah geografis dan terutama ditentukan oleh factor lingkungan ,
sosio-ekonomi, dan kesehtan masyarakat. (Robbins,2007)

a. Peradangan dan Emigrasi


Ketika arteriol berdilatasi pada awal peradangan akut, aliran darah ke
daerah yang meradang meningkat. Akan tetapi, sifat aliran darah segera berubah.
Karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi dengan peningkatan permeabilitas,
unsur-unsur darah dalam jumlah banyak (Eritrosit, Trombosit, dan Leukosit) tetap
tertinggal dan viskositas darah meningkat. Sirkulasi didaerah yang terkena
kemudian melambat, menyebabkan beberapa akibat penting. Secara normal, aliran
darah kurang lebih lancar dan unsur-unsur darah tidak membentur dinding
pembuluh darah. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit
mulai mengalami marginasi yaitu bergerak ke perifer arus, disepanjang lapisan
pembuluh darah.

87

Gambar 1.41
Leukosit bergerak secara ameboid, Leukosit terlihat memiliki kemampuan
mengulurkan pseudopodi kedalam ruang yang mungkin ada di antara dua sel
endotel dan kemudia secara bertahap mendorong dan muncul disisi lain, suatu
proses yang disebut emigrasi atau diapedesis, memerlukan waktu beberapa menit.
Akibatnya, karena kejadian ini terjadi berulang kali di dalam venul dengan jumlah
tidak terhitung dan karena banyak leukosit yang dikirimkan ke daerah tersebut
melalui sirkulasi darah, maka sel-sel dalam jumlah yang sangat banyak masuk ke
dalam daerah peradangan dalam waktu yang relatif singkat. Berjuta-juta sel
beremigrasi ke dalam daerah peradangan yang bahkan kecil dalam waktu
beberapa jam.
b. Kemotaksis
Pergerakan leukosit di interstisial pada jaringan yang meradang setelah
leukosit tersebut beremigrasi tampaknya tidak secara acak tetapi terarah pada
berbagai sinyal kimia. Fenomena ini disebut sebagai kemotaksis. Berbagai agen
dapat memberikan sinyal kemotaktik untuk menarik leukosit, meliputi agen-agen
infeksius, jaringan rusak, dan zat-zat yang diaktifkan di dalam fraksi plasma yang
bocor dari aliran darah. Dengan demikian, kombinasi yang mulus antara
peningkatan pengiriman leukosit ke daerah tersebut (sebagai akibat hiperemia),
perubahan-perubahan dalam aliran darah yang mengakibatkan marginasi dan
pavementing, serta orientasi kemotaktik gerakan leukosit mengakibatkan
akumulasi cepat komponen leukosit yang signifikan di dalam eksudat.

88

Mediasi peradangan
Fenomena vaskular, cairan, dan selular yang dramatik pada peradangan
jelas dibawah pengawasan yang ketat. Meskipun beberapa cedera secara langsung
merusak endotel pembuluh darah dan dengan demikian menimbulkan kebocoran
protein dan cairan di daerah cedera, pada sebagian kasus cedera mencetuskan
pembentukan dan/atau pelepasan zat-zat kimia di dalam tubuh, dan mediatormediator ini menimbulkan peradangan. Banyak tipe cedera dapat mengaktifkan
mediator-mediator endogen yang sama, yang mungkin menjelaskan sifat
stereotipik respons peradangan terhadap stimulus yang berbeda. Periode laten
diantara stimulus cedera dan berkembangnya respons peradangan juga
menunjukkan peran mediator-mediator; kemampuan untuk menggelakkan aspekaspek tertentu pada reaksi dengan agen-agen penghambat farmakologik menekan
pentingnya mediator.
Banyak zat yang dilepas secara endogen dikenal sebagai mediator respons
peradangan. Pengetahuan semacam ini, pada satu sisi memberikan pengertian
yang lebih baik mengenai defisiensi dan gangguan respons peradangan dan pada
sisi lain, menunjukkan cara menekan peradangan yang tidak dikehendaki terjadi
secara klinis.
Mediator mediator digolongkan sebagai berikut:
1. amin-amin vasoaktif
2. Zat-zat yang dihasilkan oleh sistem-sistem enzim plasma
3. Metabolit asam arakidhonat
4. Produk-produk sel lain

Peradangan Granulomatosa
Suatu pola peradangan khas dan berbeda yang dapat terjadi dimana saja
adalah peradangan granulomatosa. Sifat khas peradangan ini adalah pengumpulan
makrofag dalam jumlah besar dan agregasi makrofag menjadi gumpalangumpalan nodular yang disebut granuloma. Walaupun banyak eksudat peradangan
mengandung makrofag yang cukup, pada peradangan granulomatosa, lapangan
pandang didominasi oleh lapisan sel-sel makrofag atau derivatnya, seperti sel-sel
epiteloid atau sel-sel raksasa berinti banyak. Granuloma memerlukan waktu untuk
tumbuh dan umumnya melalui tahap-tahap agak kurang akut yang terdapat

89

eksudasi cairan, neutrofil, dan protein. Emigrasi monosit yang terus menerus dan
proliferasi lokal sel-sel ini menyebabkan pembentukan massa sebagai granuloma.
Granuloma biasanya tebentuk karena adanya beberapa agen penyerang yang
menetapdidalam

jaringan

yang

resisten

terhadap

usaha

tubuh

untuk

membuangnya. Respons peradangan granulomatosa biasanya terbentuk akibat


adanya mikroorganisme mycobacterium tuberculosis, atau basil tuberkel.
Makrofag biasanya berkumpul dan di dalam agregat sel epiteloid dan sel-sel
raksasa. Sel-sel epiteloid dalam bentuk massa nodular ini disebut sebagai tuberkel.
(Price & Wilson, 2005)

5. Cara Mikroba Menghindar Dari Sistem Imun


Respons imun humoral dan seluler yang melindungi pejamu dari sebagian
infeksi dan mekanisme kerusakan jaringan pejamu yang di perantai oleh sistem
imun dan di picu oleh mikroba (missal, reaksi anafilaktis, reaksi kompleks imun).
Cara mikroba lolos dari sistem imun dengan pejamu (1) tetap tidak dapat di akses;
(2) memecah antibodi, bertahan terhadap lisis yang di perantai oleh komplemen,
atau bertahan hidup di sel fagositik; (3) mengubah-ubah atau melepaskan antigen;
dan (4) menyebabkan supresi imun spesifik atau nonspesifik.
Mikroba yang berkembang biak dalam lumen usus (missal, Clostridium
difficile penghasil toksin) atau kandung (missal, S.typhi ) tidak dapat di akses oleh
pertahanan imun pejamu, termasuk IgA sekretorik. Virus yang dikeluarkan dari
permukaan luminal sel epitel (misal, CMV dalam urine atau susu dan virus polio
di tinja) atau yang menginfeksi epitel berkeratin (virus pox yang menyebabkan
moluskum konstagiosum) juga tidak dapat di akses oleh sistem imun humoral
pejamu. Sebagian organisme menimbulkan infeksi melalui invasi sel pejamu
secara cepat sebelum respons humoral pejamu efektif (misal, sporozoit malaria
masuk ke sel hati; Trichinella dan T.Cruzi masuk ke otot rangka dan jantung).
Sebagian parasit yang besar (misal, larva cacing pita) membentuk kista di jaringan
pejamu yang di bungkus oleh kapsul fibrosa padat yang membentengi kista
tersebut dari respons imun pejamu.

90

Kapsul karbohidrat di permukaan semua patogen utama yang menyebabkan


pneumonia atau meningitis ( Streptococcus pneumonia, Neisseria meningiditis,
Haemophilus, Klebsiella, dan E.coli) menyebabkan patogen tersebut lebih virulen
karena membungkus antigen bakteri dan mencegah fagositosis organisme oleh
neutrofil. Bakteri pseudomonas mengeluarkan suatu leukotoksin yang mematikan
neutrofil. Beberapa E.coli memiliki antigen K yang mencegah aktivasi
komplemen melalui jalur alternatif dan lisis sel. Sebaliknya, beberapa bakteri
gram-negatif memiliki antigen O polisakarida yang sangat panjang yang mengikat
antibodi pejamu dan mengaktifkan komplemen pada jarak yang cukup jauh dari
bakteri sehingga bakteri tersebut mengalami lisis. Stafilokokus di bungkus oleh
molekul protein A yang mengikat bagian Fc antibodi sehingga fagositosis
terhambat. Neisseria, Haemophilus, dan, Streptococcus spp. Mengeluarkan
protease yang menguraikan antibodi.
Infeksi virus memicu pembentukan antibodi penetralisasi, yang mencegah
perlekatan, penetrasi atau pelepasan selubung virus. Imunitas yang sangat spesifik
ini merupakan dasar bagi vaksinasi, tetapi imunitas ini tidak bias melindungi
pejamu dari virus yang memiliki banyak varian antigen (misal, rinovirus atau
virus influenza). Pneumokokus mampu melakukan lebih dari 80 permutasi kapsul
polisakaridanya, sehingga pada infeksi berulang kecil kemungkinan bagi pejamu
untuk mengenali serotipe baru. N.gonorrhoeae memiliki protein pilus (perlekatan)
yang terdiri atas suatu regio konstan atau suatu regio hipervariabel. Salah satu
spesies Neisseria mampu menyerap DNA dari spesies Neisseria lain sehingga
mikroba tersebut mampu mengubah rantaian protein perlekatannya tanpa
mengalami mutasi. Spiroketa Borrelia recurrenitis menyebabkan demam
kambuhan (relapsing fever) dengan berkali-kali mengganti antigen permukaannya
sebelum pejamu membasmi setiap klon. Klon tripanosoma Afrika yang terbentuk
secara suksetif juga mengubah antigen permukaan utamanya untuk menghindari
respons antibodi pejamu, dalam beberapa menit setelah menembus kulit.
Akhirnya, virus menginfeksi limfosit (HIV dan EBV) secara langsung merusak
sistem imun pejamu dan menyebabkan infeksi oportunistik (misal, AIDS).
( Robbins, 2007)

91

6.

Mekanisme infeksi sel pejamu oleh virus


Virus merusak sel pejamu dengan masuk ke dalam sel dan bereplika atau biaya
sel pejamu. Virus memiliki protein permukaan spesifik (ligan) yang berikatan
dengan protein pejamu tertentu (reseptor), yang banyak di antaranya diketahui
fungsinya. Sebagai contoh, HIV berikatan dengan CD4 yang berperan dalam
aktivasi sel T, dan ke reseptor kemokin; EBV berikatan dengan reseptor
komplemen di makrofag; dan rinovirus berikatan dengan intercellular adhesion
molekule 1 (ICAM-1; molekul perekat antarsel 1) pada sel mukosa. Untuk
beberapa virus, pemeriksaan kristalografi sinar X dapat mengidentifikasibagian
spesifik protein pelekatan virus yang berikatan dengan segmen tertentu reseptor
sel pejamu.
Ada tidaknya protein sel pejamu yang memungkinkan virus melekat
adalah salah satu penyebab tropisme virus, atau kecenderungan virus tertentu
untuk menginfeksi sel tertentu dan tidak sel yang lain. Sebagai contoh, virus
influenza bereplika di sel epitel saluran napas, yang mengekspresikan suatu
protease yang penting untuk memecah dan mengaktifkan hemaglutinin pada
permukaan virus. Penyebab utama kedua tropisme virus adalah kemampuan virus
memperbanyak diri di beberapa sel, tetapi tidak di sel yang lain. Sebagai contoh,
papovavirus

JC,

yang

menyebabkan

leukoensefalopati,

terbatas

pada

oligodendroglia pada susunan saraf pusat karena sekuensi promotor dan enhancer
DNA yang terletak di hulu gen virus JC aktif di sel glia, tetapi tidak aktif di
neuron atau sel endotel

a. Siklus Litik

92

(Saputra, 2012)
Gambar 1.42
Siklus litik ada lima (5) tahap yaitu sebagai berikut:
a.

Penempelan pada dinding bakteri. Virus menempel dengan ujung


penempel khusus yang dinamakan reseptor sites . Reseptor ini hanya
dapat menempel pada sel tertentu. Oleh sebab itu satu jenis virus hanya

b.

dapat menginfeksi sel-sel tertentu.


Terjadi proses penetrasi ke sel inang.
Setelah menempel, virus menge-luarkan enzim untuk melubangi sel
bakteri dan masuk ke dalam sel, asam inti virus keluar melalui bagian
ekor dan tetap berada dalam sel inang.

c.

Terjadi prose Eklise.


Di dalam sel,virus melepaskan selubungnya,memisahkan genom dari
komponen strukturalnya, dan kehilangan daya infektivitasnya. Virus
kemudian memperbanyak diri, menggunakan enzim yang khas untuk

93

setiap famili virus. DNA virus mengambil alih tugas DNA bakteri dan
menggunakan metabolik bakteri untuk menghasilkan komponenkomponen virus, seperti kapsid, ekor, serabut ekor, dan kepala. Sebagai
contoh, RNA polimerase digunakan oleh virs RNA negative-sense ntuk
menghasilkan RNA messenger (mRNA) positive-sense, sedangkan
reverse transcriptase digunakan oleh retrovirus untuk menghasilkan
DNA dari cetakan RNA. Enzim spesifik-virus ini merupakan titik-titik
yang dapat digunakan oleh obat untuk menghambat replikasi virus.
Subklompok HIV yang terdapat di Afrika sebelah selatan sangat virulen
karena transkripsinya sangat ditingkatkan oleh sitokin peradangan,
seperti tumor necrosis factor (TNF; faktor nekrosis tumor), yang
diinduksi oleh infeksi mikroba lain. Setiap komponen fage kemudian
bersatu dalam proses pematangan. Virus baru yang terbentuk dapat
mencapai jumlah 2001.000 virus.
d.

Virus yang baru terbentuk mengeluarkan enzim lisozimnya untuk


menghancurkan dinding sel bakteri. Setelah dinding bakteri hancur atau
lisis, genom virus dan protein kapsid yang baru dibentuk kemudian
disusun menjadi virion dalam inti sel atau sitoplasma dan dibebaskan
secara langsung (virus tidak berkapsul) atau menonjol melalui membran
plasma (virus berkapsul). Virus-virus baru dapat keluar dan menyerang
sel-sel bakteri lainnya.

e.

Akhirnya, bakteri mengalami kematian. Virus yang telah menginfeksi


sel lain pun mengulangi siklus litiknya kembali. Siklus litik yang
menghasilkan virus-virus baru ini hanya membutuhkan waktu lebih
kurang 20 menit untuk setiap siklusnya.

b. Siklus lisogenik

94

Gambar 1.43
Tidak semua virus yang masuk ke dalam sel makhluk hidup lain langsung
menghancurkan dinding sel tersebut dan membuat sel tersebut lisis. DNA
virus yang masuk dalam bakteri menjadi bagian DNA inang melalui
rekombinasi. Meskipun menjadi bagian DNA inang, namun virus tidak
langsung mengambil alih metabolisme sel inang. Siklus seperti ini disebut
siklus lisogenik.

Urutan prosesnya adalah sebagai berikut :


a. Penempelan pada dinding bakteri.
Virus menempel dengan ujung penempel khusus yang dinamakan
reseptor sites . Reseptor ini hanya dapat menempel pada sel

95

tertentu. Oleh sebab itu satu jenis virus hanya dapat menginfeksi
sel-sel tertentu.
b. Terjadi proses penetrasi ke sel inang.
Setelah menempel, virus menge-luarkan enzim untuk melubangi sel
bakteridan masuk ke dalam sel, asam inti virus keluar melalui
bagian ekor dan tetap berada dalam sel inang.
c. Pembentukan profage (calon virus)
DNA virus kemudian menyisip ke dalam DNA bakteri dan
membentuk profage. Jika bakteri membelah diri, profage ikut
membelah sehingga anakan sel bakteri pun mengandung profage.
Hal ini berlangsung terus-menerus sehingga jumlah bakteri yang
mengandung profage menjadi amat banyak. Jika keadaan
lingkungan mendukung, virus akan mengalami pematangan
sehingga memasuki keadaan litik.
d. Virus-virus baru pun dibentuk dan siap menyerang sel-sel lainnya.

Virus mematiakn sel pejamu dan menyebabkan kerusakan jaringan melalui


beberapa cara:
a. Virus mungkin menghambat sintesisDNA, RNA, atau protein sel pejamu.
Sebagai contoh, virus polio menginaktifkan cap-binding protein, yang
esensial untuk translasi mRNA sel pejamu, tetapi tidak mengutak-atik
translasi mRNA virus polio.
b. Protein virus mungkin menembus membran plasma sel pejamu dan secara
langsung merusak integritasnya atau mendorong fusi sel (HIV, campak,
virus herpes).
c. Virus bereplikasi secara efisien dan melisiskan sel pejam. Sebagai contoh,
sel epitel pernapasan mati oleh multiplikasi besar-besaran rinovirus atau
virus influenza, sel hati oleh virus demam kuning, dan neuron oleh virus
polio atau virus rabies.

96

d. Protein virus di permukaan sel pejam mungkin sikenal oleh sistem imun,
dan linfosit pejamu menyerang sel yang terinfeksi virus. Sebagai contoh,
gagal hati akut sewaktu infeksi HBV mungkin sipercepat oleh ligan Fas di
linfosit T sitotoksik, yang mengikat reseptor Fas di permukaan
hepatositdan memicu apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel
sasaran. Respiratory synctitial virus, penyebab utama infeksi saluran napas
bawah pada bayi, menyebabkan pelepasan sitokin interleukin-4 (IL-4) dan
IL-5 dari sel T helper tipe TH2, yang masing-masing mengaktifkan sel
mast dan eosinofil, serta memicu mengi dan asma.
e. Virus juga dapat merusak sel yang terlibat dalam pertahanan antimikroba
pejamu sehingga terjadi infeksi sekunder. Sebagai contoh, kerusakan epitel
pernapasan akibat virus mempermudah timbulnya pnemonia yang
disebabkan oleh pneumokokus atau organisme Haemophilus, sedangkan
HIV menurunkan limfosit T helper CD4+ dan membuka gerbang untuk
membanjirnya berbagai infeksi opotunistik.
f. Infeksi virus lambat (misal, panensefalitis sklerotikans subakut yang
disebabkan oleh virus campak) memuncak pada penyakit progresif berat
setelah masa laten yang panjang. (Saputra, 2012)

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F.2014.Jawetz,Metnick & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran Edisi


25.Jakarta,EGC
Campbell, Nell A.2003.Biologi Jilid 2 Edisi 15.Jakarta,Erlangga
Kumar .V, R.S Cotran, S.L Robbins. 2013. Buku Ajar Patologi Edisi ke-7. Vol.1.
Jakarta. EGC
Margono, Sri S, dkk. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

97

Price, Sylvia A. Lorraine M.W.2005. Patofisiologi. Jakarta. EGC


Saputra,L.2012.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta.Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Zaman, Viqar. 2014. Atlas Parasitologi Kedokteran Edisi II. Jakarta, Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai